manusia dan harapan - Rowland Bismark.F. Pasaribu

advertisement
MANUSIA DAN HARAPAN
Harapan berasal dari kata harap, artinya keinginan supaya sesuatu terjadi. Yang
mempunyai harapan atau keinginan itu hati. Putus harapan berarti putus asa. Tanpa
harapan manusia tidak artinya sebagai manusia. Manusia yang tak mempunyai harapan
berarti tak dapat diharapakan lagi.
Menurut kodratnya dalam diri manusia ada dorongan yakni dorongan kodrat dan
dorongan kebutuhan hidup. Dorongan kodrat itu ialah menangis, tertawa, berpikir,
berkata, bercinta, mempunyai keturunan dan lain sebagainya. Kebutuhan hidup ialah
kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani ialah : pengan, sandang dan papan.
Sedangkan kebutuhan rohani meliputi : kebahagiaan, kesejahteraan, kepuasan hiburan
dan lain sebagainya.
Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu
mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan,
biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya.
Harapan tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan
kemampuan masing-masing, Misalnya, Budi yang hanya mampu membeli sepeda,
biasanya tidak mempunyai harapan untuk membeli mobil. Seorang yang mempunyai
harapan yang berlebihan tentu menjadi buah tertawaan orang banyak, atau orang itu
seperti peribahasa “Si pungguk merindukan bulan”
Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai
harapan, misalnya Rafiq mengharapkan nilai A dalam ujian yang akan datang, tetapi
tidak ada usaha, tidak pernah hadir kuliah. Ia menghadapi ujian dengan santai.
Bagaimana Rafiq memperoleh nilai A. luluspun mungkin tidak.
Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud, maka perlu usaha
dengan sungguh-sungguh. Manusia wajib selalu berdoa. Karena usaha dan doa
merupakan sarana terkabulnya harapan.
Harapan berasal dan kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi; sehingga harapan
berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian harapan menyangkut masa
depan.Jadi untuk mewujudkan harapan itu harus disertai dengan usaha yang sesuai dengan apa
yang diharapkan Bila dibandingkan dengan cita-cita , maka harapan mengandung pengertian
tidak terlalu muluk: sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Antar harapan
dan cita-cita terdapat persamaam yaitu :
• keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud
• pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih
baik atau meningkat.
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
69
Persamaan Harapan dan Cita-cita
Harapan berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi; sehingga
harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian harapan
menyangkut masa depan.
Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu
mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan,
biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Harapan tersebut tergantung pada
pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan masing-masing. Berhasil
atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan.
Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud, maka perlu usaha
dengan sungguh-sungguh. Manusia wajib selalu berdoa. Karena usaha dan doa
merupakan sarana terkabulnya harapan.
Cita-cita merupakan Impian yang disertai dengan tindakan dan juga di berikan batas
waktu. Jadi kalau kita bermimpi untuk menjadi netpreneur yang sukses, ya… harus di
sertai tindakan jangan cuma berandai-andai saja. Serta jangan lupa di berikan target
waktu sehingga kita punya timeline kapan hal tersebut kita inginkan terealiasasi.
Dari kecil kita pasti dinasehati oleh orangtua, guru ataupun buku untuk
menggantungkan cita-cita setinggi langit. Semua itu memang benar karena dengan
adanya cita-cita atau impian dalam hidup kita akan membuat kita semangat dan bekerja
keras untuk menggapai kehidupan yang lebih baik di dunia.
Cita-cita yang baik adalah cita-cita yang dapat dicapai melalui kerja keras, kreativitas,
inovasi, dukungan orang lain dan sebagainya. Khayalan hasil melamun cenderung tidak
logis dan bersifat mubazir karena banyak waktu yang terbuang untuk menghayal yang
tidak-tidak.
Dalam bercita-cita pun sebaiknya jangan terlalu mendetail dan fanatik karena kita bisa
dibuat stres dan depresi jika tidak tercapai. Contoh adalah seseorang yang punya citacita jadi dokter. Ketika dia tidak masuk jurusan ipa dia stress, lalu gagal snmptn / spmb
kedokteran dia stress, dan seterusnya.
Tidak semua orang bisa menentukan cita-cita. Jika tidak bisa menentukan cita-cita,
maka bercita-citalah untuk menjadi orang yang berguna dan dicintai orang banyak
dengan hidup yang berkecukupan. Untuk mendapatkan motivasi dalam mengejar citacita kita bisa mempelajari kisah sukses orang lain atau membaca atau melihat film
motivasi hidup seperti laskar pelangi.
Bila dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu
muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Antara harapan dan
cita-cita terdapat persamaan yaitu: keduanya menyangkut masa depan karena belum
terwujud, pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal
yang lebih baik ataumeningkat.
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
70
Penyebab Manusia Mempunyai Harapan
Menurut kodratnya manusia itu adalah mahluk sosial. Setiap lahir ke dunia langusung
disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni di tengah suatu keluarga atau anggota
masyarakat lainnya. Tidak ada satu manusiapun yang luput dari pergaulan hidup.
Ditengah – tengah manusia lain itulah, seseorang dapat hidup dan berkembang baik
fisik/jasmani maupun mental/ spiritualnya. Ada dua hal yang mendorong orang hidup
bergaul dengan manusia lain, yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.
• Dorongan kodrat
Kodrat ialah sifat, keadaan, atau pcmbawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri
manusia sejak manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Misalnya menangis, bergembira,
berpikir, berjalan, berkata, mempunyai keturunan dan sebagainya. Setiap manusia
mempunyai kemampuan untuk itu semua.
Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan, misalnya
menangis, tertawa, bergembira, dan scbagainya. Seperti halnya orang yang menonton
Pertunjukan lawak, mereka ingin tertawa, pelawak juga mengharapkan agar penonton
tertawa terbahak-bahak. Apabila penonton tidak tertawa, harapan kedua belah pihak
gagal, justru sedihlah mereka.
Kodrat juga terdapat pada binatang dan tumbuh-tumbuhan, karena binatang dan
tumbuhan perlu makan, berkembang biak dan mati. Yang mirip dengan kodrat manusia
ialah kodrat binatang, walau bagaimanapun juga besar sekali perbedaannya. Perbedaan
antara kedua mahluk itu, ialah bahwa manusia memiliki budi dan kehendak. Budi ialah
akal, kemampuan untuk memilih. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, sebab bila
orang akan memilih, ia harus mengetahui lebih dahulu barang yang dipilihnya. Dcngan
budinya manusia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang
benar dan mana yang salah, dan dengan kehendaknya manusia dapat memilih. Dalam
diri manusia masing-masing sudah terjelma sifat, kodrat pembawaan dan kemampuan
untuk hidup bergaul, hidup bermasyarakat atau hidup bcrsama dengan manusia lain.
Dengan kodrat ini, maka manusia mempunyai harapan.
• Dorongan kebutuhan hidup
Sudah kodrat pula bahwa manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan hidup.
Kebutuhan hidup itu pada garis besamya dapat dibedakan atas : kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani. Kebutuhan jasmaniah misalnya ; makan, minum, pakaian, rumah.
(sandang, pangan, dan papan), ketenangan, hiburan, dan keberhasilan. Untuk memenuhi
semua kebutuhan itu manusia bekerja sama dengan manusia lain. Hal ini disebabkan,
kemampuan manusia sangat terbatas, baik kemampuan fisik/jasmaniah maupun
kemampuan berpikimya.
Dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia
mempunyai harapan. Pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
71
Menurut Abraham Maslow sesuai dengan kodratnya harapan manusia atau kebutuhan
manusia itu ialah:
a) kelangsungan hidup (survival)
b) keamanan ( safety )
c) hak dan kewajiban mencintai dan dicintai (be loving and love)
d) diakui lingkungan (status)
e) perwujudan cita-cita (self actualization)
Kepercayaan
Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan
kebenaran. Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau
keyakinan akan kebenaran. maka jelaslah kepada kita, bahwa dasar kepercayaan itu
adalah kebenaran. Ada jenis pengetahuan yang dimilik seseorang, bukan karena
merupakan hasil penyelidikan sendiri, melainkan diterima dari orang lain. Kebenaran
pengetahuan yang didasarkan atas orang lain itu disebabkan karma orang lain itu dapat
dipercaya. Yang diselidiki bukan lagi masalahnya, melainkan orang yang
memberitahukan itu dapat dipercaya atau tidak. Pengetahuan yang diterima dari orang
lain atas kewibawaannya itu disebut kepercayaan. Makin besar kewibawaan yang
memberitahu mengenai pengetahuan itu makin besar kepercayaan.
Dalam agama terdapat kebenaran-kebenaran yang dianggap diwahyukan artinya
diberitahukan oleh Tuhan – langsung atau tidak langsung kepada manusia.
Kewibawaan pemberi kebenaran itu ada yang melebihi besamya . Kepercayaan dalam
agama merupakan keyakinan yang paling besar. Hak berpikir bebas, hak atas keyakinan
sendiri menimbulkan juga hak ber agama menurut keyakinan.
Dalam hal beragama tiap-tiap orang wajib menerima dan menghormati kepercayaan
orang yang beragama itu, Dasarnya ialah keyakinan masing-masing.
Teori Kebenaran
• Teori Kebenaran Korespondensi
Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataanpernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada
di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan
dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat
dengan fakta. Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan
menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris
pengetahuan.
Gejala-gejala alamiah, menurut kaum empiris, adalah bersifat kongkret dan dapat
dinyatakan lewat panca indera manusia. Gejala itu bila ditelaah mempunyai beberapa
karakteristik tertentu. Logam bila dipanaskan akan memuai. Air akan mengalir ke
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
72
tempat yang rendah. Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan antara indera yang satu dengan yang lain dan berbedanya objek yang dapat
ditangkap indera. Perbedaan sensivitas tiap indera dan organ-organ tertentu
menyebabkan kelemahan ilmu empiris.
Ilmu pengetahuan empiris hanyalah merupakan salah satu upaya manusia dalam
menemukan kebenaran yang hakiki dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Penyusunan pengetahuan secara empiris cenderung menjadi suatu kumpulan fakta yang
belum tentu bersifat konsisten, dan mungkin saja bersifat kontradiktif. Adanya
kecenderungan untuk mengistimewakan ilmu eksakta sebagai ilmu empiris untuk
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi manusia tidak selalu tepat. Pengistimewaan
pengetahuan empiris secara kultural membuat manusia modern seperti pabrik. Semua
cabang kebudayaan yang terbentuk menjadi produksi yang bersifat massal.
Keberhasilan ilmu eksakta yang berdasarkan empirisme dalam mengembangkan
teknologi -ketika berhadapan dengan ”kegagalan ” ilmu-ilmu human dalam menjawab
masalah manusia- membawa dampak buruk terhadap kedudukan dan pengembangan
ilmu-ilmu human. Analisis filsafat tentang kenyataan ini harus ditempatkan secara
proporsional, karena merupakan suatu usaha ilmiah untuk membantu manusia
mengungkap misteri kehidupannya secara utuh.
Teori Kebenaran Koherensi
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria
koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan
komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataanpernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Seperti sebuah
percepatan terdiri dari konsep-konsep yang saling berhubungan dari massa, gaya dan
kecepatan dalam fisika.
Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi
juga hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu
pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih
dahulu kita terima dan kita ketahui kebenarannya.
Salah satu dasar teori ini adalah hubungan logis dari suatu proposisi dengan proposisi
sebelumnya. Proposisi atau pernyataan adalah apa yang dinyatakan, diungkapkan dan
dikemukakan atau menunjuk pada rumusan verbal berupa rangkaian kata-kata yang
digunakan untuk mengemukakan apa yang hendak dikemukakan. Proposisi
menunjukkan pendirian atau pendapat tentang hubungan antara dua hal dan merupakan
gabungan antara faktor kuantitas dan kualitas. Contohnya tentang hakikat manusia,
baru dikatakan utuh jika dilihat hubungan antara kepribadian, sifat, karakter,
pemahaman dan pengaruh lingkungan. Psikologi strukturalisme berusaha mencari
strukturasi sifat-sifat manusia dan hubungan-hubungan yang tersembunyi dalam
kepribadiannya.
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
73
Pengetahuan rasional yang berdasarkan logika tidak hanya terbatas pada kepekaan
indera tertentu dan tidak hanya tertuju pada objek-objek tertentu. Gagasan rasionalistis
dan positivistis cenderung untuk menyisihkan seluruh pemahaman yang didapat secara
refleksi. Pemikiran rasional cenderung bersifat solifistik dan subyektif. Adanya
keterkaitan antara materi dengan non materi, dunia fisik dan non fisik ditolak secara
logika. Apabila kerangka ini digunakan secara luas dan tak terbatas, maka manusia
akan kehilangan cita rasa batiniahnya yang berfungsi pokok untuk menumbuhkan apa
yang didambakan seluruh umat manusia yaitu kebahagiaan.
Teori Kebenaran Pragmatis
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi
oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil
atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia
untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis.
Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau
memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang
diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu ujian
kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau
pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui
adanya kebenaran yang tetap atau mutlak.
Francis Bacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus mencari keuntungankeuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi. Ilmu pengetahuan
manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia. Dengan kata lain ilmu
pengetahuan manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini membawa jiwa bersifat
eksploitatif terhadap alam karena tujuan ilmu adalah mencari manfaat sebesar mungkin
bagi manusia.
Manusia dengan segala segi dan kerumitan hidupnya merupakan titik temu berbagai
disiplin ilmu. Hidup manusia seutuhnya merupakan objek paling kaya dan paling padat.
Ilmu pengetahuan seyogyanya bisa melayani keperluan dan keselamatan manusia.
Pertanyaan-pertanyaan manusia mengenai dirinya sendiri, tujuan-tujuannya dan caracara pengembangannya ternyata belum dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan yang
materialis-pragmatis tanpa referensi kepada nilai-nilai moralitas.
Aksiologi ilmu pengetahuan modern yang dibingkai semangat pragmatis-materialis ini
telah menyebabkan berbagai krisis lingkungan hidup, mulai dari efek rumah kaca
akibat akumulasi berlebihan CO2, pecahnya lapisan ozon akibat penggunaan freon
berlebihan, penyakit minimata akibat limbah methylmercury hingga bahaya nuklir
akibat persaingan kekuasaan antar negara. Ketiadaan nilai dalam ilmu pengetahuan
modern yang menjadikan sains untuk sains, bahkan sains adalah segalanya, telah
mengakibatkan krisis kemanusiaan. Krisis lingkungan dan kemanusiaan, mulai dari
genetic engineering hingga foules solitaire (kesepian dalam keramaian, penderitaan
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
74
dalam kemelimpahan). Manusia telah tercerabut dari aspek-aspek utuhnya, cinta,
kehangatan, kekerabatan, dan ketenangan. Kedua krisis global ini telah menghantui
sebagian besar lingkungan dan masyarakat modern yang materialis-pragmatis.
Macam-macam Kepercayaan
Dasar kepercayaan adalah kebenaran. Sumber kebenaran adalah manusia. Kepercayaan
itu dapat dibedakan atas :
• Kepercayaan pada diri sendiri
Kepercayaan pada diri sendiri itu ditanamkan setiap pribadi manusia. Percaya pada diri
sendiri pada hakekatnya percaya pada Tuhan Yang Maha Esa Percaya pada diri sendiri,
menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang, dirinya mampu mengerjakan yang
diserahkan atau dipercayakan kepadanya.
• Kepercayaan kepada orang lain
Percaya kepada orang lain itu dapat berupa percaya kepada saudara, orang tua, guru,
atau siapa saja. Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya ternadap kata
hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata hati, atau terhadap kebenarannya. Ada
ucapan yang berbunyi orang itu dipercaya karna ucapannya. Misalnya, orang yang
berjanji sesuatu hams dipenuhi, meskipun janji itu tidak terdengar orang lain, apalagi
membuat janji kepada orang lain.
