PSIKOSOSIAL ANAK TERLANTAR DI YAYASAN SAYAP IBU JAKARTA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh: ALWI DHUHA 106054102066 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 21 Februari 2011 Alwi Dhuha 106054102066 PSIKOSOSIAL ANAK TERLANTAR DI YAYASAN SAYAP IBU JAKARTA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh: ALWI DHUHA NIM. 106054102066 Di Bawah Bimbingan Ismet Firdaus, M.Si NIP: 150411196 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M ABSTRAK Alwi Dhuha Psikososial Anak yang Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak ada orang tua atau wali yang merawatnya, tidak diketahui orang tuanya atau kerabatnya, orang tua tidak mampu merawatnya, terlantar di sembarang tempat, dan karena sebab-sebab lain yang patut diberikan pertolongan, sehinggga kebutuhan anak tidak dapat dipenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Salah satu lembaga yang peduli terhadap anak terlantar adalah Yayasan Sayap Ibu (YSI). Awalnya yayasan tersebut bertujuan untuk menolong anak-anak Batita (Bawah Tiga Tahun) yang terlantar saja, tetapi sampai saat ini anak yang berada di yayasan tersebut ada yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar. Anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga angkat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui psikososial anak yang berada di Yayasan Sayap Ibu khususnya anak yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Kata psikososial itu sendiri menggarisbawahi satu hubungan yang dinamis antara efek psikologis dan sosial, yang mana masing-masingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya. Penulis melakukan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berupa wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen, dan dimana yang menjadi informan peneliti adalah para pengurus, serta anak yang berada di yayasan tersebut. Para informan kunci dipilih dengan menggunakan sampel purposif (purposive sampling). Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa; Pertama, anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang memiliki kecacacatan fisik di dalam dirinya cenderung memiliki sikap pemalu dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki kecacatan. Tetapi hal ini menjadikan anak yang mengalami kecatatan fisik cenderung lebih berprestasi di bandingakan anak yang normal di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Kedua, faktor pendukung psikososial anak terlantar Yayasan Sayap Ibu Jakarta ialah bentuk kerjasama dan ketersediaan akomodasi dalam psikososial anak di Yayasan Sayap Ibu Jakarta sangat baik untuk perkembangan. Dan faktor penghambatnya ialah kurang fasilitas yang tidak mencukupi untuk aktivitas anak-anak dalam melakukan kegiatan bermain ataupun belajar. Hal ini terbukti dari kurangnya jumlah pengasuh di yayasan tersebut, sehingga pemberian kasih sayang terhadap mereka terbagi dan tidak terfokus baik dalam bermain ataupun sedang belajar. i KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam, Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi ini penuh dengan tanda-tanda kebesaranNnya, penguasa kehidupan dan penentu kematian atas segala anugerah, nikmat, dan petunjuk yang dikaruniakanNya sehingga penulis bisa memikirkan, merefleksikan dan menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan ini. Shalawat dan salam semoga selalu disampaikan untuk junjungan nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Suatu kenikmatan yang luar biasa yang tidak bisa diungkapkan dengan ungkapan kata adalah rampungnya skripsi ini. Harus diakui, dengan serba keterbatasan yang ada sangatlah berat menyelesaikan skripsi ini, akan tetapi motivasi dalam diri penulis mendongkrak semangat dan memecah hambatanhambatan yang ada. Skripsi ini berjudul “Analisis Psikososoial Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu” Judul skripsi ini tercipta karena penulis pernah melakukan praktikum dua di yayasan tersebut. Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap wawasan mahasiswa secara umum, khususnya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, maka kritik yang membangun tentu menjadi masukan yang sangat penting. Perlu penulis sampaikan, banyak sekali orang yang berjasa dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua penulis, berkat doa dan wejangan-wejangan mereka sehingga penulis mampu menangkap sari-sari pengalaman dan memecah kebuntuan dalam ii menghadapi permasalahan. Kepada kakak-kakaku dan adikku yang bahumembahu mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini. Dukungan moril dan materil ini memberikan sumbangsih besar dalam penyelesaian skripsi ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan dan cinta yang mereka berikan dengan balasan yang berlipat. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas wejangannya. 3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si. selaku pembimbing yang dengan tulus memberikan pengarahan, petunjuk dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Siti Napsiyah, MSW ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas arahannya. 5. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungan dan bantuannya. 6. Dosen-dosen Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial yang telah mendidik dan memberikan dispensasi waktunya terhadap skripsi ini. 7. Pihak Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang sudah mengizinkan menjalankan praktikum dua dan melakukan penelitian skripsi ini (Ibu Osa, Ibu Ipung, Ibu Rini, Pak Hadi) dan adik-adik yang berada di Yayasan Sayap Ibu (Vikri, Jhoni, Akbar, Jaya, Mulya dan Oki). 8. Kepada teman-teman kesos 2006 yang berbagi pengalaman yaitu : teman prkatikum dua Dul dan Lina serta teman berbagi pengalaman Bukhori, iii Cui, Mega, Kris, Jali, Dani, adik-adik kesos 2007 yang memberikan support. 9. Kepada teman-teman tongkrongan scoter Dhe Djavu UIN, Toket Manais (tongkrongan malam kamis), serta teman-teman penikmat alam, yang mau berbagi waktu untuk pengalamannya dalam membuat skripsi. Akhirnya, segala kebenaran hanya milik-Nya, semoga Allah SWT membalas jasa kebaikan mereka dengan balasan yang setimpal. Dan mudahmudahan skripsi ini membawa berkah bagi yang membaca. Amin... Jakarta, 21 Februari 2011 Alwi Dhua (10605610206) iv DAFTAR ISI ABSTRAK ......................................................................................................... i KATA PENGATAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah .............................. 5 1. Pembatasan Masalah ............................................................. 5 2. Perumusan Masalah .............................................................. 5 C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ............................... 5 1. Tujuan Penelitian .................................................................. 5 2. Manfaat Penelitian ................................................................ 6 a. Manfaat Akademis ........................................................... 6 b. Manfaat Praktis ................................................................ 6 D. Sistematika Penulisan ................................................................. 6 BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Psikososial................................................................. 9 B. Faktor Psikososial ....................................................................... 9 1. Stimulus........................................................................................10 2. Motivasi ........................................................................................10 3. Pola Asuh ............................................................................. 11 C. Tahapan-tahapan Perkembangan Psikososial pada Anak ........... 12 1. Percaya Vs Tidak Percaya (0-1 tahun) .................................. 12 2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun) ...................... 13 3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah (3-6 tahun) .................................. 14 4. Industri Vs Inferioritas (6-12 tahun) ..................................... 14 5. Identitas Vs Difusi Peran (12-18 tahun)................................ 