MANUSIA DAN HARAPAN Harapan berasal dari kata harap, artinya keinginan supaya sesuatu terjadi. Yang mempunyai harapan atau keinginan itu hati. Putus harapan berarti putus asa. Tanpa harapan manusia tidak artinya sebagai manusia. Manusia yang tak mempunyai harapan berarti tak dapat diharapakan lagi. Menurut kodratnya dalam diri manusia ada dorongan yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup. Dorongan kodrat itu ialah menangis, tertawa, berpikir, berkata, bercinta, mempunyai keturunan dan lain sebagainya. Kebutuhan hidup ialah kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani ialah : pengan, sandang dan papan. Sedangkan kebutuhan rohani meliputi : kebahagiaan, kesejahteraan, kepuasan hiburan dan lain sebagainya. Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Harapan tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan masing-masing, Misalnya, Budi yang hanya mampu membeli sepeda, biasanya tidak mempunyai harapan untuk membeli mobil. Seorang yang mempunyai harapan yang berlebihan tentu menjadi buah tertawaan orang banyak, atau orang itu seperti peribahasa “Si pungguk merindukan bulan” Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan, misalnya Rafiq mengharapkan nilai A dalam ujian yang akan datang, tetapi tidak ada usaha, tidak pernah hadir kuliah. Ia menghadapi ujian dengan santai. Bagaimana Rafiq memperoleh nilai A. luluspun mungkin tidak. Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud, maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh. Manusia wajib selalu berdoa. Karena usaha dan doa merupakan sarana terkabulnya harapan. Harapan berasal dan kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi; sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian harapan menyangkut masa depan.Jadi untuk mewujudkan harapan itu harus disertai dengan usaha yang sesuai dengan apa yang diharapkan Bila dibandingkan dengan cita-cita , maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk: sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Antar harapan dan cita-cita terdapat persamaam yaitu : • keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud • pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih baik atau meningkat. Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 69 Persamaan Harapan dan Cita-cita Harapan berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi; sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian harapan menyangkut masa depan. Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Harapan tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan masing-masing. Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan. Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud, maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh. Manusia wajib selalu berdoa. Karena usaha dan doa merupakan sarana terkabulnya harapan. Cita-cita merupakan Impian yang disertai dengan tindakan dan juga di berikan batas waktu. Jadi kalau kita bermimpi untuk menjadi netpreneur yang sukses, ya… harus di sertai tindakan jangan cuma berandai-andai saja. Serta jangan lupa di berikan target waktu sehingga kita punya timeline kapan hal tersebut kita inginkan terealiasasi. Dari kecil kita pasti dinasehati oleh orangtua, guru ataupun buku untuk menggantungkan cita-cita setinggi langit. Semua itu memang benar karena dengan adanya cita-cita atau impian dalam hidup kita akan membuat kita semangat dan bekerja keras untuk menggapai kehidupan yang lebih baik di dunia. Cita-cita yang baik adalah cita-cita yang dapat dicapai melalui kerja keras, kreativitas, inovasi, dukungan orang lain dan sebagainya. Khayalan hasil melamun cenderung tidak logis dan bersifat mubazir karena banyak waktu yang terbuang untuk menghayal yang tidak-tidak. Dalam bercita-cita pun sebaiknya jangan terlalu mendetail dan fanatik karena kita bisa dibuat stres dan depresi jika tidak tercapai. Contoh adalah seseorang yang punya citacita jadi dokter. Ketika dia tidak masuk jurusan ipa dia stress, lalu gagal snmptn / spmb kedokteran dia stress, dan seterusnya. Tidak semua orang bisa menentukan cita-cita. Jika tidak bisa menentukan cita-cita, maka bercita-citalah untuk menjadi orang yang berguna dan dicintai orang banyak dengan hidup yang berkecukupan. Untuk mendapatkan motivasi dalam mengejar citacita kita bisa mempelajari kisah sukses orang lain atau membaca atau melihat film motivasi hidup seperti laskar pelangi. Bila dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Antara harapan dan cita-cita terdapat persamaan yaitu: keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud, pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih baik ataumeningkat. Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 70 Penyebab Manusia Mempunyai Harapan Menurut kodratnya manusia itu adalah mahluk sosial. Setiap lahir ke dunia langusung disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni di tengah suatu keluarga atau anggota masyarakat lainnya. Tidak ada satu manusiapun yang luput dari pergaulan hidup. Ditengah – tengah manusia lain itulah, seseorang dapat hidup dan berkembang baik fisik/jasmani maupun mental/ spiritualnya. Ada dua hal yang mendorong orang hidup bergaul dengan manusia lain, yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup. • Dorongan kodrat Kodrat ialah sifat, keadaan, atau pcmbawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri manusia sejak manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Misalnya menangis, bergembira, berpikir, berjalan, berkata, mempunyai keturunan dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk itu semua. Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan, misalnya menangis, tertawa, bergembira, dan scbagainya. Seperti halnya orang yang menonton Pertunjukan lawak, mereka ingin tertawa, pelawak juga mengharapkan agar penonton tertawa terbahak-bahak. Apabila penonton tidak tertawa, harapan kedua belah pihak gagal, justru sedihlah mereka. Kodrat juga terdapat pada binatang dan tumbuh-tumbuhan, karena binatang dan tumbuhan perlu makan, berkembang biak dan mati. Yang mirip dengan kodrat manusia ialah kodrat binatang, walau bagaimanapun juga besar sekali perbedaannya. Perbedaan antara kedua mahluk itu, ialah bahwa manusia memiliki budi dan kehendak. Budi ialah akal, kemampuan untuk memilih. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, sebab bila orang akan memilih, ia harus mengetahui lebih dahulu barang yang dipilihnya. Dcngan budinya manusia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, dan dengan kehendaknya manusia dapat memilih. Dalam diri manusia masing-masing sudah terjelma sifat, kodrat pembawaan dan kemampuan untuk hidup bergaul, hidup bermasyarakat atau hidup bcrsama dengan manusia lain. Dengan kodrat ini, maka manusia mempunyai harapan. • Dorongan kebutuhan hidup Sudah kodrat pula bahwa manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup itu pada garis besamya dapat dibedakan atas : kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kebutuhan jasmaniah misalnya ; makan, minum, pakaian, rumah. (sandang, pangan, dan papan), ketenangan, hiburan, dan keberhasilan. Untuk memenuhi semua kebutuhan itu manusia bekerja sama dengan manusia lain. Hal ini disebabkan, kemampuan manusia sangat terbatas, baik kemampuan fisik/jasmaniah maupun kemampuan berpikimya. Dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia mempunyai harapan. Pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 71 Menurut Abraham Maslow sesuai dengan kodratnya harapan manusia atau kebutuhan manusia itu ialah: a) kelangsungan hidup (survival) b) keamanan ( safety ) c) hak dan kewajiban mencintai dan dicintai (be loving and love) d) diakui lingkungan (status) e) perwujudan cita-cita (self actualization) Kepercayaan Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran. maka jelaslah kepada kita, bahwa dasar kepercayaan itu adalah kebenaran. Ada jenis pengetahuan yang dimilik seseorang, bukan karena merupakan hasil penyelidikan sendiri, melainkan diterima dari orang lain. Kebenaran pengetahuan yang didasarkan atas orang lain itu disebabkan karma orang lain itu dapat dipercaya. Yang diselidiki bukan lagi masalahnya, melainkan orang yang memberitahukan itu dapat dipercaya atau tidak. Pengetahuan yang diterima dari orang lain atas kewibawaannya itu disebut kepercayaan. Makin besar kewibawaan yang memberitahu mengenai pengetahuan itu makin besar kepercayaan. Dalam agama terdapat kebenaran-kebenaran yang dianggap diwahyukan artinya diberitahukan oleh Tuhan – langsung atau tidak langsung kepada manusia. Kewibawaan pemberi kebenaran itu ada yang melebihi besamya . Kepercayaan dalam agama merupakan keyakinan yang paling besar. Hak berpikir bebas, hak atas keyakinan sendiri menimbulkan juga hak ber agama menurut keyakinan. Dalam hal beragama tiap-tiap orang wajib menerima dan menghormati kepercayaan orang yang beragama itu, Dasarnya ialah keyakinan masing-masing. Teori Kebenaran • Teori Kebenaran Korespondensi Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataanpernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan. Gejala-gejala alamiah, menurut kaum empiris, adalah bersifat kongkret dan dapat dinyatakan lewat panca indera manusia. Gejala itu bila ditelaah mempunyai beberapa karakteristik tertentu. Logam bila dipanaskan akan memuai. Air akan mengalir ke Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 72 tempat yang rendah. Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Hal ini disebabkan adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang lain dan berbedanya objek yang dapat ditangkap indera. Perbedaan sensivitas tiap indera dan organ-organ tertentu menyebabkan kelemahan ilmu empiris. Ilmu pengetahuan empiris hanyalah merupakan salah satu upaya manusia dalam menemukan kebenaran yang hakiki dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Penyusunan pengetahuan secara empiris cenderung menjadi suatu kumpulan fakta yang belum tentu bersifat konsisten, dan mungkin saja bersifat kontradiktif. Adanya kecenderungan untuk mengistimewakan ilmu eksakta sebagai ilmu empiris untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi manusia tidak selalu tepat. Pengistimewaan pengetahuan empiris secara kultural membuat manusia modern seperti pabrik. Semua cabang kebudayaan yang terbentuk menjadi produksi yang bersifat massal. Keberhasilan ilmu eksakta yang berdasarkan empirisme dalam mengembangkan teknologi -ketika berhadapan dengan ”kegagalan ” ilmu-ilmu human dalam menjawab masalah manusia- membawa dampak buruk terhadap kedudukan dan pengembangan ilmu-ilmu human. Analisis filsafat tentang kenyataan ini harus ditempatkan secara proporsional, karena merupakan suatu usaha ilmiah untuk membantu manusia mengungkap misteri kehidupannya secara utuh. Teori Kebenaran Koherensi Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataanpernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Seperti sebuah percepatan terdiri dari konsep-konsep yang saling berhubungan dari massa, gaya dan kecepatan dalam fisika. Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui kebenarannya. Salah satu dasar teori ini adalah hubungan logis dari suatu proposisi dengan proposisi sebelumnya. Proposisi atau pernyataan adalah apa yang dinyatakan, diungkapkan dan dikemukakan atau menunjuk pada rumusan verbal berupa rangkaian kata-kata yang digunakan untuk mengemukakan apa yang hendak dikemukakan. Proposisi menunjukkan pendirian atau pendapat tentang hubungan antara dua hal dan merupakan gabungan antara faktor kuantitas dan kualitas. Contohnya tentang hakikat manusia, baru dikatakan utuh jika dilihat hubungan antara kepribadian, sifat, karakter, pemahaman dan pengaruh lingkungan. Psikologi strukturalisme berusaha mencari strukturasi sifat-sifat manusia dan hubungan-hubungan yang tersembunyi dalam kepribadiannya. Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 73 Pengetahuan rasional yang berdasarkan logika tidak hanya terbatas pada kepekaan indera tertentu dan tidak hanya tertuju pada objek-objek tertentu. Gagasan rasionalistis dan positivistis cenderung untuk menyisihkan seluruh pemahaman yang didapat secara refleksi. Pemikiran rasional cenderung bersifat solifistik dan subyektif. Adanya keterkaitan antara materi dengan non materi, dunia fisik dan non fisik ditolak secara logika. Apabila kerangka ini digunakan secara luas dan tak terbatas, maka manusia akan kehilangan cita rasa batiniahnya yang berfungsi pokok untuk menumbuhkan apa yang didambakan seluruh umat manusia yaitu kebahagiaan. Teori Kebenaran Pragmatis Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak. Francis Bacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus mencari keuntungankeuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi. Ilmu pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia. Dengan kata lain ilmu pengetahuan manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini membawa jiwa bersifat eksploitatif terhadap alam karena tujuan ilmu adalah mencari manfaat sebesar mungkin bagi manusia. Manusia dengan segala segi dan kerumitan hidupnya merupakan titik temu berbagai disiplin ilmu. Hidup manusia seutuhnya merupakan objek paling kaya dan paling padat. Ilmu pengetahuan seyogyanya bisa melayani keperluan dan keselamatan manusia. Pertanyaan-pertanyaan manusia mengenai dirinya sendiri, tujuan-tujuannya dan caracara pengembangannya ternyata belum dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan yang materialis-pragmatis tanpa referensi kepada nilai-nilai moralitas. Aksiologi ilmu pengetahuan modern yang dibingkai semangat pragmatis-materialis ini telah menyebabkan berbagai krisis lingkungan hidup, mulai dari efek rumah kaca akibat akumulasi berlebihan CO2, pecahnya lapisan ozon akibat penggunaan freon berlebihan, penyakit minimata akibat limbah methylmercury hingga bahaya nuklir akibat persaingan kekuasaan antar negara. Ketiadaan nilai dalam ilmu pengetahuan modern yang menjadikan sains untuk sains, bahkan sains adalah segalanya, telah mengakibatkan krisis kemanusiaan. Krisis lingkungan dan kemanusiaan, mulai dari genetic engineering hingga foules solitaire (kesepian dalam keramaian, penderitaan Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 74 dalam kemelimpahan). Manusia telah tercerabut dari aspek-aspek utuhnya, cinta, kehangatan, kekerabatan, dan ketenangan. Kedua krisis global ini telah menghantui sebagian besar lingkungan dan masyarakat modern yang materialis-pragmatis. Macam-macam Kepercayaan Dasar kepercayaan adalah kebenaran. Sumber kebenaran adalah manusia. Kepercayaan itu dapat dibedakan atas : • Kepercayaan pada diri sendiri Kepercayaan pada diri sendiri itu ditanamkan setiap pribadi manusia. Percaya pada diri sendiri pada hakekatnya percaya pada Tuhan Yang Maha Esa Percaya pada diri sendiri, menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang, dirinya mampu mengerjakan yang diserahkan atau dipercayakan kepadanya. • Kepercayaan kepada orang lain Percaya kepada orang lain itu dapat berupa percaya kepada saudara, orang tua, guru, atau siapa saja. Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya ternadap kata hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata hati, atau terhadap kebenarannya. Ada ucapan yang berbunyi orang itu dipercaya karna ucapannya. Misalnya, orang yang berjanji sesuatu hams dipenuhi, meskipun janji itu tidak terdengar orang lain, apalagi membuat janji kepada orang lain. • Kepercayaan kepada pemerintah Berdasarkan pandangan teokratis menurut etika, filsafat tingkah laku karya Prof.Ir, Poedjawiyatna, negara itu berasal dari Tuhan. Tuhan langsung memerintah dan memimpin bangsa manusia, atau setidak-tidaknya Tuhanlah pemilik kedaulatan sejati, Karena semua adalah ciptaan Tuhan. Semua mengemban kewibawaan, terutama pengemban tertinggi, yaitu raja, langsung dikaruniai kewibawaan oleh Tuhan, sebab langsung dipilih oleh Tuhan pula (kerajaan) Pandangan demokratis mengatakan bahwa kedaulatan adalah dari rakyat, (kewibawaan pun milik rakyat. Rakyat adalah negara, rakyat itu menjelma pada negara. Satu-satunya realitas adalah negara). Manusia sebagai seorang (individu) tak berarti. Orang. mempunyai arti hanya dalam masyarakat, negara. Hanya negara sebagai keutuhan (totalitas) yang ada, kedaulatan mutlak pada negara, negara demikian itu disebut negara totaliter. satu-satunya yang mempunyai hak ialah negara; manusia perorangan tidak mempunyai hak, ia hanya mempunyai kewajiban (negara diktator) Jelaslah bagi kita, baik teori atau pandangan teokratis ataupun demokratis negara atau pemerintah itu benar, karena Tuhan adalah sumber kebenaran. Karena itu wajarlah kalau manusia sebagai warga negara percaya kepada negara/pemerintah. Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 75 • Kepercayaan kepada Tuhan Kepercayaan kepada Tuhan yang maha kuasa itu amat penting, karena keberadaan manusia itu bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu amat penting, karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya. Bagaimana Tuhan dapat menolong umatnya, apabila umat itu tidak mempunyai kepercayaan kepada Tuhannya, sebab tidak ada tali penghubung yang mengalirkan daya kekuatannya. Oleh karcna itu jika manusia berusaha agar mendapat pertolongan dari padanya, manusia harus percaya kepada Tuhan, sebab Tuhanlah yang selalu menyertai manusia. Kepercayaan atau pengakuan akan adanya zat yang maha tinggi yang menciptakan alam semesta seisinya merupakan konsekuensinya tiap-tiap umat beragama dalam melakukan pemujaan kepada zat tersebut. Usaha-usaha Meningkatkan Percaya pada Tuhan Usaha itu antara lain: − Meningkatkan ketaqwaan kita dengan jalan meningkatkan ibadah. − Meningkatkan pengabdian kita kepada masyarakat. − Meningkatkan kecintaan kita kepada sesama manusia dengan jalan suka menolong, dermawan, dan sebagainya. − mengurangi nafsu mengumpulkan harta yang berlebihan. − menekan perasaan negatif seperti iri, dengki, fitnah, dan sebagainya. Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 76 Lampiran Essay KEHIDUPAN KEDUA: Tentang Nalar dan Horizonnya Few of them made it into thirty. Old age was the previlege of rocks and trees. One had to hurry, to get on with life before the sun went down before the first snow Thirteen-year-olds bearing children, four-year-olds stalking birds’ nests in the rushes, leading the hunt at twenty— they aren’t yet, then they are gone. Infinity’s ends fused quickly. Witches chewed charms with all the teeth of youth intact. A son grew to manhood beneath his father’s eye. Beneath the grandfather’s blank sockets the grandson was born. … Life, however long, will always be short. Too short for anything to be added. — Wislawa Szymborska Our Ancestor’s Short Lives Donal B. Calne, pakar neurologi dari Kanada, menulis buku Within Reason (1999) yang oleh KPG diterbitkan jadi Batas Nalar (2004). Diterjemahkan dengan menarik oleh Parakitri T. Simbolon, pembaca bisa dibuat yakin betapa gramatika Bahasa Indonesia sungguh bisa menghadirkan uraian ilmiah yang terang dan intim, seakan bagian dari obrolan sehari-hari. Adapun kosakata bahasa nasional kita ini ternyata keadaannya memang lumayan dahsyat, sehingga alih-bahasa sejumlah terma ilmiah dengan kosa kata yang ada, atau yang baru, sanggup membuat pembaca kian sadar betapa Bahasa Indonesia memang sudah punya potensi yang sama dengan Bahasa Yunani: sama-sama bahasa asing, yang hasratnya untuk diintimi menuntut kerja keras nalar; nalar yang menurut Calne memiliki batas yang tak tertembus, sehingga nalar bukan saja tak bisa dimintai tanggung jawab, tapi juga mematok mentok perkembangan manusia. Di halaman 417, Calne antara lain menyatakan bahwa kemajuan manusia (human progress) adalah hasil optimisme yang bertegas-tegas namun tak realistis — yaitu bahwa cara hidup kita yang mutakhir lebih tinggi mutunya dari semua cara hidup sebelumnya. Benarkah kehidupan spesies manusia tak bergerak maju sejak evolusi menghasilkan nalar? Jika ukuran human progress diletakkan pada berubahnya bentuk hubungan antara spesies manusia — yang harus melanjutkan hidup — Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 