1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya Nama

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Sebelumnya
Nama
Judul
Rumusan
Metodelogi
Peneliti
Penelitian
Masalah
Abdul
Peran
Jurnal
Wahid,
Wartawan
membahas
Jurnal
Muslim dalam bagaimana sosok metode
1.Jurnalis muslim
Dakwah
Kegiatan
peran wartawan deskriptif
sebagai
Tabligh,
Dakwah
yang islami di kualitatif
(pendidik)
Vol. 15, No
Indonesia
kontrol
2.
bagaimana
Desember
menjalankan
2014 : 259
perannya sebagai menganalisis
- 269
wartawan
data-data yang pendidikan
muslim.
ada,
arahan
selanjutnya
pembaca.
dideskripsikan
2.Musaddid
dengan
(pelurus informasi)
ini Penelitian
Hasil
ini Hasil penelitian ini
menggunakan
dan dalam
ia penelitiannya,
penulis
kalimat
adalah
muaddib
yaitu
kebijakan
publik
dalam
berbagai hal dan
memberikan
atau
kepada
dan mengarah
disimpulkan
pencerah
beberapa
pembaca
laporan data.
3.Mujaddid
pada
bagi
(pembaharu)
mengarah
pada
kontrol
kemaslahatan umat
tidak
dengan
7
jauh
beda
kontrol
8
sosial,
jurnalis
muslim
sebagai
lidah penyambung
bagi
masyarakat
yang memberikan
informasi
yang
berkaitan
dengan
kepentingan umat.
4.Muwahid
(pemersatu)
mengarah
pada
kontrol sosial.
Tri
Peran
Penelitian ini di Metode
Temuan
Wahyuni,
Organisasi
latarbelakangi
dalam
Jurnal
Wartawan
oleh
Ilmiah
dalam
kebebasan
Universitas
Penanganan
di
Bakrie,
Kekerasan
yang
penelitian
kondisi yang
ini
pers digunakan
utama
penelitian
menunjukkan
bahwa
dalam
Indonesia adalah metode menghadapi kasus
masih kualitatif yang kekerasan terhadap
Vol. 2 No. terhadap
memiliki banyak didapatkan
jurnalis,
5 2014.
Wartawan di
hambatan.
melalui
melakukan strategi
Indonesia
Penelitian
ini wawancara
konflik
bertujuan
mendalam dan terstruktur
mengetahui
studi
peran
upaya
dengan
dan
terorganisasi
dan dokumentasi.
menjabarkan
AJI
Penelitian
dengan melakukan
ini upaya-upaya yang
yang dilakukan pada fokus terhadap isu
dilakukan
Aliansi
kekerasan jurnalis,
Organisasi
Jurnalis
sementara IJTI dan
Wartawan untuk Independen
menghadapi
(AJI),
PWI hanya fokus
Ikatan pada peningkatan
kasus kekerasan Jurnalis
kompetensi
terhadap jurnalis Televisi
jurnalis.
dalam
rangka Indonesia
9
menjaga
(IJTI),
kebebasan pers.
Persatuan
dan
Wartawan
Indonesia
(PWI).
Yunizir
Peranan Pers Penelitian
Dja’far,
dalam
Jurnal
Meningkatkan pers
Ilmiah
Kesadaran
media
Dinamika
Politik
dalam
ini Metode
meninjau
Keberadaan
peran penelitian
sangat
sebagai kualitatif
pers
berperan
dalam
massa dengan teknik meningkatkan
pemberi wawancara
kasadaran
politik
Vol. 1 No. Masyarakat
informasi
1
mayarakat salah wawancara
lebih terbuka dan
satunya di bidang dan observasi.
transparan,
politik.
lagi menggunakan
Juni
2008.
pada dengan pakar Pemberitaan
Peneliti
pers
tidak
membandingkan
eupimisme dalam
peran pers pada
pemberitaan.
masa
era
Kenyataan
reformasi
dan
ditopang pula oleh
ini
sebelum
kehadiran lembaga
reformasi.
penerbitan
pers
yang bermunculan
baik dalam skala
nesional
maupun
lokal.
Gregor
Journalists
Penelitian
Gall
collective
mengkaji
(2011), Uni representation
versity
of and
ini Penelitian
ini Hasil
menggunakan
mengenai serikat metode
editorial jurnalis
in kabar
surat kualitatif
Hertfordshi
content
re,
newspapers",
dalam
Hatfield,
Employee
indepedensinya
UK.
Relations,
sebagai
Vol. 33 Iss: 3, di
inggris dengan
hak pendekatan
fenomenologi
jurnalis dengan
medianya. memeriksa
penelitian
dari
ini
menjabarkan
bahwa
para
jurnalis
dan
serikatnya
belum
sadar akan haknya
untuk
dapat
membuat
suatu
10
pp.184.
Penelitian
ini sifat
strategi
mengkaji
profesionalism
hubungan
e
jurnalis
dan
meminimalisir
wartawan, kepentingan
dengan materi
medianya.
editor medianya wartawan dan Penelitian
masing-masing
ini
kepentingan
menyarankan agar
ekonomi
serikat
media.
serta untuk
menggunakan
sumber
jurnalis
dapat
membuat
suatu
data startegi agar dapat
sekunder.
memperjuangkan
indepedensinya
sebagai jurnalis.
Simon
Information
Attfield &
seeking
John
use
Dowell,
newspaper
Laporan
studi Penelitian ini
and wawancara
menggunakan
by dalam
Dalam menyajikan
sebuah
informasi
teknik observsi seorang
jurnalis
mengetahui
dan
termotivasi
Journal of journalists
bagaimna
wawancara.
menentukan sudut
Documenta
jurnalis
tion,
kabar
Vol.
surat
nasional
pandang
berdasarkan
59 Iss: 2,
inggris
pemahaman
pp.187
melakukan
pribadi
204
pencarian
cara
(University
informasi
College
mengumpulkany
mengkonfirmasi
London,
a menjadi suatu
materi yang masih
UK)
berita yang baru.
orisinil atau baru.
-
dan
dengan
menemukan
atau
Para
jurnalis
memperkaya
informasi
dan
menyajikan konten
melalui
sejumlah
11
tahapan mulai dari
pencarian
informasi
hingga
peninjauan
sebelumnya
dengan
membaca
dokumen.
2.2
Landasan Konseptual
2.2.1
Peran
Menurut Biddle & Thomas, menyatakan bahwa peran adalah serangkaian
rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang
kedudukan tertentu (Sarwono,2011). Teori peran (role theory) adalah perpaduan
berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran
berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi. Dalam
ketiga bidang ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater,
seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya
sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Posisi aktor dalam
teater (sandiwara) itu kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam
masyarakat.