15 D. Definisi Anak .............................................................................. 18 E. Pengertian Anak Terlantar .......................................................... 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ................................................................. 25 B. Jenis Penelitian ............................................................................ 26 C. Subyek dan Obyek Penelitian .................................................... 27 1. Subyek Penelitian ................................................................. 27 2. Obyek Penelitian .................................................................. 28 v D. E. F. G. H. I. Tempat dan Waktu Penelitan ..................................................... 28 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 28 1. Wawancara ........................................................................... 28 2. Observasi .............................................................................. 28 3. Catatan Lapangan ................................................................ 29 4. Dokumentasi ......................................................................... 29 Teknik Analisa Data .................................................................... 29 Keabsahan Data ........................................................................... 30 Pedoman Penulisan Skripsi ......................................................... 30 Tinjauan Pustaka ......................................................................... 31 BAB IV TEMUAN DAN ANALISA A. Gambaran Umum Yayasan Sayap Ibu ........................................ 34 1. Sejarah singkat berdirinya Yayasan Sayap Ibu .................... 34 2. Visi dan Misi ........................................................................ 36 a. Visi................................................................................... 36 b. Misi .................................................................................. 36 3. Tugas Pokok ......................................................................... 37 4. Kedudukan............................................................................ 37 c. Tugas................................................................................ 38 d. Fungsi .............................................................................. 38 5. Kepengurusan ....................................................................... 39 6. Dasar Hukum ........................................................................ 40 7. Kegiatan Yayasan Sayap Ibu ................................................ 40 8. Pendanaan Yayasan Sayap Ibu ............................................. 43 9. Sarana dan Pra Sarana .......................................................... 44 10. Data Anak Asuh dan Karyawan ........................................... 45 11. Data Karyawan ..................................................................... 47 12. Mekanisme Penerimaan dan Pelepasan Anak ...................... 48 B. Temuan ....................................................................................... 51 1. Vikri...................................................................................... 51 2. Joni ....................................................................................... 52 C. Analisis........................................................................................ 53 1. Analisis Psikososial Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta ............................................... 54 a. Berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain .................................................................. 55 b. Berfikir dan merasa mengenai keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya ........................ 56 c. Hubungan anak dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya ............................................... 56 d. Pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap vi kejadian-kejadian di sekitarnya ....................................... 57 e. Pemahaman terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya ..................................................................... 58 2. Tahap Perkembangan Psikososial Klien A dan B ................ 58 3. Faktor pendukung dan penghambat perkembangan psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta ........................ 60 a. Stimulasi .......................................................................... 60 b. Motivasi dalam mempelajari sesuatu............................... 61 c. Pola asuh dan kasih sayang dari orang tua (pengasuh).... 61 d. Ilustrasi Klien A ............................................................... 63 e. Ilustrasi Klien B ............................................................... 65 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 70 B. Saran-saran .................................................................................. 72 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 73 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 75 vii DAFTAR TABEL 1. Daftar Nama Anak di Ruang Anyelir.............................................................. 42 2. Daftar Nama Anak di Ruang Cempaka ........................................................... 43 3. Daftar Nama Anak di Ruang Begonia ............................................................ 43 4. Rangkuman Analisis Kasus ............................................................................ 60 viii DAFTAR GAMBAR 1. Proses Pengangkatan Anak ............................................................................. 47 2. Ilustrasi Klien A .............................................................................................. 57 3. Ilustrasi Klien B .............................................................................................. 59 ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti yang telah dijelaskan di dalam al-Qur`an Surah al-Mukminun ayat 1214 berikut : ” Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasuci Allah Pencipta yang paling baik.”. Setiap anak yang dilahirkan, telah membawa karakter dan sifatnya sendiri. Termasuk juga telah membawa Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ) dalam dirinya. Semua itu akan sangat mempengaruhi kepribadian, bahkan mungkin kegagalan atau kesuksesannya. Namun, bukan berarti proses semuanya itu telah selesai, tidak dapat diubah, dan tidak dapat dipengaruhi. Orangtua, para pendidik, dan lingkungan, memiliki peran yang sangat penting dalam mengarahkan dan meningkatkan potensi yang telah Allah 1 2 karuniakan pada diri anak tersebut. Anak tidak boleh dibebaskan mengikuti kemauannya begitu saja, tetapi tidak patut juga dikekang dan dibelunggu untuk menuruti kehendak orang lain, termasuk orang tuanya. Alangkah baiknya anak diberikan kesempatan mengembangkan potensi dasar yang telah dimiliki sembari orangtua mengarahkan dan meningkatkannya. Pada sebagian masyarakat; tekanan, paksaan, ancaman, bahkan pukulan dijadikan sebagai bagian dari metode mengajar. Siakap menghargai potensi anak dan perasaannya kurang begitu dipahami. Hal seperti ini, menyebabkan semakin bertambah kompleksnya problem anak.1 Dari tahun ke tahun pelanggaran terhadap hak anak di Indonesia semakin meningkat, hal ini bisa diibaratkan sebuah gunung es yang semakin menjulang tinggi dimana penyelesaiannya hanya pada tingkat permukaan saja. Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya mempunyai harkat dan martambat manusia seutuhnya,2 sehingga anak memiliki hak-hak yang asasi manusia yang sama dan tak terpisahkan. Beberapa pelanggaran hak anak itu dimulai dari kekerasan terhadap anak, eksploitasi, diskriminasi, perdagangan anak sampai pada perlakuan salah lainnya. Maka permasalahan ini begitu kompleks dan memprihatinkan. Hingga kini belum ada penanganan yang komprehensif dan holistik dalam pencegahan pelanggaran hak anak yang menjadikan generasi bangsa ke arah persimpangan jalan. Hal ini diperparah lagi dengan adanya kebijakan negara yang tumpang tindih mengenai 1 2 DR. Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak (Jakarta 2006) h.xi UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 3 kebijakan perlindungan anak di Indonesia sehingga semakin terabaikannya pemenuhan dan perlindungan hak anak di negeri ini. Guna mengatasi semakin peliknya persoalan anak, Komnas Perlindungan Anak melakukan survei apakah diperlukan sebuah kementerian yang khusus menangani masalah anak. Dalam survei terjaring sebanyak 7.724 responden, sebanyak 6.674 responden atau sekitar 86,41 persen yang memilih bahwa Kementerian Khusus Anak perlu dibentuk, sedang yang memilih Kementerian Khusus Anak tidak perlu dibentuk sebanyak 1.050 responden atau sekitar 13,59 persen.3 Upaya penanganan anak terlantar sampai saat ini tidak hanya dilakukan oleh lembaga pemerintah saja, lembaga-lembaga swasta pun memiliki peran yang cukup sentral dalam menumbukan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan anak. Adanya sinergi antara lembaga swasta dengan pemerintah menjadi sangat penting jika keinginan untuk mengentaskan anak yang diterlantarkan berjalan dengan cepat. Selain itu, melakukan berbagai inovasi pendekatan dalam penanganan anak tidak bisa dikesampingkan, bahkan menjadi prioritas yang terus dipikirkan. Anak terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu (karena beberapa kemungkinan: miskin/tidak mampu, salah seorang dari orang tuanya/wali pengampu sakit, salah seorang/kedua orang tuanya/wali pengampu atau wali meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengampu/pengasuh), sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Istilah terlantar dalam hal ini antara lain: tidak ada orang tua atau wali yang merawatnya, tidak diketahui orang 3 http://www.diknaspadang.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=13&artid= 460 (diakses pada tanggal 13 Oktober 2010) 4 tuanya atau kerabatnya, orang tua yang tidak mampu merawatnya, terlantar di sembarang tempat, dan karena sebab-sebab lain yang patut diberi pertolongan.4 Salah satu lembaga yang peduli terhadap anak terlantar adalah Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang telah melakukan inovasi pendekatan dalam penanganan anak, yaitu melalui pendekatan psikososial. Kata psikososial itu sendiri menggarisbawahi satu hubungan yang dinamis antara efek psikologis dan sosial, yang mana masing-masingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya.5 Walaupun sebetulnya pendekatan ini sudah dilakukan oleh lembagalembaga swasta atau pemerintah lainnya namun sedikit berbeda dalam pendekatan teknisnya. Teknis pendekatan tersebut yaitu menolong anak-anak batita (Bawah Tiga Tahun) yang terlantar, anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga angkat dan disekolahkan. Dari uraian tersebut penulis memutuskan mengambil tema psikososial sebagai analisis dalam melakukan penelitian anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta . Penelitian ini penulis tuangkan dalam judul skripsi yaitu : “Psikososial Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta”. 4 Edi Suharto, Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial, artikel di akses pada tanggal 13 Oktober 2010 dari http://www.policy.hu/suharto/modul a/makindo 40.htm 5 Departemen Sosial RI, Standar Rahabilitasi Psikososial Pekerja Migram ( Jakarata: 2004), h.2 5 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Mengingat terbatasnya waktu, dana dan demi terfokusnya pikiran untuk melakukan penelitian skripsi ini maka penulis hanya membatasi permasalahan yang akan dipaparkan yaitu pada psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya perluasan materi yang akan dibahas selanjutnya. Pokok masalah yang akan dibahas adalah pada dua anak yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) saja yang berada di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Anak tersebut memiliki perbedaan dalam segi fisik, ada yang mengalami kecacatan di dalamnya dirinya dan ada pula yang tidak mengalami kecacatan. 2. Perumusan Masalah Sehubungan dengan pembatasan masalah di atas, penulis membuat dua rumusan masalah yaitu: a. Bagaimana psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta? b. Apa faktor pendukung dan penghambat perkembangan psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun secara umum tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk menganalisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. 6 b. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat perkembangan psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. 2. Manfaat Penelitian Adapun dari hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti berharap agar hasilnya dapat diaplikasikan secara praktis dan akademis. a. Manfaat Akademis Secara teoritis, hasil penelitian ini untuk menambah wawasan bagi para pembaca umumnya dan bagi peneliti khususnya dan para calon pekerja sosial agar dapat gambaran umum tentang psikososial anakanak yang terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. b. Manfaat Praktis (1) Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai psikososial bagi anak-anak terlantar yang berada di Yayasan Sayap Ibu Jakrata. (2) Memberikan sumabangan pengetahuan bagi kompetensi pekerja sosial di bidang pelayanan sosial khususnya yang berkaitan dengan psikososial bagi yang terlantar. D. Sistematika Penulisan Dalam hal sistematika penulisan ini penulis menggunakan pedoman karya ilmiah yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai pedoman penulisan skripsi ini. Dan untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, 7 secara sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut : BAB I Bab ini adalah bab awal yang akan membahas tentang pendahuluan, di dalamnya penulis menguraikan latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian baik praktis maupun akademis, dan sistematika penulisan skripsi. BAB II Bab ini adalah bab kerangka pemikiran. Merupakan bab yang melandasi pemikiran dalam menganalisa dari data-data yang telah dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori-teori yang berkaitan dengan psikososial, anak, anak terlantar. BAB III Bab ini membahas tentang metode penelitian. Pada bab ini penulis membahas mengenai metode penelitian diantaranya: pendekatan penelitian, jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pemilihan subjek dan informan, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, teknik analisis data, teknik penulisan, dan tinjauan pustaka. 8 BAB IV Bab ini merupakan temuan dan analisis data. Pada bab ini penulis mencoba memaparkan tentang temuan mengenai lembaga, dikarenakan penulis ingin menggambarkan profil Yayasan Sayap Ibu tersebut, baik sejarah berdirinya yayasan, visi dan misi, tugas pokok, kedudukan, kepengurusan, kegiatan, baik rutin maupun non rutin, pendanaan Yayasan Sayap Ibu, sarana dan pra sarana, data anak asuh dan karyawan, mekanisme penerimaan dan pelepasan anak, proses pengangkatan dan pelepasan anak dan jaringan kerjasama. Selain itu penulis akan menganalisis data mengenai psikososial anak yang terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. BAB V Bab ini merupakan bab penutup. Yang di dalamnya terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang menjadi penutup dari pembahasan semua permasalahan yang ada dalam skripsi. BAB II TINJAUAN TEORI A. Psikososial Psikososial merupakan cabang ilmu dari psikologi yang baru muncul dan intensif dipelajari pada tahun 1930. Secara sederhana objek material dari psikologi sosial adalah fakta-fakta, gejala-gejala serta kejadian-kejadian dalam kehidupan sosial manusia. Sekilas ternyata objek psikologi sosial mirip dengan ilmu sosiologi dan bila digambarkan sebenarnya psikologi sosial adalah merupakan pertemuan irisan antara ilmu psikologi dan ilmu sosiologi. Kata psikososial itu sendiri menggarisbawahi satu hubungan yang dinamis antara efek psikologis dan sosial, yang mana masing-masingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya.6 B. Faktor Psikososial Ada beberapa hal yang termasuk faktor psikososial yaitu stimulasi, motivasi dalam mempelajari sesuatu, pola asuh, serta kasih sayang dari orang tua : 6 Departemen Sosial RI, Standar Rahabilitasi Psikososial Pekerja Migram ( Jakarata: 2004), h.2 9 10 a). Stimulus: hal ini merupakan