• Kepercayaan kepada pemerintah
Berdasarkan pandangan teokratis menurut etika, filsafat tingkah laku karya Prof.Ir,
Poedjawiyatna, negara itu berasal dari Tuhan. Tuhan langsung memerintah dan
memimpin bangsa manusia, atau setidak-tidaknya Tuhanlah pemilik kedaulatan sejati,
Karena semua adalah ciptaan Tuhan. Semua mengemban kewibawaan, terutama
pengemban tertinggi, yaitu raja, langsung dikaruniai kewibawaan oleh Tuhan, sebab
langsung dipilih oleh Tuhan pula (kerajaan)
Pandangan demokratis mengatakan bahwa kedaulatan adalah dari rakyat, (kewibawaan
pun milik rakyat. Rakyat adalah negara, rakyat itu menjelma pada negara. Satu-satunya
realitas adalah negara). Manusia sebagai seorang (individu) tak berarti. Orang.
mempunyai arti hanya dalam masyarakat, negara. Hanya negara sebagai keutuhan
(totalitas) yang ada, kedaulatan mutlak pada negara, negara demikian itu disebut negara
totaliter. satu-satunya yang mempunyai hak ialah negara; manusia perorangan tidak
mempunyai hak, ia hanya mempunyai kewajiban (negara diktator)
Jelaslah bagi kita, baik teori atau pandangan teokratis ataupun demokratis negara atau
pemerintah itu benar, karena Tuhan adalah sumber kebenaran. Karena itu wajarlah
kalau manusia sebagai warga negara percaya kepada negara/pemerintah.
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
75
• Kepercayaan kepada Tuhan
Kepercayaan kepada Tuhan yang maha kuasa itu amat penting, karena keberadaan
manusia itu bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan
berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu amat penting,
karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan
Tuhannya. Bagaimana Tuhan dapat menolong umatnya, apabila umat itu tidak
mempunyai kepercayaan kepada Tuhannya, sebab tidak ada tali penghubung yang
mengalirkan daya kekuatannya. Oleh karcna itu jika manusia berusaha agar mendapat
pertolongan dari padanya, manusia harus percaya kepada Tuhan, sebab Tuhanlah yang
selalu menyertai manusia. Kepercayaan atau pengakuan akan adanya zat yang maha
tinggi yang menciptakan alam semesta seisinya merupakan
konsekuensinya tiap-tiap umat beragama dalam melakukan pemujaan kepada zat
tersebut.
Usaha-usaha Meningkatkan Percaya pada Tuhan
Usaha itu antara lain:
− Meningkatkan ketaqwaan kita dengan jalan meningkatkan ibadah.
− Meningkatkan pengabdian kita kepada masyarakat.
− Meningkatkan kecintaan kita kepada sesama manusia dengan jalan suka
menolong, dermawan, dan sebagainya.
− mengurangi nafsu mengumpulkan harta yang berlebihan.
− menekan perasaan negatif seperti iri, dengki, fitnah, dan sebagainya.
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
76
Lampiran Essay
KEHIDUPAN KEDUA: Tentang Nalar dan Horizonnya
Few of them made it into thirty.
Old age was the previlege of rocks and trees.
One had to hurry, to get on with life
before the sun went down
before the first snow
Thirteen-year-olds bearing children,
four-year-olds stalking birds’ nests in the rushes,
leading the hunt at twenty—
they aren’t yet, then they are gone.
Infinity’s ends fused quickly.
Witches chewed charms
with all the teeth of youth intact.
A son grew to manhood beneath his father’s eye.
Beneath the grandfather’s blank sockets the grandson was born.
…
Life, however long, will always be short.
Too short for anything to be added.
— Wislawa Szymborska
Our Ancestor’s Short Lives
Donal B. Calne, pakar neurologi dari Kanada, menulis buku Within Reason
(1999) yang oleh KPG diterbitkan jadi Batas Nalar (2004). Diterjemahkan
dengan menarik oleh Parakitri T. Simbolon, pembaca bisa dibuat yakin betapa
gramatika Bahasa Indonesia sungguh bisa menghadirkan uraian ilmiah yang
terang dan intim, seakan bagian dari obrolan sehari-hari. Adapun kosakata
bahasa nasional kita ini ternyata keadaannya memang lumayan dahsyat,
sehingga alih-bahasa sejumlah terma ilmiah dengan kosa kata yang ada, atau
yang baru, sanggup membuat pembaca kian sadar betapa Bahasa Indonesia
memang sudah punya potensi yang sama dengan Bahasa Yunani: sama-sama
bahasa asing, yang hasratnya untuk diintimi menuntut kerja keras nalar; nalar
yang menurut Calne memiliki batas yang tak tertembus, sehingga nalar bukan
saja tak bisa dimintai tanggung jawab, tapi juga mematok mentok
perkembangan manusia. Di halaman 417, Calne antara lain menyatakan bahwa
kemajuan manusia (human progress) adalah hasil optimisme yang bertegas-tegas
namun tak realistis — yaitu bahwa cara hidup kita yang mutakhir lebih tinggi
mutunya dari semua cara hidup sebelumnya.
Benarkah kehidupan spesies manusia tak bergerak maju sejak evolusi
menghasilkan nalar? Jika ukuran human progress diletakkan pada berubahnya
bentuk hubungan antara spesies manusia — yang harus melanjutkan hidup —
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
77
dengan alam yang tampak terus-berubah-serba-tak-terduga, bisa disimpulkan
memang bahwa kehidupan manusia sama sekali tak bergerak maju. Sejak
ratusan ribu tahun yang silam, hingga hari ini, spesies manusia masih tetap
melanjutkan hidup diri dan spesiesnya dengan terus-menerus beradaptasi
dengan alam yang dikira tak dapat sepenuhnya dipahami itu.
Kita jelas belum berhasil membalik pola hubungan itu menjadikan alam
sepenuhnya beradaptasi dengan manusia. Kita bahkan belum bergerak maju
dalam membuat agar manusia “apa-adanya” dengan segenap kecenderungan
gelapnya, beradaptasi mendidik dan menyelaraskan diri dengan manusia
seharusnya yang mengandung banyak kemungkinan menakjubkan itu. Homo
Sapiens, kerabat dekat kera dan monyet ini, memang masih kelewat manusiawi,
masih tetap hidup dan berbiak dengan mementingkan diri dan spesiesnya.
