PERILAKU NILAI TUKAR RUPIAH : PENDEKATAN BEHAVIOR EQUILIBRIUM EXCHANGE RATE (BEER) R. Parianom Abstract, Exchange rate is one of macroeconomic variable that affect Indonesia’s economy. The aims of this study is to determine variables that affect the real exchange rate behavior. This study use behaviour equilibrium exchange rate (BEER) and dummy to know the effect after Indonesia became a net oil inportir. The used of monthly data from January 2000 to December 2007 and using time series applications error correction model (ECM). The estimates suggest that in the long-term variable productivity, net foreign assets, the risk (country risk index), the difference interest rates, as well as oil prices significantly affect the real exchange rate, while the terms of trade does not significantly affect the real exchange rate . Dummy variable is significant that means there is an influence for the real exchange rate after Indonesia became a net importer of oil . keywords : real exchange rate, ECM, BEER Abstrak, Kurs merupakan salah satu variabel ekonomi makro yang mempengaruhi perekonomian Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi perilaku nilai tukar riil. Studi ini menggunakan Behaviour Equilibrium Exchange Rate (BEER) dan dummy untuk mengetahui pengaruh setelah Indonesia menjadi net oil inportir. Penelitian menggunakan data bulanan dari Januari 2000 sampai Desember 2007 dan menggunakan aplikasi time series Error Correction Model (ECM). Perkiraan menunjukkan bahwa produktivitas variabel jangka panjang, aset asing bersih, risiko (country risk index), suku bunga perbedaan, serta harga minyak secara signifikan mempengaruhi nilai tukar riil, sedangkan terms of trade tidak mempengaruhi secara signifikan nilai tukar riil. Variabel dummy signifikan yang berarti ada pengaruh untuk nilai tukar riil setelah Indonesia menjadi net importer minyak. kata kunci: nilai tukar riil, ECM, BEER Sistem nilai tukar mengambang bebas yang ditetapkan pemerintah mulai tanggal 14 Agustus 1997, membuat nilai tukar rupiah semakin sulit diprediksi. Hal ini dimungkinkan karena pergerakan nilai tukar rupiah banyak didasari oleh permintaan dan penawaran valuta asing dipasar yang juga sangat dipengaruhi oleh ekspetasi pasar. Begitu banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan mendorong pergerakan nilai tukar, oleh karenanya menjadi tidak mudah untuk memprediksi pergerakan variabel variabel yang mempengaruhi nilai tukar. Nilai tukar yang selalu berfluktuasi terjadi karena pergerakan nilai tukar yang lebih ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran di pasar (valuta asing), dipengaruhi baik oleh variabel fundamental ekonomi eksternal maupun domestik maupun non fundamental ekonomi (kurniati et al, 1999). Faktor fundamental ekonomi, misalnya suku bunga, money supply, capital flows, inflasi dan lainnya. Sedangkan faktor non fundamental ekonomi seperti faktor sosial-politik, kegiatan spekulasi ataupun tekhnical trading. Sejak terjadinya krisis moneter, pergerakan nilai tukar banyak dipengaruhi oleh faktor non fundamental ekonomi yaitu sosial politik (Abimanyu, 1998). Selama 5 tahun terakhir ini, pergantian kepemimpinan nasional serta masalah disintegrasi bangsa menjadi persoalan sosial politik yang sangat serius. Keadaan tersebut mengakibatkan naiknya country risk yang pada akhirnya membentuk sentimen negatif terhadap nilai tukar rupiah. Perkembangan tersebut menimbulkan dampak depresiatif pada nilai tukar rupiah. Di tengah-tengah masih tingginya beban utang luar negeri, tekanan depresiasi akan menganggu proses pemulihan ekonomi, antara lain melalui inflasi. Sangat volatilnya pergerakan nilai tukar rupiah pada saat terjadi krisis ekonomi dikarenakan semakin besarnya keleluasaan kekuatan pasar dalam penentuan nilai tukar. Hal ini mengakibatkan perilaku pasar menjadi lebih sulit untuk memprediksi secara langsung nilai tukar di pasar yang tidak semata mencerminkan kekuatan permintaan dan penawaran valas untuk memenuhi underlying transactions (transaksi-transaksi pokok) melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi ekspektasi masyarakat yang erat kaitannya dengan unsur ketidakpastian. Berkaitan dengan hal tersebut perlu dilakukan pendekatan