PERILAKU NILAI TUKAR RUPIAH : PENDEKATAN

advertisement
PERILAKU NILAI TUKAR RUPIAH : PENDEKATAN BEHAVIOR EQUILIBRIUM
EXCHANGE RATE (BEER)
R. Parianom
Abstract, Exchange rate is one of macroeconomic variable that affect Indonesia’s economy. The
aims of this study is to determine variables that affect the real exchange rate behavior. This study
use behaviour equilibrium exchange rate (BEER) and dummy to know the effect after Indonesia
became a net oil inportir. The used of monthly data from January 2000 to December 2007 and
using time series applications error correction model (ECM). The estimates suggest that in the
long-term variable productivity, net foreign assets, the risk (country risk index), the difference
interest rates, as well as oil prices significantly affect the real exchange rate, while the terms of
trade does not significantly affect the real exchange rate . Dummy variable is significant that means
there is an influence for the real exchange rate after Indonesia became a net importer of oil .
keywords : real exchange rate, ECM, BEER
Abstrak, Kurs merupakan salah satu variabel ekonomi makro yang mempengaruhi perekonomian
Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi perilaku
nilai tukar riil. Studi ini menggunakan Behaviour Equilibrium Exchange Rate (BEER) dan dummy
untuk mengetahui pengaruh setelah Indonesia menjadi net oil inportir. Penelitian menggunakan data
bulanan dari Januari 2000 sampai Desember 2007 dan menggunakan aplikasi time series Error
Correction Model (ECM). Perkiraan menunjukkan bahwa produktivitas variabel jangka panjang,
aset asing bersih, risiko (country risk index), suku bunga perbedaan, serta harga minyak secara
signifikan mempengaruhi nilai tukar riil, sedangkan terms of trade tidak mempengaruhi secara
signifikan nilai tukar riil. Variabel dummy signifikan yang berarti ada pengaruh untuk nilai tukar
riil setelah Indonesia menjadi net importer minyak.
kata kunci: nilai tukar riil, ECM, BEER
Sistem nilai tukar mengambang bebas yang
ditetapkan pemerintah mulai
tanggal 14
Agustus 1997, membuat nilai tukar rupiah
semakin sulit diprediksi. Hal ini dimungkinkan
karena pergerakan nilai tukar rupiah banyak
didasari oleh permintaan dan penawaran valuta
asing dipasar yang juga sangat dipengaruhi oleh
ekspetasi pasar. Begitu banyak faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi dan mendorong
pergerakan nilai tukar, oleh karenanya menjadi
tidak mudah untuk memprediksi pergerakan
variabel variabel yang mempengaruhi nilai
tukar.
Nilai tukar yang selalu berfluktuasi terjadi
karena pergerakan nilai tukar yang lebih
ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan
penawaran di pasar (valuta asing), dipengaruhi
baik oleh variabel fundamental ekonomi
eksternal maupun domestik maupun non
fundamental ekonomi (kurniati et al, 1999).
Faktor fundamental ekonomi, misalnya suku
bunga, money supply, capital flows, inflasi dan
lainnya. Sedangkan faktor non fundamental
ekonomi seperti faktor sosial-politik, kegiatan
spekulasi ataupun tekhnical trading.
Sejak terjadinya krisis moneter, pergerakan
nilai tukar banyak dipengaruhi oleh faktor non
fundamental ekonomi yaitu sosial politik
(Abimanyu, 1998). Selama 5 tahun terakhir ini,
pergantian kepemimpinan nasional serta
masalah disintegrasi bangsa menjadi persoalan
sosial politik yang sangat serius. Keadaan
tersebut mengakibatkan naiknya country risk
yang pada akhirnya membentuk sentimen
negatif terhadap nilai tukar rupiah.
Perkembangan tersebut menimbulkan
dampak depresiatif pada nilai tukar rupiah. Di
tengah-tengah masih tingginya beban utang luar
negeri, tekanan depresiasi akan menganggu
proses pemulihan ekonomi, antara lain melalui
inflasi. Sangat volatilnya pergerakan nilai tukar
rupiah pada saat terjadi krisis ekonomi
dikarenakan semakin besarnya keleluasaan
kekuatan pasar dalam penentuan nilai tukar.
Hal ini mengakibatkan perilaku pasar
menjadi lebih sulit untuk memprediksi secara
langsung nilai tukar di pasar yang tidak semata
mencerminkan kekuatan permintaan dan
penawaran valas untuk memenuhi underlying
transactions
(transaksi-transaksi
pokok)
melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain yang mempengaruhi ekspektasi masyarakat
yang
erat
kaitannya
dengan
unsur
ketidakpastian. Berkaitan dengan hal tersebut
perlu dilakukan pendekatan ekonometris untuk
menangkap perubahan-perubahan posisi nilai
tukar di pasar yang berkaitan dengan
perubahan-perubahan ekspetasi masyarakat
terhadap perekonomian Indonesia hingga dapat
diperoleh estimasi nilai tukar riil.