faktor yang penting dalam menunjang perkembangan anak. Anak yang mendapat stimulasi atau rangsangan yang terarah dan teratur akan lebih cepat mempelajari sesuatu karena lebih cepat barkembang dibandingkan anak yang tidak mendapatkan banyak stimulasi. Anak akan mengembangkan pola-pola berpikir, merasakan sesuatu, dan bertingkah laku, bila banyak diberi ransangan yang berupa dorongan dan kesempatan dari lingkungan sekitarnya. Walaupun mungkin anak ada yang berbakat, namun bila lingkungannya tidak mendukung, potensinya untuk berkembang pun dapat terhambat. Sebaliknya, bila anak yang belum terlihat potensi pada dirinya, namun rangsangan dan kesempatan bereksplorasi diberikan secara maksimal dan sesuai dengan kebutuhan usianya, maka anak tersebut dapat berkembang jauh lebih baik. b). Motivasi dalam mempelajari sesuatu, motivasi yang ditimbulkan dari sejak usia awal akan memberikan hasil yang berbeda pada anak dalam mengusai sesuatu. Dorongan yang bersifat membangun daya pikir dan daya cipta anak, akan membuat anak termotivasi untuk melakukan yang lebih baik lagi. Pemberian kesempatan pada anak pun dalam mengeksplorasiakan sesuatu merupakan salah satu cara dalam memotivasi anak belajar. Hal ini dapat dilakukan terhadap pihak institut pendidikan pra sekolah maupun dari pihak keluarga. Anak dimotivasi untuk menjelajah, meneliti, berkarya atau memegang sesuatu untuk memuaskan rasa ingin tahunya merupakan hal yang dibutuhkan anak usia ini. Bila terlihat hal yang dilakukan mengandung unsur bahaya, hal yang dapat 11 dilakukan adalah memberi pengertian namun bukan untuk melarang atau menghapuskan rasa ingin tahunya dengan kemarahan. c). Pola asuh dan kasih sayang dari orang tua. Orang tua itu merupakan area terdekat pada anak. Anak sangat memerlukan kasih sayang, rasa aman, sikap dan perlakuan yang adil dari orang tua. Bagaimana gaya pengasuhan orang tua yang diberikan pada anak; apakah permisif atau serba boleh, otoriter yang tidak membolehkan anak berbuat apapun, atau bersifat otoritatif yang merupakan perpaduan dari keduanya, semuanya akan memberikan dampak yang berbeda pada anak. Pola asuh ini sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi anak terhadap orang tua. Bagaimana anak terbentuk tentunya didapat dari pembiasaan–pembiasaan yang terjadi pada situasi rumah. Hal inilah yang terkadang mendasari anak untuk mengembangkan dirinya.7 Begitu pula yang dikatakan oleh Daniel Goleman's di dalam bukunya yang berjudul emotional intelligence (kecerdasan emosional). Kecerdasan emosional semakin relevan dengan pengembangan organisasi dan pengembangkan orang-orang, karena prinsip-prinsip EQ menyediakan cara baru untuk memahami dan menilai perilaku orang-orang, gaya manajemen, sikap, keterampilan interpersonal, dan potensi.8 Selain itu, psikososial juga berkaitan dengan kemampuan seorang anak melepaskan diri dari ibu atau orang penting didekatnya dan melakukan tugastugas 7 yang diberikan secara mandiri. Pada saat yang bersamaan, ibid Daniel Goleman's “emotional intelligence” artikel di atas diakses Sabtu 26 Februari 2011 dar http://www.businessballs.com/eq.htm 8 12 perkembangan psikososial ini juga meliputi pemahaman seorang anak atas peraturan-peraturan yang ada disekitarnya. C. Tahapan-tahapan Perkembangan Psikososial Anak Menurut Erik Erikson perkembangan psiososial terbagi menjadi beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki do’a komponen, yaitu komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak diharapkan). Pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan perkembangan pada psikososial anak adalah sebagai berikut: 1. Percaya Vs Tidak Percaya (0-1 tahun) Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontak dengan luar maka ia mutlak tergantung dengan orang lain. Rasa aman dan rasa percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut dan panca indra, sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan lingkungan adalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka akan timbul berbagai masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untuk meningkatkan rasa percaya kurang atau 13 kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara dekat, yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial yang kurang misalnya: anak tidak mendapatkan minuman atau air susu yang dekat ketika ia lapar, tidak mendapatkan respon ketika ia menggigit dot botol dan sebagainya. 2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun) Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengotrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan kekuatan untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya misalnya: kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa Otonomi diri ini perlu dikembangkan karena penting untuk terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungannya dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri. Peran lingkungan pada usia ini adalah memberikan dukungan dan memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang dipilihnya serta kekurangan dukungan dari orangtua dan lingkungannya, misalnya orangtua terlalu mengontrol anak.9 9 Jossi.”Perkembangan Psikososial Anak” dari http://jossie08.blog.friendster.com/ pada tanggal 21Maret 2011 14 3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah (3-6 tahun) Pada tahapan ini anak belajar mengendalikan diri dan mamanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai diikut sertakan sebagai individu misalnya, turut serta dalam merapihkan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur. Anak mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya, menjadi aktif di luar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya dan saudara kandung adalah untuk menang sendiri. Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan hubungan segitiga antara ayah-ibu-anak sangat penting untuk membina kemantapan identitas diri. Orangtua dapat melatih anak untuk mengintergrasikan peran-peran sosial dan tanggungjawab sosial. Pada tahapan ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya, dari orangtua atau orang lain terlalu tinggi atau berlebihan maka dapat mangakibatkan anak merasa aktivitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan rasa bersalah. 4. Industri Vs Inferioritas (6-12 tahun) Pada tahap ini anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas. Melalui proses pendidikan ini anak belajar untuk bersaing (sifat kompetitif), juga sifat kooperatif dengan orang lain, saling 15 memberi dan menerima, serta belajar peraturan-peraturan yang berlaku. Kunci proses sosialisasi pada tahapan ini adalah guru dan teman sebaya. Dalam hal ini peranan guru sangat netral. Identifikasi bukan terjadi pada orangtua atau pada orang lain, misalnya sangat menyukai gurunya dan patuh sekali pada gurunya dibandingkan pada orangtuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan sesuai standar dan terlalu banyak yang diharapkan dari mereka dapat timbul masalah atau gangguan. 5. Identitas Vs Difusi Peran (12-18 tahun) Pada tahapan ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa. Sehingga nampak adanya kontradiksi bahwa di lain pihak ia dianggap dewasa tetapi disisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan. Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman sebaya tinggi. Teman sebaya dipandang sebagai teman senasib, teman kerjasama dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri. Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.10 10 Ibid 16 Menurut Sigmund Freud dalam dalam Yupi Supartini, dalam perkembangan psikososial anak dibagi mejadi: a. Disebut Fase Oral Pada tahapan ini anak mendapatkan kenikmatan dan kepuasan dari berbagai pengalaman di sekitarnya. Fase ini berlangsung dari masa bayi sampai umur 1 tahun. Bila ibu berhasil memuaskan kebutuhan dasar bayi dalam fase ini maka anak tersebut akan merasa aman dan melangkah dengan mantap ke fase berikutnya. Bila fase oral tidak terselesaikan dengan baik maka akan terbawa ke fase berikutnya. Ketidaksiapan tersebut tampak pada prilaku anak yang tetap ingin bergantung, dan menolak untuk mandiri. b. Fase Anal Fase ini berlangsun pada masa 1-3 tahun. Pada masa ini anak mulai memperhatikan rasa ke AKU-annya. Sikapnya sangat egoistik, ia pun mulai mengenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan kepuasan dari pengalaman autoerotiknya (dalam dirinya). Sesuai dengan namanya fase anal, salah satu tugas anak adalah latihan kebersihan atau disebut “toilet training“. Anak mengalami rasa puas saat bisa menahan maupun saat megeluarkan tinjanya. Bila orang tua tidak dapat membantu anak untuk menyelesaikan tugas latihan kebersihan dengan baik maka akan terjadi berbagai kesulitan tingkah laku. 17 c. Fase Oedipal/falik Biasanya terjadi pada anak usia 3-6 tahun. Anak mulai bisa merasakan dorongan seksualitas yang kemudian ditujukan kepada orangtua dengan jenis kelamin yang berbeda. Perasaan ini menimbulkan dorongan untuk bersaing dengan orangtua yang lain. Dengan demikian anak dapat merasakan rasa seksual yang berkembang ini dengan bebas. Namun demikian lama kelamaan anak akan sadar diri bahwa ia tidak mungkin mengekspresikan perasaannya dengan seenaknya dan juga tidak mungkin memenangkan persaingan melawan orang tuanya, maka ia belajar untuk menahan diri. Disini tampak bahwa anak mulai belajar menyesuaikan diri. Perasaan seksual yang negatif ini kemudian menjadi anak menjauhi orangtua yang berjenis kelamin berbeda, dan ia mulai mendekat pada orangtua dengan jenis kelamin sama. Pada saat inilah dimulai proses identifikasi seksual. Ditandai dengan pergaulan yang lebih suka bermain dengan teman yang jenis kelamin sama. d. Fase Laten Biasanya terjadi pada anak usia 7-12 tahun. Periode ini merupakan periode integrasi yang bercirikan anak harus berhadapan dengan berbagai macam tuntutan sosial seperti hubungan kelompok, pelajaran sekolah, konsep moral dan etik, dan hubungan dengan dunia dewasa. e. Fase Genital 18 Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada fase terakhir dalam perkembangan, yaitu fase genital. Dalam fase ini anak dihadapkan dengan masalah yang kompleks, dan ia diharapkan mampu bereaksi sebagai orang dewasa. Kesulitan yang sering timbul pada fase ini seringkali disebabkan oleh karena si anak belum dapat menyelesaikan tahap perkembangannya dengan tuntas. D. Definisi Anak Dalam kamus besar bahasa Indonesia, anak adalah manusia yang masih kecil, orang yang berasal dari atau dilahirkan di (suatu negeri, daerah dsb), manusia yang lebih kecil dibandingkan dengan orang dewasa, dapat juga dikatakan sebagai keturunan Adam (manusia).11 Anak juga merupakan buah hati kedua orang tuanya yang dapat menyenangkan hati, dan memberikan kebahagiaan serta sebagai perhiasan pada kehidupan rumah tangga kerena sudahlah lengkap kebahagiaan dengan hadirnya buah hati (anak). 12 Selanjutnya pengertian anak di dalam Undang-Undang adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun.13 Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 11 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 30-31. Elfi Yuliani Rochmah, M.Pd.I, “Psikologi Perkemmbangan”, (Yogyakarta:Teras,2005), cet.1,h.50 13 UU Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 12 19 menyebutkan bahwa : “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu ) tahun dan belum pernah kawin”.14 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan batasan mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Seperti yang telah dikatakan pada Pasal 330 yang berbunyi : ”belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin”. Selain itu, dapat pengertian lain bahwa anak pada hakekatnya adalah seorang yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.15 Anak juga dapat dikatakan sebagai manusia muda yang batasan usianya tidak selalu sama di berbagai negara. Di Indonesia, sering dipakai batasan usia anak dari 0 sampai 12 tahun. Maka dengan demikian, dalam kelompok anak di Indonesia akan termasuk bayi, anak balita, anak usia sekolah.16 Begitu pula yang dikutip oleh Nur Abdul Hafizh dalam bukunya “Mendidik Anak Bersama Rosulullah SAW, dikatakan juga bahwa menurut al-Ghazali anak adalah amanat yang harus dijaga bagi orang tuanya, hatinya, bersih, suci, polos, dan kosong dari segala ukiran dan gambar. Disini dapat dipahami bahwa anak adalah seseorang yang masih berada dalam tahap perkembangan menuju dewasa. Adanya pentahapan menunjukan 14 15 anak sebagai sosok manusia dengan kelengkapan- Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Anak (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet ke-3, h.. 166 16 Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004), cet. IV. H. 4 20 kelengkapan dasar dalam dirinya baru mencapai kematangan hidup melalui beberapa proses seiring dengan pertambahan usianya. Oleh karena itu, anak memerlukan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa (orang tua dan pendidik pada umumnya).17 Ada dua fenomena yang mempengaruhi pandangan terhadap anakanak sebagai fenomena biologis (dan psikologis) dan anak sebagai fenomena sosial (dan legal). a. Anak sebagai fenomena biologis Secara biologis anak adalah orang yang mengalami fase perkembangan masa kanak-kanak yaitu fase antara anak balita dengan dewasa. Anak sebagai fenomena biologis (dan psikologis), anak juga di persepsikan sebagai manusia yang masih berada dalam tahap perkembangan yang belum mencapai tingkat yang utuh. Kenyataan itu ditandai dari kondisi fisik, organ reproduktif, kemampuan motorik, kemampuan mental dan psikososialnya yang dianggap masih belum selesai. Dari perspektif biologis (dan psikologis), kategori anak biasa diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkat perkembangan seperti masa bayi, balita, kanak-kanak, remaja akhir dan seterusnya. b. Anak sebagai fenomena sosial Sebagai fenomena sosial (dan legal), anak karena tingkat perkembangan 17 mental dan psikososialnya dianggap Khasanah Sya’idah, “Pemikiran Pendidikan Anak” dalam“ Abdullah Nashih „Ulwan”, Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1425 H/2005 M, h. 32 tidak 21 mempunyai kapasitas untuk melakukan tindak sosial (dan legal) tertentu. Namun sebagai fenomena sosial (dan legal), sub klasifikasi itu tidak dikenal. Dalam perspektif legal, anak merupakan satu fenomena tunggal. Dalam hal ini anak hanya dipertahankan dengan orang dewasa yang dianggap sudah sepenuhnya mampu melakukan tindakan (legal) tertentu. Perbedaan anak dengan orang dewasa biasanya dipatok dengan batas umur tertentu. Batas umur tersebut bisa berbeda-beda bergantung pada jenis tindakan yang dilakukan. Misalnya, untuk dianggap mempunyai kapasitas melakukan suatu tindak kejahatan ditetapkan suatu batasan umur yang ditetapkan untuk melakukan perkawinan. E. Pengertian Anak Terlantar Anak terlantar pada dasarnya telah menjadi kepedulian bangsa Indonesia yang secara eksplisit telah tertuang dalam UUD 1945. Dalam pasal 34 ditegaskan, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.18 Negara dalam pengertian ini dapat dipahami pemerintah bersama masyarakat. Secara fungsional, program ini telah menjadi salah satu tugas dan tanggung jawab Kementrian Sosial Republik Indonesia. Beberapa indikator yang menjadi tolok ukur untuk melihat kondisi anak. 18 28 UUD 1945 Setelah Amademen Keempat tahun 2002 (Jakarta : Pustaka Setia : 2004), h. 22 Berikut ini dapat dikemukakan beberapa pandangan tokoh masyarakat dari beberapa lokasi penelitian sebagai.19 Anak terlantar adalah anak yang tidak terurus oleh orang tuanya, pakaian compang-camping, tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari. 1. Ciri anak terlantar dapat dilihat dari kondisi ekonomi orang tua yang lemah (miskin), anak tidak terurus dari pemenuhan kebutuhan seharihari (makan, pakaian, pendidikan). 2. Ciri anak terlantar dapat dilihat dari kondisi ekonomi orang tua yang lemah (miskin), anak tidak terurus dari pemenuhan sehari-hari (makan, pakaian, pendidikan). 3. Anak terlantar adalah anak yang berasal dari keluarga miskin, baik sisi ekonomi, miskin hati maupun miskin moral. 4. Anak terlantar bukan hanya dari ekonomi lemah tetapi anak berasal dari keluarga ekonomi mapan tetapi terlantar secara sosial dan psikologis. 5. Anak yang tidak mendapatkan perhatian, tinggalnya berpindah-pindah (disembarang tempat), pakaian tidak karuan. 