Sebagaimana halnya dalam teater, posisi orang dalam masyarakat sama
dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya
tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan adanya orangorang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut.
Dari sudut
pandangan inilah disusun teori-teori peran. Dalam teorinya Biddle & Thomas
membagi peristilahan dalam teori peran dalam empat golongan, yaitu istilah-istilah
yang menyangkut:
a. orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial
b. perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut
c. kedudukan orang-orang dalam perilaku
12
d. kaitan antara orang dan perilaku.
Orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam dua
golongan sebagai berikut:
a. Aktor (actor, pelaku), yaitu orang yang sedang berperilaku menuruti suatu
peran tertentu.
b. Target (sasaran) atau orang lain (other), yaitu orang yang mempunyai
hubungan dengan aktor dan perilakunya.
Aktor maupun target bisa berupa individu-individu ataupun kumpulan
individu (kelompok). Hubungan antar kelompok dengan kelompok misalnya terjadi
antara sebuah paduan suara (aktor) dan pendengaran (target). Istilah “aktor” kadangkadang diganti dengan person, ego, atau self. Sedangkan “target” kadang-kadang
diganti gengan istilah alter-ego, alter, atau non-self. Dengan demikian, jelaslah
bahwa teori peran sebetulnya dapat diterapkan untuk menganalisis setiap hubungan
antar dua orang atau antar banyak orang.
Konsep peran banyak di pengaruhi oleh pandangan Mead yang menyatakan
bahwa hubungan aktor-target adalah untuk membentuk identitas aktor (person, self,
ego) yang dalam hal ini dipengaruhi oleh penilaian atau sikap orang-orang lain
(target) yang telah digeneralisasikan oleh aktor (Mulyana,2013:75).
Dalam menjalankan peranya, seorang jurnalis memiliki tugas melaporkan fakta
dan menyampaikan pendapat, tanggapan atau reaksi sumber beritanya secara cepat,
ringkas dan tepat, artinya secara sederahana dengan menggunakan kata-kata yang
sederhana dan mudah dimengerti.
Peran jurnalis menuntut tanggung jawab yang memerlukan kesadaran tinggi
dari pribadi-pribadi jurnalis itu sendiri. Inilah yang disebut dalam dunia jurnalistik
sebagai self-perception journalist atau persepsi diri pada jurnalis. Kesadaran tinggi
ini hanya dapat dicapai apabila ia memiliki kecakapan dan ketrampilan serta
pengetahuan jurnalistik yang memadai dalam menjalankan profesinya, baik yang
diperolehnya melalui pelatihan atau pendidikan khusus maupun hasil dari bacaannya.
Dalam pasal 1 ayat 4 UU Nomor 11 Tahun 1996, disebutkan bahwa wartawan
adalah karyawan yang melakukan pekerjaan kewartawanan, yaitu pekerjaan,
kegiatan atau usaha yang berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan, dan
13
penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat, usulan, gambar-gambar, dan lain
sebagainya untuk perusahaan pers, radio, televisi dan lain-lain (pasal 3).
Dalam UU Pers No. 40/1999 Bab I pasal 1 ayat 10 tentang Pers dan Kode Etik
Jurnalistik Wartawan Indonesia (KEWI) beserta penjelasannya, wartawan disebut
sebagai profesi. Ada 4 atribut profesional yang melekat padanya, antara lain:
1. Otonomi, yaitu adanya kebebasan melaksanakan dan mengatur dirinya
sendiri.
2. Komitmen yang menitikberatkan pada pelayanan bukan pada keuntungan
ekonomi pribadi.
3. Adanya keahlian, yaitu menjalankan suatu tugas berdasarkan ketrampilan
yang berbasis pada pengetahuan bersistimatik tertentu.
2.2.2
Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan suatu penjelasan atau perkiraan terhadap
gejala sosial, yang berupaya untuk menghubungkan komunikasi massa kepada
berbagai aspek kehidupan kultural dan personal atau sistem sosial. Untuk memahami
teori komunikasi massa, perlulah kita memahami beberapa hal berikut ini (Morrisan,
2010: 8-9).
Tidak ada teori tunggal dalam komunikasi massa. Misalnya, terdapat teori
yang menjelaskan gejala yang melibatkan masyarakat luas, seperti bagaimana
masyarakat memberikan arti kepada simbol-simbol budaya dan bagaimana simbolsimbol itu mempengaruhi tingkah laku kita (interaksi simbolik). Ada pula teori yang
menjelaskan sesuatu yang bersifat individual, seperti bagaimana media massa
mempengaruhi orang-orang tertentu pada saat terjadinya perubahaan atau krisis
(teori ketergantungan). Para ahli juga menyusun sejumlah teori kelas menengah
(middle-range theories) yang menjelaskan atau memperkirakan aspek-aspek yang
lebih khusus dan terhadap proses komunikasi massa.
Komunikasi massa sering meminjam pengetahuan dari disiplin ilmu lainya.
Misalnya, teori konstruksi sosial atas kenyataan (the social contruction of reality
theory) berasala dari ilmu sosiologi, teori perubahan sikap (attitude changing theory)
dipinjam dari ilmu psikologi. Para ahli komunikasi massa menyesuaikan teori-teori
14
pinjaman ini untuk menjawab pertanyaan dan isu-isu yang muncul dalam ilmu
komunikasi.
Komunikasi massa merupakan konstruksi manusia (human construction).
Orang yang menciptakan teori komunikasi massa dan karenanya, teori-teori itu
sering dipengaruhi oleh lingkungan dimana orang bersangkutan berada, misalnya
kapan teori itu disusun, jabatan atau posisi orang berangkutan dalam proses
komunikasi massa dan sejumlah faktor lainya? Para peneliti yang bekerja pada
industri penyiaran memiliki teori yang berbeda dengan peneliti di perguruan tinggi
mengenai bagaimana efek tayangan yang mengandung kekerasan di televisi kepada
penonton.
Komunikasi massa bersifat dinamis. Karena teori komunikasi massa
merupakan konstruksi manusia, sementra lingkungan dimana manusia itu berada
selalu berubah, maka teori komunikasi massa bersifat dinamis. Misalnya teori-teori
komunikasi massa yang dikembangkan sebelum televisi atau jaringan komputer
(internet) menjadi media massa perlu diuji kembali, bahkan ditinggalkan karena
munculnya bentuk media massa baru.
2.2.2.1 Proses Komunikasi Massa
Proses komunikasi berbeda dengan dengan komunikasi tatap muka. Karena
sifat komunikasi massa yang melibatkan banyak orang, maka proses komunikasinya
sangat kompleks dan rumit. Proses komunikasi massa terlihat berproses dalam
bentuk:
1. Melakukan distribusi dan penerimaan informasi dalam skala besar. Jadi
proses komunikasi massa melakukan distribusi informasi kemasyarakatan
dalam jumlah yang besar.