Dalam
rangka
menjaga
stabilitas
perekonomian nasional, maka diperlukan
langkah-langkah yang tepat untuk meredam
gejolak nilai tukar yang berlebihan. Oleh
karena itu, otoritas moneter perlu mengestimasi
nilai tukar riil yang mencakup faktor-faktor
fundamental perekonomian maupun ekspektasi
pasar (Edwards, 1994; Montiel, 1996). Nilai
tukar keseimbangan diperlukan dalam rangka
mengetahui misalignment nilai tukar sehingga
ekspektasi nilai tukar di pasar juga dapat
diketahui lebih dini (Hinkle et al, 1999). Hal
tersebut di atas sangat penting artinya bagi
kepentingan
ekonomi
Indonesia secara
keseluruhan.
yang bersangkutan telah mengalami depresiasi.
Demikian pula sebaliknya, jika jumlah mata
uang yang dikeluarkan menjadi lebih sedikit
dibandingkan periode sebelumnya maka nilai
tukar tersebut telah mengalami apresiasi.
Pengertian nilai tukar riil merupakan
konsep yang mengukur daya saing produk
suatu negara dalam perdagangan internasional.
Dalam konsep ini, nilai tukar riil adalah harga
relatif dari barang barang di antara dua negara,
artinya nilai tukar riil menyatakan tingkat
kemungkinan dapatnya memperdagangkan
barang barang dari suatu negara untuk barang
barang dari negara lain. Kurs atau nilai tukar
riil bisa dihitung berdasarkan dari harga
nominal dan tingkat harga dari kedua negara.
Jika nilai tukar riil tinggi maka relatif barang
barang luar negeri relatif lebih murah dan
barang barang domestik relatif lebih mahal dan
sebaliknya, jika nilai tukar riil melemah maka
barang barang luar akan lebih mahal dan barang
barang di domestik menjadi lebih murah. Oleh
karena itu, bisa saja terjadi nilai tukar secara
nominal terdepresiasi namun secara rill
mengalami apresiasi.
Nilai tukar atau kurs (foreign exchange
rate) menurut Abimanyu (2004) dapat
didefinisikan sebagai harga mata uang suatu
negara relatif terhadap mata uang negara lain.
Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang,
maka titik keseimbangan ditentukan oleh sisi
penawaran dan permintaan dari kedua mata
uang tersebut.
TINJAUAN LITERATUR
Pengertian Nilai Tukar
Pengertian nilai tukar rupiah pada dasarnya
dapat dilihat dalam dua aspek yaitu aspek
nominal dan aspek riil. Dalam aspek nominal,
perkembangan nilai tukar dapat dijelaskan
sebagai suatu keadaan yang menjelaskan
perbedaan harga relatif dari mata uang dua
negara.
kenyataannya,
hal
ini
dapat
menjelaskan seberapa banyak jumlah suatu
mata uang domestik yang harus dikeluarkan
untuk mendapatkan satu unit mata uang asing.
Pengertian yang sangat sederhana menjelaskan
bahwa bilamana dalam satu periode tertentu
jumlah mata uang yang harus dikeluarkan
untuk mendapatkan sejumlah mata uang
lainnya mengalami peningkatan dari periode
sebelumnya maka dapat dikatakan nilai tukar
Bentuk-Bentuk Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar yang akan digunakan di
suatu negara biasanya dapat dilihat pada
kebutuhan perekonomian negara tersebut. Pada
dasarnya sistem nilai tukar di dunia dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu sistem nilai tukar
tetap (fixed exchange rate) dan sistem nilai
tukar mengambang (flexible exchange rate).
(1) Sistem nilai tukar tetap (Fixed exchange
rate). Pada sistem ini otoritas moneter dalam
hal ini adalah bank sentral selalu
mengintervensi pasar untuk mempertahankan
nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu mata
uang asing tertentu. Intervensi tersebut
memerlukan cadangan devisa yang relatif
sangat besar. Tekanan terhadap nilai tukar
biasanya bersumber dari defisit neraca
perdagangan,
cenderung
menghasilkan
kebijakan devaluasi; (2) Sistem nilai tukar
mengambang bebas (free floating exchange
rate). Sistem ini kebalikan dari sistem fixed
exchange rate. Dalam sistem ini, otoritas
moneter
secara
teoritis
tidak
lagi
mengintervensi pasar sehingga sistem ini tidak
memerlukan cadangan devisa yang besar.
Sistem ini berlaku di Indonesia saat ini; (3)
Sistem mengambang terkendali. Pada sistem ini
hampir mirip dengan sistem mengambang
bebas, bedanya otoritas moneter dalam hal ini
bank sentral masih melaksanakan intervensi
secara kontinu berdasarkan pertimbangan
keadaan tertentu; (4) Sistem Wider band
Pada sistem ini, nilai tukar dibiarkan bebas
bergerak diantara dua titik, dalam hal ini bank
sentral hanya melakukan intervensi jika nilai
tukar bergerak di luar batas bawah dan batas
atas agar nilai tukar selalu berada di antara
batas bawah dan batas atas; (5) Sistem
Crawling peg. Pada sistem ini mengaitkan
antara mata uang domestik dengan beberapa
mata uang asing. Nilai tukar tersebut dalam
periode tertentu diubah secara perlahan dalam
persentase yang kecil; (6) Sistem Adjustable
peg. Pada sistem ini, otoritas moneter akan
merubah nilai tukar jika terjadi perubahan
kebijakan untuk menjaga agar nilai tukar
tersebut tetap stabil.
