4.1. Analisis Deskr Seluruh Kawasan Pada bagian

advertisement
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Deskr
skriptif Fluktuasi Nilai Tukar Riil Negara
gara-negara dalam
Seluruh Kawasan
asan
Pada bagian ini akan dibahas mengenai kondisi umum dari masing-masing
unakan. Hal ini dilakukan untuk memberikann ga
variabel yang digunak
gambaran umum
cara sistematis mengenai fakta-fakta dan hubun
yang disajikan secar
hubungan antar
asan ini dimulai dengan gambaran mengenai
variabel. Pembahasa
nai fluktuasi nilai
negara yang terdapat dalam seluruh kawasan.
tukar riil negara-nega
n. K
Kemudian, akan
dijelaskan mengenai
ai hubungan fluktuasi nilai tukar riil denga
ngan variabelnya.
Gambar di bawahh ini merupakan rata-rata fluktuasi negara-neg
negara di seluruh
AN+6 maupun non ASEAN+6 pada periode
kawasan baik ASEAN
ode 2002-2006 dan
2007-2011.
Sumber: CEIC, diolah
Keterangan: IDR = Indo
donesia; MYR= Malaysia; SGD = Singapura; PHP
HP = Filipina; THB =
Thailand;; C
CHN = China; KRW = Korea Selatan; JPY = Jepang;
g; INR = India; AUD
= Australia;
lia; NZD = New Zealand; DE = Jerman; FR = Peranc
ncis; GBP = Inggris;
MXN = Meeksiko; CAD = Kanada; USD = Amerika Serikat
Gambar 4.1. Fluk
luktuasi Nilai Tukar Riil Negara-Negara dala
alam Kawasan
ASEAN+6 dan no
non ASEAN+6 Periode 2002-2006 dan Period
iode 2007-2011
49
Berdasarkan gambar 4.1, pada periode 2007-2011, negara-negara dalam
seluruh kawasan yaitu Malaysia, China, India, Jepang, Korea Selatan, Australia,
New Zealand, Filipina, Inggris, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Perancis dan
Singapura memiliki fluktuasi nilai tukar yang lebih tinggi daripada yang dialami
pada periode 2002-2006, tetapi beberapa negara masih pada titik yang tidak
terlalu jauh perubahannya yakni Indonesia dan Thailand dan serta titik yang tidak
berubah Amerika Serikat. Fenomena fluktuasi nilai tukar riil yang lebih tinggi
pada periode 2007-2011 ini merupakan akibat dari krisis global yang terjadi pada
tahun 2008 dan juga pengaruh rezim nilai tukar yang dipakai pada negara tersebut.
Negara-negara yang menjadi objek menggunakan rezim nilai tukar mengambang
baik mengambang bebas dan terkendali dimana supply dan demand terhadap mata
uang asing tergantung pada pasar. Krisis pada tahun 2008 pada awalnya terjadi di
Amerika Serikat mengalami efek penularan sehingga merambat ke negara-negara
di Eropa dan Asia. Krisis yang terjadi berdampak signifikan terhadap pergerakan
nilai tukar yang dicerminkan melalui meningkatnya penghindaran resiko (riskaversion) dan perubahan yang dirasakan investor dalam resiko berinvestasi dalam
mata uang tertentu (Kohler, 2010). Krisis finansial dalam skala besar yang terjadi
telah mengakibatkan aliran modal keluar (capital outflows) secara besar-besaran
dari negara pasar ekonomi sehingga mengarah pada fluktuasi nilai tukar negaranegara di seluruh dunia. Pada masa krisis, terjadi keketatan likuiditas global,
dengan demikian supply dollar relatif sangat menurun. Hal inilah yang
memberikan efek depresiasi terhadap nilai tukar di negara-negara dalam seluruh
kawasan. Depresiasi nilai tukar yang terjadi di negara-negara ini terjadi karena
penarikan modal yang terjadi di negara-negara berkembang sedangkan mata uang
dollar Amerika Serikat mengalami apresiasi terhadap mata uang negara lain. Pada
saat terjadi krisis, negara Amerika Serikat mengalami resesi ekonomi, sehingga
mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya menurunkan
daya beli Amerika. Hal ini tentunya mempengaruhi negara-negara lain karena
Amerika Serikat merupakan pangsa pasar ekonomi yang besar bagi negara-negara
lain. Negara-negara ASEAN sebagian besar merupakan negara perekonomian
terbuka kecil, seperti Indonesia dan Thailand sehingga kontribusi perdagangan
internasional terhadap PDB tidak terlalu besar sehingga fluktuasi nilai tukar riil
50
tidak terlalu meningkat drastis. Fluktuasi nilai tukar yang terjadi pada periode
2007-2011 membuat semua negara termasuk didalamnya pemerintahan dan bank
sentral di Amerika, Eropa maupun Asia melakukan berbagai upaya penyelamatan
perekonomian negara mereka. Upaya yang dilakukan antara menurunkan tingkat
suku bunga dan memberi stimulus fiskal.
Bank sentral di Eropa melakukan
pemangkasan suku bunga mengikuti langkah Bank Sentral Amerika Serikat, The
Fed. Sebelumnya Bank Sentral Australia juga melakukan hal yang sama. Upaya
penyelamatan juga dilakukan oleh negara-negara di Asia. Bank Sentral China
contohnya, pada 8 Oktober 2008, mengikuti langkah Bank Sentral AS,
memangkas tingkat suku bunga. China juga diketahui memiliki cadangan devisa
yang cukup besar sehingga bisa menghadapi krisis global yang terjadi pada tahun
2008. Pemerintah China juga meluncurkan paket stimulus ekonomi senilai 4
triliun yuan pada 10 November 2008. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut pada
akhirnya bertujuan untuk menstabilkan nilai tukar dan meningkatkan daya saing
negara-negara dalam perdagangan internasional di seluruh kawasan.
4.2. Hubungan Fluktuasi Nilai Tukar Riil dengan Tingkat Pertumbuhan
GDP Riil
Ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik akan dapat menghitung
output barang dan jasa perekonomian dan tidak dipengaruhi oleh perubahan harga.
Melalui pergerakan GDP riil suatu negara menunjukkan output jika jumlah
berubah tetapi dengan asumsi harga tidak berubah. Kestabilan nilai tukar riil
dalam suatu negara tentunya bisa mengarahkan pada pembangunan ekonomi yang
baik dan secara signifikan bisa meningkatkan tingkat pertumbuhan GDP Riil.
Mengidentifikasi sumber guncangan pada fluktuasi nilai tukar akan memberikan
gambaran terhadap suatu negara agar membuat kebijakan yang tepat sasaran
sehingga fluktuasi nilai tukar dapat terukur dan kebijakan tersebut efektif untuk
diimplementasikan saat terjadi guncangan pada nilai tukar ini. GDP Riil juga
dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap semua variabel ekonomi
termasuk nilai tukar riil suatu negara dengan mekanisme penawaran agregat.
Dalam kenyataannya, pendekatan melalui sudut pandang keseimbangan fluktuasi
nilai tukar juga akan cenderung mengarahkan kepada guncangan ekonomi yakni
51
tingkat output dan peke
pekerja. Berikut merupakan gambar yang men
enyajikan korelasi
lai tukar dengan GDP riil negara-negara kawa
wasan ASEAN+6
antara fluktuasi nilai
dengan negara-negara
ara kawasan non ASEAN+6.
