MODUL PERKULIAHAN Produksi Berita Televisi Syarat Berita Televisi Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Broadcasting Tatap Muka 2-4 Kode MK Disusun Oleh Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Abstract Kompetensi Memberikan pengetahuan teoritis tentang dunia jurnalistik, khususnya dalam memproduksi berita televisi. Setelah mengikuti pertemuan ini, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan: 1. Mengetahui kode etik jurnalistik 2. Memahami persyaratan berita televisi 3. Mengetahui memperoleh bahan berita 4. Mengetahui jenis berita 5. Memahami teknik wawancara di studio Kode Etik Jurnalistik Pers, pada khususnya wartawan, tidak dapat lepas dari tanggung jawab etis dan moral, seperti disebutkan di atas bahwa wartawanwajib memelihara hubungan baik dengan sumber berita dan terkadang harus melindungi sumber tadi. Tidak boleh wartawan mencelakakan sumber berita karena keteruterangannya yang konyol dan tolol karena tidak tahu siutasi dan kondisi sumber berita yang bersangkutan. Dalam kehidupan manusia dikenal adanya kode etik lingkungan. Setiap lingkungan hidup memiliki kode etiknya. Kode etik diperlukan untuk mempertahankan keletarian suatu kelompok dan sekaligus menampilkan citra dirinya. Kita mengenal, misalnya, kode etik kedokteran, kode etik periklanan, kode etok perusahaan pers, kode etik jurnalistik. Kode etik ialah aturan tata susila/sikap ahlak. Kode etik jurnalistik aturan tata susila keawtawanan. Kode etik jurnalistik dapat dipakai sebagai cermin untuk mendapatkan sekedar gambaran tentang etik penulisan dan penyiaran di Indonesia. Maka dari itu, kode etik jurnlistik itu sepenuhnya dikutip di bawah ini. KODE ETIK JURNALISTIK Pasal 1 Kepribadian Wartawan Indonesia Wartawan Indonesia adalah warga negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berjiwa Pancasila, taat kepada UUD 45, bersifar ksatria dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia seta perjuangan emansipasi bangsa dalam segala lapangan dan dengan itu turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat Indonesia sebagai Warga dari Masyarakat Bangsa-Bangsa di Dunia. Pasal 2 Pertanggungjawaban 1. Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya suatu berita atau tulisan disiarkan. Ia tidak menyiarkan berita atau tulisan yang sifatnya destruktif, merugikan Negara dan Rakyatnya, menimbulkan kekacauan atau menyinggung perasaan susila, kepercayaan ‘13 2 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id atau agama atau keyakinan seseorang atau suatu golongan yang dilindungi oleh Undang-undang. 2. Wartawan Indonesia melakukan pekerjaan dengan perasaan bebas yang bertanggung jawab atas keselamatan umum. Ia tidak menggunakan jabatan dan kecakapannya untuk kepentingan sendiri. 3. Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugas jurnalistiknya yang menyangkut bangsa lain didasarkan atas kepentingan Nasional Indonesia. Pasal 3 Cara Memberitakan dan Menyatakan pendapat 1. Wartawan Indonesia menempuh jalan dan usaha yang jujur untuk memperoleh bahanbahan berita. 2. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkan. 3. Di dalam menyusun suatu berita, Wartawan Indonesia membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opnion) sehingga tidak mencampurbaurkan yang satu dengan yang lain untuk mencegah penyiaran berita-berita yang diputar balik atau dibubuhi secara tidak wajar. Kepala-kepala berita harus mencerminkan isi berita. 4. Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan Pengadilan, yang bersifat informasi dan yang berkenaan dengan seseorang yang tersangkut dalam suatu perkara tetapi belum dinyatakan bersalah oleh Pengadilan, dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, terutama mengenai nama dan identitas yang bersangkutan. 5. Dalam tulisan yang menyatakan pendapat tentang suatu kejadian, Wartawan Indonesia menggunakan kebebasannya dengan menitikberatkan pada rasa tanggung jawab nasional dan sosial, kejujuran, sportifitas, dan toleransi. 6. Wartawan Indonesia menghindari siaran yang bersifat amoral, cabul dan sensasional. Pasal 4 Pelanggaran dan Hak Jawab 1. Tulisan yang bersifat tuduhan yang tidak berdasar, hasutan yang membahayakan Negara, fitnahan, pemutarbalikan kejadian dengan sengaja, penerimaan sesuatu untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan suatu berita atau tulisan adalah pelanggaran yang berat terhadap profesi jurnalistik. ‘13 3 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Setiap pemberitaan yang tidak benar atau membahayakan Negara, merugikan kepentingan umum/golongan/perorangan harus dicabut kembali atau diralat atas keinsafan wartawan sendiri, sedang pihak yang dirugikan diberi kesempatan untuk menjawab dan memperbaiki pemberitaan yang dimaksud maksimal sama panjang selama jawaban itu dilakukan secara wajar. Pasal 5 Sumber Berita 1. Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya dan tidak menyiarkan keterangan-keterangan yang diberikan secara “off the record”. 2. Wartawan Indonesia dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu kabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi. Ini berarti juga bahwa plagiat harus dijauhi oleh setiap Wartawan Indonesia dan menyatakan plagiat itu sebagai satu perbuatan yang hina. 3. Penerimaan uang atau suatu janji untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan sesuatu yang dapat menguntungkan atau merugikan orang, golongan, ataupun suatu pihak adalah pelanggaran Kode Etik yang berat. Pasal 6 Kekuatan Kode Etik Kekuatan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia ini dibuat atas prinsip bahwa pertanggungjawaban tentang pentaatannya terutama pada hati nurani Wartawan Indonesia. Pasal 7 Pengawasan Pengawasan pentaatan Kode Etik Jurnalistik ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia yang menentukan sanksi-sanksi yang diperlukan. ‘13 4 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Tujuh Butir Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang dilahirkan oleh 27 organisasi wartawan Indonesia pada 6 Agustus 1999 di Bandung. Kode Etik Wartawan Indonesia 1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. 