697 Evaluasi penggunaan pakan dengan kadar protein berbeda ... (Reza Samsudin) EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) Reza Samsudin, Ningrum Suhenda, dan Muhammad Sulhi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Raya Sempur No. 1, Bogor E-mail: [email protected] ABSTRAK Pakan memegang peranan penting dalam budidaya ikan nilem. Penentuan kadar protein yang tepat dan penggunaan bahan baku lokal dapat menekan biaya pakan ikan nilem. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi penggunaan pakan dengan protein yang berbeda terhadap pertumbuhan ikan nilem. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Basah Nutrisi Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. Ikan uji yang digunakan adalah ikan nilem dengan bobot rata-rata 3,0±0,3 g/ekor. Pakan yang digunakan adalah pakan tenggelam dengan kadar protein 18%, 19%, dan 20%. Pemberian pakan diberikan sebanyak 6% dari bobot badan dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari. Pemeliharaan ikan dilaksanakan pada akuarium yang dilengkapi sistem resirkulasi. Ikan dipelihara selama 40 hari. Parameter yang diamati yaitu pertumbuhan spesifik, konversi pakan, serta sintasan ikan. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan dan empat ulangan. Hasil menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan kadar protein pakan 20% memberikan pertumbuhan spesifik terbaik (P<0,05) yaitu sebesar 1,56%. Penggunaan pakan dengan kadar protein yang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konversi pakan dan tingkat sintasan benih ikan nilem (P>0,05). KATA KUNCI: nilem, protein, pertumbuhan, pakan PENDAHULUAN Ikan nilem merupakan salah satu ikan potensial yang perlu dikembangkan teknologi budidayanya. Selama ini budidaya ikan nilem masih menggunakan sistem tradisional baik pembenihan maupun pembesaran. Secara umum sistem tradisional masih memiliki produktivitas yang rendah. Beberapa penelitian sudah mengkaji mengenai perbaikan produksi ikan nilem. Beberapa aspek yang sudah diteliti antara lain pakan induk (Djajasewaka et al., 2005; 2006), teknik pembenihan dan rekayasa genetik (Subagja et al., 2006; 2007), wadah pemeliharaan (Winarlin et al., 2006), serta teknologi pendederan (Djajasewaka et al., 2007). Pakan merupakan salah satu input budidaya yang sangat penting karena hampir 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu unsur yang penting dalam pakan ikan adalah protein. Protein memiliki peranan penting dalam menunjang pertumbuhan ikan dan eksresi amonia ke dalam perairan. Kekurangan protein dalam pakan dapat mereduksi pertumbuhan, terjadinya deformasi pada ikan, serta dapat menyebabkan kekerdilan. Namun protein juga merupakan nutrien pakan yang paling mahal dibandingkan dengan nutriea pakan lainnya maka jumlah protein yang tersedia di dalam pakan harus cukup, tidak berlebihan (Halver, 2002). Tingginya kadar protein dalam pakan menyebabkan harga pakan menjadi sangat mahal. Untuk ikan-ikan herbivora umumnya memiliki kebutuhan protein pakan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan ikan omnivora maupun ikan karnivora (NRC, 1993). Penentuan kebutuhan kadar protein yang tepat dapat menciptakan harga pakan yang kompetitif dan ramah lingkungan. Ikan nilem merupakan ikan herbivora yang mampu memanfaatkan beberapa jenis tanaman, lumut, dan alga sebagai sumber makanannya. Kebutuhan protein untuk induk ikan nilem sudah diteliti oleh Djajasewaka et al. (2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menunjang pertumbuhan gonad, ikan nilem mampu memanfaatkan protein pakan 27%–42%. Namun belum ada informasi mengenai kebutuhan protein ikan nilem untuk usaha pendederan dan pembesaran. Jika menggunakan pakan induk untuk usaha pendederan dan pembesaran maka dikhawatirkan akan meningkatkan biaya produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan protein pakan untuk usaha pendederan dan pembesaran ikan nilem. 