6. Anak yang kurang terjamin khususnya dalam pendidikan atau tidak dapat sekolah kerena alasan orang tua kurang mampu dalam ekonominya. Tolok ukur anak terlantar yang dikemukakan oleh para tokoh di atas terkesan bersifat parsial, namun masalah tersebut mempunyai keterkaitan dengan permasalahan lain yang harus dihadapi oleh anak. Sebagai ilustrasi 19 Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Model Penanganan Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial : Departemen Sosial. h. 115 23 dapat dikemukakan beberapa kondisi yang dapat berdampak negatif pada anak sebagai berikut.20 a) Anak tidak terurus, berpakaian compang-camping, dan tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, sehingga ia harus bekerja dahulu sebelum makan. Tolok ukur ini mengendikasikan, anak yang tidak mendapatkan perhatian keluarga dan lingkungannya. Seringkali anak tersebut didentifikasi sebagai anak gelandangan/pengemis dan atau anak jalanan. b) Mereka yang menghabiskan sebagian waktunya di jalanan, waktu yang mestinya dapat digunakan untuk belajar, bermain dipergunakan untuk bekerja. Terlebih lagi jika anak harus membantu ekonomi keluarga untuk bekerja. Kondisi semacam ini tentunya berpengaruh pada perkembangan psikologi anak (rendah diri), terutama dalam pergaulan (sosialisasi) anak dengan teman yang lebih luas. Dampak yang paling panjang adalah masa depan anak yang tidak menentu. c) Anak yang tidak mendapat perhatian dapat diinterpretasikan sebagai anak yang kurang terawat kesehatan, pendidikan serta kasih sayang. Kondisi ini tentunya dapat menghambat perkembangan anak, baik secara psikologis maupun sosial. d) Anak yang berada di lokasi pengungsian akibat bencana maupun konflik/kerusuhan seringkali permasalahannya lebih kompleks. Di satu sisi, mereka berada dalam kondisi tekanan psikologis yang paling tidak menguntungkan seperti; kurang percaya diri, dan kesulitan untuk 20 Ibid. h 117 24 belajar. Di sisi lain, masih banyak faktor yang mempengaruhi terhadap kesempatan untuk mengakses pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Kondisi di atas mengindikasikan adanya hak kebutuhan dasar anak sebagaimana termaktub di dalam Konvensi Hak Anak yang tidak dapat terpenuhi. Secara empiris, pandangan masyarakat ini dapat disimpulkan bahwa anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhan fisik, psikis dan sosial secara baik. Jika ditelusuri akar permasalahan yang menyebabkan meningkatnya anak terlantar adalah (1) faktor ekonomi yang lebih menekankan pada masalah kemiskinan, dan (2) kondisi situasional (seperti bencana alam, konflik/kerusuhan).21 21 Ibid h 118 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Kegunaan dari suatu penelitian menurut Nazir (1983) adalah untuk menyelidiki keadaan suatu keadaan, alasan atas suatu keadaan dan konsekuensi dari keadaan tersebut.22 Dalam penelitian sosial, dikenal adanya dua metode (proses, prinsip, dan prosedur yang ditempuh seseorang peneliti dalam mendekati permasalahan dan mencari jawabannya) yang dikenal dengan istilah kualitatif dan kuantitatif.23. Dalam metode penelitian sosial, penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk memahami gejala yang terbatas dengan fokus yang dalam dan rinci serta mempersoalkan sesuatu yang diteliti menurut pandangan dan definisi partisipan.24 Dan menurut Nawawi pandekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.25 Sedangkan menurut Bodgan dan Tailor dalam bukunya sebagaimana dikutip oleh Lexy J. Moleong metodologi kualitatif adalah prosedur 22 Muhammad Nazir, Metode Penalitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h.27 Monasse Mallo, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Penerbit Karunika, 1986), h.31 24 Sonapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial; Dasar-dasar dan Aplikasinya, (Jakrta: Rajawali Press, 1992), h.22 25 Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992) h. 209 23 25 26 penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Menurut mereka pendekatan ini diartikan pada latar dan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu pemandangan sebagai bagian dari suatu keutuhan.26 Pendekatan kualitatif inidipilih berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mendapatkan gambaran tentang psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan penelitian terhadap anak serta pengurus yang berada di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. B. Jenis Penelitian Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Seperti yang dijelaskan oleh Alston dan Bowles “descriptive research aims to find out in precise detail than explatory research the „what‟ of social phenomena....” “penelitia deskriptif bertujuan untuk mecari jawaban „apa‟ dari sebuah gejala sosial , secara lebih tepat dan mendalam daripada penelitian eksploratori” Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut 26 Lexy J. Moeleong, MA, “Metodelogi Penelitian Kualitatif” (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h.3 27 berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo, dan dokumentasi resmi lainnya.27 Dalam penelitian deskriptif ini, penulisan menjelaskan dan menerangkan tentang analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan anak Sekolah Dasar (SD) yang tinggal di Yayasan Sayap Ibu. C. Subyek dan Obyek Penelitian 1. Subjek Penelitian Adapun subyek dalam penelitian ini adalah dua anak yang berada di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Anak tersebut sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Mengapa peneliti mengambil dua sempel anak untuk dijadikan penelitian, sedangkan di Yayasan Sayap Ibu memiliki 34 orang anak yang berada di sana. Karena mayoritas anak yang berada di yayasan tersebut Batitita (bawah tiga tahun) dan Balita (bawah lima tahun), dan anak yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) berjumlah 6 orang, dua orang sekolah di Sekolah Luar Biasa dan empat orang sekolah di Sekolah Dasar. Untuk mempermudah peneliti mendapatkan informasi dalam wawancara di dalam penelitian ini, maka peneliti mengambil dua sempel anak yang sudah duduk di Bangku Sekolah Dasar tersebut. Dan ketertarikan peneliti mengambil dua sempel anak ini yaitu anak tersebut memiliki perbedaan fisik antara anak yang normal dan anak yang tidak normal. 27 Burhan Bugin, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perseda, 2003), cet. Ke-2, h. 39 28 2. Objek Penelitaian Dalam penelitian ini obyek yang digunakan penelitian adalah psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. D. Tempat dan Waktu Penelitan Tempat penelitan ini bertempat di Yayasan Sayap Ibu yang beralamat, di Jalan Barito II. Sedangkan Waktu penelitan dimulai pada bulan SeptemberDesember 2010. E. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diinginkan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berkut : 1. Wawancara Wawancara atau interview ini untuk melengkapi pengumpulan data yang diperlukan, selain melakukan observasi langsung dan dokumentasi penulis juga melakukan wawancara langsung kepada pihak Yayasan Sayap Ibu yang dianggap dapat memberikan informasi kepada penulis ataupun kepada pihak lain yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti. Untuk kebutuhan ini, penulis melakukan wawancara mendalam dengan dua orang pengasuh satu orang pengurus dan dua orang klien. 2. Observasi Yaitu penulis mendatangi Yayasan Sayap Ibu untuk meminta izin melakukan pengamatan/penelitian secara langsung terutama anak SD (sekolah dasar) yang berada di Yayasan Sayap Ibu. Di sini penulis 29 melakukan pengamatan langsung dalam mengikuti kegiatan yang di lakukan anak sekolah tersebut seperti: (1) belajar di yayasan (2) mengerjakan tugas/PR di yayasan (3) istirahat/bermain dan menjadi pendamping belajar untuk para klien dengan tujuan agar penulis mendapatkan data yang akurat dan kongkriet tentang masalah yang diteliti penulis. 3. Catatan lapangan Catatan lapangan ialah catatan tertulis tentang apa yang penulis dengar, lihat, alami, dan pikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data penelitian.28 Penulis akan mencatat hasil observasi. 