3422

advertisement
STIKES NGUDI WALUYO
SKRIPSI
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYONG I
KABUPATEN JEPARA
TAHUN 2013
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana keperawatan
Oleh :
ANITA PRAMESWATI
NIM : 010801011
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2013
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYONG I
KABUPATEN JEPARA
TAHUN 2013
Anita Prameswati 1) Rosalina., S.Kp., M.Kes 2) Sukarno., S.Kep., Ns 3)
1. Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo
2. Dosen Pembimbing I PSIK STIKES Ngudi Waluyo
3. Dosen Pembimbing II PSIK STIKES Ngudi Waluyo
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo
Program Studi Ilmu Keperawatan
Skripsi, Agustus 2013
Anita Prameswati
ABSTRAK
Hubungan Pemberian ASI Dengan Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran Penafasan
Akut (ISPA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara
(Ixviii + 68 halaman + 6 Tabel + 3 Gambar + 11 lampiran)
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian bayi dan balita di negara berkembang termasuk
Indonesia. Pada usia 0-6 bulan ASI sudah cukup memberi kekebalan bayi
terhadap penyakit. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan
pemberian ASI eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA pada bayi di Wilayah
Kerja Puskesmas Mayong I, Kabupaten Jepara.
Metode yang digunakan adalah desain deskriptif korelasi dengan
pendekatan Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang
mempunyai bayi usia >6-7 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I
Kabupaten Jepara yaitu sebanyak 72 orang, dengan sampel penelitian sebanyak 42
orang dengan metode pengambilan sampel adalah probability sampling berupa
simple random sampling. Data diolah dengan statistik Uji Chi Square dengan
derajat signifikasi 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: sebagian besar status pemberian
ASI Eksklusif yaitu sebanyak 26 responden (61,9%). Sebagian besar bayi dengan
frekuensi kejadian ISPA dalam kategori jarang yaitu sebanyak 31 responden
(73,8%). Ada hubungan pemberian ASI dengan frekuensi kejadian ISPA (p value
= 0,026 < α (0,05)).
Kepada masyarakat hendaknya meningkatkan kesadaran dalam pemberian
ASI Eksklusif untuk mencegah terjadinya atau kekambuhan ISPA pada bayi.
Kata kunci
Kepustakaan
: ISPA, ASI eksklusif
: 51 Literatur ( 2001-2012 )
Ngudi Waluyo School of Health Ungaran
Nursing Science Study Program
Final Assignment, August 2013
Anita Prameswati
ABSTRACT
The Relation between Breastfeeding with Acute Respiratory Infection ( ARI ) in
the Working Area of Mayong I Public Health Center, Jepara
(Ixviii + 68 pages + 6 tables + 3 images + 11 appendices)
Acute Respiratory Infection ( ARI) is a major cause of illness and death in
baby and child, in developing countries , including Indonesia . The research’s
objective is to determine the relations between exclusive breastfeeding with Acute
Respiratory Infection (ARI) in the Working Area of Mayong I Public Health
Center, Jepara.
The method used descriptive correlation design with cross-sectional
approach . The population in this study was the mothers having more than 6-7
months old babies in the Working Area as many as 72 people , with the samples
of 42 persons using sampling method of probability sampling of simple random
sampling. The data were processed by the Chi Square statistic with significance
level of 0.05 .
The results of the research show that : p value of 0.026 , the value p < α
(0.05) meaning that there is a relation between exclusive breastfeeding with Acute
Respiratory Infection ( ARI ) in the Working Area of Mayong I Public Health
Center, Jepara.
To the community should raise awareness in exclusive breastfeeding to
prevent the occurrence or recurrence of respiratory infection in infants.
Keywords : ARI , exclusive breastfeeding
Bibliographies : 51 Literatures ( 2001-2012 )
LATAR BELAKANG
ISPA dapat dibagi menjadi dua yaitu
Infeksi Saluran Nafas Bagian Atas dan
Infeksi Saluran Nafas Bagian Bawah.
Infeksi saluran pernafasan bagian atas sering
terjadi pada anak-anak, walaupun demikian,
infeksi saluran pernafasan bagian bawah
memerlukan perhatian yang lebih besar oleh
karena Case Fatality Rate nya tinggi dan
pneumonia merupakan infeksi saluran
pernafasan bagian bawah yang mempunyai
andil besar dalam morbiditas maupun
mortalitas di negara berkembang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya ISPA dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu faktor risiko instrinsik
meliputi umur, jenis kelamin, pemberian
ASI, status gizi, berat badan lahir rendah,
status imunisasi, dan pemberian makanan
yang terlalu dini. Sedangkan faktor risiko
ekstrinsik meliputi umur ibu, pengetahuan
ibu, faktor pedidikan ibu, kepadatan hunian,
kondisi fisik rumah, ventilasi rumah, sosial
ekonomi, dan pekerjaan (Depkes RI, 2005).