698 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan nilem (Osteochilus hasseltii) yang didapatkan dari Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Ikan uji memiliki bobot awal rata-rata individu 3,0±0,3 g/ekor. Sebelum diberi perlakuan, ikan uji diadapatasikan selama satu minggu dan diberi pakan komersial (protein kasar 27%, lemak kasar 9%) sebanyak 8%/hari biomassa ikan. Ikan uji diadaptasikan dalam bak fiber bervolume 1 m3 yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi. Pakan Uji Sebelum dibuat pakan, seluruh bahan pakan dianalisis proksimat lengkap. Pakan uji yang digunakan adalah pakan tenggelam berdiameter 3 mm dengan kadar pakan masing-masing 18%, 19%, dan 20%. Pakan uji memiliki lemak kasar yang sama (8%). Formulasi pakan menggunakan program Winfeed ver 2.8 Formulasi pakan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Formulasi pakan uji Bahan pakan Tepung ikan lokal Dedak padi Dedak polar Bungkil kedelai Terigu Minyak Vitamin Mineral Total Perlakuan/kadar protein (%) 18 19 20 0 44,5 40 6,5 5 2 1,5 0,5 0 40,5 40,5 10 5 2 1,5 0,5 5 40 34 10 5 4 1,5 0,5 100 100 100 Pemeliharaan Ikan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Basah Nutrisi Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. Wadah pemeliharaan yang digunakan yaitu akuarium dengan ukuran 60 cm x 40 cm x 40 cm. Setiap wadah pemeliharaan dilengkapi dengan sistem resirkulasi. Pemeliharaan ikan dilakukan dengan padat penebaran 30 ekor per akuarium. Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari dengan jumlah pemberian pakan 6% biomassa ikan. Sampling dilakukan setiap sepuluh hari sekali meliputi penimbangan total biomassa. Pemeliharaan ikan uji dilakukan selama 40 hari. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan perlakuan perbedaan kadar protein pakan 18%, 19%, dan 20%. Setiap perlakuan terdiri atas empat ulangan. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan spesifik, konversi pakan, retensi protein, retensi lemak, rasio efisiensi protein, dan tingkat sintasan. Analisis statistik menggunakan Analysis of Varians (ANOVA). Analisis data menggunakan program Minitab 14. HASIL DAN BAHASAN Setelah pemeliharaan ikan uji selama 40 hari didapatkan data pertumbuhan somatik, konversi pakan, tingkat sintasan, retensi protein, serta retensi lemak dan rasio efisiensi protein. Nilai pertumbuhan somatik dan konversi pakan menunjukkan perbedaan antar perlakuan (P<0,05) sedangkan nilai sintasan tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05) (Tabel 2). 699 Evaluasi penggunaan pakan dengan kadar protein berbeda ... (Reza Samsudin) Tabel 2. Pertumbuhan somatik (%), konversi pakan, dan tingkat sintasan (%) ikan nilem selama masa pemeliharaan Parameter Pertumbuhan spesifik Konversi pakan Sintasan Perlakuan/tingkat protein pakan (%) 18 19 0,97±0,05c 4,05±0,21b 99,19±1,66a 1,08±0,06b 3,77±0,16b 100±0,00a 20 1,16±0,05a 3,39±0,08a 100±0,00a Pertumbuhan spesifik tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan protein pakan 20% (1,16%) dan terendah pada penggunaan pakan dengan kadar 18% (0,97%). Penggunaan pakan dengan kadar protein yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai konversi pakan. Nilai konversi pakan terbaik diperoleh pada protein pakan 20% (3,39) sedangkan yang terendah diperoleh pada pakan