Sumber : CEIC, Bank off C
Canada, Australia Bureau Statistic, Statistic of Canada
ada, diolah
Keterangan: IDR = Indo
donesia; MYR= Malaysia; SGD = Singapura; PHP
HP = Filipina; THB =
Thailand;; C
CHN = China; KRW = Korea Selatan; JPY = Jepang;
g; INR = India; AUD
= Australia;
lia; NZD = New Zealand; DE = Jerman; FR = Peranc
ncis; GBP = Inggris;
MXN = Meeksiko; CAD = Kanada; USD = Amerika Serikat
Gambar 4.2. Korelasi
elasi antara Fluktuasi Nilai Tukar riil dengan
gan Pertumbuhan
GDP Riil Negar
gara-negara Kawasan ASEAN+6 dengan Kaw
awasan non
ASEAN+6
Pada gambar
bar 4.2 dapat dilihat bahwa terdapat pertumbuha
umbuhan GDP riil
negara-negara ASEA
AN+6 lebih tinggi daripada negara-negara di Eropa maupun
Amerika Utara. Kor
orelasi yang negatif antara fluktuasi nilai tuka
tukar riil dengan
pertumbuhan GDP ri
riil baik negara-negara kawasan ASEAN+66 dengan negaranegara kawasan non A
ASEAN+6. Hal ini dapat dilihat melalui ni
nilai korelasi dan
kecenderungan garis
is memiliki kemiringan negatif. Namun, kor
korelasi di negaranegara di kawasann AS
ASEAN+6 lebih negatif daripada negara-nega
gara kawasan non
ASEAN+6. Hal ini
ni m
mengindikasikan bahwa fluktuasi nilai tukar
ukar riil yang rendah
dapat mengarahkann pa
pada pertumbuhan GDP riil yang tinggi. Pada
ada negara-negara
kawasan non ASEAN
N+6, pertumbuhan GDP riil tingkatnya lebih
bih rendah daripada
ringkat pertumbuhan
buhan negara-negara kawasan ASEAN+6 karena
ena pada negara-
52
negara yang berada
da ppada kawasan non ASEAN+6 yakni Uni Eropa
ropa dan Amerika
Utara sudah mencapa
pai keadaan full employment dan penggunaann tteknologi dalam
menghasilkan komodi
oditi terutama barang industri atau manufakt
aktur sudah lebih
efisien dibandingkan
an negara-negara kawasan ASEAN+6 dann di
diketahui bahwa
negara-negara di kaw
kawasan non ASEAN+6 merupakan negara pan
pangsa pasar yang
besar bagi negara-ne
-negara lainnya dan negara-negara di kawa
wasan Eropa dan
Amerika Utara adal
dalah negara adidaya yang mempunyai pen
pengaruh terhadap
perekonomian dunia se
serta memiliki keadaan ekonomi yang stabil
bil se
sehingga tingkat
harga dalam jangka ppanjang relatif stabil dan fluktuasi nilai tukar
ukar riil lebih rendah
dibandingkan negarara-negara kawasan ASEAN+6.
4.3. Hubungan Fluk
luktuasi Nilai Tukar Riil dengan Pengeluaran
aran Pemerintah
Pada gambar 4.3. diperlihatkan hubungan antara fluktuasi
uasi nilai tukar riil
dengan pengeluarann ppemerintah di negara-negara kawasan ASEAN
AN+6 dan negaranegara kawasann non A
ASEAN+6.
Sumber : CEIC, Bank off C
Canada, Australia Bureau Statistic, Statistic of Canada
ada, diolah
Keterangan: IDR = Indo
donesia; MYR= Malaysia; SGD = Singapura; PHP
HP = Filipina; THB =
Thailand;; C
CHN = China; KRW = Korea Selatan; JPY = Jepang;
g; INR = India; AUD
= Australia;
lia; NZD = New Zealand; DE = Jerman; FR = Peranc
ncis; GBP = Inggris;
MXN = Meeksiko; CAD = Kanada; USD = Amerika Serikat
Gambar 4.3. Korelas
elasi antara Fluktuasi Nilai Tukar Riil denga
gan Pengeluaran
Pemerintah Negar
egara-negara Kawasan ASEAN+6 dengan Kaw
Kawasan non
ASEAN+6
53
Dari gambar 4.3. diperoleh keterangan bahwa ditunjukkan perbedaan grafik
yang jelas yaitu pada negara-negara dalam kawasan ASEAN+6 memiliki korelasi
yang positif dan negara-negara dalam kawasan non ASEAN+6 memiliki korelasi
yang negatif. Pengeluaran pemerintah pada negara-negara kawasan ASEAN+6
masih ditujukan untuk mengatasi adanya kegagalan pasar sebab kegagalan dari
suatu industri dapat saja merembet ke industri lain yang saling terkait.
pembayaran hutang luar negeri juga menjadi salah satu prioritas yang dilakukan
oleh kebanyakan negara di kawasan ASEAN+6 yang pada akhirnya ditujukan
untuk menjaga kestabilan nilai tukar riil di negara tersebut.
Pengeluaran
pemerintah semacam ini disebut dengan pengeluaran pemerintah yang tidak
reproduktif atau self-liquidating karena pengeluaran ini langsung ditujukan untuk
menambah kesejahteraan masyarakat atau untuk membayar hutang.
Namun,
pengeluaran pemerintah yang cukup besar membuat output negara lebih
meningkat sehingga masyarakat lebih banyak bertransaksi karena tingginya
permintaan barang baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini akan
membuat fluktuasi nilai tukar akan semakin meningkat karena terjadi depresiasi
nilai tukar. Sebaliknya pada negara-negara pada kawasan non ASEAN+6, baik di
negara-negara di Eropa maupun di Amerika Utara merupakan negara dengan
pihak swasta dominan daripada pemerintah dalam menghasilkan komoditi baik
barang maupun jasa dan didukung dengan masyarakat yang produktif sehingga
memiliki daya saing yang tinggi. Pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan
dengan peningkatan pendapatan per kapita negara tersebut. Ditambah komoditi
yang dihasilkan oleh negara-negara ini merupakan bersifat manufaktur dengan
inovasi dan teknologi yang sudah maju dimana barang-barang manufaktur bersifat
elastis sehingga harganya tidak terlalu fluktuatif dan bisa bersaing dengan negaranegara lain. Pengeluaran pemerintah dalam mengatasi kestabilan nilai tukar riil
juga efektif sebab melalui pengeluaran pemerintah dapat menekan resiko dan
ketidakpastian yang terjadi di dalam negeri melalui pembangunan infrastruktur
yang sangat memadai atau untuk memberikan layanan kepada investor sehingga
investor berani melakukan investasi. Perbedaan yang berbeda juga dapat dilihat
dengan pengeluaran pemerintah pada negara maju di Uni Eropa maupun Amerika
54
Serikat diutamakann unt
untuk meningkatkan pendidikan yang baik serta jaminan
kesehatan bagi seluruh
uruh w
warga negara.
Uang Beredar
4.4. Hubungan Fluk
luktuasi Nilai Tukar Riil dengan Jumlah Uan
Selanjutnya, pe
pembahasan akan dilanjutkan mengenai hubun
hubungan fluktuasi
nilai tukar dengan jum
jumlah uang beredar. Pada gambar 4.4. dapatt di
dilihat hubungan
antara fluktuasi nilai
ai ttukar riil dengan jumlah uang yang beredarr di negara-negara
kawasan ASEAN+66 ddan negara-negara kawasan non ASEAN+6.
