I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang
menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah
tumbuhan
tersebut.
Suatu
komunitas
tumbuhan
dikatakan
mempunyai
keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut tersusun oleh banyak spesies.
Sebaliknya jika komunitas disusun oleh sedikit spesies dan hanya sedikit saja spesies
yang dominan maka keanekaragaman rendah (Soegianto, 1994 dalam Nurhayati,
2010).
Keanekaragaman tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak memiliki
peran penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan ternak muda maupun untuk
mempertahankan hidup dan menghasilkan produk (anak, susu, daging) serta tenaga
bagi ternak dewasa. Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara daya tahan
tubuh dan kesehatan ternak. Jenis pakan yang diberikan harus baik dan dalam jumlah
yang cukup agar hewan ternak dapat tumbuh sesuai dengan yang diharapkan
(Setiawan dan Arsa, 2005).
Pakan adalah suatu bahan yang dimakan oleh hewan yang mengandung energi
dan zat-zat gizi atau keduanya (Hartadi dkk., 1986). Menurut Blakely dan Bade
(1994), pakan adalah bahan yang dimakan dan dapat dicerna oleh seekor hewan yang
mampu menyajikan unsur hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh,
pertumbuhan, penggemukan reproduksi dan produksi. Setiawan dan Arsa (2005)
menambahkan pakan merupakan bahan pakan ternak yang berupa bahan kering dan
air. Bahan pakan ini harus diberikan pada ternak sebagai kebutuhan hidup pokok dan
produksi. Dengan adanya pakan maka proses pertumbuhan, reproduksi dan produksi
akan berlangsung dengan baik.
2
Menurut Tillman dkk., (1991), kebutuhan pakan untuk ternak berbeda-beda
tergantung dari spesiesnya, ukuran ternak, tingkat pertumbuhan, kondisi ternak,
temperatur lingkungan dan defisiensi nutrien tertentu, palatabilitas bahan pakan
(kemampuan untuk merasa, mencicipi atau mengecap), dan kandungan energi dalam
pakan. Ternak akan mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energinya,
sehingga jumlah pakan yang dimakan tiap hari cenderung berkorelasi erat dengan
tingkat energinya.
Bahan pakan dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu konsentrat dan bahan
berserat yang merupakan komponen atau penyusun ransum (Blakely dan Bade,
1994). Menurut Sarwono (2008), ada dua pakan ternak, yaitu pakan pokok yang
terdiri dari hijauan (rumput, legum, dan limbah pertanian) dan penguat seperti
suplemen dan konsentrat. Hijauan merupakan bahan pakan berserat kasar yang dapat
berasal dari rumput dan dedaunan. Bagian tumbuhan hijau yang biasa dimanfaatkan
untuk pakan ternak adalah bagian batang dan daunnya. Hijauan dapat ditanam di
ladang dan hewan dapat dibiarkan mencari pakannya sendiri atau hijauan dipangkas
kemudian diberikan sebagai sumber pakan. Konsentrat menurut Purnomoadi (2003)
adalah bahan pakan yang mudah dicerna dan sumber zat pakan utama. Jenis pakan
konsentrat antara lain dedak padi, bungkil kelapa, ampas tahu, gaplek dan
sebagainya.
Menurut Kusnadi dkk., (2011), beberapa contoh pakan ternak yang sudah
dikenal petani dan banyak diberikan pada hewan ternak diantaranya rumput gajah
(Pennisetum purpureum), kaliandra (Calliandra calothyrsus), gamal (Glirisidia
sepium), rumput setaria (Setaria sphacelata), daun turi (Sesbania grandiflora), dan
alfalfa (Medicago sativa L). Tumbuhan alfalfa di Indonesia pertama dibudidayakan
tahun 2003 di Boyolali hingga menyebar ke BPTU-Baturraden tahun 2004 sampai
3
2005. Kemudian tahun 2007 di Ciawi mulai mengembangkan sebagai koleksi
tumbuhan pakan ternak. Alfalfa (Medicago sativa L.) termasuk tumbuhan
leguminosae perenial yang berkembang secara luas sebagai pakan ternak.
Pertumbuhan akar yang dalam dapat mencapai 4,5 meter sehingga tumbuhan mampu
menghadapi musim kering atau kekeringan yang panjang. Satu tangkai berdaun tiga
(trifoliat), panjang 5-15 mm, berbulu pada permukaan bawah, tangkai daun berbulu,
bunga berbentuk tandan yang rapat berisi 10-35 bunga, mahkota bunga berwarna
ungu atau biru jarang yang berwarna putih (Sajimin, 2011).
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) berasal dari Afrika tropik, rumput ini
berumur panjang, tumbuh vertikal membentuk rumpun, daun lebat, dan bisa
mencapai tinggi 2-2,5m. Tumbuhan ini pertumbuhannya sangat cepat, dan waktu
masih muda nilai gizinya cukup tinggi (AAK, 1983). Rumput Setaria (Setaria
sphacelata) dikenal dengan sebutan rumput Goden Timothy, berasal dari Afrika
tropik dan merupakan tumbuhan yang dapat membentuk rumpun yang lebat, kuat,
dengan atau tanpa stolon dan rhizoma (Reksohadiprodjo, 1985). Rumput Setaria
daunnya lebar dan agak berbulu pada permukaan atasnya. Pangkal batangnya
berwarna cokelat keemasan (Soegiri dkk., 1982). Rumput ini ketika dewasa,
tingginya dapat mencapai 180 cm, tahan kering dan genangan, hidup pada ketinggian
1.000 kaki, dan pada curah hujan 25 inchi pertahunnya (Reksohadiprodjo, 1985).
