IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Deskr skriptif Fluktuasi Nilai Tukar Riil Negara gara-negara dalam Seluruh Kawasan asan Pada bagian ini akan dibahas mengenai kondisi umum dari masing-masing unakan. Hal ini dilakukan untuk memberikann ga variabel yang digunak gambaran umum cara sistematis mengenai fakta-fakta dan hubun yang disajikan secar hubungan antar asan ini dimulai dengan gambaran mengenai variabel. Pembahasa nai fluktuasi nilai negara yang terdapat dalam seluruh kawasan. tukar riil negara-nega n. K Kemudian, akan dijelaskan mengenai ai hubungan fluktuasi nilai tukar riil denga ngan variabelnya. Gambar di bawahh ini merupakan rata-rata fluktuasi negara-neg negara di seluruh AN+6 maupun non ASEAN+6 pada periode kawasan baik ASEAN ode 2002-2006 dan 2007-2011. Sumber: CEIC, diolah Keterangan: IDR = Indo donesia; MYR= Malaysia; SGD = Singapura; PHP HP = Filipina; THB = Thailand;; C CHN = China; KRW = Korea Selatan; JPY = Jepang; g; INR = India; AUD = Australia; lia; NZD = New Zealand; DE = Jerman; FR = Peranc ncis; GBP = Inggris; MXN = Meeksiko; CAD = Kanada; USD = Amerika Serikat Gambar 4.1. Fluk luktuasi Nilai Tukar Riil Negara-Negara dala alam Kawasan ASEAN+6 dan no non ASEAN+6 Periode 2002-2006 dan Period iode 2007-2011 49 Berdasarkan gambar 4.1, pada periode 2007-2011, negara-negara dalam seluruh kawasan yaitu Malaysia, China, India, Jepang, Korea Selatan, Australia, New Zealand, Filipina, Inggris, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Perancis dan Singapura memiliki fluktuasi nilai tukar yang lebih tinggi daripada yang dialami pada periode 2002-2006, tetapi beberapa negara masih pada titik yang tidak terlalu jauh perubahannya yakni Indonesia dan Thailand dan serta titik yang tidak berubah Amerika Serikat. Fenomena fluktuasi nilai tukar riil yang lebih tinggi pada periode 2007-2011 ini merupakan akibat dari krisis global yang terjadi pada tahun 2008 dan juga pengaruh rezim nilai tukar yang dipakai pada negara tersebut. Negara-negara yang menjadi objek menggunakan rezim nilai tukar mengambang baik mengambang bebas dan terkendali dimana supply dan demand terhadap mata uang asing tergantung pada pasar. Krisis pada tahun 2008 pada awalnya terjadi di Amerika Serikat mengalami efek penularan sehingga merambat ke negara-negara di Eropa dan Asia. Krisis yang terjadi berdampak signifikan terhadap pergerakan nilai tukar yang dicerminkan melalui meningkatnya penghindaran resiko (riskaversion) dan perubahan yang dirasakan investor dalam resiko berinvestasi dalam mata uang tertentu (Kohler, 2010). Krisis finansial dalam skala besar yang terjadi telah mengakibatkan aliran modal keluar (capital outflows) secara besar-besaran dari negara pasar ekonomi sehingga mengarah pada fluktuasi nilai tukar negaranegara di seluruh dunia. Pada masa krisis, terjadi keketatan likuiditas global, dengan demikian supply dollar relatif sangat menurun. Hal inilah yang memberikan efek depresiasi terhadap nilai tukar di negara-negara dalam seluruh kawasan. Depresiasi nilai tukar yang terjadi di negara-negara ini terjadi karena penarikan modal yang terjadi di negara-negara berkembang sedangkan mata uang dollar Amerika Serikat mengalami apresiasi terhadap mata uang negara lain. Pada saat terjadi krisis, negara Amerika Serikat mengalami resesi ekonomi, sehingga mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya menurunkan daya beli Amerika. Hal ini tentunya mempengaruhi negara-negara lain karena Amerika Serikat merupakan pangsa pasar ekonomi yang besar bagi negara-negara lain. Negara-negara ASEAN sebagian besar merupakan negara perekonomian terbuka kecil, seperti Indonesia dan Thailand sehingga kontribusi perdagangan internasional terhadap PDB tidak terlalu besar sehingga fluktuasi nilai tukar riil 50 tidak terlalu meningkat drastis. Fluktuasi nilai tukar yang terjadi pada periode 2007-2011 membuat semua negara termasuk didalamnya pemerintahan dan bank sentral di Amerika, Eropa maupun Asia melakukan berbagai upaya penyelamatan perekonomian negara mereka. Upaya yang dilakukan antara menurunkan tingkat suku bunga dan memberi stimulus fiskal. Bank sentral di Eropa melakukan pemangkasan suku bunga mengikuti langkah Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed. Sebelumnya Bank Sentral Australia juga melakukan hal yang sama. Upaya penyelamatan juga dilakukan oleh negara-negara di Asia. Bank Sentral China contohnya, pada 8 Oktober 2008, mengikuti langkah Bank Sentral AS, memangkas tingkat suku bunga. China juga diketahui memiliki cadangan devisa yang cukup besar sehingga bisa menghadapi krisis global yang terjadi pada tahun 2008. Pemerintah China juga meluncurkan paket stimulus ekonomi senilai 4 triliun yuan pada 10 November 2008. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut pada akhirnya bertujuan untuk menstabilkan nilai tukar dan meningkatkan daya saing negara-negara dalam perdagangan internasional di seluruh kawasan. 4.2. Hubungan Fluktuasi Nilai Tukar Riil dengan Tingkat Pertumbuhan GDP Riil Ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik akan dapat menghitung output barang dan jasa perekonomian dan tidak dipengaruhi oleh perubahan harga. Melalui pergerakan GDP riil suatu negara menunjukkan output jika jumlah berubah tetapi dengan asumsi harga tidak berubah. Kestabilan nilai tukar riil dalam suatu negara tentunya bisa mengarahkan pada pembangunan ekonomi yang baik dan secara signifikan bisa meningkatkan tingkat pertumbuhan GDP Riil. Mengidentifikasi sumber guncangan pada fluktuasi nilai tukar akan memberikan gambaran terhadap suatu negara agar membuat kebijakan yang tepat sasaran sehingga fluktuasi nilai tukar dapat terukur dan kebijakan tersebut efektif untuk diimplementasikan saat terjadi guncangan pada nilai tukar ini. GDP Riil juga dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap semua variabel ekonomi termasuk nilai tukar riil suatu negara dengan mekanisme penawaran agregat. Dalam kenyataannya, pendekatan melalui sudut pandang keseimbangan fluktuasi nilai tukar juga akan cenderung mengarahkan kepada guncangan ekonomi yakni 51 tingkat output dan peke pekerja. Berikut merupakan gambar yang men enyajikan korelasi lai tukar dengan GDP riil negara-negara kawa wasan ASEAN+6 antara fluktuasi nilai dengan negara-negara ara kawasan