Kriteria yang dilihat untuk menerapkan
sistem nilai tukar adalah keterbukaan dalam
perekonomian,ukuran ekonomi suatu negara,
tingkat mobilitas faktor-faktor produksi, tingkat
diversifikasi komoditas, fleksibilitas harga dan
upah, kesamaan tingkat inflasi dengan mitra
dagang dan inflasi dunia, tingkat integrasi
pasar, integrasi fiskal, dan faktor-faktor politik.
Perkembangan Sistem Nilai Tukar di
Indonesia
Kebijakan sistem nilai tukar menurut
Warjiyo dan Juhro (2003) dapat dibedakan
dalam empat sistem nilai tukar yang berlaku di
Indonesia. Ke empat sistem tersebut adalah: (1)
Sistem Nilai Tukar Berganda (Multiple
Exchange Rate System). Sistem nilai tukar ini
digunakan pada periode Oktober 1966 hingga
Juli 1971. sistem ini dilakukan oleh pemerintah
Indonesia
dalam
rangka
menghadapi
pergerakan
nilai
tukar
rupiah
serta
mempertahankan dan meningkatkan daya saing
produk Negara Indonesia pada saat itu; (2)
Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange
Rate System). Sistem yang berlaku mulai
Agustus 1971 hingga Oktober 1978 ini
mengaitkan secara langsung nilai tukar rupiah
dengan dolar Amerika Serikat. Pemberlakuan
sistem ini dilandasi oleh kuatnya posisi neraca
pembayaran pada kurun waktu 1971-1978; (3)
Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali
(Managed Floating Exchange Rate System).
Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal
rupiah diperbolehkan terdepresiasi sebesar 35% per tahun untuk mempertahankan nilai
tukar riil yang lebih baik. Dengan kondisi
struktur perekonomian Indonesia yang semakin
terbuka maka guna menjaga daya saing produk
domestik di pasar dunia, pada bulan November
1978 pemerintah mengubah sistem nilai tukar
dengan menggunakan sistem mengambang
terkendali (managed floating) dimana rupiah
diambangkan terhadap sekeranjang mata uang
(basket of currencies) negara-negara mitra
dagang utama Indonesia; (4) Sistem Nilai
Tukar Mengambang Bebas (Free Floating
Exchange Rate System). Dengan kebijakan
bahwa
pemerintah
memutuskan
untuk
menyerahkan
penentuan
kurs
kepada
mekanisme pasar dengan harapan agar pasar
dapat mencapai nilai tukar keseimbangan riil,
berarti sejak tanggal 14 Agustus 1997
penentuan nilai tukar rupiah diserahkan
sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Ini
artinya sejak 14 Agustus 1997 Indonesia
menganut sistem nilai tukar mengambang
bebas.
Dimana penghapusan rentang intervensi
menandai berubahnya sistem nilai tukar dari
mengambang terkendali (managed floating)
menjadi mengambang bebas (free floating)
sama seperti yang diterapkan oleh negaranegara ASEAN lainnya. Langkah penghapusan
rentang intervensi pada dasarnya merupakan
kelanjutan dari peningkatan keluwesan sistem
nilai tukar yang sebelumnya telah dilakukan
melalui pelebaran rentang intervensi secara
bertahap. Keuntungan lain dari sistern nilai
tukar rnengambang ini antara lain adalah
cadangan devisa Bank Indonesia (jumlah valuta
asing yang masuk dan keluar di bawah kontrol
Bank Indonesia) tidak dipengaruhi oleh
transaksi valuta asing bank-bank. Dengan
demikian Bank Indonesia menjadi lebih
Tabel 3.1
Tabel Data
No.
Variabel
Indikator
Satuan
Sumber
1.
Term of trade
TOT
Indeks
IFS
2.
Produktivitas
TNT
Indeks
IFS
3.
Net foreign asset
NFA
Rupiah
IFS
4.
Harga minyak
POIL
US$
Bloomberg
5.
Country risk
CR
Indeks
ICRG
6.
Perbedaan tingkat suku
INTDIFF
Persen
SEKI
bunga
7.
Bloomberg
dummy*lpoil
Untuk melihat dampak setelah Indonesia menjadi
net importir minyak terhadap nilai tukar riil.
independen dalam
moneternya.
menjalankan
kebijakan
METODOLOGI PENELITIAN
Model Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
model BEER yang dibentuk dari persamaan
reduced form yang diderivasi dari kondisi
uncovered interest parity
MODEL BEER
lreer 0 1 lcrt 2 int diff t 3 ln fa t
4 ltot t 5 ltnt t 6 lpoil t t .(3.1)
Keterangan :
lreer = Real Effective exchange Rate
lcr
= Country Risk
intdiff = perbedaan suku bunga dalam dan luar
negeri riil
lnfa = aktiva luar negeri bersih
ltot
= terms of trade
ltnt
= produktivitas
lpoil = harga minyak
ε
= error
Dalam penelitian ini, selain ingin melihat
variabel variabel yang mempengaruhi nilai
tukar, peneliti juga ingin melihat dampak
setelah Indonesia menjadi net importir minyak
di tahun 2004 (berdasarkan penelitian
sebelumnya oleh AJ Surjadi).
