Vol. 15 No. 1 Tahun 2007 Pengaruh Pemberian Lps (Lipopolisacharida) Pengaruh Pemberian Lps (Lipopolisacharida) Terhadap Aktifitas Fagositosis dan Jumlah Eritrosit Darah Ikan Nila (Oreocromis sp) The Effect Of Lps (Lypopolisaccharide) Injection on Phagocytic Activity And Erytrocyt Count of Tilapia’s Blood (Oreocromis Sp) Sri Dwi Hastuti dan Ruslan Junaidi Karoror Fakultas Peternakan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang. Telp. (0341) 464318. Email : [email protected] Abstract : Intensive farming of Tilapia usually susceptible to disease whether caused by bacteria or viruses.Method control of fish diseases by using antibiotic has been not effective enough. Therefore, it is need new alternative in combating diseases problem. It has been known that fish has non specific immune respon which can be stimulated by immunostimulant such as LPS (Lypopolisaccharides) from outer cell wall of bacteria. It can be expected that LPS can enhance non specific immune respon of the fish in order to increase resistancy of the fish against pathogens. This research aims to investigate the effect of LPS injection with different dosage on phagocytic activity and eryrtrocyt count of Tilapia blood. Results showed that LPS injection give a significant impact to phagocytic activity, with the best result found in LPS dosage of 75 % and the value of phagocytic activity was 39,33%, while LPS injection did not give effect to erytrocyt count. Keywords : Lypopolisaccharides (LPS), erytrocyt, phagocytic activity Abstraksi : Pada budidaya ikan nila secara intensif seringkali ditemukan serangan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri ataupun virus. Penanggulangan dengan antibiotik seringkali tidak efektif, sehingga perlu alternatif baru dalam pemecahan masalah penyakit ikan. Diketahui bahwa ikan mempunyai respon kekebalan non spesifik yang bisa dirangsang dengan pemberian immunostimulant seperti LPS dari bakteri. Diharapkan LPS yang diberikan dapat meningkatkan respon kekebalan non spesifik pada ikan sehingga meningkatkan resistensinya terhadap serangan patogen. Oleh karena itu penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian LPS (Lipopolisakarida) dengan dosis yang berbeda terhadap aktivitas fagositosis dan jumlah eritrosit darah ikan nila. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian LPS memberikan pengaruh sangat nyata terhadap aktivitas fagositosis. Perlakuan yang terbaik terdapat pada dosis penyuntikan LPS 75 % dengan nilai aktivitas fagositosis sebesar 39.33%. Sementara itu pemberian LPS tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah sel darah merah ikan nila. Kata Kunci : Lipopolisakarida (LPS), eritrosit, aktvitas fagositosis PENDAHULUAN Ikan Nila (Oreochromis sp) adalah salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang banyak dibudidayakan petani baik pada budidaya, pembenihan maupun pembesaran. Ikan nila mempunyai nilai ekonomis tinggi dan produksinya dapat mencapai diatas rata-rata ikan konsumsi lainnya. Sebagai salah satu jenis ikan budidaya air tawar, ikan nila termasuk yang paling banyak dibudidayakan oleh petani sebagai alternatif pemilihan usaha. Selain memiliki rasa daging yang enak dan gurih, ikan nila juga memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga tidak mengherankan jika banyak diminati konsumen. Penyakit merupakan salah satu kendala yang sering dihadapi dalam usaha budidaya ikan. Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan terhadap ikan dapat disebabkan oleh 33 Hastuti, organisme lain, pakan, maupun kondisi lingkungan. Penyakit yang sering menyerang ikan nila ini adalah jenis bakteri Aeromonas hydrophilla. Penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan upaya pencegahan dan pengobatan. Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui karantina, vaksinasi dan desinfeksi. Sedangkan upaya pengobatan dapat menggunakan antibiotik. Pengobatan dengan antibiotik akan membawa efek samping jika digunakan dalam jangka waktu lama, karena bakteri akan resisten terhadap antibiotik yang digunakan. Selain itu vaksin atau antibiotik ini hanya manjur bagi satu jenis penyakit tertentu dan bukan tidak mungkin ikan yang telah divaksin atau diberi antibiotik ini dengan mudah diserang oleh bakteri atau penyakit lain. Oleh karena itu perlu dicari alternatif baru untuk penanggulangan penyakit ikan. Upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh ikan sendiri tanpa ada pengaruh samping akhirakhir ini sudah mulai di kembangkan. Pengkajian baru yang masih perlu perlakuan yang cermat ini menggunakan “immunostimulant”,, yaitu senyawa yang dapat merangsang aktifitas kekebalan tubuh. Immunostimulan merupakan bahan kimia, obat atau stressor yang bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan non spesifik. MATERI DAN METODE Pembuatan LPS dari Bakteri Aeromonas hydrophilla Kultur bakteri Aeromonas hydrophilla pada media cair sebanyak 500 ml dipanen dan dimasukkan kedalam 12 tabung reaksi masingmasing sebanyak 10ml, dicuci dengan aquadest dengan volume 100μl, dan disentrifuse pada 4000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya dicuci dengan etanol dengan volume 100μl, disentrifus pada 4000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya dicuci dengan dengan acetone 3x dengan volume 100μl, disentrifuse 12000 rpm selama 5 menit, dicuci dengan dietil eter 2x dengan volume 100μl, disentrifuse pada 12000 rpm selama 5 menit. Sel kemudian disuspensikan dalam aquadest dengan volume 200μl dan dipanaskan pada 68° C, selanjutnya dicampur dengan 90 % phenol dengan volume 200μl dan 34 Jurnal PROTEIN dipanaskan lagi pada suhu 68° C. Suspensi ini didinginkan pada suhu 1-2° C dan disentrifugasi pada 6000 g selama 15 menit pada suhu 4° C. Selanjutnya supernatant diambil dan disuspensikan kedalam PBS sesuai dengan dosis perlakuan. Hewan Uji dan Penyuntikan Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Nila dengan ukuran 12-15 cm berjumlah 12 ekor, yang dipelihara dalam akuarium, masing-masing akuarium diisi dengan 3 ekor ikan. Ikan diadaptasikan pada kondisi akuarium dan pakan yang diberikan selama 7 hari. Pada hari ke delapan dilakukan injeksi dengan suspensi LPS dalam PBS (Phosphat Buffer Saline) yang telah dibuat, dengan 4 perlakuan dosis yaitu 0 % LPS (kontrol: injeksi PBS); LPS 25%; LPS 50% dan LPS 75 %. Injeksi dilakukan secara intramuscular di bagian dorsal masing masing sebanyak 0,2 ml/ekor ikan. Sampling darah dilakukan pada minggu ke 2 setelah injeksi LPS. Darah kemudian dianalisa lebih lanjut. Sampling Darah Ikan Dua minggu setelah penyuntikan, ikan diambil darahnya. Masing-masing akuarium diambil darah dari dua ekor ikan. Sebelum sampling darah ikan dibius denan menggunakan minyak cengkeh dengan dosis 1 ml/ 8 liter air. Ikan dimasukkan dalam larutan minyak cengkeh sampai pingsan. Pengambilan darah dilakukan pada bagian dorsal ikan dengan menggunakan jarum suntik ukuran 1 ml yang sudah dibasahi dengan EDTA