non ASEAN+6. Sumber : CEIC, Bank off C Canada, Australia Bureau Statistic, Statistic of Canada ada, diolah Keterangan: IDR = Indo donesia; MYR= Malaysia; SGD = Singapura; PHP HP = Filipina; THB = Thailand;; C CHN = China; KRW = Korea Selatan; JPY = Jepang; g; INR = India; AUD = Australia; lia; NZD = New Zealand; DE = Jerman; FR = Peranc ncis; GBP = Inggris; MXN = Meeksiko; CAD = Kanada; USD = Amerika Serikat Gambar 4.2. Korelasi elasi antara Fluktuasi Nilai Tukar riil dengan gan Pertumbuhan GDP Riil Negar gara-negara Kawasan ASEAN+6 dengan Kaw awasan non ASEAN+6 Pada gambar bar 4.2 dapat dilihat bahwa terdapat pertumbuha umbuhan GDP riil negara-negara ASEA AN+6 lebih tinggi daripada negara-negara di Eropa maupun Amerika Utara. Kor orelasi yang negatif antara fluktuasi nilai tuka tukar riil dengan pertumbuhan GDP ri riil baik negara-negara kawasan ASEAN+66 dengan negaranegara kawasan non A ASEAN+6. Hal ini dapat dilihat melalui ni nilai korelasi dan kecenderungan garis is memiliki kemiringan negatif. Namun, kor korelasi di negaranegara di kawasann AS ASEAN+6 lebih negatif daripada negara-nega gara kawasan non ASEAN+6. Hal ini ni m mengindikasikan bahwa fluktuasi nilai tukar ukar riil yang rendah dapat mengarahkann pa pada pertumbuhan GDP riil yang tinggi. Pada ada negara-negara kawasan non ASEAN N+6, pertumbuhan GDP riil tingkatnya lebih bih rendah daripada ringkat pertumbuhan buhan negara-negara kawasan ASEAN+6 karena ena pada negara- 52 negara yang berada da ppada kawasan non ASEAN+6 yakni Uni Eropa ropa dan Amerika Utara sudah mencapa pai keadaan full employment dan penggunaann tteknologi dalam menghasilkan komodi oditi terutama barang industri atau manufakt aktur sudah lebih efisien dibandingkan an negara-negara kawasan ASEAN+6 dann di diketahui bahwa negara-negara di kaw kawasan non ASEAN+6 merupakan negara pan pangsa pasar yang besar bagi negara-ne -negara lainnya dan negara-negara di kawa wasan Eropa dan Amerika Utara adal dalah negara adidaya yang mempunyai pen pengaruh terhadap perekonomian dunia se serta memiliki keadaan ekonomi yang stabil bil se sehingga tingkat harga dalam jangka ppanjang relatif stabil dan fluktuasi nilai tukar ukar riil lebih rendah dibandingkan negarara-negara kawasan ASEAN+6. 4.3. Hubungan Fluk luktuasi Nilai Tukar Riil dengan Pengeluaran aran Pemerintah Pada gambar 4.3. diperlihatkan hubungan antara fluktuasi uasi nilai tukar riil dengan pengeluarann ppemerintah di negara-negara kawasan ASEAN AN+6 dan negaranegara kawasann non A ASEAN+6. Sumber : CEIC, Bank off C Canada, Australia Bureau Statistic, Statistic of Canada ada, diolah Keterangan: IDR = Indo donesia; MYR= Malaysia; SGD = Singapura; PHP HP = Filipina; THB = Thailand;; C CHN = China; KRW = Korea Selatan; JPY = Jepang; g; INR = India; AUD = Australia; lia; NZD = New Zealand; DE = Jerman; FR = Peranc ncis; GBP = Inggris; MXN = Meeksiko; CAD = Kanada; USD = Amerika Serikat Gambar 4.3. Korelas elasi antara Fluktuasi Nilai Tukar Riil denga gan Pengeluaran Pemerintah Negar egara-negara Kawasan ASEAN+6 dengan Kaw Kawasan non ASEAN+6 53 Dari gambar 4.3. diperoleh keterangan bahwa ditunjukkan perbedaan grafik yang jelas yaitu pada negara-negara dalam kawasan ASEAN+6 memiliki korelasi yang positif dan negara-negara dalam kawasan non ASEAN+6 memiliki korelasi yang negatif. Pengeluaran pemerintah pada negara-negara kawasan ASEAN+6 masih ditujukan untuk mengatasi adanya kegagalan pasar sebab kegagalan dari suatu industri dapat saja merembet ke industri lain yang saling terkait. pembayaran hutang luar negeri juga menjadi salah satu prioritas yang dilakukan oleh kebanyakan negara di kawasan ASEAN+6 yang pada akhirnya ditujukan untuk menjaga kestabilan nilai tukar riil di negara tersebut. Pengeluaran pemerintah semacam ini disebut dengan pengeluaran pemerintah yang tidak reproduktif atau self-liquidating karena pengeluaran ini langsung ditujukan untuk menambah kesejahteraan masyarakat atau untuk membayar hutang. Namun, pengeluaran pemerintah yang cukup besar membuat output negara lebih meningkat sehingga masyarakat lebih banyak bertransaksi karena tingginya permintaan barang baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini akan membuat fluktuasi nilai tukar akan semakin meningkat karena terjadi depresiasi nilai tukar. Sebaliknya pada negara-negara pada kawasan non ASEAN+6, baik di negara-negara di Eropa maupun di Amerika Utara merupakan negara dengan pihak swasta dominan daripada pemerintah dalam menghasilkan komoditi baik barang maupun jasa dan didukung dengan masyarakat yang produktif sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita negara tersebut. Ditambah komoditi yang dihasilkan oleh negara-negara ini merupakan bersifat manufaktur dengan inovasi dan teknologi yang sudah maju dimana barang-barang manufaktur bersifat elastis sehingga harganya tidak terlalu fluktuatif dan bisa bersaing dengan negaranegara lain. Pengeluaran pemerintah dalam mengatasi kestabilan nilai tukar riil juga efektif sebab melalui pengeluaran pemerintah dapat menekan resiko dan ketidakpastian yang terjadi di dalam negeri melalui pembangunan infrastruktur yang sangat memadai atau untuk memberikan layanan kepada investor sehingga investor berani melakukan investasi. Perbedaan yang berbeda juga dapat dilihat dengan pengeluaran pemerintah pada negara maju di Uni Eropa maupun Amerika 54 Serikat diutamakann unt untuk meningkatkan pendidikan yang baik serta jaminan kesehatan bagi seluruh uruh w warga negara. Uang Beredar 4.4. Hubungan Fluk luktuasi Nilai Tukar Riil dengan Jumlah Uan Selanjutnya, pe pembahasan akan dilanjutkan mengenai hubun hubungan fluktuasi nilai tukar dengan jum jumlah uang beredar. Pada gambar 4.4. dapatt di dilihat hubungan antara fluktuasi nilai ai ttukar riil dengan jumlah uang yang beredarr di negara-negara kawasan ASEAN+66 ddan negara-negara kawasan non ASEAN+6. 