diskusi topik kelainan refraksi

advertisement
DISKUSI TOPIK
KELAINAN REFRAKSI
Penyaji:
Hanifah Rahmani Nursanti, 0906487814
Michael Christian 0906554352
Narasumber:
dr. Yudisianil E.K Sp.M
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk dapat melihat, sebenarnya manusia melihat bayangan “optical picture” yang
ditangkap oleh sel-sel sensitive cahaya pada retina. Cahaya yang dapat ditangkap adalah
cahaya tampak yang merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang
400-700 nm. Gelombang cahaya memancar secara divergen dari sumber cahaya. Karena
cahayanya menyebar, maka cahaya tersebut harus dibelokkan atau mengalami konvergensi
agar menyatu pada satu titik di retina.
Proses pembelokan berkas cahaya ini yang disebut dengan refraksi. Mata memiliki
medium refraksi yang berperan dalam pemfokusan cahaya ini. Medium refraksi tersebut dari
luar ke dalam adalah kornea, aqueos humor, lensa dan vitreus humor. Lensa pada mata
berbentuk konveks karena cahaya yang masuk harus mengalami kovergensi agar dapat
jatuh pada satu titik. Bila berkas cahaya tidak dapat difokuskan jatuh tepat di retina maka
penglihatan tidak dapat menjadi focus, akan terjadi penurunan ketajaman visus.
Masalah kelainan refraksi merupakan masalah mata yang cukup banyak ditemui
dalam masyarakat. Sejak usia muda, banyak anak yang sudah memakai kacamata atau soft
lens. Karena berkurangnya elastisitas lensa, kebanyakan usia lanjut juga mengalami
masalah refraksi sehingga harus menggunakan alat bantu yaitu kaca mata agar tetap dapat
beraktivitas.
Untuk itu, sebagai dokter umum perlu mengetahui bagaimana proses refraksi pada
mata serta bentuk-bentuk kelainan refraksi yang ada. Sehingga diharapkan dapat
menatalaksana pasien dengan kelainan refraksi yang jumlahnya cukup banyak tersebut
dengan baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip Refraksi
Refraksi atau bias merupakan pembelokan berkas cahaya yang terjadi saat berkas
cahaya berpindah ke medium yang mempunyai kepadatan berbeda. Berkas cahaya yang
melewati medium dengan kepadatan berbeda akan berubah arah perjalanannya. Kecuali
bila arah berkas cahaya tegak lurus terhadap permukaan medium, maka berkas tidak akan
dibelokkan. Derajat refraksi dipengaruhi oleh
1. Perbedaan kepadatan medium. Semakin besar perbedaan kepadatan medium,
semakin besar derajat refraksi
2. Besar sudut jatuh berkas cahaya pada medium. Semakin besar perbedaan
kepadatan medium, semakin besar derajat refraksi.
Secara umum, gelombang cahaya dipancarkan secara divergen dari sumber cahaya.
Berkas cahaya yang divergen tersebut dapat difokuskan pada satu titik dengan
menggunakan lensa cembung (konveks). Lensa cembung (konveks) akan menyebabkan
konvergensi (penyatuan berkas) sedangkan lensa cekung (konkaf) akan menyebabkan
divergensi (penyebaran berkas). Semakin besar kelengkungan lensa maka semakin besar
derajat pembiasan dan semakin kuat lensa. Perubahan kekuatan lensa akan mengubah
panjang fokal yaitu jarak dari pusat lensa ke poin fokal.
Refraksi Mata Normal
Sekitar 2/3 total kekuatan refraksi mata berada pada kornea sedangkan 1/3 sisanya
pada lensa. Namun kekuatan refraksi kornea menetap tidak dapat berubah sedangkan
kekuatan lensa dapat diubah-ubah berdasarkan kecembungannya. Berikut rincian indeks
bias masing-masing medium refraksi pada mata:
1. Antara udara dan permukaan anterior kornea mata. Indeks bias internal udara adalah 1
sedang kornea 1,38.
