perkembangan sosial ekonomi masyarakat nelayan pesisir desa

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya manusia, alam, dan lingkungan merupakan suatu sistem
yang saling berhubungan satu sama lain. Sebagai perwujudan dari adanya
hubungan ini dapat berupa interaksi-interaksi dan interpendensi. Sejak jaman
dahulu manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Alam dan
lingkungan diperlukan oleh manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Ada
pun cara-cara pemenuhan kebutuhan manusia yang satu dengan manusia yang lain
berbeda-beda sesuai dengan lingkungan masing-masing. Alam menawarkan
berbagai sumber daya yang dapat diolah dan dimanfaatkan untuk kepentingan
manusia.
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mempunyai wilayah yang
relatif terbatas dibandingkan propinsi lain di Indonesia. Sumber daya alam yang
dapat mendukung perekonomian daerah terutama sektor pertanian, subsektor
tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan, dan peternakan relatif terbatas
dan sudah terbatas untuk dikembangkan, mengingat keterbatasan lahan dan
teknologi pertanian yang diterapkan sudah tinggi1. Subsektor perikanan yang
tampaknya saat ini dianggap masih punya peluang besar untuk dikembangkan,
mengingat hasil yang didapatkan terus mengalami perkembangan sementara
1
Laporan akhir study Rencana Pembangunan Pelabuhan perikanan di DIY, 2000,
Yogyakarta: Pusat Study Rencana Pengembangan Sumber Daya dan Teknologi Kelautan UGM,
halaman 2.
2
teknologi yang diterapkan belumlah maksimal, salah satunya adalah usaha
penangkapan ikan di samudra Indonesia.
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai pantai samudera
Indonesia sepanjang kurang lebih 110 KM yang memiliki potensi sumber daya
ikan yang sangat besar untuk perikanan di pantai diperkirakan lebih kurang 3,4
ribu ton pertahun, selatan Jawa 319 ton pertahun, dan samudera Indonesia sebesar
105 ton pertahun hal itu mengingat bahwa sifat penangkapan ikan adalah milik
bersama (common properties) atau terbuka (open access). Nelayan dari Daerah
Istimewa Yogyakarta dapat menangkap ikan dimana saja baik perairan Indonesia
mau pun perairan Internasional.2
Keberadaan perikanan laut di Daerah Istimewa Yogyakarta ditunjukan
dengan adanya nelayan yang tersebar di 19 titik lokasi tempat pendaratan ikan.
Masing-masing lokasi tersebut adalah di Kabupaten Bantul dengan 4 tempat yaitu
Pantai Depok Kecamatan Kretek, Pantai Samas Kecamatan Sanden, Pantai
Kuwaru dan Pantai Pandansimo Kecamatan Srandakan. Kemudian di Kabupaten
Kulon Progo dengan 5 tempat, yaitu Pantai Trisik Kecamatan Galur, Pantai Bugel
Kecamatan Panjatan, Pantai Karangwuni di Kecamatan Wates, Pantai Glagah dan
Pantai Congot di Kecamatan Temon. Sementara di Kabupaten Gunung Kidul
terdapat 10 lokasi yaitu Pantai Sadeng, Pantai Wediombo, Pantai Siung di
Kecamatan Rongkop; Pantai Sundak, Pantai Krakal, Pantai Drini, Pantai Kukub
dan Pantai Baron di Kecamatan Tepus; Pantai Ngrenehan di Kecamatan Saptosari
2
Ibid, halaman 4.
3
dan Pantai Gesing di Kecamatan Panggang. Semua pantai tersebut bergerak di
sektor perikanan rakyat.3
Ditinjau dari segi geografis Kabupaten Bantul terdapat 3 kecamatan yang
memiliki wilayah pesisir yaitu Kecamatan Kretek, Kecamatan Sanden dan
Kecamatan Srandakan. Sepanjang pesisir dari barat ke timur di wilayah tersebut
terdapat Pantai Pandansimo, Pantai Kuwaru, Pantai Pandansari, Pantai Samas dan
Pantai Parangtritis. Sementara yang telah dikembangkan sebagai tempat
pendaratan ikan dan telah memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah semua
pantai tersebut kecuali Pantai Pandan sari. Dari 4 lokasi pendaratan ikan tersebut 2
lokasi berada di Desa Poncosari yang merupakan daerah agraris atau subur dengan
luas daerah pada tahun 2000 adalah 1.186,112 km2 dan jumlah penduduk 12.240
jiwa sehingga kepadatan penduduk adalah 1032 jiwa per km2.4
Armada perikanan laut secara Nasional selama Pembangunan Jangka
Panjang Tahap I (PJPT I) berkembang dengan pesat. Jumlah perahu motor atau
kapal motor rata-rata naik sekitar 15,3% pertahun. Jumlah perahu motor dan kapal
motor 122.609 buah dengah perincian perahu motor tempel 74.198 buah dan kapal
motor 48.411 buah. Sekitar 76% dari kapal motor dengan ukuran kurang dari 5
GT, sehingga sebagaian besar armada perikanan tersebut terkonsentrasi di daerah
pantai.5
Keadaan yang sama juga terlihat di pantai Selatan Kabupaten Bantul.