77 dengan alam yang tampak terus-berubah-serba-tak-terduga, bisa disimpulkan memang bahwa kehidupan manusia sama sekali tak bergerak maju. Sejak ratusan ribu tahun yang silam, hingga hari ini, spesies manusia masih tetap melanjutkan hidup diri dan spesiesnya dengan terus-menerus beradaptasi dengan alam yang dikira tak dapat sepenuhnya dipahami itu. Kita jelas belum berhasil membalik pola hubungan itu menjadikan alam sepenuhnya beradaptasi dengan manusia. Kita bahkan belum bergerak maju dalam membuat agar manusia “apa-adanya” dengan segenap kecenderungan gelapnya, beradaptasi mendidik dan menyelaraskan diri dengan manusia seharusnya yang mengandung banyak kemungkinan menakjubkan itu. Homo Sapiens, kerabat dekat kera dan monyet ini, memang masih kelewat manusiawi, masih tetap hidup dan berbiak dengan mementingkan diri dan spesiesnya. Mereka belum sepenuhnya beranjak naik membentuk kehidupan yang mampu melampaui kepentingan diri dan spesies, mengaktualkan segala potensi nalarnya yang luarbiasa itu. Namun demikian, jika ukuran kemajuan manusia diubah dan diletakkan pada bertambahnya harapan hidup dan meluasnya persebaran populasi manusia di Bumi, orang tentu bisa menyimpulkan bahwa dengan segala keruwetannya, kehidupan manusia telah relatif bergerak maju. Kajian arkeologis dan antropologis masyarakat prasejarah tentu banyak membantu menerangi soal ini. Puisi Wizlawa Szymborska, pemenang Hadiah Nobel Sastra 1996, yang diterjemahkan dari Bahasa Polandia oleh Stanislaw Baranczak dan Clare Cavanagh, dengan kuat menyajikan kelamnya hidup leluhur manusia; hidup yang demikian singkat, begitu singkat sehingga sepanjang apapun ia terentang, tetap tak sanggup menampung sekaligus memekarkan hal-hal baru. Singkatnya, kehidupan leluhur manusia terentang begitu panjang dan keras memenuhi sebagian besar sejarah manusia di Bumi. Para penghuni rahim batu itu, yang hidupnya hanya sedikit lebih panjang dari hidup kera dan monyet, bisa menanggung hidup yang agak lebih panjang karena mereka terus menerus mengembangkan nalar. Juga karena, antara lain, kawanan Tyrannosaurus tak berkembang otaknya dan keburu punah jutaan tahun sebelumnya. Usia 50 tahun lebih, bukan lagi hak itimewa bongkahan padas dan bukit karang. Di banding dengan apa yang sudah dicapai manusia di simpang alaf ini, kehidupan leluhur manusia di jaman batu adalah kehidupan yang luar biasa menarik hanya bagi kaum romantik, dan bagi industrialis film kartun kanakkanak. *** Abad 20 yang baru saja lewat memang bisa dikenang sebagai abad yang mengungguli semua abad sebelumnya dalam hebatnya kekejian — pembantaian etnis di Jerman dan Armenia, perang saudara di Rusia dan Cina, penumpasan orang-orang yang dituduh komunis di Indonesia. Pernah ada Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 78 sebuah masa di abad ke-20 di mana orang ragu mungkinkah abad ini bisa merampungkan dirinya sebagai sebuah abad yang utuh akibat kegilaannya menumpuk kekuatan destruktif yang bisa menghancurkan dirinya berkali-kali. Abad 20 akhirnya memang berlalu, tetapi di simpang alaf ke-3 ini, kekejaman manusia terhadap sesamanya tidak dengan sendirinya ikut silam. Di Indonesia, kita bahkan menyambut persimpangan alaf ini dengan perang etnik di Kalimantan, penumpasan antar umat beragama di Maluku dan Poso; dan Indonesiapun seakan menjadi sebuah tanah air yang menghitung bulan, menunggu purnama terakhirnya sebagai sebuah bangsa. Tetapi, mengidentikkan tingginya kekejian manusia dengan meningkatnya perkembangan nalarnya, adalah langkah yang berbahaya. Orang memang gampang tergoda pada pengidentikan itu dengan, misalnya, menunjuk fakta betapa rakyat dan cendekiawan Jerman, bangsa yang terkenal dengan prestasi filsafat dan kebudayaan itu, berduyun-duyun mendukung seorang pelukis gagal dengan kumis yang buruk yang tegak dengan gagasan biadab membersihkan Eropa dari turunan Musa. Bukan hanya Martin Heidegger, filsuf besar itu, yang ikut mendukung Hitler, tetapi juga Werner Heisenberg, salah seorang tokoh terpenting Mekanika Kuatum, yang bahkan menjadi kepala proyek senjata nuklir Jerman. Orang bisa berdebat bahwa keterlibatan Heisenberg dalam proyek maut dengan gaya kerjanya yang tampak kacau dan serba-tak-pasti, justeru telah menyabot proyek penghancur dunia itu, tetapi ini tak menghapus fakta bahwa cendekiawan paling cemerlang pun bisa terlibat proyek berdarah. Namun, kekejaman Nazi Hitler yang demikian mencekam dan mengguncang, membuat orang lebih mudah terseret memusatkan perhatian pada kamp-kamp konsentrasi, dan gampang abai pada fakta bahwa meningkatnya dukungan cendekiawan dan rakyat Jerman pada Hitler tidaklah datang serta merta. Dukungan itu membesar setelah Hitler berhasil menyelesaikan sejumlah soal ekonomi politik yang Republik Weimar gagal membereskannya, bukan terutama karena Hitler mengusung gagasan besar membuat menjulang keunggulan ras Arya yang mesti ditegakkan dengan cara apapun, termasuk jika harus membakar tuntas kaum Semit hingga ke tulang belulang yang terakhir. Yang