ekonometris untuk menangkap perubahan-perubahan posisi nilai tukar di pasar yang berkaitan dengan perubahan-perubahan ekspetasi masyarakat terhadap perekonomian Indonesia hingga dapat diperoleh estimasi nilai tukar riil. Dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian nasional, maka diperlukan langkah-langkah yang tepat untuk meredam gejolak nilai tukar yang berlebihan. Oleh karena itu, otoritas moneter perlu mengestimasi nilai tukar riil yang mencakup faktor-faktor fundamental perekonomian maupun ekspektasi pasar (Edwards, 1994; Montiel, 1996). Nilai tukar keseimbangan diperlukan dalam rangka mengetahui misalignment nilai tukar sehingga ekspektasi nilai tukar di pasar juga dapat diketahui lebih dini (Hinkle et al, 1999). Hal tersebut di atas sangat penting artinya bagi kepentingan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. yang bersangkutan telah mengalami depresiasi. Demikian pula sebaliknya, jika jumlah mata uang yang dikeluarkan menjadi lebih sedikit dibandingkan periode sebelumnya maka nilai tukar tersebut telah mengalami apresiasi. Pengertian nilai tukar riil merupakan konsep yang mengukur daya saing produk suatu negara dalam perdagangan internasional. Dalam konsep ini, nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang barang di antara dua negara, artinya nilai tukar riil menyatakan tingkat kemungkinan dapatnya memperdagangkan barang barang dari suatu negara untuk barang barang dari negara lain. Kurs atau nilai tukar riil bisa dihitung berdasarkan dari harga nominal dan tingkat harga dari kedua negara. Jika nilai tukar riil tinggi maka relatif barang barang luar negeri relatif lebih murah dan barang barang domestik relatif lebih mahal dan sebaliknya, jika nilai tukar riil melemah maka barang barang luar akan lebih mahal dan barang barang di domestik menjadi lebih murah. Oleh karena itu, bisa saja terjadi nilai tukar secara nominal terdepresiasi namun secara rill mengalami apresiasi. Nilai tukar atau kurs (foreign exchange rate) menurut Abimanyu (2004) dapat didefinisikan sebagai harga mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lain. Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka titik keseimbangan ditentukan oleh sisi penawaran dan permintaan dari kedua mata uang tersebut. TINJAUAN LITERATUR Pengertian Nilai Tukar Pengertian nilai tukar rupiah pada dasarnya dapat dilihat dalam dua aspek yaitu aspek nominal dan aspek riil. Dalam aspek nominal, perkembangan nilai tukar dapat dijelaskan sebagai suatu keadaan yang menjelaskan perbedaan harga relatif dari mata uang dua negara. kenyataannya, hal ini dapat menjelaskan seberapa banyak jumlah suatu mata uang domestik yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing. Pengertian yang sangat sederhana menjelaskan bahwa bilamana dalam satu periode tertentu jumlah mata uang yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan sejumlah mata uang lainnya mengalami peningkatan dari periode sebelumnya maka dapat dikatakan nilai tukar Bentuk-Bentuk Sistem Nilai Tukar Sistem nilai tukar yang akan digunakan di suatu negara biasanya dapat dilihat pada kebutuhan perekonomian negara tersebut. Pada dasarnya sistem nilai tukar di dunia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dan sistem nilai tukar mengambang (flexible exchange rate). (1) Sistem nilai tukar tetap (Fixed exchange rate). Pada sistem ini otoritas moneter dalam hal ini adalah bank sentral selalu mengintervensi pasar untuk mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu mata uang asing tertentu. Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa yang relatif sangat besar. Tekanan terhadap nilai tukar biasanya bersumber dari defisit neraca perdagangan, cenderung menghasilkan kebijakan devaluasi; (2) Sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate). Sistem ini kebalikan dari sistem fixed exchange rate. Dalam sistem ini, otoritas moneter secara teoritis tidak lagi mengintervensi pasar sehingga sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa yang besar. Sistem ini berlaku di Indonesia saat ini; (3) Sistem mengambang terkendali. Pada sistem ini hampir mirip dengan sistem mengambang bebas, bedanya otoritas moneter dalam hal ini bank sentral masih melaksanakan