sebagai antikoagulan. Setelah darah diambil ikan dimasukkan dalam air mengalir sampai pulih sadar dan kemudian dikembalikan pada akuarium pemeliharaan, sementara darah dimasukkan dalam tabung eppendorf untuk kemudian dilakukan pengujian. Pengukuran Akivitas Fagositosis Menyiapkan darah sampel ikan yang telah diberi antikoagulan, darah tersebut dimasukan di dalam kapiler hematokrit, kemudian disentrifus pada 1000 g selama 10 menit. Kapiler hematokrit dipotong pada batas eritrosit dan leukosit. Menampung leukosit dalam tabung ependorf. Memasukkan 100 μl leukosit ditambah dengan 100 μl bakteri Aeromonashydrophila yang sudah Vol. 15 No. 1 Tahun 2007 dinonaktifkan dengan formalin, dengan konsentrasi bakteri 1,8 pada OD 540. Melakukan pencampuran bakteri dan sampel darah dengan cara pipeting, selanjutnya diinkubasi selama 20-30 menit. Membuat preparat ulas pada obyek glass, fiksasi dengan etanol, diwarnai dengan giemsa. Melakukan pengamatan dengan mikroskop dan menghitung jumlah sel yang memfagosit bakteri dari 100 sel fagosit. Perhitungan Eritrosit Mengambil 100 μl darah ditampung dalam tabung eppendorf, darah di encerkan dengan menggunakan EDTA sebanyak 20 kali. Mengambil sampel darah ikan dengan pipet lalu diteteskan pada bagian terendah dari hemositometer. Menutup sampel darah tersebut dengan cover glass. Mengamati sampel darah dibawah mikroskop dan menghitung jumlah sel darah merah yang terlihat. Tabel 1. Data Aktifitas Fagositosis Ikan Nila (%) Ulangan Dosis LPS 1 2 A (0 %) 23 21 B (25 %) 32 27 C (50 %) 31 36 D (75 %) 39 43 Total Data menunjukkan bahwa akifitas fagositosis yang paling tinggi terdapat pada perlakuan D (75 %), dengan nilai aktifitas fagositosis sebesar 39.33% dan kemudian perlakuan C dengan aktifitas fagositosis 35.00% dan diikuti perlakuan B sebesar 28.33%. Sementara itu aktifitas fagositosis yang paling rendah terdapat pada perlakuan A, tanpa pemberian LPS, dengan nilai aktifitas Tabel 2. Analisa Sidik Ragam Aktivitas Fagositosis Sumber Jumlah db Variansi Kuadrat Perlakuan 189,137 3 Galat 28,30 8 Total 217,437 11 Keterangan : ** (berpengaruh sangat nyata) Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa pemberian LPS (Lipopolisakarida) dengan Pengaruh Pemberian Lps (Lipopolisacharida) HASIL DAN PEMBAHASAN Aktifitas Fagositosis Fagositosis merupakan mekanisme pertahanan dalam tubuh suatu organisme dengan cara menelan benda asing dan kemudian menghancurkannya. Pada percobaan ini dosis LPS yang digunakan yaitu dosis tertinggi sebesar 75 %. Tingginya pemakaian dosis ini disebabkan karena jumlah suspensi LPS yang dihasilkan hanya sedikit, sehingga tidak memungkinkan untuk dikeringkan sampai berbentuk powder. Oleh karena itu suspensi LPS dalam PBS yang bdihasilkan tersebut kemudian dianggap sebagai larutan stock LPS dengan dosis 100 %, sehingga kemudian penentuan dosis perlakuan dibuat dalam bentuk persen (%). Hasil penelitian pengaruh pemberian LPS (Lipopolisakarida) terhadap aktivitas fagositosis ikan nila dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah 68 85 105 118 376 3 24 26 38 36 Rata-rata 22,6 28,3 35 39,33 125,32 fagositosis sebesar 22.66%. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan, digunakan perhitungan analisa sidik ragam untuk mengetahui apakah pemberian LPS (Lipopolisakarida) dengan dosis yang berbeda memberikan hasil yang berbeda atau tidak terhadap aktifitas fagositosis ikan nila (Tabel 2). KT F Hitung 63,04 3,53 66,57 17,85** F Tabel 5% 1% 4,07 7,59 dosis yang berbeda memberikan pengaruh sangat nyata terhadap aktivitas fagositosis. Hal 35 Hastuti, ini bisa dilihat pada nilai F hitung > dari F tabel 5% dan 1%. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dosis penyuntikan LPS maka semakin tinggi pula nilai aktivitas fagositosisnya. Aktivitas fagositosis merupakan perbandingan antara sel fagosit yang aktif dengan sel fagosit Jurnal PROTEIN yang teramati. Pada penelitian ini aktivitas fagositosit diamati dari 100 sel dengan menggunakan perbesaran 100X. Hasil pengamatan aktivitas fagositosis ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Aktivitas Fagositosis, sel yang memfagosit bakteri ditunjukkan dengan tanda panah Irianto (2005) menyatakan bahwa monosit atau makrofag pada ikan teleostei berperan dalam pertahanan seluler, dimana perlekatan dan penelanan antigen diperantarai oleh beragam reseptor permukaan membran, termasuk lipopolisakarida yang merupakan komponen karbohidrat penyusun dinding sel bakteri Gram-negatif. Selanjutnya dikatakan bahwa segera setelah penelanan suatu pathogen tipikal, vakuola yang baru bergabung atau fagosom, yaitu vesikula membran yang dihasilkan pada proses endositosis atau penelanan partikel (misalnya sel bakteri) oleh sel fagosit, akan mengalami asidifikasi oleh suatu pompa proton membrane dan kemudian bergabung dengan satu atau beberapa lisosom membentuk fagolisosom atau vakuola pencernaan. Lisosom yaitu granula-granula sitoplasmik pada sel hemocyte yang mengandung aneka ragam enzim pencernaan dan senyawa bakterisidal yang dapat 36 menghancurkan sel bakteri. Terbentuknya fagolisosom memungkinkan enzim-enzim lisosom secara langsung mendegradasi partikelpartikel yang ditelan. LPS merupakan salah satu dari reseptor permukaan membran yang berperan dalam pelekatan dan penelanan antigen. Jumlah Sel Darah Merah (Eritrosit) Sel darah merah merupakan sel darah yang paling banyak jumlahnya dibandingkan dengan sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh. Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria atau ribosom. Hasil penelitian perhitungan jumlah sel darah merah ikan nila terdapat pada Tabel 3. Vol. 15 No. 1 Tahun 2007 Pengaruh Pemberian Lps (Lipopolisacharida) Tabel 3. Data Jumlah Sel Darah Merah ( X 104 sel/ml ) Ulangan Dosis LPS 1 2 3 A (0 %) 46,60 45,40 44,00 B (25 %) 46,20 47,40 43,20 C (50 %) 46,40 48,60 49,40 D (75 %) 53,60 51,20 52,80 Total 189,20 192,60 189,40 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada perlakuan (A) menunjukan ratarata jumlah sel darah merah yang paling rendah yaitu sebesar 44,67x104 sel/ml. Untuk perlakuan (B) rata-rata jumlah sel darah merah sebesar 45,60x104 sel/ml, untuk perlakuan C rata-rata jumlah sel darah merah sebesar 48,13x104 sel/ml, sedangkan rata-rata jumlah sel darah merah tertinggi terdapat pada perlakuan D sebesar 52,53x104 sel/ml. Dari data-data Eritrosit merupakan salah satu komponen sel darah ikan yang sangat penting, karena dalam eritrosit terdapat zat hemoglobin berperan dalam mengikat oksigen dari Rata-rata 44,67 45,60 48,13 52,53 190,93 tersebut kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan analisa variansi. