Islam dan Demokrasi - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
ISLAM DAN
DEMOKRASI
Modul ini mengupas tentang Islam dan Demokrasi
Fakultas
Program Studi
Tehnik
Tehnik Industri
2015
1
OL
Kode MK
Disusun Oleh
13
A11143EL
(90002)
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Abstract
Kompetensi
Modul ini akan mengelaborasi tentang
Islam dan Demokrasi
Diharapkan mahasiswa mengerti
tentang Islam dan Demokrasi
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Islam dan Demokrasi
I. PENDAHULUAN
Saat ini, memang demokrasi telah mendapat pasaran yang paling tinggi sebagai
jalan keluar atas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Demokrasi, yang
secara teorinya dimaksudkan sebagai suatu sistem yang dibentuk, dijalankan, dan
ditujukan bagi kepentingan rakyat ini dalam tataran praktiknya akan sentiasa
mengalami berbagai penyesuaian dan perubahan, sehingga seringkali penerapannya
bersifat trial and error, atau sebagai mana yang dikatakan para pengusungnya,
demokrasi itu bersifat projek.
Hanya saja, perkembangan demokrasi di negara-negara muslim cenderung
kelihatan kaku ataupun perlahan, sehingga dianggap oleh banyak pihak sebagai faktor
utama yang telah menghalang kemajuan kaum muslim. Dan tentu saja, pemahaman
Islam ortodoks berpengaruh dalam membentuk eksklusivisme hingga menyebabkan
kebanyakan kaum muslim bersikap tertutup dari hal-hal yang berbau modernisme, di
samping mereka juga terbuai oleh romantisme masa lalu. Oleh kerana itu, kaum
muslim wajib menimbus semula kemunduran mereka menerusi binaan semula
kefahaman Islam mereka.
Mungkin gagasan rekonstruksi inilah yang menjadi pesan yang gigih
disampaikan oleh mereka yang berkeinginan untuk menerapkan demokrasi ke dalam
dunia Islam. Lalu ungkapan seperti “nilai demokrasi juga terkandung oleh Islam”,
“demokrasi merupakan bahagian dari Islam”, ataupun “demokrasi adalah Islam itu
sendiri” kerap dikumandang kebelakangan ini.
Meskipun demikian, banyak pula para apologis muslim yang menolak adanya
penerapan demokrasi ke dalam Islam, sebab menurut mereka, demokrasi dan Islam itu
adalah dua hal yang berbeda dan tidak mungkin dapat disetarakan. Ini karena, bagi
mereka, demokrasi adalah pemikiran kufur yang tentunya haram untuk diamalkan
oleh kaum muslim.
2015
2
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Lalu, bagaimanakah hubungan yang sebenarnya antara Islam dan demokrasi
ini? Makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai hubungan Islam dan
demokrasi.
II. PEMBAHASAN
A. Melacak Jejak-Jejak Demokrasi Dalam Islam
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” (rakyat) dan “kratos”
(kekuasaan).
Aristoteles
dalam
bukunya
“Organon”
bab
“Retorika”
ketika
menyandingkan bentuk -bentuk Pemerintahan dalam:Demokrasi, Oligarki, Aristokrasi,
dan Monarki mendefinisikan pemerintahan demokrasi sebagai “jika kekuasaan dalam
pemerintahan itu dibagi-bagi menurut pemilihan atau kesepakatan”.
Ibn Rusyd (Averroes) seorang filosof muslim Andalusia termasyur sekaligus
pensyarah buku-buku Aristoletes menerjemahkan demokrasi dengan “politik kolektif”
(as siyasah al jama’iyah). Sedang dalam ilmu sosiologi, demokrasi adalah sikap hidup
yang berpijak pada sikap egaliter (mengakui persamaan derajat) dan kebebasan
berpikir.
Meski demokrasi merupakan kata kuno, namun demokrasi moderen merupakan istilah
yang mengacu pada eksperimen orang-orang Barat dalam bernegara sebelum abad XX.