Di Indonesia, meningkatnya angka
kesakitan dan kematian bayi disebabkan
karena ketidaktahuan dan ketidakpahaman
masyarakat khususnya ibu-ibu tentang
pentingnya pemberian ASI. Penggunaan
ASI di Indonesia masih perlu ditingkatkan
dan dilestarikan. Dalam “pelestarian
penggunaan ASI” yang terutama perlu
ditingkatkan
adalah
pemberian
ASI
eksklusif, yaitu pemberian ASI segera
(kurang lebih 30 menit setelah bayi
dilahirkan) sampai bayi berumur 4 bulan dan
memberikan kolostrum (cairan kuning dan
kental pertama yang mendahului ASI) pada
bayi (Depkes RI, 2004).
ASI eksklusif adalah pemberian
hanya ASI saja tanpa makanan dan
minuman lain. Pemberian ASI eksklusif
dianjurkan sampai enam bulan pertama
kehidupan bayi (Depkes RI, 2005).
ASI eksklusif lebih tepat disebut
pemberian ASI secara eksklusif, artinya
hanya memberi ASI pada bayi (tidak
mendapat tambahan cairan lain, seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih, juga
tanpa tambahan makanan padat, seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur
nasi ataupun tim) (Makay et al, 2009). Air
susu ibu merupakan makanan utama bagi
bayi yang sangat dibutuhkan olehnya. Tidak
ada makanan lainnya yang mampu
menyaingi kandungan gizinya. Air susu ibu
mengandung protein, lemak, gula, dan
kalsium dengan kadar yang tepat. Dalam air
susu ibu juga terdapat zat-zat yang disebut
antibodi, yang dapat melindungi bayi dari
serangan penyakit selama ibu menyusuinya,
dan beberapa waktu sesudah itu. Bayi yang
senantiasa mengkonsumsi air susu ibu
jarang mengalami salesma dan infeksi
saluran pernafasan bagian atas pada tahun
pertama kelahiran, jika dibandingkan
dengan bayi yang tidak mengkonsumsinya.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi pun
berlangsung dengan baik berkat air susu ibu.
Selain itu, air susu ibu juga bisa membantu
perkembangan tulang rahang dan otot-otot
pengunyah (Prasetyono, 2012).
Pedoman
internasional
yang
menganjurkan pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama didasarkan pada
bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya
tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan
perkembangannya. ASI memberikan semua
energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan
oleh bayi selama 6 bulan pertama setelah
kelahirannya. Pemberian ASI eksklusif
dapat mengurangi tingkat kematian bayi
yang dikarenakan berbagai penyakit yang
menimpanya, seperti diare dan radang paruparu serta mempercepat pemulihan bila sakit
dan membantu menjarangkan kelahiran
(Prasetyono, 2012).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesda) 2010, pemberian ASI
pada bayi di bawah 6 bulan belum
memuaskan. Pemberian ASI pada umur 0-1
bulan 45,4%, 2-3 bulan 38,3%, dan 4-5
bulan 31%. Secara keseluruhan cakupan
pemberian ASI eksklusif di Indonesia tahun
2010 hanya 20% jauh dari target yang
ditetapkan yaitu 80%. Dari hasil Riskesda,
jenis makanan yang paling banyak diberikan
ialah susu formula 71,3% (Riskesda, 2010).
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004,
ditemukan
berbagai
alasan
ibu-ibu
menghentikan pemberian ASI eksklusif pada
bayinya diantaranya produksi ASI kurang
(32%), ibu bekerja (16%), ingin dianggap
modern (4%), masalah pada putting susu
(28%), dan pengaruh iklan susu formula
(16%) (Depkes RI, 2005).
Menurut hasil Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 20062007, data jumlah pemberian ASI eksklusif
pada bayi di bawah usia dua bulan hanya
mencakup 67 persen dari total bayi yang
ada. Persentase tersebut menurun seiring
dengan bertambahnya usia bayi, yaitu 54%
pada bayi usia 2-3 bulan dan 19 persen pada
bayi usia 7-9 bulan dan yang lebih
memprihatinkan, 13% bayi di bawah dua
bulan telah diberi susu formula dan satu dari
tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi
makanan tambahan (Setiawirawan, 2009).
Penelitian menunjukkan bahwa ASI
memberikan kekebalan maksimal dan paling
baik tidak hanya tahun-tahun awal
kehidupan seorang. Bahkan, sepanjang masa
kanak-kanak dan masa dewasa. Ajakan
kembali ke ASI juga memiliki banyak
manfaat yang dapat menunjang kesehatan
TUJUAN
Tujuan umum : Untuk mengetahui
hubungan pemberian ASI dengan frekuensi
kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara.
Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pemberian
ASI di wilayah kerja Puskesmas
Mayong I Kabupaten Jepara.
bayi. Manfaat tersebut antara lain terbukti
bahwa pemberian ASI menurunkan resiko
berbagai penyakit, salah satunya adalah
ISPA (Housniati, 2007).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan
di Puskesmas Mayong I pada bulan
November 2012 didapatkan data pada bayi
yang mengalami ISPA sebanyak 148 bayi.
Dari hasil wawancara dengan perawat
Puskesmas Mayong I, 96 bayi tidak
mendapatkan ASI eksklusif dan 52 bayi
mendapatkan ASI eksklusif. Dari hasil
wawancara dengan 9 ibu yang mempunyai
bayi usia 0-12 bulan, diantaranya 6 ibu bayi
mengatakan
tidak
memberikan
ASI
eksklusif pada bayinya dan bayi sudah
diberikan makanan pendamping ASI, bayi
mengalami ISPA 3 X dalam satu bulan
terakhir dikarenakan kondisi para ibu yang
bekerja, sedangkan 3 ibu bayi mengatakan
hanya memberikan ASI eksklusif tanpa
tambahan makanan pendamping ASI,
bayinya mengalami ISPA 1 X dalam satu
bulan terakhir. Dapat dikatakan bahwa bayi
yang diberikan ASI eksklusif cenderung
lebih sedikit menderita ISPA dari pada bayi
yang tidak diberikan ASI eksklusif risiko
terjadinya ISPA lebih tinggi dan sering.
Berdasarkan latar belakang diatas
maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
adakah hubungan pemberian ASI eksklusif
dengan frekuensi kejadian ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten
Jepara.
b.
c.
Untuk mengetahui frekuensi kejadian
ISPA di wilayah kerja Puskesmas
Mayong I Kabupaten Jepara.
Untuk mengetahui hubungan pemberian
ASI dengan frekuensi kejadian ISPA di
wilayah kerja Puskesmas Mayong I
Kabupaten Jepara.
METODELOGI
Penelitian ini menggunakan desain
deskriptif korelasi. Deskriptif korelasi
adalah hubungan antar variabel. Penelitian
deskriptif korelasi bertujuan mengungkap
hubungan antara variabel. Peneliti dapat
mencari, menjelaskan suatu hubungan,
memperkirakan dan menguji berdasarkan
teori yang sudah ada. Hubungan korelasi
mengacu pada kecenderungan bahwa variasi
suatu variabel, mempengaruhi variabel yang
lain (Nursalam, 2003). Sedangkan metode
yang digunakan adalah metode pendekatan
Cross Sectional, yaitu suatu metode
pengambilan data yang dilakukan pada satu
waktu yang sama dengan subyek yang
berbeda. Metode ini bertujuan agar
diperoleh data yang lengkap dalam waktu
yang relatif cepat (Arikunto, 2006).
Populasi penelitian, Populasi dalam
penelitian ini adalah ibu yang mempunyai
bayi usia >6-7 bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara
yaitu sebanyak 72 ibu bayi pada bulan Juni
2013.
Kriteria sampel, Teknik pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah probability sampling berupa simple
random sampling dimana teknik ini
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi itu
(Sugiyono, 2005). Sampel dalam penelitian
sebanyak 42 responden. Penelitian ini
dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Notoatmodjo, 2005)
n=
N
1+ N (d²)
Keterangan :
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang
diinginkan
n=
72
1+ 72 ( 0,1) ²
= 41,860465
= 42
Adapun kriteria untuk menentukan
layak tidaknya sampel sesuai dengan
tujuan penelitian yaitu sebagai berikut :
Kriteria inklusi (Kriteria yang layak
diteliti) :
1. Ibu yang mempunyai bayi usia >6-7
bulan
2. Bersedia menjadi responden penelitian
3. Ibu bayi yang mampu membaca dan
menulis
Kriteria eksklusi (Kriteria yang tidak
layak diteliti) :
Ibu yang mempunyai bayi/balita sakit
berat
ANALISA DATA
pada penelitian ini menggunakan
analisia univariat Pada tahap ini dilakukan
tiap variabel dari hasil penelitian disajikan
dengan cara mendeskripsikan semua
variabel sebagai bahan informasi dengan
menggunakan tabel distribusi dan presentasi
dari variabel. Menurut Notoatmodjo (2005),
meliputi pemberian ASI eksklusif dan
frekuensi kejadian ISPA pada bayi usia >67 bulan (Notoatmodjo, 2005), dan Analisis
Bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas pemberian
ASI eksklusif, dengan variabel terikat
frekuensi kejadian ISPA pada bayi usia >67 bulan dengan menggunakan uji statistic
chi-square melalui program SPSS for
windows. Rumus untuk menghitung chisquare adalah sebagai berikut:
X2 =  ( fo – fh)
fh
Keterangan :
X2 : Chi Square
fo : Frekuensi hasil pengamatan
fh : Frekuensi yang di harapkan
Berdasarkan uji statistik tersebut dapat
disimpulkan apabila variabel
bebas
(pemberian ASI eksklusif) ada hubungan
secara statistik dengan variabel terikat
(frekuensi kejadian ISPA), apabila taraf
kesalahan 5% (p value = 0,05), dan hasil
perhitungan menunjukkan X2 hitung > harga
X2 tabel maka (menerima Ha), sebaliknya
jika diperoleh harga X2 hitung < harga X2
tabel maka dapat disimpulkan tidak ada
hubungan (menerima Ho) (Sugiyono,
2005).