Sarana penangkapan ikan umumnya adalah perahu motor dengan mesin 15-25pk.
3
Wawancara dengan Sandi Wibowo Kabag Pemerintahan desa Poncosari tanggal 11
Januari 2006
4
5
Monografi Desa Poncosari th 2005
Ary Wahyono dkk, 2001, pemberdayaan Masyarakta Nelayan, Yogyakarta: Media
Pressindo, halaman 37.
4
Alat tangkap yang digunakan diantaranya adalah jaring insang dan pancing prawe
beserta alat tangkap yang lainnya. Berdasarkan karakteristik tersebut maka usaha
nelayan hanya terbatas pada kegiatan di sekitar pantai. Hal itu disebabkan karena
perahu motor yang digunakan untuk melaut tidak dapat berlayar lebih dari 4 mil
karena semakin ketengah, angin semakin kencang dan gelombang semakin besar.
Untuk bisa lebih ketengah diperlukan perahu dengan kekuatan mesin yang lebih
besar.6
Pendapatan yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan di laut cukup
besar jika dijadikan sebagai mata pencaharian tambahan dari pada penghasilan
sebagai petani. Hal tersebut menyebabkan penduduk luar Desa Poncosari melihat
itu sebagai potensi sehingga mencoba menginfestasikan modal dalam bidang
tersebut. Hal itu menyebabkan suatu perbedaan sebelumnya nelayan sebagai suatu
cara hidup untuk memenuhi kebutuhan mulai bergeser menjadi bidang untuk
mencari keuntungan, sehingga hal ini berbeda dengan pertanian yang akan selalu
menjadi cara hidup untuk memenuhi kebutuhan, seperti yang dikemukakan oleh
Robert Redfield dalam bukunya Masyarakat Petani dan Kebudayaan (1985),
bahwa pertanian adalah suatu mata pencaharian dan suatu cara kehidupan, bukan
suatu kegiatan usaha untuk mencari keuntungan.7
Kegiatan nelayan di Pantai Kuwaru merupakan kegiatan nelayan yang
lebih maju dari pada di Pantai Pandansimo. Kegiatan nelayan dengan
menggunakan perahu motor di Pantai Kuwaru dimulai tahun 1995. Sedang pada
6
Wawancara dengan Ali Sofyan, Lurah desa Poncosari di kantor Desa Poncosari, tgl 11
Januari 2006.
7
Robert Redfield.1985, Masyarakat Petani dan Kebudayaan (Jakarta: Rajawali),
halaman. 19
5
tahun-tahun sebelumnya hanya merupakan nelayan tradisional yang menangkap
ikan dipinggir pantai dengan menggunakan jaring dan pancing. Kegiatan nelayan
tersebut telah menjadi daya tarik bagi kegiatan pariwisata, sehingga sinergisitas
kedua kegiatan tersebut menjadi faktor penting tingginya peranan usaha usaha
perikanan terhadap pembangunan daerah.
Kegiatan nelayan di pantai Kecamatan Srandakan tersebut telah menarik
beberapa masyarakat sekitar yang secara historis beraktifitas sebagai petani untuk
berpindah mata pencaharian menjadi nelayan. Sebagai masyarakat yang berpindah
mata pencaharian telah memperoleh perubahan kondisi sosial ekonomi yang
positif. Hal tersebut dapat terlihat dari pemukiman dan perumahan yang dimiliki
oleh nelayan.
Perubahan aktifitas masyarakat dari kegiatan bertani menjadi nelayan tidak
terlepas dari berbagai keterbatasan sumber daya dan lahan di lingkungan mereka,
juga karena permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan pembangunan
pertanian di pedesaan. Bukan hanya kepentingan untuk meningkatkan produksi
saja, tetapi juga masalah penyediaan lapangan kerja. Pertumbuhan penduduk di
pedesaan khususnya di pulau Jawa berbanding terbalik dengan tersedianya lahan
pertanian akibat perkembangan penduduk pemukiman dan sarana fisik non
pertanian lainnya. Akibatnya banyak penganguran. Keterkaitan antara faktor
produksi tenaga kerja dan lahan pertanian mendapat sorotan Clifford Geertz
dalam suatu kerangka pengamatannya yang digambarkan sebagai suatu ekosistem,
yaitu ekosistem sawah. Sistem tersebut menyerap kelebihan penduduk yang
bertambah terus sejak masa tanam paksa (1830-1870) dan seterusnya yang
6
8
mengakibatkan terjadinya involusi pertanian. Salah satu hal yang dapat diambil
dalam teori ini adalah merupakan gambaran tekanan penduduk terhadap lahan
pertanian
yang
semakin
besar.
