STIKES NGUDI WALUYO SKRIPSI HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYONG I KABUPATEN JEPARA TAHUN 2013 Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan Oleh : ANITA PRAMESWATI NIM : 010801011 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2013 HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYONG I KABUPATEN JEPARA TAHUN 2013 Anita Prameswati 1) Rosalina., S.Kp., M.Kes 2) Sukarno., S.Kep., Ns 3) 1. Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo 2. Dosen Pembimbing I PSIK STIKES Ngudi Waluyo 3. Dosen Pembimbing II PSIK STIKES Ngudi Waluyo Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Program Studi Ilmu Keperawatan Skripsi, Agustus 2013 Anita Prameswati ABSTRAK Hubungan Pemberian ASI Dengan Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran Penafasan Akut (ISPA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara (Ixviii + 68 halaman + 6 Tabel + 3 Gambar + 11 lampiran) Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian bayi dan balita di negara berkembang termasuk Indonesia. Pada usia 0-6 bulan ASI sudah cukup memberi kekebalan bayi terhadap penyakit. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I, Kabupaten Jepara. Metode yang digunakan adalah desain deskriptif korelasi dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia >6-7 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara yaitu sebanyak 72 orang, dengan sampel penelitian sebanyak 42 orang dengan metode pengambilan sampel adalah probability sampling berupa simple random sampling. Data diolah dengan statistik Uji Chi Square dengan derajat signifikasi 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: sebagian besar status pemberian ASI Eksklusif yaitu sebanyak 26 responden (61,9%). Sebagian besar bayi dengan frekuensi kejadian ISPA dalam kategori jarang yaitu sebanyak 31 responden (73,8%). Ada hubungan pemberian ASI dengan frekuensi kejadian ISPA (p value = 0,026 < α (0,05)). Kepada masyarakat hendaknya meningkatkan kesadaran dalam pemberian ASI Eksklusif untuk mencegah terjadinya atau kekambuhan ISPA pada bayi. Kata kunci Kepustakaan : ISPA, ASI eksklusif : 51 Literatur ( 2001-2012 ) Ngudi Waluyo School of Health Ungaran Nursing Science Study Program Final Assignment, August 2013 Anita Prameswati ABSTRACT The Relation between Breastfeeding with Acute Respiratory Infection ( ARI ) in the Working Area of Mayong I Public Health Center, Jepara (Ixviii + 68 pages + 6 tables + 3 images + 11 appendices) Acute Respiratory Infection ( ARI) is a major cause of illness and death in baby and child, in developing countries , including Indonesia . The research’s objective is to determine the relations between exclusive breastfeeding with Acute Respiratory Infection (ARI) in the Working Area of Mayong I Public Health Center, Jepara. The method used descriptive correlation design with cross-sectional approach . The population in this study was the mothers having more than 6-7 months old babies in the Working Area as many as 72 people , with the samples of 42 persons using sampling method of probability sampling of simple random sampling. The data were processed by the Chi Square statistic with significance level of 0.05 . The results of the research show that : p value of 0.026 , the value p < α (0.05) meaning that there is a relation between exclusive breastfeeding with Acute Respiratory Infection ( ARI ) in the Working Area of Mayong I Public Health Center, Jepara. To the community should raise awareness in exclusive breastfeeding to prevent the occurrence or recurrence of respiratory infection in infants. Keywords : ARI , exclusive breastfeeding Bibliographies : 51 Literatures ( 2001-2012 ) LATAR BELAKANG ISPA dapat dibagi menjadi dua yaitu Infeksi Saluran Nafas Bagian Atas dan Infeksi Saluran Nafas Bagian Bawah. Infeksi saluran pernafasan bagian atas sering terjadi pada anak-anak, walaupun demikian, infeksi saluran pernafasan bagian bawah memerlukan perhatian yang lebih besar oleh karena Case Fatality Rate nya tinggi dan pneumonia merupakan infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang mempunyai andil besar dalam morbiditas maupun mortalitas di negara berkembang. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, pemberian ASI, status gizi, berat badan lahir rendah, status imunisasi, dan pemberian makanan yang terlalu dini. Sedangkan faktor risiko ekstrinsik meliputi umur ibu, pengetahuan ibu, faktor pedidikan ibu, kepadatan hunian, kondisi fisik rumah, ventilasi rumah, sosial ekonomi, dan pekerjaan (Depkes RI, 2005). Di Indonesia, meningkatnya angka kesakitan dan kematian bayi disebabkan karena ketidaktahuan dan ketidakpahaman masyarakat khususnya ibu-ibu tentang pentingnya pemberian ASI. Penggunaan ASI di Indonesia masih perlu ditingkatkan dan dilestarikan. Dalam “pelestarian penggunaan ASI” yang terutama perlu ditingkatkan adalah pemberian ASI eksklusif, yaitu pemberian ASI segera (kurang lebih 30 menit setelah bayi dilahirkan) sampai bayi berumur 4 bulan dan memberikan kolostrum (cairan kuning dan kental pertama yang mendahului ASI) pada bayi (Depkes RI, 2004). ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain. Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sampai enam bulan pertama kehidupan bayi (Depkes RI, 2005). ASI eksklusif lebih tepat disebut pemberian ASI secara eksklusif, artinya hanya memberi ASI pada bayi (tidak mendapat tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, juga tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi ataupun tim) (Makay et al, 2009). Air susu ibu merupakan makanan utama bagi bayi yang sangat dibutuhkan olehnya. Tidak ada makanan lainnya yang mampu menyaingi kandungan gizinya. Air susu ibu mengandung protein, lemak, gula, dan kalsium dengan kadar yang tepat. Dalam air susu ibu juga terdapat zat-zat yang disebut antibodi, yang dapat melindungi bayi dari serangan penyakit selama ibu menyusuinya, dan beberapa waktu sesudah itu. Bayi yang senantiasa mengkonsumsi air susu ibu jarang mengalami salesma dan infeksi saluran pernafasan bagian atas pada tahun pertama kelahiran, jika dibandingkan dengan bayi yang tidak mengkonsumsinya. Pertumbuhan dan perkembangan bayi pun berlangsung dengan baik berkat air susu ibu. Selain itu, air susu ibu juga bisa membantu perkembangan tulang rahang dan otot-otot pengunyah (Prasetyono, 2012). Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI memberikan semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan oleh bayi selama 6 bulan pertama setelah kelahirannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya, seperti diare dan radang paruparu serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran (Prasetyono, 2012). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) 2010, pemberian ASI pada bayi di bawah 6 bulan belum memuaskan. Pemberian ASI pada umur 0-1 bulan 45,4%, 2-3 bulan 38,3%, dan 4-5 bulan 31%. Secara keseluruhan cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia tahun 2010 hanya 20% jauh dari target yang ditetapkan yaitu 80%. Dari hasil Riskesda, jenis makanan yang paling banyak diberikan ialah susu formula 71,3% (Riskesda, 2010). Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, ditemukan berbagai alasan ibu-ibu menghentikan pemberian ASI eksklusif pada bayinya diantaranya produksi ASI kurang (32%), ibu bekerja (16%), ingin dianggap modern (4%), masalah pada putting susu (28%), dan pengaruh iklan susu formula (16%) (Depkes RI, 2005). Menurut hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 20062007, data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan hanya mencakup 67 persen dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yaitu 54% pada bayi usia 2-3 bulan dan 19 persen pada bayi usia 7-9 bulan dan yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan (Setiawirawan, 2009). Penelitian menunjukkan bahwa ASI memberikan kekebalan maksimal dan paling baik tidak hanya tahun-tahun awal kehidupan seorang. Bahkan, sepanjang masa kanak-kanak dan masa dewasa. Ajakan kembali ke ASI juga memiliki banyak manfaat yang dapat menunjang kesehatan TUJUAN Tujuan umum : Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI dengan frekuensi kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui gambaran pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara. bayi. Manfaat tersebut antara lain terbukti bahwa pemberian ASI menurunkan resiko berbagai penyakit, salah satunya adalah ISPA (Housniati, 2007). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Mayong I pada bulan November 2012 didapatkan data pada bayi yang mengalami ISPA sebanyak 148 bayi. Dari hasil wawancara dengan perawat Puskesmas Mayong I, 96 bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif dan 52 bayi mendapatkan ASI eksklusif. Dari hasil wawancara dengan 9 ibu yang mempunyai bayi usia 0-12 bulan, diantaranya 6 ibu bayi mengatakan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya dan bayi sudah diberikan makanan pendamping ASI, bayi mengalami ISPA 3 X dalam satu bulan terakhir dikarenakan kondisi para ibu yang bekerja, sedangkan 3 ibu bayi mengatakan hanya memberikan ASI eksklusif tanpa tambahan makanan pendamping ASI, bayinya mengalami ISPA 1 X dalam satu bulan terakhir. Dapat dikatakan bahwa bayi yang diberikan ASI eksklusif cenderung lebih sedikit menderita ISPA dari pada bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif risiko terjadinya ISPA lebih tinggi dan sering. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang adakah hubungan pemberian ASI eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara. b. c. Untuk mengetahui frekuensi kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara. Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI dengan frekuensi kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara. METODELOGI Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi. Deskriptif korelasi adalah hubungan antar variabel. Penelitian deskriptif korelasi bertujuan mengungkap hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan dan menguji berdasarkan teori yang sudah ada. Hubungan korelasi mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel, mempengaruhi variabel yang lain (Nursalam, 2003). Sedangkan metode yang digunakan adalah metode pendekatan Cross Sectional, yaitu suatu metode pengambilan data yang dilakukan pada satu waktu yang sama dengan subyek yang berbeda. Metode ini bertujuan agar diperoleh data yang lengkap dalam waktu yang relatif cepat (Arikunto, 2006). Populasi penelitian, Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia >6-7 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara yaitu sebanyak 72 ibu bayi pada bulan Juni 2013. Kriteria sampel, Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling berupa simple random sampling dimana teknik ini dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2005). Sampel dalam penelitian sebanyak 42 responden. Penelitian ini dihitung dengan rumus sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005) n= N 1+ N (d²) Keterangan : N = Besar populasi n = Besar sampel d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan n= 72 1+ 72 ( 0,1) ² = 41,860465 = 42 Adapun kriteria untuk menentukan layak tidaknya sampel sesuai dengan tujuan penelitian yaitu sebagai berikut : Kriteria inklusi (Kriteria yang layak diteliti) : 1. Ibu yang mempunyai bayi usia >6-7 bulan 2. Bersedia menjadi responden penelitian 3. Ibu bayi yang mampu membaca dan menulis Kriteria eksklusi (Kriteria yang tidak layak diteliti) : Ibu yang mempunyai bayi/balita sakit berat ANALISA DATA pada penelitian ini menggunakan analisia univariat Pada tahap ini dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian disajikan dengan cara