BAB I

advertisement
KERUSAKAN BAHAN PANGAN HEWANI YANG
DISEBABKAN FAKTOR-FAKTOR MIKROBIOLOGIS
Tugas Mata Kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak
Disusun Oleh :
1. Agus Tri Prihanto
H 0507015
2. Desi Widyawati
H 0507030
3. Didik Gunawan
H 0507031
4. Nugroho Puji R.
H 0507058
5. Thomas L. Margoutomo T. H 0507075
JURUSAN/PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I. PENDAHULUAN
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga
merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti
perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain
itu pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan
perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut
tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan
pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk
pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit.
Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau tbc,
mudah tersebar melalui bahan makanan.
Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gangguan perut akibat makanan
disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi,
keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun;
toksintoksin yang dihasilkan bakteri; mengkomsumsi pangan yan mengandung
parasit-parasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering
dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau
sering tertukar dalam penentuan penyebabnya.
Secara umum, istilah keracuan makanan yang sering digunakan untuk
menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme., mencakup
gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan
organisme-organisme
tertentu
dan
gangguan-gangguan
akibat
terinfeksi
organisme penghasil toksin. Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami pada
beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang dihasilkan
suatu metabolisme. Dengan demikian, intoksikasi pangan adalah gangguan akibat
mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan,
sedangkan infeksi pangan disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui
makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap
bakteri atau hasil-hasil metabolismenya (Yongki K. L, 2009)
2
BAB II. ISI
A. Kerusakam pangan karena mikrobia
Bahan pangan atau makanan disebut busuk atau rusak jika sifat-sifatnya
telah berubah sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai makanan. Kerusakan
pangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu pertumbuhan dan
aktivitas mikroorganisme, kerusakan karena serangga atau hewan pengerat,
aktivitas enzim pada tanaman atau hewan, reaksi kimia nomenzimatik,
kerusakan fisik misalnya karena pembekuan, hangus, pengeringan, tekanan,
dan lain-lain. Kerusakan atau kebusukan pangan juga merupakan mutu yang
subyektif, yaitu seseorang mungkin menyatakan suatu pangan sudah busuk
atau rusak, sedangkan orang lainnya menyatakan pangan tersebut belum
rusak/busuk. Orang yang sudah biasa mengkonsumsi makanan yang agak basi
mungkin tidak merasa bahwa makanan tersebut dari segi kesehatan mungkin
sudah tidak layak untuk dikonsumsi (Yongki K. L., 2009)
Gejala keracunan sering terjadi karena seseorang mengkonsumsi
makanan
yang
mengandung
bahan-bahan
berbahaya,
termasuk
mikroorganisme, yang tidak dapat dideteksi langsung dengan indera manusia.
Bahan-bahan kimia berbahaya yang terdapat pada makanan sukar diketahui
secara langsung oleh orang yang akan mengkonsumsi makanan tersebut,
sehingga seringkali mengakibatkan keracunan. Mikroorganisme berbahaya
yang
terdapat
di
dalam
makanan
kadang-kadang
dapat
dideteksi
keberadaannya di dalam makanan jika pertumbuhan mikroorganisme tertentu
menyebabkan perubahan-perubahan pada makanan, misalnya menimbulkan
bau asam, bau busuk, dan lain-lain. Akan tetapi tidak semua mikroorganisme
menimbulkan perubahan yang mudah dideteksi secara langsung oleh indera
kita, sehingga kadang-kadang juga dapat menimbulkan gelala sakit pada
manusia jika tertelan dalam jumlah sangat kecil di dalam makanan. Jumlah
yang sangat kecil ini tidak mengakibatkan perubahan pada sifat-sifat makanan
(Albiner S., 2009)
3
Mikrobiologi pangan adalah suatu ilmu yang mempelajari makhluk
hidup yang sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan lensa
pembesar atau mikroskop. Makhluk yang sangat kecil tersebut disebut
mikroorganisme atau mikroba, dan ilmu yang mempelajari tentang mikroba
yang sering ditemukan pada pangan disebut mikrobiologi pangan. Yang
dimaksud dengan pangan disini mencakup semua makanan, baik bahan baku
pangan maupun yang sudah diolah.
Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai
perubahan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Mikroba
yang merugikan misalnya yang menyebabkan kerusakan atau kebusukan
pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit atau keracunan pangan.
Sedangkan mikroba yang menguntungkan adalah yang berperan dalam proses
fermentasi pangan, misalnya dalam pembuatan tempe,oncom, kecap, tauco,
tape dll. Oleh sebab itu dengan mengetahui sifat-sifat mikroba pada pangan
kita dapat mengatur kondisi sedemikian rupa sehingga pertumbuhan mikroba
yang merugikan dapat dicegah, sedangkan mikroba yang menguntungkan
dirangsang pertumbuhannya.
Mikroba terdapat dimana-mana, misalnya di dalam air, tanah, udara,
tanaman, hewan, dan manusia. Oleh karena itu mikroba dapat masuk ke dalam
pangan melalui berbagai cara, misalnya melalui air yang digunakan untuk
menyiram tanaman pangan atau mencuci bahan baku pangan, terutama bila air
tersebut tercemar oleh kotoran hewan atau manusia. Mikroba juga dapat
masuk ke dalam pangan melalui tanah selama penanaman atau pemanenan
sayuran, melalui debu dan udara, melalui hewan dan manusia, dan
pencemaran selama tahap-tahap penanganan dan pengolahan pangan. Dengan
mengetahui berbagai sumber pencemaran mikroba, kita dapat melakukan
tindakan untuk mencegah masuknya mikroba pada pangan.
Pangan
yang
berasal
dari
tanaman
membawa
mikroba
pada
permukaannya dari sejak ditanam, ditambah dengan pencemaran dari sumbersumber lainnya seperti air dan tanah. Air merupakan sumber pencemaran
bakteri yang berasal dari kotoran hewan dan manusia, termasuk di antaranya
4
bakteri-bakteri penyebab penyakit saluran pencemaan. Tanah merupakan
sumber pencemaran bakteri-bakteri yang berasal dari tanah, terutama bakteri
pembentuk spora yang sangat tahan terhadap keadaan kering. Pada pangan
yang berasal dari hewan, mikroba mungkin berasal dari kulit dan bulu hewan
tersebut dan dari saluran pencemaan, ditambah dengan pencemaran dari
lingkungan di sekitarnya. Pangan yang berasal dari tanaman dan hewan yang
terkena penyakit dengan sendirinya juga membawa mikroba patogen yang
menyebabkan penyakit tersebut. Tangan manusia merupakan sumber
pencemaran bakteri yang berasal dari luka atau infeksi kulit, dan salah satu
bakteri yang berasal dari tangan manusia, yaitu Staphylococcus, dapat
menyebabkan keracunan pangan. Selain itu orang yang sedang menderita atau
baru sembuh dari penyakit infeksi saluran pencemaan seperti tifus, kolera dan
disenteri, juga merupakan pembawa bakteri penyebab penyakit tersebut
sampai beberapa hari atau beberapa minggu setelah sembuh. Oleh karena itu
orang tersebut dapat menjadi sumber pencemaran pangan jika ditugaskan
menangani atau mengolah pangan (Anonim, 2008).