2. Proses komunikasi massa juga dilakukan melalui satu arah, yaitu dari
komunikator ke komunikan. Sangat terbatas adanya peluang untuk terjadi
dialog dua arah di antara pemberi pesan dan penerima pesan.
3. Proses komunikasi massa berlangsung secara asimetris di antara
komunikator dan komunikan, menyebabkan komunikasi di antara mereka
berlangsung datar dan bersifat sementara.
15
4. Proses komunikasi massa juga berlangsung impersonal (non personal) dan
tanpa nama.
5. Proses komunikasi massa juga berlangsung berdasarkan pada hubunganhubungan kebutuhan (market) di masyarakat. Karena tuntutan pasar,
pemberitaan-pemberitaan massa lebih cenderung disesuaikan dengan
permintaan pasar atau khalayak (Bungin, 2006:74-75).
2.2.2.2 Karakteristik Komunikasi Massa
Komunikasi massa memiliki ciri-ciri tersendiri yang membedakannya dengan
komunikasi lain. Ciri-ciri dari komunikasi massa itu diungkapkan oleh Nurudin
(2007: 20-22), sebagai berikut :
1. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga
Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, tetapi kumpulan
orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain
dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud di sini menyerupai sebuah sistem.
Sebagaimana kita ketahui sistem itu adalah “Sekelompok orang, pedoman, dan
media yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide,
gagasan, simbol, lambang menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai
satu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu
menjadi sumber informasi.
2. Komunikan dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen
Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen atau beragam.
Artinya penonton televisi beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial
ekonomi, memiliki jabatan yang beragam, memiliki agama atau kepercayaan yang
tidak sama pula. Perbedaan ini yang menjadikan komunikan dalam komunikasi
massa bersifat heterogen menjadi salah satu ciri-ciri dari media massa.
3. Pesannya Bersifat Umum
Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau
satu kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesannya ditujukan
pada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan-pesan yang dikemukakannya pun
16
tidak boleh bersifat khusus. Khusus di sini, artinya pesan memang tidak disengaja
untuk golongan tertentu.
4. Komunikasi Berlangsung Satu Arah
Dalam media cetak seperti Koran, komunikasi hanya berjalan satu arah. Kita
tidak bisa langsung memberikan respons kepada komunikatornya (media massa yang
bersangkutan). Kalaupun bisa, sifatnya tertunda.
Misalnya, kita mengirimkan
ketidaksetujuan pada berita itu melalui rubric surat pembaca. Jadi, komunikasi yang
hanya berjalan satu arah akan memberi konsekuensi umpan balik (feedback) yang
sifatnya tertunda atau tidak langsung (delayed feedback)
5. Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan
Komunikasi ada keserempakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya.
Serempak berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.
Bersamaan tentu saja bersifat relative. Surat kabar bisa dibaca di tempat terbit pukul
5 pagi, tetapi di luar kota baru pukul 6 pagi.Ini hanyalah masalah teknis semata.
Namun, harapan komunikator dalam komunikasi massa, pesan tetap ingin dinikmati
secara bersamaan oleh para pembacanya.
6. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis
Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan pada
khalayaknya sangat membutuhkan peralatan teknis. Peralatan teknis yang dimaksud
misalnya pemancar untuk media elektronik (mekanik atau elektronik.
2.2.3
Media Massa
Media Massa Istilah media massa merujuk pada alat atau cara terorganisir
untuk berkomunikasi secara terbuka dan salam jarak jauh kepada banyak orang
dalam jangka waktu yang ringkas. Media massa bukan sekedar alat semata-mata,
melainkan juga institusional dalam masyarakat sehingga terjadi proses pengaturan
terhadap alat
itu oleh warga masyarakat melalui kekuasaan yang ada maupun
melalui kesepakatan-kesepakatan lain.
Arti penting media massa menurut Dennis Mcquail (dalam Bungin, 2007: 34)
dengan beberapa asumsi pokok berikut :
17
1. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang
menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa serta menghidupkan industri lain yang
terkait. Medua juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan
norma-norma yang menghubungkan institusi tersebutdengan masyarakat dan institusi
lainnya. Di pihak lain, intrusi medua diatur oleh masyarakat.
2. Media massa merupakan sumber kekuatan – alat kontrol, manajemen dan
inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan
atau sumber daya lainnya.
3. Media merupakan lokasi atau norma yang semakin berperan untuk
menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional
maupun internasional.
4. Media sering kali berperan sebagai wahan pengembangan kebudayaan,
bukan saja dalam pengertian pegembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam
pengertian pengembangan tata cara ,mode, gaya hidup dan norma-norma.
5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk
memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi msyarakat dan
kelompok secara kolektif. Media juga menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian
normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.
2.2.3.1 Karakteristik Media Massa
Hampir setiap hari kita menggunakan media massa. Media massa atau mass
media merupakan sebuah alat, saluran, channel yang digunakan untuk komunikasi
massa. Melalui media massa, pesan yang disampaikan komunikator menjadi lebih
luas cakupannya. “Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian
pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat
komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi” (Cangara, 2006:
126). Adapun karakteristik media massa ialah:
1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari
banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan,pengelolaan sampai pada
penyajian informasi.
2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi
yang dilakukan kurang
memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau
18
pun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan
tertunda.
3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak,
karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana
informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu
yang sama.
4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat
kabar, dan semacamnya.
5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan
dimana saja tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin, dan suku bangsa
(Cangara, 2006:122).
2.2.3.2 Peranan Media Massa
Media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu
sebagai institusi pelopor perubahan (Bungin, 2007: 85). Ini adalah paradigma utama
media massa. Dalam menjalankan paradigmnya media massa memiliki peranan
sebagai:
1. Sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu perannya sebagai media
edukasi. Media massa menjadi media yang setiap saat mendidik
masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat
yang maju.
2. Media massa menjadi media informasi, yaitu media yang setiap saat
menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dengan informasi yang
terbuka, jujur dan benar disampaikan media massa kepada masyarakat,
maka masyarakat akan menjadi masyarakat yang kaya dengan informasi,
masyarakat yang terbuka dengan informasi, sebaliknya pula masyarakat
akan
menjadi
masyarakat
informatif,
masyarakat
yang
dapat
menyampaikan informasi dengan jujur kepada media massa.
3. Media massa sebagai hiburan, sebagai agent of change, media massa juga
menjadi institusi budaya, yaitu institusi yang setiap saat menjadi corong
kebudayaan, katalisator perkembangan budaya. Sebagai agent of change
yang dimaksud adalah juga mendorong agar perkembangan budaya itu
bermanfaat bagi manusia bermoral dan masyarakat sakinah, juga berperan
19
untuk mencegah berkembangnya budaya-budaya yang justru merusak
peradaban manusia dan masyarakatnya.