dengan kadar protein 18% (4,05). Penggunaan pakan dengan kadar protein yang berbeda tidak mempengaruhi tingkat sintasan ikan uji (P>0,05) dengan nilai berkisar antara 99,19%–100%. Pengujian pakan dengan kadar protein pakan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai retensi protein, retensi lemak, dan rasio efisiensi protein. Hasil lengkap disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai retensi protein (%), retensi lemak (%), dan rasio efisiensi protein ikan nilem selama masa pemeliharaan Parameter Retensi protein Retensi lemak Rasio efisiensi protein Perlakuan/tingkat protein pakan (%) 18 19 45,08±2,26c 39,33±1,74b 2,22±0,11c 57,72±1,41a 47,86±2,22b 1,73±0,04b 20 60,58±2,82a 61,08±3.16a 1,65±0,08a Penggunaan pakan dengan kadar protein yang berbeda pada ikan nilem memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai retensi protein, retensi lemak, dan rasio efisiensi protein. Nilai retensi protein tertinggi diperoleh pada tingkat pemberian pakan 20% (60,58%), namun nilai ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pakan 19% (57,72%). Pemberian pakan dengan kadar protein yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai retensi lemak. Retensi lemak tertinggi diperoleh pada pakan dengan kadar protein 20% (61,08%) sedangkan nilai retensi lemak terendah diperoleh pada pakan dengan kadar 18% (39,33%). Rasio efesiensi terbaik diperoleh pada pakan dengan kadar protein 20% (1,65) sedangkan terburuk diperoleh pada pakan dengan kadar protein 18% (2,22). Ikan nilem merupakan salah satu kandidat ikan budidaya yang potensial dikembangkan sebagai salah satu sumber protein hewani yang murah. Pengembangan usaha budidaya ikan nilem ditunjang pula oleh diversifikasi pengolahannya. Peningkatan usaha budidaya ikan nilem harus ditunjang oleh input pakan yang memiliki harga kompetitif dan mampu memenuhi kebutuhan nutriea ikan nilem untuk menunjang pertumbuhannya. Pengujian pakan dengan kadar protein yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pertumbuhan spesifik, konversi pakan, retensi lemak, retensi protein, serta rasio efisiensi protein. Protein merupakan unsur utama dalam pembentukan jaringan tubuh ikan. Selain itu, protein juga berperan sebagai sumber berbagai zat yang menentukan pertumbuhan ikan (enzim, hormon) (Halver, 2002). Pakan dengan kadar protein 20% memberikan pertumbuhan terbaik bagi benih ikan nilem. Hasil penelitian Djajasewaka et al . (2005) menunjukkan bahwa untuk pertumbuhan dan perkembangan gonad, induk ikan nilem mampu memanfaatkan protein pakan 27%–42%. Dalam usaha Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 700 pembesaran ikan nilem, pakan dengan kadar 27–42 ternyata tidak fisibel karena meningkatkan biaya produksi hingga 70%. Pemberian pakan dengan kadar protein 20% diharapkan mampu memberikan pertumbuhan yang cukup baik dalam usaha pembesaran ikan nilem. Selain mampu memanfaatkan pakan buatan, ikan nilem juga mampu memanfaatkan perifiton dan plankton yang terdapat dalam wadah budidaya untuk meningkatkan pertumbuhannya. Nilai konversi pakan menunjukkan seberapa besar pakan yang dikonsumsi menjadi biomassa tubuh ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi pakan terbaik diperoleh pada pakan dengan kadar protein 20%. Ikan nilem mampu memanfaatkan protein dari pakan untuk membentuk jaringan tubuh. Selain protein, lemak, dan karbohidrat juga mampu dipergunakan oleh tubuh ikan digunakan sebagai energi untuk memenuhi keperluan hidupnya. Retensi protein menyatakan banyaknya protein yang disimpan dan dijadikan jaringan tubuh yang baru oleh ikan selama masa pemeliharaan. Pada