HASIL
1. Pendidikan
Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I
Kabupaten Jepara, Tahun 2013
Pendidikan Jumlah Persentase
(%)
SD
4
9,5
SLTP
17
40,5
SLTA
21
50,0
Jumlah
42
100
Jumlah
42
100
Hasil penelitian menunjukan
mayoritas responden pada penelitian
ini mempunyai tingkat pendidikan
tamat SLTA sebanyak 21 orang
(50,0%) dan tamat SLTP sebanyak
17 orang (40,5%), sedangkan tamat
SD sebanyak 4 orang (9,5%).
2. Pekerjaan
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis
Pekerjaan Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara,
Tahun 2013
Jenis
Jumlah
Persentase
Pekerjaan
(%)
Tidak
33
78,6
Bekerja
9
21,4
Bekerja
Jumlah
42
100
Hasil penelitian menunjukkan
mayoritas adalah responden pada
penelitian ini tidak bekerja (ibu rumah
tangga) yaitu sebanyak 33 orang
(78,6%) dan yang bekerja sebanyak 9
orang (21,4%).
3. Pemberian ASI Eksklusif
Distribusi
frekuensi
berdasarkan
pemberian ASI pada bayi di Wilayah
Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten
Jepara, Tahun 2013.
Pemberian
Eksklusif
ASI
Tidak ASI
Jumlah
ASI
Jumlah
26
16
42
Persentase
(%)
61,9
38,1
100
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 42 responden, mayoritas
responden yang memberian ASI pada
bayi dalam kategori ASI yaitu sebanyak
26 (61,9%) responden dan sebagian
kecil dalam kategori Tidak ASI yaitu
sebanyak 16 (38,1%) responden
4. Frekuensi Kejadiaan Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA)
Distribusi
frekuensi
berdasarkan
frekuensi kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah
Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten
Jepara, Tahun 2013.
Frekuensi
Persentase
Kejadian
Jumlah
(%)
ISPA
Tidak
6
14,3
Pernah
31
73,8
Jarang
5
11,9
Sering
Jumlah
42
100
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 42 responden, sebagian
besar frekuensi kejadian ISPA pada
responden dalam kategori jarang yaitu
sebanyak 31 (73,8%) responden dan
sebagian kecil dalam kategori sering
yaitu sebanyak 5 (11,9%) responden,
sedangkan dalam kategori tidak pernah
yaitu sebanyak 6 (14,3%) responden
5. Analisis Hubungan Pemberian ASI
dengan Frekuensi Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di
Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I
Kabupaten Jepara, Tahun 2013.
Frekuensi Kejadian ISPA
To pPembe
Tidak
tal value
rian ASI
Jarang
Sering
Pernah
Eksklusif
f
%
f
% f %
f
%
ASI
14 53, 10 38, 2 7,7 26 10
Eksklusif
8
5
0
Tidak
2
12, 11 68, 3 18, 16 10
0,026
ASI
5
7
8
0
Eksklusif
Jumlah
16 38, 21 50, 5 11, 42 10
1
0
9
0
X2 = 7,279
Berdasarkan tabulasi silang diatas
diketahui bahwa dari 42 responden,
sebanyak 26 responden yang ASI sebagian
besar frekuensi kejadian ISPA masuk
kategori tidak pernah yaitu sebanyak 14
(53,8%) responden dan sebagian kecil
masuk kategori sering yaitu sebanyak 2
(7,7%) responden, dan kategori jarang 10
(38,5%)
responden.
Sedangkan
16
responden yang tidak ASI sebagian besar
frekuensi kejadian ISPA masuk kategori
tidak pernah yaitu sebanyak 2 (12,5%)
responden dan kategori jarang sebanyak 11
(68,7%) responden dan sebagian kecil
masuk dalam kategori sering yaitu sebanyak
3 (18,8%) responden. Hasil Coefficient
Contingency juga didapatkan nilai p-value <
nilai  (0,026 < 0,05) yang berarti ada
Hubungan
Pemberian
ASI
dengan
Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja
Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara
Tahun 2013.
PEMBAHASAN
a. Pemberian ASI
Dari hasil penelitian diketahui
bahwa dari 42 responden sebagian
besar pemberian ASI eksklusif
sebanyak 26 (61,9%) responden. Hal
ini dikarenakan ajakan atau penyuluhan
yang diberikan oleh bidan/perawat
dalam memberikan penyuluhan tentang
manfaat ASI bagi kesehatan tubuh bayi
sehingga kesadaran atau antusias ibu
akan pentingnya pemberian ASI
eksklusif
tinggi.