Hal
tersebut
menyebabkan
banyaknya
pengangguran di berbagai daerah.
Bagaimana pun juga pertumbuhan penduduk bagi masyarakat yang
mengalami perkembangan tidak dapat dihindari. Nilai anak bagi orang tua di
pedesaan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam sosial ekonomi
Rumah Tangga petani. Kehadiran anak dalam keluarga berarti juga menambah
tenaga kerja untuk kebutuhan sosial maupun ekonomi mereka. Salah satu
penelitian yang dilakukan Benyamin White pada suatu desa di wilayah Kulon
Progo tentang peran anak dalam ekonomi rumah tangga di Jawa memberikan
kesimpulan bahwa anak-anak yang mempunyai banyak saudara, rata-rata dapat
bekerja lebih lama dan lebih produktif dari pada rekan-rekan mereka yang
saudaranya sedikit dengan alasan bahwa anak-anak yang lebih muda akan
mengerjakan pekerjaan apa yang dikerjakan oleh saudaranya yang lebih tua, dan
anak yang lebih tua akan mencari pekerjaan yang lebih produktif.9
Jenis-jenis ikan yang tertangkap di pantai-pantai sepanjang pesisir
Kecamatan Srandakan sangat bervariasi. Ikan yang tertangkap umumnya jenis
ikan yang mempunyai harga jual tinggi seperti bawal, kakap, pari, layur dan
udang. Oleh sebab itu kegiatan mencari ikan di laut sebagai nelayan tersebut dapat
meningkatkan pendapatan nelayan itu sendiri. Untuk lebih dapat meningkatkan
8
Hiroyosi Kano, 1986, Sejarah Ekonomi Masyarakat Pedesaan Jawa: suatu Penafsiran
kembali dalam Akira Naga Zumi (ed), Indonesia Dalam Kajian Sarjana Jepang, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, halaman 17.
9
Benyamin White, 1978, Peranan Anak Dalam Ekonomi Rumah Tangga Jawa, dalam
Prisma, No.4/11 Agustus, halaman 58.
7
pendapatan lagi, adalah dengan cara meningkatkan frekuensi penangkapan ikan
dan upaya pengembangan usaha perikanan yaitu dengan jalan melakukan studi
banding dan pelatihan ketrampilan.
Studi banding yang telah dilakukan nelayan Desa Poncosari yaitu studi
banding dengan kelompok nelayan di daerah Kebumen Jawa Tengah, Prigi di
Trenggalek Jawa Timur dan di Pantai Pangandaran Jawa Barat. Sedangkan
pelatihan ketrampilan yang telah dilaksanakan meliputi pelatihan ketrampilan
melaut dan pelatihan pembinaan pengelolaan kelompok nelayan. Pelatihan
ketrampilan melaut dilakukan di Pantai Baron dan Pantai Sadeng. Pelatihan
pembinaan pengelolaan kelompok dilakukan dengan mengikuti kursus atau diklat
yang diselenggarakan oleh Dinas Perikanan baik tingkat propinsi maupun
kabupaten. Kegiatan tersebut dilaksanakan rutin pada setiap tahunnya.10
Seperti kegiatan pertanian, pekerjaan sebagai nelayan juga mengalami
musim panen dan musim paceklik. Musim panen adalah musim ketika ikan
banyak yang dapat ditangkap, waktunya antara bulan Oktober sampai Mei. Musim
paceklik adalah musim ketika ikan susah ditangkap, keadaan tersebut terjadi
antara bulan Juni sampai September. Selama musim paceklik hasil yang diperoleh
kebanyakan hanya ikan-ikan kecil sejenis tongkol. Jika sedang beruntung akan
mendapat udang. Hal tersebut tidak membuat para nelayan jera untuk melakukan
penangkapan ikan karena walaupun dalam musim paceklik, namun hasil yang
10
Wawancara dengan Ali Sofyan, Lurah Desa Poncosari di kantor Desa Poncosari tgl 11
Januari 2006.