penelitian ini nilai retensi protein terbesar diperoleh pada penggunaan pakan dengan kadar protein 20% yaitu sebesar 60,58%. Menurut Wilson & Poe (1987), nilai retensi protein selain menggambarkan adanya deposit protein dalam tubuh ikan, juga menggambarkan sparing effect dari lemak dan karbohidrat sebagai penyedia energi untuk aktivitas sehari-hari. Protein pakan 18% dan 19% belum memberikan nilai retensi yang baik karena ikan masih kekurangan protein untuk proses pemeliharaan tubuh ikan (mengganti sel yang rusak, pembentukan enzim, dan hormon). Sedangkan karbohidrat dan lemak tidak dapat menggantikan peran protein untuk proses pemeliharaan. Nilai retensi protein berkaitan pula dengan rasio efisiensi protein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein pakan 20% memberikan nilai rasio efisiensi protein terbaik dibandingkan dengan pakan uji lainnya. Retensi lemak menunjukkan banyaknya lemak yang berasal dari pakan disimpan di dalam tubuh selama masa pemeliharaan. Retensi lemak tertinggi diperoleh pada penggunaan pakan dengan kadar protein 20% yaitu sebesar 61,08%. Tubuh ikan membutuhkan lemak untuk disimpan sebagai lemak struktural. Untuk memenuhi kebutuhan lemak tersebut maka ikan mensintesis (biokonversi) lemak berasal dari nutriea non lemak, seperti karbohidrat menjadi asam-asam lemak dan trigliserida yang terjadi di hati dan jaringan lemak (Linder, 1992). Setelah kebutuhan protein terpenuhi dan kebutuhan energi tercukupi maka lemak dari pakan akan disimpan dalam jaringan ikan sehingga mengakibatkan tingginya nilai retensi lemak pada pakan uji dengan kadar protein 20%. KESIMPULAN Protein pakan sebesar 20% memberikan laju pertumbuhan, konversi pakan, retensi lemak, retensi protein terbaik bagi pemeliharaan benih ikan nilem. DAFTAR ACUAN Djajasewaka, H., Subagja; J., Widiyati, A., Samsudin, R., & Winarlin. 2005. Pengaruh Kadar Protein Terhadap Produksi dan Kualitas Telur Induk Ikan Nilem (Osteochilus hasseltii). Seminar Hasil Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. Djajasewaka, H., Samsudin, R., Widiyati, A., & Yohanna, R.W. 2006. Pengaruh Kadar lipid berbeda Terhadap Produksi Dan Kualitas Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasseltii). Seminar Hasil Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. Djajasewaka, H., Subagja, J., Samsudin, R., Widiyati, A., & Winarlin. 2007. Perbaikan manajemen kolam pendederan ikan nilem (Osteochilus hasseltii) dengan kedalaman 120 cm. Seminar Hasil Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. Halver, J.E. 2002. Fish Nutrition. Third Ed. Academic Press. New York, 822 pp. Linder, M.C. 1992. Biokimia nutrisi dan metabolisme dengan pemakaian secara klinis. Departement of Chemistry, California State University, Fullerton. Penerjemah Aminuddin Parakkasi. UI Press, 781 hlm. NRC. 1993. Nutrient requirement of warmwater fishes. Nat. Acad. Sci., Washington, 78 pp. Subagja, J., Gustiano, R., & Djajasewaka, H. 2006. Penentuan dosis hormon steroid dan teknik pemberian untuk feminisasi ikan nilem (Osteochilus hasseltii). Seminar Hasil Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. 701 Evaluasi penggunaan pakan dengan kadar protein berbeda ... (Reza Samsudin) Winarlin, Setiadi, E., Widiyati, A., & Djajasewaka, H. 2006. Pengaruh tingkat kedalaman air terhadap perkembangan pakan alami untuk pertumbuhan benih ikan nilem (Osteochilus hasseltii). Seminar Hasil Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. Wilson, R.P. & Poe, W.E. 1987. Apparent inability of channel catfish to utilize dietary mono and dissacharides as energy sources. J. of Nutrition, 117: 280–285.