B. Klasifikasi Mikroba Pangan
Organisme yang sering ditemukan pada pangan dan dapat menyebabkan
penyakit yaitu:
1. Bakteri
2. Kapang
3. Kamir
4. Virus
5. Rickettsiae
6. Prion
7. Protozoa dan parasit
1. Bakteri
Bakteri merupakan makhluk bersel tunggal yang berkembang biak
dengan cara membelah diri dari satu sel menjadi dua sel. Pada kondisi yang
sangat baik, kebanyakan sel bakteri dapat membelah dan berkembang biak
dalam waktu kurang lebih 20 menit. Pada kecepatan yang tinggi ini satu sel
5
bakteri dapat memperbanyak diri menjadi lebih dari 16 juta sel baru dalam
waktu 8 jam.
Berdasarkan bentuk selnya, bakteri dapat dibedakan atas empat
golongan yaitu:
 Koki (bentuk bulat)
Koki mungkin terdapat dalam bentuk tunggal (terpisah), berpasangan
(diplokoki), berempat (tetra koki atau tetrad), bergerombol (stapilokoki), dan
membentuk rantai (streptokoki).
 Basili (bentuk batang) Basil mungkin terdapat dalam bentuk tunggal
(terpisah) atau membentuk rantai.
 Spirilium (bentuk spiral)
 Vibrio (bentuk koma)
Bakteri ditemukan dimana-mana. Banyak bakteri yang sebenamya
tidak berbahaya bagi kesehatan, tetapi jika tumbuh dan berkembang biak
pada pangan sampai mencapai jumlah yang sangat tinggi dapat
mengakibatkan kerusakan makanan, yaitu menimbulkan bau busuk, lendir,
asam, perubahan warna, pembentukan gas, dan perubahan-perubahan lain
yang tidak diinginkan. Bakteri semacam ini digolongkan ke dalam bakteri
perusak pangan. Bakteri perusak pangan sering tumbuh dan menyebabkan
kerusakan pada bahan pangan yang mempunyai kandungan protein tinggi
seperti ikan, susu, daging, telur dan sayuran.
Bakteri yang menyebabkan gejala sakit atau keracunan disebut bakteri
patogenik atau patogen. Gejala penyakit yang disebab¬kan oleh patogen
timbul karena bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh melalui pangan dan
dapat berkembang biak di dalam saluran pencemaan dan menimbulkan
gejala sakit perut, diare, muntah, mual, dan gejala lain. Patogen semacam ini
misalnya yang tergolong bakteri koli (Escherichia coli patogenik),
Salmonella dan Shigella. Bakteri patogenik di dalam pangan juga dapat
menyebabkan gejala lain yang disebut keracunan pangan.
Gejala semacam ini disebabkan oleh tertelannya racun (toksin) yang
diproduksi oleh bakteri selama tumbuh pada pangan. Gejala keracunan
6
pangan oleh racun bakteri dapat berupa sakit perut, diare, mual, muntah,
atau kelumpuhan. Bakteri yang tergolong ke dalam bakteri penyebab
keracunan misalnya Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, dan
Bacillus cereus yang memproduksi racun yang menyerang saluran
pencemaan dan disebut enterotoksin, dan Clostridium botulinum yang
memproduksi racun yang menyerang syaraf serta dapat menyebabkan
kelumpuhan saluran tenggorokan dan disebut neurotoksin atau racun
botulinum.
Tabel 1. Waktu Inkubasi dan Gejala Penyakit yang Ditimbulkan oleh
Bakteri Patogen
Jenis bakteri dan
Penyakit
Clostridium botulinum
(Botulism)
Waktu
inkubasi
12-36 jam,
atau lebih lama
atau lebih
pendek
Intoksikasi
staphylococcus
aereus
1-7 jam,
biasanya 2-4
jam
Salmonella
(Salmonellosis)
12-36 jam
Infeksi clostridium
Perfringes
8-24 jam,
rata-rata 12
jam
7
Gejala
Gangguan pencernaan akut yang
diikuti oleh pusing-pusing dan
muntah-muntah, bisa juga
diare,lelah, pening dan sakit
kepala. Gejala lanjut konstifasi,
Double fision, kesulitan menelan
dan berbicara, lidah bisa
membengkak dan tertutup,
beberapa otot lumpuh, dan
kelumpuhan bisa menyebar
kehati dan saluran pernafasan.
Kematian bisa terjadi dalam
waktu tiga sampai enam hari.
Pusing, muntah-muntah, kram
usus, diare berdarah dan
berlendir pada beberapa kasus,
sakit kepala, kram otot,
berkeringat, menggigil, detak
jantung lemah, pembengkakan
saluran pernafasan
Pusing, muntah-muntah, sakit
perut bagian bawah, diare.
Kadang-kadang didahului sakit
kepala dan mengggil
Sakit perut bagian bawah diare
dan gas. Demam dan pusingpusing jarang terjadi
Campylobacter
2-3 hari tapi
bisa 7-10 hari
Sakit perut bagian bawah, kram,
diare, sakit kepala, demam, dan
kadang-kadang diare berdarah.
Infeksi vibrio para
Haemolyticus
2-48 jam,
biasanya 12
jam
Sakit perut bagian bawah, diare
berdarah dan berlendir, pusing,
muntah-muntah, demam ringan,
menggigil, sakit kepala, recoveri
dalam 2-5 hari
Infeksi Escherichia col
Enteropatogenik
Tipe invasif :
8-24 jam,
rata-rata 11
jam; tipe
enterksigenik :
8-44jam, ratarata
26 jam
8-16 jam atau
1,5 - 5 jam
Tipe invasif: Panas dingin, sakit
kepala, kram usus, diare berair
seperti shigellosis; tipe
enterotoksigenik: diare,
muntahmuntah, dehidrasi, shock.