Selain
itu
kemungkinan ada ibu yang sebelum
berangkat kerja ia memompa ASI nya
dan menaruh dalam botol sehingga
pada saat bekerja bayi masih bisa
diberikan ASI eksklusif, sedangkan dari
kalangan ibu-ibu ada sebagian dari
mereka tidak memberikan ASI secara
eksklusif karena alasan payudara
mengeluarkan ASI yang sedikit
sehingga apabila tidak ditambah dengan
makanan lain takut bayinya masih lapar
. Anggapan bahwa dengan ASI saja
belum
cukup
untuk
memenuhi
kebutuhannya sehingga apabila bayi
mereka menangis menganggapnya
bayinya lapar sehingga harus ditambah
makanan selain ASI.
Sedangkan sebagian kecil dalam
kategori Tidak ASI Eksklusif sebanyak
16 (38,1%) responden, hal ini
dikarenakan responden lebih menyukai
memberikan susu formula dan makanan
tambahan
yang
lain
daripada
memberikan ASI eksklusif sehingga
lebih mudah dan simpel. Hal tersebut
terlihat dari kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang pentingnya ASI
eksklusif bagi bayi serta masih banyak
ibu yang beralasan karena sibuknya ibu
dalam bekerja untuk membantu
ekonomi keluarga sehingga tidak ada
waktu untuk memberikan ASI eksklusif
pada bayi, hal ini pasti sangat
merugikan baik bagi bayi dan ibu itu
sendiri, disamping orang tua lebih
banyak mengeluarkan uang untuk
membeli susu formula, bayi juga akan
kehilangan aspek manfaat dari ASI.
ASI eksklusif adalah pemberian hanya
ASI saja tanpa makanan dan minuman
lain.
Pemberian
ASI
eksklusif
dianjurkan sampai enam bulan pertama
kehidupan bayi (Depkes RI, 2005).
Pemberian ASI yang dianjurkan adalah
ASI eksklusif selama 6 bulan yang
diartikan
bahwa
bayi
hanya
mendapatkan ASI saja tanpa makanan
atau minuman lain termasuk air putih
(Matondang, dkk, 2008).
b. Frekuensi
Infeksi
Saluran
Pernafasan Akut (ISPA)
Dari hasil penelitian diketahui
bahwa dari 42 responden sebagian
besar frekuensi kejadian ISPA pada
responden dalam kategori jarang
(frekuensi kejadian ISPA ≤3 kali)
dalam satu bulan terakhir yaitu
sebanyak 31 (73,8%) responden dan
sebagian kecil dalam kategori sering
(frekuensi kejadian ISPA ≥3 kali)
dalam satu bulan terakhir yaitu
sebanyak 5 (11,9%) responden,
sedangkan dalam kategori tidak pernah
(frekuensi kejadian ISPA 0 kali) dalam
satu bulan terakhir yaitu sebanyak 6
(14,3%) responden.
Dari hasil penelitian diketahui
bahwa dari 42 responden sebagian
besar frekuensi kejadian ISPA dalam
kategori jarang (frekuensi kejadian
ISPA ≤3 kali) dalam satu bulan terakhir
sebanyak 31 (73,8%) responden, hal ini
dikarenakan ada faktor pemicu yang
lain misalnya sistem pencahayaan yang
kurang baik, lingkungan yang bersih,
akan tetapi terkadang ibu bayi pada saat
memasak bayi diajak kedapur sehingga
dapat terpapar oleh asap dan juga
kemungkinan status imunisasi yang
tidak lengkap serta setatus gizi yang
kurang baik. Hal ini pula juga didukung
dengan status ekonomi dan status
pendidikan yang masih rendah pada
umumnya sehingga orang tua kurang
memperhatikan kondisi kesehatan
anaknya. Sedangkan frekuensi kejadian
ISPA dalam kategori sering (frekuensi
kejadian ISPA ≥3 kali) dalam satu
bulan terakhir yaitu sebanyak 5 (11,9%)
responden, kemungkinan hal ini
dikarenakan ada faktor pemicu yang
lain dalam terjadinya ISPA pada bayi
misal kepadatan hunian, sistem
pencahayaan yang kurang, pemberian
makan terlalu dini, status imunisasi dan
status gizi yang kurang. Sedangkan
frekuensi kejadian ISPA dalam kategori
tidak pernah (0 kali) dalam satu bulan
terakhir sebanyak 6 (14,3%), hal ini
dikarenakan
kemungkinan
sistem
pertahanan tubuh bayi dalam melawan
penyakit baik, serta didukung faktor
yang lain misal lingkungan yang sehat
dan bersih, ada pertukaran keluar
masuknya udara, status gizi yang baik,
dan pengetahuan ibu yang baik.