2. Antara permukaan posterior dari kornea dan aqueous humor. Indeks bias internal
aqueous humor sebesar 1,33.
3. Antara aqueous humor dan permukaan anterior dari lensa mata. Indeks bias internal
lensa kristal sebesar 1,40
4. Antara permukaan posterior lensa dan vitreous humor. Indeks bias internal vitreous
humor sebesar 1,34.3
Gambar 1. Indeks bias media refraksi mata1
Lensa mata adalah lensa konveks, sehingga seperti yang dijelaskan sebelumnya,
akan terjadi divergensi yaitu penyatuan berkas cahaya yang masuk ke mata ke satu titik
fokal. Agar bayangan dapat ditangkap dengan focus, titik fokal tersebut harus jatuh tepat di
retina. Pada pengelihatan jarak jauh (> 6 m), berkas cahaya masuk secara paralel dan
kemudian mengalami refraksi oleh lensa tanpa akomodasi sehingga berkas jatuh tepat di
retina. Bila jarak objek dekat (<6 m) , cahaya yang masuk tidak parallel sehingga bila mata
tidak berakomodasi, poin fokal akan berada di belakang retina. Untuk mengubah jarak dari
lensa ke gambaran objek, maka kekuatan lensa harus lebih besar sehingga sudut refraksi
semakin besar.
Untuk meningkatkan kekuatan lensa, lensa dibuat lebih cembung agar jarak fokalnya
menjadi lebih pendek. Proses perubahan bentuk lensa menjadi lebih cembung ini
disebabkan oleh daya akomodasi.
Akomodasi
Perubahan bentuk lensa disebabkan karena aktivitas dari otot siliar yang berbentuk
cinicn disekitar ligamen lensa. Ketika otot siliar berkontraksi, maka cincin yang terbentuk dari
otot tersebut mengecil dan lensa mencembung. Ketika otot siliar berelaksasi, cincin lebih
membuka dan lensa tertarik ke bentuk yang lebih pipih.
Refleks akomodasi menurun seiring bertambahnya umur, penurunan dimulai saat
usia 10 tahun. Saat umur 40 tahun, akomodasi telah berkurang setengahnya, dan saat
umur 60 tahun, banyak orang yang kehilangan refleks tersebut dengan total karena lensa
telah benar-benar kehilangan fleksibilitasnya dan terus dalam bentuk yang pipih untuk
pandangan jauh. Inilah yang membuat anak-anak lebih sering membaca buku dengan jarak
yang sangat dekat dan orang tua membaca dengan jarak jauh. Hilangnya akomodasi
(presbiopia) merupakan alasan utama mengapa kebanyakan orang mulai menggunakan
kacamata baca saat umur 40.
Saat penglihatan dekat terjadi konstriksi pupil yang dimediasi oleh saraf parasimpatis
N.III, disebut refleks akomodasi pupil. Refleks ini mencegah cahaya divergen yang
ebrlebihan masuk ke mata, sehingga mata dapat melihat fokus.
KELAINAN REFRAKSI
Mata yang normal disebut dengan emetropia, berasal dari kata emetros yang berarti
seimbang dan opsis yang berarti penglihatan. Emetropia didefinisikan sebagai suatu
keadaan refraksi dimana sinar cahaya sejajar yang datang dari jarak tak hingga difokuskan
pada retina saat mata tanpa akomodasi. Mata yang memiliki kelainan refraksi disebut
dengan ametropia. Ametropia dapat berupa hipermetropia, miopia, dan astigmatisma. Selain
ametropia, terdapat juga gangguan refraksi yang disebabkan oleh hilangnya daya
akomodasi lensa yang terjadi karena hilangnya elastisitas lensa. Keadaan ini disebut
dengan presbiopia
AMETROPIA
Ametropia didefinisikan sebagai keadaan refraksi dimana sinar cahaya sejajar yang datang
dari jarak tak hingga difokuskan di depan atau belakang lapisan sensitif retina. Terdapat dua
jenis ametropia, yaitu:
1. Ametropia aksial, yaitu ametropia yang disebabkan sumbu optik bola mata lebih panjang
atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan tidak tepat pada retina.