Orang-orang Islam mengenal kata demokrasi sejak jaman transliterasi buku-buku
Yunani pada jaman Abbasiyah. Selanjutnya kata itu menjadi bahasan pokok para filosof
muslim jaman pertengahan seperti Ibnu Sina (Avicenna),dan Ibn Rusyd ketika
membahas karya-karya Aristoteles.
Istilah demokrasi dalam sejarah Islam tetaplah asing, karena sistem demokrasi
tidak pernah dikenal oleh kaum muslimin sejak awal. Orang-orang Islam hanya
mengenal kebebasan (al-hurriyah) yang merupakan pilar utama demokrasi yang
diwarisi semenjak jaman Nabi Muhammad SAW, termasuk di dalamnya kebebasan
2015
3
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
memilih pemimpin, mengelola negara secara bersama-sama (syuro), kebebasan
mengkritik penguasa serta kebebasan berpendapat.
B. Nabi Muhammad SAW dan Sikap Demokratis
Buku-buku sejarah mencatat bahwa di luar otoritas keagamaan yang menjadi
tugas utamanya, Nabi Muhammad SAW merupakan tokoh yang demokratis dalam
berbagai hal. Bahkan ketika terjadi kasus-kasus yang tidak mempunyai sandaran
keagamaan (wahyu) beliau bersikap demokratis dengan mengadopsi pendapat para
sahabatnya, hingga memperoleh arahan ketetapan dari Allah.
Sikap demokratis Nabi Muhammad
SAW ini bisa jadi merupakan sikap
demokratis pertama di semenanjung Arabia, ditengah-tengah masyarakat padang pasir
yang paternalistik, masih menjunjung tinggi status-status sosial dan non-egaliter.
Beberapa contoh yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAWmerupakan
seorang demokrat adalah:
Ketika Nabi Muhammad SAW diminta suku-suku Arab menjadi penguasa sipil
(non-agama) di luar status beliau sebagai pemegang otoritas agama, beliau mengambil
pernyataan setia orang-orang yang ingin tunduk dalam kekuasaan beliau sebagai
tekhnik memperoleh legitimasi kekuasaan. Pernyataan setia ini dikenal dalam sejarah
Islam sebagai “Bai’at Aqabah I & II”. Dari titik ini para ulama Islam sejak dulu
menegaskan bahwa kekuasaan pada asalnya di tangan rakyat, karena itu kekuasaan
tidak boleh dipaksakan tanpa ada kerelaan dari hati rakyat. Pernyataan kerelaan itu
dinyatakan dalam bentuk “pernyataan setia” atau bai’at.
Berdasarkan prinsip ini maka ajaran Islam menolak kudeta atau merebut
kekuasaan secara inkonstitusional, karena kudeta merupakan bentuk pernyataan
sepihak sebagai penguasa. Sedangkan legitimasi kekuasaan harus diperoleh dari rakyat
secara sukarela tanpa ada paksaan apapun.
Setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, beliau mengangkat budak
kulit hitam Ethiopia yang bernama Bilal menjadi pengumandang panggilan shalat
2015
4
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
(azan). Posisi ini merupakan sebuah kedudukan prestisius bagi seorang budak kulit
hitam dalam belantara kabilah-kabilah Arab yang terhormat.
Ketika beliau membentuk negara pertama kali dalam Islam, yaitu negara
Madinah yang multi agama. Beliau tidak menggunakan Al Quran sebagai konstitusi
negara
Madinah,
karena
Al
Quran
hanya
berlaku
bagi
orang-orang
yang
mempercayainya, yaitu kaum muslimin. Beliau menyusun “Piagam Madinah”
berdasarkan kesepakatan dengan orang-orang Yahudi sebagai konstitusi negara
Madinah. Pada masa negara Madinah ini pula beliau mengenalkan konsep “bangsa”
(al-ummah) sebagai satu kesatuan warga negara Madinah tanpa membedakan asal-usul
suku.