juga sering dilupakan adalah bahwa jumlah ilmuwan Jerman yang tak mendukung Hitler masih lebih banyak dari jumlah yang mendukungnya. Ada juga cendekiawan yang tadinya mendukung Hitler, termasuk Heidegger, pelanpelan mencabut dukungan tersebut setelah kekejaman Hitler tercium kian tajam. Sementara itu, di antara mereka yang tak mendukung Hitler, banyak yang kemudian menggabungkan diri dengan para cendekiawan dan seniman Yahudi Jerman dan Eropa, dan kabur meninggalkan Benua itu. Sebagian dari pelarian ini, berhasil sampai ke Amerika, yang kemudian ikut membuat negeri itu mencapai prestasi kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang luarbiasa. Jika Walter Benjamin masih hidup, ia mungkin akan bilang bahwa ibukota abad keBuku Ajar Ilmu Budaya Dasar 79 19 memang tegak di Paris, tetapi ibukota abad ke-20 menjulang di New York. Para pelarian itu juga ikut membuat pencapaian ilmu dan teknologi di paruh kedua abad ke-20 yang baru lewat, jadi jauh lebih besar dibanding dengan seluruh perkembangan ilmu dan teknologi sejak jaman prasejarah hingga Revolusi Industri, bahkan dibanding dengan segenap perkembangan hingga pada Akhir Perang Dunia II. *** Seluruh persoalan ummat manusia di awal millenium ke-tiga ini, bahkan seluruh persoalan besar dan kecil seluruh manusia sejak mereka muncul di bumi, adalah variasi dari sebuah tema yang sudah mekar sejak 4 atau 5 juta tahun yang silam. Akar besar persoalan itu muncul ketika, dengan mekanisme yang rinciannya belum sepenuhnya bisa diurai, sejumlah molekul memperoleh dorongan untuk mereproduksi dan mengekalkan diri. Gejala yang sama sekali baru di alam semesta yang kita kenal ini, gejala yang dikenal sebagai Kehidupan, dengan K, adalah gejala yang harus dipertahankan, apapun caranya, apapun korbannya. Ada yang melihat bahwa dorongan Hidup yang tak terbendung ini, adalah bentuk lanjut dari dorongan intrinsik untuk naik mencapai tingkat tertentu kompleksitas, secara fungsional dan struktural: suatu pencanggihan kombinasi diferensiasi dan integrasi pada dimensi skala, spasial, dan temporal. Ringkasnya: sebuah dorongan yang dekat dengan konstitusi ontologis semesta raya seisinya yang berevolusi dari suatu kehampaan. Reproduksi dan pengekalan diri hanya mungkin jika ada sumber-sumber pemasok materi, energi dan informasi, yang ketersediaannya relatif mantap. Masalahnya adalah: sumber-sumber material penyambung hidup tidak selalu tersedia cukup di sekitar, sementara lingkungan alam yang menopang bisa setiap saat berubah dengan besaran perubahan yang sanggup memunahkan proses reproduksi dan pengekalan diri itu. Kemungkinan terhentinya proses reproduksi dan pengekalan diri ini, yakni Kematian, dengan K, selalu menghantui sejak Kehidupan pertama kali muncul. Segala upaya ditempuh oleh molekul-molekul hidup yang pertama untuk mempertahankan kehidupannya, termasuk jika harus memangsa molekul-molekus hidup yang lain. Ancaman dari pemangsa, kelangkaan sumber-sumber, dan ketak-pastian lingkungan yang semuanya bisa mendatangkan kematian itu, membuat rasa takut menjadi rasa yang paling tua dalam kehidupan, lebih tua dari kemanusiaan. Rasa takut adalah pasangan kehidupan, induk dari seluruh perasaan manusia, yang akan menyosok kian kuat ketika sumber-sumber penyambung reproduksi dan pengekalan diri terancam. Rasa takut purba itu menemani molekul-molekul hidup yang pertama, yang terus menerus berjuang mempertahankan hidup menembus waktu jutaan tahun. Dalam proses trial and error itu, sebagian besar molekul primordial gagal melanjutkan hidup. Yang Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 80 berhasil, semua juga tahu, adalah mereka yang paling mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang serba menekan itu. Dari keadaan yang serba sulit itulah, nalar berkembang di mana rasa takut mulai surut ketika pengalaman menunjukkan bahwa alam, betapapun tampak kacaunya ternyata lama-lama menunjukkan sejumlah keteraturan yang datang dengan sejumlah tanda. Alam mungkin keras, tapi ia tidak pernah berdusta. Harapan adalah ketakutan yang diberi ragi pengalaman dan pengetahuan akan keteraturan dunia. Dari pengalaman yang kian menumpuk akan keteraturan dunia, nalar kelak membangun bahasa, agama dan moral; sekumpulan perangkat yang membantu manusia menyiasati kelangkaan sumber-sumber dan kepungan ancaman. Karena dibangun untuk merespon situasi tertentu, produk-produk nalar tentu punya jangka hidupnya sendiri. Selama masih bisa membantu manusia berbiak dan mengekalkan diri, produk-produk itu tentu saja tetap bertahan. Begitu produk-produk tersebut mempersulit, apalagi menghambat reproduksi dan pengekalan diri manusia, maka produk-produk tersebut, betapun bergunanya mereka tadinya, betapapun luhur dan kekalnya mereka mendaku, akan dengan sendirinya ditinggalkan. Jangankan produk-produk nalar, bahkan nalar itu sendiri, setinggi apapun tingkat perkembangan evolusionernya, akan ditanggalkan jika ia – karena sebuah keadaan yang sangat luar biasa — tak lagi mampu menjamin reproduksi dan pengekalan