Istilah Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) mengandung tiga unsur yaitu
infeksi, saluran pernapasan, akut. Yang
dimaksud dengan infeksi adalah
masuknya kuman atau mikroorganisme
kedalam
tubuh
manusia
dan
berkembang
biak
sehingga
menimbulkan gejala penyakit. Saluran
pernapasan adalah organ yang mulai
dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus,
rongga telinga tengah dan pleura.
Dengan demikian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) secara
otomatis mencakup saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah (termasuk jaringan paruparu) dan organ adneksa saluran
pernafasan. Dimaksud dengan infeksi
akut adalah infeksi yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
ini diambil untuk menunjukan proses
akut meskipun untuk beberapa penyakit
yang dapat digolongkan dalam Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) proses
ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
c. Hubungan Pemberian ASI dengan
Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah
Kerja
Puskesmas
Mayong
I
Kabupaten Jepara Tahun 2013
Hasil Coefficient Contingency
antara pemberian ASI eksklusif dengan
frekuensi kejadian ISPA sebanyak
0,026 pada taraf kesalahan 0,05 maka
harga X2tabel = 5,591. Ketentuan
pengujian kalau harga X2hitung >
X2tabel (7,279 > 5,591). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak
dan Ha diterima, yang artinya bahwa
ada
Hubungan
Pemberian
ASI
Eksklusif dengan Frekuensi Kejadian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I
Kabupaten Jepara. Dapat dikatakan
bahwa
bayi
yang
senantiasa
mengkonsumsi
ASI
kekebalan
tubuhnya akan lebih baik dan tidak
mudah terserang penyakit ISPA
dibandingkan dengan bayi yang tidak
mendapatkan ASI Eksklusif.
Dari hasil penelitian diketahui
bahwa dari 42 responden, sebanyak 26
responden yang ASI Eksklusif,
sebagian besar frekuensi kejadian ISPA
masuk kategori tidak pernah yaitu
sebanyak 14 (53,8%) hal ini
dikarenakan ibu hanya memberikan
ASI tanpa tambahan makanan dan
minuman lain sehingga antibodi yang
dimiliki oleh bayi sangatlah baik,
sedangkan ibu yang memberikan ASI
eksklusif dengan frekuensi kejadian
ISPA masuk kategori jarang ≤3 kali
dalam satu bulan terakhir ada 10
(38,5%) ini dikarenakan sistem
pertahanan tubuh yang dimiliki oleh
tubuh bayi baik. Akan tetapi ada faktor
pemicu yang lain misal ventilasi
kurang, status gizi dan pertahanan
tubuh yang lemah. Sedangkan ibu yang
memberikan ASI eksklusif dengan
frekuensi kejadian ISPA masuk
kategori sering ≥3 kali dalam satu bulan
terakhir ada 2 (7,7%) ini dikarenakan
kemampuan bayi dalam membentuk
sistem pertahanan tubuhnya sendiri
menjadi lambat sehingga akan terjadi
kesenjangan daya tahan tubuh. Akan
tetapi ada faktor pemicu yang lain misal
ventilasi kurang, status gizi dan
pertahanan tubuh yang lemah.
Sedangkan 16 responden yang
tidak ASI eksklusif sebagian besar
frekuensi kejadian ISPA masuk
kategori jarang ≤3 kali dalam satu
bulan terakhir ada 11 (68,7%)
responden hal ini dikarenakan bayi
tidak diberikan ASI eksklusif tetapi
status gizi yang dimiliki oleh bayi baik
dalam memberikan pertahanan sistem
imunitas tubuh dari berbagai penyakit
salah satunya seperti ISPA. Sedangkan
ibu yang tidak memberikan ASI
eksklusif dengan frekuensi kejadian
ISPA masuk kategori sering ≥3 kali
dalam satu bulan terakhir ada 3 (18,8%)
hal ini dikarenakan bayi tidak
mendapatkan asupan gizi yang baik
apalagi bayi tidak mendapat ASI
eksklusif sampai usia enam bulan,
sistem pertahanan tubuh bayi menjadi
lemah sehingga bayi mudah terserang
penyakit salah satunya yaitu ISPA.
Sedangkan ibu yang tidak memberikan
ASI eksklusif dengan frekuensi
kejadian ISPA masuk kategori tidak
pernah ada 2 (12,5%) hal ini
dikarenakan daya tahan tubuh bayi itu
sendiri bagus meskipun tidak diberikan
ASI eksklusif sampai usia enam bulan
dan mekanisme pertahanan tubuh bayi
dalam melawan berbagai macam
penyakit salah satunya yaitu ISPA
tergolong baik.
ASI eksklusif yang diberikan
kepada bayi secara baik dan benar
memberikan sistem imun atau antibodi
pada tubuh bayi dibandingkan bayi
yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
sehingga bayi tidak mudah terserang
penyakit atau infeksi yang sering terjadi
pada bayi yaitu salah satunya adalah
Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA).