Mereka belum sepenuhnya beranjak naik membentuk kehidupan yang mampu
melampaui kepentingan diri dan spesies, mengaktualkan segala potensi
nalarnya yang luarbiasa itu.
Namun demikian, jika ukuran kemajuan manusia diubah dan diletakkan pada
bertambahnya harapan hidup dan meluasnya persebaran populasi manusia di
Bumi, orang tentu bisa menyimpulkan bahwa dengan segala keruwetannya,
kehidupan manusia telah relatif bergerak maju. Kajian arkeologis dan
antropologis masyarakat prasejarah tentu banyak membantu menerangi soal
ini. Puisi Wizlawa Szymborska, pemenang Hadiah Nobel Sastra 1996, yang
diterjemahkan dari Bahasa Polandia oleh Stanislaw Baranczak dan Clare
Cavanagh, dengan kuat menyajikan kelamnya hidup leluhur manusia; hidup
yang demikian singkat, begitu singkat sehingga sepanjang apapun ia terentang,
tetap tak sanggup menampung sekaligus memekarkan hal-hal baru.
Singkatnya, kehidupan leluhur manusia terentang begitu panjang dan keras
memenuhi sebagian besar sejarah manusia di Bumi. Para penghuni rahim batu
itu, yang hidupnya hanya sedikit lebih panjang dari hidup kera dan monyet,
bisa menanggung hidup yang agak lebih panjang karena mereka terus menerus
mengembangkan nalar. Juga karena, antara lain, kawanan Tyrannosaurus tak
berkembang otaknya dan keburu punah jutaan tahun sebelumnya. Usia 50
tahun lebih, bukan lagi hak itimewa bongkahan padas dan bukit karang. Di
banding dengan apa yang sudah dicapai manusia di simpang alaf ini,
kehidupan leluhur manusia di jaman batu adalah kehidupan yang luar biasa
menarik hanya bagi kaum romantik, dan bagi industrialis film kartun kanakkanak.
***
Abad 20 yang baru saja lewat memang bisa dikenang sebagai abad yang
mengungguli semua abad sebelumnya dalam hebatnya kekejian —
pembantaian etnis di Jerman dan Armenia, perang saudara di Rusia dan Cina,
penumpasan orang-orang yang dituduh komunis di Indonesia. Pernah ada
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
78
sebuah masa di abad ke-20 di mana orang ragu mungkinkah abad ini bisa
merampungkan dirinya sebagai sebuah abad yang utuh akibat kegilaannya
menumpuk kekuatan destruktif yang bisa menghancurkan dirinya berkali-kali.
Abad 20 akhirnya memang berlalu, tetapi di simpang alaf ke-3 ini, kekejaman
manusia terhadap sesamanya tidak dengan sendirinya ikut silam. Di Indonesia,
kita bahkan menyambut persimpangan alaf ini dengan perang etnik di
Kalimantan, penumpasan antar umat beragama di Maluku dan Poso; dan
Indonesiapun seakan menjadi sebuah tanah air yang menghitung bulan,
menunggu
purnama
terakhirnya
sebagai
sebuah
bangsa.
Tetapi,
mengidentikkan
tingginya
kekejian
manusia
dengan
meningkatnya
perkembangan nalarnya, adalah langkah yang berbahaya.
Orang memang gampang tergoda pada pengidentikan itu dengan, misalnya,
menunjuk fakta betapa rakyat dan cendekiawan Jerman, bangsa yang terkenal
dengan prestasi filsafat dan kebudayaan itu, berduyun-duyun mendukung
seorang pelukis gagal dengan kumis yang buruk yang tegak dengan gagasan
biadab membersihkan Eropa dari turunan Musa. Bukan hanya Martin
Heidegger, filsuf besar itu, yang ikut mendukung Hitler, tetapi juga Werner
Heisenberg, salah seorang tokoh terpenting Mekanika Kuatum, yang bahkan
menjadi kepala proyek senjata nuklir Jerman. Orang bisa berdebat bahwa
keterlibatan Heisenberg dalam proyek maut dengan gaya kerjanya yang tampak
kacau dan serba-tak-pasti, justeru telah menyabot proyek penghancur dunia itu,
tetapi ini tak menghapus fakta bahwa cendekiawan paling cemerlang pun bisa
terlibat proyek berdarah.
Namun, kekejaman Nazi Hitler yang demikian mencekam dan mengguncang,
membuat orang lebih mudah terseret memusatkan perhatian pada kamp-kamp
konsentrasi, dan gampang abai pada fakta bahwa meningkatnya dukungan
cendekiawan dan rakyat Jerman pada Hitler tidaklah datang serta merta.
Dukungan itu membesar setelah Hitler berhasil menyelesaikan sejumlah soal
ekonomi politik yang Republik Weimar gagal membereskannya, bukan
terutama karena Hitler mengusung gagasan besar membuat menjulang
keunggulan ras Arya yang mesti ditegakkan dengan cara apapun, termasuk jika
harus membakar tuntas kaum Semit hingga ke tulang belulang yang terakhir.
Yang juga sering dilupakan adalah bahwa jumlah ilmuwan Jerman yang tak
mendukung Hitler masih lebih banyak dari jumlah yang mendukungnya. Ada
juga cendekiawan yang tadinya mendukung Hitler, termasuk Heidegger, pelanpelan mencabut dukungan tersebut setelah kekejaman Hitler tercium kian
tajam. Sementara itu, di antara mereka yang tak mendukung Hitler, banyak
yang kemudian menggabungkan diri dengan para cendekiawan dan seniman
Yahudi Jerman dan Eropa, dan kabur meninggalkan Benua itu. Sebagian dari
pelarian ini, berhasil sampai ke Amerika, yang kemudian ikut membuat negeri
itu mencapai prestasi kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang luarbiasa. Jika
Walter Benjamin masih hidup, ia mungkin akan bilang bahwa ibukota abad keBuku Ajar Ilmu Budaya Dasar
79
19 memang tegak di Paris, tetapi ibukota abad ke-20 menjulang di New York.