2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi. 3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat. 4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, finah, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. 5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi. 6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai dengan kesepakatan. 7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab. Ke 27 Organisasi Wartawan Indonesia itu adalah: AJI, ALJI, AWAM, AWE, HIPSI, HIPWI, HIWAMI, HPPI, IJTI, IPPI, IWARI, IWI, KEWADI, KO-WAPPI, KOWRI, KWI, KWRI, PEWARPI, PJI, PWFI, PWI, SEPERNAS, SERIKAT PEWAR-TA, SOMPRI, SWAMi, SWII, dan KOMNAS WI Sejarah Televisi Sejarah mencatat pada tanggal 24 Agustus 1962, yang bertepatan dengan pembukaan ASEAN GAMES IV di Jakarta, sebagai awal penyiaran televisi di Indonesia yang dilakukan oleh Televisi Republik Indonesia (TVRI). Pada tanggal ini pula dirayakan sebagai hari jadi TVRI. Seminggu sebelumnya, tepat pada hari perayaan Kemerdekaan RI yang ke-17, 17 Agustus 1962, sebenarnya TVRI telah melakukan siaran percobaan hari Kemerdekaan RI. ‘13 5 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id PERSYARATAN BERITA TELEVISI Syarat Berita Tidak semua fakta peristiwa dan atau pendapat yang didapatkan layak dimuat dalam surat kabar ataupun majalah. Untuk itu perlu dilakukan seleksi. 1. Benar terjadi Isi berita haruslah sesuatu yang berdasarkan fakta, bukan fakta yang dibuat-buat oleh si wartawan. Fakta dalam pengertian segala sesuatu yang benar-benar peristiwa atau kejadian. Jadi yang terlihat atau yang terdengar. 2. Aktual Jarak antara terjadinya peristiwa ataupun suatu pendapat diucapkan dengan saat diturunkan berita itu, hendaklah secepatnya. Bila memungkinkan peristiwa fari ini, ditulis/disiarkan hari ini juga. Sebab apabila lewat beberapa hari saja, terutama berita peristiwa, nilai aktualisasinya sudah menjadi basi. 3. Lengkap Kelengkapan bahan dari apa yang diberitakannya perlu dalam menyusus suatu berita, agar beritanya nanti lengkap dan pembaca pun bisa mengetahui secara lengkap. 4. Apa adanya Apa yang dilihat dan didengar, itulah yang ditulis oleh seorang wartawan. Berisi pemaparan dan penguraian peristiwa atau pendapat. Seorang wartawan tidak boleh menambahkannya, karena bertentangan dengan kode etik jurnalistik. 5. Tersusun baik Berita itu hendaklah tersusun dengan baik, sehingga menarik perhatian pembaca dan memudahkan mereka untuk memahaminya secara benar. Kalimatnya tidak boleh bertele-tele. 6. Menarik Berita yang disajikan haruslah berisi peristiwa atau pendapat yang memang menarik perhatian sebagian besar pembaca. Berita yang menarik itu biasanya sesuatu yang aneh, yang luar biasa ataupun sesuatu yang belum pernah terjadi. ‘13 6 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Jenis Berita Berita pada umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu : hard news, soft news, dan investigate reports. Ketiga kategori berita tersebut akan dapat mewadahi apa yang telah diuraikan diatas tentang cara memilih materi berita. Pembedaan terhadap tiga kategori tersebut di dasarkan pada jenis peristiwa dan cara-cara penggalian data. 1. Hard News Hard news adalah berita tentang peristiwa yang dianggap penting, dan harus segera diketahui oleh khalayak. Berita tersebut menyangkut orang banyak, sehingga orang ingin mengetahuinya. Reporter yang pandai seringkali menginformasikan berita tersebut lebih awal sebelum kebijakan diturunkan, melalui data akurat yang diperoleh oleh si reporter. Misalnya tentang adanya isu pergantian pejabat, atau kenaikan harga. 2. Soft News Soft news seringkali disebut dengan feature, yaitu berita yang tidak terikat dengan aktualitas namun memiliki daya tarik bagi pemirsanya. Atau bisa dikatakan berita yang tidak harus diketahui oleh orang banyak. Bagi televisi, berita ringan ini sangat diperlukan dalam setiap penyajian bulletin berita. Hal ini karena berita ringan juga dapat berfungsi sebagai selingan antara berita-berita berat yang disiarkan di awal sajian. Secara psikologis, pemirsa yang mendapatkan sajian berita dari awal hingga akhir akan merasa tegang terus karena memerlukan interval. Feature sendiri merupakan fakta, yang harus objektif. News dapat diklasifikasikan dalam dua katagori hard news (berita berat, berita keras) dan soft news (berita ringan, berita lunak), pengertian keras atau lunak ini berhubungan dengan teknik penyajiannya. Feature adalah merupakan rumpun news/berita yang secara teoritis termasuk soft news. Feature merupakan views sekaligus juga opini yang memiliki unsur subjektifitas dalam penyampaiannnya. Feature sebagai turunan dari news dapat timbul karena diawali dengan suatu berita besar diawalnya. Ketika informasi feature sajikan maka pegangan 5W + 1 H tidak mutlak, karena keleluasaan penayangan, durasi fleksibel, dan opini penulis menjadi panduan. Namun demikian diingat juga karya feature harus mengandung 5W + 1 H dengan narasi bertutur yang kreatif dan informal. ‘13 7 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Investigate Reports Investigate reports atau disebut juga laporan penyelidikan adalah jenis berita yang eksklusif. Datanya tidak bisa diperoleh di permukaan, tetapi harus dilakukan berdasarkan penyelidikan. Sehingga penyajian berita seperti ini membutuhkan waktu yang lama dan tentu akan menghabiskan energy reporternya. Di televisi Indonesia berita-berita penyelidikan masih relative kecil, karena memang tidak semudah seperti yang dikatakan orang untuk menyajikannya. Di negara-negara liberal seperti Amerika, berita penyelidikan bukanlah barang baru, sehingga kasuskasus seperti Watergate atau Irangate bisa terungkap dan dampaknya mampu menggoyahkan kedudukan para pemimpin yang