Oleh karena itu digunakan variabel dummy
untuk melihat setelah Indonesia menjadi net
importir minyak terhadap nilai tukar riil.
Sehingga model menjadi :
lreer 0 1lcrt 2 intdifft 3 ln fat
4 ltott 5 ltntt 6 lpoilt 7 dumt
8 dumt * lpoilt t ....................(3.2)
Dalam penelitian ini, digunakan metode
error corection model (ECM) untuk melihat
keseimbangan nilai tukar riil dalam jangka
panjang, dengan model yang dibangun sebagai
berikut :
lreer 0 1 lcrt 2 int diff t
3 ln fa t 4 ltott 5ltntt
6 lpoil t 7 dumt 8dumt * lpoilt
9 ECTt 1 .....................(3 .3)
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder dalam periode waktu
bulanan dengan kurun rentang waktu analisis
data dimulai dari bulan Januari 2000 sampai
dengan Desember 2007.
(Table 3.1)
Metode Analisis
Uji Unit Root
Uji unit root tersebut dilakukan dalam
rangka
menghindari
masalah
spurious
regression (regresi semu). Apabila suatu
variable mengandung unit root maka regresi
yang melibatkan variabel tersebut dapat
mengimplikasikan hubungan ekonomi yang
Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioneritas
1st Difference
Level
No
Variabel
ADF
p-value
ADF
p-value
Order
1.
Ltot
-2.780331
0.2082
-15.28817
0,0000
I(1)
2.
Ltnt
-0.589350
0.9772
-7.440868
0,0000
I(1)
3.
Lreer
-0.524602
0.8806
-8.148073
0.0000
I(1)
4.
Intdif
-0.599927
0.4549
-3.867220
0,0000
I(1)
5.
Lcr
-0.459950
0.8932
-8.493480
0,0000
I(1)
6.
Lnfa
-2.093735
0.5424
-9.483276
0,0000
I(1)
7.
Lpoil
-3.110614
0.1099
-12.34424
0,0000
I(1)
Sumber: data diolah dengan Eview
salah. Ada beberapa cara menguji keberadaan
dari unit root dimana salah satunya adalah
Augmented Dickey Fuller (ADF) .
Uji Derajat Integrasi
Berbagai studi atas data time series
seringkali menghasilkan data yang tidak
stasioner pada derajat normal (level data) dari
data tersebut. Bila data yang diamati pada uji
akar unit ternyata tidak stasioner, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan uji derajat
integrasi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
pada derajat integrasi berapakah data yang
diamati stasioner. Uji derajat integrasi ini mirip
dengan uji akar-akar unit.
Kointegrasi
Uji kointegrasi
digunakan untuk
memecahkan masalah data time series yang
non-stasioner. Sebagai dasar pendekatan
kointegrasi adalah bahwa sejumlah data time
series yang dapat menyimpang dari rata-ratanya
dalam jangka pendek, akan bergerak bersamasama menuju kondisi keseimbangan dalam
jangka panjang. Jika sejumlah variable
memiliki keseimbangan dalam jangka panjang
dan saling berintegrasi pada orde yang sama,
dapat dikatakan bahwa variabel-variabel dalam
model tersebut saling berkointegrasi.
Error Corection Model
Hasil dari uji kointegrasi tersebut terbukti
menunjukkan adanya hubungan jangka panjang
maka perlu diteliti error corectionnya. Dengan
mekanisme koreksi kesalahan maka dapat
ditangkap dinamika jangka pendek yang akan
dipengaruhi deviasi hubungan jangka panjang.
Dalam jangka pendek mungkin saja ada
ketidakseimbangan
(disequilibrim).
Ketidakseimbangan inilah sering ditemui dalam
perilaku ekonomi. Artinya bahwa apa yang
diinginkan pelaku ekonomi (desired) belum
tentu sama dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Adanya perbedaan apa yang diinginkan pelaku
ekonomi dan apa yang terjadi maka diperlukan
adanya penyesuaian (adjustment). OLeh karena
itu diperlukan suatu teknik untuk mengkoreksi
ketidakseimbangan jangka pendek menuju
keseimbangan jangka panjang atau dengan kata
lain memerlukan model yang memasukkan
penyesuaian untuk melakukan koreksi bagi
ketidakseimbangan yang disebut sebagai model
koreksi kesalahan (ECM).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian
dan analisis pembahasan terhadap hasil estimasi
berdasarkan model ekonometri yang telah
dibahas pada bab sebelumnya.