mendeskripsikan semua variabel sebagai bahan informasi dengan menggunakan tabel distribusi dan presentasi dari variabel. Menurut Notoatmodjo (2005), meliputi pemberian ASI eksklusif dan frekuensi kejadian ISPA pada bayi usia >67 bulan (Notoatmodjo, 2005), dan Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas pemberian ASI eksklusif, dengan variabel terikat frekuensi kejadian ISPA pada bayi usia >67 bulan dengan menggunakan uji statistic chi-square melalui program SPSS for windows. Rumus untuk menghitung chisquare adalah sebagai berikut: X2 = ( fo – fh) fh Keterangan : X2 : Chi Square fo : Frekuensi hasil pengamatan fh : Frekuensi yang di harapkan Berdasarkan uji statistik tersebut dapat disimpulkan apabila variabel bebas (pemberian ASI eksklusif) ada hubungan secara statistik dengan variabel terikat (frekuensi kejadian ISPA), apabila taraf kesalahan 5% (p value = 0,05), dan hasil perhitungan menunjukkan X2 hitung > harga X2 tabel maka (menerima Ha), sebaliknya jika diperoleh harga X2 hitung < harga X2 tabel maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan (menerima Ho) (Sugiyono, 2005). HASIL 1. Pendidikan Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara, Tahun 2013 Pendidikan Jumlah Persentase (%) SD 4 9,5 SLTP 17 40,5 SLTA 21 50,0 Jumlah 42 100 Jumlah 42 100 Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden pada penelitian ini mempunyai tingkat pendidikan tamat SLTA sebanyak 21 orang (50,0%) dan tamat SLTP sebanyak 17 orang (40,5%), sedangkan tamat SD sebanyak 4 orang (9,5%). 2. Pekerjaan Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Pekerjaan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara, Tahun 2013 Jenis Jumlah Persentase Pekerjaan (%) Tidak 33 78,6 Bekerja 9 21,4 Bekerja Jumlah 42 100 Hasil penelitian menunjukkan mayoritas adalah responden pada penelitian ini tidak bekerja (ibu rumah tangga) yaitu sebanyak 33 orang (78,6%) dan yang bekerja sebanyak 9 orang (21,4%). 3. Pemberian ASI Eksklusif Distribusi frekuensi berdasarkan pemberian ASI pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara, Tahun 2013. Pemberian Eksklusif ASI Tidak ASI Jumlah ASI Jumlah 26 16 42 Persentase (%) 61,9 38,1 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 42 responden, mayoritas responden yang memberian ASI pada bayi dalam kategori ASI yaitu sebanyak 26 (61,9%) responden dan sebagian kecil dalam kategori Tidak ASI yaitu sebanyak 16 (38,1%) responden 4. Frekuensi Kejadiaan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Distribusi frekuensi berdasarkan frekuensi kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara, Tahun 2013. Frekuensi Persentase Kejadian Jumlah (%) ISPA Tidak 6 14,3 Pernah 31 73,8 Jarang 5 11,9 Sering Jumlah 42 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 42 responden, sebagian besar frekuensi kejadian ISPA pada responden dalam kategori jarang yaitu sebanyak 31 (73,8%) responden dan sebagian kecil dalam kategori sering yaitu sebanyak 5 (11,9%) responden, sedangkan dalam kategori tidak pernah yaitu sebanyak 6 (14,3%) responden 5. Analisis Hubungan Pemberian ASI dengan Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara, Tahun 2013. Frekuensi Kejadian ISPA To pPembe Tidak tal value rian ASI Jarang Sering Pernah Eksklusif f % f % f % f % ASI 14 53, 10 38, 2 7,7 26 10 Eksklusif 8 5 0 Tidak 2 12, 11 68, 3 18, 16 10 0,026 ASI 5 7 8 0 Eksklusif Jumlah 16 38, 21 50, 5 11, 42 10 1 0 9 0 X2 = 7,279 Berdasarkan tabulasi silang diatas diketahui bahwa dari 42 responden, sebanyak 26 responden yang ASI sebagian besar frekuensi kejadian ISPA masuk kategori tidak pernah yaitu sebanyak 14 (53,8%) responden dan sebagian kecil masuk kategori sering yaitu sebanyak 2 (7,7%) responden, dan kategori jarang 10 (38,5%) responden. Sedangkan 16 responden yang tidak ASI sebagian besar frekuensi kejadian ISPA masuk kategori tidak pernah yaitu sebanyak 2 (12,5%) responden