6. Korelasi antara
fluktuasi nilai tukarr de
dengan jumlah uang beredar (money supply)) posi
positif di negaranegara kawasan ASE
SEAN+6 sedangkan negara-negara kawasann non ASEAN+6
memiliki korelasi neg
negatif.
Sumber : CEIC, Bank off C
Canada, Australia Bureau Statistic, Statistic of Canada
ada, diolah
Keterangan: IDR = Indo
donesia; MYR= Malaysia; SGD = Singapura; PHP
HP = Filipina; THB =
Thailand;; C
CHN = China; KRW = Korea Selatan; JPY = Jepang;
g; INR = India; AUD
= Australia;
lia; NZD = New Zealand; DE = Jerman; FR = Peranc
ncis; GBP = Inggris;
MXN = Meeksiko; CAD = Kanada; USD = Amerika Serikat
Gambar 4.4. Korelas
lasi antara Fluktuasi Nilai Tukar Riil dengan
gan Jumlah Uang
Beredar Negara
ara-negara Kawasan ASEAN+6 dengan Kaw
awasan non
ASEAN+6
Fluktuasi nilai tukar yang tinggi akan cenderung mendor
ndorong pemerintah
untuk melakukan kebi
ebijakan moneter dengan memengaruhi jumla
lah yang beredar
55
dan tingkat suku bunga. Hal ini dilakukan dengan asumsi harga tetap sehingga
keseimbangan yang dicapai adalah jangka pendek. Secara teknis, yang dihitung
sebagai jumlah uang beredar adalah uang yang benar-benar berada di tangan
masyarakat. Negara-negara dalam kawasan ASEAN+6 memiliki nilai korelasi
yang positif, hal ini disebabkan karena tingginya ketergantungan dan ekspektasi
masyarakat terhadap nilai tukar domestik terhadap dolar Amerika Serikat dalam
perekonomian
terutama
dalam
pasar
uang
sehingga
pemerintah
harus
mengintervensi dengan dengan kebijakan moneter. Dengan kebanyakan negara
menggunakan rezim nilai tukar mengambang, kebijakan moneter merupakan
kebijakan efektif dalam meningkatkan output dalam jangka pendek, di tambah di
era globalisasi ini, modal dapat bergerak dengan bebas. Bagi negara-negara di
kawasan non ASEAN+6 yang terdiri dari negara-negara Uni Eropa dan Amerika
Utara jumlah uang beredar memiliki korelasi yang negatif dengan fluktuasi nilai
tukar riil, hal ini menunjukkan dengan adanya kebijakan moneter yang salah
satunya adalah jumlah uang beredar maka fluktuasi nilai tukar riil dapat dikurangi.
Di Uni Eropa sebagai bentuk integrasi ekonomi yang telah terbentuk sebelum
kawasan ASEAN+6 peran bank sentral lebih efektif karena negara-negara tersebut
diatur oleh satu bank sentral sedangkan pada kawasan Amerika Utara merupakan
kawasan ekonomi dengan negara perekonomian terbesar sehingga pengaruh
terhadap fluktuasi nilai tukar riil sangat besar karena mampu memengaruhi pasar
uang dunia. Dengan masyarakat memegang uang yang lebih banyak daripada
yang diinginkan maka tingkat bunga akan turun sampai masyarakat mau
memegang seluruh kelebihan uang yang dicetak. Hal ini akan mengarahkan pada
peranan bank sentral untuk mengendalikan fluktuasi nilai tukar riil negara-negara
tersebut.
4.5. Hubungan Fluktuasi Nilai Tukar Riil dengan Keterbukaan Ekonomi
Pada gambar 4.5. akan diperlihatkan hubungan antara fluktuasi nilai tukar
riil dengan keterbukaan ekonomi negara-negara dalam kawasan ASEAN+6
dengan negara-negara kawasan non ASEAN+6. Terdapat korelasi yang negatif
antara fluktuasi nilai tukar riil dengan keterbukaan ekonomi baik pada negara-
56
negara kawasan AS
ASEAN+6 maupun negara-negara dalam
m kawasan non
ASEAN+6. Namun
un korelasi pada kawasan ASEAN+6 lebih neg
negatif. Fluktuasi
nilai tukar yang lebih
bih rendah mengarahkan pada keterbukaan ekonom
konomi yang lebih
besar.
Keterbukaan
an ekonomi juga merupakan gambaran posisi negara dalam
perdagangan internasi
asional.
Sumber : CEIC, Bank off C
Canada, Australia Bureau Statistic, Statistic of Canada
ada, diolah
Keterangan: IDR = Indo
donesia; MYR= Malaysia; SGD = Singapura; PHP
HP = Filipina; THB =
Thailand;; C
CHN = China; KRW = Korea Selatan; JPY = Jepang;
g; INR = India; AUD
= Australia;
lia; NZD = New Zealand; DE = Jerman; FR = Peranc
ncis; GBP = Inggris;
MXN = Meeksiko; CAD = Kanada; USD = Amerika Serikat
Gambar 4.5. Korelas
lasi antara Fluktuasi Nilai Tukar Riil dengan
gan Keterbukaan
Ekonomi Negar
gara-negara Kawasan ASEAN+6 dengan Kaw
awasan non
ASEAN+6
Negara-negara
ra pa
pada kawasan ASEAN+6 sebagian besar ter
terdiri dari negara
perekonomian terbuka
buka kecil (small open economy) sehingga nilai
ai ttukar atau sering
disebut kurs memega
gang peranan pada transmisi kebijakan mone
oneter tetapi untuk
negara-negara denga
gan perekonomian terbuka besar karena
na tidak memiliki
ketergantungan deng
dengan perdagangan internasional.
Negara
ara-negara dalam
kawasan ASEAN+66 lebih banyak menghasilkan barang-baran
rang primer yang
mempunyai harga lebi
lebih fluktuatif dibandingkan negara-negara pada kawasan non
ASEAN+6 yang me
menghasilkan barang-barang sekunder dan tersier, selain
memiliki nilai tambah,
bah, juga tidak terlalu dipengaruhi oleh harga
ga sehingga relatif
stabil dan stabilitass ni
nilai tukar riil pada negara-negara tersebut bisa terjaga.
57
4.6. Hasil Granger Causality Test pada Data Panel
Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi hubungan sebab akibat antara dua
variabel.
Konsep dasar dari pengujian ini sendiri yaitu menguji keterkaitan
huibungan antara dua variabel tanpa melakukan pendugaan terhadap model.
Keterkaitan antara dua variabel ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan sebab
akibat diantara dua variabel yang diuji, apakah memiliki hubungan kausalitas satu
arah atau dua arah.
Prinsip kerja Granger Causality Test data panel menggunakan prinsip
model pooled dengan panjang lag optimal (p). Apabila dengan menggunakan lag
optimal sudah tidak memunculkan hasil, maka lag tersebut sudah maksimum.
Pengujian Granger Causality pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kawasan
yang terdiri dari negara-negara dalam seluruh kawasan (Indonesia, Malaysia,
Singapura, Thailand, Filipina, China, Korea Selatan, India, Jepang, Australia,
New Zealand, Jerman, Perancis, Inggris, Meksiko, Kanada, dan Amerika Serikat),
kemudian negara-negara dalam kawasan ASEAN+6, yaitu Indonesia, Malaysia,
Singapura, Thailand, Filipina, China, Korea Selatan, India, Jepang, Australia,
New Zealand, yang terakhir negara-negara dalam kawasan non ASEAN+6 yakni
Jerman, Perancis, Inggris, Meksiko, Kanada, dan Amerika Serikat. Pembagian
kawasan tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan fluktuasi nilai tukar
dengan variabel-variabel penelitian di masing-masing kawasan.
