Peran Pendidikan dalam Menghadapi MEA Oleh: Dr. Senny

advertisement
Peran Pendidikan dalam Menghadapi MEA
Oleh: Dr. Senny Suzanna Alwasilah, M.Pd.
Dekan Fakutas Ilmu Seni dan Sastra
Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di akhir tahun 2015, membutuhkan
kesiapan-kesiapan khusus di semua sektor terutama pendidikan yang menjadi core pembangunan
Sumber Daya Manusia. SDM di Indonesia harus siap bersaing dengan bangsa lain yang siap
menerobos setiap lini pasar di Indonesia.
Indonesia yang tercatat sebagai pembayar UMR tinggi melebihi Vietnam dengan neraca
perdagangan di peringkat ke 34 jauh di atas Filipina, Vietnam, kamboja, dan Myanmar akan
dibanjiri pekerja-pekerja dari negara lain yang tergiur untuk mencari peluang kerja di indonesia.
Otomatis, peluang dan porsi kerja untuk rakyat Indonesia akan berkurang.
Ekses atas diberlakukannya MEA sebagai agenda neoliberalisme perdagangan bebas
dalam dunia pendidikan adalah menjamurnya lembaga pendidikan asing yang kualitasnya sudah
dipastikan akan jauh lebih baik dengan standar pendidikan yang kita punyai dan sudah barang
tentu akan lebih diminati oleh masyarakat kelas atas. Orang akan berbondong-bondong
memasukkan anaknya ke sekolah berstandar internasional dengan harapan outputnya akan lebih
unggul dibandingkan dengan standar lokal.
MEA adalah kebijakan pemerintah yang dicanangkan dilaksanakan akhir tahun 2015.
Pada saat yang bersamaan pemerintah harus memproteksi lulusan dalam negeri agar tidak kalah
bersaing dengan lulusan negara lain yang melakukan ekspansi kerja ke negara ini. Tentu
pemerintah tidak ingin rakyatnya menjadi tamu di negaranya sendiri. Maka dari itu, pemerintah
harus mematangkan persiapan pendidikan dengan kualitas lulusan yang siap bersaing.
1
Tunas-tunas bangsa yang masuk usia sekolah dasar adalah mereka yang secara intangible
tidak memiliki kesiapan utuk belajar. Secara kognitif mereka lemah karena kurang mendapat
rangsangan dari lingkungannya. Secara afektif mereka kurang dibekali motivasi belajar dan
sikap-sikap belajar yang mendukung proses belajar di sekolah (Supriadi: 2004). Masyarakat pada
umumnya tidak begitu peka terhadap pendidikan prasekolah sehingga dapat dibayangkan
bagaimana kualitas lulusan sekolah dasar yang harus bersaing di pasar internasional.
Maka dari itu, iptek seyogianya diperkenalkan sejak dini. Pengetahuan mengenai sains
sudah harus diajarkan sejak SD hingga perguruan tinggi. Sumber daya manusia yang menguasai
iptek harus ditingkatkan secara menyeluruh dan mendasar. Pendidikan yang holistik untuk
seluruh masyarakat Indonesia harus menjadi perhatian yang serius dari pemerintah. Bayangkan,
tenaga kerja lulusan SD mendominasi hampir setengah dari tenaga kerja yang ada di Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (2013) postur tenaga kerja Indonesia adalah pekerja
lulusan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 52 juta orang (46,93%), pekerja lulusan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) 20,5 juta orang (18,5%), pekerja lulusan Sekolah Menengah Atas
(SMA) 17,84 juta orang (16,1%), pekerja lulusan universitas (S1) 7,57 juta orang (6,83%) dan
lulusan diploma sejumlah 2,92 juta orang (2,63%).
Manakala dibandingkan dengan Department of Statistics Malaysia (2012) yang jumlah
tenaga kerjanya adalah 13,12 juta orang dan 7,32 juta orang (55,79%) adalah lulusan sekolah
menengah, sementara 3,19 juta orang (24,37%) adalah lulusan universitas dan diploma, maka
perbandingannya akan sangat mencengangkan. Bisa kita lihat bahwa tenaga kerja di malaysia
sudah tidak ada lagi yang berpendidikan SD yang nota bene adalah low skill labour.