Bayi yang mendapat ASI Ekslusif
lebih tahan terhadap ISPA (lebih jarang
terserang ISPA), karena dalam ASI
terdapat zat antibodi terhadap kuman
penyebab ISPA.
Hasil penelitian tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Elfia (2012) bahwa bayi yang
mendapatkan ASI Eksklusif ternyata
akan lebih sehat dan jarang mengalami
kejadian ISPA dan dibandingkan
dengan bayi yang tidak mendapatkan
ASI Eksklusif. Dengan hasil uji
statistic chi square didapatkan p value
= 0,024, tingkat kekuatan hubungan
sebesar 0,346.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka
dapat diambil kesimpulan dari penelitian
yang berjudul hubungan pemberian asi
eksklusif dengan frekuensi kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah
Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten
Jepara tahun 2013 sebagai berikut :
1. Sebagian besar pemberian ASI
Eksklusif pada bayi dalam kategori ASI
Eksklusif yaitu sebanyak (61,9%)
responden.
2. Sebagian besar frekuensi kejadian ISPA
pada responden dalam kategori jarang
3.
jika frekuensi kejadian ISPA ≤3 kali
yaitu sebanyak (73,8%) responden.
Ada Hubungan Pemberian ASI dengan
Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah
Kerja Puskesmas Mayong I Kabupaten
Jepara. (p-value = 0,026 < α (0,05)).
SARAN
1. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas
Diharapkan
dapat
memberikan
konstribusi
dalam
menjalankan
program kesehatan pada perawatan
bayi/balita yang menderita ISPA
dengan baik serta mampu memberikan
penyuluhan
terkait
pentingnya
pemberian ASI eksklusif pada bayi.
2. Keluarga dan Masyarakat
Agar lebih meningkatkan peran serta
kesadaran dan partisipasinya dalam
pemberian ASI Eksklusif untuk
mencegah terjadinya ISPA dan
mengetahui faktor apa saja yang
menyebabkan ISPA serta manfaat
pemberian ASI.
3. Bagi Peneliti
Dapat
menambah
wawasan,
pengetahuan serta pengalaman nyata
dalam pengamatan dan analisis tentang
tingkat pengetahuan ISPA pada
bayi/balita.
4. Bagi Peneliti Lain
Perlu dilakukan penelitian serupa
tentang ISPA dan faktor risiko lainnya
termasuk lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Akerstro’m, S., Asplund, I., and Norman,
M. 2007. Successful Breastfeeding
A! er Discharge of Preterm and
Sick Newborn Infants. Acta
Pediatrica, 96: 1450–1454.
Aziz, Alimul. (2003). Riset Keperawatan
dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta: Salemba Medika.
Anggraini dan Sutomo. 2010. Menu Sehat
Alami untuk Batita dan Balita.
Jakarta: Demedia.
Anonim. 2002. ISPA dan Pneumonia.
http://www. tempointeraktif.com.
Diakses pada tanggal 26 Maret
2002.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian:
Suatu Pendekatan Praktik ( Edisi
ke-5). Jakarta: Rineka Cipta.
Depkes RI. 2001. Manajemen Laktasi.
Jakarta : Departemen Kesehatan.
Depkes RI. 2004. Profil Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan (PPM & PL). Jakarta.
Depkes RI. 2004. Program Nasional Bagi
Anak
Indonesia
Kelompok
Kesehatan. http://www.lin.go.id. 5
Mei 2004.
DepKes RI. 2005. Kebijakan Departemen
Kesehatan Tentang Peningkatan
Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Pekerja
Wanita,
Departemen
Kesehatan, Jakarta.
DepKes RI. 2005. Pedoman Tatalaksana
Pneumonia Pada Balita. Jakarta.
DepKes RI. 2005. Manajemen Laktasi.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
DepKes RI. 2005. Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Infeksi Pernapasan.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Depkes RI. 2006. Buku Kader Posyandu:
Dalam Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga. Jakarta: Depkes RI.
DepKes RI. 2007. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 2010. Perjalanan Menuju
Indonesia Sehat 2015. Jakarta: Depkes
RI.
Direktorat Jenderal PP dan PL Subdit ISPA.
2011. Pedoman Pengendalian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Jakarta: Kemenkes RI.
Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara. 2011.
Profil Kesehatan Kota Jepara.
Dinkes Kabupaten Kota Semarang 2011.
Profil Kesehatan Kota Semarang
Tahun 2011. Semarang. Dinkes
Kabupaten Kota Semarang 2011.
Ehlaye, M.S., Bener, A., and Abdulrahman,
H.M. 2009. Protective E$ ect of
Breastfeeding on Diarrhea Among
Children in A Rapidly Growing
Newly Developed Society. The
Turkish Journal of Pediatrics, 51:
527-533.
Elfia, Yunita. 2012. Hubungan Pemberian
ASI Eksklusif dan ASI Non
Eksklusif dengan Kejadian ISPA
pada bayi usia 0-6 bulan di
Puskesmas Ngresep Semarang.