8
diperoleh juga dapat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Musim paceklik
berakhir bulan September.11
Bagi penulis, perkembangan nelayan pantai di Kecamatan Srandakan
tersebut sangat menarik untuk menjadi kajian dalam sejarah sosial ekonomi dalam
lingkup sejarah pedesaan. Peranan pengkajian sejarah dewasa ini di Indonesia
memberikan warna yang dapat dibedakan dengan masa sebelumnya. Pada masa
sebelum tahun 1950-an, penulisan sejarah lebih menekankan pada sejarah politik
dan kebudayaan dengan scope nasionalisme yang didengung-dengungkan sebagai
dasar cita-cita.12
Pada masa selanjutnya, pengkajian sejarah mulai merambah cakupan yang
lebih sempit dengan menggeluti peristiwa-peristiwa yang bersifat lokalitas, dilihat
dari kaca mata masa kini. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di daerah-daerah mulai
diangkat dengan menampilkan orang-orang yang sebelumnya tidak pernah
berperan dalam panggung sejarah. Di samping itu tema penulisan sejarah
menekankan pada masalah-masalah sosial ekonomi yang lebih dekat dengan
masyarakat bawah. Oleh karena itu, pengkajian sejarah berikutnya mempunyai
jangkauan yang lebih luas dari pengkajian sejarah sebelumnya. Meskipun
demikian , tema-tema politik dan kebudayaan yang pernah diminati masa lalu
tidak bisa dinomorduakan. Dengan demikian adanya kecenderungan baru dalam
penulisan sejarah tersebut, maka bidang-bidang pengkajian sejarah lebih berfariasi
dan spesifik. Kedudukan sejarah pedesaan dewasa ini perlu ditempatkan dalam
11
”Potensi Ikan di Laut Selatan Bantul”,Kedaulatan Rakyat, Selasa 26 September 1995,
halaman 3.
12
Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 1990,
halaman 17.
9
rangka perkembangan baru historiografi baik mengenai obyek permasalahan
maupun pendekatannya.13
B. Batasan Masalah
Suatu penulisan sejarah, merupakan suatu usaha untuk menyusun kembali
atau merekonstruksi kejadian-kejadian yang unik dari suatu aktifitas manusia pada
masa lampau untuk menjadi sebuah kisah yang mempunyai arti. Konsep masa
lampau itu akan mempunyai arti bila dilakukan pembatasan ruang dan waktu.14
Ciri khas sejarah itu sendiri adalah adanya batas temporal dan spasialnya, yang
merupakan pegangan di dalam menjelaskan suatu permasalahan.15
Dalam penulisan ini, lingkup kajian sosialnya penulis mengambil wilayah
pesisir di Kabupaten Bantul, dengan lebih memusatkan pada Pantai Kuwaru dan
Pandansimo di Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan. Pertimbangan yang
diambil penulis karena Pantai Kuwaru merupakan tempat pertama kali muncul
masyarakat nelayan di Kabupaten Bantul dan kondisi nelayannya lebih ramai,
kemudian Pantai Pandansimo merupakan pantai dengan nelayan yang mayoritas
dari luar daerah Bantul, sehingga merupakan karakter tersendiri.
Adapun scope temporalnya yang juga merupakan bahasan penting dalam
bahasan ini, penulis mengambil waktu antara tahun 1995-2005 karena pada awal
periode tersebut masyarakat pantai di Bantul mulai menggunakan perahu dalam
13
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta:PT.
Gramedia, 1992),h.183
14
Taufik Abdullah,et al,1985, Ilmu Sejarah dan Historiografi Arah dan Perspektif,
karta:PT Gramedia, halaman X-XV.
15
Sartono Kartodirdjo, op cit., halaman 72.
10
usaha penangkapan ikan atau masa awal mereka melaut, dan dalam
perkembangannya sampai akhir periode muncul masyarakat nelayan dan pantai
yang sudah memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Koperasi. Pertimbangan
praktis dalam pemilihan periode tersebut adalah dugaan bahwa pada periode itu
nelayan daerah tersebut mengalami banyak perubahan dari awal menggunakan
perahu dan muilai berkembang hingga sepuluh tahun kemudian yang pasti
mempengaruhi hasil pendapatan mereka atau kondisi sosial ekonomi mereka.
Melihat scope spasial dan temporalnya di atas, diharapkan peneliti dapat
menghasilkan kajian yang sangat menarik dalam sejarah sosial ekonomi pedesaan,
walaupun hanya dengan ruang lingkup yang kecil, karena sejarah lokal yang
bergantung pada pembatasan ruang lingkup geografis akan lebih menghadapkan
pada masyarakat secara langsung dan intim dengan masyarakat yang bergumul
pada masalah manusiawi atau alamiah.16
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, unit kajian yang menjadi pembahasan
utama dalam penelitian ini adalah pada sejarah perkembangan masyarakat nelayan
tradisional di pantai Desa Poncosari, yaitu Pantai Pandansimo dan Pantai Kuwaru.
Obyek penulisan ini adalah suatu masyarakat yang berkecimpung dalam usaha
perikanan terutama nelayan pantai. Dalam hal ini nelayan sebagai aktor atau
pelaku sejarah dengan melibatkan peranan pemerintah dan birokrasinya. Dari
masalah utama di atas yang lebih menekankan pada pembangunan sosial dan
ekonomi masyarakat nelayan pesisir Pantai Pandansimo dan Pantai Kuwaru,
16
Ibid, halaman 19
11
dalam penelitian ini mencakup pembahasan permasalahan-permasalahan yang
lebih sederhana atau lebih pokok dalam perkembangan masyarakat nelayan
diantaranya meliputi:
1. Bagaimana latar belakang keberadaan nelayan Pantai Kuwaru dan
Pantai Pandansimo?
