Hubungan Paritas dan Usia Terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa Tahun 2013 The Correlation between Parity and Age toward Post-partum Hemorrhage at Ambarawa Public Hospital in 2013 Siti Nur hidayati, Fitria Primi astuti, S.SiT., M.Kes, Isfaizah, S.SiT Program studi DIII Kebidanan [email protected] ABSTRAK Latar Belakang : Perdarahan post partum merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal di seluruh dunia. Faktor predisposisi dari perdarahan post partum yaitu usia, paritas, umur kehamilan, partus lama, riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya. Angka kejadian perdarahan post partum di RSUD Ambarawa Tahun 2013 sebanyak 70 (28,69%). Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara paritas dan usia terhadap kejadian perdarahan post partum. Metode : Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian Deskripsi korelatif dan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah 841 ibu yang bersalin. Tehnik pengambilan sampel menggunakan tehnik simple random sampling yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sejumlah 89 responden. Hasil : penelitian menunjukkan bahwa analisis univariat sebagian besar primipara sebanyak 40 responden (44,9%), usia tidak beresiko yaitu sebanyak 76 responden (85,4%), ibu tidak mengalami perdarahan postpartum sejumlah 67 orang (75,3%). Analisis bivariat menggunakan uji Chi- Square didapatkan p-value = 0,000 < α (0,05) menunjukkan ada hubungan antara paritas dengan perdarahan postpartum. Uji Fisher Exact didapat p-value = 0,000 < α (0,05) menunjukkan ada hubungan antara usia dengan perdarahan postpartum. Simpulan : Diharapkan tenaga kesehatan memperhatikan ibu hamil yang beresiko tinggi untuk melakukan kunjungan ANC lebih rutin agar dapat mencegah terjadinya kelainan dan komplikasi selama persalinan khususnya perdarahan post partum. Kata kunci : Paritas, usia, perdarahan post partum Kepustakaan : 27 (2001 – 2012) ABSTRACT Background: Postpartum hemorrhage is the leading mainwide cause of perinatal morbidity and mortality. The in the world predisposing factors of postpartum hemorrhage are age, parity, gestational age, prolonged labor and a history of previous postpartum hemorrhage. The incidences of postpartum hemorrhage at Ambarawa Public Hospital in 2013 were70 incidences (28.69%). Purpose: This study aims to find the correlation between parity and age toward the incidences of postpartum hemorrhage. Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 1 Method: This was a descriptive-correlative study with cross sectional approach. The population in this study was 841 postpartum mothers. The sampling technique used simple random sampling technique that met the inclusion criteria as many as 89 respondents. Result: The results of univariate analysis indicated that most respondents, 40 respondents (44.9%) were primipara, and 76 respondents (85.4%) were not a risk age, 67 (75.3%) respondents did not experience postpartum haemorrhage. The bivariate analysis by using ChiSquare test obtained p-value of 0.000 <α (0.05), that indicated that there were correlation between parity and postpartum hemorrhage. The result of Fisher Exact test obtained p-value of 0.000 <α (0.05), that indicated that there were correlation between age and postpartum hemorrhage. Conclusion: The health professionals are expected to pay more attention to high-risk pregnant women to do ANC visit more regularly in order to prevent the incidence of abnormalities and complications during delivery, especially post partum hemorrhage. Keywords : Parity, Age, Post-partum hemorrhage Bibliographies : 27 (2001 – 2012) PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan ibu merupakan salah satu perhatian dari World Health Organisation (WHO) karena Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator utama derajat kesehatan suatu negara. Tahun 2012, sebanyak 99 % kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negaranegara berkembang seperti negara Indonesia (WHO, 2012). Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, rata-rata Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tercatat mencapai 359/100.000 kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228/100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih tertinggi diantara negaranegara ASEAN, jika dibandingkan dengan negara seperti Singapura (3/100.000 kelahiran hidup), Malaysia (5/100.000 kelahiran hidup), Thailand (8/100.000 kelahiran hidup), serta Vietnam (50/100.000 kelahiran hidup). Sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah Angka Kematian Ibu (AKI) pada Tahun 2011 yaitu 116,01/100.000 kelahiran hidup dan mengalami kenaikan pada Tahun 2012 yaitu 116,34/100.000 kelahiran hidup (Dinkes Jateng, 2012). Perdarahan postpartum merupakan perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir dan telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, berkeringat dingin, sesak nafas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100 x/menit). Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan setelah persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan. Sedangkan faktorfaktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum meliputi beberapa aspek seperti usia, paritas, umur kehamilan, riwayat operasi saesar, jenis persalinan, lokasi persalinan, riwayat penyakit, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2010). Paritas sangat berpengaruh terhadap kejadian perdarahan postpartum dikarenakan pada wanita dengan multiparitas maka kontraksi berkurang karena elastisitas uterus. Ibu yang sudah berkali-kali melahirkan anak, keadaan uterusnya akan mengalami perubahan dalam hal keelastisitasan. Semakin elastis dan besar ukuran uterus tersebut maka kontraksi Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 2 tersebut akan semakin lambat sehingga perdarahan pun terjadi. Uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan (Mochtar, 2005). Paritas tinggi mempunyai risiko terjadinya peningkatan jumlah darah pada kala III dan IV. Jumlah paritas yang mempunyai risiko terjadi peningkatan jumlah darah pada kala III dan IV adalah diatas 5 (grandemultigravida). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan elastisitas otot-otot uterus akibat berulangulang mengalami peregangan karena kehamilan sehingga terjadi gangguan otototot uterus untuk berkontraksi sesaat setelah kelahiran bayi yang mengakibatkan timbulnya perdarahan (Fauziyah, 2012). Usia mempunyai pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya peningkatan jumlah darah pada kala III dan IV. Risiko terjadinya perdarahan postpartum pada umur lebih dari 35 tahun. Kematian maternal akibat perdarahan postpartum lebih banyak pada umur lebih dari 35 tahun (Fauziyah, 2012). Kehamilan diumur kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia, karena diumur kurang dari 20 tahun secara biologis belum optimal, emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada umur lebih dari 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit kronis yang menyebabkan anemia. Pengaruh anemia adalah kontraksi uterus yang lemah pada saat persalinan dan setelah persalinan, dan juga plasenta lebih lekat karena kompensasi anemia yang berakibat sukar lepas, sehingga dari keadaan tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdarahan postpartum (Wiknjosastro, 2002). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Ambarawa Semarang didapatkan data jumlah ibu bersalin pada bulan Januari - Mei 2013 sebanyak 244 orang. Dari 244 persalinan tersebut terdapat 70 (28,69%) ibu bersalin mengalami perdarahan postpartum, 120 (49,19%) ibu bersalin dengan pervaginam spontan, 3 (1,22%) ibu bersalin dengan gawat janin, 3 (1,22%) ibu bersalin multipel, 48 (19,68%) ibu bersalin dengan partus macet. Sedangkan pada Tahun 2012 sebanyak 42 ibu yang mengalami perdarahan postpartum, ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan perdarahan postpartum pada Tahun 2013. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa usia ibu yang mengalami perdarahan post partum sebagian besar berusia antara 20-35 tahun yaitu sebanyak 42 (60%) dan ibu yang berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 23 (32,85%) serta ibu yang berusia lebih dari 35 tahun sebanyak 5 (7,15%). Hal tersebut menunjukkan adanya kesenjangan antara teori menurut Wiknjosastro (2002) dengan kejadian dilahan penelitian. Berdasarkan teori yang ada usia yang beresiko terhadap kejadian perdarahan post partum adalah usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun akan tetapi dalam studi pendahuluan didapatkan data bahwa usia antara 20-35 tahun juga mengalami kejadian perdarahan post partum. Selain itu berdasarkan data studi pendahuluan tentang paritas sebagai salah satu penyebab kejadian perdarahan post partum didapatkan data bahwa 30 (42,85%) merupakan kehamilan pertama dan 28 (40%) hamil yang kedua serta 12 (17,15%) mempunyai paritas diatas 3. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa umur dan paritas merupakan penyebab terbanyak persalinan dengan perdarahan post partum. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan Paritas, dan Usia Terhadap Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2013”. Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan paritas dan usia terhadap perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2013 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran paritas terhadap perdarahan post partum di RSUD Ambarawa Tahun 2013 b. Untuk mengetahui gambaran usia terhadap perdarahan post partum di RSUD Ambarawa Tahun 2013 c. Untuk mengetahui gambaran perdarahan post partum di RSUD Ambarawa Tahun 2013 d. Untuk mengetahui hubungan paritas terhadap kejadian perdarahan post partum di RSUD Ambarawa Tahun 2013 e. Untuk mengetahui hubungan usia terhadap kejadian perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2013 Manfaat Penulisan 1. Bagi RSUD Ambarawa Sebagai bahan masukan untuk mengetahui tentang hubungan paritas dan usia terhadap perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2013. 2. Bagi Institusi STIKES Ngudi Waluyo Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa tentang hubungan paritas dan usia terhadap perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2013. 3. Bagi Peneliti Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan, wawasan peneliti dan mampu mengaplikasikan metodologi penelitian kebidanan sebagai mini riset yang telah didapat tentang hubungan paritas dan usia terhadap perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2013. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional. variabel independennya adalah paritas dan usia dan variabel dependennya adalah perdarahan post partum. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 – 28 Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang bersalin di RSUD Ambarawa pada Bulan Januari 2013 - Mei 2014 sejumlah 841 orang. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah data yang lengkap dari rekam medis ibu postpartum di RSUD Ambarawa periode 1 Januari 2013 – 31 Mei tahun 2014 dan ibu yang mengalami perdarahan postpartum berdasarkan paritas dan usia. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah data register yang tidak lengkap. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah dengan menggunakan register yang digunakan untuk memperoleh data tentang paritas, umur, kejadian perdarahan post partum pada ibu bersalin di RSUD Ambarawa pada Tahun 2013. Analisis univariat digunakan distribusi frekuensi untuk menggambarkan paritas, usia dan kejadian perdarahan post partum. Analisis bivariat dengan uji chi-square. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Paritas Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Paritas Ibu Bersalin di RSUD Ambarawa 2013 Paritas Frekuensi Persentase (%) Primipara 40 Multipara 27 Grandemulti 22 para 44,9 30,3 24,7 Jumlah 100,0 Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 89 4 Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa dari 89 responden ibu bersalin di RSUD Ambarawa, sebagian besar paritas responden dalam kategori primipara yaitu sebanyak 40 responden (44,9%) dibandingkan dengan paritas responden dalam kategori multipara yaitu sebanyak 27 responden (30,3%) ataupun grande multipara sejumlah 22 responden (24,7%). 2. Usia Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Ibu Bersalin di RSUD Ambarawa 2013 Usia Frekuensi Beresiko Tidak beresiko Jumlah 13 76 Persentase (%) 14,6 85,4 89 100,0 Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa dari 89 responden ibu bersalin di RSUD Ambarawa, sebagian besar responden usia tidak beresiko yaitu sebanyak 76 responden (85,4%) dibandingkan dengan responden usia beresiko yaitu sebanyak 13 responden (14,6%). Paritas Primipara Multipara Grande multipara Jumlah Perdarahan Postpartum Tidak Perdarahan Perdarahan F % f % 2 5,0 38 95,0 1 3,7 26 96,3 19 86,4 3 13,6 22 68,2 67 75,3 3. Perdarahan Postpartum Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perdarahan Postpartum pada Ibu Bersalin di RSUD Ambarawa 2013 Perdarahan Frekuensi