Variabel
penelitian diantaranya adalah GDP riil, pengeluaran pemerintah, jumlah uang
beredar, dan keterbukaan ekonomi. Hasil Granger Causality Test ditunjukkan
oleh tabel 4.1.
Pada tabel 4.1., tanda “√” menunjukkan tolak hipotesis nol dengan kriteria
probabilitas < tingkat kritis 0,1 (α = 10%). Hipotesis nol untuk baris pertama dan
kedua pada tabel 4.1. adalah lnREALGDP tidak memengaruhi RER dan RER
tidak memengaruhi lnREALGDP.
Dari hasil yang diperoleh, untuk seluruh
kawasan, ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 lnREALGDP tidak memengaruhi RER
dan RER memengaruhi lnREALGDP pada lag 4 dan lag 6 serta lag 2 untuk
kawasan non ASEAN+6. Ini menunjukkan ada hubungan kausalitas yang searah
terjadi yaitu RER signifikan dalam membantu memprediksikan GDPREAL.
58
Diketahui bahwa GDP riil merupakan pertumbuhan dari supply shocks yang
mencerminkan pembangunan ekonomi suatu negara.
Tabel 4.1. Hasil Granger Causality Test
Hipotesis Nol
lnREALGDP 菇
RER
RER 菇
lnREALGDP
lnGE 菇 RER
RER 菇 lnGE
lnMS 菇 RER
RER 菇 lnMS
lnOPENNESS 菇
RER
RER 菇
lnOPENNESS
Seluruh Kawasan
ASEAN+6
Non ASEAN+6
2 lag 4 lag 6 lag 2 lag 4 lag 6 lag 2 lag 4 lag 6 lag
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan: Periode sample 2002:Q1-2011:Q4, RER = Fluktuasi Nilai Tukar, lnREALGDP =
GDP Real, lnGE = Government Expenditure, lnMS = Money Supply, lnOPENNESS
= Openness of Economy, 菇 = tidak memengaruhi, dan √ = tolak hipotesis nol.
(Hasil Granger Causality Test dapat dilihat pada Lampiran 1).
Untuk baris ketiga dan keempat, hipotesis nol adalah lnGE tidak
memengaruhi RER dan RER tidak memengaruhi lnGE. Baik untuk negara-negara
seluruh kawasan, negara-negara dalam kawasan ASEAN+6 maupun negaranegara dalam kawasan non ASEAN+6 tidak ada yang menunjukkan hubungan
kausalitas di dalam hubungan lnGE dan RER. Berarti dalam penelitian ini,
informasi masa lalu variabel lnGE tidak dapat membantu dalam memprediksikan
fluktuasi nilai tukar negara-negara tersebut, begitu juga sebaliknya.
Untuk baris kelima dan keenam, hipotesis nol adalah lnMS tidak
memengaruhi RER dan RER tidak memengaruhi lnMS. Dari tabel 4.1. dapat
diketahui pada negara-negara seluruh kawasan, ASEAN+6 maupun kawasan non
ASEAN+6 terjadi hubungan kausalitas dua arah yakni lnMS memengaruhi RER,
begitu juga sebaliknya pada lag 4 dan lag 2 pada kawasan ASEAN+6. Hal ini
menunjukkkan lnMS signifikan dalam membantu menjelaskan RER, dan begitu
juga sebaliknya RER signifikan dalam membantu menjelaskan lnMS. Kebijakan
mengenai jumlah uang yang beredar dalam suatu negara merupakan kebijakan
59
moneter yang langsung berkaitan dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar
dalam negara tersebut.
Untuk baris ketujuh dan kedelapan, hipotesis nol adalah lnOPENNESS
tidak memengaruhi RER dan RER tidak memengaruhi lnOPENNESS.
Pada
negara-negara dalam seluruh kawasan dan kawasan ASEAN+6 terdapat hubungan
kausalitas dua arah antara variabel lnOPENNESS dan RER pada lag 2, lag 4, dan
lag 6.
Ini menunjukkan variabel lnOPENNESS signifikan dalam membantu
memprediksikan RER dan variabel RER sendiri signifikan dalam membantu
memprediksikan lnOPENNESS.
Keterbukaan ekonomi merupakan gambaran
suatu negara dalam perdagangan internasional sehingga mempunyai pengaruh
terhadap nilai tukar melalui mekanisme perdagangan yang dilakukan satu negara
dengan negara mitranya. Dalam jangka panjang juga, nilai tukar dapat menjadi
ukuran daya saing suatu negara dalam perdagangan internasional.
Dari hasil Granger Causality Test, didapatkan informasi mengenai
hubungan variabel-variabel penelitian dengan fluktuasi nilai tukar riil baik di
seluruh kawasan, negara-negara kawasan ASEAN+6 dan negara-negara dalam
kawasan non ASEAN+6. Kemudian selanjutnya dilakukan analisis data panel
dinamis untuk menjelaskan bagaimana pengaruh variabel eksogen terhadap
variabel endogen dengan menggunakan metode GMM (Generalized Method of
Moments).
4.7. Hasil Estimasi Penelitian dengan Metode GMM
4.7.1. Hasil Estimasi Penelitian dengan Metode GMM untuk Negara-negara
dalam Seluruh Kawasan
Setelah menganalisis sumber fluktuasi secara deskriptif maka selanjutnya
yaitu pembahasan mengenai metode kuantitatif dalam penelitian yang digunakan.
Nilai tukar yang stabil dan kompetitif merupakan hal yang krusial bagi negaranegara maju maupun negara-negara yang sedang berkembang karena berdampak
langsung pada aliran modal, Foreign Direct Invesment (FDI), dan perdagangan
internasional yang memiliki keuntungan komparatif (Khan et al., 2009). Untuk
60
mencapai kestabilan nilai tukar inilah maka diperlukan penelitian mengenai
sumber-sumber fluktuasi nilai tukar.
Pada tabel 4.2. memperlihatkan hasil
estimasi koefiesien faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil
negara-negara di seluruh kawasan dengan menggunakan pendekatan GMM
(Generalized Method of Moments). Uji spesifikasi kemudian dilakukan untuk
mendapatkan model terbaik sebagai estimator variabel-variabel yang digunakan.
Uji tersebut diantaranya adalah uji Arrellano-Bond, uji Sargan, dan uji tidak bias.
Namun uji tidak bias dapat ditoleransi karena dengan menggunakan uji ArrellanoBond dan uji Sargan sudah dapat membuktikan model yang digunakan sudah
baik.
Penggunaan model yang terbaik yaitu Arrellano-Bond (AB-GMM/FD-
GMM) noconstant dengan variabel predetermined jumlah uang beredar (money
supply). Jumlah instrumen yang digunakan dalam model ini meningkat sejalan
dengan bertambahnya dimensi waktu (T) yang digunakan sehingga metode ABGMM memanfaatkan terlalu banyak pembatasan (over identyfing restrictions)
sehingga menghasilkan kualitas instrumen yang kurang memadai, sehingga
diperlukan adanya variabel predetermined (Benito, 2011). Selanjutnya pada uji
Arrellano-Bond, nilai statistik m1 (-13.091) yang siginifikan pada taraf nyata 1
persen dan nilai statistik m2 (1.0283) yang tidak signifikan pada taraf nyata 1
persen, 5 persen, dan 10 persen, sehingga dapat dikatakan penduga konsisten.