Para pelarian itu juga ikut membuat pencapaian ilmu dan teknologi di paruh
kedua abad ke-20 yang baru lewat, jadi jauh lebih besar dibanding dengan
seluruh perkembangan ilmu dan teknologi sejak jaman prasejarah hingga
Revolusi Industri, bahkan dibanding dengan segenap perkembangan hingga
pada Akhir Perang Dunia II.
***
Seluruh persoalan ummat manusia di awal millenium ke-tiga ini, bahkan
seluruh persoalan besar dan kecil seluruh manusia sejak mereka muncul di
bumi, adalah variasi dari sebuah tema yang sudah mekar sejak 4 atau 5 juta
tahun yang silam. Akar besar persoalan itu muncul ketika, dengan mekanisme
yang rinciannya belum sepenuhnya bisa diurai, sejumlah molekul memperoleh
dorongan untuk mereproduksi dan mengekalkan diri. Gejala yang sama sekali
baru di alam semesta yang kita kenal ini, gejala yang dikenal sebagai
Kehidupan, dengan K, adalah gejala yang harus dipertahankan, apapun caranya,
apapun korbannya. Ada yang melihat bahwa dorongan Hidup yang tak
terbendung ini, adalah bentuk lanjut dari dorongan intrinsik untuk naik
mencapai tingkat tertentu kompleksitas, secara fungsional dan struktural: suatu
pencanggihan kombinasi diferensiasi dan integrasi pada dimensi skala, spasial,
dan temporal. Ringkasnya: sebuah dorongan yang dekat dengan konstitusi
ontologis semesta raya seisinya yang berevolusi dari suatu kehampaan.
Reproduksi dan pengekalan diri hanya mungkin jika ada sumber-sumber
pemasok materi, energi dan informasi, yang ketersediaannya relatif mantap.
Masalahnya adalah: sumber-sumber material penyambung hidup tidak selalu
tersedia cukup di sekitar, sementara lingkungan alam yang menopang bisa
setiap saat berubah dengan besaran perubahan yang sanggup memunahkan
proses reproduksi dan pengekalan diri itu. Kemungkinan terhentinya proses
reproduksi dan pengekalan diri ini, yakni Kematian, dengan K, selalu
menghantui sejak Kehidupan pertama kali muncul. Segala upaya ditempuh
oleh molekul-molekul hidup yang pertama untuk mempertahankan
kehidupannya, termasuk jika harus memangsa molekul-molekus hidup yang
lain.
Ancaman dari pemangsa, kelangkaan sumber-sumber, dan ketak-pastian
lingkungan yang semuanya bisa mendatangkan kematian itu, membuat rasa
takut menjadi rasa yang paling tua dalam kehidupan, lebih tua dari
kemanusiaan. Rasa takut adalah pasangan kehidupan, induk dari seluruh
perasaan manusia, yang akan menyosok kian kuat ketika sumber-sumber
penyambung reproduksi dan pengekalan diri terancam. Rasa takut purba itu
menemani molekul-molekul hidup yang pertama, yang terus menerus berjuang
mempertahankan hidup menembus waktu jutaan tahun. Dalam proses trial and
error itu, sebagian besar molekul primordial gagal melanjutkan hidup. Yang
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
80
berhasil, semua juga tahu, adalah mereka yang paling mampu menyesuaikan
diri dengan keadaan yang serba menekan itu.
Dari keadaan yang serba sulit itulah, nalar berkembang di mana rasa takut
mulai surut ketika pengalaman menunjukkan bahwa alam, betapapun tampak
kacaunya ternyata lama-lama menunjukkan sejumlah keteraturan yang datang
dengan sejumlah tanda. Alam mungkin keras, tapi ia tidak pernah berdusta.
Harapan adalah ketakutan yang diberi ragi pengalaman dan pengetahuan akan
keteraturan dunia. Dari pengalaman yang kian menumpuk akan keteraturan
dunia, nalar kelak membangun bahasa, agama dan moral; sekumpulan
perangkat yang membantu manusia menyiasati kelangkaan sumber-sumber dan
kepungan ancaman.
Karena dibangun untuk merespon situasi tertentu, produk-produk nalar tentu
punya jangka hidupnya sendiri. Selama masih bisa membantu manusia berbiak
dan mengekalkan diri, produk-produk itu tentu saja tetap bertahan. Begitu
produk-produk tersebut mempersulit, apalagi menghambat reproduksi dan
pengekalan diri manusia, maka produk-produk tersebut, betapun bergunanya
mereka tadinya, betapapun luhur dan kekalnya mereka mendaku, akan dengan
sendirinya ditinggalkan. Jangankan produk-produk nalar, bahkan nalar itu
sendiri, setinggi apapun tingkat perkembangan evolusionernya, akan
ditanggalkan jika ia – karena sebuah keadaan yang sangat luar biasa — tak lagi
mampu menjamin reproduksi dan pengekalan diri manusia.