diri manusia. *** Nalar, seperti halnya tangan, memang tak punya air mata untuk tetes (Hands have no teras to flow — dari sebaris Dylan Thomas: The Hand That Signed the Paper). Nalar dan tangan manusia dalam banyak kasus telah ikut bekerja dalam bembuat lembar-lembar sejarah berlumur darah. Namun demikian, perlahanlahan kita makin tahu bahwa nalar dan tangan yang terlibat dalam kejahatan yang memalukan itu, yang meneken kontrak untuk melantak kota, membiakkan wabah, menumbuhkan kelaparan dan merampas kesempatan pendidikan bebas sekian generasi, bukanlah nalar dan tangan yang sepenuhnya merdeka. Keduanya bertindak di bawah penindasan kecemasan dan ketakutan yang memang mahir menggunakan banyak kedok. Ringkasnya, nalar dan tangan yang menumpahkan darah adalah nalar dan tangan yang sama-sama terjepit dalam batas-batasnya. Bedanya mungkin adalah bahwa jika tangan tak bisa menyadari keterjepitan dan datas-batas itu, nalar jelas bisa. Nalar memang punya batas-batasnya. Dan nalar yang tahu batas-batasnya, adalah juga yang tahu bahwa batas-batas itu bukanlah batas yang tak bisa dilampaui. Sumbangan terpenting buku terbitan KPG ini adalah bertambahnya literatur berbahasa Indonesia yang memaparkan batas nalar bentuk pertama, yakni batas-batas yang berasal dari asal-usul evolusionernya. Namun demikian, pandangan esensialistik yang membayang agak kuat di buku Calne, yakni Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 81 pandangan bahwa karena asal-usul evolusionernya yang mengabdi pada kepentingan diri dan spesies, maka nalar manusia akan terus menerus terbatas dalam wilayah yang melahirkannya, terus menerus kebingungan mengahadapi bilangan-bilangan raksasa dan rumit, adalah pandangan yang layak ditinjau ulang. Kajian para pakar seperti Steven Pinker atau Marvin Minsky, adalah kajian yang mencoba menembus sebagian dari batas-batas formal tradisional itu. Kitapun bisa berkata bahwa nalar, seperti halnya manusia, tidaklah ditentukan dan dinilai oleh asal-usulnya, tetapi oleh kemungkinankemungkinan yang setengah mati dicapainya. Ketimbang batas nalar jenis pertama, yang lebih menindas dan lebih perlu mendapat prioritas kajian adalah batas jenis kedua, yakni batas-batas yang disungkupkan oleh kecemasan manusia sendiri. Jika batas nalar yang pertama diwariskan lewat gen, batas nalar yang kedua diwariskan lewat meme. Batasbatas itu, sungkup itu, kita tahu, bisa datang dalam bentuk rasialisme dan berbagai sentimen religius dan politik; produk-produk nalar yang tadinya mungkin berguna untuk menjamin pengekalan diri sekelompok tertentu manusia, tetapi yang tak sesuai lagi dengan kenyataan yang tumbuh; sungkupsungkup yang menyebabkan abad ke-20 menjadi abad paling kelam dalam sejarah. Sungkup itu juga bisa datang dalam bentuk bahasa yang carut marut bertingkat-tingkat dan menolak untuk tampil menyatakan diri dengan terang benderang. Bahkan teori ilmiah yang mapan pun bisa bekerja dan merosot menjadi sebentuk sungkup, terutama ketika ia kehilangan kepekaan atas batasbatasnya. Kemelut besar yang kini melanda Indonesia jelas lebih disebabkan oleh batasbatas nalar yang kedua. Volume otak para pemimpin Malaysia atau Korea Selatan mustahil lebih besar dari volume otak para pemimpin Indonesia. Berasal dari leluhur yang sama yang menyebar keluar dari Afrika, otak orangorang Indonesia jelas serupa belaka dengan otak orang Amerika atau orang manapun di bumi ini. Bahwa dengan otak yang persis sama itu, hasilnya adalah buah yang berbeda, menunjukkan bahwa tentu ada yang keliru dengan cara kita menggunakan dan memperlakukan otak. Tampaknya kita memang tak cukup membantu otak kita, agar bisa tumbuh dan berkembang sesubursuburnya. Kita tak menopangnya dengan pasokan informasi yang memadai, dengan pengikisan produk kognitif yang kadaluwarsa: pengertian tentang Diri, indentitas dan dunia yang sungguh sempit dan dangkal. Salah satu peran terpenting seni, khususnya seni modern, adalah bahwa ia ikut mendobrak horison-horison nalar itu, mengoyak sungkup-sungkup sosial politik dan menelanjangi kecemasan-kecemasan manusia. Dengan tetap meneruskan semangat seni purba yang menghiasi dinding-dinding rahim batu di jaman palaeolitikum, yakni semangat proleptik yang hendak mewujudkan di masa sekarang hal-hal yang masih akan terjadi nanti, seni modern telah ikut memperluas pengertian kita akan kemungkinan-kemungkinan nalar, menyeret Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 82 kita keluar dari prasangka palsu kita, mempertajam kepekaan kita akan luka dan kerentanan orang lain, sesama makhluk. Seni memang tidak akan sanggup menyelamatkan dunia atau menebus manusia, tetapi mereka yang nalar dan tubuhnya pernah mencerna habis karya-karya yang kuat, akan mengalami dunia dan memandang manusia dengan cara yang baru. *** Jika tangan punya keringat untuk menguap karena kerja, benak punya gumpalan untuk melatu menyebarkan ilham, untuk menyadari motif-motif manusia. Calne menegaskan, menentukan peringkat motif-motif berada dalam batas-batas wilayah