2. Bagaimana hubungan yang terjadi antara nelayan, juragan, dan
birokrasi setempat serta perkembangannya?
3. Bagaimana perubahan sosial ekonomi masyarakat nelayan Pantai
Kuwaru dan Pantai Pandansimo?
D. Tujuan Penelitian
Penulisan
hasil
penelitian
dalam
bentuk
skripsi
dengan
judul
Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Desa Poncosari, Kecamatan
Srandakan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta Tahun 1995-2005 mempunyai tujuan
yang ingin dicapai, yaitu:
1. Untuk mengetahui latar belakang keberadaan nelayan Pantai Kuwaru
dan Pantai Pandansimo.
2. Untuk mengetahui hubungan yang terjadi antara juragan, nelayan dan
birokrasi setempat serta perkembangannya.
3. Untuk mengetahui perubahan sosial ekonomi yang terjadi pada
masyarakat nelayan Pantai Kuwaru dan Pantai Pandansimo.
12
E. Manfaat Penelitian
Dari kajian mengenai kehidupan ekonomi masyarakat Desa Poncosari
diharapkan bisa memberikan manfaat akademis dan manfaat praktis yaitu:
1. Menambah khasanah pengetahuan dalam studi sejarah sosial ekonomi
khususnya pada masyarakat nelayan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu sejarah sendiri, terutama penulisan dengan tema
sejarah pedesaan yang meliputi lingkup masyarakat nelayan atau pesisir.
3. Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya sejarah.
F. Kajian Pustaka
Kegiatan studi pustaka meliputi pengumpulan dan mempelajari berbagai
pustaka, data, dan hasil penelitian yang terkait, serta hasil studi yang pernah
dilakukan di pantai lain yang serupa.
Dalam penelitian ini, studi pustaka dilakukan dengan memakai pustakapustaka yang bersifat khusus, yang bersifat khusus yaitu yang merupakan hasil
telaah yang berkait dengan masalah nelayan dan dari penelitian terdahulu tentang
masalah-masalah yang berkaitan dengan pantai atau nelayan.
Pustaka-pustaka yang bersifat khusus tersebut mendasari peneliti dalam
pengambilan metode maupun konsep-konsep sosial maupun ekonomi dalam
melakukan penelitian. Hal ini karena menyangkut berbagai macam persoalan yang
mampu memberikan kontribusi dalam penelitian ini.
13
Salah satu buku yang cukup baik membahas tentang perubahan sosial di
Yogyakarta adalah karya Selo Soemarjan yang berjudul Perubahan Sosial di
Yogyakarta.17 Konsep perubahan sosial yang dimaksud di dalamnya yang
mendasari penulis dalam menentukan pola perubahan yang terjadi dalam
masyarakat pesisir pantai adalah perubahan dalam lembaga-lembaga masyarakat
yang mempengaruhi sistim sosialnya, termasuk nilai-nilai sosial, sikap dan pola
tingkah laku antar kelompok masyarakat. Tekanan pada definisi tersebut adalah
terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok
manusia, yang kemudian mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya.
Pengamatan terhadap pembangunan masyarakat desa yang dilakukan oleh
D.H. Burger dalam bukunya Perubahan-Perubahan Struktur Dalam Masyarakat
Jawa (1977), Burger melihat perubahan stratifikasi sosial masyarakat desa.18
Struktur sosial masyarakt jawa lama ditentukan oleh ikatan-ikatan feodal dan
ikatan desa yaitu hubungan kepatuhan kepada kepala desa dan hubungan antara
penduduk desa. Masyarakat desa dikatakan mulai berubah dari hubungan pribadi
sesama warga desa sebagai keluarga besar, hubungan yang patuh dan hormat
terhadap bangsawan dan raja. Hubungan ini telah melemah terdesak oleh
hubungan ekonomi dengan hubungan kontrak, dengan mengabaikan hubungan
pribadi tetap lebih berorientasi pada keuntungan.
Pustaka yang berkaitan erat dengan permasalahan nelayan meskipun hasil
karya tersebut tidak menyentuh langsung namun mempunyai relevansi dengan
17
Selo Soemardjan, 1981, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Yogyakarta: Gadjah Mada
Univerity press.
18
Bharata.
