ETIOPATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN MIOPIA PADA ANAK USIA SEKOLAH Saiful Basri Abstrak. Miopia merupakan penyebab utama kebutaan di dunia. Miopia dapat berkembang pada anak usia sekolah akibat pertumbuhan sumbu bola mata yang cenderung meningkat seiring pertambahan usia. Faktor genetik dan lingkungan merupakan dua faktor yang berperan membentuk miopia pada anak. Kebiasaan bekerja/membaca jarak dekat (near work) dengan akomodasi yang berlebihan akan mempengaruhi proses emetropisasi. Miopia dapat bekembang secara progresif. Pemberian kacamata dengan koreksi penuh dapat membantu anak melihat lebih jelas dengan akomodasi normal. Pemberian tetes mata atropine dosis kecil juga dapat digunakan untuk menghambat akomodasi. (JKS 2014;3: 181-186) Kata kunci: Miopia usia sekolah, akomodasi, kacamata Abstract. Myopia is the major cause of the blindness worldwide. Myopia can occurs at elementary school age (school myopia), which in this age the growth will alter the orbital length. Genetic and environment condition are two main factors in developing myopia in children. The habits of working and reading with close range objects (near work) with enormous accommodation of the lens, will affect the process of emmetropization. Myopia can be progressive. Eye glasses with fully corrected would help the children gain the clearer vision with normal accommodation. Admistration of the small dose of atropine eye drops can be used to prevent the further accommodation. (JKS 2014;3: 181-186) Key words: School myopia, accommodation, eye glasses Pendahuluan Miopia merupakan kelainan refraksi dengan bayangan sinar dari suatu objek yang jauh difokuskan di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi, yang terjadi akibat ketidaksesuaian antara kekuatan optik (optical power) dengan panjang sumbu bola mata (axial length).1 School myopia adalah istilah yang digunakan terhadap miopia yang muncul dan berkembang pada anak-anak usia sekolah, umur 8-14 tahun, yang disebabkan oleh pertumbuhan sumbu bola mata, dan menetap sampai umur 15-17 tahun.1-3 Istilah lain adalah juvenile-onset myopia.1, 2 Miopia yang berkembang sejak usia dewasa muda yaitu sekitar umur 20 tahun disebut dengan adult-onset myopia.1,31 School myopia juga disebut dengan simple myopia yang menunjukkan Saiful Basri adalah Dosen Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh derajat miopia yang rendah sampai sedang (0 s/d -6 D). Kategori lain adalah high atau pathologic myopia dengan derajat miopia yang tinggi ( lebih besar dari 6 D).4 Miopia pertama kali diperkenalkan oleh orang Yunani kuno dan telah dikenal selama lebih dari 2000 tahun.3 Koreksi miopia dengan menggunakan lensa cekung mulai diterapkan pada abad ke-16, sedangkan penggunaan lensa cembung pada presbiopia telah dilakukan di Italia sejak akhir abad ke-13.3 Miopia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup menonjol dan penyebab utama kelainan penglihatan di dunia.4-6 Kelainan ini terdapat pada 25% penduduk di Amerika dan persentase yang lebih tinggi didapatkan di Asia,5,6 yang bahkan mencapai 70%-90% populasi di beberapa negara Asia.4 Prevalensi miopia di Eropa sebesar 30-40% dan di Afrika 10%-20%.4 181 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 14 Nomor 3 Desember 2014 Prevalensi miopia pada anak-anak meningkat seiring dengan pertambahan umur.1 Frekuensi miopia pada anak-anak di Amerika adalah 3% pada usia 5-7 tahun, 8% pada usia 8-10 tahun, 14% pada usia 11-12 tahun, dan 