2.2.3.3 Gate Keeping Media Massa.
Dalam menyampaikan pesan melalui media massa terdapat proses gate
keeping yang dilakukan oleh seorang Gatekeeper atau bisa di sebut sebagai palang
pintu atau penjaga gawang yang bertugas menyortir atau mengedit suatu informasi
agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh komunikan dalam
jumlah besar.
Menurut Bittner Gatekeeper adalah individu-individu atau sekelompok orangorang yang memantau arus informasi dalam sebuah saluran komunikasi massa
(Nurudin; 2007). Berikut fungsi gatekeeper menurut John R. Bittner:
a) Menyiarkan informasi.
b) Membatasi informasi dengan mengeditnya sebelum disebarkan.
c) Memperluas kuantitas informasi dengan menambahkan fakta dan
pandangan lain.
d) Menginterpretasikan informasi.
Setiap media massa pasti memiliki gatekeeper, akan tetapi di dalam struktur
organisasi tidak ada jabatan gatekeeper. Gatekeeper adalah sebagai pelaksana fungsi.
Jabatan formal yang dipegang seorang gatekeeper berbeda antara satu media dan
media lainnya. Untuk surat kabar, proses gatekeeping akan dilakukan oleh tim
redaksi. Pada tiap harian surat kabar berita yang dimuat pada halaman depan bisa
berbeda tiap harinya atau berbeda dari surat kabar lainnya. Ini bisa dikarenakan
perbedaan ideology, misi dan visi dari masing-masing surat kabar. Gatekeeper juga
bertugas mengagendakan isu-isu masyarakat sehingga bisa menjadi berita dan
dipublikasikan melalui media massa. Agenda media tidak bisa lepas dari agenda
publik karena keduanya bersifat interaksional atau saling membutuhkan. Artinya,
pelaku media massa yang ingin mencari berita harus menyeseuaikan dengan kegiatan
publik. Karena pada umumnya publik adalah sumber berita yang dicari oleh pelaku
media massa. Begitu pun sebaliknya, apa yang dilakukan publik, diharapkan di muat
oleh media massa.
20
2.2.4
Surat Kabar
Koran (dari bahasa Belanda: Krant, dari bahasa Perancis: Courant) atau surat
kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak
pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita terkini
dalam berbagai topik. surat kabar umum biasanya diterbitkan setiap hari, kecuali
pada hari-hari libur.
Pengertian Surat Kabar Surat kabar dalam Kamus Komunikasi diartikan
sebagai lembaran yang tercetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat
dengan ciri-ciri: terbit secara perodik, bersifat umum, isinya termasa, aktual,
mengenai apa saja dan dari mana saja di seluruh dunia, yang mengandung nilai untuk
diketahui khlayak pembaca.
Surat kabar merupakan sebuah media massa yang bersifat visual, yaitu
dengan cara dilihat, dibaca dan dipahami maksud isi berita tersebut. Informasi atau
berita yang disampaikan oleh surat kabar harus benar, jelas, akurat, menarik minat
selera baca yang membacanya. Surat kabar juga harus dikemas dalam bahasa dan
penyajian berita agar lebih menarik. Karena surat kabar lebih menyajikan berita
dalam bentuk tulisan bukan suara.
Surat kabar sering disebut harian karena terbit setiap harinya. Sering pula
disebut koran sejalan dengan perkembangannya, terutama dalam usaha merebut hati
pembaca. Sebenarnya tanpa diberikan pengertian apa itu surat kabar, masyarakat
sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan surat kabar. Surat kabar dipandang
sebagai media penyebaran informasi bagi khalayak, dalam bentuk lembaranlembaran kertas berisi informasi atau berita.
21
2.2.4.1 Karakteristik Surat Kabar
a) Publisitas
Pengertian publisitas ialah bahwa surat kabar diperuntukkan umum;
karenanya berita, tajuk rencana, artikel, dan lain-lain harus menyangkut kepentingan
umum.
b) Universalitas
Universalitas sebagai ciri lain dari surat kabar memnunjukkan bahwa surat
kabar harus memuat aneka berita mengenai kejadian-kejadian di seluruh dunia dan
tentang segala aspek kehidupan manusia. Untuk memenuhi ciri-ciri inilah maka surat
kabar besar melengkapi dirinya dengan wartawan-wartawan khusus mengenai bidang
tertentu, menempatkan koresponden di kota-kota penting, baik di dalam negeri untuk
meliput berita nasional maupun di luar negeri untuk berita nasional.
c) Aktualitas
Aktualitas ialah kecepatan penyampaian laporan mengenai kejadian di
masyarakat kepada khalayak. Bagi surat kabar, aktualitas ini merupakan faktor yang
sangat penting karena menyangkut persaingan dengan surat kabar lain dan
berhubungan dengan nama baik surat kabar yang bersangkutan (Onong, 2013:154).
2.2.4.2 Sifat Surat Kabar
a) Terekam
Berita-berita yang disiarkan oleh surat kabar tersusun dalam alinea, kalimat,
dan kata-kata yang terdiri atas huruf-huruf, yang dicetak pada kertas. Dengan
demikian, setiap peristiwa atau hal yang diberitakan terekam sedemikian rupa
sehingga dapat dibaca setiap saat dan dapat dikaji, bisa dijadikan dokumentas dan
bisa dipakai sebagai bukti untuk keperluan tertentu.
b) Menimbulkan perangkat mental secara aktif
Karena berita surat kabar yang dikomunikasikan kepada khalayak
menggunakan bahasa dengan huruf yang tercetak “mati” di atas kertas, maka untuk
dapat mengerti maknanya pembaca harus menggunakan perangkat mentalnya secara
aktif. Kenyataan tersebut berbeda dengan proses peyiaran berita radio maupun
22
televisi di mana setiap berita dibacakan oleh penyiar, dan para pendengar serta
pemirsa tinggal menangkapnya saja dengan perangkat mental yang pasif.
c) Pesan menyangkut kebutuhan komunikan
Dalam proses komunikasi, pesan yang akan disampaikan kepada komunikan
menyangkut teknik transmisinya agar mengenai sasaran dan mencapai tujuanya.
d) Efek sesuai dengan tujuan
Efek yang diharapkan dari pembaca surat kabar bergantung pada tujuan
wartawan sebagai komunikator. Tujuan komunikasi melalui media surat kabar dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah tujuanya agar pembaca tahu?
2. Apakah tujuanya agar pembaca berubah sikap dan perilakunya?
3. Apakah tujuanya agar pembaca meningkat inteleketualitasnya?
e) Yang harus dilakukan oleh wartawan sebagai komunikator
Misi surat kabar bergantung pada kemampuan dan keterampilan wartawanya.