Menurut Lubis (1993), rumput sebagai hijauan makanan ternak harus
mempunyai persyaratan antara lain: 1) mempunyai manfaat yang tinggi sebagai
bahan makanan; 2) mudah dicerna di saluran pencernaan dan 3) tersedia dalam
keadaan yang cukup. McIlroy (1976), menyatakan bahwa hijauan makanan ternak
harus mempunyai kriteria yaitu: 1) sebagai penghasil hijauan yang banyak dan
mempunyai bagian tumbuhan yang banyak untuk memudahkan pemulihan akibat
4
renggutan ternak; 2) dapat berkembang biak secara vegetatif dan generatif; 3)
memiliki sistem perakaran yang luas dan dalam sehingga mampu memanfaatkan
unsur-unsur hara tanah dalam kondisi kering dan 4) banyak rumput berkembang biak
dengan rhizome atau stolon yang dengan mudah membentuk akar-akar tumbuhan
sehingga permukaan tanah dapat cepat tertutup.
Penyediaan hijauan pakan ternak yang berkualitas baik dalam jumlah cukup
secara berkesinambungan merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan
pemeliharaan dan pengembangan ternak (Sirait dkk., 2010). Menurut Sarwono
(2008), hanya pakan yang sempurna (mengandung kelengkapan protein, karbohidrat,
lemak, vitamin, dan mineral) yang mampu membantu proses pertumbuhan dan
perkembangbiakan yang baik bagi hewan.
Dalam kehidupan, sebagian besar masyarakat Indonesia, ketergantungan
kepada sumber daya alam yang tersedia. Masyarakat memiliki kearifan lokal yang
merupakan potensi dan kekuatan dalam pengelolaan suatu kawasan hutan. Hal ini
dapat dilihat dari keberadaan masyarakat yang diiringi dengan eksistensi hutan
selama beratus-ratus tahun yang merupakan suatu bukti peradaban dan potensi dalam
pelestarian hutan (Febry, 2011). Menurut Purwanto (1999), suatu bidang ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara masyarakat dengan alam lingkungannya
meliputi sistem pengetahuan tentang sumber daya alam tumbuhan disebut dengan
etnobotani.
Febry
(2011)
menyatakan
tumbuhan
berguna
dikelompokkan
berdasarkan pemanfaatannya antara lain sebagai obat, tumbuhan hias, aromatik,
pangan, pewarna, penghasil bahan bangunan, ritual adat, keagamaan, kerajinan dan
pakan ternak.
Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa Kecamatan Baturraden memiliki
banyak keanekaragaman tumbuhan, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
5
keanekaragaman tumbuhan tersebut untuk pakan ternak. Hewan ternak merupakan
hewan yang sengaja dikembangbiakkan untuk kebutuhan konsumsi maupun industri.
Contoh hewan ternak antara lain sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam dan itik.
(Kusuma, 2012).
Kecamatan Baturraden merupakan kecamatan paling utara dari Kabupaten
Banyumas. Daerah ini mempunyai luas 45,53 km2 yang terbagi ke dalam 12 desa.
Terletak pada dataran tinggi di kaki gunung Slamet dengan ketinggian ± 640 m dpl
(BAPPEDA, 2012). Semakin tinggi suatu daerah semakin dingin suhu di daerah
tersebut. Oleh sebab itu ketinggian permukaan bumi besar pengaruhnya terhadap
jenis dan persebaran tumbuhan. Daerah yang suhu udaranya lembab, basah di daerah
tropis, tumbuhannya lebih subur dari pada daerah yang suhunya panas dan kering
(Hutagalung, 2009). Oleh karena itu, perlu adanya informasi dan pengetahuan
tentang keanekaragaman dan pemanfaatan tumbuhan yang tumbuh liar maupun
tumbuhan budidaya di areal sawah, tegalan, kebun dan pekarangan yang
dimanfaatkan sebagai pakan ternak oleh masyarakat di Kecamatan Baturraden.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka muncul permasalahan yang perlu
dikaji lebih lanjut sebagai berikut:
1. Keanekaragaman tumbuhan apa saja yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak
oleh masyarakat di Kecamatan Baturraden?
2. Bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak di Kecamatan
Baturraden?
Sebagai pemecahan dari masalah yang timbul, maka dilakukan penelitian
dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui keanekaragaman tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan
ternak oleh masyarakat di kecamatan Baturraden.
6
2. Mengetahui bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak
di Kecamatan Baturraden.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
keanekaragaman dan pemanfaatan tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pakan ternak di Kecamatan Baturraden yang akan dijadikan referensi bagi para
peternak.
Download