Nabi Muhammad SAW mendirikan negara Madinah ini berdasarkan kontrak
sosial (al ‘aqd al ijtima’i) antara kaum muslimin dengan kaum Yahudi, Kristen, dan
kaum Arab pagan yang berdiam di Madinah. Piagam Madinah berisi prinsip-prinsip
interaksi yang baik antar pemeluk agama; saling membantu menghadapi musuh yang
menyerang negara Madinah, menegakkan keadilan dan membela orang yang teraniaya,
saling menasehati, dan menghormati kebebasan beragama.
C. Substansi Demokrasi
Terlepas dari definisi akademis tentang demokrasi, pada hakikatnya demokrasi
dalam aspek politik adalah dihormatinya hak setiap individu dalam sebuah bangsa
untuk memilih pemimpin sesuai dengan aspirasinya. Tidak boleh ada yang
memaksakan kehendak kepada mereka untuk memilih seorang pemimpin tertentu
yang tidak dikehendaki.
Ketentuan ini pada dasarnya sesuai dengan ajaran yang digariskan oleh Islam
melalui perangkat syura (permusyawaratan) dan bai’at (kontrak politik yang mengikat
rakyat untuk berkomitmen tunduk dan taat pada pemimpin yang dipilihnya.
Kesesuaian antara Islam dengan demokrasi juga terlihat ketika Islam mengutuk dan
mengecam para diktator; sementara di sisi lain mengedepankan pemimpin yangkuat,
2015
5
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
amanah, kredibel, kapabel serta mampu mengayomi rakyatnya. Islam memerintahkan
umatnya untuk mematuhi keputusan mayoritas.
Islam juga mengandung ajaran bahwa tangan Allah bersama jama’ah (rakyat
banyak). Rasulullah saw bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Kalau kalian berdua
sepakat dalam suatu hal, aku tidak akan menentang pendapat kalian berdua.”
Ini
menunjukkan bahwa aspirasi dari jumlah orang yang lebih banyak harus didahulukan
dari aspirasi segelintir orang, termasuk pendapat Rasulullah sendiri (dalam masalah
ijtihadi duniawi).
Di dalam Islam, setiap rakyat berhak memberikan saran atau nasihat kepada
penguasa, menganjurkannya berbuat baik dan meninggalkan kemungkaran; tentu
dilakukan dengan tetap memperhatikan etika dan cara mengingatkan dengan baik.
Rakyat juga mempunyai kewajiban untuk taat kepada penguasa selama kebijakan yang
diambilnya adalah kebaikan. Sebaliknya, rakyat berhak menolak ketika diperintah
untuk melakukan perbuatan yang dilarang menurut kesepakatan kaum Muslimin dan
atau melakukan kemaksiatan yang nyata. Karena, tidak boleh menaati siapa pun untuk
melakukan maksiat kepada Allah. Hal seperti ini juga berlaku dalam sistem demokrasi.
Hal penting lainnya dalam penerapan sistem demokrasi adalah Pemilihan Umum
(pemilu) dan pengambilan keputusan berdasar suara terbanyak;dimana secara umum
bisa dinilai tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Walaupun memiliki beberapa kelemahan, sistem ini masih lebih baik dari sistem
buatan manusia lainnya.Yang perlu diantisipasi adalah menjaga berjalannya sistem ini
agar tidak dimanfaatkan oleh para penipu atau penjahat.
D. Relevasi Dalam Islam
Ada tiga pendapat yang berbeda dalam menyikapi hubungan Demokrasi
dengan Islam.
