I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah cair adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat, terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan hampir 0,1%-nya yaitu berupa benda-benda padat yang terdiri dari bahan organik dan anorganik (Astirin & Kusumo, 2000). Umumnya zat warna yang dihasilkan mengandung logam berat berupa Kromium (Cr) (Sulaeman et al., 2001). Krom (Cr) sebagai salah satu logam berat berpotensi sebagai pencemar dari hasil kegiatan pewarnaan kain pada industri tekstil, cat, penyamakan kulit, pelapisan logam, baterai atau industri krom (Ackerley et al., 2004). Dalam perairan, krom heksavalen bersifat sangat toksik, korosif, karsinogenik dan memiliki kelarutan yang sangat tinggi (Roto & Umi, 2009). Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme akuatik salah satunya ikan dapat terjadi karena adanya kontak antara medium yang mengandung senyawa toksik dengan ikan. Masuknya logam berat ke dalam tubuh organisme perairan dengan tiga cara yaitu melalui makanan, pernafasan dan difusi melalui permukaan kulit (Poels, 1983). Adanya persenyawaan logam berat yang masuk ke dalam ekosistem menjadi sumber pencemaran dan dapat berpengaruh terhadap biota perairan, antara lain dapat mematikan ikan terutama pada fase larva karena toksisitasnya tinggi. Kontak berlangsung dengan adanya pemindahan zat kimia dari lingkungan air ke dalam atau permukaan tubuh ikan, antara lain melalui insang atau permukaan kulit, termasuk lapisan mukus dan sisik (Darmono, 2001). Dampak yang ditimbulkan oleh logam berat seperti kromium bagi organisme akuatik yaitu terganggunya metabolisme tubuh, sebagai akibat terganggunya kerja enzim dalam proses fisiologis (Palar, 2008). Tingginya konsentrasi logam berat yang mencemari perairan dapat mengganggu proses kelangsungan hidup ikan, karena logam berat berikatan dengan lendir insang dan menyebabkan gangguan pada sistem bio.unsoed.ac.id pernapasan ikan sehingga menurunkan kemampuan sel darah merah mengikat oksigen. Logam berat juga dapat menghambat kerja enzim sehingga proses fisiologis dan metabolisme tubuh terganggu (Sahetapy, 2011). Alasan digunakannya ikan nilem sebagai hewan uji adalah ikan nilem merupakan salah satu dari ikan Cyprinidae yang masih jarang digunakan sebagai hewan uji. Ikan nilem juga penyebarannya cukup luas, banyak dibudidayakan, mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mentolerir lingkungan yang buruk dan mudah dipelihara di laboratorium (Djiwakusumah, 1980). Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang perlu dijawab adalah bagaimanakah perkembangan morfologi dan pertumbuhan post-larva ikan nilem (Osteochilus hasselti C. V.) yang dipelihara dalam media yang mengandung krom heksavalen (K2Cr2O7) dan berapakah konsentrasi krom heksavalen (K2Cr2O7) yang berpengaruh terhadap perkembangan post-larva ikan nilem. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui perkembangan morfologi dan pertumbuhan post-larva ikan nilem yang dipelihara dalam media yang mengandung krom heksavalen (K2Cr2O7). 2. Menentukan konsentrasi krom heksavalen (K2Cr2O7) yang berpengaruh terhadap perkembangan post-larva ikan nilem. C. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan konsentrasi krom heksavalen (K2Cr2O7) yang aman bagi perkembangan morfologi dan pertumbuhan post-larva ikan nilem. 2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi atau referensi untuk penelitian berikutnya. D. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Krom heksavalen (K2Cr2O7) dalam medium pemeliharaan mempengaruhi perkembangan morfologi dan pertumbuhan post-larva ikan nilem. 2. bio.unsoed.ac.id Media dengan konsentrasi 15 ppm menghasilkan gangguan yang besar pada perkembangan morfologi dan pertumbuhan post-larva ikan nilem. 2