D.H. Burger,1977, Perubahan-Perubahan Struktur Dalam Masyarakat Jawa, Jakarta :
14
objek adalah karya Mashuri dalam bukunya Menyisir Pantai Utara, tahun 1996.19
Dalam buku tersebut yang merupakan suatu kajian tentang usaha dan
perekonomian nelayan di Jawa dan Madura 1850-1940, banyak berisi tentang
hubungan kredit akibat yang tidak diharapkan dari perubahan peraturan-peraturan
resmi, pentingnya jaringan pemasaran personal dan juga masalah-masalah lain
yang mengakibatkan mundurnya penangkapan-penangkapan pada masa periode
itu. Di samping itu juga menunjukkan hal-hal yang terjadi dalam kaitanya dengan
hubungan yang ada antara juragan dengan nelayan atau masa sistem sewa yang
terpengaruh pada stratifikasi sosial. Buku tersebut sangat berguna digunakan
sebagai perbandingan yang terjadi antara nelayan pantai utara dan selatan, baik
dalam hal sosial maupun ekonomi dan juga perbedaan iklim yang mempengaruhi
pendapatan mereka.
Dalam buku yang ditulis Ary Wahyono dkk, yang berjudul Pemberdayaan
Masyarakat Nelayan tersebut merupakan hasil dari tim yang berangotakan Ary
Wahyono, I.G.P. Antariksa , Mashuri Imron, Ratna Indrawasih dan Sudiono.20
Dalam karya mereka tersebut terdapat pendeskripsian tentang potret kehidupan
nelayan dan kegiatan perikanan di daerah baik mengenai potensi sosial, ekonomi
perikanan, upaya nelayan dalam peningkatan hasil dan juga masalah-masalah lain
yang merupakan dinamika tersendiri bagi kehidupan masyarakat nelayan.
19
20
Pressindo.
Mashuri, 1996, Menyisir Pantai Utara, Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Ary Wahyono at.al, 2001, Pemberdayaan Masyarakat Nelayan, Jogyakarta: Media
15
Kusnadi dalam bukunya Akar Kemiskinan Nelayan (2003)
21
telah
memaparkan masalah kemiskinan nelayan. Perhatian pada masalah ini menjadi
penting karena nelayan kecil dan buruh adalah elemen masyarakat terbawah yang
senantiasa menderita dan menjadi korban dari keserakahan ”bandar besar”. Para
nelayanlah yang secara terus menerus menjadi kelompok yang paling rentan
sekaligus miskin. Oleh karena itu buku ini memberikan paparan yang luas tentang
aspek-aspek kelautan dan perikanan (terutama nelayan) yang senantiasa
diabaikan.
Mubyarto, Loekman Soetrisno, dan Michael Dove dalam penelitian di dua
desa pantai di Kabupaten Jepara dalam buku Nelayan dan Kemiskinan (1984)
yang menyebutkan bahwa pekerjaan sebagai nelayan tidak diragukan lagi adalah
pekerjaan yang sangat berat. Mereka yang menjadi nelayan tidak dapat
membayangkan pekerjaan lain yang lebih mudah sesuai dengan kemampuan yang
mereka miliki. Keterampilan sebagai nelayan bersifat amat sederhana dan hampir
sepenuhnya dapat dipelajari dari orang tua mereka sejak mereka masih kanakkanak. Apabila orang tua mampu, mereka pasti akan berusaha menyekolahkan
anak setinggi mungkin sehingga tidak harus menjadi nelayan seperti orang tua
mereka. Dari kasus-kasus keluarga yang diteliti ternyata kebanyakan mereka tidak
mampu membebaskan dari profesi nelayan. Turun-temurun mereka adalah
nelayan.22
Buku tersebut dapat dikaji dan dijadikan acuan untuk mengetahui keadaan
desa misalnya penduduk dan karakteristik desa. Selain itu juga untuk mengetahui
21
22
Kusnadi , 2003, Akar Kemiskinan Nelayan, Yogyakarta: LKiS.
Mubiyarto (et al), 1984, Nelayan dan Kemiskinan, Jakarta: Rajawali, halaman 174.
16
kehidupan sosial ekonomi nelayan di Desa Poncosari, misalnya latar belakang
kehidupan sosial ekonomi desa, pengaruh dari dalam dan luar yang mendorong
perubahan sosial ekonomi desa, perkembangan nelayan dan hubungan kerja, mata
pencaharian, hubungan dengan daerah sekitar dan adanya lapisan sosial dengan
peranan masing-masing penduduk.
Ada dua artikel yang membahas keadaan nelayan di Bantul Selatan.
Pertama yaitu artikel yang membahas potensi perikanan laut di Bantul yang
luasnya sepanjang 13 kilometer, diperkirakan menghasilkan ikan 3.400 ton per
tahun. Dari potensi sebesar itu, baru sekitar 11,6 % per tahun yang dapat
dimanfaatkan. Hal tersebut karena terbatasnya sumber daya manusia (nelayan),
daerah oprasional yang sangan terbatas, serta sarana dan prasarana yang dimiliki.