Selain itu, validitas instrumen model dinamis yang digunakan untuk menganalis
faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil dilihat dari uji Sargan
dengan nilai statistik sebesar 632.1655 dan nilai probabilitas sebesar 0.1009 yang
sudah siginifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antar residu dan over-identyfing
restrictions mendeteksi tidak ada masalah dengan validitas instrumen. Namun,
pada penelitian ini, nilai estimasi dari koefisien lag RER AB-GMM (.4112799)
tidak berada di antara koefisien lag RER estimasi fixed effect (.4200058), dan
koefisien lag RER estimasi pooled least square (.6011898) sehingga dapat
dikatakan estimasi model dinamis ini bersifat bias (biased) atau instrumen yang
digunakan masih lemah. Verbeek (2004) menyatakan bahwa penduga yang bias
dapat terjadi jika instrumen yang memerlihatkan hubungan atau korelasi yang
lemah dengan regresi endogen.
61
Tabel 4.2. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Fluktuasi Nilai
Tukar Riil Negara-negara dalam Seluruh Kawasan
Parameter
Lag RER
lnREALGDP
lnGE
lnMS
lnOPENNESS
Pooled Least Square
Lag RER
Fixed Effect
Lag RER
AB Test
Arrelano-Bond m1
Arrelano-Bond m2
Sargan Test
Estimated
Coefficients
.4112799
-.0042602
.0026244
.0006525
.0021265
SE
P-value
.0359316
.0006784
.0012586
.0008253
.0008318
0.000
0.001
0.001
0.336
0.011
.6011898
.0310892
0.000
.4200058
.0356588
0.000
z
-13.091
1.0283
chi2 (588)
632.1655
Prob > z
0.0000
0.3038
Prob > chi2
0.1009
Dari tabel 4.2. juga terlihat ada empat variabel yang signifikan terhadap faktorfaktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara di seluruh
kawasan yaitu variabel lag dependent (nilai tukar riil), real demand shocks yang
diproksi melalui pengeluaran pemerintah, real supply shocks yang diproksi dari
GDP riil, dan keterbukaan ekonomi yang masing-masing signifikan pada taraf
nyata 5 persen. Hal ini dilihat dari indikator p-value yang tergambar dalam tabel
4.2., namun dapat dilihat bahwa variabel money supply tidak signifikan pada taraf
nyata 1 persen, 5 persen, atau 10 persen. Pembahasan selanjutnya fokus mengenai
variabel-variabel yang signifikan atau berpengaruh nyata dalam memengaruhi
fluktuasi nilai tukar riil sesuai yang disajikan pada Tabel 4.2..
4.7.1.1. Variabel Lag Dependent (Nilai Tukar Riil)
Berdasarkan hasil estimasi yang diperlihatkan Tabel 4.2., koefisien dari lag
dependent sebesar 0.4112. Nilai koefisien tersebut menjelaskan bahwa jika terjadi
peningkatan fluktuasi nilai tukar riil pada periode sebelumnya sebesar 10 persen,
cateris paribus, akan direspon oleh peningkatan nilai tukar riil sebesar 4.112
persen, begitu juga sebaliknya.
Hubungan yang positif ini menandakan
62
pergerakan nilai tukar riil untuk periode selanjutnya berkorelasi dengan fluktuasi
nilai tukar riil pada periode sebelumnya. Pergerakan nilai tukar riil pada periode
sebelumnya direspon oleh pergerakan nilai tukar riil periode setelahnya. Fluktuasi
nilai tukar riil merupakan keadaan fundamental yang penting bagi suatu
perekonomian negara sebab nilai tukar riil merupakan indikator utama yang
berkaitan dengan transaksi antar pelaku ekonomi suatu negara.
Dengan
mengetahui nilai fluktuasi pada periode sebelumnya, setiap negara dapat
mengambil yang tepat agar bisa mengarahkan pada kestabilan nilai tukar yang
dalam jangka panjang dapat mencapai daya saing dalam perdagangan
internasional melalui Purchasing Power Parity (PPP). Semua negara yang berada
dalam seluruh kawasan ingin mencapai tujuan jangka panjangnya, sehingga
kebijakan mengenai nilai tukar riil di setiap negara akan disesuaikan dengan
kondisi perekonomian masing-masing negara.
4.7.1.2. Variabel GDP Riil
Variabel GDP Riil mempunyai pengaruh siginifikan terhadap nilai tukar riil
pada seluruh kawasan menurut hasil estimasi pada tabel 4.2.. Koefisien variabel
GDP riil sebesar -0.0042 dan memiliki hubungan yang negatif. Intepretasi dari
koefisien ini adalah apabila terjadi peningkatan GDP riil sebesar 10 persen,
cateris paribus, akan menurunkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar 0.42 persen,
begitu juga sebaliknya. Peningkatan GDP riil pada suatu negara menandakan
adanya peningkatan produktivitas negara tersebut dan menunjukkan tingkat
pertumbuhan yang lebih tinggi dengan asumsi harga konstan. Hal ini tentunya
meningkatkan agregat penawaran barang-barang dalam negeri dan tingkat
pengembalian modal.
Pada zaman globalisasi, modal dapat bergerak bebas
sehingga akan mengarahkan pada aliran modal masuk dan salah satu dampak yang
dirasakan adalah apresiasi nilai tukar. Sebelum mencapai tingkat alamiahnya
kembali dalam jangka panjang, tentunya selama peningkatan GDP riil atau supply
shocks ini membuat tingkat harga relatif meningkat dan terjadi apresiasi nilai
tukar dalam jangka pendek sebab harus meningkatkan upah para pekerja karena
meningkatnya output tersebut.
Harga barang-barang dalam negeri meningkat
63
dibandingkan harga-harga barang luar negeri. Dalam jangka panjang, dimana
output sudah mencapai melebihi titik potensialnya akan mendorong harga
domestik menurun dan terjadi depresiasi nilai tukar domestik. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan pleh Clarida dan Gali (1994). Negara-negara
yang menjadi objek dalam penelitian ini sebagian besar merupakan negara
industri seperti Malaysia, Singapura, Korea, Jepang, Jerman, Kanada, Inggris, dan
Amerika Serikat. Hasil yang siginifikan ini mendukung hasil penelitian Lastrapes
(1992), Chowdury (2004) dimana fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh
guncangan penawaran atau supply shocks.
4.7.1.3. Variabel Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure)
Pada tabel 4.2., didapatkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap fluktuasi nilai tukar riil dan
memiliki koefisien sebesar 0.0026. Hal ini dapat diintepretasikan bahwa apabila
terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 10 persen, cateris paribus,
akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar sebesar 0.26 persen, begitu juga
sebaliknya. Peningkatan pengeluaran pemerintah merupakan salah satu kebijakan
fiskal negara atau demand shocks dimana akan mengurangi jumlah tabungan
nasional sehingga nilai tukar yang akan diinvestasikan ke luar negeri akan
berkurang dan membuat permintaan barang-barang dalam negeri akan meningkat
dan ouput juga meningkat dalam jangka pendek, tingkat harga barang domestik
akan meningkat dan terjadi apresiasi nilai tukar riil. Namun dalam jangka panjang
adanya tekanan untuk meningkatkan upah para pekerja yang pada periode
sebelumnya harus menghasilkan output yang banyak akan mengurangi tingkat
output sehingga mencapa tingkat produksi alamiah atau cederung ke jangka
panjangnya tetapi tingkat harga akan tetap tinggi dan mengarahkan apresiasi nilai
tukar riil yang permanen.