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan, digunakan perhitungan analisa sidik ragam untuk mengetahui apakah pemberian LPS dengan dosis yang berbeda memberikan hasil yang berbeda atau tidak terhadap jumlah sel darah merah ikan nila. Hasil perhitungan analisa sidik ragam terdapat pada Tabel 4. Tebel 4. Tabel Analisa Sidik Ragam Jumlah Sel Darah Merah Sumber Jumlah db KT Variansi Kuadrat Perlakuan 189,137 3 37,155 Galat 28,30 8 25,07 Total 217,437 11 Keterangan : ns (tidak berbeda nyata) Hasil uji ANAVA menunjukkan bahwa pemberian LPS dengan dosis yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah sel darah merah ikan nila. Jika dibandingkan antara jumlah sel darah merah pada semua perlakuan maka, perlakuan D (75% LPS) memberikan jumlah sel darah merah yang paling tinggi dari pada ketiga perlakuan lainnya. Dengan demikian semakin banyak dosis LPS yang diberikan maka semakin banyak pula jumlah sel darah merah yang dihasilkan. Hasil yang menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata mengindikasikan bahwa penyuntikan LPS tidak meningkatkan jumlah eritrosit. Hal ini karena LPS hanya memberikan pengaruh terhadap sel yang bertanggung jawab terhadap sistem kekebalan misalnya neutrofil dan makrofag yang merupakan bagian dari sel darah putih. Jumlah 134,00 136,80 144,40 157,60 572,80 F Hitung 1,4820 ns F Tabel 5% 1% 4,07 7,59 lingkungan dan dibawa ke seluruh tubuh yang memerlukan. Rendahnya eritrosit akan menyebabkan ikan tidak mampu mengambil oksigen dalam jumlah banyak walaupun ketersediaan oksigen di perairan mencukupi. Akibatnya ikan akan mengalami anoxia (kekurangan oksigen) (Fujaya, 2003). Kualitas Air Air merupakan media bagi kehidupan ikan, oleh karena itu diperlukan kualitas air yang baik agar ikan dapat tumbuh secara optimal. Kualitas air diperairan sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan dan organisme lainnya. Kualitas air yang buruk dapat menghambat pertumbuhan ikan, bahkan seringkali menimbulkan kematian pada ikan. Menurut Cahyono (2001), suatu jasad hidup memerlukan lingkungan yang sesuai, karena kehidupannya bergantung pada pertukaran bahan-bahan energi yang terus menerus antara jasad tersebut dengan lingkungannya. 37 Hastuti, Kualitas air media penelitian adalah homogen dan sesuai dengan kelangsungan hidup ikan nila. Kisaran suhu pada media penelitian berkisar antara 23,8 ºC – 24 ºC. Menurut Cahyono (2001), ikan nila hidup pada kisaran suhu antara 14 – 38 0C. Hasil penelitian menunjukna kisaran suhu masih dapat ditolelir oleh ikan nila. Derajad keasaman (pH) selama penelitian rata-rata berkisar antara 7,00–7,30. Menurut Cahyono (2001), derajad keasaman yang baik untuk kelangsungan hidup ikan nila adalah 6,5 - 8,5. Hasil pengukuran oksigen terlarut pada penelitian ini diperoleh nilai berkisar antara 6,07 – 7,15 (mg/l). Sebagai hewan akuatik, ikan nila memerlukan kadar oksigen terlarut yang tersedia didalam air minimum sebesar 3 mg/l (Cahyono, 2002). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisa data serta pembahasan yang telah diuraikan dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian LPS (Lipopolisakarida) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap aktivitas fagositosis. Perlakuan yang terbaik terdapat pada perlakuan D denagn nilai sebesar yaitu 39.33%. Pemberian LPS (Lipopolisakarida) tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah sel darah merah ikan nila. Kondisi kualitas air pada media dalam keadaan normal tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ikan nila yaitu suhu 23,8 ºC – 24 ºC, pH 6,07 – 7,15 dan kandungan oksigen terlarut (DO) antara 6,07 – 7,15. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian LPS (Lipopolisakarida) terhadap resistensi ikan nila melawan berbagai macam penyakit, baik itu jamur, bakteri maupun virus dengan melakukan uji tantang. Perlu metode yang lebih baik untuk purifikasi LPS, sehingga diperoleh kandungan LPS yang tinggi dan mempunyai efek kekebalan yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Afrianto E. dan E. Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 38 Jurnal PROTEIN Anonymous, 2006. Apotik Online dan Media Informasi Obat dan Penyakit. 20 Februari, www.medicastore.com. Anonymous, 2006. Mengenal Lebih Jauh Tengtang Probiotik. 15 September, www.goechi.com. Amri, K dan Khairuman. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif Agro Media Pustaka. Jakarta. Angka, S.L. 1990. Penyakit Ikan Akibat Bakteri. Balai Penataran dan LatihanPertanian . Bogor. Anderson dan Swiki.1994. Dictary Intake of Immunostimulant by Rainbow Trout Affects Nonspesifik Immunity and Protection Againts Furunculosis. Vet. Immunopathology. 41, 125-139. Arizona, T.2006. Efek Pemberian Jus Lidah Buaya (Aloe vera) Melalui Pakan Buatan Terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio).Universitas Airlangga. Surabaya. Bibiana, W dan Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Institut Pertanian Bogor. Cahyono, B. 2001. Budi Daya Ikan Di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta. Dealami, Deden. 2001, Agar Ikan Sehat. Penebar Swadaya Jakarta. Dharma, A dan Lukamanto. 1982. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta Evelyn, 2002. Anatomi dan Fisiologis Untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta. Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press Yogyakarta Johnny, F dan Des Roza. 2002. Pengaruh vitamin C dalam pakan terhadap perubahan hemositologi ikan kerapu Bebek, 26 Februari 2007. www.aquaculture-mai.org Johnny, F dan Des Roza. 2004. Pengaruh Penyuntikan Imunostimulan Peptidoglikan Terhadap Peningkatan Tanggap Kebal Non Spesifik Ikan Kerapu Macan Vol. 15 No. 1 Tahun 2007 Epinephelus fuscoguttatus. 5 Maret 2007. www.aquaculture-mai.org Kamiso dan Triyanto, 1990. Diktat Kuliah Penyakit Ikan. Departemen Pertanian Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian. Pendidikan dan Latihan Ahli Usaha Perikanan. Jakarta. Kordi. 2004. Penangulangan Hama dan Penyakit Ikan. Bina Adiaksara. Jakarta Kresno, B.S.2001. Imunology: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium .Ed 4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Martha, J G; M.U.Snitily and L.C.Preheim. 1995. Phagocytosis of Streptococcus Pneumoniae Measured In Vitro and In Vivo in a Rat Model of Carbon TetrachlorideInduced Liver Cirrhosis. Journal of Infection Diseases. University of Chicago. Sitanggang, M. 2002. Mengatasi Penyakit dan Hama Pada Ikan Hias. Agro Media Pustaka. Jakarta Pengaruh Pemberian Lps (Lipopolisacharida) Smith et al. 2003. Curent Research Status of Immunostimulants. Aquaculture 172, 63-92. Supriyadi dan Hardjamulia. 1985. Cara-Cara Pencegahan Penyakit Bacterial dan Dalam Usaha Budi Daya Tawar. Direktoral Jenderal Jakarta Pedoman Wabah Parasiter Ikan Air Perikanan. Tizard dan Ian R. 1988. An Introduction to Veterinary Immunology. Universitas Arlangga. Surabaya Tjahjaningsih, W. 2002. Evaluasi Daya Fagositik Sel-sel Fagosit Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Setelah Vaksinasi Dengan Bakterin Aeromonas hydrophila. Universitas Arlangga. Surabaya Wanasuria, S. 1993. Vitamin-C Untuk Pakan Akuakultur. Primadona. Jakarta Wright, 1981. dalam Linder. C. Maria. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UI Press. Jakarta. 39