***
Nalar, seperti halnya tangan, memang tak punya air mata untuk tetes (Hands
have no teras to flow — dari sebaris Dylan Thomas: The Hand That Signed the
Paper). Nalar dan tangan manusia dalam banyak kasus telah ikut bekerja dalam
bembuat lembar-lembar sejarah berlumur darah. Namun demikian, perlahanlahan kita makin tahu bahwa nalar dan tangan yang terlibat dalam kejahatan
yang memalukan itu, yang meneken kontrak untuk melantak kota,
membiakkan wabah, menumbuhkan kelaparan dan merampas kesempatan
pendidikan bebas sekian generasi, bukanlah nalar dan tangan yang sepenuhnya
merdeka. Keduanya bertindak di bawah penindasan kecemasan dan ketakutan
yang memang mahir menggunakan banyak kedok. Ringkasnya, nalar dan
tangan yang menumpahkan darah adalah nalar dan tangan yang sama-sama
terjepit dalam batas-batasnya. Bedanya mungkin adalah bahwa jika tangan tak
bisa menyadari keterjepitan dan datas-batas itu, nalar jelas bisa.
Nalar memang punya batas-batasnya. Dan nalar yang tahu batas-batasnya,
adalah juga yang tahu bahwa batas-batas itu bukanlah batas yang tak bisa
dilampaui. Sumbangan terpenting buku terbitan KPG ini adalah bertambahnya
literatur berbahasa Indonesia yang memaparkan batas nalar bentuk pertama,
yakni batas-batas yang berasal dari asal-usul evolusionernya. Namun demikian,
pandangan esensialistik yang membayang agak kuat di buku Calne, yakni
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
81
pandangan bahwa karena asal-usul evolusionernya yang mengabdi pada
kepentingan diri dan spesies, maka nalar manusia akan terus menerus terbatas
dalam wilayah yang melahirkannya, terus menerus kebingungan mengahadapi
bilangan-bilangan raksasa dan rumit, adalah pandangan yang layak ditinjau
ulang. Kajian para pakar seperti Steven Pinker atau Marvin Minsky, adalah
kajian yang mencoba menembus sebagian dari batas-batas formal tradisional
itu. Kitapun bisa berkata bahwa nalar, seperti halnya manusia, tidaklah
ditentukan dan dinilai oleh asal-usulnya, tetapi oleh kemungkinankemungkinan yang setengah mati dicapainya.
Ketimbang batas nalar jenis pertama, yang lebih menindas dan lebih perlu
mendapat prioritas kajian adalah batas jenis kedua, yakni batas-batas yang
disungkupkan oleh kecemasan manusia sendiri. Jika batas nalar yang pertama
diwariskan lewat gen, batas nalar yang kedua diwariskan lewat meme. Batasbatas itu, sungkup itu, kita tahu, bisa datang dalam bentuk rasialisme dan
berbagai sentimen religius dan politik; produk-produk nalar yang tadinya
mungkin berguna untuk menjamin pengekalan diri sekelompok tertentu
manusia, tetapi yang tak sesuai lagi dengan kenyataan yang tumbuh; sungkupsungkup yang menyebabkan abad ke-20 menjadi abad paling kelam dalam
sejarah. Sungkup itu juga bisa datang dalam bentuk bahasa yang carut marut
bertingkat-tingkat dan menolak untuk tampil menyatakan diri dengan terang
benderang. Bahkan teori ilmiah yang mapan pun bisa bekerja dan merosot
menjadi sebentuk sungkup, terutama ketika ia kehilangan kepekaan atas batasbatasnya.
Kemelut besar yang kini melanda Indonesia jelas lebih disebabkan oleh batasbatas nalar yang kedua. Volume otak para pemimpin Malaysia atau Korea
Selatan mustahil lebih besar dari volume otak para pemimpin Indonesia.
Berasal dari leluhur yang sama yang menyebar keluar dari Afrika, otak orangorang Indonesia jelas serupa belaka dengan otak orang Amerika atau orang
manapun di bumi ini. Bahwa dengan otak yang persis sama itu, hasilnya adalah
buah yang berbeda, menunjukkan bahwa tentu ada yang keliru dengan cara
kita menggunakan dan memperlakukan otak. Tampaknya kita memang tak
cukup membantu otak kita, agar bisa tumbuh dan berkembang sesubursuburnya. Kita tak menopangnya dengan pasokan informasi yang memadai,
dengan pengikisan produk kognitif yang kadaluwarsa: pengertian tentang Diri,
indentitas dan dunia yang sungguh sempit dan dangkal.
Salah satu peran terpenting seni, khususnya seni modern, adalah bahwa ia ikut
mendobrak horison-horison nalar itu, mengoyak sungkup-sungkup sosial
politik dan menelanjangi kecemasan-kecemasan manusia. Dengan tetap
meneruskan semangat seni purba yang menghiasi dinding-dinding rahim batu
di jaman palaeolitikum, yakni semangat proleptik yang hendak mewujudkan di
masa sekarang hal-hal yang masih akan terjadi nanti, seni modern telah ikut
memperluas pengertian kita akan kemungkinan-kemungkinan nalar, menyeret
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
82
kita keluar dari prasangka palsu kita, mempertajam kepekaan kita akan luka
dan kerentanan orang lain, sesama makhluk. Seni memang tidak akan sanggup
menyelamatkan dunia atau menebus manusia, tetapi mereka yang nalar dan
tubuhnya pernah mencerna habis karya-karya yang kuat, akan mengalami
dunia dan memandang manusia dengan cara yang baru.