4. Dokumentasi Hal ini diperbolehkan digunakan dengan untuk observasi memperoleh dan data interview, yang tetapi tidak hanya diperbolehkan dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah buku, jurnal, surat kabar, majalah, internet, modul-modul pelatihan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti oleh penulis. F. Teknik Analisa Data Setelah data diperoleh, selanjutnya penulis melakukan analisa data. Dalam hal ini penulis menganalisa dengan menggunakan analisa deskriptif, yaitu suatu metode dalam penulisan sekelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa 28 Moleong, Metode Kualitatif, h. 153 30 sekarang29. Tujuan dari teknik ini adalah untuk berusaha menggambarkan objek penelitian apa adanya sesuai dengan kenyataan yang ada. G. Keabsahan Data Pada teknik keabsahan data, penulis melakukan diskusi analisis dimana hasil penelitian sementara akan dijabarkan. Setelah itu akan dilakukan pengoreksian bersama teman-teman untuk kemudian melakukan perbaikan secara terus-menerus dan memfokuskan terhadap bahan yang diteliti. Teknik pemeriksaan keabsahan data mempunyai beberapa kriteria, yaitu : 1. Teknik triangulasi sumber, dalam hal ini penulis mencari, membandingkan pendapat seseorang dengan berbagai pendapat orang lain. 2. Keajegan pengamatan dengan maksud menemukan ciri-ciri dan unsurunsur dalam sitiuasi yang sangat relavan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari, kemudian memusatkan dari pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan hal ini penulis hanya melakukan pengamatan kepada masalah yang sedang diteliti yaitu analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. H. Pedoman Penulisan Skripsi Untuk memepermudah menyelesaikan skripsi ini, penulis melihat teknik penulisan dari buku “Pedoman Penulisan karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2008. 29 M.Natsir, Metode Penelitian (Jakarta:Ghalia Indonesia,1998), Cet. Ke-3 31 I. Tinjauan Pustaka Dalam penulisan ini, penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai langkah dari penyusunan skripsi yang penulis teliti agar terhindar dari kesamaan judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelumsebelumnya. Setelah mengadakan tinjauan pustaka, maka peneliti menemukan beberapa skripsi yang hampir sama dari segi judul yang penulis buat, tetapi penulis akan memaparkan dari sudut yang berbeda, yaitu : Skripsi Pertama Nama : Aris Miarti Universitas : Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Kesejahteraan Sosial. Judul : Pelayanan Psikososial dalam Mengenai Anak yang Mengalami Trauma Akibat Kekerasan (Child abuse) (studi kasus terhadap 3 klien korban kekerasan di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA Bambu Apus), Depok Juli 2009). Meskipun sama mengambil objek kajiannya yaitu psikososial tetapi berbeda dengan skripsi yang penulis kaji yaitu dari segi kajiannya. Aris Miarti mengambil subjek terfokus pada pelayanan psikososial dalam menangani anak korban kekerasan dan melakukan penelitian di RSPA Bambu Apus, sedangkan penulis terfokus pada program analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. 32 Skripsi Kedua Nama : Supriyanti Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Tahun 2009 Judul : Peran Yayasan Sayap Ibu dalam Membantu Perkembangan Psikososial Anak Terlantar di Taman Balita Sejahtera Di dalam skripsi ini persamaannya terletak pada judul dan tempat anak terlantar yang berada di Yayasan Sayap Ibu. Walaupun mengambil objek dan tempat yang sama penulis buat, perbedaan itu terletak pada judul skripsi yang penulis buat yaitu analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Selain itu perbedaannya terletak pada sumber data yang Supriyanti adalah anak-anak yang terlantar di Taman Balita Sejahtera, sedangkan penulis peroleh adalah anak yang sudah duduk di bangku sekolah dasar (SD). Skripsi Ketiga Nama Universitas : Megasari : UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Tahun 2010 Judul : Pengaruh Progam Sekolahku Terhadap Perkembangan Psikososial Anak Penderita Kanker Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia 33 Di dalam skripsi ini sama seperti skripsi-skripsi sebelumnya, persamaan pada objek penelitian dan tempat penelitian. Di sini perbedaannya terletak pada subjek penelitian dan tempat penelitian yang penulis buat. Megasari terfokus pada pengaruh program sekolahku terhadap perkembangan psikososial anak penderita kanker sedangkan penulis memfokuskan pada kajian analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. BAB IV TEMUAN DAN ANALISA A. Gambaran Umum Yayasan Sayap Ibu Yayasan Sayap Ibu adalah suatu lembaga yang berada di bawah naungan Dinas Sosial, yang bergerak dibidang perawatan dan pengasuhan anak yang diterlantarkan oleh orangtuanya. Pada bab ini penulis akan menjabarkan mengenai latar belakang berdirinya Yayasan Sayap Ibu Jakarta. 1. Sejarah singkat berdirinya Yayasan Sayap Ibu Tahun 1955 penelantaran anak dan pembuangan bayi-bayi di Jakarta, baik yang ditinggal di Rumah Sakit maupun yang kemudian di temukan di jalan atau di tempat-tempat umum lainnya semakin banyak. Keadaan inilah yang kemudian mendorong beberapa Ibu antara lain Ny. Hj. Sutomo, Ny. Soekardi dan Ny. Garland Soenaryo mendirikan Yayasan dengan nama : Yayasan Sayap Ibu (YSI) pada tanggal 30 September 1955. Awalnya YSI tersebut bertujuan untuk menolong anak-anak Batita (Bawah Tiga Tahun), anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga angkat. Untuk kegiatan saat itu dana dibantu oleh Women’s International Club dan Pemerintah Daerah. Dalam perkembangannya tahun 1968 YSI melakukan restrukturallisasi dan menempatkan diri dibawah Badan PembinSa Kegiatan Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta yang ketuanya Ny. J.S. Nasution. Dalam mengasuh dan merawatkan anak, kriteria anak di tingkatkan dari 0 – 5 tahun. Untuk memberikan tempat yang lebih baik dan terhindar dari banjir, oleh Bapak Ali Sadikin, Gubernur DKI Jaya, gedung 34 35 YSI di Jalan Barito direnovasi, sehingga dapat menampung anak terlantar yang jumlahnya pada saat itu bertambah banyak. Pada tahun 1976, akibat banyaknya adopsi anak oleh Warga Negara Asing (WNA) yang dilakukan hanya dengan akte notaris saja sehingga jual beli anak semakin marak, maka Guberbur DKI Jaya Bapak Ali Sadikin mengeluarkan izin mengakui Badan Konsultasi Pengangkatan Anak YSI sebagai lembaga resmi. Kemudian disusul dengan dikeluarkannya Surat Edaran dari Departemen Kehakiman No. JHAI/1/2 tahun 1978 tentang Prosedur Pengang-katan Anak WNI oleh WNA yang menentukan bahwa Notaris tidak boleh membuat Akte Adopsi Anak WNI oleh WNA harus dilaksanakan dengan Penetapan Pengadilan dan Mahkamah Agung dengan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 yang kemudian disempurnakan dengan SEMA No. 6 tahun 1983 tentang Prosedur pengangkatan Anak WNI oleh WNA dan anak WNA oleh WNI. Pada tahun 1978 Ny. J.S. Nasution, sebagai ketua YSI Pusat membentuk 2 (dua) cabang yaitu: YSI cabang Jakarta dengan ketua Ny. Moch. Said dan YSI cabang Yogyakarta dengan ketua Ny. C. Utaryo. Dengan semakin meningkatnya jumlah anak terlantar yang harus dirawat di Yayasan Sayap Ibu maka pada tahun 1979, Gedung YSI di Jalan Barito dibangun kembali oleh Gubernur DKI Jakarta dengan mewujud seperti sekarang menjadi 2 (dua) lantai. Sekarang merupakan tempat perawatan balita terlantar baik normal maupun cacat. Pada tahun 1981 Departemen Sosial, melakukan Peraturan Pemerintah No. 13 tentang Organisasi Sosial yang dapat menyelanggarakan usaha penyantunan Anak 36 terlantar (termasuk melaksanakan pengangkatan anak), ada 6 organisasi salah satunya adalah YSI cabang Jakarta. Dengan berlakunya Undangundang Yayasan yang baru, tahun 2005 YSI Pusat dipindahkan ke Yogyakarta, ketuanya adalah Ibu C. Utaryo, sementara Ny. J.S. nasution bertindak sebagai Pembina YSI. Ketua cabang Jakarta sejak tahun 2002 adalah Ny. Rien Tjipto Winoto. Mulai tahun 2007, ketua YSI cabang Jakarta ialah Ny. Maryono, yang dilantik pada bualan February 2007.30 2. Visi dan Misi a. Didalam Yayasan Sayap Ibu Jakarta memiliki visi terhadap anakanak yang berada disana, visi tersebut guna menjelaskan tentang kesadaran dan kepedulian kita semua terhadap anak yang di berikan Tuhan kepada kita. Visi dari Yayasan Sayap Ibu itu adalah: “Anak adalah amanah yang berhak akan perawatan dan perlindungan sejak semasa dalam kandungan sesudah dilahirkan”. b. Begitu pula dengan Misi yang di