Kabupaten Bantul memiliki pantai sepanjang 13 kilometer yang berada di tiga
wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Kretek, Kecamatan Sanden dan Kecamatan
Srandakan. Sebenarnya kaya potensi ikan, bahkan jenis ikan yang ada merupakan
kekayaan tersendiri bagi perairan Laut Selatan. Jenis ikan seperti belanak, kakap,
kembung, layur dan sebagainya belum dimanfaatkan secara maksimal. Saat ini
Kabupaten Bantul terdapat 1.009 nelayan dengan perahu motor tempel sebanyak
135 unit dan tergabung dalam lima kelompok nelayan. Terbatasnya sarana dan
prasarana sangat berpengaruh pada daerah operasional yang dapat dijangkau oleh
para nelayan. Baru sebatas pada perairan pantai atau 4-5 mil dari garis pantai,
padahal potensi sumber daya perikanan yang besar terdapat di lepas pantai sekitar
4-12 mil. Keterbatasan lain adalah berkait dengan keterbatasan sumber daya
menusia (nelayan) yang masih menganggap bahwa profesi nelayan merupakan
pekerjaan sambilan. Selain sebagai nelayan, mereka juga menggeluti pertanian
17
darat. Sehingga untuk mengubah sosial budaya masyarakat pesisir yang bercorak
pertanian ke maritim total memang masih diperlukan proses panjang.23
Artikel kedua membahas tentang labuhan di Pantai Pandansimo yang
ternyata bukan hanya milik Kraton Yogyakarta. Sebab nelayan Pantai Pandansimo
juga melakukan tradisi tersebut. Kegiatan tersebut dilakukan secara besar-besaran
dengan menghabiskan biaya lebih dari lima juta rupiah. Nelayan Pandansimo
mengambil momen pada Bulan Syawal minggu pertama untuk melaksanakan
labuhan ini, selain bersamaan dengan Hari Raya, kegiatan tersebut dimaksudkan
untuk meramaikan obyek wisata Pantai Pandansimo yang ramai dikunjungi
wisatawan. Labuhan tersebut bersifat turun-temurun. Ketua panitia, Adi Wardoyo
yang juga kadus Ngentak Desa Poncosari berharap labuhan tersebut membawa
berkah. Setidaknya di masa mendatang nelayan Pandansimo yang tergabung
dalam Wadah ”Pandanmino” bisa lebih banyak mendapatkan ikan. Sebelum
labuhan dimulai, masyarakat dihibur dengan musik campur sari ”Laras Gumyak”
yang sebagian besar pemainnya juga para nelayan pantai tersebut.24
G. Metode Penelitian
Menurut Nugroho Notosusanto, metode penelitian sejarah adalah prinsipprinsip atau aturan yang sistematis, yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan
secara efektif di dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan bagi
23
“Besar Potensi Perikanan Laut di Bantul”, Kedaulatan Rakyat, Rabu Legi 28 Agustus
24
“Labuhan di Pandansimo Bantul”, Kedaulatan Rakyat, Rabu Wage 3 Januari 2001.
2002.
18
penulisan sejarah, menilai secara kritis, dan kemudian menyajikan suatu sintesa
dari pada hasil-hasilnya dalam bentuk tertulis.25
Suatu penelitian ilmiah didukung dengan metode yang matang. Peranan
sebuah metode dalam suatu penelitian ilmiah sangat penting, karena berhasil
tidaknya yang hendak dicapai tergantung dari metode yang digunakan. Suatu
metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaian objek yang diteliti.
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil dalam kegiatan penelitian ini adalah daerah
sekitar Pantai Kuwaru dan Pantai Pandansimo di Desa Poncosari Kecamatan
Srandakan Kabupaten Bantul Yogyakarta, yang lokasi kedua pantai tersebut
sangat berdekatan, yaitu berjarak 2 km.
2. Teknik Pengumpulan Data
Langkah kerja dalam penelitian didasarkan pada metode sejarah yang
terbagi dalam 4 kegiatan yaitu, heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.26
a. Wawancara
Wawancara yakni percakapan seseorang dengan orang lain dengan tujuan
mendapatkan keterangan. Hal ini merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
penting dalam penelitian survey, di samping teknik utama observasi. Kekosongan
data yang tidak dapat dicatat dari data observasi dapat diisi oleh data yang
diperoleh dari wawancara. Dengan menggunakan metode wawancara peneliti
25
Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah (terj) Louis Gottschalk,1969, Under Standing
History: A Primer Of Historical Methode, Jakarta: UI Press, halaman 32.
26
Ibid, halaman 34.
19
dapat berkomunikasi langsung dengan informan untuk mendapatkan keterangan
yang terkait dengan konteks studi. Wawancara tersebut dimaksudkan untuk
memperoleh data dan informasi dari individu-individu yang akan dijadiakan
informan. Dalam hal ini diperlukan informan yang mengetahui tentang keadaan
Desa Poncosari sehingga dapat memberi informasi kepada penulis untuk
melengkapi informasi yang kurang jelas dari suatu dokumen dan sekaligus
sebagai alat penguji kebenaran dan keabsahan dari data.