2. Ametropia refraktif, yaitu ametropia yang terjadi karena kelainan sistem pembiasan sinar
di dalam mata.
A. Miopia
Miopia (nearsighted) merupakan kelainan refraksi
dimana sinar cahaya sejajar yang datang dari
jarak tak hingga difokuskan di depan retina saat
mata tak berakomodasi. Jika objek digeser lebih
dekat dari 6 meter, bayangan yang terbentuk
akan bergerak mendekati retina dan terlihat lebih
fokus. Titik tempat bayangan terlihat paling tajam
fokusnya di retina disebut dengan titik jauh atau
punctum remotum (PR)
Gambar 1 Refraksi pada mata miopia
Terdapat beberapa klasifikasi miopia berdasarkan mekanisme terjadinya:
1. Miopia aksial, yaitu bila kelainan terjadi karena bola mata lebih panjang dari normal.
Setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata menjadi lebih miopik 3 dioptri.
2. Miopia kurvatura, yaitu bila kurvatura dari lensa atau kornea meningkat sehingga lebih
refraktif dari rata- rata.
3. Miopia posisional, terjadi karena posisi lensa yang terlalu depan pada mata.
4. Miopia indeks, yang disebabkan karena peningkatan indeks refraktif dari lensa kristalin
yang biasanya berhubungan dengan sklerosis nuklear.
5. Miopia karena akomodasi berlebihan, terjadi pada spasme akomodasi.
Derajat miopia dapat diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari titik jauhnya.
Contohnya, titik jauh sebesar 0,20 meter memerlukan lensa koreksi -4 dioptri untuk melihat
pada jarak tertentu. Tanda negatif berarti lensa yang digunakan adalah lensa sferis konkaf
yang berkerja dengan memundurkan bayangan ke retina. Menurut derajat beratnya, miopia
dapat dibagi menjadi miopia ringan(1-3 dioptri), miopia sedang(3-6 dioptri), miopia berat(> 6
dioptri).
Variasi klinis miopia
Miopia dapat disebabkan oleh atau muncul pada berbagai keadaan, seperti:
-
Miopia kongenital
Miopia sederhana(developmental)
Miopia degeneratif atau patologis
Miopia didapat
a. Miopia kongenital
Miopia kongenital muncul sejak lahir akan tetapi keadaan ini sering terdiagnosa pada usia 23 tahun. Biasanya kelainan ini terjadi unilateral sehingga terjadi keadaan anisometropia,
yaitu keadaan dimana refraksi di antara kedua mata berlainan. Miopia kongenital seringkali
berkaitan dengan anomali lain seperti katarak, aniridia, megalokornea, dll. Koreksi dini dari
keadaan ini merupakan sebuah rekomendasi.
b. Miopia sederhana
Miopia sederhana adalah bentuk paling umum dari miopia. Miopia jenis ini dianggap sebagai
miopia yang “fisiologis” dan tidak berkaitan dengan penyakit- penyakit pada mata.
Peningkatan angka kejadian miopia ini meningkat saat anak berada pada usia sekolah
sehingga seringkali disebut sebagai school myopia.
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keadaan ini. Beberapa hal tersebut
diantaranya adalah panjang aksis bola mata, tipe kurvatural bola mata, dan faktor genetik.
Peran diet dan “excessive near work” juga dipertimbangkan, akan tetapi belum ada buktibukti atau hasil yang konklusif yang menunjukkan hal- hal ini mempengaruhi kejadian miopia
sederhana.