25% pada usia 12-17 tahun.1 Penelitian di Taiwan menemukan frekuensi miopia sebesar 12% pada anakanak usia 6 tahun dan 84% pada usia 16-18 tahun. Angka yang hampir sama juga diperoleh di Singapura dan Jepang.1 Data di Jepang mendapatkan peningkatan prevalensi miopia pada anak usia 12 tahun sebesar 43,5% menjadi 66% pada anak usia 17 tahun.7 Penelitian lain di Hongkong mendapatkan insiden miopia pada anak usia sekolah kira-kira 37%, dengan perbandingan yang sama antara anak laki-laki dan perempuan. Anak yang berusia 11 tahun mempunyai resiko menderita miopia sebesar 15 kali dibandingkan anak berusia kurang dari 7 tahun.8 Etiologi, patogenesis dan penatalaksanaan miopia masih menjadi perdebatan 3 dikalangan ahli mata. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mekanisme perkembangan miopia yang terjadi akibat kelainan pada proses emetropisasi. Ada juga dugaan bahwa kontraksi otot intraokular yang berlebihan menyebabkan akomodasi yang lebih kuat sehingga mempengaruhi emetropisasi.3 Faktor penyebab school miopia sangat komplek.1,5 Faktor genetik dan lingkungan diduga berperan dalam menyebabkan timbulnya berbagai variasi miopia pada anak.1,9 Faktor genetik diduga lebih berperan dibandingkan dengan faktor lingkungan.10 Sebagian besar anak yang miopia memiliki orang tua yang menderita miopia.10 Beberapa penelitian juga menyebutkan hubungan antara miopia dengan anak yang mempunyai kebiasaan bekerja/membaca dengan jarak dekat.10 School miopia merupakan kelainan yang sering dijumpai dan frekuensinya cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan umur anak. Miopia pada anak juga mempunyai kemungkinan bersifat progresif. Penyusunan sari pustaka ini bertujuan memberikan pemahaman tentang etiopatogenesis dan penatalaksanaan school miopia. Perkembangan Status Refraksi Status refraksi seseorang ditentukan oleh komponen refraksi yang terdiri dari kornea, bilik mata depan, lensa, dan sumbu bola mata.1 Komponen-komponen tersebut mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan bola mata.1 Status refraksi bayi baru lahir umumnya hipermetropia dengan kekuatan refraksi sekitar 3.0 D.1 Suatu penelitian mendapatkan 75% bayi memiliki mata yang hipermetropia, sedangkan sisanya miopia.9 Saat bayi mencapai umur beberapa bulan, hipermetropia sedikit bertambah. Derajat hipermetropia kemudian turun menjadi 1.0 D pada umur 1 tahun karena perubahan yang terjadi pada kekuatan refraksi kornea dan lensa, serta pertambahan panjang sumbu bola mata.1 Pada umur dua tahun, proporsi segmen anterior telah mencapai mata dewasa, tetapi kurvatura permukaan refraksi terus mengalami perubahan.1 Suatu penelitian mendapatkan pengurangan kekuatan refraksi kornea sebesar 0,1-0,2 D dan pengurangan kekuatan refraksi lensa sekitar 1,8 D pada umur 3 sampai dengan 14 tahun.1 Pada suatu populasi terdapat kecenderungan peningkatan hipermetropia sampai umur 7 tahun, selanjutnya mata cenderung menjadi miopia sampai usia dewasa.9 Ukuran panjang mata bayi baru lahir kirakira 16 mm, sedangkan mata dewasa 23 mm.9 Pertumbuhan terbesar sumbu bola mata terjadi dalam waktu 18 bulan sejak lahir, yang dapat mencapai panjang sekitar 20,3 mm.9 Selanjutnya pertumbuhan 182 Saiful Basri, Etiopatogenesis dan Penatalaksanaan Miopia pada Anak Usia Sekolah sumbu bola mata dibagi menjadi dua fase, yaitu infantile phase dan juvenile phase. Pada infantile phase (umur 2-5 tahun) pertumbuhan sumbu bola mata sekitar 1,1 mm dan juvenile phase (umur 5-13 tahun) pertumbuhannya mencapai 