terlibat. Apabila dilihat dari kriteria tersebut maka feature dikatagorikan memiliki predikat jurnalistik sastra. Pada tahun 1960-an di Amerika Serikat new journalism dikenal tumbuh dan aliran ini mengembangkan nilai-nilai human interst dalam kehidupan yang betul-betul nyata. Menurut seorang ahli komunikasi Fadler (Kurnia, 2002:9-18) menjelaskan karakteristik pengembangan jurnalis baru dapat didefinisikan dalam empat bentuk ; a. Menggambarkan kegiatan jurnalistik yang bertujuan menciptakan opini publik dengan penekanan pada objektivitas pers demi bekerjanya fungsi watchdog (penjaga moral) dari fourth estate press atau kekuatan keempat pers setelah trias politica. b. Memetakan upaya jurnalisme yang mengkhususkan target pembacanya dengan model penerbitan jurnal-jurnal kecil yang memuat materi khusus berdasarkan profesi atau kebutuhan tertentu sekelompok masyrakat. c. Menggunakan metode ilmiah dan teknik reportase dan mengadopsi langkah-langkah penelitian yang disyaratkan oleh dunia akademisi ke dalam teknik pencarian berita. d. Membuat sajian berita yang sejenis dengan kreasi sastra secara kreatif menjiplak sesuai nilai, norma, dan kaidah penulisan sastra serta mengemasnya menjadi gaya baru dalam penulisan nonfiksi. Berdasarkan pengamatan Fadler (Kurnia, 2002) terhadap empat perkembangan tersebut, dibagilah jurnalisme baru dalam empat pengertian sebagai berikut; a. Advocacy Journalism ‘13 8 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Advocacy journalism /jurnalisme advokasi adalah kegiatan jurnalistik yang berupaya menyuntikkan opini ke dalam berita. Reportase tanpa mengingkari fakta, diarahkan untuk membentuk opini publik. Rangkaian opini yang terbentuk dan hendak diapungkan didapat dari kerja para jurnalis ketika memproses liputan fakta demi fakta secara intens dan sungguh-sungguh. Jadi, kesimpulan opini mereka memiliki korelasi erat dengan realitas-fakta-peristiwa yang terjadi. Mereka mengapkir objektivitas dan menggelembungkan tekad reporter untuk menyuntikkan opini mereka kedalam laporan yang mereka tulis. Jurnalisme lama mengharuskan laporan dibuat berdasarkan urutan fakta-fakta dan menuntut sikap netral para jurnalis dalam observasi mereka. Informasi harus disusun berdasarkan prioritas, dari fakta yang paling penting sampai yang tidak penting. Seorang jurnalis lama harus yakin bahwa perspektifnya terhadap suatu realitas peristiwa cukup mengandung kebenaran ketika diolah berdasarkan sudut pandang wartawan yang mencari fakta di lapangan. Kebenarannya cukup terukur, walaupun hanya untuk melaporkan apa yang terlihat saat meliput. b. Alternative Journalism Alternative Journalism atau jurnalisme alternative merupakan kegiatan jurnalistik yang menyangkut publikasi internal dan bersifat lebih personal. Berbeda dengan underground newspaper, jurnal-jurnal alternative lebih profesional, lebih terfokus pada item pemberitaan tertentu, dan coba menarik khalayak yang lebih dewasa. Jurnal-jurnal alternatif memunculkan tulisan-tulisan yang hendak membasmi korupsi, dengan tampilan yang lain tidak ”anjing menyalak”, dan melebihi media underground konvensional dalam performa kritikan dan liputannya. Tujuan mereka adalah menggerakkan minat dan sikap, bahkan perilaku, sekelompok khalayak yang mereka tentukan sebagai ”pangsa konsumen”. Namun, karena sasarannya isu-isu internal dan personal dalam jurnalisme alternatif tidak seluas jurnalisme advokasi. Target pengelompokan sosial yang hendak dibina menjadi muatan penting dalam pemberitaan mereka. Kohesi sosial melalui kelompokkelompok terarah menjadi target jurnal-jurnal alternatif. Karena itulah, tampilan profesional, spesifikasi bidang pemberitaan, dan target umur digarap sebaik-baiknya oleh jurnalisme alternatif. c. Precision Journalism ‘13 9 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Precision Journalism atau jurnalisme presisi adalah kegiatan jurnalistik yang menekankan ketepatan (presisi) informasi dengan memakai pendekatan ilmu sosial dalam proses kerjanya. Perkembangan jurnalisme presisi difokuskan pada kerja pencarian data. Kerja jurnalistik dibatasi dengan ukuran ketepatan informasi yang empirik. Hasil kerja liputan para jurnalisnya harus memiliki kredibilitas akademis ketika diinterpretasi oleh masyrakat. Para jurnalis jurnalisme presisi menilai metode kerja jurnalisme tradisional tidak valid. Mereka menargetkan pesan jurnalisme yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap informasi yang terukur. Ukuran itu ditetapkan melalui metode peliputan yang ilmiah agar representatif jika dijadikan parameter untuk memersepsi fenomena sosial. Oleh sebab itu peliputan jurnalisme presisi menggunakan kegiatan penelitian yang sistematis dan terencana. Sistematis artinya kegiatan dilakukan secara teratur, antara lain dengan menggunakan metode penelitian seperti perumusan masalah, penetapan tujuan, identifikasi, pengumpulan dan pengolahan serta interpretasi data. Langkahlangkah tersebut dilaksanakan secara teratur dan konsisten hingga hasil kerja mereka memiliki realiabilitas dan validitas. e. Literacy Journalism Literacy Journalism atau jurnalisme sastra, membahas pemakaian gaya penulisan fiksi untuk kepentingan dramatisasi pelaporan dan membuat artikel menjadi memikat. Teknik pelaporan dipenuhi dengan gaya penyajian fiksi yang memberikan detail-detail potret subjek, yang secara segaja diserahkan kepada audien untuk dipikirkan, digambarkan, ditarik kesimpulannya. Audien disuruh mengimajinasikan fakta-fakta yang telah dirancang jurnalis dalam urutan adegan, percakapan, dan pengamatan suasana. Dengan demikian Gay Talese (1970) mengatakan junalisme meski seperti fiksi, jurnalisme bukanlah fiksi. Menurut Tom Wolfe (Atmakusumah) ”sebuah bacaan yang amat langsung, dengan realitas yang terasa kongkret, serta melibatkan emosi dan mutu penulisnya”. New journalism yang diperkenalkan oleh Tom Wolfe kemudian berkembang menjadi jurnalisme sastra. Menurut Mark Kreamer (Kurnia, 2002) perkembangan tersebut terjadi pada tahun 1960-an yang penuh pemberontakan. ‘13 10 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Artinya feature termasuk karya jurnalistik sastra yang berdasarkan gaya penulisan fiksi yang bersifat naratif, kreatif, serta imajinatif faktual yang tunduk pada kaidah jurnalistik konvensional normatif juga jurnalistik sastra. Berdasarkan berbagai pendapat dari para ahli jurnalis, pengalaman dan kejadian/peristiwa alami yang ada setiap harinya, maka ada beberapa jenis feature yang dapat dibagi dalam beberapa kelompok ini. 1. Feature Peristiwa Menarik (Human Interest and Human Touch) Feature dalam bentuk ini sangat sering kita jumpai dalam berbagai media. Segala sesuatu yang menimbulkan daya tarik, menuntun semua orang untuk mengetahui lebih banyak serta menjadi sumber inspirasi bagi kelompok jurnalis untuk mengabadikannya. Perasaan yang gelisah, senang/gembira, ingin memiliki, terharu menjadi satu dalam perasaan benak pemirsa apabila menyaksikan feature ini. Khalayak yang heterogen dan anonim memiliki berbagai selera yang tidak dapat bersatu sebagai target audien, akan tetapi kehadiran feature human interst mampu menjadi jalur efektif untuk menyatukan mereka menjadi penonton yang setia untuk menyimaknya beberapa saat. Hal ini karena segala suatu yang muncul adalah hal yang menarik minat pemirsa untuk menyaksikannya. Feature peristiwa menarik selalu berhubungan dengan perasaan manusia. Akan tetapi obyek penyajiannya dapat menampilkan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Karena ekosistem kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan merupakan satu kesatuan utuh yang saling membutuhkan. Banyak cerita dan contoh kejadian yang dapat menjadi bukti saling keterikatan tersebut. Kisah Beruang peliharaan yang tidak mau makan karena pemiliknya meninggal. Seorang gadis berubah menjadi ikan pari, karena memukul orang tuanya. 2. Feature Peninggalan Sejarah (Historis) Feature peninggalan sejarah bertujuan untuk membangkitkan gairah semagat juang/kerja pemirsa televisi. Segala sesuatu yang telah berlangsung silam atau beberapa tahun yang lalu menjadi suatu peristiwa sejarah yang panut dikenang. Ruang lingkup sejarah ini tidak terbatas, baik international maupun nasional, regional maupun lokal. Biasanya feature ini dilengkapi dengan kronologi dan rekonstruksi suatu kejadian untuk membuktikan kebenaran sejarah yang telah terjadi atau peninggalan sejarah ‘13 11 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dalam bentuk benda-benda yang berwujud dapat dikenali siapapun juga. Termasuk juga aspek-aspek manusia yang terkait langsung baik dahulu ataupun saat ini. Kejadian peristiwa masa lalu yang mengandung nilai sejarah pada umunya secara fisik diwujudkan maupun secara alami (bangunan, tugu, panorama alami, dll), dalam beragam kreasi menjadi ciri khas yang menyimpan sejumlah kenangan. Peninggalan sejarah ini selanjutnya bagi generasi penerus secara turun menurun layak dikonsumsi sebagai pengetahuan yang tak ternilai. Bagi sosok jurnalis peninggalan sejarah dapat diabadikan dalam bentuk feature sebagai penggambaran peristiwa heroik dahulu kala, sedangkan bagi generasi penerusnya menjadi pembakar semangat untuk berkarya dan berbuat lebih baik lagi menatap masa depan yang penuh tantangan. 3. Feature Tokoh Menarik (Profil/Biografi) Feature ini mengungkap riwayat hidup seseorang terkemuka ataupun biasa yang berprestasi maupun keunikan karya dan gaya hidupnya. Biasanya feature ini menampilkan sosok terkemuka dalam kelompok, masyarakat bahkan suatu bangsa. Pimpinan organisasi dan pemerintahan sebagai ujung tombak, yang mengabdikan jiwa raganya bagi kepentingan umum layak menjadi ukuran sorotan jurnalis untuk mengisi pengetahuan pemirsa dalam beraktivitas. Sehingga setiap sepak terjang tokoh pemimpin selalu terdeteksi untuk diabadikan karena memiliki nilai jurnalistik yang tinggi. Di setiap perpustakaan buku kita banyak temukan biografi tokoh-tokoh termuka di seluruh dunia. Biasanya ide awal dari penulisan biografi tersebut datang dari tokoh yang bersangkutan/keluarga untuk membukukan termasuk sumber dananya atau suatu organisasi yang tertarik mengabadikannya. Sedangkan di perpustakaan materi siaran televisi tidak berbeda jauh, untuk mengisi slot waktu siaran dan memanfaatkan materi liputan news (biasanya berkaitan dengan kejadian penting yang berhubungan dengan sang tokoh) ataupun liputan khusus untuk memproduksi feature profil, maka terdapat banyak materi yang disimpan. Dalam bentuk feature profil media televisi tidak hanya menampilkan sosok seseorang sebagai pokok pembahasan. Akan tetapi profil company, organisasi, ataupun provinsi layak dijadikan materi feature untuk disuguhkan pemirsa. Namun perlu diperjelas di sini jumlah feature profil seorang tokoh lebih dominan terutama untuk disiarkan televisi, mengingat feature tidak terikat dengan penempatan slot dan durasi siaran. Akan tetapi untuk mengekspos perusahaan, organisasi, provinsi, bahkan negara di media televisi lebih banyak dalam format iklan dan dokumenter program (tanpa presenter). Sedangkan diluar itu berbagai pihak biasa membutuhkannya untuk sosialisasi, presentasi dan promosi ke berbagai pihak yang menjadi sasaran atau pasarnya. Oleh sebab itu pekerja ‘13 12 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id televisi dapat membuatnya dalam bentuk dokumenter dengan standar durasi siaran 30 ataupun 60 menit. Feature profil sering muncul seiring dengan pemberitaan yang hangat di masyarakat. Seperti kunjungan kerjasama antar negara misalnya George W. Bush yang datang ke Bogor pada bulan September 2006. Maka seluruh media televisi berlomba-lomba mendapatkan gambar segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh Presiden USA tersebut. Atau meninggalnya Tokoh Nasionalis Jenderal M. Yusuf maka aktivitas mantan Panglima ABRI era orde baru tersebut disuguhkan sejak berperan memimpin angkatan bersenjata hingga akhir hanyatnya yang mengasingkan diri di kampung halamannya. Apabila profil seseorang tersebut bukan tokoh terkemuka, fenomenal dan berhubungan dengan suatu peristiwa besar. Maka dapat dikaitkan atau ditonjolkan karena keunikan aktivitas hidupnya ataupun orang yang menghasilkan karya kreativitas yang bermanfaat bagi mahluk hidup dibumi ini. Seperti seseorang yang memiliki kegiatan menyimpan kalender sejak 20 tahun yang lalu. Sehingga berbagai kalangan masyarakat yang membutuhkan untuk mengetahui kelahiran atau tanggal penting silsilah keturunannya dapat dibantu untuk menelusurinya. Sedangkan menghasilkan karya dalam berkreativitas dapat berwujud bagaimana memanfaatkan kertas bekas menjadi bunga kertas yang cantik. Menciptakan jus dari daun lidah buaya yang berkhasiat menyembuhkan penyakit kanker bagi masyarakat sesuai dengan bukti-bukti yang didapat. 