64
4.7.1.4. Variabel Keterbukaan Ekonomi (Openness of Economy)
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4.2., variabel keterbukaan ekonomi
siginifikan terhadap fluktuasi nilai tukar yakni pada taraf 5 persen. Koefisien
variabel keterbukaan ekonomi sebesar 0.0021 yang mencerminkan setiap
peningkatan keterbukaan ekonomi sebesar 10 persen maka akan meningkatkan
fluktuasi nilai tukar riil sebesar 0.21 persen, begitu juga sebaliknya. Keterbukaan
ekonomi suatu negara menandakan respon negara tersebut terhadap perdagangan
internasional yang mengekspor barang ke luar negeri, mengimpor barang dan jasa
dari luar negeri, serta meminjam dan memberi pinjaman pada pasar modal dunia.
Peningkatan keterbukaan ekonomi ini bisa melalui penurunan tarif atau
peningkatan kuota yang akan mengarahkan peningkatan harga relatif dari barangbarang tradable atau barang yang bisa diekspor sehingga akan mengakibatkan
depresiasi nilai tukar negara tersebut melalui menurunnya neraca perdagangan
(Connolly dan Devereux (1995) dalam Zakaria (2011)). Keterbukaan ekonomi ini
juga menunjukkan adanya penambahan dalam jumlah ekspor maupun impor suatu
negara sehingga pasti berpengaruh pada perpindahan modal sehingga aliran modal
bersifat bergerak atau mobile. Oleh karena itu, negara harus meningkatkan daya
saing untuk memperluas pangsa pasar dalam perdagangan internasional.
4.7.2. Hasil Estimasi Penelitian dengan Metode GMM untuk Negara-negara
dalam Kawasan ASEAN+6
Pembahasan
selanjutnya
adalah
menganalisis
Faktor-faktor
yang
memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara kawasan ASEAN+6. Hasil
estimasi dengan pendekatan GMM dapat dilihat pada tabel 4.3.. Menurut hasil
estimasi pada tabel 4.3. metode estimasi dalam model data panel dinamis sudah
menunjukkan hasil estimasi yang cukup baik, dilihat dari tingkat signifikansi dan
tanda koefisiennya. Uji spesifikasi dalam pemodelan ini menggunakan ArrellanoBond (AB-GMM/FD-GMM) noconstant dengan variabel predetermined jumlah
uang beredar (money supply). Selain itu, konsistensi estimasi ditunjukkan oleh
hasil uji Arellano-Bond nilai statistik m1 (-10.76) yang siginifikan pada taraf nyata
1 persen dan nilai statistik m2 (.84835) yang tidak signifikan pada taraf nyata 1
65
persen, 5 persen, dan 10 persen, maka berdasarkan uji Arrellano-Bond, model ini
dikatakan sudah konsisten.
Tabel 4.3. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Fluktuasi Nilai
Tukar Riil Negara-negara dalam Kawasan ASEAN+6
Parameter
Lag RER
lnREALGDP
lnGE
lnMS
lnOPENNESS
Pooled Least Square
Lag RER
Fixed Effect
Lag RER
AB Test
Arrelano-Bond m1
Arrelano-Bond m2
Sargan Test
Estimated
Coefficients
.383031
-.0037795
.0027703
.0000814
.0019593
SE
P-value
.0452667
.0014226
.0009309
.0008908
.0009429
0.000
0.008
0.003
0.927
0.038
.5098281
.0417403
0.000
.3872451
.044806
0.000
z
-10.76
.84835
chi2 (396)
403.5481
Prob > z
0.0000
0.3962
Prob > chi2
0.3858
Kriteria lainnya yakni uji Sargan menunjukkan nilai statistik sebesar
403.5481 dan probabilitas sebesar 0.3858 yang tidak signifikan pada taraf nyata 1
persen, 5 persen, dan 10 persen yang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antar
residu dan over-identyfing restrictions sehingga instrumen valid. Namun, pada
penelitian ini, nilai estimasi dari koefisien lag RER AB-GMM (.383031) tidak
berada di antara koefisien lag RER estimasi fixed effect (.3872451), dan koefisien
lag RER estimasi pooled least square (.5098281) sehingga dapat dikatakan
estimasi model dinamis ini bersifat bias (biased) atau instrumen yang digunakan
masih lemah. Penduga AB-GMM dapat mengandung bias pada sampel terbatas
(finite-sample), hal ini dapat terjadi dari deret ketika tingkat lag (lagged level) dari
deret berkorelasi secara lemah dengan first-difference berikutnya sehingga
instrumen yang tersedia untuk persamaan first-difference lemah. Apabila variabel
endogen bersifat random-walk, estimasi GMM tidak dapat menyampaikan
informasi mengenai perubahan masa yang akan datang, sehingga lag yang tidak
berubah (untransformed) merupakan instrumen yang lemah untuk variabel yang
66
berubah (transformed) (Blundell dan Bond, 1998).
Estimasi yang telah
diperlihatkan pada tabel 4.3. telah memberikan informasi apa yang menjadi
sumber fluktuasi negara-negara di kawasan ASEAN+6. Variabel-variabel yang
signifikan kemudian dibahas secara satu-persatu untuk mengetahui hubungannya.
4.7.2.1. Variabel Lag Dependent (Nilai Tukar Riil)
Pada kasus negara-negara dalam kawasan ASEAN+6, variabel lag
dependent signifikan pada taraf nyata 1 persen dengan probabilitas 0.000 dan
memiliki koefisien sebesar 0.3830. Nilai tersebut mengintepretasikan bahwa jika
peningkatan fluktuasi nilai tukar riil pada periode sebelumnya sebesar 10 persen,
cateris paribus, akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar 3.83 persen,
begitu juga sebaliknya. Hubungan positif ini menunjukkan bahwa fluktuasi nilai
tukar riil periode sebelumnya dapat memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negaranegara pada kawasan ASEAN+6.
Pada negara-negara di ASEAN+6 sebagian besar mempunyai rezim nilai
tukar yang sama yakni rezim mengambang bebas dan rezim mengambang
terkendali dimana sulit untuk mencapai kestabilan nilai tukar riil dalam jangka
panjang. Oleh karena itu diperlukan informasi mengenai fluktuasi nilai tukar pada
periode sebelumnya agar dapat mengambil langkah-langkah atau kebijakan yang
tepat untuk mengarahkan pada kestabilan nilai tukar riil kawasan ASEAN+6.
Hasil variabel yang signifikan ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Caporale et al. (2009) dan Zakaria (2011).
4.7.2.2. Variabel GDP Riil
Variabel GDP riil merupakan salah satu variabel yang siginifikan dalam
hasil estimasi dengan menggunakan pendekatan GMM. Dapat dilihat pada tabel
4.3. bahwa variabel GDP memiliki probabilitas sebesar 0.008 yang signifikan
pada taraf nyata 5 persen dan koefisiennya sebesar -0.0037. Hal ini dapat
diintepretasikan apabila terjadi peningkatan GDP riil sebesar 10 persen, cateris
paribus, akan menurunkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar 0.37 persen, begitu
juga sebaliknya. Seperti pada pembahasan sebelumnya pertumbuhan GDP riil
67
menunjukkan adanya pertumbuhan produktivitas dalam negeri yang meningkat.