Wartawan sebagai komunikator harus memperhitungkan diktum-diktum yang
tercantum dalam undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok pers
sebagaimana yang tertera dalam kode etik Persatuan Wartawan Indonesia.
(Onong, 2013:155-159)
2.2.5
Jurnalistik
Istilah jurnalistik berasal dari bahasa inggris “Journalism” yang berasal dari
journal atau du jour (bahasa Prancis) yang berarti catatan atau berita harian, dimana
segala berita pada hari itu termuat dalam lembaran (kertas) yang tercetak. Kemudian
karena berita itu dicetak (umumnya di atas kertas) dengan mesin cetak press, maka
istilah “pers” juga digunakan untuk menyebut kegiatan jurnalistik, meski istilah pers
itu bermakna “tekanan” waktu.
Pengertian jurnalistik dalam Kamus “Ensiklopedia Indonesia” disebutkan
banyak spesialisasi jurnalistik dan dikelompokkan menurut bidangnya seperti sarana
(media) cetak, jurnalistik harian, majalah, kantor berita; media elektronik radio,
23
televisi, film; bidang kerja dalam dan luar negeri, parlemen, ekonomi, olahraga,
kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Jurnalis adalah orang yang menjalankan profesi
jurnalistik; wartawan (Saidhulkarnain, 2014:105).
2.2.5.1
Ciri-ciri Jurnalistik
1. Skeptis
Tom Friedman dari New York Times mengatakan bahwa skeptis adalah
sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima,
dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu. Inti dari sikap skeptis
adalah keraguan. Keraguan akan membuat orang bertanya, mencari, sampai
mendapatkan kebenaran.
2.
Bertindak
Bertindak, action adalah corak kerja seorang wartawan. Wartawan tidak
menunggu sampai peristiwa itu muncul. Tetapi ia akan mencari Dn mengamati
dengan ketajaman naluri seorang wartawan. Peristiwa tidak terjadi diruang redaksi,
karena itu yang terbaik bagi wartawan adalah terjun langsnung ke tempat kejadian
sebagai pengamat pertama.
3.
Berubah
Jurnalisme itu mendorong perubahan. Debra Gresh Hernandez, dalam
jurnalnya berjudul “Advice For The Future” mengatakan bahwa satu-satunya yang
pasti dan tidak berubah yang dihadapi industri surat kabar masa depan adalah justru
ketidakpastian dan perubahan. Theodore Jay Gordon dari Future Group di Noank,
Connecticut, mengatakan bahwa ada empat daya atau kekuatan yang mengubah
dunia jurnalistik pasca-industrialisasi, yaitu
(1) munculnya abad komputer dan dominasi elektronika.
(2) globalisasi dari komunikasi, dimana geografi menjadi kurang penting.
(3) perubahan demografi, terutama pertambahan jumlah orang-orang yang
berumur diatas 40 tahun.
(4) perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat.
24
Tim Rosenstiel berkata, kehadiran teknologi baru harus dianggap bukan
sebagai ancaman bagi surat kabar tetapi justru merupakan suatu kesempatan dimana
garis-garis antara berita, hiburan dan iklan menjadi kabur.
4. Seni dan Profesi
Jurnalisme adalah seni dan profesi dengan tanggung jawab profesional yang
mensyarakatkan wartawanya melihat dengan mata yang segar dalam setiap peristiwa
agar menangkap aspek-aspek yang unik. (Ishwara,2011:1-18).
2.2.5.2 Prinsip jurnalisme
Pada penelitian skripsi ini penulis menggunakan teori yang ditemukan oleh
Bill Kovach dan Tom Risenstiel, yaitu sembilan elemen jurnalisme.Bill Kovach
adalah ketua Committee of Concerned Journalist. Sedangkan Tom Rosenstiel adalah
direktur Project for Excellent in Journalist. Mereka meneliti dan berhasil menyajikan
teori tentang sembilan elemen jurnalisme. Sembilan elemen jurnalisme ini adalah
prinsip–prinsip yang diharapkan dapat diterapkan oleh wartawan untuk mewujudkan
tujuan utama jurnalisme tersebut. Sembilan elemen tersebut adalah:
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah kebenaran
Kebenaran merupakan prinsip pertama dan paling membingungkan dalam
sembilan elemen jurnalisme ini. Kebenaran dapat menciptakan rasa aman yang
tumbuh dari kesadaran seseorang dan kebenaran inilah yang menjadi intisari sebuah
berita. Namun seseorang sudah pasti bisa mengejar akurasi, kejujuran, maupun
kebenaran. Bagi jurnalisme, kebenaran diterjemahkan menjadi memberitakan fakta
tanpa melenceng dan membuat fakta itu masuk akal. Kebenaran jurnalistik adalah
suatu proses yang dimulai dengan mengumpulkan dan memverifikasikan fakta.
Wartawan berusaha menyampaikan fakta tersebut dalam sebuah laporan yang adil
dan terpercaya, serta dapat menjadi bahan untuk investigasi selanjutnya. Wartawan
juga harus bersikap transparan dalam pemakaian narasumber dan metode yang
dipakai, sehingga audiens dapat menilai sendiri informasi yang disajikan.
(Ishwara,2011:21)
Kebenaran dalam konteks penelitian tentang bagaimana cara jurnalis di
Metropolitan Jawa Pos dapat dilihat dari faktualitas dan keakuratan berita. Wartawan
berusaha mendapatkan kebenaran tersebut dengan berbagai cara, misalnya
25
wawancara langsung ke narasumber, bertanya kepada warga yang terlibat langsung,
atau mengutip dari sumber lain. Dalam menulis berita, juga mencantumkan unsur
5W+1H untuk memenuhi tingkat keakuratan berita.
2.
Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga
Untuk siapa wartawan bekerja? Wartawan atau jurnalis berada pada tiga
pihak yaitu pada pendengar, pengiklan, dan publik (masyarakat). Masing-masing
pihak memiliki kepentingan. Namun jurnalisme memiliki prinsip bahwa prioritas
utama mereka adalah kepada masyarakat. Kesetiaan kepada masyarakat ini adalah
makna dari yang kita sebut independensi jurnalistik. Istilah tersebut sering dipakai
sebagai sinonim untuk gagasan lain termasuk ketidakterikatan, tidak berat sebelah,
dan ketidakberpihakan. Dengan prinsip tersebut jurnalisme diharapkan tidak menjadi
ajang komersialisme, alat politik, atau menyajikan kebenaran yang bias karena
kepentingan-kepentingan tertentu.
Prioritas komitmen kepada masyarakat merupakan dasar dari kepercayaan
sebuah organisasi berita. Media harus dapat meyakinkan audiens-nya bahwa berita
yang disajikan tidak diarahkan demi kepentingan lain selain kepentingan publik
(Ishwara,2011:21). Dalam penerapannya, elemen ini harus bisa dibuktikan dengan isi
berita yang mampu memberikan informasi kepada masyarakat. Setiap berita yang
disampaikan mampu mendeskripsikan kejadian yang menjadi obyek berita.
3. Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi.
Disiplin verifikasi adalah ihwal yang memisahkan jurnalisme dari hiburan,
propaganda, fiksi atau seni. Hiburan (entertainment) dan sepupunya “infotainment”
berfokus pada hal-hal yang paling menggembirakan hati. Jurnalisme adalah
menyampaikan berita bukan cerita. Yang membedakan jurnalisme dengan
entertainment atau infotainment adalah adanya verifikasi. Verifikasi adalah proses
menyaring desas-desus, isu, gossip, prasangka yang keliru dan sebagainya. Verifikasi
menjamin adanya akurasi. Karena itu, disiplin dalam verifikasi pada hakikatnya
adalah memberikan hak masyarakat atas suatu fakta tanpa ada tendensi dan
keberpihakan. Hanya jurnalisme yang sejak awal berfokus untuk menceritakan apa
yang terjadi setepat-tepatnya. Lima konsep inti yang membentuk landasan disiplin
verifikasi (Kovach dan Rosenstiel).
26
1). Jangan pernah menambahi sesuatu yang tidak ada.
Jangan menambahi hal-hal yang tidak terjadi. Jangan mengarang atau
mengada-ada. Ini juga meliputi jangan mengatur ulang kejadian dalam satu
waktu, satu tempat, gabungan karakter, atau gabungan peristiwa. Wartawan
surat kabar menulis kronologis suatu kejadian berdasarkan apa yang terjadi di
lapangan. Jadi bukan karangan atau skenario dari wartawan. Sebuah peristiwa
diceritakan kembali oleh wartawan berdasarkan urutan kejadiannya. Supaya
lebih faktual, biasanya dilengkapi dengan tanggal atau waktu kejadian.
2). Jangan pernah menyesatkan audiens.
Jurnalisme harus berpegang teguh pada kejujuran. Prinsip ini terkait erat
dengan prinsip jangan menambahi. Kedua prinsip tersebut berlaku sebagai
garis panduan dasar bagi wartawan untuk memberi batas antara fakta dan
fiksi.
3). Berlakulah setransparan mungkin tentang metode dan motifasi anda. Jika
wartawan adalah pencari kebenaran, hal ini harus diikuti dengan mereka
berlaku jujur kepada audiens. Wartawan bertanggung jawab sebagai penyaji
kebenaran, maka dari itu mereka sebisa mungkin bersikap terbuka dan jujur
kepada audiens tentang apa yang mereka tahu dan apa yang mereka tidak
tahu. Jurnalis memberitakan apa yang mereka ketahui, jika tidak tahu, ada
baiknya mencari tahu dahulu. Konsep ini juga berkaitan dengan konsep
sebelumnya.
4). Andalkan reportase anda sendiri.
Orisinalitas sangat penting dalam sebuah pemberitaan. Orisinalitas adalah
nilai yang tertanam kuat dalam jurnalisme. Daripada mempublikasikan
laporan dari media lain, para wartawan condong untuk mengharuskan salah
satu reporter mereka untuk menelepon sumber untuk mengkonfirmasinya
lebih dulu. Banyak metode yang digunakan wartawan untuk memperoleh
informasi, wawancara ke narasumber yang berkaitan dengan topik yang akan
diliput serta bisa juga dilakukan dengan cara mengutip dari media lain
dengan topik yang sama.
27
5). Bersikaplah rendah hati.
Wartawan tak hanya harus skeptis terhadap apa yang mereka lihat dan
mereka dengar dari orang lain, yang tak kalah penting mereka juga harus
skeptis
mengenai
kemampuan
mereka
untuk
mengetahui
apa
arti
sesungguhnya dari sebuah peristiwa. Kunci bagi seorang wartawan untuk
menghindar dari menurunkan sebuah berita secara tak tepat adalah disiplin
untuk jujur tentang keterbatasan pengetahuannya dan keterbatasan daya
pemikirannya. Untuk memenuhi lima konsep tersebut, wartawan dapat
melakukan reportase lapangan yang melibatkan masyarakat. masyarakat yang
terlibat bisa dijadikan saksi, sumber laporan, dan beberapa pihak lain yang
bisa mendukung liputan berita.
4.
Wartawan harus menjaga independensi terhadap sumber berita.
Menurut Gallagher, langkah penting dalam pengejaran kebenaran dan
memberi informasi kepada warga bukanlah netralitas melainkan independensi. Hal
ini berlaku bahkan pada mereka yang bekerja di ranah opini, politik, dan komentar.
Independensi semangat dan pikiran inilah, dan bukannya netralitas,yang harus
diperhatikan sungguh-sungguh oleh wartawan.Walaupun editor dan komentator tidak
netral, namun sumber dari kredibilitas mereka adalah tetap, yaitu akurasi, kejujuran
intelektual, dan kemampuan untuk menyampaikan informasi, bukan kesetiaan pada
kelompok tertentu (Ishwara,2011:23). Hal ini terkait dengan prinsip loyalitas yang
merupakan salah satu dari Sembilan Elemen Jurnalisme.
5. Wartawan harus menjadi pemantau kekuasaan.
Prinsip anjing penjaga bermakna tak sekedar memantau pemerintahan, tapi
juga meluas hingga pada semua lembaga yang kuat di pemerintahan. Sayangnya,
pengertian pers hadir untuk “menyusahkan orang senang dan menyenangkan orang
susah” membuat makna anjing penjaga disalahpahami sehingga memberikan citra
liberal atau progresif. Lebih lanjut, prinsip anjing penjaga (watch dog) ini tengah
terancam penggunaanya yang berlebihan, dan oleh peran anjing penjaga palsu yang
lebih ditujukan untuk menyajikan sensasi ketimbang pelayanan publik. Barangkali
lebih serius lagi, peran anjing penjaga terancam oleh jenis baru konglomerasi
perusahaan (Ishwara,2011:24).
28
6. Jurnalisme harus menyediakan forum kritik dan komentar publik.
Jurnalisme harus menyediakan sebuah forum untuk kritik dan opini publik.
Diskusi publik harus dibangun di atas prinsip-prinsip yang sama sebagaimana hal
lain dalam jurnalisme kejujuran, fakta, dan verifikasi. Sebagaimana prinsip
demokrasi, jurnalisme harusnya menjadi forum publik untuk menyampaikan kritik
maupun dukungan.
7.