6. Korelasi antara fluktuasi nilai tukarr de dengan jumlah uang beredar (money supply)) posi positif di negaranegara kawasan ASE SEAN+6 sedangkan negara-negara kawasann non ASEAN+6 memiliki korelasi neg negatif. Sumber : CEIC, Bank off C Canada, Australia Bureau Statistic, Statistic of Canada ada, diolah Keterangan: IDR = Indo donesia; MYR= Malaysia; SGD = Singapura; PHP HP = Filipina; THB = Thailand;; C CHN = China; KRW = Korea Selatan; JPY = Jepang; g; INR = India; AUD = Australia; lia; NZD = New Zealand; DE = Jerman; FR = Peranc ncis; GBP = Inggris; MXN = Meeksiko; CAD = Kanada; USD = Amerika Serikat Gambar 4.4. Korelas lasi antara Fluktuasi Nilai Tukar Riil dengan gan Jumlah Uang Beredar Negara ara-negara Kawasan ASEAN+6 dengan Kaw awasan non ASEAN+6 Fluktuasi nilai tukar yang tinggi akan cenderung mendor ndorong pemerintah untuk melakukan kebi ebijakan moneter dengan memengaruhi jumla lah yang beredar 55 dan tingkat suku bunga. Hal ini dilakukan dengan asumsi harga tetap sehingga keseimbangan yang dicapai adalah jangka pendek. Secara teknis, yang dihitung sebagai jumlah uang beredar adalah uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat. Negara-negara dalam kawasan ASEAN+6 memiliki nilai korelasi yang positif, hal ini disebabkan karena tingginya ketergantungan dan ekspektasi masyarakat terhadap nilai tukar domestik terhadap dolar Amerika Serikat dalam perekonomian terutama dalam pasar uang sehingga pemerintah harus mengintervensi dengan dengan kebijakan moneter. Dengan kebanyakan negara menggunakan rezim nilai tukar mengambang, kebijakan moneter merupakan kebijakan efektif dalam meningkatkan output dalam jangka pendek, di tambah di era globalisasi ini, modal dapat bergerak dengan bebas. Bagi negara-negara di kawasan non ASEAN+6 yang terdiri dari negara-negara Uni Eropa dan Amerika Utara jumlah uang beredar memiliki korelasi yang negatif dengan fluktuasi nilai tukar riil, hal ini menunjukkan dengan adanya kebijakan moneter yang salah satunya adalah jumlah uang beredar maka fluktuasi nilai tukar riil dapat dikurangi. Di Uni Eropa sebagai bentuk integrasi ekonomi yang telah terbentuk sebelum kawasan ASEAN+6 peran bank sentral lebih efektif karena negara-negara tersebut diatur oleh satu bank sentral sedangkan pada kawasan Amerika Utara merupakan kawasan ekonomi dengan negara perekonomian terbesar sehingga pengaruh terhadap fluktuasi nilai tukar riil sangat besar karena mampu memengaruhi pasar uang dunia. Dengan masyarakat memegang uang yang lebih banyak daripada yang diinginkan maka tingkat bunga akan turun sampai masyarakat mau memegang seluruh kelebihan uang yang dicetak. Hal ini akan mengarahkan pada peranan bank sentral untuk mengendalikan fluktuasi nilai tukar riil negara-negara tersebut. 4.5. Hubungan Fluktuasi Nilai Tukar Riil dengan Keterbukaan Ekonomi Pada gambar 4.5. akan diperlihatkan hubungan antara fluktuasi nilai tukar riil dengan keterbukaan ekonomi negara-negara dalam kawasan ASEAN+6 dengan negara-negara kawasan non ASEAN+6. Terdapat korelasi yang negatif antara fluktuasi nilai tukar riil dengan keterbukaan ekonomi baik pada negara- 56 negara kawasan AS ASEAN+6 maupun negara-negara dalam m kawasan non ASEAN+6. Namun un korelasi pada kawasan ASEAN+6 lebih neg negatif. Fluktuasi nilai tukar yang lebih bih rendah mengarahkan pada keterbukaan ekonom konomi yang lebih besar. Keterbukaan an ekonomi juga merupakan gambaran posisi negara dalam perdagangan internasi asional. Sumber : CEIC, Bank off C Canada, Australia Bureau Statistic, Statistic of Canada ada, diolah Keterangan: IDR = Indo donesia; MYR= Malaysia; SGD = Singapura; PHP HP = Filipina; THB = Thailand;; C CHN = China; KRW = Korea Selatan; JPY = Jepang; g; INR = India; AUD = Australia; lia; NZD = New Zealand; DE = Jerman; FR = Peranc ncis; GBP = Inggris; MXN = Meeksiko; CAD = Kanada; USD = Amerika Serikat Gambar 4.5. Korelas lasi antara Fluktuasi Nilai Tukar Riil dengan gan Keterbukaan Ekonomi Negar gara-negara Kawasan ASEAN+6 dengan Kaw awasan non ASEAN+6 Negara-negara ra pa pada kawasan ASEAN+6 sebagian besar ter terdiri dari negara perekonomian terbuka buka kecil (small open economy) sehingga nilai ai ttukar atau sering disebut kurs memega gang peranan pada transmisi kebijakan mone oneter tetapi untuk negara-negara denga gan perekonomian terbuka besar karena na tidak memiliki ketergantungan deng dengan perdagangan internasional. Negara ara-negara dalam kawasan ASEAN+66 lebih banyak menghasilkan barang-baran rang primer yang mempunyai harga lebi lebih fluktuatif dibandingkan negara-negara pada kawasan non ASEAN+6 yang me menghasilkan barang-barang sekunder dan tersier, selain memiliki nilai tambah, bah, juga tidak terlalu dipengaruhi oleh harga ga sehingga relatif stabil dan stabilitass ni nilai tukar riil pada negara-negara tersebut bisa terjaga. 57 4.6. Hasil Granger Causality Test pada Data Panel Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi hubungan sebab akibat antara dua variabel. Konsep dasar dari pengujian ini sendiri yaitu menguji keterkaitan huibungan antara dua variabel tanpa melakukan pendugaan terhadap model. Keterkaitan antara dua variabel ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan sebab akibat diantara dua variabel yang diuji, apakah memiliki hubungan kausalitas satu arah atau dua arah. Prinsip kerja Granger Causality Test data panel menggunakan prinsip model pooled dengan panjang lag optimal (p). Apabila dengan menggunakan lag optimal sudah tidak memunculkan hasil, maka lag tersebut sudah maksimum. Pengujian Granger Causality pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kawasan yang terdiri dari negara-negara dalam seluruh kawasan (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, China, Korea Selatan, India, Jepang, Australia, New Zealand, Jerman, Perancis, Inggris, Meksiko, Kanada, dan Amerika Serikat), kemudian negara-negara dalam kawasan ASEAN+6, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, China, Korea Selatan, India, Jepang, Australia, New Zealand, yang terakhir negara-negara dalam kawasan non ASEAN+6 yakni Jerman, Perancis, Inggris, Meksiko, Kanada, dan Amerika Serikat. Pembagian kawasan tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan fluktuasi nilai tukar dengan variabel-variabel penelitian di masing-masing kawasan. Variabel penelitian diantaranya adalah GDP riil, pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar, dan keterbukaan ekonomi. Hasil Granger Causality Test ditunjukkan oleh tabel 4.1. Pada tabel 4.1., tanda “√” menunjukkan tolak hipotesis nol dengan kriteria probabilitas < tingkat kritis 0,1 (α = 10%). Hipotesis nol untuk baris pertama dan kedua pada tabel 4.1. adalah lnREALGDP tidak memengaruhi RER dan RER tidak memengaruhi lnREALGDP. Dari hasil yang diperoleh, untuk seluruh kawasan, ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 lnREALGDP tidak memengaruhi RER dan RER memengaruhi lnREALGDP pada lag 4 dan lag 6 serta lag 2 untuk kawasan non ASEAN+6. Ini menunjukkan ada hubungan kausalitas yang searah terjadi yaitu RER signifikan dalam membantu memprediksikan GDPREAL. 