intervensi secara kontinu berdasarkan pertimbangan keadaan tertentu; (4) Sistem Wider band Pada sistem ini, nilai tukar dibiarkan bebas bergerak diantara dua titik, dalam hal ini bank sentral hanya melakukan intervensi jika nilai tukar bergerak di luar batas bawah dan batas atas agar nilai tukar selalu berada di antara batas bawah dan batas atas; (5) Sistem Crawling peg. Pada sistem ini mengaitkan antara mata uang domestik dengan beberapa mata uang asing. Nilai tukar tersebut dalam periode tertentu diubah secara perlahan dalam persentase yang kecil; (6) Sistem Adjustable peg. Pada sistem ini, otoritas moneter akan merubah nilai tukar jika terjadi perubahan kebijakan untuk menjaga agar nilai tukar tersebut tetap stabil. Kriteria yang dilihat untuk menerapkan sistem nilai tukar adalah keterbukaan dalam perekonomian,ukuran ekonomi suatu negara, tingkat mobilitas faktor-faktor produksi, tingkat diversifikasi komoditas, fleksibilitas harga dan upah, kesamaan tingkat inflasi dengan mitra dagang dan inflasi dunia, tingkat integrasi pasar, integrasi fiskal, dan faktor-faktor politik. Perkembangan Sistem Nilai Tukar di Indonesia Kebijakan sistem nilai tukar menurut Warjiyo dan Juhro (2003) dapat dibedakan dalam empat sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia. Ke empat sistem tersebut adalah: (1) Sistem Nilai Tukar Berganda (Multiple Exchange Rate System). Sistem nilai tukar ini digunakan pada periode Oktober 1966 hingga Juli 1971. sistem ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menghadapi pergerakan nilai tukar rupiah serta mempertahankan dan meningkatkan daya saing produk Negara Indonesia pada saat itu; (2) Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System). Sistem yang berlaku mulai Agustus 1971 hingga Oktober 1978 ini mengaitkan secara langsung nilai tukar rupiah dengan dolar Amerika Serikat. Pemberlakuan sistem ini dilandasi oleh kuatnya posisi neraca pembayaran pada kurun waktu 1971-1978; (3) Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate System). Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal rupiah diperbolehkan terdepresiasi sebesar 35% per tahun untuk mempertahankan nilai tukar riil yang lebih baik. Dengan kondisi struktur perekonomian Indonesia yang semakin terbuka maka guna menjaga daya saing produk domestik di pasar dunia, pada bulan November 1978 pemerintah mengubah sistem nilai tukar dengan menggunakan sistem mengambang terkendali (managed floating) dimana rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia; (4) Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate System). Dengan kebijakan bahwa pemerintah memutuskan untuk menyerahkan penentuan kurs kepada mekanisme pasar dengan harapan agar pasar dapat mencapai nilai tukar keseimbangan riil, berarti sejak tanggal 14 Agustus 1997 penentuan nilai tukar rupiah diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Ini artinya sejak 14 Agustus 1997 Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang bebas. Dimana penghapusan rentang intervensi menandai berubahnya sistem nilai tukar dari mengambang terkendali (managed floating) menjadi mengambang bebas (free floating) sama seperti yang diterapkan oleh negaranegara ASEAN lainnya. Langkah penghapusan rentang intervensi pada dasarnya merupakan kelanjutan dari peningkatan keluwesan sistem nilai tukar yang sebelumnya telah dilakukan melalui pelebaran rentang intervensi secara bertahap. Keuntungan lain dari sistern nilai tukar rnengambang ini antara lain adalah cadangan devisa Bank Indonesia (jumlah valuta asing yang masuk dan keluar di bawah kontrol Bank Indonesia) tidak dipengaruhi oleh transaksi valuta asing bank-bank. Dengan demikian Bank Indonesia menjadi lebih Tabel 3.1 Tabel Data No. Variabel Indikator Satuan Sumber 1. Term of trade TOT Indeks IFS 2. Produktivitas TNT Indeks IFS 3. Net foreign asset NFA Rupiah IFS 4. Harga minyak POIL US$ Bloomberg 5. Country risk CR Indeks ICRG 6. Perbedaan tingkat suku INTDIFF Persen SEKI bunga 7. Bloomberg dummy*lpoil Untuk melihat dampak setelah Indonesia menjadi net importir minyak terhadap nilai tukar riil. independen dalam moneternya. menjalankan kebijakan METODOLOGI PENELITIAN Model Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model BEER yang dibentuk dari persamaan reduced form yang diderivasi dari kondisi uncovered interest parity MODEL BEER lreer 0 1 lcrt 2 int diff t 3 ln fa t 4 ltot t 5 ltnt t 6 lpoil t t .