Wartawan harus membuat hal yang penting menjadi menarik dan relevan
Jurnalisme harus berusaha membuat yang penting menjadi menarik dan
relevan. Kualitasnya diukur dari sejauh mana suatu karya melibatkan audiens
(Ishwara, 2011:24). Tanggung jawab wartawan bukan sekedar menyediakan
informasi tetapi mengahadirkan sedemikian rupa sehingga orang tertarik untuk
menyimaknya.
8. Wartawan harus menyiarkan berita komprehensif dan proporsional
Jurnalisme harus menyampaikan fakta secara komprehensif dan proporsional,
sebab dua hal tersebut adalah kunci utama untuk mencapai akurasi. Komprehensif
berarti luas dan menyeluruh. Proporsional berarti seimbang dan sebanding. Jadi,
fakta yang diberikan kepada audiens sebaiknya berimbang dan detail. Semakin detail
sebuah berita, berarti fakta yang diberikan semakin dapat dipercaya.
Jurnalisme menghasilkan sebuah peta bagi warga untuk mengarahkan
persoalan masyarakat (Ishwara, 2011:25). Mengumpamakan jurnalisme sebagai
sebuah
pembuatan
peta
membantu
kita
melihat
bahwa
proporsi
dan
komprehensivitas adalah kunci akurasi. Hal ini tak hanya berlaku untuk sebuah
siaran berita yang lucu dan menarik tapi tak mengandung apapun yang signifikan
adalah sebuah pemutarbalikan. Pada saat yang sama, berita yang hanya berisi hal
yang serius dan penting, tanpa sesuatu yang ringan atau manusia, sama-sama tak
seimbang.
9. Wartawan harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka.
Setiap wartawan harus punya rasa etika dan tanggung jawab personal.
Terlebih lagi, mereka punya tanggung jawab untuk menyuarakan sekuatkuatnya
nurani mereka dan membiarkan yang melakukan hal yang serupa. Agar hal ini bisa
29
terwujud, keterbukaan redaksi adalah hal yang penting untuk memenuhi semua
prinsip yang dipaparkan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.
Dalam perkembangan berikutnya, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel
menambahkan elemen ke-10 , yaitu:
10. Warga juga memiliki hak dan tanggung jawab dalam hal-hal yang terkait
dengan berita.
Elemen terbaru ini muncul dengan perkembangan teknologi informasi,
khususnya internet. Warga bukan lagi sekadar konsumen pasif dari media, tetapi
mereka juga menciptakan media sendiri. Ini terlihat dari munculnya blog, jurnalisme
online, jurnalisme warga (citizen journalism), jurnalisme komunitas (community
journalism) dan media alternatif. Warga dapat menyumbangkan pemikiran, opini,
berita, dan sebagainya, dan dengan demikian juga mendorong perkembangan
jurnalisme.
Berdasarkan prinsip jurnalisme Bill Kovach, penulis akan meneliti apakah
jurnalis Rubrik Metropolitan Jawa Pos menjalankan perannya sesuai dengan prinsip
jurnalisme Bill Kovach diatas dan bagaimana prinsip itu diterapkan dan
mempengaruhi isi berita yang dibuat olehnya.
2.2.6
Berita
Menurut Sudirman Tebba berita adalah jalan cerita mengenai suatu peristiwa.
Sedangkan Hikmat kusumaningrat berita adalah informasi aktual mengenai faktafakta dan opini yang menarik perhatian orang lain. Asep Syamsul Romli mengartikan
berita sebagai laporan peristiwa yang memenuhi empat unsur, yaitu cepat, nyata,
penting, dan menarik.
Dari beberapa definisi berita tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
berita adalah informasi aktual mengenai fakta dan opini dengan memperhitungkan
beberapa unsur kedekatan (proximity), geografis antara khalayak dengan peristiwa,
keterkenalan
(prominence),
kriminal
(consequence). (Ishwara, 2011:73).
(criminal),
seks
(sex),
dan
dampak
30
2.2.6.1 Konsep Berita
George Fox Mott dalam New Survey of Journalism yang dikutip oleh
Sumadiria (2006) dalam buku Jurnalistik Indonesia menjelaskan beberapa konsep
berita sebagai berikut:
a) Berita sebagai laporan tercepat.
Berita adalah laporan tercepat yang disiarkan oleh surat kabar, radio, televisi
atau media oneline internet mengenai opini atau fakta atau kedua-duanya, yang
menarik perhatian dan dianggap penting oleh sebagian terbesar khalayak pembaca,
pendengar atau pemirsa. Prinsip kecepatan dalam melaporkan berita, mengharuskan
para reporter dan editor mampu bekerja dengan cepat. Namun harus diimbangi pula
dengan kelengkapan dan ketelitian, kecermatan dan ketepatan, sehingga berita
apapun yang dilaporkan tetap faktual, benar dan akurat, dan tidak malah
membingungkan khalayak pembaca.
b) Berita sebagai Rekaman.
Rekaman tidak hanya berlaku untuk radio. Untuk surat kabar, tabloid dan
majalah dan lain sebagainya, berita juga mengandung arti rekaman peristiwa. Ia
dinyatakan dalam berbagai bentuk tulisan dan laporan, foto dan gambar dalam
untaian kata dan kalimat yang tersusun dengan rapian baik, jelas cermat. Sifatnya
terdokumentasikan.
c) Berita sebagai fakta objektif.
Berita adalah laporan tentang fakta secara apa adanya (das sein) dan bukan
laporan tentang fakta yang seharusnya (das sollen). Sebagai fakta, berita adalah
reskontruksi peristiwa melalui prosedur jurnalistik yang sangat ketat dan terukur.
Dalam teori jurnalistik ditegaskan, fakta-fakta yang disajikan media kepada khalayak
sesungguhnya merupakan tangan kedua (second hand reality). Realitas tangan
pertama adalah fakta atau peristiwa itu sendiri (first reality).
d) Berita sebagai Interpretasi
Tidak semua berita dapat berbicara sendiri. Sering terjadi berita yang diliput
dan dilaporkan media hanya serpihan-serpihan fakta yang belum berbicara. Tugas
media adalah membuat fakta yang seolah membisu itu menjadi dapat berbicara
31
sendiri kepada khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa dalam bahasa yang enak
dibaca dan mudah dicerna. Untuk itu redaksi menyajikan analisis berita,
menyelenggarakan wawancara dengan para ahli, menggelar diskusi, dan memberikan
interprestasi terhadap berbagai fenomena dan fakta yang muncul, antara lain melalui
artikel dan tajuk rencana.
e) Berita sebagai Sensasi
Tahap yang paling awal dalam penerima informasi adalah sensasi. Sensasi
adalah pengalaman yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis,
atau konseptual dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra. Sensasi
itu sendirimerupakan bagian dari persepsi. Menurut Desiderato (1976:129), persepsi
adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
f)
Berita sebagai Minat Insani
Dengan adanya berita pada media massa bermaksud menggalangkan dan
membangkitkan atensi serta motivasi kita untuk tetap bersatu, tetap bersaudara, tetap
saling berkomunikasi dan saling mencintai. Tidak ada tragedi paling dasyat di dunia
ini kecuali tragedi kemanusiaan. Dengan kemampuan yang dimilikinya, media massa
terpanggil untuk senantiasa menumbuhkan kepekaan sosial masyarakat.
g) Berita sebagai Ramalan
Berita sesungguhnya tidak sekedar melaporkan perbuatan atau keadaan yang
kasat mata. Berita sekaligus juga mengisyaratkan dampak dari perbuatan atau
keadaan itu. Berita sanggup memberikan interpretasi, prediksi dan konklusi.