58 Diketahui bahwa GDP riil merupakan pertumbuhan dari supply shocks yang mencerminkan pembangunan ekonomi suatu negara. Tabel 4.1. Hasil Granger Causality Test Hipotesis Nol lnREALGDP 菇 RER RER 菇 lnREALGDP lnGE 菇 RER RER 菇 lnGE lnMS 菇 RER RER 菇 lnMS lnOPENNESS 菇 RER RER 菇 lnOPENNESS Seluruh Kawasan ASEAN+6 Non ASEAN+6 2 lag 4 lag 6 lag 2 lag 4 lag 6 lag 2 lag 4 lag 6 lag √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Keterangan: Periode sample 2002:Q1-2011:Q4, RER = Fluktuasi Nilai Tukar, lnREALGDP = GDP Real, lnGE = Government Expenditure, lnMS = Money Supply, lnOPENNESS = Openness of Economy, 菇 = tidak memengaruhi, dan √ = tolak hipotesis nol. (Hasil Granger Causality Test dapat dilihat pada Lampiran 1). Untuk baris ketiga dan keempat, hipotesis nol adalah lnGE tidak memengaruhi RER dan RER tidak memengaruhi lnGE. Baik untuk negara-negara seluruh kawasan, negara-negara dalam kawasan ASEAN+6 maupun negaranegara dalam kawasan non ASEAN+6 tidak ada yang menunjukkan hubungan kausalitas di dalam hubungan lnGE dan RER. Berarti dalam penelitian ini, informasi masa lalu variabel lnGE tidak dapat membantu dalam memprediksikan fluktuasi nilai tukar negara-negara tersebut, begitu juga sebaliknya. Untuk baris kelima dan keenam, hipotesis nol adalah lnMS tidak memengaruhi RER dan RER tidak memengaruhi lnMS. Dari tabel 4.1. dapat diketahui pada negara-negara seluruh kawasan, ASEAN+6 maupun kawasan non ASEAN+6 terjadi hubungan kausalitas dua arah yakni lnMS memengaruhi RER, begitu juga sebaliknya pada lag 4 dan lag 2 pada kawasan ASEAN+6. Hal ini menunjukkkan lnMS signifikan dalam membantu menjelaskan RER, dan begitu juga sebaliknya RER signifikan dalam membantu menjelaskan lnMS. Kebijakan mengenai jumlah uang yang beredar dalam suatu negara merupakan kebijakan 59 moneter yang langsung berkaitan dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar dalam negara tersebut. Untuk baris ketujuh dan kedelapan, hipotesis nol adalah lnOPENNESS tidak memengaruhi RER dan RER tidak memengaruhi lnOPENNESS. Pada negara-negara dalam seluruh kawasan dan kawasan ASEAN+6 terdapat hubungan kausalitas dua arah antara variabel lnOPENNESS dan RER pada lag 2, lag 4, dan lag 6. Ini menunjukkan variabel lnOPENNESS signifikan dalam membantu memprediksikan RER dan variabel RER sendiri signifikan dalam membantu memprediksikan lnOPENNESS. Keterbukaan ekonomi merupakan gambaran suatu negara dalam perdagangan internasional sehingga mempunyai pengaruh terhadap nilai tukar melalui mekanisme perdagangan yang dilakukan satu negara dengan negara mitranya. Dalam jangka panjang juga, nilai tukar dapat menjadi ukuran daya saing suatu negara dalam perdagangan internasional. Dari hasil Granger Causality Test, didapatkan informasi mengenai hubungan variabel-variabel penelitian dengan fluktuasi nilai tukar riil baik di seluruh kawasan, negara-negara kawasan ASEAN+6 dan negara-negara dalam kawasan non ASEAN+6. Kemudian selanjutnya dilakukan analisis data panel dinamis untuk menjelaskan bagaimana pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan menggunakan metode GMM (Generalized Method of Moments). 4.7. Hasil Estimasi Penelitian dengan Metode GMM 4.7.1. Hasil Estimasi Penelitian dengan Metode GMM untuk Negara-negara dalam Seluruh Kawasan Setelah menganalisis sumber fluktuasi secara deskriptif maka selanjutnya yaitu pembahasan mengenai metode kuantitatif dalam penelitian yang digunakan. Nilai tukar yang stabil dan kompetitif merupakan hal yang krusial bagi negaranegara maju maupun negara-negara yang sedang berkembang karena berdampak langsung pada aliran modal, Foreign Direct Invesment (FDI), dan perdagangan internasional yang memiliki keuntungan komparatif (Khan et al., 2009). Untuk 60 mencapai kestabilan nilai tukar inilah maka diperlukan penelitian mengenai sumber-sumber fluktuasi nilai tukar. Pada tabel 4.2. memperlihatkan hasil estimasi koefiesien faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara di seluruh kawasan dengan menggunakan pendekatan GMM (Generalized Method of Moments). Uji spesifikasi kemudian dilakukan untuk mendapatkan model terbaik sebagai estimator variabel-variabel yang digunakan. Uji tersebut diantaranya adalah uji Arrellano-Bond, uji Sargan, dan uji tidak bias. Namun uji tidak bias dapat ditoleransi karena dengan menggunakan uji ArrellanoBond dan uji Sargan sudah dapat membuktikan model yang digunakan sudah baik. Penggunaan model yang terbaik yaitu Arrellano-Bond (AB-GMM/FD- GMM) noconstant dengan variabel predetermined jumlah uang beredar (money supply). Jumlah instrumen yang digunakan dalam model ini meningkat sejalan dengan bertambahnya dimensi waktu (T) yang digunakan sehingga metode ABGMM memanfaatkan terlalu banyak pembatasan (over identyfing restrictions) sehingga menghasilkan kualitas instrumen yang kurang memadai, sehingga diperlukan adanya variabel predetermined (Benito, 2011). Selanjutnya pada uji Arrellano-Bond, nilai statistik m1 (-13.091) yang siginifikan pada taraf nyata 1 persen dan nilai statistik m2 (1.0283) yang tidak signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, dan 10 persen, sehingga dapat dikatakan penduga konsisten. Selain itu, validitas instrumen model dinamis yang digunakan untuk menganalis faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil dilihat dari uji Sargan dengan nilai statistik sebesar 632.1655 dan nilai probabilitas sebesar 0.1009 yang sudah siginifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antar residu dan over-identyfing restrictions mendeteksi tidak ada masalah dengan validitas instrumen. Namun, pada penelitian ini, nilai estimasi dari koefisien lag RER AB-GMM (.4112799) tidak berada di antara koefisien lag RER estimasi fixed effect (.4200058), dan koefisien lag RER estimasi pooled least square (.6011898) sehingga dapat dikatakan estimasi model dinamis ini bersifat bias (biased) atau instrumen yang digunakan masih lemah. Verbeek (2004) menyatakan bahwa penduga yang bias dapat terjadi jika instrumen yang memerlihatkan hubungan atau korelasi yang lemah dengan regresi endogen. 