(3.1) Keterangan : lreer = Real Effective exchange Rate lcr = Country Risk intdiff = perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri riil lnfa = aktiva luar negeri bersih ltot = terms of trade ltnt = produktivitas lpoil = harga minyak ε = error Dalam penelitian ini, selain ingin melihat variabel variabel yang mempengaruhi nilai tukar, peneliti juga ingin melihat dampak setelah Indonesia menjadi net importir minyak di tahun 2004 (berdasarkan penelitian sebelumnya oleh AJ Surjadi). Oleh karena itu digunakan variabel dummy untuk melihat setelah Indonesia menjadi net importir minyak terhadap nilai tukar riil. Sehingga model menjadi : lreer 0 1lcrt 2 intdifft 3 ln fat 4 ltott 5 ltntt 6 lpoilt 7 dumt 8 dumt * lpoilt t ....................(3.2) Dalam penelitian ini, digunakan metode error corection model (ECM) untuk melihat keseimbangan nilai tukar riil dalam jangka panjang, dengan model yang dibangun sebagai berikut : lreer 0 1 lcrt 2 int diff t 3 ln fa t 4 ltott 5ltntt 6 lpoil t 7 dumt 8dumt * lpoilt 9 ECTt 1 .....................(3 .3) Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam periode waktu bulanan dengan kurun rentang waktu analisis data dimulai dari bulan Januari 2000 sampai dengan Desember 2007. (Table 3.1) Metode Analisis Uji Unit Root Uji unit root tersebut dilakukan dalam rangka menghindari masalah spurious regression (regresi semu). Apabila suatu variable mengandung unit root maka regresi yang melibatkan variabel tersebut dapat mengimplikasikan hubungan ekonomi yang Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioneritas 1st Difference Level No Variabel ADF p-value ADF p-value Order 1. Ltot -2.780331 0.2082 -15.28817 0,0000 I(1) 2. Ltnt -0.589350 0.9772 -7.440868 0,0000 I(1) 3. Lreer -0.524602 0.8806 -8.148073 0.0000 I(1) 4. Intdif -0.599927 0.4549 -3.867220 0,0000 I(1) 5. Lcr -0.459950 0.8932 -8.493480 0,0000 I(1) 6. Lnfa -2.093735 0.5424 -9.483276 0,0000 I(1) 7. Lpoil -3.110614 0.1099 -12.34424 0,0000 I(1) Sumber: data diolah dengan Eview salah. Ada beberapa cara menguji keberadaan dari unit root dimana salah satunya adalah Augmented Dickey Fuller (ADF) . Uji Derajat Integrasi Berbagai studi atas data time series seringkali menghasilkan data yang tidak stasioner pada derajat normal (level data) dari data tersebut. Bila data yang diamati pada uji akar unit ternyata tidak stasioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat integrasi berapakah data yang diamati stasioner. Uji derajat integrasi ini mirip dengan uji akar-akar unit. Kointegrasi Uji kointegrasi digunakan untuk memecahkan masalah data time series yang non-stasioner. Sebagai dasar pendekatan kointegrasi adalah bahwa sejumlah data time series yang dapat menyimpang dari rata-ratanya dalam jangka pendek, akan bergerak bersamasama menuju kondisi keseimbangan dalam jangka panjang. Jika sejumlah variable memiliki keseimbangan dalam jangka panjang dan saling berintegrasi pada orde yang sama, dapat dikatakan bahwa variabel-variabel dalam model tersebut saling berkointegrasi. Error Corection Model Hasil dari uji kointegrasi tersebut terbukti menunjukkan adanya hubungan jangka panjang maka perlu diteliti error corectionnya. Dengan mekanisme koreksi kesalahan maka dapat ditangkap dinamika jangka pendek yang akan dipengaruhi deviasi hubungan jangka panjang. Dalam jangka pendek mungkin saja ada ketidakseimbangan (disequilibrim). Ketidakseimbangan inilah sering ditemui dalam perilaku ekonomi. Artinya bahwa apa yang diinginkan pelaku ekonomi (desired) belum tentu sama dengan apa yang terjadi sebenarnya. Adanya perbedaan apa yang diinginkan pelaku ekonomi dan apa yang terjadi maka diperlukan adanya penyesuaian (adjustment). OLeh karena itu diperlukan suatu teknik untuk mengkoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang atau dengan kata lain memerlukan model yang memasukkan penyesuaian untuk melakukan koreksi bagi ketidakseimbangan yang disebut sebagai model koreksi kesalahan (ECM). HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian dan analisis pembahasan terhadap hasil estimasi berdasarkan model ekonometri yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Uji Stasioneritas Uji akar-akar unit dapat dilakukan dengan metode Augmented Dickey Fuler Test. Hipotesa untuk pengujian ini adalah : Ho = terdapat unit root H1 = tidak terdapat unit root Jika Ho tidak ditolak berarti data mengandung unit root atau dengan kata lain data tidak stasioner. Sedangkan jika Ho ditolak berarti data stasioner. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistic ADF dengan nilai kritisnya distribusi statistic Mackinnon. Jika nilai absolut statistic ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stastioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistic ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Dari hasil uji ADF Test pada level series diketahui bahwa semua nilai absolut statistic ADF lebih kecil dari MacKinnon Critical Value 1 %,5 % dan 10 % (Tabel 4.1). Hal ini berarti dugaan awal Ho yang menyatakan bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian non-stasioner dapat diterima atau dengan kata lain variable-variable tersebut mengandung unit root. Uji Derajat Integrasi Berdasarkan tabel hasil uji stasioneritas pada Tabel 4.1, diketahui bahwa semua variabel stasioner pada derajat integrasi satu, I(1). regresi terhadap persamaan jangka panjang dan jangka pendek. Hasil regresi persamaan jangka panjang adalah sebagai berikut : lreeˆ r = -9.941664 + 0.014839ltot + 0.977594ltnt + 0.489769lnfa + 0.016020intdif t-stat (-17.14300)* (0.808851) (6.433312)* Persamaan(13.85771)* jangka panjang sebelum Indonesia (6.645903)* menjadi + 1.506233lcr net Importir + 0.330771lpoil minyak+ 0.396020dum – 0.107519dum*lpoil (6.643227)* lreerˆ= -9.941664 + 0.014839ltot (8.480026)* (1.980211)*** + 0.977594ltnt + 0.489769lnfa (1.983217)*** t-stat (-17.14300)* (0.808851) (6.433312)* * signifikan pada 1% (13.85771)* +0.016020intdif *** signifikan pada 10% .....(4.1) + 1.506233lcr + 0.330771lpoil (6.645903)* (6.643227)* (8.480026)* * signifikan pada 1% ..........(4.2) Persamaan jangka panjang sesudah Indonesia menjadi net Importir minyak lreerˆ= -9.545644 + 0.014839ltot + 0.977594ltnt + 0.489769lnfa t-stat (-17.14300)* (0.808851) (6.433312)* (13.85771)* + 0.016020intdif + 1.506233lcr + 0.223252lpoil Untuk regresi persamaan jangka pendek (6.645903)* (6.643227)* (8.480026)* menggunakan metode Err * signifikan pada 1% ………….................………(4.3) Setelah dilakukan uji kointegrasi terhadap residual jangka panjangnya yang menyatakan bahwa residual jangka panjangnya sudah stasioner, maka dapat dikatakan antara variabel dependen dan independen mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang. Hasil regresi persamaan nilai tukar rupiah jangka pendek dengan menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM) adalah sebagai berikut. dlreerˆ= 0.013539 + 0.413803dltntt + 0.004527dltott + 0.030903dlnfat + 0.014664dintdif t Hasil uji Kointegrasi t-stat (4.574005)* (2.250155)** (0.493313) Dalam penelitian ini digunakan uji (0.660428) (3.254243)** + 0.052282dlcr t + 0.019163dlpoil t – 0.002265dum kointegrasi berdasarkan prosedur Engle– 0.026652dum*dlpoil (0.378602) (0.813181) Granger yakni dengan melihat nilai residual (-0.516548) (-0.026652) dari regresi kointegrasinya. Jika nilai residual - 0.102302ECT t-1 dari regresi kointegrasi sudah stasioner, maka (-1.792539)*** variabel-variabel tersebut dikatakan saling * signfikan pada 1% ** signifikan pada 5% berkointegrasi. *** signifikan pada 10% Berdasarkan Tabel 4.2 memperlihatkan ..............................(4.4) bahwa regresi persamaan nilai tukar riil sudah stasioner atau tidak memiliki unit akar sehingga dapat dikatakan persamaan jangka panjang Evaluasi Terhadap Model terdapat kointegrasi baik pada tingkat 1. (1) Uji Goodness of Fit. Hasil estimasi kepercayaan (α) 10%, 5%, ataupun 1%. persamaan nilai tukar jangka pendek menghasilkan nilai R 2 yang rendah yaitu Hasil Estimasi sebesar 0.185754 dan nilai Adj-R2 sebesar Setelah dilakukan uji stasioneritas, derajat 0.099540. Nilai R2 dan Adj-R2 yang rendah ini integrasi dan kointegrasi, maka dilakukan menunjukkan bahwa variabel independen Tabel 4.2 Hasil Uji Kointegrasi Level Variabel ADF p-value ECT -6.570673 0,0000 Sumber : data diolah dengan eview dalam penelitian ini kurang dapat menjelaskan variabel dependen dengan baik dalam jangka pendek; (2) Uji signifikansi Variabel Independen Secara Bersama-sama. Hasil estimasi persamaan jangka panjang dan jangka pendek menunjukkan bahwa variabel-variabel independen yang digunakan dalam model secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Analisa Hasil Regresi Sesuai dengan hasil persamaan jangka panjang diatas maka secara statistik, nilai parameter dari variable produktivitas (LTNT), nilai asset luar negeri bersih atau net foreign asset (LNFA), perbedaan tingkat suku bunga dalam negeri dan Amerika Serikat (INTDIF), harga minyak dunia (LPOIL), dan country risk (LCR) signifikan mempengaruhi nilai tukar riil dalam jangka panjang baik pada tingkat kepercayaan, α= 10 %, α= 5 %, maupun α= 1 %. Variabel dummy*lpoil signifikan mempengeruhi nilai tukar pada tingkat kepercayaan , α= 10%. Sedangkan variable term of trade (LTOT) tidak signifikan mempengaruhi nilai tukar riil dalam jangka panjang. Di samping, itu, pada persamaan behavior equilibirum exchange rate (BEER) juga sesuai dengan teori yang ingin diajukan dengan memasukkan tambahan variable harga minyak dan hasilnya signifikansi mempengaruhi nilai tukar riil. Pengaruh masuknya variable harga minyak ke dalam model sangat signifikan, terutama pada variabel country risk (lcr). Besaran koefisien masing-masing variabel menunjukkan pengaruh masing-masing x variabel tersebut pada nilai tukar riil. Variabel produktifitas (LTNT) memiliki koefisien yaitu sebesar 0.977594. Artinya adalah variabel produktifitas meningkat sebesar 1 % maka nilai tukar riil efektif akan terapresiasi sebesar 0.977594 %. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas sektor traded goods relatif terhadap non-traded goods berperan terhadap perilaku nilai tukar riil di Indonesia. Pada variable resiko (LCR) mempunyai koefisien sebesar 1.506233, artinya apabila indeks country risk meningkat (resiko membaik) sebesar 1 % maka nilai tukar riil efektif akan terapresiasi sebesar 1.506233 %. Begitu pula sebaiknya apabila indeks resiko menurun maka nilai tukar rupiah akan semakin terdepresiasi.Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, khususnya Januari 1998 hingga pertengahan tahun 2003, Indeks country risk berada pada level dibawah 0.6 yang merupakan batas level terbawah untuk negara yang memiliki resiko tinggi. Dampaknya adalah keamanan berinvestasi di Indonesia diragukan (beresiko).Indeks ini sebagian besar (50 %) didominasi oleh resiko politik yang menyangkut aspek-aspek kehidupan sosial politik disuatu negera. Penilaian dunia internasional terhadap kondisi sosial politik di suatu negara mempengaruhi investasi yang akan masuk ke Negara tersebut dan investasi yang telah ditanamkan sebelumnya. Apabila risikonya tinggi maka akan terjadi pelarian modal (capital outflow) sehingga membuat nilai tukar Negara tersebut akan semakin terdepresiasi. Di Indonesia, hal ini pernah terjadi sepanjang krisis yang lalu bahkan masih dirasakan hingga ini. Namun demikian indeks country risk Indonesia yang semakin membaik mencerminkan pula bahwa kondisi sosial politik di Indonesia juga semakin membaik. Pada variabel harga minyak dunia (LPOIL) mempunyai nilai koefisen sebesar 0.330771, artinya apabila harga minyak mengalami kenaikan sebesar 1 % maka nilai tukar riil akan terapresiasi sebesar 0.330771 %. PERTAMINA mengimpor minyak pada harga internasional tetapi menjualnya ke konsumen pada harga bersubsidi. Oleh karena itu pemerintah harus menaikkan harga minyak. Kenaikan harga minyak yang berarti kenaikan harga BBM yang bisa membuat dampak inflasi bertambah. Dalam hal ini Bank Indonesia berusaha mengantisipasi dengan menaikan tingkat suku bunga sehingga belanja pemerintah naik sehingga membuat PDB naik. Kenaikkan PDB membuat investor yakin kembali sehingga membuat aliran modal dapat masuk kembali sehingga dapat menguatkan rupiah. Indonesia telah mencapai importir netto minyak pada tahun 2004. Oleh karena itu dibuatnya variabel dummy untuk melihat dampaknya terhadap nilai tukar riil setelah Indonesia menjadi importir netto. Berdasarkan pada hasil eviews, koefisien variabel dummy*lpoil