dan kategori jarang sebanyak 11 (68,7%) responden dan sebagian kecil masuk dalam kategori sering yaitu sebanyak 3 (18,8%) responden. Hasil Coefficient Contingency juga didapatkan nilai p-value < nilai (0,026 < 0,05) yang berarti ada Hubungan Pemberian ASI dengan Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara Tahun 2013. PEMBAHASAN a. Pemberian ASI Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 42 responden sebagian besar pemberian ASI eksklusif sebanyak 26 (61,9%) responden. Hal ini dikarenakan ajakan atau penyuluhan yang diberikan oleh bidan/perawat dalam memberikan penyuluhan tentang manfaat ASI bagi kesehatan tubuh bayi sehingga kesadaran atau antusias ibu akan pentingnya pemberian ASI eksklusif tinggi. Selain itu kemungkinan ada ibu yang sebelum berangkat kerja ia memompa ASI nya dan menaruh dalam botol sehingga pada saat bekerja bayi masih bisa diberikan ASI eksklusif, sedangkan dari kalangan ibu-ibu ada sebagian dari mereka tidak memberikan ASI secara eksklusif karena alasan payudara mengeluarkan ASI yang sedikit sehingga apabila tidak ditambah dengan makanan lain takut bayinya masih lapar . Anggapan bahwa dengan ASI saja belum cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehingga apabila bayi mereka menangis menganggapnya bayinya lapar sehingga harus ditambah makanan selain ASI. Sedangkan sebagian kecil dalam kategori Tidak ASI Eksklusif sebanyak 16 (38,1%) responden, hal ini dikarenakan responden lebih menyukai memberikan susu formula dan makanan tambahan yang lain daripada memberikan ASI eksklusif sehingga lebih mudah dan simpel. Hal tersebut terlihat dari kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya ASI eksklusif bagi bayi serta masih banyak ibu yang beralasan karena sibuknya ibu dalam bekerja untuk membantu ekonomi keluarga sehingga tidak ada waktu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi, hal ini pasti sangat merugikan baik bagi bayi dan ibu itu sendiri, disamping orang tua lebih banyak mengeluarkan uang untuk membeli susu formula, bayi juga akan kehilangan aspek manfaat dari ASI. ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain. Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sampai enam bulan pertama kehidupan bayi (Depkes RI, 2005). Pemberian ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama 6 bulan yang diartikan bahwa bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa makanan atau minuman lain termasuk air putih (Matondang, dkk, 2008). b. Frekuensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 42 responden sebagian besar frekuensi kejadian ISPA pada responden dalam kategori jarang (frekuensi kejadian ISPA ≤3 kali) dalam satu bulan terakhir yaitu sebanyak 31 (73,8%) responden dan sebagian kecil dalam kategori sering (frekuensi kejadian ISPA ≥3 kali) dalam satu bulan terakhir yaitu sebanyak 5 (11,9%) responden, sedangkan dalam kategori tidak pernah (frekuensi kejadian ISPA 0 kali) dalam satu bulan terakhir yaitu sebanyak 6 (14,3%) responden. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 42 responden sebagian besar frekuensi kejadian ISPA dalam kategori jarang (frekuensi kejadian ISPA ≤3 kali) dalam satu bulan terakhir sebanyak 31 (73,8%) responden, hal ini dikarenakan ada faktor pemicu yang lain misalnya sistem pencahayaan yang kurang baik, lingkungan yang bersih, akan tetapi terkadang ibu bayi pada saat memasak bayi diajak kedapur sehingga dapat terpapar oleh asap dan juga kemungkinan status imunisasi yang tidak lengkap serta setatus gizi yang kurang baik. Hal ini pula juga didukung dengan status ekonomi dan status pendidikan yang masih rendah pada umumnya sehingga orang tua kurang memperhatikan kondisi kesehatan anaknya. Sedangkan frekuensi kejadian ISPA dalam kategori sering (frekuensi kejadian ISPA ≥3 kali) dalam satu bulan terakhir yaitu sebanyak 5 (11,9%) responden, kemungkinan hal ini dikarenakan ada faktor pemicu