Shigellosis (infeksi
shigella sonnei, S.
flexneri,
S.dysentriae,S.bodyii)
1-7 hari,
biasanya
kurang dari 4
hari
Kram usus,panas dingin,diare
berair sering kali berdarah dan
berlendir, sakit kepala, pusing,
dehidrasi
Yrsiniosis (Yersi-nia
pseudotuberculosis,
Y.
enterocolitica)
24-36 jam
atau lebih
Sakit perut bagian bawah,
demam, menggigil, sakit kepala,
malaise, diare, muntah-muntah,
pusing, pharingitis, leukocytosis
Sterptococcus
pygenes
1-3 hari
Sakit tenggorokan, sakit pada
waktu menelan, tonsilitis,
demam tinggi, sakit kepala,
pusing, muntah-muntah, malaise,
rhinorrhea.
Bacillus cereus
Pusing, kram usus, diare berair,
beberapa muntah muntah
Sumber : Yongki K.L., 2009
Selain pengaruh yang merugikan, beberapa bakteri juga mempunyai
pengaruh yang menguntungkan dan yang digunakan atau berperan. dalam
pembuatan berbagai makanan fermentasi, misalnya sayur asin, ikan peda,
terasi, keju, susu fermentasi (yogurt, yakult), sosis, dan lain-lain. Bakteri
semacam ini memproduksi senyawa-senyawa yang menimbulkan cita-rasa
8
yang khas untuk masing-masing produk, dan beberapa juga memproduksi
asam yang dapat mengawetkan makanan.
2. Kapang
Kapang merupakan mikroba dalam kelompok Fungi yang berbentuk
filamen, yaitu struktumya terdiri dari benang-benang halus yang disebut
hifa. Kumpulan dari banyak hifa membentuk kumpulan massa yang disebut
miselium dan lebih mudah dilihat oleh mata tanpa menggunakan mikroskop.
Contoh miselium adalah serat putih seperti kapas yang tumbuh pada tempe.
Kapang juga mempunyai struktur yang disebut spora yang pada umumnya
terletak pada ujung-ujung dari hifa, dan merupakan struktur yang sangat
ringan dan mudah menyebar kemana-mana.
Spora merupakan alat perkembangbiakan kapang, karena pada kondisi
substrat dan lingkungan yang balk spora dapat bergerminasi dan tumbuh
menjadi struktur kapang yang lengkap. Dari satu struktur kapang dapat
dihasilkan beratus-ratus spora yang mudah menyebar dan mencemari
pangan, kemudian tumbuh menjadi bentuk kapang yang lengkap. Jika dilihat
dl bawah mikroskop, berbagai jenis kapang mempunyai struktur hifa dan
spora yang berbeda-beda, dan karakteristik struktur tersebut digunakan
untuk mengidentifikasi kapang.
Spora kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu tergantung
dari jenis kapangnya. Oleh karena itu pertumbuhan kapang pada pangan
mudah dilihat dengan mata, yaitu ditandai dengan perubahan warna yang
menunjukkan adanya spora kapang dan sering disebut sebagai bulukan.
Selain dapat menyebabkan kerusakan pangan, beberapa kapang tertentu juga
bermanfaat karena digunakan dalam proses fermentasi pangan.
9
Tabel 2. Beberapa Jenis Kapang untuk Fermentasi dan Perusak Bahan
Pangan
Jenis Kapang
Warna Spora
Pangan yang Dirusak
Aspergillus
Hitam, hijau
Roti, serealia,kacangkacangan
Penicillium
Biru-hijau
Buah-buahan, sitrus,
keju
Keju (P. roqueforti)
Rhizopus
Hitam di atas hifa
berwarna putih
Roti, sayuran, buahbuahan
Tempe, oncom hitam
(R. oryzae,
R.oligosporus)
Nasi
Oncom merah
Neurospora
Oranye-merah
(Monilia)
Sumber : Anonim, 2008
Makanan yang
Difermentasi
Kecap, tauco
(A. orryzae)
Beberapa kapang jika tumbuh pada pangan dapat memproduksi racun
yang berbahaya yang disebut toksin (racun) kapang atau mikotoksin. Spesies
kapang yang memproduksi mikotoksin terutama adalah dari jenis
Aspergillus, Penicillium dan Fusarium. Beberapa contoh mikotoksin yang
sering ditemukan pada pangan misalnya aflatoksin yang diproduksi oleh
Asperglllus flavus dan okratoksin yang diproduksi oleh Aspergillus
ochraceus (Anonim, 2008).
3. Kamir
Kamir merupakan organisme bersel tunggal yang termasuk dalam
kelompok Fungi. Jika tumbuh pada pangan, kamir dapat menyebabkan
kerusakan, tetapi sebaliknya beberapa kamir juga digunakan dalam
pembuatan makanan fermentasi. Kerusakan
yang disebabkan oleh
pertumbuhan kamir ditandai dengan terbentuknya bau asam dan bau alkohol,
serta terbentuknya lapisan pada permukaan, misalnya kerusakan pada sari
buah. Beberapa contoh kamir yang digunakan dalam proses fermentasi
misalnya Saccharomyces cerevisiae untuk membuat roti, bir dan minuman
anggur, dan (Candida utilis) untuk membuat protein mikroba yang disebut
protein sel tunggal.
10
Pada umumnya kamir berkembang biak dengan cara membentuk tunas,
meskipun beberapa jenis berkembang biak dengan cara membelah. Tunas
yang timbul pada salah satu sisi sel kamir akan membesar dan jika
ukurannya hampir menyamai induk selnya, maka tunas akan melepaskan diri
menjadi sel yang baru. Pada beberapa spesies, tunas tidak melepaskan diri
dari induknya sehingga semakin lama akan membentuk struktur yang terdiri
dari kumpulan sel berbentuk cabang-cabang seperti pohon kaktus yang
disebut pseudomiselium.
Perkembangbiakan sel kamir semacam ini disebut reproduksi aseksual.
Selain dengan pertunasan, kamir juga berkembang biak dengan cara
reproduksi seksual, yaitu dengan membentuk askospora. Dalam 1 sel dapat
terbentuk 4-6 askospora. Askospora yang telah masak dapat mengalami
germinasi membentuk sel kamir, yang kemudian dapat berkembang biak
secara aseksual dengan pertunasan.
4. Virus
Virus merupakan organisme dengan ukuran yang paling kecil
dibandingkan dengan organisme lainnya. Virus merupakan organisme yang
tidak dapat berkembang biak sendiri melainkan harus berada pada sel
organisme lainnya, oleh karena itu digolongkan ke dalam parasit. Virus
sering mencemari pangan tertentu seperti susu, pangan hasil laut, dan sayursayuran serta air. Salah satu virus yang sering mencemari pangan yaitu virus
hepatitis A, serta virus polio yang sering mencemari susu sapi mentah.