Kendala atas keterbatasannya masyarakat Indonesia menembus pendidikan tinggi adalah
karena mahalnya biaya pendidikan di negeri ini. Rakyat Indonesia masih memikirkan urusan
2
perut ketimbang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah. Pemerintah Indonesia belum bisa
menjamin pendidikan gratis dari SD sampai perguruan tinggi seperti halnya Finlandia yang
menggratiskan pendidikan di seluruh jenjang dan Tiongkok yang mengirimkan 157.588 orang
untuk belajar di Amerika di kurun waktu 2010 hingga 2011. Negara-negara itu adalah contoh
dari sekian negara yang memiliki tingkat keseriusan tinggi untuk menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas.
Tenaga kerja yang memiliki kualifikasi pendidikan tinggi akan menjadikan Indonesia
tuan rumah di negeri sendiri. MEA sudah di depan mata. Siap atau tidak, kita sudah tidak bisa
mengelak lagi. Yang harus kita lakukan sekarang adalah melakukan perbaikan, khususnya pada
sektor pendidikan sebagai garda utama yang membentengi liberalisasi pasar dunia yang akan
menyerbu Indonesia.
Orientasi pengembangan sumber daya manusia harus diarahkan pada peningkatan
kualitas tenaga kerja yang semula lulusan SD menjadi minimal SMP. Reformasi pendidikan
yang mendukung penyelenggraan sekolah gratis dari SD sampai PT harus segera diantisipasi
pemberlakuannya. Hal ini perlu didukung oleh hal-hal yang bersifat prinsip yakni pengangkatan
dosen yang berkualitas, pembukaan program unggulan, dan penyelenggaraan kelas-kelas
internasional (Alwasilah: 2008).
Lembaga penyelenggaraan pendidikan tinggi sudah waktunya menghasilkan lulusan
berkualitas Internasional dengan berbagai keterampilan. Alwasilah (2014) mengatakan bahwa:
By international standard, quality tertiary education is measurable. Developing quality higher
education should never be perceived as developing few out of hundred universities. Higher
education should be made accesible for all citizens. And this is possible only when universities
receive equal attention from the goverment.
3
Lembaga pendidikan tinggi sudah seyogianya mendesain ulang kurikulum dan fasilitasfasilitas lain yang memenuhi standar internasional. pendidikan tinggi juga dituntut dapat
mengembangkan kerja sama dengan institusi atau dengan pengembangan unit kegiatan
mahasiswa (UKM).
UKM pada dasarnya bukanlah sekedar pelengkap program akademik tapi merupakan proses
pendidikan yang efektif untuk merealisasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi. UKM adalah school
of life untuk memperoleh kompetensi dalam menghayati dan menghadapi kehidupan nyata.
Lewat UKM mahasiswa mendapatkan seperangkat kompetensi atau soft skill seperti
kepemimpinan, kerja sama, komunikasi dialogis, dan kecerdasan sosial yang secara empirik akan
berkontribusi bagi kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru dan siap bersaing di tengah
masyarakat (Alwasilah: 2008).
Pendidikan memiliki peran penting dalam mendukung mempersiapkan masyarakat kita
menghadapi integrasi regional. Masyarakat Indonesia jangan-jangan belum siap menghadapi
MEA karena tenaga kerja terlatih belum melampaui tenaga kerja terdidik. Tenaga kerja terlatih
jauh lebih baik dibandingkan dengan hanya terdidik karena tenaga kerja terlatih akan siap
berkompetisi dengan tenaga kerja asing yang sudah lebih terampil dan terlatih. Indonesia harus
menyelenggarakan pendidikan berbasis keterampilan yang akan menjadikan Indonesia man of
the match di antara para pesaing dari luar negeri.***
Daftar Pustaka
4
Alwasilah, Chaedar. 2014. Islam, Culture, and Education: Essays on Contemporay Indonesia.
Bandung: Rosda Karya.
Alwasilah, Chaedar . 2008. Pokoknya BHMN: Ayat-ayat Pendidikan Tinggi. Bandung: Lubuk
Agung.
Badan Pusat Statistik. 2013.
Supriadi, Dedi. 2004. Membangun Bangsa Melalui Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
5
Download