1. Mereka yang menolak demokrasi dengan mengatasnamakan Islam.
Mereka ini bependapat bahwa demokrasi dan Islam adalah dua hal yang
bertentangan dan tidak akan bisa dipertemukan. Mereka beralasan:
2015
6
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
a. Demokrasi merupakan hasil pemikiran manusia sedangkan Islam berasal dari
Allah.
b. Demokrasi berarti kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat;
sedangkan Islam mengatakan bahwa kekuasaan itu milik Allah.
c. Demokrasi ditentukan oleh suara terbanyak, padahal belum tentu suara
terbanyak merupakan kebenaran.
d. Demokrasi adalah hal baru yang termasuk dalam kategori bid’ah dalam agama;
generasi Islam sebelumnya tidak mengenal adanya sistem demokrasi. Nabi saw
bersabda, “Barangsiapa menciptakan hal baru yang sebelumnya tidak ada dalam agama
kita, maka hal tersebut ditolak.”(HR. Muslim, Ahmad). Juga hadits Nabi lainnya,
“Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak ada dalam agama kami, ia akan
ditolak.”(HR.Muslim,Ahmad,An-Nasa’i).
Demikian pula ada hadits yang menyatakan,“Perkataan yang paling benar adalah
Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad ,seburuk-buruk hal
adalah sesuatu yang diada-adakan. Setiap yang diada-adakan adalah bid’ah. Setiap bid’ah
adalah sesat, dan kesesatan itu akan mengantarkan ke neraka.” (HR. Muslim, Ahmad,
An-Nasa’i)
e. Demokrasi merupakan produk Barat yang notabene sekuler dan kafir. Bagaimana
kita akan mengikuti ajaran orang-orang yang ingkar pada Allah dan Rasul-Nya.
Karena alasan-alasan tersebut mereka dengan tegas menolak demokrasi. Mereka
juga mengecam orang-orang Islam yang menerima dan menerapkan demokrasi.
Bahkan mereka tidak segan-segan menuduhnya musuh Islam. Ada juga di antara
mereka yang menganggap demokrasi itu syirik dan sebagai bentuk kekufuran.
2. Mereka yang menerima demokrasi secara total tanpa reserve.
Kelompok ini menganggap bahwa demokrasi Barat adalah satu-satunya solusi
yang tepat untuk mengatasi problematika negara, pemerintahan, rakyat dan tanah air.
2015
7
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Mereka menerima demokrasi Barat bulat-bulat, termasuk sistem ekonomi liberalnya
dan sistem sosial kemasyarakatannya yang bebas tanpa batas.
Mereka meng-copy paste demokrasi Barat tanpa edit, dan ingin menerapkannya
persis sama dengan praktek demokrasi di negara-negara Barat. Demokrasi yang tidak
berdasarkan akidah, tidak mengenal akhlak, mengabaikan ibadah dan menyepelekan
syari’ah. Bukan hanya itu, demokrasi Barat memisahkan secara diametral urusan
agama dengan urusan negara.
Mereka ini korban dari ghazwul-fikri, perang budaya, yang berujung pada
kekalahan dan melahirkan mentalitas ‘kaum terjajah’ yang bangga apabila dapat
meniru sikap dan perilaku penguasa penjajahnya.
3. Mereka yang menerima demokrasi secara moderat.
Kelompok ini berpendapat bahwa ada yang positif dalam sistem demokrasi, dan
hakikat dari demokrasi itu sendiri tidak bertentangan, bahkan bersesuaian dengan
ajaran Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa hakikat demokrasi itu adalah hak rakyat
untuk memilih siapa pemimpinnya. Tidak boleh ada yang memaksa mereka untuk
memilih pemimpin yang tidak mereka sukai, atau pemimpin zhalim, atau korup, yang
merampas hak-hak mereka sebagai rakyat.
Substansi demokrasi ini berarti juga meniscayakan perlu adanya mekanisme
dalam pemerintahan yang memungkinkan rakyat untuk melakukan fungsi kontrol atau
pengawasan, juga evaluasi terhadap jalannya pemerintahan. Disamping itu, perlu juga
adanya mekanisme yang memungkinkan rakyat memberikan peringatan dan
menasihati pemimpin apabila mereka menyimpang dari amanat yang diberikan kepada
mereka; juga peringatan keras kepada pemimpin yang tidak mau mendengarkan
aspirasi rakyatnya; bahkan memungkinkan rakyat untuk memakzulkannya dengan
jalan damai.