Pertumbuhan mikroba pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
dan setiap mikroba membutuhkan kondisi pertumbuhan yang berbeda. Oleh
karena itu jenis dan jumlah mikroba yang dapat tumbuh kemudian menjadi
dominan pada setiap pangan juga berbeda, tergantung dari jenis pangan
tersebut. Pada kondisi yang optimum untuk masing-masing mikroba, bakteri
akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan kamir. Hal ini
disebabkan bakteri mempunyai struktur sel yang lebih sederhana, sehingga
pada kebanyakan bakteri hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk
membelah. Struktur sel kapang dan kamir lebih kompleks daripada bakteri
11
dan membutuhkan waktu lebih lama untuk membentuk sel baru, yaitu
sekitar 2 jam atau lebih.
5. Rickettsiae
Rickettsiae adalah bakteri yang berukuran kecil dan tidak pernah
berhasil dikultivasi pada medium sintetik. Rickettsia berbeda dengan virus
karena mikroorganisme ini mempunyai DNA dan RNA mempunyai
beberapa struktur yang dimiliki bakteri. Coxiella burnetii, penyebab demam
Q, ditimbulkan oleh mikroorganisme ini adalah sakit kepala dan demam.
Penularannya melalui susu dari sapi yang terinfeksi. C. burnetii telah
dilaporkan relatif tahan panas dan dapat membentuk spora, sehingga
kemungkinan bisa terdapat pada susu pasteurisasi jika susu tersebut berasal
dari sapi yang terinfeksi.
6. Prion
Prion menyebabkan penyakit degeneratif pada sistem syaraf pusat pada
hewan dan manusia. Penyakit scrapie pada kambing merupakan penyakit
yang ditimbulkan oleh prion. Penyakit yang sama juga telah ditemukan pada
sapi, bovine spongiform encephalopathy (BSE). Prion tersebar melalui
pakan dan penularan terhadap manusia kini mendapat perhatian yang serius.
Prion sangat resisten terhadap panas, lebih tahan daripada spora bakteri dan
merupakan bentuk protein yang abnormal dari inang. Pencegahan penularan
melalui pencegahan pemberian pakan dari bahan-bahan yang terinfeksi dan
pencegahan komsumsi daging dan bagian-bagian hewan yang terinfeksi.
7. Protozoa dan parasit
Giardia, Cryptosporidium, Balantidium, Entamoeba dan protozoa
lainnya serta parasit seperti cacing pita, dapat menginfeksi melali air dan
makanan. Beberapa spesies dapat bertahan pada lingkungan untuk beberapa
minggu dan dapat klorinasi. Gejala-gejala yang ditimbulkan dapat sama
dengan gejala gangguan perut yang ditimbulkan oleh bakteri dan
penularannya melalui rute fekal-oral (Albiner S., 2002).
12
Tabel 3. Makanan-makanan yang Dapat Terinfeksi oleh Virus, Protozoa
dan Parasit serta Pencegahannya
Organisme
Makanan yang
dapat terinfeksi
Susu minuman,
Makanan olahan
Waktu
inkubasi
5-35 hari
Virus hepatitis
Susu dan minuman,
kerangkerangan
mentah, salad
10-50 hari,
rata-rata
25 hari
Kulit kuning,
kehilangan nafsu
makan, ganggua
pencernaan
Entamoeba
Histolytica
(disentri amoeba)
Air yang
terkontaminasi
limbah,makananmakanan basah
yang terkontaminasi
feses
Daging sapi mentah
atau setengah
matang yang
mengandung larva
Beberapa
hari sampai
4 minggu
diare
Beberapa
minggu
Sakit perut bagian
bawah, perasaan
lapar, lelah
Daging sapi mentah
atau setengah
matang yang
mengandung larva
2-6 minggu
Gejala awal tidak
ada, tetap
penderita lanjut
mengalami anemia
Poliomyelitis
Taenia saginata
(cacing pita)
Diphyllobothri
um latum
(cacing pita)
13
Gejala penyakit
Pencegahan
Demam, muntahmuntah, sakit
kepala, nyeri otot
dan lumpuh
Kebersihan
individu;
kecukupan panas
makananolah;
desentifeksi air;
pencegahan
kontak makanan
dengan alat
Pemasakan
kerang-kerangan,
kecukupan panas
makanan olahan,
susu, perebusan
air atau
desinfeksi
air,kebersihan
individu
Perlindungan
suplai air,sanitasi
selama
pengolahan,
jamban yang
memadai
Penyembelihan
sapi dan
penyediaan
daging sapi
dibawah
pengawasa dinas
kesehatan daging
dimasak matang
Ikan dimasak
matang, hindari
konsumsi ikan
asap mentah
Taenia solium
Daging babi mentah
atau setengah
matang yang
mengandung larva
Beberapa
minggu
Gangguan
pencernaan,
malaise,
encephalitis, bisa
fatal
Penyembelihan
babi dan
penyediaan
daging babi
dibawah
pengawasan
dinas kesehatan,
daging dimasak
matang
Trichinella
spiralis
Daging sapi mentah
atau setengah
matang yang
mengandung larva
Biasanya9
hari,tetapi
bisa
bervariasi
2-28 hari
Pusing,muntahmuntah, diare,
nyeri otot,
demam,pembeng
kakan kelopak
mata, susah
bernafas
Daging babi
dimasak matang,
bekukan daging
babi pada suhu
150C selama 30
hari atau 230C
selama 20 hari
atau .29oC
selama 12 hari,
hindari adanya
tikus disekitar
kandang, pakan
babi dimasak
Sumber : Albiner S., 2002
C. Bahan Baku dan Ingredien
1. Daging
Bahan pangan yang berasal dari hewan merupakan sumber utama
bakteri penyebab infeksi dan intoksikasi (Tabel.4). Mikroorganisme yang
terdapat pada hewan hidup dapat terbawa ke dalam daging segar dan
mungkin bertahan selama proses pengolahan. Banyak hewan-hewan yang
disembelih
membawa
mikroorganisme
seperti
Salmonella
dan
Campylobacter, selain mikrooranisme yang secara alami terdapat pada
saluran pencernaan seperti Clostridium perfringens, Escherichia coli,
Yersinia entercolitica dan Listeria monocytogenes.