4. Feature Pariwisata (traveling) Feature ini bertujuan untuk mengajak pemirsa mengenai sebuah perjalanan wisata ke suatu tempat yang unik, bersejarah maupun tempat yang eksotik baik didalam maupun di luar negeri. Dalam program ini yang ditonjolkan adalah proses perjalanan yang dibutuhkan, hambatan menarik yang timbul, obyek-obyek wisata yang menjadi andalan layak dikunjungi serta berapa biaya yang harus disiapkan untuk mendapatkan seluruh kenikmatan yang disuguhkan. Biaya menjadi sangat penting diungkapkan karena setiap orang akan menghitung-hitung kemampuannya untuk berekreasi ke lokasi tersebut. Rating feature pariwisata memiliki segmentasi audien yang tinggi serta merata. Sehingga penempatan jam siarannya mudah karena selalu menghasilkan reaksi positif pada seluruh klasifikasi penonton. Hal ini disebabkan wawasan pemirsa bertambah, kepekaan terhadap lingkungan tergugah, dan sentuhan untuk mencintai keindahan alam cepat melekat dalam benak pemirsa. Feature pariwisata umumnya tidak akan menyinggung perasaan sebagian orang terhadap sisi kehidupan orang lain. Karena ‘13 13 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bersifat ajakan menikmati seolah-oleh sedang melakukan pariwisara disuatu lokasi, sehingga menginformasikan yang belum mengetahui, mengenang kembali, alternatif hiburan pemirsa atau memberikan solusi tujuan bagi inspirasi yang tertutup. Berbagai cara juga dilakukan oleh stasiun televisi untuk mendekatkan pemirsa dengan programnya melalui presenter yang jenaka serta akrab mengoda agar selalu menyimak segmen per segmen. Agar memudahkan permirsa mengingat icon feature pariwisata serta efisiensi, sang presenter biasanya juga bertindak sebagai host, narator (dubber), sekaligus bintang dalam program yang dibawakannya. 5. Feature Petunjuk Praktis/Tips (How to do it feature) How to do it yang artinya mengajarkan keahlian tentang bagaimana melakukan atau mengerjakan sesuatu yang tidak diketahui oleh sebagian besar orang, biasanya diproduksi berkaitan dengan suatu peristiwa besar. Biasanya bertujuan mendidik dan mengajak pemirsa menjadi wiraswasta/industri rumah tangga, dengan berbagai contoh keberhasilan pengelolaannya. Feature ini menampilkan berbagai macam cara pada pemirsa sebagai berikut; - Memberikan tips petunjuk teknis menghadapi suatu persoalan, (cegah flu burung) - Menunjukan cara mengunakan suatu peralatan yang dibutuhkan orang banyak, (warning system tsunami) - Bagaimana proses membudiyakan tanaman, (tanaman bonsai) - Bagaimana cara berternak hewan peliharaan yang banyak dikonsumsi, (lele dumbo) - Memberikan alternatif penglolahan bahan makanan yang populer atau tidak populer menjadi konsumsi makanan utama atau obat tradisional. (umbi menjadi makanan pokok, buah pace menjadi jus obat alternatif) Kesibukan masyarakat perkotaan dalam menempuh pendidikan, pekerja/pebisnis yang bersaing dengan waktu dan sangat berambisi mengejar karier, layak menjadi target audien karena kelompok ini serba praktis dan pragmatis, sehingga media layak menginformasikan berbagai ide kreatif tersebut. 6. Feature Ilmiah (Science) Feature ini memberikan pengetahuan teknologi/science pada pemirsa kalangan menegah atas atau pelajar/mahasiswa yang menyukai perancangan, penemuan dan ‘13 14 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id rekayasa teknologi, dalam berbagai ilmu pengetahuan untuk kemajuan peradaban manusia. Penyajian sesuatu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan di program ini merupakan kronologi secara detail sejak awal, perangkat lunak, perangkat keras dan sumber daya manusia yang mengerjakan disusun secara logis dengan komposisi visual yang jelas (close up), terstruktur dan lengkap. Setiap sub judul feature ilmiah harus fokus dan sebaiknya tidak dicampur adukkan setiap content sampai tuntas. Agar tidak membingungkan pemirsa yang mengikutinya. Contoh yang dapat digambarkan di sini misalnya bagaimana seorang pelajar merancang sebuah robot elektronik yang mampu secara otomatis dan manual melakukan perintah-perintah yang telah diprogram dalam ”otak robot” tersebut. Penemuan teknologi kincir air yang mampu menghasilkan tenaga listrik, dimana ide didapat dengan melihat kaki angsa berenang. Pemilihan bibit unggul spcies pada manusia yang mampu melahirkan manusia pilihan/kloning. Rancangan mahasiswa dalam mendesain jembatan tahan gempa yang indah dan kokoh, dan lain sebagainya. Selanjutnya Kreamer (Kurnia, 2004) menyusun aturan/norma-norma yang harus dilakukan jurnalis sastra ketika menyiapkan narasi programnya. Adapun delapan hal yang merupakan norma-norma jurnalistik sastra adalah; 1. Riset Mendalam dan Melibatkan Diri Sendiri dengan Subjek Kegiatan peliputan media massa memiliki jam kerja 24 jam, fleksibel, team work, dan persaingan kreatifitas yang tinggi. Karena seorang jurnalis memiliki jiwa menginformasikan segala sesuatu yang dialaminya (unik, menarik, luar biasa), lahan mengolah dan menyampaikan informasi, maka slot tayang menjadi kewajiban mereka untuk mengisi sesuai dengan apa yang didapat di lapangan. Karena