Mengumpulkan data mengenai sikap dan kelakuan, pengalaman, cita-cita dan
harapan manusia seperti dikemukakan koresponden atas pertanyaan peneliti
pewawancara adalah dasar teknik wawancara. 27
Adapun informan dalam penelitian ini diambil dari tokoh masyarakat dan
pemerintahan seperti Lurah Desa Poncosari, ketua nelayan dan pengurus nelayan.
Di samping informan yang tersebut di atas penulis juga wawancara dengan para
nelayan baik nelayan juragan atau nelayan pemilik perahu maupun nelayan buru
serta nelayan buruh. Nelayan juragan adalah orang yang mempunyai perahu untuk
dioperasikan oleh nelayan buru dengan upah bagi hasil, nelayan buru adalah anak
buah kapal yang mengoperasikan perahu milik juragan, sedangkan nelayan buruh
atau nelayan dorong adalah nelayan yang bertugas mendorong perahu turun kelaut
atau naik kedaratan serta ikut mengangkut ikan hasil tangkapan.
b. Studi Dokumen
Penelitian ini mengambil sumber primer dan skunder. Dalam hal ini yang
termasuk sumber primer antara lain arsip dan dokumen yang tersimpan di
lembaga pemerintahan maupun instansi yang terkait dalam penelitian ini.
27
J. Fredenberght,1978, Metode dan Teknik Penelitian, Gramedia; Jakarta, halaman 88.
20
Dokumen yang dipakai berupa monografi Desa Poncosari, sedangkan sumber
skunder dapat berupa tulisan yang dimuat di majalah-majalah, surat kabar ataupun
buku-buku penunjang lain yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
c. Observasi
Selain teknik wawancara, peneliti juga menggunakan teknik observasi,
sebab dengan pengamatan secara langsung memungkinkan peneliti bisa melihat
dan mengamati perilaku serta kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan
yang sebenarnya.28 Sebagai metode ilmiah, observasi dapat diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki.
Adapun sasaran observasi dalam penelitian ini dilakukan terutama pada saat
nelayan mulai beraktifitas.
H. Teknik Analisis Data
Keberhasilan suatu penelitian sangat ditentukan oleh tajam tidaknya dalam
menganalisis data yang ada. Tahap tersebut merupakan salah satu kegiatan yang
penting dan menentukan. Tujuan dari analisis data adalah menyederhanakan data
dalam bentuk yang mudah dibaca, dipahami dan diinterpretasikan.29
Data yang terkumpul baik dari wawancara, observasi, studi dokumen
maupun studi pustaka, kemudian dilakukan proses kritik. Proses selanjutnya data
tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga menghasilkan analisa yang tajam.
Selain itu juga penting untuk mencari hubungan sebab akibat dari suatu fenomena.
28
Sartono Kartodirdjo,1993, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Pendekatan Metodologi
Sejarah, Jakarta: Gramedia, halaman 3.
29
Masri Singarimbun & S. Effendi, 1989, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES,
halaman 229.
21
Data yang telah terkumpul kemudian disusun dan disajikan dalam bentuk
tulisan yang bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan suatu keadaan berdasarkan
fakta-fakta yang telah tersedia. Dengan demikian dari analisa ini diharapkan
mungkin suatu bentuk tulisan yang bersifat deskriptif analitis.
I. Sistematika Penulisan
Penyajian tulisan hasil penelitian ini disusun secara sistematis ke dalam
bab demi bab yang menunjukan saling keterkaitan sebab akibat dan urutan secara
kronologis. Pada setiap bab akan disusun menjadi sub bab-sub bab untuk
memerinci aspek-aspek yang perlu dibedakan atau dikelompokkan dengan uraian
penjelasan lainnya.
Bab I merupakan bab pendahuluan yang di dalamnya berisi tentang latar
belakang masalah; batasan masalah, rumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat
penelitian; ruang lingkup penelitian; metode penelitian; tinjauan pustaka dan
sistematika penulisan.
Bab II akan diuraikan secara sekilas mengenai keadaan dan kondisi daerah
penelitian, keterangan-keterangan yang perlu disajikan dalam bab ini meliputi
kondisi geografis; keadaan demografi; kondisi sosial budaya; dan kehidupan
religius.
Bab III diuraikan mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan
yang di dalamnya meliputi sarana penangkapan ikan dan pertumbuhan nelayan;
peranan nelayan juragan dalam penangkapan ikan; pola kerja dan musim
penangkapan ikan.
22
Bab IV penulis akan memberikan uraian tentang hubungan kerja antara
juragan, pedagang, nelayan dan pemerintah; serta teknologi yang masuk ke desa
Poncosari; dampak teknologi perikanan terhadap kehidupan nelayan yang
mencakup mengenai pemasaran ikan dan pengolahan ikan dalam rumah tangga;
serta mengenai dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga
nelayan.
Bab V adalah bab penutup yang berisi kesimpulan dari uraian-uraian pada
bab-bab yang terdahulu.
Download