Hal ini akan meningkatkan agregat penawaran barang-barang dalam negeri dan
tingkat pengembalian modal dan pada akhirnya akan mengarahkan pada apresiasi
nilai tukar pada jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, produktivitas
dalam negeri akan kembali pada tingkat alamiah yang sudah melampaui titik
potensialnya sehingga akan terjadi depresiasi nilai tukar riil tersebut. Negaranegara ASEAN+6 sebagian besar merupakan negara sedang berkembang sehingga
dengan meningkatnya produktivitas negara tersebut bisa menarik investor dari
luar untuk menanamkan modalnya di dalam negeri. Potensi untuk meningkatkan
produktivitas negara-negara ASEAN+6 dapat dilihat melalui banyaknya sumber
daya terutama sumber daya manusia yang belum termanfaatkan secara optimal
sehingga belum mencapai full employment.
Wilayah Asia-Pasifik merupakan
salah satu integrasi yang dinamis di dunia.
Perdagangan intra-wilayah telah
menunjukkan mekanisme yang efektif terutama untuk meningkatkan pertumbuhan
GDP riil, sehingga keuntungan yang diperoleh dalam integrasi regional dapat
dicapai (Shigematsu, 2006).
Melalui pertumbuhan GDP riil negara-negara
ASEAN+6 akan meningkat sejalan dengan stabilnya nilai tukar riil masingmasing anggota sehingga meningkatkan integrasi ekonomi di kawasan
ASEAN+6.
4.7.2.3. Variabel Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure)
Variabel pengeluaran pemerintah juga merupakan variabel yang signifikan
dalam estimasi faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negaranegara pada kawasan ASEAN+6.
Pada tabel 4.3. dapat dilihat variabel
pengeluaran pemerintah memiliki probabilitas 0.003 yang signifikan pada taraf 5
persen
dan
koefisien
pengeluaran
pemerintah
sebesar
0.0027
yang
mengintepretasikan apabila terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar
10 persen, cateris paribus, akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar riil 0.27
persen, begitu juga sebaliknya. Kebijakan fiskal negara-negara dalam kawasan
ASEAN+6 dapat ditempuh melalui peningkatan pengeluaran pemerintah. Dengan
adanya peningkatan pengeluaran pemerintah maka akan meningkatkan permintaan
68
barang-barang domestik, sehingga akan meningkatkan harga relatif domestik
terhadap luar negeri dan dalam jangka pendek akan menurunkan outputnya.
Peningkatan ini juga mengindikasikan bahwa pemerintah negara-negara
ASEAN+6 mengeluarkan biaya untuk barang-barang tradables yang pada
akhirnya bisa meningkatkan daya saing dan jangka panjangnya apresiasi nilai
tukar riil.
Negara-negara anggota pada kawasan ASEAN+6 sebagian besar
memiliki banyak populasi sehingga tenaga kerja juga yang dihasilkan juga
meningkat. Hal ini bisa dijadikan pendukung untuk menghasilkan lebih banyak
komoditi yang bisa diperdagangkan dalam perdagangan internasional. Pemerintah
dapat membantu dengan ekspansi kebijakan fiskal sehingga dapat meningkatkan
output dan dapat dilihat hal ini akan membantu meningkatkan devisa negara.
4.7.2.4. Variabel Keterbukaan Ekonomi (Openness of Economy)
Pada tabel 4.3., variabel keterbukaan ekonomi merupakan variabel yang
signifikan. Ini dapat dilihat dengan probabilitas 0.038 signifikan pada taraf nyata
5 persen. Variabel keterbukaan ekonomi memiliki koefisien sebesar .0019, ini
mencerminkan bahwa apabila terjadi peningkatan keterbukaan ekonomi sebesar
10 persen, cateris paribus, akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar
0.19 persen, begitu juga sebaliknya. Keterbukaan ekonomi mempunyai arti yang
penting bagi negara-negara dalam kawasan ASEAN+6 yang terdiri dari negara
dengan perekonomian kecil. Negara dengan perekonomian kecil memberi arti
bahwa negara-negara ASEAN+6 merupakan negara bagian kecil dari pasar dunia,
dan dengan sendirinya tidak memiliki dampak terhadap tingkat bunga dunia
sehingga tingkat bunga riil sama dengan tingkat bunga riil dunia (Mankiw, 2006).
Keterbukaan ekonomi juga berkaitan dengan neraca perdagangan suatu negara.
Peningkatan keterbukaan ini bisa dalam bentuk penurunan tarif, meningkatkan
kuota, atau dalam bentuk pengurangan pajak ekspor. Dengan keterbukaan ini
akan mengakibatkan depresiasi nilai tukar riil domestik melalui neraca
perdagangan. Dengan harga barang domestik yang lebih murah maka daya saing
suatu negara akan meningkatkan dalam perdagangan internasional.
Negara-
negara anggota ASEAN+6 sebagai satu bentuk integrasi dapat meningkatkan
69
perdagangan internasional dengan kesepakatan Free Trade Area yang telah
disetujui.
Pangsa pasar yang semakin bertambah merupakan salah satu
keunggulan yang mendukung (Kawai, 2007).
Keterbukaan ekonomi inilah
diharapkan menjadi salah satu faktor yang dapat mengurangi fluktuasi nilai tukar
riil negara-negara anggota ASEAN+6.
4.7.3. Hasil Estimasi Penelitian dengan Metode GMM untuk Negara-negara
dalam Kawasan Non ASEAN+6
Perbandingan atau komparasi terhadap keadaan kawasan lain merupakan
ukuran perekonomian yang bisa dijadikan acuan bagi suatu kawasan. Dalam
penelitian ini, perbandingan negara yang digunakan dimasukkan ke dalam
kawasan non ASEAN+6 antara lain adalah Jerman, Perancis, Inggris, Meksiko,
Kanada, dan Amerika Serikat. Pendekatan yang dipakai pun sama dengan negaranegara kawasan ASEAN+6 yakni pendekatan GMM. Hasil estimasi dapat dilihat
pada tabel 4.4..
Penggunaan model yang terbaik yaitu Arrellano-Bond (AB-
GMM/FD-GMM) noconstant dengan variabel predetermined jumlah uang beredar
(money supply). Melalui uji Arrelano-Bond, konsistensi model yang digunakan
dapat diketahui, dan pada model yang digunakan ditunjukkan nilai statistik m1 (7.1897) yang signifikan pada taraf 1 persen dan nilai statistik m2 (.59418) yang
tidak siginifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, atau 10 persen, sehingga
dalam hal ini model dapat dikatakan konsisten. Selain itu, validitas instrumen
model dinamis ini dapat dilihat pada uji Sargan dengan nilai statistik 233.0493
dan nilai probabilitas yang ditunjukkan yaitu 0.2920 yang tidak signifikan pada
taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen. Hal ini membuktikan bahwa
tidak ada korelasi antar residu dan over-identyfing restrictions mendeteksi tidak
ada masalah dengan validitas instrumen.
Hasil estimasi pada tabel 4.3.
diperlihatkan bahwa model yang digunakan tidak bias, sebab koefisien hasil
estimasi dengan pendekatan AB-GMM yaitu (.5033777) berada diantara koefisien
fixed effect (.5031872) dan koefisien pooled least square (.5272229). Model
panel dinamis yang bersifat tidak bias berada di atas efek (fixed effect) dan di
bawah estimasi OLS (ordinary least square).