Abstrak. Fakultas Kedokteran
UMS. Diunduh pada tanggal 02
Agustus 2013.
Fatimah Syam, Tantry. 2008. Faktor-Faktor
yang
Berhubungan
dengan
Kesakitan Pneumonia pada Balita
Usia 0-59 bulan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Analisis Data
Sekunder Survei Data Dasar HSS
GTZ 2007). Depok: FKM UI.
Hasan, Rusepno dkk. 2005. Ilmu Kesehatan
Anak. FKUI, Jakarta.
Hastuty, Sri. 2002. Beberapa Faktor yang
Mempengaruhi ISPA pada Ibu
Balita. Jakarta. http/Depkes.go.id.
Hendarto. 2009. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
http://www.
idai.or.id/asi.as.
Dikutip tgl 15 Mei 2010.
Hendarto A. dan Pringgadini K. 2008. Nilai
Nutrisi Air Susu Ibu. In : IDAI.
Bedah ASI : Kajian dari Berbagai
Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI, p: 46.
Herman. 2002. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian
Pneumonia
pada
Balita
di
Kabupaten Ogan Komering Ilir
Sumatera Selatan Tahun 2002.
(Tesis). Depok: FKM UI.
Hetzner, N.M.P., Razza, R.A., Malone,
L.M., and Gunn, J.B. 2009.
Associations
Among
Feeding
Behaviors During Infancy and
Child Illness at Two Years, Matern
Child Health J, 13: 795–805.
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia).
2008. Bedah ASI. Jakarta. FKUI.
Koch et all. 2003. Anak Pada Usia Muda
Akan Lebih Sering Menderita ISPA
Dari Pada Usia Yang Lebih Lanjut.
http://www.
Nurrijalispabio.blogspot.com.
Rizanda, Machmud. 2006. Pneumonia
Balita di Indonesia dan Peran
Kabupaten
dalam
Menanggulanginya.
Padang:
Andalas University Press
Makay, B. and Ünsal, E. 2009. Does
Breast-Feeding Affect Severity of
Familial Mediterranean Fever.
Clin Rheumatol, 28:1389 –1393.
Matondang C.S., Munatsir Z., Sumadiono.
2008. Aspek Imunologi Air Susu
Ibu. In : Akib A.A.P., Munasir Z.,
Kurniati N (eds). Buku Ajar AlergiImunologi Anak, Edisi II. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI, pp: 189-202.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran
Nafas Pneumonia. Jakarta: Pustaka
Populer Obor.
Moehji S. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta:
Penerbit Papas Sinar Sinanti, pp:
78-90.
Munasir Z. dan Kurniati N. 2008. Air Susu
Ibu dan Kekebalan Tubuh. In :
IDAI. Bedah ASI : Kajian dari
Berbagai Sudut Pandang Ilmiah.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, pp:
69-79.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Notoatmodjo
S.
2005.
Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rieneka Cipta.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan
Metodelogi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Salemba Medika,
Jakarta
Purwanti S. H. 2004. Konsep Penerapan
ASI
Eksklusif.
Jakarta.
http://drsuparyanto.
blogspot.com/2010/07/konsep-asieksklusif.html (2 September 2009)
Roesli U. 2005. Mengenal ASI Eksklusif,
Trubus Agriwidya, Jakarta.
Said Mardjanis. Sayang Si Buah Hati,
Kenali Pneumonia. Universitaria(Vol.5
No.11).
http://www.
majalah-farmacia.com. Edisi Juni
2006.
Sri, Purwanti Hubertin. 2004. Konsep
Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta:
EGC.
Soekirman, 2006,
Ilmu Gizi
dan
Aplikasinya,
Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta.
Soetjiningsih. 2005. ASI: Petunjuk Untuk
Tenaga Kesehatan. EGC, Jakarta.
Sugiyono. 2005. Statistik Untuk Penelitia.
Bandung : Alfabeta.
Sugiyono.
2010.
Statistika
Untuk
Penelitian, Cetakan 10. Bandung :
Alfabeta.
Sumadiono. 2008. Imunologi Mukosa. In :
Akib A.A.P., Munasir Z., Kurniati
N. (eds). Buku Ajar AlergiImunologi Anak, Edisi II. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI, p: 94.
Sunar Prasetyono, Dwi. 2012. Buku Pintar
ASI Eksklusif. Diva Press (Anggota
IKAPI). Banguntapan Jogjakarta.
Tang, L.F., Wang, T.L., Tang, H.F. and
Chen, Z.M. 2008. Viral Pathogens
of Acute Lower Respiratory Tract
Infection
in
China.
Indian
Pediatrics, 45.
WHO. 2002. Penanganan ISPA pada Anak
di Rumah Sakit Kecil Negara
Berkembang, EGC, Jakarta.
Download