Uji Stasioneritas
Uji akar-akar unit dapat dilakukan dengan
metode Augmented Dickey Fuler Test. Hipotesa
untuk pengujian ini adalah :
Ho = terdapat unit root
H1 = tidak terdapat unit root
Jika Ho tidak ditolak
berarti data
mengandung unit root atau dengan kata lain
data tidak stasioner. Sedangkan jika Ho ditolak
berarti data stasioner. Prosedur untuk
menentukan apakah data stasioner atau tidak
dengan cara membandingkan antara nilai
statistic ADF dengan nilai kritisnya distribusi
statistic Mackinnon. Jika nilai absolut statistic
ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data
yang diamati menunjukkan stastioner dan jika
sebaliknya nilai absolut statistic ADF lebih
kecil dari nilai kritisnya maka data tidak
stasioner. Dari hasil uji ADF Test pada level
series diketahui bahwa semua nilai absolut
statistic ADF lebih kecil dari MacKinnon
Critical Value 1 %,5 % dan 10 % (Tabel 4.1).
Hal ini berarti dugaan awal Ho yang
menyatakan bahwa variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian non-stasioner dapat
diterima atau dengan kata lain variable-variable
tersebut mengandung unit root.
Uji Derajat Integrasi
Berdasarkan tabel hasil uji stasioneritas
pada Tabel 4.1, diketahui bahwa semua
variabel stasioner pada derajat integrasi satu,
I(1).
regresi terhadap persamaan jangka panjang dan
jangka pendek. Hasil regresi persamaan jangka
panjang adalah sebagai berikut :
lreeˆ
r = -9.941664 + 0.014839ltot + 0.977594ltnt
+ 0.489769lnfa + 0.016020intdif
t-stat (-17.14300)* (0.808851) (6.433312)*
Persamaan(13.85771)*
jangka panjang
sebelum Indonesia
(6.645903)*
menjadi
+ 1.506233lcr
net Importir
+ 0.330771lpoil
minyak+ 0.396020dum –
0.107519dum*lpoil
(6.643227)*
lreerˆ= -9.941664
+ 0.014839ltot
(8.480026)*
(1.980211)***
+ 0.977594ltnt + 0.489769lnfa
(1.983217)***
t-stat
(-17.14300)* (0.808851) (6.433312)*
* signifikan pada 1%
(13.85771)*
+0.016020intdif
*** signifikan pada 10%
.....(4.1)
+ 1.506233lcr + 0.330771lpoil
(6.645903)* (6.643227)* (8.480026)*
* signifikan pada 1% ..........(4.2)
Persamaan jangka panjang sesudah Indonesia
menjadi net Importir minyak
lreerˆ= -9.545644 + 0.014839ltot + 0.977594ltnt + 0.489769lnfa
t-stat
(-17.14300)* (0.808851) (6.433312)* (13.85771)*
+ 0.016020intdif + 1.506233lcr + 0.223252lpoil
Untuk
regresi persamaan
jangka pendek
(6.645903)*
(6.643227)* (8.480026)*
menggunakan
metode Err
* signifikan pada 1%
………….................………(4.3)
Setelah dilakukan uji kointegrasi terhadap
residual jangka panjangnya yang menyatakan
bahwa residual jangka panjangnya sudah
stasioner, maka dapat dikatakan antara variabel
dependen
dan
independen
mempunyai
hubungan keseimbangan jangka panjang.
Hasil regresi persamaan nilai tukar rupiah
jangka
pendek
dengan
menggunakan
pendekatan Error Correction Model (ECM)
adalah sebagai berikut.
dlreerˆ= 0.013539 + 0.413803dltntt + 0.004527dltott
+ 0.030903dlnfat + 0.014664dintdif t
Hasil uji Kointegrasi
t-stat
(4.574005)* (2.250155)** (0.493313)
Dalam penelitian ini digunakan uji
(0.660428) (3.254243)** + 0.052282dlcr t
+ 0.019163dlpoil t – 0.002265dum
kointegrasi berdasarkan prosedur Engle–
0.026652dum*dlpoil (0.378602) (0.813181)
Granger yakni dengan melihat nilai residual
(-0.516548) (-0.026652)
dari regresi kointegrasinya. Jika nilai residual
- 0.102302ECT t-1
dari regresi kointegrasi sudah stasioner, maka
(-1.792539)***
variabel-variabel tersebut dikatakan saling
* signfikan pada 1%
** signifikan pada 5%
berkointegrasi.
*** signifikan pada 10%
Berdasarkan Tabel 4.2 memperlihatkan
..............................(4.4)
bahwa regresi persamaan nilai tukar riil sudah
stasioner atau tidak memiliki unit akar sehingga
dapat dikatakan persamaan jangka panjang
Evaluasi Terhadap Model
terdapat kointegrasi baik pada tingkat 1. (1) Uji Goodness of Fit. Hasil estimasi
kepercayaan (α) 10%, 5%, ataupun 1%.
persamaan nilai tukar jangka pendek
menghasilkan nilai R 2 yang rendah yaitu
Hasil Estimasi
sebesar 0.185754 dan nilai Adj-R2 sebesar
Setelah dilakukan uji stasioneritas, derajat
0.099540. Nilai R2 dan Adj-R2 yang rendah ini
integrasi dan kointegrasi, maka dilakukan
menunjukkan bahwa variabel independen
Tabel 4.2 Hasil Uji Kointegrasi
Level
Variabel
ADF
p-value
ECT
-6.570673
0,0000
Sumber : data diolah dengan eview
dalam penelitian ini kurang dapat menjelaskan
variabel dependen dengan baik dalam jangka
pendek; (2) Uji signifikansi Variabel
Independen Secara Bersama-sama. Hasil
estimasi persamaan jangka panjang dan jangka
pendek menunjukkan bahwa variabel-variabel
independen yang digunakan dalam model
secara bersama-sama memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependennya.