Namun, dengan hanya
70
menggunakan uji AB-GMM dan uji Sargan, sudah menunjukkan bahwa model
yang digunakan sudah cukup baik.
Tabel 4.4. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Fluktuasi Nilai
Tukar Riil Negara-negara dalam Kawasan Non ASEAN+6
Parameter
Lag RER
lnREALGDP
lnGE
lnMS
lnOPENNESS
Pooled Least Square
Lag RER
Fixed Effect
Lag RER
AB Test
Arrelano-Bond m1
Arrelano-Bond m2
Sargan Test
Estimated
Coefficients
.5033777
-.0029406
.0011533
.0017421
.0009618
SE
P-value
.0614551
.0033951
.0021085
.0009582
.0017554
0.000
0.386
0.584
0.069
0.584
.5272229
.0571744
0.000
.5031872
.062778
0.000
z
-7.1897
.59418
chi2 (222)
233.0493
Prob > z
0.0000
0.5524
Prob > chi2
0.2920
Pengujian variabel untuk estimasi faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi
nilai tukar riil negara-negara pada kawasan non ASEAN+6 dengan menggunakan
Arellano-Bond Generalized Method of Moments (AB-GMM) memperlihatkan
pergerakan dinamis variabel endogennya dan dari hasil yang diperoleh pada tabel
4.3. ditunjukkan bahwa variabel yang signifikan yaitu variabel lag dependent dan
variabel money supply. Untuk selanjutnya variabel tersebut akan dibahas lebih
mendalam.
4.7.3.1. Variabel Lag Dependent (Nilai Tukar Riil)
Variabel lag dependent merupakan variabel yang signifikan dalam
estimasi faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara
kawasan non ASEAN+6. Hal ini ditunjukkan variabel ini memiliki probabilitas
sebesar 0.000 yang signifikan pada taraf nyata 1 persen.
Koefisien variabel
sebesar 0.5033 yang mengintepretasikan apabila terjadi peningkatan fluktuasi nilai
71
tukar riil pada periode sebelumnya sebesar 10 persen, cateris paribus, akan
meningkatkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar 5.033 persen, begitu juga
sebaliknya. Pada dasarnya setiap negara yang ada di seluruh dunia memiliki
histori pergerakan nilai tukar riil dari periode ke periode. Pada negara-negara
kawasan non ASEAN+6 yang merupakan negara-negara manufaktur tentunya
stabilisasi nilai tukar mendapat perhatian terutama sebab Purchasing Power
Parity (PPP) sebagai benchmark untuk mengevaluasi pergerakan nilai tukar riil
dalam jangka panjang dan hal ini menjadi acuan bagi setiap negara dalam
perdagangan internasional. Peningkatan fluktuasi nilai tukar riil pada periode
sebelumnya yang direspon positif oleh fluktuasi nilai tukar riil setelahnya
mengimplikasikan apabila kestabilan nilai tukar negara-negara pada kawasan non
ASEAN+6 telah membaik maka akan mendorong perekonomian negara-negara
tersebut.
Dengan mengetahui ukuran fluktuasi nilai tukar pada periode
sebelumnya, kebijakan setiap negara dalam kawasan non ASEAN+6 dapat
diimplementasikan dengan baik.
Negara-negara Eropa dan Amerika Utara
merupakan kawasan yang telah terintegrasi ekonominya mendahului negaranegara kawasan ASEAN+6. Hal ini ditandai dengan mata uang tunggal Euro
yang yang berlaku di Eropa dana mata uang yang dijadikan acuan di seluruh dunia
merupakan mata uang negara Amerika Serikat. Dalam beberapa dekade ini, Euro
telah berkembang menjadi sarana hubungan moneter internasional yang
signifikan, sehingga berhasil menjadi mata uang nomor dua di dunia dan menjadi
alternatif mata uang US dolar (Partisiwi, 2008). Kestabilan Euro ini tentunya
akan memengaruhi perekonomian dunia umumnya dan pada kawasan European
Union (EU) pada khususnya.
Kebijakan moneter yang ditempuh tentunya
seragam untuk setiap negara karena yang mengambil kebijakan satu otoritas
moneter saja.
4.7.3.2. Variabel Jumlah Uang Beredar (Money Supply)
Pada negara-negara di kawasan non ASEAN+6, variabel jumlah uang
beredar (money supply) merupakan variabel yang signifikan sebagai faktor-faktor
yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara pada kawasan non
72
ASEAN+6. Hal ini dilihat dari variabelnya yang mempunyai probabilitas 0.069
yang signifikan pada taraf nyata 10 persen dan koefisiennya sebesar 0.0017. Hal
ini mengintepretasikan bahwa apabila terjadi peningkatan jumlah uang beredar
sebesar 10 persen, cateris paribus, akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar riil
sebesar 0.17 persen, begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini variabel money supply
merupakan variabel predetermined sehingga adanya ekpektasi rasional. Adanya
guncangan pada nilai tukar yang tidak dapat diprediksi pasti tidak akan
berkorelasi dengan jumlah uang beredar masa lalu dan mungkin juga tidak akan
berdampak pada masa sekarang, tetapi pasti mempunyai pengaruh pada jumlah
uang beredar pada masa yang akan datang yakni pemerintah pada negara-negara
kawasan non ASEAN+6 dipaksa akan menyesuaikan jumlah uang beredar masa
depan untuk mengakomodasi fluktuasi nilai tukar riil. Hal ini sesuai dengan
asumsi kekakuan harga dalam jangka pendek yang membawa implikasi nilai tukar
berubah (overshoot) dari titik keseimbangan yang baru, artinya nilai tukar
mengalami perubahan baik apresiasi atau depresiasi yang lebih besar daripada
tingkat perubahan yang diperlukan untuk mencapai kondisi jangka panjang.
Variabel jumlah uang beredar (money supply) merupakan gambaran gangguan
nominal (nominal shocks). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dornbursch
(1976), Clarida dan Ghali (1994) dimana nominal shocks dapat menjelaskan
pergerakan nilai tukar di Jerman. Kebijakan jumlah uang beredar (money supply)
adalah salah satu kebijakan yang lebih efektif pada negara-negara pada negara Uni
Eropa karena telah menggunakan single currency yaitu Euro, dan pada kawasan
Amerika Utara karena pasar finansial yang lebih berkembang. Didukung dengan
negara Amerika Serikat yang merupakan negara dengan perekonomian terbuka
besar dimana Amerika dapat memengaruhi tingkat bunga dunia sehingga money
supply merupakan kebijakan yang paling berpengaruh.
Dari pembahasan yang telah diuraikan, maka faktor faktor yang
memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara baik di seluruh kawasan,
kawasan ASEAN+6 maupun kawasan non ASEAN+6 dapat dirangkumkan dalam
bentuk tabel seperti berikut :
73
Tabel 4.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Fluktuasi Nilai Tukar Riil
No.
1.
2.
3.
4.
Faktor-faktor yang
Seluruh
Kawasan
Kawasan
Memengaruhi Inflasi
Kawasan
ASEAN+6
Non ASEAN+6
+
+
Supply Shocks
Demand Shocks
Nominal Shocks
Openness of Economy
+
+
+
Ket: “+” = memiliki pengaruh positif terhadap fluktuasi nilai tukar; “-“ = memiliki
pengaruh negatif terhadap fluktuasi nilai tukar.
Download