signifikan dan negatif artinya setelah Indonesia menjadi net importir mempunyai dampak terhadap nilai tukar riil. Setelah Indonesia menjadi importir netto minyak, nilai koefisien variabel harga minyak mengalami penurunan sebesar 0.107519 % sehingga menjadi 0.223252 %. Artinya apabila harga minyak naik 1 % maka nilai tukar riil akan terapresiasi sebesar 0.223252 %. Walaupun setelah Indonesia menjadi importir netto minyak, nilai tukar riil tetap terapresiasi, namun mengalami penurunan jika dibanding sebelum Indonesia menjadi importir netto minyak. Pada penelitian A.J Surjadi (2006) mengenai dampak tingginya harga minyak terhadap perekonomian Indonesia. Walaupun kelebihan ekspor migas dari impor migas yang mulai menipis, tetapi indeks produksi industrial tidak banyak terpengaruh oleh perubahan harga bahan bakar minyak. Pendapatan pemerintah terus meningkat, terutama dari penerimaan pajak, termasuk pajak migas, tetapi subsudi juga terus meningkat. Oleh karena itu jika produksi minyak tidak dapat dipertahankan, atau konsumsi minyak tidak dapat diturunkan, maka kedudukan sebagai eksportir neto akan tidak dapat dipertahankan. Akibatnya kenaikan harga minyak tidak dapat lagi dinikmati, sehingga perkembangan ekonomi belum dapat mengatasi berbagai masalah yang sudah lama dihadapi. Jika tekanan dari kenaikan harga minyak ini berhasil dikurangi, maka upaya-upaya meningkatkan pertumbuhan PDB dapat dilakukan dengan lebih baik. Variabel term of trade (LTOT) mempunyai koefisien sebesar 0.014839, artinya apabila variabel term of trade meningkat sebesar 1 % maka nilai tukar riil akan terapresiasi sebesar 0.014839%. Variabel term of trade tidak signifikan mempengaruhi perilaku nilai tukar riil di Indonesia. Tidak signifikannya term of trade dalam jangka panjang, hal ini dimungkinkan karena tingkat ekspor kita yang masih sangat kecil di pasar global dan daya saing ekspor dimana khususnya ekspor manufaktur yang masih belum cukup tinggi dipasar global. Berdasarkan pada hasil regresi jangka pendek, maka besaran koefisien dan tandanya merupakan pengaruh dari variabel-variabel tersebut terhadap nilai tukar riil. Variabel produktivitas (dltnt) mempunyai nilai koefisien sebesar 0.413083 artinya kenaikan 1 % pada perubahan produktivitas akan menyebabkan perubahan nilai tukar riil terapresiasi sebesar 0.413083 %. Sedangkan untuk nilai perbedaan tingkat suku bunga mempunyai koefisien sebesar 0.014664 artinya apabila terjadi kenaikan 1% pada perubahan perbedaan tingkat suku bunga maka perubahan nilai tukar riil dalam jangka pendek akan terapresiasi sebesar 0.014664 %. Dua variabel ini mempunyai nilai parameter yang secara statistic signifikan mempengaruhi nilai tukar rill dalam jangka pendek. Pada variabel dummy untuk melihat dampak setelah Indonesia menjadi importir minyak, tidak signifikan secara statistik pada jangka pendek. Sehingga tidak signifikan mempengaruhi nilai tukar riil. Variabel Error Correction Term (ECT) yang dihasilkan dari Error Correction Model (ECM) mempunyai koefiien negatif, dan sesuai dengan yang diharapkan. Koefisien yang negative artinya bahwa terjadi koreksi dari jangka pendek untuk menuju pada keseimbangan pada jangka panjang. Nilai koefisien sebesar 0.107519, artinya penyesuaian dari jangka pendek menuju pada keseimbangan jangka panjang sebesar 0.107519. Secara statistik, Error Correction Term (ECT) tersebut berpengaruh secara signifikan baik pada tingkat signifikansi α = 10%. sehingga model koreksi kesalahan atau Error Correction Model (ECM) yang digunakan dalam model menjadi valid. SIMPULAN Berdasarkan pada penjelasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulan bahwa: (1) Pada Jangka Panjang. Model behavior equilibrium exchange rate (BEER) jangka panjang telah membuktikan bahwa variable produktifitas (tnt), nilai aktiva luar negeri bersih atau net foreign asset (nfa), perbedaan tingkat suku bunga dalam negeri dan Amerika Serikat (intdif), harga minyak (poil) dan indeks country risk (cr) merupakan faktor fundamental dalam pendekatan behavior equilibrium exchange rate (BEER) dan signifikan mempengaruhi perilaku nilai tukar riil. Sedangkan variabel term of trade (tot) merupakan faktor fundamental dalam pendekatan behavior equilibrium