Analisa Hasil Regresi
Sesuai dengan hasil persamaan jangka
panjang diatas maka secara statistik, nilai
parameter dari variable produktivitas (LTNT),
nilai asset luar negeri bersih atau net foreign
asset (LNFA), perbedaan tingkat suku bunga
dalam negeri dan Amerika Serikat (INTDIF),
harga minyak dunia (LPOIL), dan country risk
(LCR) signifikan mempengaruhi nilai tukar riil
dalam jangka panjang baik pada tingkat
kepercayaan, α= 10 %, α= 5 %, maupun α= 1
%.
Variabel
dummy*lpoil
signifikan
mempengeruhi nilai tukar pada tingkat
kepercayaan , α= 10%. Sedangkan variable
term of trade (LTOT) tidak signifikan
mempengaruhi nilai tukar riil dalam jangka
panjang.
Di samping, itu, pada persamaan behavior
equilibirum exchange rate (BEER) juga sesuai
dengan teori yang ingin diajukan dengan
memasukkan tambahan variable harga minyak
dan hasilnya signifikansi mempengaruhi nilai
tukar riil. Pengaruh masuknya variable harga
minyak ke dalam model sangat signifikan,
terutama pada variabel country risk (lcr).
Besaran koefisien masing-masing variabel
menunjukkan pengaruh masing-masing x
variabel tersebut pada nilai tukar riil. Variabel
produktifitas (LTNT) memiliki koefisien yaitu
sebesar 0.977594. Artinya adalah variabel
produktifitas meningkat sebesar 1 % maka nilai
tukar riil efektif akan terapresiasi sebesar
0.977594 %. Hal ini menunjukkan bahwa
produktivitas sektor traded goods relatif
terhadap non-traded goods berperan terhadap
perilaku nilai tukar riil di Indonesia.
Pada variable resiko (LCR) mempunyai
koefisien sebesar 1.506233, artinya apabila
indeks country risk meningkat (resiko
membaik) sebesar 1 % maka nilai tukar riil
efektif akan terapresiasi sebesar 1.506233 %.
Begitu pula sebaiknya apabila indeks resiko
menurun maka nilai tukar rupiah akan semakin
terdepresiasi.Sejak krisis ekonomi melanda
Indonesia, khususnya Januari 1998 hingga
pertengahan tahun 2003, Indeks country risk
berada pada level dibawah 0.6 yang merupakan
batas level terbawah untuk negara yang
memiliki resiko tinggi. Dampaknya adalah
keamanan berinvestasi di Indonesia diragukan
(beresiko).Indeks ini sebagian besar (50 %)
didominasi
oleh
resiko
politik
yang
menyangkut aspek-aspek kehidupan sosial
politik disuatu negera. Penilaian dunia
internasional terhadap kondisi sosial politik di
suatu negara mempengaruhi investasi yang
akan masuk ke Negara tersebut dan investasi
yang telah ditanamkan sebelumnya. Apabila
risikonya tinggi maka akan terjadi pelarian
modal (capital outflow) sehingga membuat nilai
tukar Negara tersebut akan semakin
terdepresiasi. Di Indonesia, hal ini pernah
terjadi sepanjang krisis yang lalu bahkan masih
dirasakan hingga ini. Namun demikian indeks
country risk Indonesia yang semakin membaik
mencerminkan pula bahwa kondisi sosial
politik di Indonesia juga semakin membaik.
Pada variabel harga minyak dunia (LPOIL)
mempunyai nilai koefisen sebesar 0.330771,
artinya
apabila harga minyak mengalami
kenaikan sebesar 1 % maka nilai tukar riil akan
terapresiasi sebesar 0.330771 %. PERTAMINA
mengimpor minyak pada harga internasional
tetapi menjualnya ke konsumen pada harga
bersubsidi. Oleh karena itu pemerintah harus
menaikkan harga minyak. Kenaikan harga
minyak yang berarti kenaikan harga BBM yang
bisa membuat dampak inflasi bertambah.
Dalam hal ini Bank Indonesia berusaha
mengantisipasi dengan menaikan tingkat suku
bunga sehingga belanja pemerintah naik
sehingga membuat PDB naik. Kenaikkan PDB
membuat investor yakin kembali sehingga
membuat aliran modal dapat masuk kembali
sehingga dapat menguatkan rupiah.
Indonesia telah mencapai importir netto
minyak pada tahun 2004. Oleh karena itu
dibuatnya variabel dummy untuk melihat
dampaknya terhadap nilai tukar riil setelah
Indonesia menjadi importir netto. Berdasarkan
pada hasil eviews, koefisien variabel
dummy*lpoil signifikan dan negatif artinya
setelah Indonesia menjadi net importir
mempunyai dampak terhadap nilai tukar riil.