61 Tabel 4.2. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Fluktuasi Nilai Tukar Riil Negara-negara dalam Seluruh Kawasan Parameter Lag RER lnREALGDP lnGE lnMS lnOPENNESS Pooled Least Square Lag RER Fixed Effect Lag RER AB Test Arrelano-Bond m1 Arrelano-Bond m2 Sargan Test Estimated Coefficients .4112799 -.0042602 .0026244 .0006525 .0021265 SE P-value .0359316 .0006784 .0012586 .0008253 .0008318 0.000 0.001 0.001 0.336 0.011 .6011898 .0310892 0.000 .4200058 .0356588 0.000 z -13.091 1.0283 chi2 (588) 632.1655 Prob > z 0.0000 0.3038 Prob > chi2 0.1009 Dari tabel 4.2. juga terlihat ada empat variabel yang signifikan terhadap faktorfaktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara di seluruh kawasan yaitu variabel lag dependent (nilai tukar riil), real demand shocks yang diproksi melalui pengeluaran pemerintah, real supply shocks yang diproksi dari GDP riil, dan keterbukaan ekonomi yang masing-masing signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini dilihat dari indikator p-value yang tergambar dalam tabel 4.2., namun dapat dilihat bahwa variabel money supply tidak signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, atau 10 persen. Pembahasan selanjutnya fokus mengenai variabel-variabel yang signifikan atau berpengaruh nyata dalam memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil sesuai yang disajikan pada Tabel 4.2.. 4.7.1.1. Variabel Lag Dependent (Nilai Tukar Riil) Berdasarkan hasil estimasi yang diperlihatkan Tabel 4.2., koefisien dari lag dependent sebesar 0.4112. Nilai koefisien tersebut menjelaskan bahwa jika terjadi peningkatan fluktuasi nilai tukar riil pada periode sebelumnya sebesar 10 persen, cateris paribus, akan direspon oleh peningkatan nilai tukar riil sebesar 4.112 persen, begitu juga sebaliknya. Hubungan yang positif ini menandakan 62 pergerakan nilai tukar riil untuk periode selanjutnya berkorelasi dengan fluktuasi nilai tukar riil pada periode sebelumnya. Pergerakan nilai tukar riil pada periode sebelumnya direspon oleh pergerakan nilai tukar riil periode setelahnya. Fluktuasi nilai tukar riil merupakan keadaan fundamental yang penting bagi suatu perekonomian negara sebab nilai tukar riil merupakan indikator utama yang berkaitan dengan transaksi antar pelaku ekonomi suatu negara. Dengan mengetahui nilai fluktuasi pada periode sebelumnya, setiap negara dapat mengambil yang tepat agar bisa mengarahkan pada kestabilan nilai tukar yang dalam jangka panjang dapat mencapai daya saing dalam perdagangan internasional melalui Purchasing Power Parity (PPP). Semua negara yang berada dalam seluruh kawasan ingin mencapai tujuan jangka panjangnya, sehingga kebijakan mengenai nilai tukar riil di setiap negara akan disesuaikan dengan kondisi perekonomian masing-masing negara. 4.7.1.2. Variabel GDP Riil Variabel GDP Riil mempunyai pengaruh siginifikan terhadap nilai tukar riil pada seluruh kawasan menurut hasil estimasi pada tabel 4.2.. Koefisien variabel GDP riil sebesar -0.0042 dan memiliki hubungan yang negatif. Intepretasi dari koefisien ini adalah apabila terjadi peningkatan GDP riil sebesar 10 persen, cateris paribus, akan menurunkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar 0.42 persen, begitu juga sebaliknya. Peningkatan GDP riil pada suatu negara menandakan adanya peningkatan produktivitas negara tersebut dan menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dengan asumsi harga konstan. Hal ini tentunya meningkatkan agregat penawaran barang-barang dalam negeri dan tingkat pengembalian modal. Pada zaman globalisasi, modal dapat bergerak bebas sehingga akan mengarahkan pada aliran modal masuk dan salah satu dampak yang dirasakan adalah apresiasi nilai tukar. Sebelum mencapai tingkat alamiahnya kembali dalam jangka panjang, tentunya selama peningkatan GDP riil atau supply shocks ini membuat tingkat harga relatif meningkat dan terjadi apresiasi nilai tukar dalam jangka pendek sebab harus meningkatkan upah para pekerja karena meningkatnya output tersebut. Harga barang-barang dalam negeri meningkat 63 dibandingkan harga-harga barang luar negeri. Dalam jangka panjang, dimana output sudah mencapai melebihi titik potensialnya akan mendorong harga domestik menurun dan terjadi depresiasi nilai tukar domestik. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan pleh Clarida dan Gali (1994). Negara-negara yang menjadi objek dalam penelitian ini sebagian besar merupakan negara industri seperti Malaysia, Singapura, Korea, Jepang, Jerman, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat. Hasil yang siginifikan ini mendukung hasil penelitian Lastrapes (1992), Chowdury (2004) dimana fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh guncangan penawaran atau supply shocks. 4.7.1.3. Variabel Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure) Pada tabel 4.2., didapatkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap fluktuasi nilai tukar riil dan memiliki koefisien sebesar 0.0026. Hal ini dapat diintepretasikan bahwa apabila terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 10 persen, cateris paribus, akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar sebesar 0.26 persen, begitu juga sebaliknya. Peningkatan pengeluaran pemerintah merupakan salah satu kebijakan fiskal negara atau demand shocks dimana akan mengurangi jumlah tabungan nasional sehingga nilai tukar yang akan diinvestasikan ke luar negeri akan berkurang dan membuat permintaan barang-barang dalam negeri akan meningkat dan ouput juga meningkat dalam jangka pendek, tingkat harga barang domestik akan meningkat dan terjadi apresiasi nilai tukar riil. Namun dalam jangka panjang adanya tekanan untuk meningkatkan upah para pekerja yang pada periode sebelumnya harus menghasilkan output yang banyak akan mengurangi tingkat output sehingga mencapa tingkat produksi alamiah atau cederung ke jangka panjangnya tetapi tingkat harga akan tetap tinggi dan mengarahkan apresiasi nilai tukar riil yang permanen. 