Tanda dan gejala yang seringkali dijumpai adalah shortsighted, astenopik, mata yang
terkadang menonjol, celah mata yang tertutup setengah( sebagai usaha untuk memperjelas
penglihatan jarak jauh), anterior chamber yang sedikit lebih dalam dari normal. Kelainan
yang refraktif biasanya bertambah hingga usia sekitar 20 tahun dengan pertambahan sekitar
-0,5 setiap tahunnya.
c. Miopia patologis
Miopia patologis/degeneratif/progresif adalah miopia yang menjadi progresif secara relatif
cepat dan terus menerus karena beratambahnya panjang bola mata. Miopia jenis ini
menyebabkan miopia berat pada usia dewasa muda diikuti dengan perubahan degeneratif
pada mata. Terdapat beberapa teori yang berusaha menjelaskan pertambahan panjang
aksis bola mata ini akan tetapi belum ada hipotesa yang memuaskan. Dua hipotesa yang
paling diminati adalah keterkaitan dengan hereditas dan proses pertumbuhan umum.
Gambar 2 Hipotesis terjadinya miopia patologis
Gambaran klinis dari miopia patologis
menyerupai miopia sederhana ditambah dengan
floater, rabun senja, dan defek visus. Tampilan
pemeriksaan fundus memberikan gambaran optic disc
yang lebar dan pucat dengan karakteristik myopic
crescent, perubahan degeneratif pada retina, koroid,
dan badan vitreous.
Komplikasi dari miopia patologis adalah retinal
detachment, perdarahan vitreous, katarak komplikata,
perdarahan koroid, dan strabismus fiksus konvergen
Gambar 3 Tampilan fundus miopia patologis
Tatalaksana
1. Tatalaksana optik
Prinsip dasar tatalaksana optik adalah
membuat sinar terfokus pada retina dengan
menggunakan lensa negatif(konkaf). Untuk
meresepkan kacamata pada miopia, harus
diperhatikan hal- hal berikut:
Gambar 4 koreksi dengan lensa konkaf
o
o
o
Derajat miopia dan lensa yang dibutuhkan harus diketahui dengan pemeriksaan
visus tanpa koreksi dan dengan koreksi menggunakan metode trial and error
Koreksi sferis yang diberikan harus nyaman bagi pasien
Pada miopia yang berat, undercorrection lebih baik untuk menghindari gangguan
near vision dan pengecilan bayangan.
Lensa konkaf dapat diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu:
o
2.
3.
4.
5.
kacamata, yang merupakan cara yang mudah, aman, dan nyaman untuk
mengkoreksi miopia
o Lensa kontak yang seringkali diindikasikan pada myopia berat untuk mengurangi
distorsi perifer dan minifikasi yang diproduksi oleh lensa konkaf kuat
Tatalaksana bedah
Diet tinggi vitamin dan protein
Low vision aid(LVA) pada miopia progresif dengan perubahan degeneratif.
Profilaksis dengan konseling genetik
B. Hipermetropia
Hipermetropia adalah keadaan mata tak berakomodasi yang memfokuskan bayangan di
belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu(hipermetropia
aksial) seperti pada kelainan kongenital tertentu, atau menurunnya indeks
refraksi(hipermetropia refraktif). Pada saat lahir, bola mata relatif pendek sehingga
menimbulkan keadaan hipermetropi +2 sampai +3 dioptri. Keadaan ini berangsur- angsur
berkurang hingga seseorang berusia 5-7 tahun dan menetap hingga usia sekitar 50 tahun.
Setelah usia 50 tahun, mata memiliki tendensi untuk menjadi hipermetropia kembali. Hal ini
disebabkan oleh perubahan pada kristalin di lensa.
Gambar 5 Refraksi pada mata hipermetropi
Hipermetropia merupakan suatu konsep yang lebih sulit dipahami daripada miopia karena
orang- orang seringkali beranggapan seseorang dengan hipermetropia selalu memiliki
penglihatan jauh yang baik. Jika hipermetropinya tidak terlalu berat, orang yang berusia
muda dapat memperoleh bayangan objek jauh yang tajam dengan berakomodasi seperti
melihat objek pada jarak dekat, serta melakukan usaha akomodasi lebih banyak lagi dalam
melihat dekat. Usaha ini dapat menyebabkan kelelahan mata yang parah pada pekerjaanpekerjaan yang memerlukan ketelitian penglihatan atau membutuhkan mata yang
berakomodasi secara terus- menerus.