news dan feature berdekatan sumber informasi dan wilayah kerjanya, oleh sebab itu proses mengarapnya juga terkadang saling berkait, hanya saja keleluasaan durasi dan penayangan lebih longgar. Namun penulisan feature memerlukan berbagai kombinasi agar detail dapat memuaskan pemirsa kelak. Biasanya sumber kegiatan ini dimulai dengan ide. Baik ide yang merupakan instruksi dari koordinator liputan/pimpinan atau diri sendiri, inspirasi (kejutan dilapangan atau sudah direncanakan) dan lain sebagainya. Dari beberapa hal munculnya ide tadi maka inspirasi kejutan dilapangan yang tidak mungkin melakukan riset secara mendalam sebelumnya. Saat itu wawasan, sentuhan dan pengalaman yang mendominasi seketika untuk bertindak. Karena waktu penanyangan fleksibel, riset ‘13 15 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id selanjutnya dapat digali setelah kembali ke rumah. Setelah ide didapat dan terbentuk, langkah berikutnya adalah riset tentang subjek, pembahasan dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Keinginan mengarap suatu topik feature memerlukan pengenalan terhadap materi pembahasan lebih jauh mendalam/riset. Hal ini untuk mengenali, memburu dan memudahkan pengembangan subjek permasalahan, agar semaksimal mungkin detail mengetahui sampai keakar-akarnya. Setelah latar belakang diketahui, langsung berfungsi sebagai dasar membangun proposal yang memenuhi indikator-indikatornya (title, point of view, main character, dll). Maka penyusunan gambar dan narasi cerita selalu berorientasi pada proposal yang lengkap merinci elemen-elemen feature. Riset menolong kita untuk mengetahui segala unsur kenyataan yang ada tapi tidak diketahui/tampak. Inilah perlunya melakukan riset dengan cermat dan teliti, yang bisa memerlukan waktu lama sesuai kebutuhan. Semakin banyak kita mengetahui tentang suatu peristiwa, akan semakin variatif dan menarik kisahnya. Semakin dalam kita mengetahui karakter subjek yang kita teliti, maka kita dapat mengantisipasi tindakan dan reaksi yang timbul dilapangan sesuai situasi tertentu, sehingga susunan gambar dan narasi akan mengalir wajar sesuai kenyataannya. 2. Jujur kepada Audien dan Sumber Berita Profesi apapun didunia ini menuntut kejujuran yang tulus. Demikian pula seorang jurnalis dalam menjalankan tugasnya harus jujur pada diri sendiri, profesi, institusi, sumber berita, nara sumber dan khalayak pemirsa dimanapun juga. Dalam liputan news, feature, dokumenter dan magazine televisi dikatagorikan non fiksi yang berarti aktual dan faktual. Sehingga tidak menampilkan khayalan dalam setiap programnya. News berlandaskan apa adanya terhadap suatu peristiwa, yang berlomba-lomba secepatnya disajikan ke pemirsa, no opini. Ketika opini diperbolehkan dalam feature faktor kejujuran harus diutamakan, dalam seluruh tampilan gambar, data, dan kesimpulan yang ditarik sebagai penutup program. Apabila tidak jujur maka rasa bersalah akan membayangi sepanjang masa. Sedangkan kemungkinan menghadapi komplain akan terjadi setelah disiarkan bagi pihak-pihak yang mengetahui permasalahan dan keadaan yang sebenarnya. Berbagai hambatan akan dihadapi oleh jurnalis dilapangan saat bertugas. Oleh sebab itu persiapan dan perencanaan yang matang menjadi senjata ampuh terhadap kesuksesan dan kualitas produksinya. Secara logika perhitungan matematis seluruh kebutuhan peralatan dan perlengkapan dapat diprediksi mencukupi sesuai ‘13 16 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id materi pengarapan (shooting script), dan target waktu liputan. Akan tetapi yang terjadi riil di lapangan selalu berbeda dan ada pergeseran dalam segala hal. Apabila tidak siap perencanaan-nya tentu akan lebih buruk hasilnya. Ketika itulah kejelian seorang jurnalis mengambil keputusan untuk menetapkan tindakan yang harus diambil berhubungan dengan waktu dan faktor lain yang mempengaruhinya, agar sumber materi yang diinginkan didapat. Ketika kembali menyiapkan materi hasil produksi atau pasca produksi, kejujuran dalam menyusun gambar dan narasi cerita berpatokan pada hasil maksimal selama dilapangan. Jangan mengubah segala sesuatu dengan tujuan lebih baik tapi tidak jujur berdasarkan fakta. Sebagai contoh feature tentang pariwisata di Pulau Halmahera yang memiliki pesona pantai, dasar laut dan lain sebagainya. Lalu memaksakan gambar persawahan hijau menguning sebagai variasi gambar, padahal sawah seperti itu di pulau tersebut tidak ada. Visual ini diambil dari Sukabumi yang memiliki keindahan pematang sawah. Hal ini jangan dilakukan karena keganjilan akan timbul ketika masyarakat yang berasal dari Pulau Halmareha melihat, tentu mengerti sekali seluk beluk daerahnya. 3. Fokus kepada Peristiwa-peristiwa Rutin Pembagian pekerjaan di media massa biasanya mengelompokkan beberapa kegiatan dalam bagian-bagian yang terfokus memiliki tanggung jawab masing-masing untuk mengarap dan menghasilkannya. Hal ini bertujuan agar setiap kelompok tadi menekuni, memperdalam dan memantau bidang kerjanya setiap saat. Apabila sesuatu muncul kepermukaan seorang jurnalis harus peka menangkapnya, berdasarkan spesialisasi yang diberikan. Sehingga ia harus kreatif dan mengambil inisiatif, memfokuskan diri terhadap peristiwaperistiwa rutin sebagai bagian tugasnya. Oleh sebab itu peristiwa yang biasa dibaca, dilihat, didengar atau bahkan suatu ketika dialaminya sendiri menjadi kegiatan rutin sehari-hari. Akan tetapi tidak berarti sesuatu yang rutin ditulis diperlakukan secara rutin pula. Disini seorang jurnalis harus mampu mengungap fenomena dan realitas kejadian yang tersembunyi menjadi terkuak bagi pemirsa. Pada beberapa media massa pembagian tugas berdasarkan bidang ilmu pengetahuan lebih dominan untuk memudahkan proses kerja. Misalnya bidang science, politik, ekonomi, sosial, kriminal, dan seni budaya. ‘13 17 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sedangkan penempatan personilnya bisa disesuaikan dengan latar belakang pendidikan. Dengan demikian seorang jurnalis jangan membuat feature yang berlatar belakang sama sekali bukan bidangnya dan buta sama sekali informasi yang dimiliki. Hal ini akan menyulitkan proses produksi dan kualitasnya akan buruk. 