64 4.7.1.4. Variabel Keterbukaan Ekonomi (Openness of Economy) Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4.2., variabel keterbukaan ekonomi siginifikan terhadap fluktuasi nilai tukar yakni pada taraf 5 persen. Koefisien variabel keterbukaan ekonomi sebesar 0.0021 yang mencerminkan setiap peningkatan keterbukaan ekonomi sebesar 10 persen maka akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar 0.21 persen, begitu juga sebaliknya. Keterbukaan ekonomi suatu negara menandakan respon negara tersebut terhadap perdagangan internasional yang mengekspor barang ke luar negeri, mengimpor barang dan jasa dari luar negeri, serta meminjam dan memberi pinjaman pada pasar modal dunia. Peningkatan keterbukaan ekonomi ini bisa melalui penurunan tarif atau peningkatan kuota yang akan mengarahkan peningkatan harga relatif dari barangbarang tradable atau barang yang bisa diekspor sehingga akan mengakibatkan depresiasi nilai tukar negara tersebut melalui menurunnya neraca perdagangan (Connolly dan Devereux (1995) dalam Zakaria (2011)). Keterbukaan ekonomi ini juga menunjukkan adanya penambahan dalam jumlah ekspor maupun impor suatu negara sehingga pasti berpengaruh pada perpindahan modal sehingga aliran modal bersifat bergerak atau mobile. Oleh karena itu, negara harus meningkatkan daya saing untuk memperluas pangsa pasar dalam perdagangan internasional. 4.7.2. Hasil Estimasi Penelitian dengan Metode GMM untuk Negara-negara dalam Kawasan ASEAN+6 Pembahasan selanjutnya adalah menganalisis Faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara kawasan ASEAN+6. Hasil estimasi dengan pendekatan GMM dapat dilihat pada tabel 4.3.. Menurut hasil estimasi pada tabel 4.3. metode estimasi dalam model data panel dinamis sudah menunjukkan hasil estimasi yang cukup baik, dilihat dari tingkat signifikansi dan tanda koefisiennya. Uji spesifikasi dalam pemodelan ini menggunakan ArrellanoBond (AB-GMM/FD-GMM) noconstant dengan variabel predetermined jumlah uang beredar (money supply). Selain itu, konsistensi estimasi ditunjukkan oleh hasil uji Arellano-Bond nilai statistik m1 (-10.76) yang siginifikan pada taraf nyata 1 persen dan nilai statistik m2 (.84835) yang tidak signifikan pada taraf nyata 1 65 persen, 5 persen, dan 10 persen, maka berdasarkan uji Arrellano-Bond, model ini dikatakan sudah konsisten. Tabel 4.3. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Fluktuasi Nilai Tukar Riil Negara-negara dalam Kawasan ASEAN+6 Parameter Lag RER lnREALGDP lnGE lnMS lnOPENNESS Pooled Least Square Lag RER Fixed Effect Lag RER AB Test Arrelano-Bond m1 Arrelano-Bond m2 Sargan Test Estimated Coefficients .383031 -.0037795 .0027703 .0000814 .0019593 SE P-value .0452667 .0014226 .0009309 .0008908 .0009429 0.000 0.008 0.003 0.927 0.038 .5098281 .0417403 0.000 .3872451 .044806 0.000 z -10.76 .84835 chi2 (396) 403.5481 Prob > z 0.0000 0.3962 Prob > chi2 0.3858 Kriteria lainnya yakni uji Sargan menunjukkan nilai statistik sebesar 403.5481 dan probabilitas sebesar 0.3858 yang tidak signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, dan 10 persen yang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antar residu dan over-identyfing restrictions sehingga instrumen valid. Namun, pada penelitian ini, nilai estimasi dari koefisien lag RER AB-GMM (.383031) tidak berada di antara koefisien lag RER estimasi fixed effect (.3872451), dan koefisien lag RER estimasi pooled least square (.5098281) sehingga dapat dikatakan estimasi model dinamis ini bersifat bias (biased) atau instrumen yang digunakan masih lemah. Penduga AB-GMM dapat mengandung bias pada sampel terbatas (finite-sample), hal ini dapat terjadi dari deret ketika tingkat lag (lagged level) dari deret berkorelasi secara lemah dengan first-difference berikutnya sehingga instrumen yang tersedia untuk persamaan first-difference lemah. Apabila variabel endogen bersifat random-walk, estimasi GMM tidak dapat menyampaikan informasi mengenai perubahan masa yang akan datang, sehingga lag yang tidak berubah (untransformed) merupakan instrumen yang lemah untuk variabel yang 66 berubah (transformed) (Blundell dan Bond, 1998). Estimasi yang telah diperlihatkan pada tabel 4.3. telah memberikan informasi apa yang menjadi sumber fluktuasi negara-negara di kawasan ASEAN+6. Variabel-variabel yang signifikan kemudian dibahas secara satu-persatu untuk mengetahui hubungannya. 4.7.2.1. Variabel Lag Dependent (Nilai Tukar Riil) Pada kasus negara-negara dalam kawasan ASEAN+6, variabel lag dependent signifikan pada taraf nyata 1 persen dengan probabilitas 0.000 dan memiliki koefisien sebesar 0.3830. Nilai tersebut mengintepretasikan bahwa jika peningkatan fluktuasi nilai tukar riil pada periode sebelumnya sebesar 10 persen, cateris paribus, akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar 3.83 persen, begitu juga sebaliknya. Hubungan positif ini menunjukkan bahwa fluktuasi nilai tukar riil periode sebelumnya dapat memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negaranegara pada kawasan ASEAN+6. Pada negara-negara di ASEAN+6 sebagian besar mempunyai rezim nilai tukar yang sama yakni rezim mengambang bebas dan rezim mengambang terkendali dimana sulit untuk mencapai kestabilan nilai tukar riil dalam jangka panjang. Oleh karena itu diperlukan informasi mengenai fluktuasi nilai tukar pada periode sebelumnya agar dapat mengambil langkah-langkah atau kebijakan yang tepat untuk mengarahkan pada kestabilan nilai tukar riil kawasan ASEAN+6. Hasil variabel yang signifikan ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Caporale et al. (2009) dan Zakaria (2011). 