Kelompok ini juga berpandangan, apabila terjadi perbedaan pendapat antara
pemerintah (eksekutif) dengan parlemen (legislatif) atau dengan tokoh-tokoh
masyarakat dalam masalah yang berkaitan dengan syari’ah, maka perbedaan tersebut
2015
8
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dibawa untuk ditengahi kepada Majelis Ulama atau bahkan Mahkamah Konstitusi
yang mengundang ulama-ulama yang berkompeten di bidangnya, agar ditetapkan
keputusannya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini sesuai dengan perintah
Allah swt:
ِ َّ
َِّ ‫ُوِل أاْلام ِر ِمأن ُكم فاِإ أن تانازعتم ِِف شي ٍء فارُّدوه إِ اَل‬
ِ ‫اَّلل وأ‬
ِ
ِ ‫الرس‬
‫ول إِ أن ُُأن تُ أم‬
‫الر ُس ا‬
َّ ‫اطيعُوا‬
‫ول اوأ ِ أ‬
ُ ُ ‫ا ا أُ أ ا أ‬
ُ َّ ‫اَّلل او‬
‫أ‬
‫ين اآمنُوا أاطيعُوا َّا ا‬
‫اَي أايُّ اها الذ ا‬
ِ ِ
ِ
)59 :4/‫اح اس ُن اَتأ ِو ايًل(النساء‬
‫تُ أؤِمنُو ان ِِب ََّّلل اوالأيا أوم أاْل ِخ ِر ذال ا‬
‫ك اخأي ٌر اوأ أ‬
“Hai orang-orang yang beriman,taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri (pemimpin)
diantara kalian. Apabila kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan Hari Kemudian.”(QS. An-Nisaa’, 4:59).
Sementara jika terjadi perselisihan pendapat dalam masalah-masalah sosial,
politik, ekonomi dan kemasyarakatan yang masuk dalam kategori mubah, maka yang
pengambilan keputusannya diupayakan melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat. Apabila tidak tercapai mufakat, maka bisa melalui pengambilan pendapat
melalui suara terbanyak (voting), karena pendapat dua orang atau lebih dekat kepada
kebenaran daripada pendapat satu orang. Hal ini sesuai dengan logika syari’at Islam,
disamping logika politik yang memang “harus ada yang diunggulkan”. Yang
diunggulkan ketika terjadi perselisihan pendapat adalah jumlah yang terbanyak.
Rasulullah saw bersabda,“Sesungguhnya syetan itu bersama satu orang dan dia
menjauh dari orang berdua.”(HR. At-Tirmidzy dan Al-Hakim). Nabi saw juga pernah
bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Seandainya kalian berdua menyepakati suatu
pendapat, tentu aku tidak akan menyalahi kalian berdua.” (HR. Ahmad). Dengan kata lain,
pendapat yang didukung dua orang lebih diunggulkan daripada pendapat seorang,
sekalipun itu pendapat Rasulullah saw, selagi dalam masalah-masalah di luar lingkup
syari’at dan apa yang telah ditetapkan Allah.
Bahkan dalam kasus Uhud, seperti yang diriwayatkan Imam Bukhari, Nabi
harus mengikuti pendapat mayoritas karena sebagian besar Sahabat memilih untuk
2015
9
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menghadapi orang-orang musyrik di luar Madinah,walau beliau sendiri bersama
beberapa Sahabat terkemuka berpendapat untuk bertahan saja di dalam kota Madinah
sembari berperang gerilya di jalan-jalan Madinah yang seluk-beluknya sudah mereka
hapal.