Sama seperti miopia, hipermetropia juga dapat dibagi menjadi hipermetropia aksial,
hipermetropia kurvatural, hipermetropia indeks, dan hipermetropia posisional. Selain itu juga
terdapat keadaan afakia, yaitu ketiadaan lensa krisalin mata.
Gambaran klinis hipermetropia bervariasi, tergantung dari usia penderita dan
beratnya kelainan yang dialami. Hipermetropia dapat asimptomatik, menunjukkan gejalagejala astenopik seperti mata lelah, sakit kepala, dan fotofobia ringan, defek penglihatan,
atau gabungan keduanya. Ukuran bola mata pada penderita hipermetropia kadang- kadang
relatif lebih kecil dibandingkan rata- rata, begitu juga dengan korneanya. Bilik depan mata
juga tampak lebih dangkal. Pada pemeriksaan fundus mungkin didapatkan optic disc yang
berukuran kecil dan tampak lebih vaskular serta mungkin ditemukan papilitis.
Nomenklatur hipermetropia
Terdapat sebuah nomenklatur khusus pada hipermetropia. Hipermetropia total merupakan
total dari kelainan refraktifnya yang dapat diketahui dengan penetesan obat sikloplegik.
Hipermetropia total terdiri dari hipermetropia laten dan hipermetropia manifes. Hipermetropia
latena adalah derajat hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan akomodasi sedangkan
hipermetropia manifes merupakan yang tidak dapat dikoreksi oleh tonus siliaris.
Orang farsighted derajat sedang dapat melihat objek dekat atau jauh dengan baik
sewaktu muda. Seiring dengan datangnya presbiopia, pasien hipermetropia mula- mula
akan kesulitan dalam melihat dekat, kemudian pada derajat yang lebih tinggi akan
mengalami masalah penglihatan jarak dekat dan jauh sehingga membutuhkan kacamata.
Komplikasi
Bila hipermetropia tidak dikoreksi dalam waktu lama, dapat terjadi:
-
Styes, blefaritis, atau kalazia rekuren yang mungkin terjadi karena infeksi. Peningkatan
infeksi dapat terjadi karena kebiasaan mengucek mata pada mata yang lelah.
Accomodative convergent squint yang dapat terjadi pada anak- anak karena akomodasi
berlebih terus menerus.
Ambliopia baik anisometropik, strabismik, ataupun ametropik.
Predisposisi terhadap narrow angle glaucoma primer
Tatalaksana hipermetropia
1. Tatalaksana optik
Prinsip dasar tatalaksana optik adalah membuat
sinar terfokus pada retina dengan menggunakan
lensa
positif(konveks).
Untuk
meresepkan
kacamata pada hipermetropia, harus diperhatikan
hal- hal berikut:
o Hipermetropia total harus diketahui dengan
melakukan refraksi di bawah sikloplegia
komplit.
Gambar 6 koreksi dengan lensa konveks
o
o
Koreksi sferis yang diberikan harus nyaman bagi pasien
Tingkatkan koreksi sferis secara gradual dalam interval 6 bulan sampai pasien
menerima hipermetropia manifes.
o Pada keberadaan accomodative convergent squint, koreksi penuh harus
diberikan
o Jika terdapat ambliopia, koreksi penuh dengan terapi oklusi harus dilakukan.
Lensa konveks dapat diberikan dalam dua bentuk, yaitu kacamata, yang merupakan
cara yang mudah, aman, dan nyaman untuk mengkoreksi hipermetropia, dan lensa
kontak, yang seringkali diindikasikan pada anisometropia.