exchange rate (BEER) yang tidak signifikan mempengaruhi perilaku nilai tukar riil. Digunakan variabel dummy untuk melihat dampak di Indoensia setelah menjadi net importir minyak pada tahun 2004 terhadap nilai tukar riil. Variabel dummy signifikan sehingga variabel harga minyak mempunyai dampak terhadap nilai tukar riil. Variabel dummy mempunyai koefisien negatif mengurangi tingkat apresiasi nilai tukar riil sebelum Indonesia menjadi net importir minyak; (2) Persamaan Jangka pendek. Pada jangka pendek yang digunakan dalam pendekatan behavior equilibrium exchange rate (BEER) yang mempengaruhi niali tukar riil hanya dua variabel yaitu produktifitas (tnt) dan perbedaan tingkat suku bunga dalam negeri dan Amerika Serikat (intdif), sedangkan variabel lainnya tidak mempengaruhi pergerakan nilai tukar riil. Pada periode ini, variable-variabel dalam persamaan jangka pendek tersebut mempunyai mekanisme koreksi kesalahan (error) agar ketidakseimbangan yang terjadi dalam jangka pendek dapat menuju kepada keseimbangan jangka panjang. Saran Dengan memperhatikan kesimpulan diatas perubahan-perubahan ekspetasi masyarakat yang tercermin dalam variable fundamental dapat dengan cepat diterjemahkan oleh pasar sehingga membawa perilaku nilai tukar riil aktual mendekati nilai tukar keseimbangan. Hal ini membawa konsekuensi nilai tukar riil aktual menjadi lebih volatile sehingga pemerintah dan Bank Indonesia perlu hati-hati dalam menentukan strategi intervensi di pasar uang. Penelitian ini juga memiliki keterbatasanketerbatasan, oleh karena itu diharapkan penelitan yang akan datang bisa lebih baik, yaitu pertama variabel country risk juga perlu diperdalam dengan melihat perbedaan antara resiko politik, resiko keuangan ataupun resiko ekonomi. Kedua, penggunaan variabel lain, seperti belanja pemerintah (government spending) dan GDP-perkapita, akan menambah variasi fundamental yang mempengaruhi nilai tukar riil efektif . DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, Yoopi. 2004. Memahami Kurs Valuta Asing. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Baffes, John, Ibrahim A. Elbadawai, Stephen A. Oçonnell. 1997. Single Equation Estimation of the Equilibrium Real Exchange Rate. Barnett, W.A. dan Kwag, C.H. 2005. Exchange Rate Determination from Monetary Fundamentals : An Aggregation Theoretic Approach. Frontiers in Finance and Economics. USA. Boyko, Nataliya. 2002. The Monetary Model of Exchange Rate Determination : The Case of Ukraine. Ukrania : Thesis in Economics, The National University of Kiev-Mohyla Academy. Clark, Peter B dan Ronald MacDonald. 1998. Exchange Rates and Economic Fundamentals, A Methodological Comparison of BEERs and FEER. IMF: Working Paper/98/67. Closterman, J dan P Schnartz. 2000. The Determinants of The Euro Dollar Exchange Rate. Ekananda, Mahyus. 2003. Ketidakpastian Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar terhadap Ekspor Komoditi Manufaktur di Indonesia. Depok: Pascasarjana FE-UI. Enders, W. 1995. Applied Econometric Time Series. New York. Endri. 2002. Analisis Model Moneter dalam Penentuan Nilai Tukar Indonesia : 1987 – 1997. Depok : Pascasarjana FE-UI. Engel, Charles dan West, Kenneth D. 2003. Exchange Rate and Fundamentals. Jerman : European Central Bank Working Paper Series, Jerman, Agustus 2003. Goeltom, Miranda S. dan Zulverdi, D. 1998. Memahami Nilai Tukar di Indonesia dan Permasalahannya (Makalah pada Seminar tentang “Sumbangan Pemikiran FE-UI pada Reformasi dan Pemulihan Ekonomi” tanggal 3 November 1998). Jakarta : LPEM-FEUI. Greene, William H. 2000. Econometric Analysis, 4th Edition. New Jersey : Prentice-Hall. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics, 4th Edition. New York : McGraw-Hill. Hallywood, C. Paul dan MacDonald, Ronald. 2002. International Money and Finance, 3rd Edition. Oxford : Blackwell. Hulu, DZ. 2001. Explorasi Model Prediksi Nilai Tukar di Indonesia. Depok : Program Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi UI. ICRG, The PRS Group, A Division Of International Bussines Communication East Syracuse. Januari 2000 – Desember 2007 Kurniyati, Yati dan Hardiyanto, A.V. September 1999. Perubahan Sistem Nilai Tukar. Jakarta : Buletin Ekonomi dan Moneter BI, Vol. 2, No. 2.