Persentase Postpartum (%) Perdarahan 22 24,7 Tidak Perdarahan 67 75,3 Jumlah 89 100,0 Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa dari 89 responden ibu bersalin di RSUD Ambarawa, sebagian besar ibu tidak mengalami perdarahan postpartum, sejumlah 67 orang (75,3%), sedangkan yang mengalami perdarahan postpartum sejumlah 22 orang (24,7%). B. Analisis Bivariat Analisis bivariat pada bagian digunakan untuk menyajikan hubungan paritas dan usia terhadap perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa. Untuk mengetahui hubungan ini digunakan uji Chi Square dimana hasilnya disajikan berikut ini. 1. Hubungan Paritas dengan Perdarahan Postpartum Tabel 4.4 Hubungan Paritas dengan Perdarahan Postpartum pada Ibu Bersalin di RSUD Ambarawa 2013 Total f 40 27 22 % 100 100 100 χ² P-value 59,692 0,000 89 100 Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 5 Berdasarkan tabel 4.4, dapat sebanyak 19 responden (86,4%) diketahui bahwa responden dibandingkan dengan responden primipara sebagian besar yaitu tidak mengalami perdarahan yaitu sebanyak 38 responden (95,0%) sebanyak 3 responden (13,6%). tidak mengalami perdarahan post Berdasarkan uji Chi Square partum dibandingkan dengan yang didapat χ² hitung sebesar 59,692 mengalami perdarahan post partum dengan p-value 0,000. Oleh karena yaitu sebanyak 2 responden (5,0%). p-value = 0,000 < α (0,05), Responden yang memiliki paritas disimpulkan bahwa ada hubungan dalam kategori multipara sebagian yang signifikan antara paritas dengan besar tidak mengalami perdarahan perdarahan postpartum pada ibu post partum yaitu sebanyak 26 bersalin di RSUD Ambarawa. responden (96,3%) dibandingkan 2. Hubungan Usia dengan Perdarahan dengan yang mengalami perdarahan Postpartum post partum yaitu sebanyak 1 Tabel 4.5 Hubungan Usia dengan responden (3,7%). Responden Perdarahan Postpartum dengan paritas dalam kategori grande pada Ibu Bersalin di multipara sebagian besar mengalami RSUD Ambarawa 2013 perdarahan post partum yaitu Perdarahan Postpartum Total Tidak Usia Perdarahan P-value Perdarahan f % f % f % Beresiko 11 84,6 2 15,4 13 100 0,000 Tidak beresiko 11 14,5 65 85,5 76 100 Jumlah 22 68,2 67 75,3 89 100 Berdasarkan uji Fisher Exact Berdasarkan tabel 4.5, dapat didapat p-value 0,000. Oleh karena diketahui bahwa responden yang p-value = 0,000 < α (0,05), memiliki usia dalam kategori disimpulkan bahwa ada hubungan beresiko sebagian besar terjadi yang signifikan antara usia dengan perdarahan post partum yaitu perdarahan postpartum pada ibu sebanyak 11 responden (84,6%) bersalin di RSUD Ambarawa. dibandingkan dengan responden dengan kategori beresiko tidak Pembahasan terjadi perdarahan post partum yaitu A. Analisis Univariat sebanyak 2 responden (15,4%). 1. Paritas Responden Responden yang memiliki usia Kategori primipara yaitu dalam kategori tidak beresiko sebanyak 40 responden (44,9%). sebagian besar tidak terjadi Primipara merupakan wanita yang perdarahan post partum yaitu telah melahirkan bayi aterm sebanyak 65 responden (85,5%) sebanyak satu kali. Wanita dibandingkan dengan responden primipara, sebagian mereka belum dengan kategori usia tidak beresiko mempersiapkan diri untuk terjadi perdarahan post partum yaitu menghadapi persalinan. Padahal sebanyak 11 responden (14,5%). resiko pada kelahiran bayi pertama Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 6 2. masih cukup tinggi dan masih sulit dihindari. Kemungkinan besar pada primipara lebih sering terjadi penyulit kehamilan seperti partus lama, perdarahan pervaginam, ketuban pecah dini dll, sehingga harus dilakukan rujukan ke rumah sakit. Pada multipara yaitu sebanyak 27 responden (30,3%). Multipara adalah wanita yang telah melahirkan anak lebih dari satu kali. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut maternal. Pada wanita multipara, mereka memiliki pengalaman tersendiri dalam melahirkan dan bersalin yang mempengaruhi pendekatannya dalam mempersiapkan diri menghadapi persalinan kali ini (Bobak, 2004). Pada grande multipara sejumlah 22 responden (24,7%). Menurut Maimunah (2005) grande multipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan elastisitas otototot uterus akibat berulang-ulang mengalami peregangan karena kehamilan sehingga terjadi gangguan otot-otot uterus untuk berkontraksi sesaat setelah kelahiran bayi yang mengakibatkan timbulnya perdarahan. Usia Responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebagian besar responden usia tidak beresiko (20 - 35) yaitu sebanyak 76 responden (85,4%), Ini memang wajar karena usia 20-35 tahun merupakan usia-usia reproduksi, dan usia ini juga dikatakan merupakan usia reproduksi aman karena belum terjadi komplikasi dan juga sesuai untuk seorang wanita untuk melahirkan dan mengurus anak. Dengan cukup umur ini ibu lebih siap dengan segala masalah yang timbul dalam merawat dan mendidik anak serta merencanakan jumlah anak yang dilahirkan. Menurut Varney (2008) hal ini mungkin dikarenakan saat terbaik bagi seorang perempuan untuk hamil adalah saat usia 20-35 tahun. Sel telur sudah diproduksi sejak dilahirkan namun baru terjadi ovulasi ketika masa pubertas, sel telur yang keluar hanya satu setiap bulannya, ini menunjukkan adanya unsur seleksi yang terjadi hingga diasumsikan sel telur yang berhasil keluar adalah sel telur yang unggul oleh karena itu semakin lanjut usia maka kualitas sel telur sudah berkurang hingga berakibat juga menurunkan kualitas keturunan yang dihasilkan sehingga hamil pada usia tersebut mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terjadi gejala dan tanda penyulit. Berdasarkan hasil penelitian terdapat responden usia beresiko yaitu sebanyak 13 responden (14,6%). Sesuai pendapat Wiknjosastro (2002), kehamilan diumur kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia, karena diumur kurang dari 20 tahun secara biologis belum optimal, emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada umur lebih dari 35 tahun terkait Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 7 3. dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit kronis yang menyebabkan anemia. Pengaruh anemia adalah kontraksi uterus yang lemah pada saat persalinan dan setelah persalinan, dan juga plasenta lebih lekat karena kompensasi anemia yang berakibat sukar lepas, sehingga dari keadaan tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdarahan postpartum. Kejadian perdarahan Menurut Wiknjosastro (2010) perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan. Sebagian besar ibu tidak mengalami perdarahan postpartum sejumlah 67 orang (75,3%). Hal ini kemungkinan ibu bersalin secara aktif mempersiapkan diri untuk menghadapi persalinan dan menginginkan persalinan yang sempurna. Mereka banyak membaca buku, menghadiri kelas hamil dan berkomunikasi dengan wanita lain (ibu, saudara perempuan dan teman) atau sudah memiliki pengalaman hamil dan bersalin sehingga mempengaruhi pendekatannya dalam mempersiapkan diri menghadapi persalinan agar persalinannya normal tidak terjadi gejala dan tanda penyulit. Responden yang mengalami perdarahan postpartum sejumlah 22 orang (24,7%). Sesuai pendapat Nugroho (2010) bahwa faktor predisposisi perdarahan post partum meliputi grandemultipara, uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak besar), kelelahan akibat partus lama, penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus), riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual. Perdarahan post partum banyak terjadi pada kehamilan maternal beresiko tinggi jika terlalu banyak anak. Usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, jumlah anak lebih dari 4 anak, riwayat terdahulu, serta jarak kehamilannya kurang dari 2 tahun dan anemia (Cahyono, 2005). B. Analisis Bivariat 1. Hubungan paritas terhadap perdarahan post partum pada ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2013. Berdasarkan dari hasil penelitian ini dapat diketahui dari uji Chi Square dengan menghubungkan antara paritas ibu dengan kejadian perdarahan post partum di RSUD Ambarawa Tahun 2013 diperoleh χ² hitung sebesar 59,692 dengan pvalue 0,000. Oleh karena p-value = 0,000 < α (0,05), maka H0 ditolak disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum pada ibu Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 8 bersalin di RSUD Ambarawa Tahun 2013. Sesuai pendapat Nugroho (2010) bahwa faktor predisposisi perdarahan post partum meliputi grande multipara, uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak besar), kelelahan akibat partus lama, penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus), riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 89 ibu bersalin paling banyak terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak 19 responden ibu grande multipara (86,4%) dibandingkan responden yang memiliki paritas dalam kategori primipara yaitu sebanyak 2 responden (5,0%) dan multipara yaitu sebanyak 1 responden (3,7%). Sesuai pendapat Fauziyah (2012) hal ini dikarenakan paritas tinggi mempunyai risiko terjadinya peningkatan jumlah darah pada kala III dan IV. Jumlah paritas yang mempunyai risiko terjadi peningkatan jumlah darah pada kala III dan IV adalah diatas 5 (grandemultigravida). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan elastisitas otot-otot uterus akibat berulang-ulang mengalami peregangan karena kehamilan sehingga terjadi gangguan otot-otot uterus untuk berkontraksi sesaat setelah kelahiran bayi yang mengakibatkan timbulnya perdarahan. Perdarahan post partum banyak terjadi pada kehamilan maternal beresiko tinggi jika terlalu banyak anak. Usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, jumlah anak lebih dari 4 anak, serta jarak kehamilannya kurang dari 2 tahun dan anemia. Paritas memiliki peran yang besar pada kejadian perdarahan post partum terutama pada grandemultipara. Resiko pada kelahiran bayi pertama masih cukup tinggi dan masih sulit dihindari. Kemudian resiko ini menurun pada paritas 2 dan 3 serta meningkat lagi setelah paritas 4 dan seterusnya. Sehubungan dengan keadaan tersebut dilaporkan kejadian terendah dijumpai pada paritas 2 dan 3 (Cahyono, 2005). Pada wanita primipara kejadian perdarahan post partum lebih banyak disebabkan karena adanya laserasi jalan lahir. Laserasi jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan post partum. Perdarahan post partum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan servik atau vagina sesuai dengan pendapat Wiknjosastro (2005). Sedangkan pada wanita multipara kemungkinan kejadian perdarahan post partum disebabkan karena uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak besar), kelelahan akibat partus lama, penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus), riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual. Pada grandemultigravida hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan elastisitas otot-otot uterus akibat berulang-ulang mengalami peregangan karena kehamilan sehingga terjadi gangguan otot-otot uterus untuk berkontraksi sesaat setelah kelahiran bayi yang mengakibatkan timbulnya perdarahan. Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 9 diketahui bahwa dari 89 responden yang memiliki paritas dalam kategori primipara sebagian besar yaitu sebanyak 38 responden (95,0%) tidak mengalami perdarahan post partum, responden yang memiliki paritas dalam kategori multipara tidak mengalami perdarahan post partum yaitu sebanyak 26 responden (96,3%), responden dalam kategori grande multipara tidak mengalami perdarahan yaitu sebanyak 3 responden (13,6%). Hal ini dikarenakan pada wanita primipara, mereka secara aktif mempersiapkan diri untuk menghadapi persalinan dan menginginkan persalinan yang sempurna. Sesuai pendapat Bobak (2004) pada wanita primipara mereka banyak membaca buku, menghadiri kelas hamil dan berkomunikasi dengan wanita lain (ibu, saudara perempuan dan teman). Pada wanita multipara karena mereka sudah memiliki pengalaman hamil dan bersalin sehingga mempengaruhi pendekatannya dalam mempersiapkan diri menghadapi persalinan agar persalinannya normal. Hasil penelitian juga menunjukkan dari yang tidak terjadi perdarahan pada wanita grande multipara yaitu sebanyak 3 responden (13,6%). Hal ini mungkin dikarenakan pada wanita grande multipara beberapa dari mereka kondisinya masih baik dan tidak menunjukkan gejala dan tanda penyulit. 2. Hubungan usia terhadap perdarahan post partum pada ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2013. Berdasarkan dari hasil penelitian ini dapat diketahui dari uji Fisher Exact didapat p-value 0,000. Oleh karena p-value = 0,000 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia dengan perdarahan postpartum pada ibu bersalin di RSUD Ambarawa Tahun 2013. Sesuai pendapat Fauziyah (2012) bahwa faktor predisposisi perdarahan post partum meliputi paritas, usia , uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak besar), riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 89 ibu bersalin dapat diketahui yang memiliki usia dalam kategori beresiko sebagian besar terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak 11 responden (84,6%), responden dengan kategori usia tidak beresiko terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak 11 responden (14,5%). Sesuai pendapat Fauziyah (2012) umur mempunyai pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya peningkatan jumlah darah pada kala III dan IV. Kematian maternal akibat perdarahan postpartum lebih banyak pada umur lebih dari 35 tahun. Kehamilan diumur kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia, karena diumur kurang dari 20 tahun secara biologis belum optimal, emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada umur lebih dari 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit kronis yang menyebabkan anemia. Pengaruh anemia adalah kontraksi uterus yang lemah pada saat persalinan dan setelah Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 10 persalinan, dan juga plasenta lebih lekat karena kompensasi anemia yang berakibat sukar lepas, sehingga dari keadaan tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdarahan postpartum. Sedangkan pada usia tidak beresiko terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak 11 responden (14,5%). Kemungkinan sebagian mereka belum mempersiapkan diri untuk menghadapi persalinan. Padahal resiko pada kelahiran bayi masih cukup tinggi dan masih sulit dihindari. Bisa juga pada usia beresiko dan usia tidak beresiko akan terjadi penyulit kehamilan seperti partus lama, perdarahan pervaginam, ketuban pecah dini dll, sehingga harus dilakukan rujukan ke rumah sakit. Hal tersebut menunjukkan adanya kesenjangan antara teori dengan kejadian dilahan penelitian. Berdasarkan teori Cunningham (2006) pada usia <20 tahun merupakan resiko tinggi kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayi, hal ini disebabkan pada usia muda organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologisnya belum optimal dan secara psokologis belum tercapainya emosi dan kejiwaan yang cukup dewasa sehingga akan berpengaruh terhadap penerimaan kehamilannya yang akhirnya akan berdampak pada pemeliharaan dan perkembangan bayi yang dikandungnya. Sedangkan pada ibu yang tua, terutama pada ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun merupakan resiko tinggi pula untuk hamil karena akan menimbulkan komplikasi pada kehamilan dan merugikan perkembangan janin selama periode kandungan. Secara umum hal ini karena adanya kemunduran fungsi fisiologis dari sistem tubuh. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Gambaran paritas pada ibu bersalin di RSUD Ambarawa Tahun 2013 yaitu sebagian besar paritas responden dalam kategori primipara yaitu sebanyak 40 responden (44,9%). 2. Gambaran usia pada ibu bersalin di RSUD Ambarawa Tahun 2013 yaitu sebagian besar usia tidak beresiko yaitu sebanyak 76 responden (85,4%). 3. Gambaran perdarahan post partum pada ibu bersalin di RSUD Ambarawa Tahun 2013 yaitu sebagian besar ibu tidak mengalami perdarahan postpartum sejumlah 67 orang (75,3%). 4. Ada hubungan antara paritas dengan kejadian perdarahan post partum di RSUD Ambarawa Tahun 2013 dengan p-value = 0,000 < α (0,05). 5. Ada hubungan antara usia dengan kejadian perdarahan post partum di RSUD Ambarawa Tahun 2013 dengan p-value = 0,000 < α (0,05). Saran 1. Bagi tenaga kesehatan Bagi tenaga kesehatan disarankan untuk lebih memperhatikan ibu hamil yang anemia lebih diberikan tindakan penanganan anemia sehingga tidak akan terjad perdarahan post partum. 2. Bagi peneliti selanjutnya Bagi peneliti lain yang melakukan penelitian serupa pada saat penelitian diharapkan juga mempertimbangkan faktor resiko perdarahan post partum yang lain pada ibu bersalin sehingga dapat mengembangkan persalinan yang aman. 3. Bagi responden Diharapkan para ibu lebih banyak mencari informasi tentang Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 11 perawatan kehamilan supaya persalinan dapat berjalan dengan lancar dan tidak mengalami komplikasi saat persalinan. DAFTAR PUSTAKA Bobak, JI. 2004. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC Fauziyah, Yulia. 2012. Obstetri Patologi. Yogyakarta : Nuha medika. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Media Aesculapius. Manuaba, dkk. 2010. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Vol 1 . Jakarta : EGC Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Hubungan Paritas dan Usia terhadap Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2013 12