1,3 mm.9 Saat dewasa, laki-laki memiliki sumbu mata yang sedikit lebih panjang dari perempuan, sekitar 0,3-0,4 mm.9 Sebagian besar anak-anak memiliki mata yang emetrop dan hanya 2% anak usia 6 tahun yang memiliki mata miopia. Fenomena ini disebabkan oleh suatu mekanisme yang disebut dengan emetropisasi.1 Emetropisasi tercapai bila kekuatan optik mata tanpa akomodasi sesuai dengan panjang sumbu bola mata, sehingga bayangan sinar benda jauh yang masuk ke mata difokuskan tepat di retina.3 Untuk mempertahankan status emetropia, pertambahan panjang sumbu bola mata sebesar 5 mm pada umur 6 tahun dikompensasikan dengan pengurangan kekuatan refraksi kornea sebesar 4 D dan kekuatan refraksi lensa sebesar 2 D.1 Gambar 1. Pembiasan sinar pada miopia fokus di depan retina14 Etiopatogenesis Faktor penyebab miopia sangat komplek.1,5 Terdapat kemungkinan faktor genetik/ herediter dan lingkungan berperan dalam perkembangan miopia.9 Faktor genetik yang berperan bersifat multiple dan bukan hanya satu gen, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bola mata sehingga 9 menyebabkan miopia. Terdapat fakta kuat yang mendukung dugaan bahwa kelainan refraksi diturunkan secara genetik.10 Orang tua yang menderita miopia cenderung mempunyai anak yang juga miopia.10 Prevalensi anak penderita miopia dari kedua orang tua yang juga miopia adalah 30-40%. Angka ini menurun menjadi 20-25% bila salah satu orang tua menderita miopia dan hanya 10% anak penderita miopia yang memiliki orang tua bukan miopia.10 Data lain menyebutkan anak-anak kembar monozigot cenderung memiliki kelainan refraksi yang sama bila dibandingkan dengan kembar dizigot.10 183 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 14 Nomor 3 Desember 2014 Gambar 2. Mekanisme perkembangan miopia dan faktor-faktor penyebabnya4 Mekanisme terjadinya miopia pada anak (gambar 2) memperlihatkan bahwa faktor hambatan penglihatan seperti katarak kongenital, ptosis, hemangioma periokular akan mempengaruhi pertumbuhan axial bola mata yang mengarah pada miopia. Faktor genetik dari orang tua miopia akan menyebabkan anak yang juga miopia dan akan berkembang secara progresif pada anak yang bekerja/membaca dengan jarak dekat. Faktor ini juga bisa menyebabkan miopia pada anak yang awalnya tidak miopia.4 Beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak yang membaca atau bekerja dengan jarak dekat dalam waktu lama akan menyebabkan miopia.1,10 Tetapi mekanisme dan hubungan antara keduanya belum dapat dijelaskan.9,10 Kelainan refraksi dan panjang sumbu mata diperkirakan lebih berhubungan erat dengan orang tua yang juga memiliki kelainan refraksi dibandingkan dengan kebiasaan bekerja dalam jarak dekat.10 Kebiasaan anak seperti belajar/membaca lebih dari 5 jam/hari, bermain game, menonton televisi di atas 2 jam/hari akan meningkatkan resiko miopia. Sebaliknya anak yang bermain di luar rumah lebih dari 2 jam/hari lebih kecil kemungkinan terkena miopia.15 Suatu penelitian memperkirakan penggunaan tetes mata atropine yang lama juga akan menyebabkan miopia, walaupun metodologi penelitiannya masih 9 dipertanyakan. Tingkat pendidikan yang tinggi diduga kuat berhubungan dengan prevalensi miopia yang tinggi, walaupun hubungan sebab akibat masih belum jelas. Nutrisi juga diperkirakan berperan dalam perkembangan beberapa kelainan refraksi. Penelitian di Afrika memperlihatkan bahwa anak-anak dengan malnutrisi meningkatkan prevalensi miopia, astigmat dan anisometropia.1 Beberapa teori yang dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya miopia, diantaranya teori aksial, teori Steiger dan 184 Saiful Basri, Etiopatogenesis dan Penatalaksanaan Miopia pada Anak Usia Sekolah teori Sato. Teori aksial atau teori lingkungan menyatakan bahwa status refraksi tergantung pada sumbu bola mata dan school myopia terjadi karena factor lingkungan yaitu akibat bekerja dalam jarak dekat sehingga terjadi perpanjangan sumbu bola mata tanpa disertai perubahan kornea. Tapi teori ini tidak dapat menjelaskan mekanisme perpanjangan sumbu bola mata tersebut.12 Teori Steiger atau teori herediter menyatakan bahwa status refraksi ditentukan oleh kekuatan refraski kornea, lensa dan sumbu bola mata. Ketiga komponen tersebut hanya dipengaruhi secara herediter.12 Teori Sato atau teori lentikular atau teori refraktif menjelaskan bahwa pengaruh lingkungan terhadap school myopia merupakan mekanisme adaptasi lensa karena akaomodasi yang terjadi secara terus menerus. Akomaodasi ini terjadi karena penglihatan jarak dekat. Bekerja dalam jarak dekat tidak mempengaruhi kornea dan sumbu bola mata tetapi meningkatkan kekuatan refraksi lensa.12 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Diagnosis school myopia ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan oftalmologis. Keluhan penderita berupa penglihatan buram jika melihat atau membaca dari jarak jauh dan kadang-kadang disertai dengan nyeri kepala. Secara klinis anak menunjukkan kecenderungan menyipitkan matanya untuk mendapatkan efek pinhole yang positif.1 Pemeriksaan oftalmologis yang dilakukan adalah pemeriksaan tajam penglihatan secara subjektif dengan menggunakan kartu Snellen chart pada jarak 6 meter untuk mendapatkan koreksi terbaik.1 Kelainan refraksi diukur dalam derajat dioptri dan sebutan miopia menggunakan tanda – (minus). Berdasarkan derajatnya miopia dbedakan menjadi 3, yaitu miopia ringan (kurang dari -1,5 D), miopia sedang (1,5 D s/d -6,0 D), dan miopia tinggi (lebih dari -6,0 D).4 Pemeriksaan oftalmologis lain adalah pemeriksaan refraksi objektif dengan menggunakan streak retinoskopi.1 Dianjurkan penggunaan sikloplegik bila melakukan pemeriksaan tajam penglihatan pada anak.1 Pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop menunjukkan gambaran fundus yang normal, karena umumnya derajat miopia ini tidak tinggi, sehingga tidak menimbulkan kelainan pada fundus.1 Penatalaksanaan Selama bertahun-tahun, para ahli mengemukakan banyak metode penanganan untuk mencegah progresifitas miopia. Koreksi refraksi dengan kacamata bifocal dan kacamata multifokal direkomendasikan untuk mengurangi akomodasi, karena akomodasi menyebabkan progresifitas miopia.1 Pemberian tetes mata atropine dapat juga digunakan untuk menghambat akomodasi.1 Penatalaksanaan school myopia meliputi pemberian kaca mata koreksi. Koreksi kacamata yang diberikan mempunyai kekuatan koreksi penuh. Cara ini membuat anak dapat melihat dengan jelas pada jarak yang jauh dan akan mengembangkan akomodasi dan konvergensi yang normal.1 Menurut Sato pemberian kacamata dengan kekuatan refraksi yang tinggi dapat meningkatkan progresifitas miopia.3 Pemberian koreksi yang lebih rendah dari koreksi yang seharusnya bertujuan untuk mengurangi akomodasi, sehingga mempunyai jarak baca dekat yang ideal. 