2. Tatalaksana bedah
Anisometropia
Anisometropia adalah perbedaan kelainan refraksi di antara kedua mata. Kelainan ini
merupakan penyebab utama ambliopia karena mata tidak dapat berakomodasi secara
independen dan mata yang lebih hipermetropi terus- menerus kabur. Koreksi refraktif
terhadap anisometropia dipersulit oleh perbedaan ukuran bayangan retina(aniseikonia) dan
ketidakseimbangan okulomotor akibat perbedaan derajat kekuatan prismatik perifer kedua
lensa korektif tersebut. Koreksi dengan kacamata menghasilkan perbedaan ukuran
bayangan di retina sekitar 25% yang jarang dapat ditoleransi. Koreksi dengan lensa kontak
menghasilkan perbedaan 6% sedangkan dengan lensa intraokular 1%. Anisometropia di
bawah 2,5 D dianggap tidak signifikan. Terdapat tiga kemungkinan status binokular seorang
anisometropis, yaitu binokular tunggal, uniokular, atau alternatif.
C. Astigmatisma
Astigmatisma adalah kelainan refraksi dimana terdapat variasi refraksi pada berbagai
meridia. Konsekuensinya, sinar cahaya yang masuk ke mata tidak dapat dikonvergesikan
pada satu titik fokus akan tetapi membentuk sebuah garis fokal. Secara umum, terdapat dua
tipe astigmatisma, yaitu reguler dan ireguler.
a. Astigmatisma reguler
Pada astigmastisme reguler, terdapat dua meridian utama, dengan orientasi dan kekuatan
konstan di sepanjang lubang pupil sehingga terbentuk dua garis fokus. Selanjutnya,
astigmatisme dibedakan berdasarkan posisi garis- garis fokus ini terhadap retina:
1. Astigmatism with the rule, apabila meridian- meridian utamanya saling tegak lurus dan
sumbu- sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertikal dengan daya bias
yang lebih besar terletak di meridian vertikal.
2. Astigmatism against the rule, seperti astigmatism with the rule akan tetapi daya bias
yang lebih besar terletak di meridian horizontal.
3. Astigmatisme oblik, adalah astigmatisme reguler yang meridian- meridian utamanya
tidak terletak dalam 20 derajat horizontal dan vertikal akan tetapi masih saling tegak
lurus.
4. Astigmatisme bioblik, adalah astigmatisme oblik dengan garis- garis meridian yang tidak
saling tegak lurus.
Secara etiologis, astigmatisme reguler dapat dibedakan menjadi:
1. astigmatisme korneal, yang terjadi karena abnormalitas kurvatura kornea, merupakan
jenis astigmatisme yang umum ditemui.
2. Astigmatisme lentikular, jarang terjadi, dapat berupa jenis kurvatural, posisional, atau
indeks.
3. Astigmatisme retinal, disebabkan karena penempatan makula yang oblik.
Tipe refraksi astigmatisme reguler
Bergantung pada posisi dua garis fokal, astigmatisme reguler
dapat dibedakan menjadi:
1. Astigmatisme sederhana, dimana sinar difokuskan pada
retina di salah satu meridian, dan difokuskan di depan
retina(astigmatisme sederhana miopik) atau di belakang
retina(astigmatisme sederhana hipermetropik) pada
meridian lainnya.
2. Astigmatisme compound, dimana sinar difokuskan di
belakang retina atau di depan retina pada kedua meridian.
3. Astigmatisme campuran, dimana sinar difokuskan di depan
retina pada salah satu meridian, dan di belakang retina
pada meridian lainnya.
b. Astigmatisme ireguler
Astigmatisme jenis ini memiliki karakteristik perubahan ireguler
kekuatan refraktif pada meridia berbeda. Secara etiologis,
astigmatisme jenis ini dapat dibedakan menjadi astigmatisme
ireguler kurvatural dan indeks.