4. Menyajikan Tulisan yang Akrab-Informatif-Manusiawi Penulisan narasi jurnalistik sastra berbeda dengan penulis impersonal atau akademisi yang formal. Demikian juga bukan seorang penulis berita yang menyajikan sesuatu (objektif dan faktual) apa adanya dengan jumlah narasi yang singkat dan padat. Dalam jurnalisme sastra setiap penulis memiliki kepribadian menulis yang akrab, tulus, ironis, penuh penilaian. Keakraban dapat mendekatkan diri dengan audien, informal menyajikan kisah yang tidak kaku/tidak resmi dan luwes. Sedangkan manusiawi artinya mampu mengangkat segi-segi kemanusiaan yang dasar seperti perasaan batin atau hati nurani. 5. Gaya Penulisan yang Sederhana dan Memikat Penulisan jurnalistik sastra mengunakan bahasa yang efisien, sederhana, terkontrol dan elegan. Kata kerja aktif mendominasi untuk memberikan gairah, tajam, dan mengugah semangat. Narasi yang sederhana bermaksud memudahkan dipahami oleh pemirsa. Apabila orang awam dapat mengerti informasi yang disampaikan, bila orang berpendidikan tinggi merasa tidak dilecehkan. Kalimat yang sederhana sangat efisien dicerna audien sehingga tujuan komunikasi yang bermanfaat tercapai. 6. Sudut Pandang yang Langsung Menyapa Audien Audien bukanlah benda mati yang tidak bernyawa, demikian juga pembaca. Pada hakekatnya manusia memiliki sifat senang disanjung dan dihormati. Oleh sebab itu kesempatan untuk menarik perhatian pada karya kita agar sukses, manfaatkanlah kesempatan menyapa, menghargai dan menghormati audien. Menulis narasi feature dengan mengunakan sudut pandang penulisan yang langsung menyapa audien, mempunyai nilai lebih. Efektifitas menyapa audien besar pengaruhnya dari pada tidak, karena audien secara tidak langsung merasa diperhatikan bahkan seolah-olah terlibat dan masuk dalam realitas subjek pembahasan dalam narasi. Perhatian yang lebih dalam menyapa audien akan membuat kita menjadi rendah hati tidak sombong, hal ini pun akan dirasakan oleh audien yang menikmatinya sebagai suatu ketulusan kita untuk menghibur, memberi informasi, mendidik dan mencerdaskan. ‘13 18 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 7. Menggabungkan Naratif Primer dan Naratif Simpangan Menurut Atmakusumah Astraatmadja jurnalisme sastra memberi pencerahan kepada wartawan, dengan memperkenalkan gaya penulisan bertutur untuk reportase human interest yang sangat rinci. Suatu gaya peliputan dan pelaporan jurnalistik yang telah memperkaya jurnalisme (Harris Sumadiria; 2005). Dalam gaya penuturan itu, jurnalistik sastra mengembangkan apa yang disebut naratif primer dan naratif simpangan. Naratif berarti kisah atau pengisahan. Primer berarti utama, dan simpangan berarti digression; melantur, menyimpang (Echols dan Hassan Shadily; 1990). Penyimpangan berarti menunjuk kepada kisah pendukung. Sesuatu yang bersifat melengkapi sekaligus memperkaya kisah utama. Struktur naratif kisah menurut Kurnia, terjalin melalui pelbagai sekuen adegan naratif primer atau kisah utama, yang merupakan inti laporan, dan naratif simpangan atau digression, yang merupakan kisah-kisah pendukung yang akan melengkapi laporan. Pelbagai sekuen adegan naratif primer dan naratif simpangan dari masa lalu dan masa sekarang, didukung sikap mobile penulis, dijalin menjadi struktur naratif yang solid. Para jurnalis sastra, menurut Kramer mengembangkan gendre yang mengizinkan mereka memahat kisah-kisah utama dan kisah pendukung serumit yang biasa dilakukan para novelis. (Kurnia ; 2004) 8. Menanggapi Reaksi-reaksi Sekuensial Audien Audien sangat cerdas dalam memilah setiap program yang disajikan oleh berbagai media. Mereka memperhatikan situasi yang dihadirkan dan apa yang akan terjadi setelah mengenali karakter kisahnya. Oleh sebab itu jurnalis harus mampu mengangkat makna yang mendalam, pentingnya pesan, dan penganalisaan. Hal ini tentunya harus dikemas dengan style dan struktur kisah yang variatif dan memikat. Oleh sebab itu kepiawaian berkisah, harus diikuti juga kemampuan menguasai psikologis pesan sekaligus psikologis khalayak. ‘13 19 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id JENIS BERITA DAN MENENTUKAN URUTAN BERITA TELEVISI Jenis Berita Televisi Menentukan Jenis Berita berdasarkan: 1. EMERGENCIES NEWS Berita tentang keadaan darurat. Seperti peristiwa kebakaran, kecelakaan dll. 2. CRIME Berita kejahatan. 3. LOCAL & NATIONAL GOVERNMENT Berita yang bersumber pada dampak yang ditimbulkan pada masyarakat akibat dari kebijaksanaan pemerintah pusat atau daerah yang menimbulkan keresahan. 4. PLANNING AND DEVELOPMENTS Berita yang bersumber pada persoalan rencana/program pembangunan. Seperti proyek jalan tol, perumahan dll. 5. CONFLICT AND CONTROVERSY Berita yang berkaitan dengan situasi konflik. Seperti pro dan kontra terhadap kebijaksanaan pemerintah yang baru. 6. PRESSURE GROUPS Berita yang berkaitan dengan adanya keompok oposisi yang menghendaki perubahan tidak puas terhadap tatanan sosial, politik, ekonomi yang ada. 7. INDUSTRY Berita yang berkaitan dengan perkembangan industri, ketenagakerjaan dan sampai nasib buruh. 8. HEALTH Berita yang berkaitan dengan seputar kesehatan masyarakat, teknologi bidang kedokteran dll. ‘13 20 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 9. HUMAN INTEREST Berita ringan yang menarik. Seperti hilangnya lukisan Affandi, terjualnya Guci dinasti Ming dll. 10.SPORT Berita olah raga baik luar maupun dalam negeri. 11.WEATHER Berita cuaca dan akibat yang ditimbulkannya. 12.TRAFFIC LIGHT Berita tentang situasi lalu lintas. Seperti kemacetan dan kecelakaan di jalan raya. 13.ANIMALS Berita tentang binatang. 