1 Straub membandingkan metode pemberian kekuatan koreksi penuh dengan kekuatan di bawah koreksi pada remaja, dan hasilnya adalah pemberian koreksi dengan kekuatan penuh tidak mempengaruhi progresifitas miopia.3 Progresifitas miopia juga dapat ditekan dengan pemberian tetes mata atropine dalam konsentrasi kecil (0,5%, 0,25%, dan 0,1%), karena atropine akan menghambat akomodasi. Konsentrasi yang tinggi (1%) 185 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 14 Nomor 3 Desember 2014 meningkatkan insiden dan derajat efek samping lokal seperti midriasis, fotofobia, buram, dan dermatitis alergi serta efek samping sistemik.3 Pemberian atropine pertama kali dilakukan oleh Wells pada abad ke-19.3 Prognosis Sebagian besar miopia pada anak-anak memiliki derajat miopia yag rendah sampai sedang, tetapi beberapa diantaranya dapat juga berkembang menjadi miopia tinggi.4 Termasuk faktor resiko yang menjadi penyebab miopia tinggi adalah ras/bangsa, orang tua dengan kelainan refraksi dan derajat pregresifitas miopia.4 Umumnya diketahui bahwa semakin cepat miopia muncul pada anak semakin besar derajat perkembangan penyakit.1 Di Amerika dilaporkan perkembangan ratarata miopia pada anak-anak sebesar 0,5 D pertahun.1 Miopia memiliki efek negatif terhadap kepercayaan diri, jenjang karir, dan kondisi kesehatan mata.13 Miopia juga berhubungan dengan peningkatan resiko beberapa kelainan okular seperti glaukoma, katarak subkapsular posterior, ablasi retina, degenerasi retina miopia, dan kebutaan.6, 8 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. Staff AAoO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2005. 120-2. Morgan I, Rose K. How Genetic is School Myopia? Progress in Retinal and Eye Research. 2005;24:1-38. Saw SM, Gazzard G, Eong K-GA, Tan DTH. Myopia: Attempts to Arrest Progression. British Journal of Ophthalmology. 2002;86:1306-11. Fredrick DR. Myopia. British Journal of Ophthalmology. 2002;324:1195-9. Gwiazda J, Marsh-Tootle WL, Hyman L, Hussein M, Norton TT. Baseline 13. 14. 15. Refractive and Ocular Component Measures of Children Enrolled in the Correction of Myopia Evaluation Trial (COMET). Investigative Ophthalmology & Visual Science. 2002;43:314-21. Liang C-L, Yen E, Su J-Y, Liu C, Chang T-Y, Park N, et al. Impact of Family History of High Myopia on Level and Onset of Myopia Investigative Ophthalmology & Visual Science. 2004;45:3446-52. Matsumura H, Hirai H. Prevalence of Myopia and Refractive Changes in Students From 3 to 17 Years of Age. Survey of Ophthalmology. 1999;44:10915. Fan DSP, Lam DSC, Lam RF, Lau JTF, Chong KS, Cheung EYY, et al. Prevalence, Incidence, and Progression of Myopia of School Children in Hongkong. Investigative Ophthalmology & Visual Science. 2004;45:1071-5. Wright KW, Spiegel PH. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. In: Krachmer JH, editor. St Louis: Mosby; 1999. 1-10. Mutti DO, Mitchell GL, Moeschberger ML, Jones LA, Zadnik K. Parental Myopia, Near Work, School Achievement, and Children's Refractive Error. Investigative Ophthalmology & Visual Science. 2012;43:3633-40. Eye Anatomy. [cited 2006 April 17]; Available from: http://www.eyemdlink.com/anatomi.asp. Sato T. The Cause and Prevention of School Myopia. Amsterdam:Excerpta Medica. 1993:1-26. Rose K, Harper R, Tromans C, Waterman C, Goldberg D, Haggerty C, et al. Quality of Life in Myopia. British Journal of Ophthalmology. 2010;84:1031-4. Brian S. Whats Eye Problems Looks Like [cited 2015 Mei 29]; Available from: http://www.wedmd.com/eyehealth. 2014. Saxena R, Vashist P, Tandon R, Pandey RM. Prevalence of Myopia and Its Riks Factors in Urban School Children in Delhi: The North India Myopia Study (NIM Study). Plos One Journals. 2015; 10(2). 186