yang lain dalam terjadinya ISPA pada bayi misal kepadatan hunian, sistem pencahayaan yang kurang, pemberian makan terlalu dini, status imunisasi dan status gizi yang kurang. Sedangkan frekuensi kejadian ISPA dalam kategori tidak pernah (0 kali) dalam satu bulan terakhir sebanyak 6 (14,3%), hal ini dikarenakan kemungkinan sistem pertahanan tubuh bayi dalam melawan penyakit baik, serta didukung faktor yang lain misal lingkungan yang sehat dan bersih, ada pertukaran keluar masuknya udara, status gizi yang baik, dan pengetahuan ibu yang baik. Istilah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan, akut. Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) secara otomatis mencakup saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paruparu) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dimaksud dengan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. c. Hubungan Pemberian ASI dengan Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara Tahun 2013 Hasil Coefficient Contingency antara pemberian ASI eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA sebanyak 0,026 pada taraf kesalahan 0,05 maka harga X2tabel = 5,591. Ketentuan pengujian kalau harga X2hitung > X2tabel (7,279 > 5,591). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya bahwa ada Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara. Dapat dikatakan bahwa bayi yang senantiasa mengkonsumsi ASI kekebalan tubuhnya akan lebih baik dan tidak mudah terserang penyakit ISPA dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 42 responden, sebanyak 26 responden yang ASI Eksklusif, sebagian besar frekuensi kejadian ISPA masuk kategori tidak pernah yaitu sebanyak 14 (53,8%) hal ini dikarenakan ibu hanya memberikan ASI tanpa tambahan makanan dan minuman lain sehingga antibodi yang dimiliki oleh bayi sangatlah baik, sedangkan ibu yang memberikan ASI eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA masuk kategori jarang ≤3 kali dalam satu bulan terakhir ada 10 (38,5%) ini dikarenakan sistem pertahanan tubuh yang dimiliki oleh tubuh bayi baik. Akan tetapi ada faktor pemicu yang lain misal ventilasi kurang, status gizi dan pertahanan tubuh yang lemah. Sedangkan ibu yang memberikan ASI eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA masuk kategori sering ≥3 kali dalam satu bulan terakhir ada 2 (7,7%) ini dikarenakan kemampuan bayi dalam membentuk sistem pertahanan tubuhnya sendiri menjadi lambat sehingga akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh. Akan tetapi ada faktor pemicu yang lain misal ventilasi kurang, status gizi dan pertahanan tubuh yang lemah. Sedangkan 16 responden yang tidak ASI eksklusif sebagian besar frekuensi kejadian ISPA masuk kategori jarang ≤3 kali dalam satu bulan terakhir ada 11 (68,7%) responden hal ini dikarenakan bayi tidak diberikan ASI eksklusif tetapi status gizi yang dimiliki oleh bayi baik dalam memberikan pertahanan sistem imunitas tubuh dari berbagai penyakit salah satunya seperti ISPA. Sedangkan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA masuk kategori sering ≥3 kali dalam satu bulan terakhir ada 3 (18,8%) hal ini dikarenakan bayi tidak mendapatkan asupan gizi yang baik apalagi bayi tidak mendapat ASI eksklusif sampai usia enam bulan, sistem pertahanan tubuh bayi menjadi lemah sehingga bayi mudah terserang penyakit salah satunya yaitu ISPA. Sedangkan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA masuk kategori tidak pernah ada 2 (12,5%) hal ini dikarenakan daya tahan tubuh bayi itu sendiri bagus meskipun tidak diberikan ASI eksklusif sampai usia enam bulan dan mekanisme pertahanan tubuh bayi dalam melawan berbagai macam penyakit salah satunya yaitu ISPA tergolong baik. ASI eksklusif yang diberikan kepada bayi secara baik dan benar memberikan sistem imun atau antibodi pada tubuh bayi dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sehingga bayi tidak mudah terserang penyakit atau infeksi yang sering terjadi pada bayi yaitu salah satunya adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Bayi yang mendapat ASI Ekslusif lebih tahan terhadap ISPA (lebih jarang terserang ISPA), karena dalam ASI terdapat zat antibodi terhadap kuman penyebab ISPA. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elfia (2012) bahwa bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif ternyata akan lebih sehat dan jarang mengalami kejadian ISPA dan dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif. Dengan hasil uji statistic chi square didapatkan p value = 0,024, tingkat kekuatan hubungan sebesar 0,346. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian yang berjudul hubungan pemberian asi eksklusif dengan frekuensi kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara tahun 2013 sebagai berikut : 1. Sebagian besar pemberian ASI Eksklusif pada bayi dalam kategori ASI Eksklusif yaitu sebanyak (61,9%) responden. 2. Sebagian besar frekuensi kejadian ISPA pada responden dalam kategori jarang 3. jika frekuensi kejadian ISPA ≤3 kali yaitu sebanyak (73,8%) responden. Ada Hubungan Pemberian ASI dengan Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara. (p-value = 0,026 < α (0,05)). SARAN 1. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam menjalankan program kesehatan pada perawatan bayi/balita yang menderita ISPA dengan baik serta mampu memberikan penyuluhan terkait pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi. 2. Keluarga dan Masyarakat Agar lebih meningkatkan peran serta kesadaran dan partisipasinya dalam pemberian ASI Eksklusif untuk mencegah terjadinya ISPA dan mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan ISPA serta manfaat pemberian ASI. 3. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan, pengetahuan serta pengalaman nyata dalam pengamatan dan analisis tentang tingkat pengetahuan ISPA pada bayi/balita. 4. Bagi Peneliti Lain Perlu dilakukan penelitian serupa tentang ISPA dan faktor risiko lainnya termasuk lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Akerstro’m, S., Asplund, I., and Norman, M. 2007. Successful Breastfeeding A! er Discharge of Preterm and Sick Newborn Infants. Acta Pediatrica, 96: 1450–1454. Aziz, Alimul. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Anggraini dan Sutomo. 2010. Menu Sehat Alami untuk Batita dan Balita. Jakarta: Demedia. Anonim. 2002. ISPA dan Pneumonia. http://www. tempointeraktif.com. Diakses pada tanggal 26 Maret 2002. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik ( Edisi ke-5). Jakarta: Rineka Cipta. Depkes RI. 2001. Manajemen Laktasi. Jakarta : Departemen Kesehatan. Depkes RI. 2004. Profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM & PL). Jakarta. Depkes RI. 2004. Program Nasional Bagi Anak Indonesia Kelompok Kesehatan. http://www.lin.go.id. 5 Mei 2004. DepKes RI. 2005. Kebijakan Departemen Kesehatan Tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Pekerja Wanita, Departemen Kesehatan, Jakarta. DepKes RI. 2005. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Pada Balita. Jakarta. DepKes RI. 2005. Manajemen Laktasi. Jakarta: Departemen Kesehatan. DepKes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Pernapasan. Jakarta: Departemen Kesehatan. Depkes RI. 2006. Buku Kader Posyandu: Dalam Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Jakarta: Depkes RI. DepKes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Depkes RI. 2010. Perjalanan Menuju Indonesia Sehat 2015. Jakarta: Depkes RI. Direktorat Jenderal PP dan PL Subdit ISPA. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Kemenkes RI. Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara. 2011. Profil Kesehatan Kota Jepara. Dinkes Kabupaten Kota Semarang 2011. Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2011. Semarang. Dinkes Kabupaten Kota Semarang 2011. Ehlaye, M.S., Bener, A., and Abdulrahman, H.M. 2009. Protective E$ ect of Breastfeeding on Diarrhea Among Children in A Rapidly Growing Newly Developed Society. The Turkish Journal of Pediatrics, 51: 527-533. Elfia, Yunita. 2012. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dan ASI Non Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Ngresep Semarang. Abstrak. Fakultas Kedokteran UMS. Diunduh pada tanggal 02 Agustus 2013. Fatimah Syam, Tantry. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesakitan Pneumonia pada Balita Usia 0-59 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (Analisis Data Sekunder Survei Data Dasar HSS GTZ 2007). Depok: FKM UI. Hasan, Rusepno dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. FKUI, Jakarta. Hastuty, Sri. 2002. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi ISPA pada Ibu Balita. Jakarta. http/Depkes.go.id. Hendarto. 2009. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. Ikatan Dokter Anak Indonesia. http://www. idai.or.id/asi.as. Dikutip tgl 15 Mei 2010. Hendarto A. dan Pringgadini K. 2008. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. In : IDAI. Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, p: 46. Herman. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan Tahun 2002. (Tesis). Depok: FKM UI. Hetzner, N.M.P., Razza, R.A., Malone, L.M., and Gunn, J.B. 2009. Associations Among Feeding Behaviors During Infancy and Child Illness at Two Years, Matern Child Health J, 13: 795–805. IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). 2008. Bedah ASI. Jakarta. FKUI. Koch et all. 2003. Anak Pada Usia Muda Akan Lebih Sering Menderita ISPA Dari Pada Usia Yang Lebih Lanjut. http://www. Nurrijalispabio.blogspot.com. Rizanda, Machmud. 2006. Pneumonia Balita di Indonesia dan Peran Kabupaten dalam Menanggulanginya. Padang: Andalas University Press Makay, B. and Ünsal, E. 2009. Does Breast-Feeding Affect Severity of Familial Mediterranean Fever. Clin Rheumatol, 28:1389 –1393. Matondang C.S., Munatsir Z., Sumadiono. 2008. Aspek Imunologi Air Susu Ibu. In : Akib A.A.P., Munasir Z., Kurniati N (eds). Buku Ajar AlergiImunologi Anak, Edisi II. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, pp: 189-202. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Moehji S. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti, pp: 78-90. Munasir Z. dan Kurniati N. 2008. Air Susu Ibu dan Kekebalan Tubuh. In : IDAI. Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, pp: 69-79. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rieneka Cipta. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta Purwanti S. H. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta. http://drsuparyanto. blogspot.com/2010/07/konsep-asieksklusif.html (2 September 2009) Roesli U. 2005. Mengenal ASI Eksklusif, Trubus Agriwidya, Jakarta. Said Mardjanis. Sayang Si Buah Hati, Kenali Pneumonia. Universitaria(Vol.5 No.11). http://www. majalah-farmacia.com. Edisi Juni 2006. Sri, Purwanti Hubertin. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: EGC. Soekirman, 2006, Ilmu Gizi dan Aplikasinya, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Soetjiningsih. 2005. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. EGC, Jakarta. Sugiyono. 2005. Statistik Untuk Penelitia. Bandung : Alfabeta. Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian, Cetakan 10. Bandung : Alfabeta. Sumadiono. 2008. Imunologi Mukosa. In : Akib A.A.P., Munasir Z., Kurniati N. (eds). Buku Ajar AlergiImunologi Anak, Edisi II. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, p: 94. Sunar Prasetyono, Dwi. 2012. Buku Pintar ASI Eksklusif. Diva Press (Anggota IKAPI). Banguntapan Jogjakarta. Tang, L.F., Wang, T.L., Tang, H.F. and Chen, Z.M. 2008. Viral Pathogens of Acute Lower Respiratory Tract Infection in China. Indian Pediatrics, 45. WHO. 2002. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang, EGC, Jakarta.