nalar, tetapi memilih di antara peringkat itu berada di luar batas-batas tersebut. Nalar instrumental barangkali memang tak sanggup memilih. Ia memang hanya alat. Tetapi ketak-sanggupan nalar instrumental memilih di antara peringkat itu, lebih sering terjadi karena terbatasnya informasi dan waktu untuk memprosesnya, sementara tindakan harus segera diambil untuk memastikan kelanjutan hidup. Tak jarang, keterjepitan untuk meneruskan hidup di hari ini, mengorbankan peningkatan mutu hidup di masa depan yang bisa terasa masih sangat jauh. Jika diberi waktu yang cukup, dan dipasok dengan bahan-bahan yang memadai, nalar instrumental bisa mengembangkan diri menjadi nalar kritis, nalar yang jika diasah terus bisa menuntun manusia memutuskan — kembali mengutip Szymborska, pada puisi Possibilities: I prefer the absurdity of writing poems to the absurdity of not wirting poems. Nalar instrumental yang perkasa dan nalar kritis yang yang bisa menggugat dirinya, seperti halnya belahan otak kiri dan kanan, keduanya tentu diperlukan untuk mengubah dunia ini agar manusia dan segenap bentuk kehidupan tak lagi harus ditindas dan disihir oleh pigmen imajinasinya akibat kelangkaan sumber-sumber penyambung hidup. Pemahaman yang lebih baik tentang nalar memang bisa membantu kita membentuk suatu kerangka kerja di mana kita dapat menempatkan hukum-hukum alam yang mungkin diketahui dan mengakui serba tanggungjawab kita sebagai spesies paling kuasa di bumi (hal.415). Pemahaman seperti itu sanggup membantu manusia agar bisa hidup berdampingan di atas bumi dengan ruang dan sumber-sumbernya yang — untuk sementara relatif tetap dibiarkan — terbatas. Selain belum bisa membuat bumi menjadi planet dengan sumber-sumber yang tak terbatas, kita pun belum bisa mengkoloni Tatasurya atau Bimasakti, sehingga pengertian tentang energi tak-terbarukan menjadi pengertian yang sudah bisa hilang dari ingatan. Tetapi kita sudah punya setumpuk pengetahuan yang bisa membantu kita mengikis sebagian besar rasa takut primordial akan kelangkaan dan ancaman itu. Yang jelas, kita kini bisa berkata tegas bahwa semua manusia adalah wadah kehidupan yang asal usulnya bisa dilacak sampai pada kelahiran kosmos. Lingkunganlah yang membangun kecenderungannya memandang orang lain sebagai calon pemangsa yang tak bisa dipercaya, jika ia Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 83 merasa dirinya lebih lemah. Dan jika ia merasa dirinya lebih kuat: kecenderungan mengabaikan dan meremehkan orang lain, bahkan memandangnya sebagai calon mangsa pengekalan diri, terutama ketika ketersediaan sumber-sumber terancam. Tak ada memang yang benar-benar jahat pada manusia, dan kita tak lagi bisa menilai sejarah secara hitam putih. Satu-satunya kejahatan manusia adalah karena mereka takluk pada dorongan kehidupan untuk mengekalkan diri, sementara sejumlah keterlanjuran sejarah bertebaran menghambat dorongan itu. Keterlanjuran itu adalah juga buah dari dorongan reproduksi dan pengekalan diri manusia lain. Mereka semua tunduk pada dorongan kehidupan bentuk pertama, yakni reproduksi dan pengekalan diri secara genetis, dan tak bisa sepenuhnya merengkuh Kehidupan Kedua: kehidupan dengan reproduksi dan pengekalan diri secara memetis. Sebagian besar tokoh agung yang dihormati sejarah adalah mereka yang berjuang naik memilih kehidupan kedua. Beberapa di antara mereka — Sidharta Gautama dan Al-Ghazali, misalnya — bahkan meninggalkan anak dan keluarganya, bagian dari diri genetisnya. Sambil mengupayakan sistem pengaturan dunia yang mencegah tumbuhnya keterlanjuran baru, dan memberi ruang yang relatif sama bagi semua manusia untuk mengekalkan diri, layak juga kita renungkan perkembangan mutakhir nalar. Pencapaian nalar dalam bentuk Teori Relativitas dan Mekanika Kuantum, misalnya. Satu-satunya nilai praktis relativitas dan kuatum serta turunannya bagi kelanjutan arus genetik manusia adalah bahwa mungkin kelak teori-teori ini bisa membantu manusia berpindah dari alam semesta kita sekarang jika alam semesta ini tak lagi mampu menampung kehidupan. Tetapi, keruntuhan alam semesta diramalkan akan tiba milyaran tahun lagi. Bahkan membesarnya matahari yang bisa membakar habis kehidupan di bumi tampaknya tidak akan terjadi dalam jangka sejuta tahun yang akan datang. Sementara itu, ilmu dan teknologi telah melaju begitu pesat, sehingga orang bisa tergoda membuat ekstrapolasi bahwa nalar sudah mampu membawa manusia berpindah ke alam semesta yang lain, hanya dalam jangka yang kurang dari 1000 tahun dari sekarang. Kemungkinan perkembangan yang tak berkait langsung dengan kelangsungan hidup genetis ini, mungkin memang buah dari apa yang oleh seorang pelamun disebut sebagai tetasnya nalar dari cangkang kosmisnya. Sebuah langkah awal menuju pencapaian puncak Kehidupan Kedua, yang ternyata lebih tua dari Kehidupan Pertama: semesta yang mereproduksi diri secara fisik, kali ini lewat nalar manusia.*** Nirwan Ahmad Arsuka Dimuat di Bentara-KOMPAS, Rabu 2 Maret 2005 Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar 84