Pandangan semacam ini mewajibkan siapa pun yang kerap berhubungan dengan
media massa,
untuk tidak lari ke “dunia uji nyali” melalui “berbagai penampakan” yang
mungkin menyesatkan.
h) Berita sebagai Gambaran
Dalam dunia jurnalistik dikenal aksioma: satu gambar seribu kata (one
picture one thounsand word). Jadi betapa dasyatnya efek sebuah gambar
dibandingkan dengan kata-kata. Sekarang, tulis muhtadi (1999:102), dalam dunia
32
persurat kabaran, gambar karikatur merupakan salah satu alat yang digunakan untuk
memengaruhi khalayak setelah kolom editorial dan artikel. Sikap dan bahkan
perilaku publik dapat digerakkan dengan bantuan gambar karikatur. Sebab gambar,
foto dan karikatur merupakan pesan-pesan yang hidup sekaligus menghidupkan
deskriftif verbal lainnya. Karena itu, surat kabar dan majalah hanya akan menjadi
lembaran-lembaran mati yang membosankan jika hadir tanpa foto dan gambar.
Dilihat dari pengertian di atas konsep berita yang baik untuk dipublikasikan
ke khalayak adalah berita yang mengandung berita yang disampaikan secara cepat.
Sebuah konsep berita yang didapatkan oleh seorang jurnalis dapat diperoleh dalam
bentuk gambaran, rekaman, ramalan dan sensasi dalam menjadi sebuah berita.
2.2.6.2 Nilai Berita
Wacana tentang nilai berita, atau kriteria dalam menyeleksi berita dimulai di
lingkungan para pakar komunikasi pada tahun 1960-an, memiliki tradisi yang
panjang. Dalam Shcediasma Coriusum de Lectione Novellarum, Christian Weise
mengemukakan pada tahun 1676 bahwa dalam memilih berita harus dipisahkan
antara yang benar dan palsu (Kusumaningrat, 2012: 58).
Sedangkan pandangan modern tentang nilai berita terutama dihubungkan
dengan nama Walter Lippmann, wartawan Amerika yang terkenal pada abad lalu. Ia
menggunakan istilah nilai berita untuk pertama kalinya dalam bukunya Public
Opinion pada tahun 1922 menyebutkan, bahwa suatu berita memiliki nilai layak
berita jika di dalamnya ada unsur kejelasan tentang kejadianya, unsur kejutan, unsur
kedekatan secara geografis, serta dampak dan konflik personalnya. Jika
diringkaskan, nilai berita itu tidak lebih daripada asumsi-asumsi intuitif wartawan
tentang apa yang menarik bagi khalayak yang ditujunya. (Kusumaningrat, 2012: 59)
Apabila disederhanakan dan disistematiskan, sebuah berita yang dimuat
dalam suatu harian, misalnya, maka akan ditemukan satu atau dua unsur layak berita
atau nilai berita. Inilah kriteria berita atau unsur-unsur nilai berita yang sekarang
dipakai dalam memilih berita:
a.) Aktualitas (Timeliness)
Berita tak ubahnya seperti es krim yang gampang melelh, bersamaan dengan
berlalunya waktu semakin berkurang nilainya. Hampir segala sesuatu yang
33
diberitakan dalam surat kabar terjadi hari ini atau kemarin, atau terjadi di
masa depan.
b.) Kedekatan (Proximity)
Berita yang mengandung unsur kedekatan dengan pembaca, akan menarik
perhatian. Stieler dan Lippmann menyebutnya sebagai kedeketan secara
geografis. Namun kedekatan ini tidak harus dalam pengertian fisik seperti
yang disebutkan Stieler dan Lippmann tapi juga dapat dalam bentuk
kedekatan emosional.
c.) Dampak (Consequence)
Seringkali pula diungkapkan bahwa “news” itu adalah “history in a hurry”,
berita adalah sejarah dalam keadaannya yang tergesa-gesa. Tersirat dalam
ungkapan itu pentingnya mengukur luasnya dampak dari suatu peristiwa.
d.) Human Interest
Definisi mengenai human interest senantiasa berubah-ubah menurut
redaktur suratkabar masing–masing dan menurut perkembangan zaman,
tetapi dalam berita human interest terkandung unsur yang menarik
simpati, simpati yang menggugah perasaan khalayak yang membacanya
(Kusumaningrat, 2012: 61-65).
2.2.6.3 Proses Menghimpun Berita.
Menentukan apakah suatu peristiwa memiliki nilai berita sesungguhnya
merupakan tahap awal dari proses kerja redaksional. Biasanya seorang redaktur
menentukan apa yang harus diliput, sementara seorang reporter menentukan
bagaimana
cara
meliputnya,
karena
ia
berurusan
dengan
tahap
pencarian/penghimpunan dan penggarapan berita. Setelah seluruh materi terhimpun,
maka dilakukanlah penulisan dan penyuntingan (editing). Dalam tahap yang akhir,
sambil dilakukan penyuntingan, dilakukan pula pemerkayaan terhadap berita.
(Hikmat Kusumaningrat, 2012:72)
berikut:
Jadi prosesnya dapat di gambarkan sebagai
34
Redaktur menentukan apa yang
harus diliput
Reporter menentukan bagaimana
cara meliputnya
Pengumpulan materi berita dari
berbagai sumber
Penyuntingan / editing berita
oleh redaksi
Gambar 2.1 Proses Penghimpunan Berita.
35
2.3
Kerangka Pemikiran
Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dimulai dengan pemahaman
peran jurnalis dalam menjalankan, mengolah, menentukan isi berita serta proses
penyuntingan redaksional hingga akhirnya menghasilkan rubrik Metropolitan akan
dikaji dengan landasan konseptual yang telah dipaparkan pada bab dua sebelumnya
yaitu prinsip jurnalisme serta konsep dan nilai berita.
Jurnalis
Prinsip Jurnalisme
Konsep dan nilai
berita
BAB 3 pengolahan, dan
Proses pencarian,
penentuan isi berita
Proses Penyuntingan Redaksional
Rubrik Metropolitan Jawa Pos
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran.
Download