Yang paling nyata mengenai pendapat mayoritas ini adalah sikap Umar bin
Khathab tentang enam orang anggota Majelis Syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai
Tim Formatur sekaligus diberi amanah untuk memilih salah seorang dari mereka untuk
menjadi Khalifah berdasar suara terbanyak. Sedang yang tidak terpilih dari tim tersebut
harus patuh dan tunduk kepada kandidat terpilih. Jika dalam voting tersebut suara
yang diperoleh tiga lawan tiga, mereka harus mengambil suara dari luar tim formatur,
yakni Abdullah bin Umar.
Dalam beberapa hadits juga dinyatakan pujian terhadap“golongan terbesar” dan
perintah untuk mengikutinya.“Golongan terbesar” ini maksudnya adalah golongan
mayoritas diantara umat manusia. Menurut beberapa ulama, hadits ini berkaitan
dengan pelibatan seluruh rakyat dalam penentuan Khalifah atau masalah-masalah
kenegaraan yang harus diputuskan dan membutuhkan pendapat mayoritas.
“Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan atau tujuh puluh dua
golongan; dan sesungguhnya umat ini (Islam) lebih banyak satu golongan dibanding mereka.
Semuanya masuk neraka kecuali golongan terbesar.” (HR. Ath-Thabrany dan Ahmad) [5]
Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazaly berpendapat dalam beberapa tulisannya,
bahwa pendapat mayoritas lebih diunggulkan jika ada dua sisi pandang yang serupa.
Pendapat yang menyatakan pengunggulan hanya berlaku untuk pendapat yang benar
walau hanya didukung satu suara dan menolak pendapat yang keliru walau didukung
mayoritas suara, adalah untuk hal-hal yang dikuatkan nash syari’at dengan dalil dan
hujjah yang kuat, jelas dan tidak mengandung perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Inilah yang dimaksud dengan ungkapan:“Yang disebut jama’ah adalah yang sejalan
dengan kebenaran, sekalipun engkau hanya sendirian.”
2015
10
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sedangkan untuk hal-hal ijtihadiyah yang tidak ada dasar nash-nya, atau ada
nash-nya namun mengandung lebih dari satu penafsiran, atau ada nash lain yang
bertentangan dengannya atau lebih kuat darinya; maka diperbolehkan untuk memilih
salah satu yang diunggulkan agar bisa menuntaskan silang pendapat. Dan voting,
pengambilan keputusan berdasar suara terbanyak merupakan cara yang tepat untuk
itu. Tidak ada satupun dalil dalam syari’at yang melarang proses pengambilan
keputusan dengan cara seperti ini.
Walau sistem demokrasi merupakan hasil pemikiran manusia, bukan berarti
sistem ini tercela dan harus ditolak. Bukankah Allah telah memerintahkan manusia
untuk mengoptimalkan penggunaan akal fikiran? Kita diperintahkan untuk berfikir,
membaca, mengkaji, merenung, mengambil pelajaran dan hikmah, serta berijtihad?
Tentu hasil ijtihad itu perlu ditimbang lebih dahulu, apakah bertentangan atau
bersesuaian dengan ajaran Allah.
Dalam sistem demokrasi, menurut hemat penulis, terdapat hal-hal yang selaras
dengan ajaran Islam, seperti: musyawarah, amar ma’ruf nahi munkar yang diterjemahkan
dalam mekanisme check and balance, pengawasan (mutaba’ah),kontrol (muraqabah) dan
evaluasi, saling menasehati (taushiyah), mencari mashlahat dan menghindari madharat,
menegakkan keadilan dan melawan kezhaliman dan diktatorisme, dan aspek-aspek
lainnya.
Mengenai penghakiman bahwa demokrasi itu mengambil alih kekuasaan Allah
dalam
memerintah
dengan
memberikan
kekuasaan
memerintah
kepada
manusia/rakyat, tidaklah benar. Karena pembentukan pemerintahan yang didukung
dan dievaluasi oleh rakyat adalah untuk menghindari tirani kekuasaan atau
diktatorisme politik oleh seorang individu atau kelompok elit tertentu.