14.CULTURE Berita tentang budaya. Memilih Berita Televisi Batasan berita yang dibahas merupakan pertimbangan bagi seorang wartawan atau reporter untuk tidak sekedar menulis apa yang ia lihat, melainkan harus dengan berbagai pertimbangan, alasannya, tentu agar berita tersebut menjadi menarik untuk dibaca, didengar atau ditonton, karena berita sesungguhnya memiliki nilai atau bobt yang berbeda antara satu dan lainnya, nilai berita tersebut sangat bergantung pada berbagai pertimbangan seperti berikut ; 1. PROXIMITY: Pengaruh dari suatu peristiwa / kejadian, berdasarkan pada kedekatan masalah / kepentingan bagi penonton, misalnya terjadi ledakan di Kuningan, Jakarta lebih penting dibandingkan jika bom itu meledak di NewYork. 2. RELEVANCE: Kesesuaian ditinjau dari antara keterkaitan dan tinggi rendahnya pengaruh dari suatu berita untuk kepentingan yang lebih luas. ‘13 21 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. IMMEDIACY: Berita yang meliput apa yang terjadi saat disiarkan secara langsung dari tempat kejadian, atau berita yang peristiwanya telah terjadi dengan menambah data / informasi yang terakhir dan segera disiarkan. 4. INTEREST: Berita datar / ringan yang dianggap menarik untuk disaksikan dan setelah dikemas sedemikian rupa seperti masalah pernikahan / gossip. 5. DRAMATIS: Penyajian berita berdasarkan dari peristiwa yang dramatis yang sering menjadi head line dalam pemberitaan di media massa. Contohnya berita kekerasan dan kriminalitas seperti DERAP HUKUM di SCTV, JEJAK KASUS di ANTEVE dan SIDIK di TPI. 6. ENTERTAINMENT: Berita tentang hiburan seperti pertunjukan musik (sebagian kalangan menilai ini bukan termasuk berita), tetapi berita tersebut dikemas sedemikian rupa. Peristiwa hiburan tersebut biasanya disiarkan sebagai berita penutup atau dikenal sebagai KICKER atau TAILPIECER. TEKNIK WAWANCARA DI STUDIO Dasar Wawancara Wawancara pada dasarnya adalah seni untuk mendapatkan informasi melalui Tanya jawab kepada seseorang Wawacara dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Wawancara non jurnalistik, yakni wawancara yang dilakukan untuk keperluan khusus dan tidak untuk disiarkan atau disampaikan kepada khalayak atau public, misalnya wawancara antara dokter dengan pasiennya, wawancara pada saat penerimaan pegawai. 2. Wawancara jurnalistik, yakni wawancara untuk mendapatkan informasi dan opini seseorang untuk disampaikan kepada khalayak atau public ‘13 22 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Informasi yang disampaikan dalam wawancara jurnalistik meliputi bidang yang sangat luas, karena meliputi masalah politik, ekonomi social, budaya, pertanian, perkembunan pendidikan dan lain-lain. Menentukan Narasumber Untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan permasalahan diatas kita harus memilih tokoh yang berkompetem dibidangnya, namun kandang kala kita juga membutuhkan informasi dari berbagai kalangan termasuk masyarakat awam. Menurut Soewardi Idris dalam bukunya Perihal Berita Televisi, ada 3 golongan yang dapat dijadikan narasumber dalam wawancara, yakni : a. Golongan ahli atau pakar dan golongan penguasa (birokrat) b. Golongan politisi, budayawan, tokoh masyarakat, seniman dan olahragawan. c. Masyarakat awam Jenis Wawancara Ada dua jenis wawancara yaitu wawancara di studio dan wawancara di lanpangan ( tempat peristiwa terjadi ); Wawancara di studio, seorang pewawancara berada pada posisi mewakili penonton, umumnya materi wawancara dipersiapkan terlebih dahulu. Wawancara dilapangan ( tempat peristiwa terjadi ) umumnya berlangsung seketika tanpa latihan. Biasanya wawancara dilakukan untuk menggali informasi lebih dalam agar informasi (berita) yang nantinya disajikan dipahami secara utuh oleh penonton. Prinsip yang harus dipegang oleh reporter adalah berpedoman pada kunci penulisan berita : 5 W + 1 H. Reporter yang mendapat tugas peliputan ke lapangan sebaiknya memahami betul materi liputan. Ini berlaku untuk liputan berita yang “ di set up “ oleh redaksi pemberitaan televisi. Pemahaman materi yang akan diliput sifatnya mutlak oleh reporter, mengingat dalam penyiaran berita yang dibangun ( set up ) ada tujuan yang ingin dicapai di tengah masyarakat. Hal yang berbeda pada berita peristiwa, wawancara dilakukan untuk memperdalam isi berita dan menggali informasi atas suatu kejadian. ‘13 23 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id WAWANCARA DILAPANGAN Tugas Jurnalis Televisi Tugas utama seorang jurnalis di lapangan adalah menggali dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, menyeleksi, menuliskannya menjadi berita berdasarkan gambargambar yang dihasilkan oleh kamerawan, dan menyiarkannya kepada publik. Di lapangan, seorang reporter harus selalu tidak puas dengan informasi yang didapat sehingga sampai mendapatkan informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia bukannya sebagai penyambung lidah orang yang berbicara tentang suatu hal, melainkan menjelaskannya kepada publik dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Seorang jurnalis harus berani menggugat dengan berbagai pertanyaan “mengapa” sehingga latar belakang informasi itu dapat diketahui secara jelas. Pertanyaan-pertanyaan itu penting sebagai salah satu sifat jurnalis yang selalu ingin tahu (curriosity). Melaporkan fakta-fakta yang ditemukan kepada publik adalah tugas lainnya setelah upaya penggalian di lapangan selesai dilakukan. Dalam tahap ini, seorang jurnalis televisi mustilah melihat hasil rekaman gambar yang didapat kamerawan, agar naskah yang dibuatnya menjadi singkron, sehingga pemirsa dapat menikmati tayangan berita dengan enak dilihat dan didengar. ‘13 24 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Huffman, Carr. Broadcast News Handbook, Third Edition. McGraw Hill, New York : 2003 Iskandar Muda, Deddy. Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Professional. Remaja Rosdakarya, Bandung : 2003 Morissan. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Ramdina Prakarsa. Jakarta : 2004 ‘13 25 Produksi Berita Rizki Briandana, S.Sos., M.Comn Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id