4.7.2.2. Variabel GDP Riil Variabel GDP riil merupakan salah satu variabel yang siginifikan dalam hasil estimasi dengan menggunakan pendekatan GMM. Dapat dilihat pada tabel 4.3. bahwa variabel GDP memiliki probabilitas sebesar 0.008 yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dan koefisiennya sebesar -0.0037. Hal ini dapat diintepretasikan apabila terjadi peningkatan GDP riil sebesar 10 persen, cateris paribus, akan menurunkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar 0.37 persen, begitu juga sebaliknya. Seperti pada pembahasan sebelumnya pertumbuhan GDP riil 67 menunjukkan adanya pertumbuhan produktivitas dalam negeri yang meningkat. Hal ini akan meningkatkan agregat penawaran barang-barang dalam negeri dan tingkat pengembalian modal dan pada akhirnya akan mengarahkan pada apresiasi nilai tukar pada jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, produktivitas dalam negeri akan kembali pada tingkat alamiah yang sudah melampaui titik potensialnya sehingga akan terjadi depresiasi nilai tukar riil tersebut. Negaranegara ASEAN+6 sebagian besar merupakan negara sedang berkembang sehingga dengan meningkatnya produktivitas negara tersebut bisa menarik investor dari luar untuk menanamkan modalnya di dalam negeri. Potensi untuk meningkatkan produktivitas negara-negara ASEAN+6 dapat dilihat melalui banyaknya sumber daya terutama sumber daya manusia yang belum termanfaatkan secara optimal sehingga belum mencapai full employment. Wilayah Asia-Pasifik merupakan salah satu integrasi yang dinamis di dunia. Perdagangan intra-wilayah telah menunjukkan mekanisme yang efektif terutama untuk meningkatkan pertumbuhan GDP riil, sehingga keuntungan yang diperoleh dalam integrasi regional dapat dicapai (Shigematsu, 2006). Melalui pertumbuhan GDP riil negara-negara ASEAN+6 akan meningkat sejalan dengan stabilnya nilai tukar riil masingmasing anggota sehingga meningkatkan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN+6. 4.7.2.3. Variabel Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure) Variabel pengeluaran pemerintah juga merupakan variabel yang signifikan dalam estimasi faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negaranegara pada kawasan ASEAN+6. Pada tabel 4.3. dapat dilihat variabel pengeluaran pemerintah memiliki probabilitas 0.003 yang signifikan pada taraf 5 persen dan koefisien pengeluaran pemerintah sebesar 0.0027 yang mengintepretasikan apabila terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 10 persen, cateris paribus, akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar riil 0.27 persen, begitu juga sebaliknya. Kebijakan fiskal negara-negara dalam kawasan ASEAN+6 dapat ditempuh melalui peningkatan pengeluaran pemerintah. Dengan adanya peningkatan pengeluaran pemerintah maka akan meningkatkan permintaan 68 barang-barang domestik, sehingga akan meningkatkan harga relatif domestik terhadap luar negeri dan dalam jangka pendek akan menurunkan outputnya. Peningkatan ini juga mengindikasikan bahwa pemerintah negara-negara ASEAN+6 mengeluarkan biaya untuk barang-barang tradables yang pada akhirnya bisa meningkatkan daya saing dan jangka panjangnya apresiasi nilai tukar riil. Negara-negara anggota pada kawasan ASEAN+6 sebagian besar memiliki banyak populasi sehingga tenaga kerja juga yang dihasilkan juga meningkat. Hal ini bisa dijadikan pendukung untuk menghasilkan lebih banyak komoditi yang bisa diperdagangkan dalam perdagangan internasional. Pemerintah dapat membantu dengan ekspansi kebijakan fiskal sehingga dapat meningkatkan output dan dapat dilihat hal ini akan membantu meningkatkan devisa negara. 4.7.2.4. Variabel Keterbukaan Ekonomi (Openness of Economy) Pada tabel 4.3., variabel keterbukaan ekonomi merupakan variabel yang signifikan. Ini dapat dilihat dengan probabilitas 0.038 signifikan pada taraf nyata 5 persen. Variabel keterbukaan ekonomi memiliki koefisien sebesar .0019, ini mencerminkan bahwa apabila terjadi peningkatan keterbukaan ekonomi sebesar 10 persen, cateris paribus, akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar 0.19 persen, begitu juga sebaliknya. Keterbukaan ekonomi mempunyai arti yang penting bagi negara-negara dalam kawasan ASEAN+6 yang terdiri dari negara dengan perekonomian kecil. Negara dengan perekonomian kecil memberi arti bahwa negara-negara ASEAN+6 merupakan negara bagian kecil dari pasar dunia, dan dengan sendirinya tidak memiliki dampak terhadap tingkat bunga dunia sehingga tingkat bunga riil sama dengan tingkat bunga riil dunia (Mankiw, 2006). Keterbukaan ekonomi juga berkaitan dengan neraca perdagangan suatu negara. Peningkatan keterbukaan ini bisa dalam bentuk penurunan tarif, meningkatkan kuota, atau dalam bentuk pengurangan pajak ekspor. Dengan keterbukaan ini akan mengakibatkan depresiasi nilai tukar riil domestik melalui neraca perdagangan. Dengan harga barang domestik yang lebih murah maka daya saing suatu negara akan meningkatkan dalam perdagangan internasional. Negara- negara anggota ASEAN+6 sebagai satu bentuk integrasi dapat meningkatkan 69 perdagangan internasional dengan kesepakatan Free Trade Area yang telah disetujui. Pangsa pasar yang semakin bertambah merupakan salah satu keunggulan yang mendukung (Kawai, 2007). Keterbukaan ekonomi inilah diharapkan menjadi salah satu faktor yang dapat mengurangi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara anggota ASEAN+6. 4.7.3. Hasil Estimasi Penelitian dengan Metode GMM untuk Negara-negara dalam Kawasan Non ASEAN+6 Perbandingan atau komparasi terhadap keadaan kawasan lain merupakan ukuran perekonomian yang bisa dijadikan acuan bagi suatu kawasan. Dalam penelitian ini, perbandingan negara yang digunakan dimasukkan ke dalam kawasan non ASEAN+6 antara lain adalah Jerman, Perancis, Inggris, Meksiko, Kanada, dan Amerika Serikat. Pendekatan yang dipakai pun sama dengan negaranegara kawasan ASEAN+6 yakni pendekatan GMM. Hasil estimasi dapat dilihat pada tabel 4.4.. Penggunaan model yang terbaik yaitu Arrellano-Bond (AB- GMM/FD-GMM) noconstant dengan variabel predetermined jumlah uang beredar (money supply). Melalui uji Arrelano-Bond, konsistensi model yang digunakan dapat diketahui, dan pada model yang digunakan ditunjukkan nilai statistik m1 (7.1897) yang signifikan pada taraf 1 persen dan nilai statistik m2 (.59418) yang tidak siginifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, atau 10 persen, sehingga dalam hal ini model dapat dikatakan konsisten. Selain itu, validitas instrumen model dinamis ini dapat dilihat pada uji Sargan dengan nilai statistik 233.0493 dan nilai probabilitas yang ditunjukkan yaitu 0.2920 yang tidak signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada korelasi antar residu dan over-identyfing restrictions mendeteksi tidak ada masalah dengan validitas instrumen. Hasil estimasi pada tabel 4.3. diperlihatkan bahwa model yang digunakan tidak bias, sebab koefisien hasil estimasi dengan pendekatan AB-GMM yaitu (.5033777) berada diantara koefisien fixed effect (.5031872) dan koefisien pooled least square (.5272229). Model panel dinamis yang bersifat tidak bias berada di atas efek (fixed effect) dan di bawah estimasi OLS (ordinary least square). Namun, dengan hanya 70 menggunakan uji AB-GMM dan uji Sargan, sudah menunjukkan bahwa model yang digunakan sudah cukup baik. Tabel 4.4. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Fluktuasi Nilai Tukar Riil Negara-negara dalam Kawasan Non ASEAN+6 Parameter Lag RER lnREALGDP lnGE lnMS lnOPENNESS Pooled Least Square Lag RER Fixed Effect Lag RER AB Test Arrelano-Bond m1 Arrelano-Bond m2 Sargan Test Estimated Coefficients .5033777 -.0029406 .0011533 .0017421 .0009618 SE P-value .0614551 .0033951 .0021085 .0009582 .0017554 0.000 0.386 0.584 0.069 0.584 .5272229 .0571744 0.000 .5031872 .062778 0.000 z -7.1897 .59418 chi2 (222) 233.0493 Prob > z 0.0000 0.5524 Prob > chi2 0.2920 Pengujian variabel untuk estimasi faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara pada kawasan non ASEAN+6 dengan menggunakan Arellano-Bond Generalized Method of Moments (AB-GMM) memperlihatkan pergerakan dinamis variabel endogennya dan dari hasil yang diperoleh pada tabel 4.3. ditunjukkan bahwa variabel yang signifikan yaitu variabel lag dependent dan variabel money supply. Untuk selanjutnya variabel tersebut akan dibahas lebih mendalam. 4.7.3.1. Variabel Lag Dependent (Nilai Tukar Riil) Variabel lag dependent merupakan variabel yang signifikan dalam estimasi faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara kawasan non ASEAN+6. Hal ini ditunjukkan variabel ini memiliki probabilitas sebesar 0.000 yang signifikan pada taraf nyata 1 persen. Koefisien variabel sebesar 0.5033 yang mengintepretasikan apabila terjadi peningkatan fluktuasi nilai 71 tukar riil pada periode sebelumnya sebesar 10 persen, cateris paribus, akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar 5.033 persen, begitu juga sebaliknya. Pada dasarnya setiap negara yang ada di seluruh dunia memiliki histori pergerakan nilai tukar riil dari periode ke periode. Pada negara-negara kawasan non ASEAN+6 yang merupakan negara-negara manufaktur tentunya stabilisasi nilai tukar mendapat perhatian terutama sebab Purchasing Power Parity (PPP) sebagai benchmark untuk mengevaluasi pergerakan nilai tukar riil dalam jangka panjang dan hal ini menjadi acuan bagi setiap negara dalam perdagangan internasional. Peningkatan fluktuasi nilai tukar riil pada periode sebelumnya yang direspon positif oleh fluktuasi nilai tukar riil setelahnya mengimplikasikan apabila kestabilan nilai tukar negara-negara pada kawasan non ASEAN+6 telah membaik maka akan mendorong perekonomian negara-negara tersebut. Dengan mengetahui ukuran fluktuasi nilai tukar pada periode sebelumnya, kebijakan setiap negara dalam kawasan non ASEAN+6 dapat diimplementasikan dengan baik. Negara-negara Eropa dan Amerika Utara merupakan kawasan yang telah terintegrasi ekonominya mendahului negaranegara kawasan ASEAN+6. Hal ini ditandai dengan mata uang tunggal Euro yang yang berlaku di Eropa dana mata uang yang dijadikan acuan di seluruh dunia merupakan mata uang negara Amerika Serikat. Dalam beberapa dekade ini, Euro telah berkembang menjadi sarana hubungan moneter internasional yang signifikan, sehingga berhasil menjadi mata uang nomor dua di dunia dan menjadi alternatif mata uang US dolar (Partisiwi, 2008). Kestabilan Euro ini tentunya akan memengaruhi perekonomian dunia umumnya dan pada kawasan European Union (EU) pada khususnya. Kebijakan moneter yang ditempuh tentunya seragam untuk setiap negara karena yang mengambil kebijakan satu otoritas moneter saja. 4.7.3.2. Variabel Jumlah Uang Beredar (Money Supply) Pada negara-negara di kawasan non ASEAN+6, variabel jumlah uang beredar (money supply) merupakan variabel yang signifikan sebagai faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara pada kawasan non 72 ASEAN+6. Hal ini dilihat dari variabelnya yang mempunyai probabilitas 0.069 yang signifikan pada taraf nyata 10 persen dan koefisiennya sebesar 0.0017. Hal ini mengintepretasikan bahwa apabila terjadi peningkatan jumlah uang beredar sebesar 10 persen, cateris paribus, akan meningkatkan fluktuasi nilai tukar riil sebesar 0.17 persen, begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini variabel money supply merupakan variabel predetermined sehingga adanya ekpektasi rasional. Adanya guncangan pada nilai tukar yang tidak dapat diprediksi pasti tidak akan berkorelasi dengan jumlah uang beredar masa lalu dan mungkin juga tidak akan berdampak pada masa sekarang, tetapi pasti mempunyai pengaruh pada jumlah uang beredar pada masa yang akan datang yakni pemerintah pada negara-negara kawasan non ASEAN+6 dipaksa akan menyesuaikan jumlah uang beredar masa depan untuk mengakomodasi fluktuasi nilai tukar riil. Hal ini sesuai dengan asumsi kekakuan harga dalam jangka pendek yang membawa implikasi nilai tukar berubah (overshoot) dari titik keseimbangan yang baru, artinya nilai tukar mengalami perubahan baik apresiasi atau depresiasi yang lebih besar daripada tingkat perubahan yang diperlukan untuk mencapai kondisi jangka panjang. Variabel jumlah uang beredar (money supply) merupakan gambaran gangguan nominal (nominal shocks). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dornbursch (1976), Clarida dan Ghali (1994) dimana nominal shocks dapat menjelaskan pergerakan nilai tukar di Jerman. Kebijakan jumlah uang beredar (money supply) adalah salah satu kebijakan yang lebih efektif pada negara-negara pada negara Uni Eropa karena telah menggunakan single currency yaitu Euro, dan pada kawasan Amerika Utara karena pasar finansial yang lebih berkembang. Didukung dengan negara Amerika Serikat yang merupakan negara dengan perekonomian terbuka besar dimana Amerika dapat memengaruhi tingkat bunga dunia sehingga money supply merupakan kebijakan yang paling berpengaruh. Dari pembahasan yang telah diuraikan, maka faktor faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negara-negara baik di seluruh kawasan, kawasan ASEAN+6 maupun kawasan non ASEAN+6 dapat dirangkumkan dalam bentuk tabel seperti berikut : 73 Tabel 4.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Fluktuasi Nilai Tukar Riil No. 1. 2. 3. 4. Faktor-faktor yang Seluruh Kawasan Kawasan Memengaruhi Inflasi Kawasan ASEAN+6 Non ASEAN+6 + + Supply Shocks Demand Shocks Nominal Shocks Openness of Economy + + + Ket: “+” = memiliki pengaruh positif terhadap fluktuasi nilai tukar; “-“ = memiliki pengaruh negatif terhadap fluktuasi nilai tukar.