Setelah Indonesia menjadi importir netto
minyak, nilai koefisien variabel harga minyak
mengalami penurunan sebesar 0.107519 %
sehingga menjadi 0.223252 %. Artinya apabila
harga minyak naik 1 % maka nilai tukar riil
akan terapresiasi sebesar 0.223252 %.
Walaupun setelah Indonesia menjadi importir
netto minyak, nilai tukar riil tetap terapresiasi,
namun mengalami penurunan jika dibanding
sebelum Indonesia menjadi importir netto
minyak.
Pada penelitian A.J Surjadi (2006)
mengenai dampak tingginya harga minyak
terhadap perekonomian Indonesia. Walaupun
kelebihan ekspor migas dari impor migas yang
mulai menipis, tetapi indeks produksi industrial
tidak banyak terpengaruh oleh perubahan harga
bahan bakar minyak. Pendapatan pemerintah
terus meningkat, terutama dari penerimaan
pajak, termasuk pajak migas, tetapi subsudi
juga terus meningkat.
Oleh karena itu jika produksi minyak tidak
dapat dipertahankan, atau konsumsi minyak
tidak dapat diturunkan, maka kedudukan
sebagai eksportir neto akan tidak dapat
dipertahankan. Akibatnya kenaikan harga
minyak tidak dapat lagi dinikmati, sehingga
perkembangan ekonomi belum dapat mengatasi
berbagai masalah yang sudah lama dihadapi.
Jika tekanan dari kenaikan harga minyak ini
berhasil
dikurangi,
maka
upaya-upaya
meningkatkan pertumbuhan PDB dapat
dilakukan dengan lebih baik.
Variabel term of trade (LTOT) mempunyai
koefisien sebesar 0.014839, artinya apabila
variabel term of trade meningkat sebesar 1 %
maka nilai tukar riil akan terapresiasi sebesar
0.014839%. Variabel term of trade tidak
signifikan mempengaruhi perilaku nilai tukar
riil di Indonesia. Tidak signifikannya term of
trade dalam jangka panjang, hal ini
dimungkinkan karena tingkat ekspor kita yang
masih sangat kecil di pasar global dan daya
saing ekspor dimana khususnya ekspor
manufaktur yang masih belum cukup tinggi
dipasar global.
Berdasarkan pada hasil regresi jangka
pendek, maka besaran koefisien dan tandanya
merupakan pengaruh dari variabel-variabel
tersebut terhadap nilai tukar riil. Variabel
produktivitas (dltnt) mempunyai nilai koefisien
sebesar 0.413083 artinya kenaikan 1 % pada
perubahan produktivitas akan menyebabkan
perubahan nilai tukar riil terapresiasi sebesar
0.413083 %. Sedangkan untuk nilai perbedaan
tingkat suku bunga mempunyai koefisien
sebesar 0.014664 artinya apabila terjadi
kenaikan 1% pada perubahan perbedaan tingkat
suku bunga maka perubahan nilai tukar riil
dalam jangka pendek akan terapresiasi sebesar
0.014664 %. Dua variabel ini mempunyai nilai
parameter yang secara statistic signifikan
mempengaruhi nilai tukar rill dalam jangka
pendek.
Pada variabel dummy untuk melihat
dampak setelah Indonesia menjadi importir
minyak, tidak signifikan secara statistik pada
jangka pendek. Sehingga tidak signifikan
mempengaruhi nilai tukar riil.
Variabel Error Correction Term (ECT)
yang dihasilkan dari Error Correction Model
(ECM) mempunyai koefiien negatif, dan sesuai
dengan yang diharapkan. Koefisien yang
negative artinya bahwa terjadi koreksi dari
jangka
pendek
untuk
menuju
pada
keseimbangan pada jangka panjang. Nilai
koefisien
sebesar
0.107519,
artinya
penyesuaian dari jangka pendek menuju pada
keseimbangan
jangka
panjang
sebesar
0.107519.
Secara statistik, Error Correction Term
(ECT) tersebut berpengaruh secara signifikan
baik pada tingkat signifikansi α = 10%.
sehingga model koreksi kesalahan atau Error
Correction Model (ECM) yang digunakan
dalam model menjadi valid.
SIMPULAN
Berdasarkan pada penjelasan pada bab
sebelumnya, maka dapat disimpulan bahwa: (1)
Pada Jangka Panjang. Model behavior
equilibrium exchange rate (BEER) jangka
panjang telah membuktikan bahwa variable
produktifitas (tnt), nilai aktiva luar negeri
bersih atau net foreign asset (nfa), perbedaan
tingkat suku bunga dalam negeri dan Amerika
Serikat (intdif), harga minyak (poil) dan indeks
country risk (cr) merupakan faktor fundamental
dalam pendekatan behavior equilibrium
exchange rate (BEER) dan signifikan
mempengaruhi perilaku nilai tukar riil.