***
Jika tangan punya keringat untuk menguap karena kerja, benak punya
gumpalan untuk melatu menyebarkan ilham, untuk menyadari motif-motif
manusia. Calne menegaskan, menentukan peringkat motif-motif berada dalam
batas-batas wilayah nalar, tetapi memilih di antara peringkat itu berada di luar
batas-batas tersebut. Nalar instrumental barangkali memang tak sanggup
memilih. Ia memang hanya alat. Tetapi ketak-sanggupan nalar instrumental
memilih di antara peringkat itu, lebih sering terjadi karena terbatasnya
informasi dan waktu untuk memprosesnya, sementara tindakan harus segera
diambil untuk memastikan kelanjutan hidup. Tak jarang, keterjepitan untuk
meneruskan hidup di hari ini, mengorbankan peningkatan mutu hidup di masa
depan yang bisa terasa masih sangat jauh. Jika diberi waktu yang cukup, dan
dipasok dengan bahan-bahan yang memadai, nalar instrumental bisa
mengembangkan diri menjadi nalar kritis, nalar yang jika diasah terus bisa
menuntun manusia memutuskan — kembali mengutip Szymborska, pada puisi
Possibilities: I prefer the absurdity of writing poems to the absurdity of not wirting
poems.
Nalar instrumental yang perkasa dan nalar kritis yang yang bisa menggugat
dirinya, seperti halnya belahan otak kiri dan kanan, keduanya tentu diperlukan
untuk mengubah dunia ini agar manusia dan segenap bentuk kehidupan tak
lagi harus ditindas dan disihir oleh pigmen imajinasinya akibat kelangkaan
sumber-sumber penyambung hidup. Pemahaman yang lebih baik tentang nalar
memang bisa membantu kita membentuk suatu kerangka kerja di mana kita
dapat menempatkan hukum-hukum alam yang mungkin diketahui dan
mengakui serba tanggungjawab kita sebagai spesies paling kuasa di bumi
(hal.415). Pemahaman seperti itu sanggup membantu manusia agar bisa hidup
berdampingan di atas bumi dengan ruang dan sumber-sumbernya yang —
untuk sementara relatif tetap dibiarkan — terbatas.
Selain belum bisa membuat bumi menjadi planet dengan sumber-sumber yang
tak terbatas, kita pun belum bisa mengkoloni Tatasurya atau Bimasakti,
sehingga pengertian tentang energi tak-terbarukan menjadi pengertian yang
sudah bisa hilang dari ingatan. Tetapi kita sudah punya setumpuk pengetahuan
yang bisa membantu kita mengikis sebagian besar rasa takut primordial akan
kelangkaan dan ancaman itu. Yang jelas, kita kini bisa berkata tegas bahwa
semua manusia adalah wadah kehidupan yang asal usulnya bisa dilacak sampai
pada kelahiran kosmos. Lingkunganlah yang membangun kecenderungannya
memandang orang lain sebagai calon pemangsa yang tak bisa dipercaya, jika ia
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
83
merasa dirinya lebih lemah. Dan jika ia merasa dirinya lebih kuat:
kecenderungan mengabaikan dan meremehkan orang lain, bahkan
memandangnya sebagai calon mangsa pengekalan diri, terutama ketika
ketersediaan sumber-sumber terancam.
Tak ada memang yang benar-benar jahat pada manusia, dan kita tak lagi bisa
menilai sejarah secara hitam putih. Satu-satunya kejahatan manusia adalah
karena mereka takluk pada dorongan kehidupan untuk mengekalkan diri,
sementara sejumlah keterlanjuran sejarah bertebaran menghambat dorongan
itu. Keterlanjuran itu adalah juga buah dari dorongan reproduksi dan
pengekalan diri manusia lain. Mereka semua tunduk pada dorongan kehidupan
bentuk pertama, yakni reproduksi dan pengekalan diri secara genetis, dan tak
bisa sepenuhnya merengkuh Kehidupan Kedua: kehidupan dengan reproduksi
dan pengekalan diri secara memetis. Sebagian besar tokoh agung yang
dihormati sejarah adalah mereka yang berjuang naik memilih kehidupan
kedua. Beberapa di antara mereka — Sidharta Gautama dan Al-Ghazali,
misalnya — bahkan meninggalkan anak dan keluarganya, bagian dari diri
genetisnya.
Sambil mengupayakan sistem pengaturan dunia yang mencegah tumbuhnya
keterlanjuran baru, dan memberi ruang yang relatif sama bagi semua manusia
untuk mengekalkan diri, layak juga kita renungkan perkembangan mutakhir
nalar. Pencapaian nalar dalam bentuk Teori Relativitas dan Mekanika
Kuantum, misalnya. Satu-satunya nilai praktis relativitas dan kuatum serta
turunannya bagi kelanjutan arus genetik manusia adalah bahwa mungkin kelak
teori-teori ini bisa membantu manusia berpindah dari alam semesta kita
sekarang jika alam semesta ini tak lagi mampu menampung kehidupan. Tetapi,
keruntuhan alam semesta diramalkan akan tiba milyaran tahun lagi. Bahkan
membesarnya matahari yang bisa membakar habis kehidupan di bumi
tampaknya tidak akan terjadi dalam jangka sejuta tahun yang akan datang.
Sementara itu, ilmu dan teknologi telah melaju begitu pesat, sehingga orang
bisa tergoda membuat ekstrapolasi bahwa nalar sudah mampu membawa
manusia berpindah ke alam semesta yang lain, hanya dalam jangka yang
kurang dari 1000 tahun dari sekarang. Kemungkinan perkembangan yang tak
berkait langsung dengan kelangsungan hidup genetis ini, mungkin memang
buah dari apa yang oleh seorang pelamun disebut sebagai tetasnya nalar dari
cangkang kosmisnya. Sebuah langkah awal menuju pencapaian puncak
Kehidupan Kedua, yang ternyata lebih tua dari Kehidupan Pertama: semesta
yang mereproduksi diri secara fisik, kali ini lewat nalar manusia.***
Nirwan Ahmad Arsuka
Dimuat di Bentara-KOMPAS, Rabu 2 Maret 2005
Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar
84
Download