Proses pemotongan unggas secara kontinyu, meningkatkan penularan
mikroorganisme dari karkas yang satu ke yang lainnya. Demikian juga
penggilingan daging dalam pembuatan daging cincang dapat menyebarkan
14
mikroorganisme, sehingga daging cincang merupakan produk daging yang
beresiko tinggi.
2. Telur
Kulit telur kemungkinan mengandung Salmonella yang berasal dari
kotoran ayam dan mungkin mengkontaminasi isi telur pada waktu telur
dipecahkan. Di negara-negara Eropa terjadi peningkatan gangguan
pencernaan karena infeksi oleh S. enteritidis yang berasal dari telur yang
telah terinfeksi. Departemen kesehatan Inggris memberikan peringatan
terhadap penggunaan telur mentah pada makanan yang tidak mengalami
pengolahan lebih lanjut.
3. Produk-produk Susu
Susu yang telah mengalami pengolahan yang benar, misalnya
pasteurisasi dan sterilisasi, merupakan produk yang aman. Akan tetapi susu
segar yang diperoleh dari hewan sehat bisa terkontaminasi dari hewan yang
menyusui atau dari peralatan dan lingkungan pemerahan susu. Di Inggris
telah dilaporkan keracunan makanan (Salmonellosis) karena mengkonsumsi
susu sapi segar. Gangguan pencernaan juga kadang-kadang terjadi karena
proses pemanasan susu tidak cukup. Produk-produk susu yang disiapkan
dari susu yang tidak mengalami proses pemanasan merupakan produk yang
potensial mengandung Staphylococus auerus, Bacillus cereus, Yersenia
enterocolitia monocytogenes.
Pengasaman susu dan fermentasi susu dapat menghilangkan atau
menghambat
mikroorganisme
patogen
enterik,
tetapi
beberapa
mikroorganisme masih bisa tahan. Walaupun susu telah mengalami
pemanasan, kontaminasi dapat terjadi selama penanganan produk atau
karena
penambahan
ingridien
yang
tidak
mengalami
perlakuan
dekontaminasi. Adanya L. monocytogenes pada keju yang dimatangkan
diduga karena rekontaminasi selama proses pembuatan dan penanganan
keju.
15
4. Ikan dan Kerang-kerangan
Ikan dan kerang-kerangan dapat terkontaminasi dari lingkungan hidup
ikan tersebut atau dari lingkungan pengolahan. Jika ikan tersebut diperoleh
dari laut yang telah terkena polusi limbah, ikan tersebut kemungkinan
terkontaminasi bakteri patogen. Vibrio parahaemolyticus adalah kontaminan
yang umum terdapat pada ikan dan makanan laut lainnya terutama dari
perairan Asia Timur. Bakteri ini dapat dihilangkan dengan pemanasan, akan
tetapi
sanitasi
yang
kuramg
baik
dapat
menyebabkan
terjadinya
rekontaminasi. Dalam kerang-kerangan telah ditemukan mikroorganisme
patogen seperti Salmonella, E.coli, V. parahemolyticus, clostridia dan virus.
Bakteri dapat dihilanhkan dengan cara ini kurang efektif untuk virus.
Tabel 4. Bahan Pangan Potensial Sebagai Sumber Mikroorganisme Patogen
Mikroorganisme
Salmonella
Bahan pangan
Daging ternak dan daging unggas
mentah, susu segar dan telur
Daging ternak dan daging unggas,
makanan kering, herbs, rempahrempah,sayur-sayur
Makanan dingin, produk-produk susu
terutama jika menggunakan bahan baku
susu mentah
Serealia, makanan kering, produkproduk susu,daging dan produk-produk
daging,herbs, rempah-rempah, sayursayur
Bahan pangan mentah
Ikan segar dan ikan olahan, kerang dan
makanan laut lainnya
Makanan campuran dan basah, susu,
kacang-kacangan, kentang, tuna,
undang, kalkun, salad, makaroni, cider
apel
Susu, es krim, telur, lobster, salad
kentang, salad telur, custard, pudding
dan makanan-makanan yang
mengandung telur
Makanan kaleng dengan pH>4,6
Daging ternak dan unggas
mentah,produk olahan daging, susu dan
produk susu dan sayur-sayuran
Clostridium
Perfringens
Staphylococcus aureus
Bacillus cereus dan
Bacillus ssp. lain
Escherichia coli
Vibrio
parahaemolyticus
Shigella
Streptococcus
Pyogenes
Clostridium botulinum
Yersinia enterocolitica
16
Campylobacter jejuni
Daging ternak dan daging unggas
mentah, susu segar atau susu yang
diolah tetapi pemanasannya kurang, air
yang tidak diolah
Daging ternak, daging unggas, produk
susu, sayursayuran dan kerangkerangan
Kerang mentah, makanan dingin yang
ditangani oleh orang yang terkena
infeksi
Listeria
monocytogenes
Virus
Sumber : Yongki K.L., 2009
D. TANDA-TANDA KERUSAKAN PANGAN
Kebanyakan bahan makanan merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan banyak macam mikroorganisme. Pada keadaan fisik yang
menguntungkan, terutama pada kisaran suhu 7 0C sampai 60 0C, organisme
akan tumbuh dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam hal penampilan,
rasa, bau serta sifat-sifat lain pada bahan makanan. Proses-proses peruraian ini
dapat digambarkan sebagai berikut :
Bahan pangan protein + mikroorganisme proteolik 
asam amino + amin + hidrogen sulfide
Bahan pengan berkarbohidrat + mikroorganisme peragi karbohidrat 
asam + alkohol + gas
Bahan pangan berlemak + mikororganisme lipolitik 
asam lemak + gliserol
Perubahan yang disebabkan mikroorganisme pada makanan termasuk
susu, tidak terbatas pada terbentuknya hasil peruraiannya saja: tetapi juga
dapat berupa produk hasil sintesis mikrobia. Beberapa mikroorganisme
membentuk pigmen yang mengubah warna makanan. Ada pula yang dapat
mensistesis polisakarida dan menghasilkan lendir didalam atau pada makanan.
(Michael J. P et all, 1988)
Berbagai tanda-tanda kerusakan pangan dapat dilihat tergantung dari
jenis pangannya, beberapa diantaranya misalnya:
 Perubahan kekenyalan pada produk-produk daging dan ikan,
disebabkan pemecahan struktur daging oleh berbagai bakteri.
17
 Perubahan kekentalan pada susu, santan, dan lain-lain, disebabkan
oleh penggumpalan protein dan pemisahan serum (skim).