Sedangkan variabel term of trade (tot)
merupakan
faktor
fundamental
dalam
pendekatan behavior equilibrium exchange rate
(BEER) yang tidak signifikan mempengaruhi
perilaku nilai tukar riil.
Digunakan variabel dummy untuk melihat
dampak di Indoensia setelah menjadi net
importir minyak pada tahun 2004 terhadap nilai
tukar riil. Variabel dummy signifikan sehingga
variabel harga minyak mempunyai dampak
terhadap nilai tukar riil. Variabel dummy
mempunyai koefisien negatif mengurangi
tingkat apresiasi nilai tukar riil sebelum
Indonesia menjadi net importir minyak; (2)
Persamaan Jangka pendek. Pada
jangka
pendek yang digunakan dalam pendekatan
behavior equilibrium exchange rate (BEER)
yang mempengaruhi niali tukar riil hanya dua
variabel yaitu produktifitas (tnt) dan perbedaan
tingkat suku bunga dalam negeri dan Amerika
Serikat (intdif), sedangkan variabel lainnya
tidak mempengaruhi pergerakan nilai tukar riil.
Pada periode ini, variable-variabel dalam
persamaan jangka pendek tersebut mempunyai
mekanisme koreksi kesalahan (error) agar
ketidakseimbangan yang terjadi dalam jangka
pendek dapat menuju kepada keseimbangan
jangka panjang.
Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas
perubahan-perubahan ekspetasi masyarakat
yang tercermin dalam variable fundamental
dapat dengan cepat diterjemahkan oleh pasar
sehingga membawa perilaku nilai tukar riil
aktual mendekati nilai tukar keseimbangan. Hal
ini membawa konsekuensi nilai tukar riil aktual
menjadi lebih volatile sehingga pemerintah dan
Bank Indonesia perlu hati-hati dalam
menentukan strategi intervensi di pasar uang.
Penelitian ini juga memiliki keterbatasanketerbatasan, oleh karena itu diharapkan
penelitan yang akan datang bisa lebih baik,
yaitu pertama variabel country risk juga perlu
diperdalam dengan melihat perbedaan antara
resiko politik, resiko keuangan ataupun resiko
ekonomi. Kedua, penggunaan variabel lain,
seperti belanja pemerintah (government
spending) dan GDP-perkapita, akan menambah
variasi fundamental yang mempengaruhi nilai
tukar riil efektif .
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Yoopi. 2004. Memahami Kurs
Valuta Asing. Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Baffes, John, Ibrahim A. Elbadawai, Stephen
A. Oçonnell. 1997. Single Equation
Estimation of the Equilibrium Real Exchange
Rate.
Barnett, W.A. dan Kwag, C.H. 2005. Exchange
Rate Determination from Monetary
Fundamentals : An Aggregation Theoretic
Approach. Frontiers in Finance and
Economics. USA.
Boyko, Nataliya. 2002. The Monetary Model of
Exchange Rate Determination : The Case
of Ukraine. Ukrania : Thesis in Economics,
The National University of Kiev-Mohyla
Academy.
Clark, Peter B dan Ronald MacDonald. 1998.
Exchange Rates and Economic
Fundamentals, A Methodological Comparison
of BEERs and FEER. IMF: Working
Paper/98/67.
Closterman, J dan P Schnartz. 2000. The
Determinants of The Euro Dollar
Exchange Rate.
Ekananda, Mahyus. 2003. Ketidakpastian
Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar terhadap
Ekspor Komoditi Manufaktur di Indonesia.
Depok: Pascasarjana FE-UI.
Enders, W. 1995. Applied Econometric Time
Series. New York.
Endri. 2002. Analisis Model Moneter dalam
Penentuan Nilai Tukar Indonesia : 1987 –
1997. Depok : Pascasarjana FE-UI.
Engel, Charles dan West, Kenneth D. 2003.
Exchange Rate and Fundamentals. Jerman
: European Central Bank Working Paper
Series, Jerman, Agustus 2003.
Goeltom, Miranda S. dan Zulverdi, D. 1998.
Memahami Nilai Tukar di Indonesia dan
Permasalahannya (Makalah pada Seminar
tentang “Sumbangan Pemikiran FE-UI
pada Reformasi dan Pemulihan Ekonomi”
tanggal 3 November 1998). Jakarta :
LPEM-FEUI.
Greene, William H. 2000. Econometric
Analysis, 4th Edition. New Jersey :
Prentice-Hall.
Gujarati,
Damodar
N.
2003.
Basic
Econometrics, 4th Edition. New York :
McGraw-Hill.
Hallywood, C. Paul dan MacDonald, Ronald.
2002. International Money and Finance,
3rd Edition. Oxford : Blackwell.
Hulu, DZ. 2001. Explorasi Model Prediksi
Nilai Tukar di Indonesia. Depok : Program
Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi UI.
ICRG, The PRS Group, A Division Of
International Bussines Communication
East Syracuse. Januari 2000 – Desember
2007
Kurniyati, Yati dan Hardiyanto, A.V.
September 1999. Perubahan Sistem Nilai
Tukar. Jakarta : Buletin Ekonomi dan
Moneter
BI,
Vol.
2,
No.
2.
Download