Gejala dan tanda astigmatisme
Pada astigmatisme reguler, seringkali dijumpai defek
penglihatan, objek menjadi buram, objek terlihat memanjang,
dan gejala astenopik. Pada retinoskopi dapat ditemukan
kekuatan yang berbeda pada dua meridia, pada funduskopi
dapat terlihat optic disc yang oval atau miring, miringnya Gambar 7 berbagai astigmatisme reguler
kepala sebagai usaha untuk menyesuaikan aksis meridia, dan
mata yang tertutup setengah. Pada astigmatisme ireguler
dapat dijumpai defek penglihatan, distorsi benda, dan poliopia.
Tatalaksana
A. Astigmatisme reguler
1. Tatalaksana optik
Dapat menggunakan lensa silindris baik kacamata maupun lensa kontak. Lensa kontak rigid
dapat mengkoreksi astigmatisme dengan lebih baik daripada lensa kontak lembut. Untuk
derajat astigmatisme yang lebih tinggi lagi, diperlukan lensa kontak torik.
2. Tatalaksana bedah
B. Astigmatisme ireguler
1. Tatalaksana optik
2. Keratektomi fototerapeutik
3. tatalaksana bedah
PRESBIOPIA
Presbiopia merupakan hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses
penuaan pada semua orang. Seseorang dengan mata emetrop akan mulai merasakan
ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda- benda kecil yang terletak
berdekatan pada usia sekitar 45 tahun. Hal ini semakin dirasakan memburuk pada cahaya
temaram dan saat penderita lelah. Gejala- gejala akan menetap hingga usia 55 tahun
kemudian stabil dan menetap.
Penyebab dari presbiopia adalah perubahan pada lensa dimana terjadi penurunan
elastisitas kapsul lensa dan sklerosis lensa. Selain itu juga terjadi kelemahan pada otot- otot
siliaris sehingga tidak dapat mengkondisikan lensa semaksimal saat muda. Gejala yang
dapat terlihat pada presbiopia adalah sulit melihat pada jarak dekat dan gejala astenopik.
Tatalaksana
Tatalaksana pada presbiopia dapat berupa tatalaksana optik dengan memberikan lensa
konveks untuk penglihatan jarak dekat. Secara kasar, panduan dalam menentukan kuatnya
lensa dapat dilihat dari umur pasien. Pada usia 40-45 tahun, dibutuhkan lensa +1DS, pada
usia 45-50, diperlukan +1,5 DS dan seterusnya hingga usia 55-60 tahun diperlkukan +2,5
DS. Meskipun demikian, harus diperhatikan bahwa jarak nyaman pada masing- masing
individu berbeda.
Prinsip dasar koreksi presbiopik adalah:
1. Selalu temukan kelainan refraktif jarak jauh kemudian perbaiki
2. Temukan koreksi presbiopik yang dibutuhkan pada masing- masing mata
3. PP harus ditentukan dengan mempertimbangkan profesi pasien
4. lensa yang diberikan adalah kekuatan terlemah dengan koreksi terbaik
5. Selain tatalaksana optik, terdapat juga tatalaksana bedah
BAB III
PENUTUP
Kelainan refraksi adalah salah satu masalah mata yang banyak ditemukan di
masyarakat. Tidak hanya terjadi pada pasien dewasa namun juga anak-anak. Kelainan
refraksi hingga menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan yang besar hingga terjadi
kebutaan harus dihindari. Sebagai dokter umum, dasar mengenai proses refraksi pada mata
perlu, kelainan-kelainan refraksi, pemeriksaan kelainan refraksi dan penanganan melalui
koreksi optik perlu dipahami. Selain itu, juga perlu diketahui kapan harus merujuk pasien
dengan kelainan refraksi ke spesialis mata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arthur CG, John EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : Elsevier.
2006. P 617-8
2. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 6th ed. Belmont: Thomson
Brooks/Cole. 2007. P 192-206
3. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology [ebook].
17th ed. Philadelphia: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2007.
4. Khurana AK. Comphrehensive Ophthalmology: disease of the vitreous [ebook]. 4th
ed. New Delhi: New Age International; 2007.
Download