 Pembentukan lendir pada produk-produk daging,ikan, dan sayuran,
yang antara lain disebabkan oleh pertumbuhan berbagai mikroba
seperti kamir, bakteri asam laktat (terutama oleh Lactobacillus,
misalnya L. Viredences yng membentuk lendir berwarna hijau),
Enterococcus,
dan
Bacillus
thermosphacta.
Pada
sayuran
pembentukan lendir sering disebabkan oleh P. marjinalis dan
Rhizoctonia sp.
 Pembentukan asam, umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri
seperti Lactobacillus, Acinebacter, Bacillus, Pseudomonas, proteus,
Microrocci, Clostidium, dan enterokoki.
 Pembentukan warna hijau pada produk-produk daging, terutama
disebabkan oleh:
1. Pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) oleh L. Viridescens,
L.
fructovorans,
L.jensenii,
Leuconostoc,
Enterococcus
faecium dan E.faecalis
2. Pembentukan hidrogen sulfida (H2S) oleh Pseudomonas
mephita, Shewanell putrefaciens, dan Lactobacillus sake.
 Pembentukan warna kuning pada produk-produk daging, disebabkan
oleh Enterococcus cassliflavus dan E. mundtii.
 Perubahan bau, misalnya:
1. Timbulnya
bau
busuk
oleh
berbagai
bakteri
karena
terbentuknya amonia, H2S, Indol,dan senyawa-senyawa amin
seperti diamin kadaverin dan putresin.
2. Timbulnya bau anyir pada produk-produk ikan karena
terbentuknya trimetilamin (TMA) dan histamin.
(Albiner S., 2002)
18
1. Tanda-Tanda Kerusakan pada Daging dan Produk Daging
Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya
senyawa- senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang
merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme. Daging yang
rusak
memperlihatkan
perubahan
organoleptik,
yaitu
bau,
warna,
kekenyalan, penampakan, dan rasa. Diantara produk-produk metabolisme
dari daging yang busuk, kadaverin dan putresin merupakan dua senyawa
diamin yang digunakan sebagai indicator kebusukan daging.
2. Tanda-Tanda Kerusakan pada Ikan dan Produk Ikan
Kerusakan pada ikan ditandai dengan terbentuknya trimetilamin
(TMA) dari reduksi trimetilamin oksida (TMAO). TMAO merupakan
komponen yang normal terdapat di dalam ikan laut, sedangkan pada ikan
yang masih segar TMA hanya ditemukan dalam jumlah sangat rendah atau
tidak ada. Produksi TMA mungkin dilakukan oleh mikroorganisme, tetapi
daging ikan juga mengandung enzim yang dapat mereduksi TMAO. Tidak
semua bakteri mempunyai kemampuan yang sama dalam meruduksi TMAO
menjadi TMA, dan reduksi tergantung dari pH ikan.
Histamin, diamin, dan senyawa volatil (total volatile substances) juga
digunakan sebagai indikator kebusukan ikan. Histamin diproduksi dari asam
amino histidan oleh enzim histidin dekarboksilase yang diproduksi oleh
mikroorganisme antara lain:
Histamin merupakan penyebab keracunan scromboid. Seperti halnya
pada daging, kadaverin dan putresin merupakan diamin yang juga digunakan
sebagai indikator kebusukan ikan.
Senyawa voatil yang digunakan sebagai indikator kebusukan ikan
termasuk TVB (total votatile bases), TVA (total volatile acids) TVS (total
volateli substance), dan TVN (total volatile nitrogen). Yang termasuk TVB
adalah amonia, dimetilamin, dan trimetilamin, sedangkan TVN terdiri dari
TVB dan senyawa nitrogen lainnya yang dihasilkan dari destilasi uap
terhadap contoh, dan TVS atau VRS (volatile reducing substance) adalah
senyawa hasil aerasi dari produk dan dapat mereduksi larutan alkalin
19
permanganat. Yang termasuk TVA adalah asam asetat, propionat dan asam asam organik lainnya. Batas TVN maxsimum untuk udang yang bermutu
baik di Jepang dan Australia adalah 30 mg TVN/100g dengan maksimum 5
mg trimatilamin nitrogen/100g.
Untuk produk-produk laut seperti oister, clamdan scallop, perubahan
pH merupakan indikator kerusakan, yaitu pH 5,9-6,2 untuk produk yang
masih baik, pH 5,8 sudah agak menyimpang, dan pH 5,2 atau kurang
merupakan tanda kebusukan atau asam.
3. Tanda-Tanda Kerusakan pada Makanan Kaleng
Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan yang
terdapat didalamnya dan mikroba perusak yang dialamnya (Tabel 1). Pada
dasarnya makanan kaleng dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan
keasaman, yaitu:
 Makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), misalnya produkproduk daging dan ikan,suws, beberapa sayuran (jagung, buncis),
dan masakan yang terdiri dari campuran daging dan sayuran (lodeh,
gudeg, opor, dan lain-lain).
 Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk
tomat, pear, dan produk-produk lain.
 Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan
dan sayuran kaleng seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain.
E. Indentifikasi Kerusakan Pangan
Kerusakan bahan pangan dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu:
1. Kerusakan fisik karena benturan, Sayatan, dan lain-lain.
2. Kerusakan kimia karena terjadinya reaksi kimia, baik enzimaris
maupun non enzimatis, seperti ketengikan, pencoklatan , dan lainlain.
3. Kerusakan biologis yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
o Mikroorganisme perusak makanan (kapang, kamir dan bakteri).
o
20
Kerusakan bahan pangan dapat dideteksi dengan berbagai cara, yaitu:
1. Uji organoleptik dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti
perubahan
tekstur
atau
kekenyalan,
keketanlan,
warna
bau,
pembentukkan lendir, dan lain-lain.
2. Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena
kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia, misalnya perubahan
pH, kekentalan, tekstur, indeks refraktif, dan lain-lain.
3. Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil
pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia.
4. Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan,
MPN, dan mikroskopis.
Uji mikrobiologi memerlukan banyak peralatan dengan persiapan dan uji
yang cukup lama, oleh karena itu dianggap tidak praktis. Beberapa uji
mikrobiologi telah dikembangkan dengan metode cepat, tetapi pada umumnya
memerlukan peralatan yang mahal dan bahan kimia yang tidak mudah
diperoleh. Beberapa uji kimia juga memerlukan bahan kimia yang tidak murah
dengan waktu uji yang agak lama.