Demikian pula penilaian bahwa demokrasi itu adalah sistem tercela karena
merupakan produk impor, juga tidak tepat. Tidak ada satupun ketetapan syari’at yang
berisi larangan mengambil pemikiran teoritis atau konsep dari non-muslim. Sewaktu
perang Al-Ahzab, Nabi saw mengambil pemikiran bangsa Persia berupa strategi
2015
11
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
bertahan dengan menggali parit, bukan membangun benteng seperti biasa. Beliau juga
memanfaatkan tawanan perang Badar dari orang-orang musyrik untuk mengajari ilmu
pengetahuan yang mereka miliki kepada kaum muslimin. Inilah yang disebut hikmah.
Hikmah adalah milik kaum muslimin yang hilang lalu ditemukan. Jadi umat Islam
berhak mendapatkan miliknya yang hilang tersebut.
Sementara, yang dilarang adalah mengimpor nilai-nilai yang membahayakan
aqidah dan akhlak dan tidak memberikan manfaat. Sementara kita mengambil
demokrasi dalam metode, mekanisme dan tata caranya saja, yang harus diakui
memang lebih baik dibanding sistem lainnya; bukan filosofinya yang mengagungkan
individualisme dan kebebasan tanpa dilandasi agama. Yang kita inginkan adalah
demokrasi yang dilandasi nilai-nilai agama, mengedepankan akhlak dan wawasan
keilmuan, serta memprioritaskan nilai-nilai luhur tersebut di atas nilai-nilai demokrasi
itu sendiri.
III. PENUTUP
Mengenai Islam dan Demokrasi terdapat tiga pendapat, Pertama, mereka yang
menolak mentah-mentah demokrasi, karena demokrasi merupakan produk baru yang
pernah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Mereka berpendapat
bahwa sesuatu yang baru seperti demokrasi ini tidak bisa diterima apalagi diterapkan
pada era sekarang. Kedua, mereka menerima bulat-bulat system demokrasi, dengan
argument bahwa system ini merupakan system terbaik untuk diterapkan pada zaman
sekarang, walaupun belum pernah dipraktekkan pada masa awal islam. Sedangkan
ketiga, mereka yang menerima demokrasi dengan catatan-catatan tertentu, dalam
pandangan mereka sebenarnya demokrasi pernah dipraktekkan oleh nabi Muhammad
SAW ketika beliau hijrah ke Madinah dengan membuat piagam Jakarta yang
menunjukkan bahwa Islam menjunjung tinggi demokrasi selama tidak bertentangan
dengan syari’at yang sifat qath’i.
2015
12
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Hatim, Dr. Muhammad Abd al-Qadir. 2002. Al-I’lam fi al-Qur’an al-Karim. Kairo: alHai’ah al-Masriyyah al-‘Ammah lil-Kitab.
Wahyuddin, Achmad, dan M. Ilyas dkk, Pendidkan Agama Islam untuk Perguruan
Tinggi , Grasindo: Jakarta 2009.
Departemen Agama Republik Indonesia. 2006. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta:
CV. Naladana.
Dewan Redaksi. 2010. Ensiklopedi Metodologi Al-Quran. Jakarta: Kalam Publika.
Agustian A.g. 2001. ESQ Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual. Arga. Jakarta.
Al-Hufiy, A.M. 2000. Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad SAW. Pustaka Setia.
Bandung.
Al-Sya'rani, A A. 2004. 99 Akhlak Sufi: Meniti jalan surga bersama orang-orang
Suci.
Mizan Media Utama. Bandung.
Departemen Agama. 1971. Al-Quran dan terjemahannya. Departemen
Jakarta.
Sanusi A. 2006. Jalan Kebahagiaan. Gema Insani Press. Jakarta.
2015
13
Pendidikan Agama Islam UMB
Muhammad Alvi Firdausi, S.Si, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Agama.
Download