Dari berbagai uji kerusakan pangan tersebut di atas, beberapa uji yang di
bawah ini dianggap cukup sederhana untuk diterapkan di daerah-daerah
dengan fasilitas peralatan yang sederhana, yaitu:
1. Uji organoleptik: melihat tanda-tanda kerusakan masing-masing produk
yaitu:
 Perubahan kekenyalan/tekstur pada daging dan ikan.
 Perubahan kekentalan (viskositas) pada produk-produk cair seperti
susu, santan sari , buah, sup, kaldu, dan lain-lain.
 Perubahan warna pada semua produk pangan.
 Perubahan bau pada semua produk pangan.
 Pembentukkan lendir pada semua produk pangan berkadar air
tinggi (daging, ikan, sayuran, sup, kaldu, dan lain-lain).
2. Uji fisik, yaitu:
 Perubahan pH pada semua bahan pangan dan produk pangan
21
 Perubahan viskositas (viskosimeter)
 Perubahan indeks refraktif pada air daging
 Perubahan warna (chromameter)
 Perubahan tekstur (teksturometer)
3. Uji kimia, yaitu:
 Uji H2S
 Uji TMA
 Uji VRS
 Uji reduksi nitrat
 Uji katalase
 Uji reduksi warna (pada susu dan santan)
 Uji etanol (pada susu)
4. Uji mikrobiologis, yang paling sederhana dan cepat yaitu uji secara
mikroskopis dengan menghitung jumlah mikroba.
F. Sumber-sumber Infeksi dan pengendalian mikrobia
Beberapa makanan bisa dinyatakan .aman. untuk dikonsumsi, jika
makanan-makanan tersebut diproses dengan proses dekontaminasi yang
terkontrol dengan baik seperti pasteurisasi dan sterilisasi, seperti susu
sterilisasi atau pasteurisasi,es krim dan makanan-makanan kaleng. Proses
dekontimasi air kemasan dilakukan dengan klorinasi dan filtrasi. Makanan lain
seperti roti, tepung, jam, madu, pikel, manisan buah termasuk makanan yang
dinyatakan aman karena kompisisi dan proses pengolahan makanan tersebut
menyebabkan kondisi yang tidak mendukung pertumbuhan mikroorganisme.
Beberapa sifat makanan dan bahan pangan, seperti pH kurang dari 4,5,
kadar air rendah (aw<0.86) atau kadar gula atau kadar garam yang tinggi.
Sifat-sifat ini biasa digunakan dalam pengawetan makanan. Dewasa inni
masyarakat lebih dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan atau bahan
pangan segar daripada makanan atau bahan pangan yang sudah diawetkan. Hal
ini memberi kesempatan mikroorganisme untuk mengkontaminasi gangguan
22
saluran pencernaan jika bahan pangan segar tersebut tidak ditangani dengan
baik.
Terdapat tiga jalur yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
mengkontaminasi makanan, yaitu bahan baku dan ingredien, pekerja pada
pengolahan makanan dan lingkungan pengolahan.
Sebagian besar bahan makanan akan segera dirombak atau dirusak oleh
mikroorganisme, kecuali bila diawetkan. Metode-metode modern pengawetan
bahan mkanan menggunakan proses-proses primitif yang sudah amat
diperbaiki, seperti pengasinan, pengeringan dan pengasapan, disamping juga
teknik-teknik yang lebih baru. Metode-metode pengawetan bahan makanan
dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Penanganan aseptik
2. Penyingkiran mikroorganisme
3. Suhu tinggi
a. Pendidihan
b. Uap bertekanan
c. Pasteurisasi
4. Suhu rendah
a. Penyimpanan dalam lemari es
b. Penyimpanan beku
5. Dehidrasi
6. Menaikkan tekanan osmotik
a. Dalam gula pekat
b. Dalam larutan garam
7. Bahan kimia
a. Asam organik
b. Substansi yang terbentuk selama pengolahan (pengasapan)
c. Substansi
yang
dihasilkan
(bermacam-macam asam)
8. Radiasi
23
oleh
fermentasi
mikrobia
Semua metode pengawetan bahan makanan didasarkan pada beberapa
prinsip berikut :
1. Mencegah atau menghilangkan kontaminasi
2. Menghambat
pertumbuhan
metabolisme
mikrobia
(aksi
mikrobistatik)
3. Mematikan mikroorganisme (aksi mikrobisidal)
Pemilihan metode pengawetan harus disertai pemahaman akan adanya
resistensi yang luar biasa pada spora bakteri terhadap berbagai faktor seperti
panas, radiasi, bahan kimia dan dihidrasi.
1. Penanganan aseptik
Merupakan
usaha
untuk
senantiasa
menjaga
agar
mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan makanan, dapat
mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan pangan
dan memperkecil kemungkinan adanya patogen. Pengepakan
(kemasan) makanan, pengalengan makanan yang telah diolah dan
pelaksanaan metode-metode yang memenuhi syarat kebersihan
dalam menangani bahan makanan merupkan contoh-contoh
penangan aseptik.
2. Penyingkiran mikroorganisme
Cairan yang dipaksa lewat dengan tekanan positif atau
negatif melalui saringan “tipe bakteri” yang steril dapat digunakan
untuk menjernikan zat alir serta menyingkirkan kikroorganisme.
Ini adalah metode yang digunakan terhadap bir, makanan lunak,
sari buah, anggur, dan air.
3. Suhu tinggi
Pemanfaatan suhu tinggi merupakan salah satu metode
pengawetan pangan yang paling aman dan paling dapat diandalkan.
Panas digunakan secara luas untuk memusnahkan organisme yang
ada di dalam produk pangan dalam kaleng, botol, atau tipe-tipe
24
wadah lain yang membatasi masuknya mikroorganisme setelah
pengolahan.
4. Suhu rendah
Suhu 0 0C atau lebih rendah dapat menghambat pertumbuhan
dan kegiatan metabolik mikroorganisme untuk jangka waktu lama.
Sebelum dibekukan, kebanyakan hasil bumi dipanaskan terlebih
dahulu dengan uap untuk menginaktifkan enzim yang dapat
mengubah produk tersebut sekalipun pada suhu rendah. Metode
pembekuan cepat, yang menggunakan suhu -32 0C atau lebih
rendah, dianggap paling memuaskan karena kristal es yang
terbentuk berukuran lebih kecil dan struktur sel dalam bahan
makanan tidak rusak. Perlu ditekankan bahwa bahan makanan
betapapun rendahnya suhu yang digunakan, tidak dapat diandalkan
untuk mematikan semua mikroorganisme.
5. Dehidrasi
Dehidrasi ialah peniadaan air. Proses ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara, seperti misalnya sinar mataari, pemanasan,
atau penggunaan gula atau garam berkonsentrasi tinggi. Dehidrasi
dapat digunakan untuk mengawetkan bahan makanan terutama
karena menghambat pertumbuhan; mikroorganismenya sendiri
tidak selalu terbunuh,. Pertumbuhan semua mikroorganisme dapat
dicegah dengan cara mengurangi kelembapan lingkungannya
sampai di bawah titik kritis. Titik kritis ditentukan oleh ciri-ciri
organisme yang bersangkutan dan oleh kapasitas bahan makanan
untuk mengikat air sehingga tidak tersedia sebagai kelembapan
bebas yang dapat ditiadakan oleh proses dihidrasi.
6. Menaikkan terkanan osmotik
Air akan ditarik keluar dari sel mikroorganisme bila sel
tersebut dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung sejumlah
besar substansi terlarut seperti gula atau garam. Dengan kata lain
25
sel tersebut mengalami dehidrasi, metaolism,e terhenti, dan dengan
demikian memperlambat a\pertumbuhan mikroorganisme. Tekanan
osmotik yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikrobia,
tetapi tidak dapat diandalkan untuk mematikan organisme.
7. Bahan kimia
Penambahan zat kimia pengawet ke dalam bahan makanan di
AS dianggap memalsukan bahan makanan tersebut. Bahan pangan
bila telah ditambah substansi apa saj yang beracun atau bersifat
merusak yang dapat menyebabkan makan tersebut melanggar
kesehatan. Hanya beberapa zat kimia yang secara hukum diterima
untuk digunakan dalam pengawetan bahan makanan. Di antaranya
yang paling efektif ialah asam benzoat, sorbat, asetat, laktat dan
propionat, kesemuanya ini adalah asam organik. Bahan makan
yang dibuat melalui proses fermentasi terutama bahan pangan dari
ternak yang difermentasi menjadi awet terutama dihasilkannya
asam asetat, laktat dan propionat selama berlangsungnya
fermentasi oleh mikrobia.
8. Radiasi
Sterillisasi
dengan
radsiasi
merupakan
suatu
usaha
pengawetan bahan makanan yang baru, cara ini dapat membawa
perubahan radikal dalam metode-metode industri untuk pengolahan
pangan. Sinar ultraviolet telah digunakan untuk mengurangi atau
menginaktifkan mikroorganisme, terutama kapang, yang terdapat
dalam udara ruang penyimpanan serta ruang pengemasan. Iridasi
pada daging yang digantung (untuk pemeraman dan supaya
empuk) dapat mengurangi pertumbuhan mikroorganisme pada
permukaan daging tersebut.
Radiasi ionisasi berintensitas tinggi, seperti sinar gama yang
dip[ancarkan
dari
kobalt
radioaktif
(kobalt
60),
mampu
mensterilkan berbagai macam bahan, termasuk makanan yang
sudah dikemas. Penerapan teknik ini (sterilisasi dengan radiasi)
26
telah
diselidiki
sejak
tahun
1950-an.
Kefektifan
radiasi
berintensitas tinggi untuk mensterilkan suatu produk tidak
diragukan lagi. Namun, pengaruh radiasi ionisasi berintensitas
tinggi terhadap rasa, bau, aroma, warna, tekstur, dan mutu gizi
pangan perlu dipahami dengan lebih baik. Demikian pula
perubahan-perubahan kimiawi yang dihasilkan pada produk
pangan yang diradiasi perlu dievaluasi dengan lebih baik dalam hal
pengaruhnya terhadap manusia dan hewan.
(Michael J.P. et all, 1988)
27
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan
1. Bahan pangan atau makanan disebut busuk atau rusak jika sifat-sifatnya
telah berubah sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai makanan
2. Organisme yang sering ditemukan pada pangan dan dapat menyebabkan
penyakit yaitu:
 Bakteri
 Kapang
 Kamir
 Virus
 Rickettsiae
 Prion
 Protozoa dan parasit
3. Terdapat tiga jalur yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
mengkontaminasi makanan, yaitu bahan baku dan ingredien, pekerja pada
pengolahan makanan dan lingkungan pengolahan.
4. Berbagai tanda-tanda kerusakan pangan dapat dilihat tergantung dari jenis
pangannya, beberapa diantaranya misalnya:
 Perubahan kekenyalan pada produk-produk daging dan ikan
 Perubahan kekentalan pada susu, santan, dan lain-lain
 Pembentukan lendir pada produk-produk daging,ikan, dan sayuran
 Pembentukan asam
 Pembentukan warna hijau pada produk-produk daging
 Pembentukan warna kuning pada produk-produk daging
 Perubahan bau
5. Metode-metode pengendalian dan pengawetan bahan makanan dapat
dirangkum sebagai berikut :
1). Penanganan aseptik
2). Penyingkiran mikroorganisme
28
3). Suhu tinggi
a. Pendidihan
b. Uap bertekanan
c. Pasteurisasi
4). Suhu rendah
a. Penyimpanan dalam lemari es
b. Penyimpanan beku
5). Dehidrasi
6). Menaikkan tekanan osmotik
a. Dalam gula pekat
b. Dalam larutan garam
7). Bahan kimia
a. Asam organik
b. Substansi yang terbentuk selama pengolahan (pengasapan)
c. Substansi
yang
dihasilkan
oleh
fermentasi
mikrobia
(bermacam-macam asam)
8). Radiasi
Semua metode pengendalian dan pengawetan bahan makanan didasarkan
pada beberapa prinsip berikut :
a. Mencegah atau menghilangkan kontaminasi
b. Menghambat
pertumbuhan
metabolisme
mikrobia
mikrobistatik)
c. Mematikan mikroorganisme (aksi mikrobisidal)
6. Kerusakan bahan pangan dapat dideteksi dengan berbagai cara sperti :
 Uji organoleptik
 Uji fisik
 Uji kimia
 Uji mikrobiologis
29
(aksi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Mikrobiologi Pangan. www.ilmupangan.com/mikrobiologi
pangan (Diakses Senin, 9 Maret 2009 pukul 19.00 WIB)
Albiner Siagian. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan Dan Sumber
Pencemarannya. www.USU digital library.com (Diakses Senin, 9 Maret
2009 pukul 19.00 WIB)
Michael J. P. Jr., dan E. C. S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas
Indonesia Press. Jakarta
Yongki Kastanya Luthana. 2009. Identifikasi SAederhana Makanan. www.
identifikasi sederhana makanan « yis’s food entertaining.htm (Diakses
Senin, 9 Maret 2009 pukul 19.00 WIB)
30
Download