terapkan di Yayasan Sayap Ibu Jakarta yaitu: “Berusaha semaksimal mungkin melaksanakan usaha kesejahteraan anak bagi anak yang terlantarkan secara holistic, terpadu dan berkesinanbungan sampai anak dalam asuhannya dapat terentaskan dengan sebaik-baiknya”.31 32 Cacatan : Istilah terlantarkan dalam hal ini 1) Tidak ada orang tua/wali yang merawatnya 2) Tidah diketahui orang tuanya atau kerabatnya 30 Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu 2009 Ibid 32 Dhuha Alwi, Laporan Praktikum II, Yayasan Sayap Ibu, tidak di publikasikan 31 37 3) Orang tua/walinya tidak mau merawatnya atau terlantar 4) Karena sebab-sebab lain yang patut diberi pertolongan 3. Tugas Pokok Yayasan Sayap Ibu adalah Yayasan yang menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi bayi dan anak balita (bawah lima tahun) terlantar, yang meliputi perawatan atau penampungan asuhan, pengasramaan. Kemudian Yayasan Sayap Ibu juga melakukan pembinaan juga perlindungan fisik, mental, sosial, dan spiritual. Walaupun anak-anak hidup di panti namun pembinaan serta perlindungan bagi mereka akan tetap terjamin. Lalu tugas pokok lainnya adalah pelayanan atau sosialisasi, pengembangan dan kesehatan dan yang terakhir adalah sebagai penyaluran dan bina lanjut. Panti sosial sebagai lembaga yang menyelenggarakan pelayanan agar anak-anak tumbuh kembang secara wajar maupun mandiri. Meskipun mereka tidak dirawat oleh keluarga mereka sendiri, tetapi mereka akan merasakan kasih sayang serta pembinaan dari panti sosial agar mereka tumbuh dan berkembang seperti anak-anak yang berada dalam suatu keluarga yang utuh. 4. Kedudukan Yayasan Sayap Ibu Pusat telah menjadi anggota Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS). Dan dua cabangnya di Jakarta dan Yogyakarta merupakan anggota Badan Kordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS) bergerak dalam pelayanan pembinaan anak balita terlantar. Dalam perkembangannya, Yayasan Sayap Ibu bekerja sama 38 dengan untuk memberikan pelayanan seperti pengangkatan anak asuh, hak perwalian atau orang tua asuh melalui Badan Pengangkatan Anak (BPA). a. Tugas Menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial anak terlantar usia tujuh tahun ke bawah yang meliputi asuhan dan perlindungan, perawatan, sosialisasi dan pengembangan, penitipan anak, penyaluran dan bina lanjut. b. Fungsi 1) Pelaksanaan pendekatan awal meliputi penjangkauan, observasi, indentifikasi, motivasi, dan seleksi. 2) Pelaksanaan penerimaan meliputi registrasi, persyaratan administrasi, penempatan dalam panti dan penitipan. 3) Pelaksanaan perawatan, pemeliharaan serta asuhan dan perlindungan sosial. 4) Pelaksanaan assesment meliputi penelaahan, pengungkapan dan pemahaman masalah dan potensi. 5) Pelaksanaan pembinaan fisik dan kesehatan, bimbingan mental, sosial, pendidikan formal dan non formal dan pengembangan kepribadian. 6) Pelaksanaan sosialisasi meliputi, kemampuan bermasyarakat, kehidupan dalam keluarga dan kesiapan pendidikan. 7) Pelaksanaan, penyaluran dan pembinaan lanjut meliputi penempatan anak, monitoring, konsultasi, pemantapan, dan terminasi. 39 5. Kepengurusan Pembina : Ny. J.S. Nasution Pengawas : Ny. Dr. Mimi Patmonodewo Ny. Viviani Kartadjoemena Ny. Prof. Dr. Dra. Endang Sumami, SH. M. Hum Ketua Umum : Ny. Soemarmi Maryono I.S. Ketua I : Ny. Rien Tjipto Winoto Ketua II : Ny. Tjondrowati Subiyanto Bendahara I : Ny. Dr. Ken Martati Bpk. Sumiadji, AK. Sekretaris I & 2 : Ny. Dra. Heliyanti Jaswin, Apt. Ny. Battalita Hendro Personalia : Ny. Tjondrowati Subiyanto Bid. Humas & Dana : Ny. Srie Wahyuni Bambang Subianto Bid. Pengentasan Anak :Ny. Ajeng Dian Andari, SH Bid. Pelayanan Masy : Ny. Ajeng Dian Andari, SH Kordinotor Bid. Panti : Ny. C.E. Dodds Logistik : Ny. Wiwiek P. Soeryo Kesehatan : Ny. Dr. Endang Siti Mulyani Pendidikan : Ny. Sri Nooryarini Soeroso 40 6. Dasar Hukum 1) UUD Tahun 1945 2) UU No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial 3) UU No. 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak 4) Per. Men. Sos. No. 13 Tentang ORSOS yang diijinkan Menyelanggarakan Penyantunan Anak Terlantar termasuk menyelanggarakan pengangkatan Anak 5) Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 sebagai pengangkatan Anak WNI oleh WNA 6) KEP. Men. Sos. No. 41/HUK/KEP/VII/1984 Tentang Petunjuk pelaksanaan perizinan pengangkatan Anak 7) UU No. 23 Th. 2002 Tentang Perlindungan Anak33 7. Kegiatan Yayasan Sayap Ibu a. Kegiatan Rutin Kegiatan Pelayanan 1. Perawatan dan pengasuhan balita terlantar termasuk korban kasus perdagangan anak. 2. Perawatan rehabilitasi, fisioterapi, bina wicara bagi anak berkebutuhan khusus dan kesehatan. 3. Pendidikan tumbuh kembang anak asuh b. Pengentasan anak kembali ke keluarga. Pengangkatan anak, konsultasi dan bantuan hukum Yayasan Sayap Ibu memberikan pelayanan pengangkatan anak dengan dasar keputusan 33 Profil Yayasan Sayap Ibu 41 Menteri Sosial RI No. 23/HUK/KM/1982 dan keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. DII./7817/a/8/1976 baik domestic maupun intercountry. Program rujukan ke panti asuhan dengan adanya undang-undang perlindungan anak upaya rujukan tidak semudah masa lampau dilaksanakan. c. Pelayanan Masyarakat 1) Penyuluhan dan bimbingan baik bagi perorangan maupun kelompok mengenai undang-undang kesejahteraan anak dan pengangkatan anak. 2) Sosialisasi berbagai perundang-undangan/peraturan berkaitan dengan usaha kesejahteraan anak dan konvensi PBB tentang hak-hak anak. 3) Bimbingan dengan konsultasi untuk mahasiswa persiapan skripsi mengenai asuhan balita terlantar, upaya pengangkatan anak domestik dan intercontry antara Negara. 4) Tayangan di media massa maupun elektronik mengenai pelayanan anak balita terlantar. 5) Pertemuan dengan para stakeholders sebagai rekan kerja. 6) Bhakti kerja membantu masyarakat kurang mampu. d. Peningkatan sumberdaya manusia Mengikutsertakan dalam kursus-kursus dan belajar melalui kuliah bagi karyawan yang berpretasi menurut bidang baktinya. e. Kegiatan Pendidikan 1) Taman Balita Sejahtera/TPA; usia 3 - 4 tahun, usia 4 -5 tahun. 42 a) TBS (Taman Balita Sejahtera) berfungsi untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak yang terlantar yang ada di Yayasan Sayap Ibu. TBS ini merupakan kegiatan belajar mengajar setingkat dengan Play Group dan TK (Taman Kanak-Kanak), bagi batita dan balita terlantar yang muridnya dari panti asuhan Yayasan Sayap Ibu dan anak sekitar panti asuhan. b) Pendidikan bagi pengasuh/pramubalita. Dalam usahanya membantu para ibu dalam merawat anak dan memenuhi pengasuh bayi di panti, Yayasan Sayap Ibu menyelenggarakan kursus untuk pramusiwi atau perawat bayi yang sekaligus menunjang program pemerintah dalam meningkatkan usaha peyelenggaraan pendidikan luar sekolah. c) Bimbingan bagi mahasiswa/mahasiswi SI, S2, dan AKPER. d) Pelatihan untuk anak-anak sekolah dalam program kegiatan bakti sosial. 2) Kegiatan Non-rutin a) Menyelenggarakan seminar bagi masyarakat. b) Mengadakan bakti sosial untuk berbagi dengan para korban banjir, kebakaran dan keluarga miskin. c) Mengadakan kerjasama dengan media melalui tayangan, artikel, serta himbauan kerjasama dalam pelayanan balita terlantar. 43 d) Memberikan penyuluhan mengenai balita terlantar, peraturan/perundang-undangan usaha kesejahteraan anak dan konvensi PBB tentang hak anak. Pengurus Yayasan Sayap Ibu Cabang Jakarta dilengkapi dengan konsultan/petugas profesi bidang: 1. Kesehatan: a) Dokter Umum b) Dokter Anak c) Neurolog d) Perawat e) Fisioterapis dan Bina Wicara 2. Pendidikan: a) Psikolog b) Guru berpendidikan khusus 3. Panti: a) Pekerja Sosial b) Administrasi 8. Pendanaan Yayasan Sayap Ibu Untuk menyelenggarakan usaha, Yayasan Sayap Ibu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana terbesar diperoleh dari sumbangansumbangan masyarakat. Selain itu juga diperoleh bantuan dana dari : a. Pemerintah Pusat (Kementrian Sosial) b. Pemerintah Daerah (Dinas Sosial) c. Yayasan Dharmais 44 d. Pihak-pihak swasta lainnya. Selain dana, juga diperoleh sumbangan spontan dari masyarakat berupa materi, makanan dan barang. Seluruh bantuan yang diperoleh digunakan untuk membiayai Yayasan. Pembiayaan terbesar yayasan adalah untuk biaya hidup anak, perawatan kesehatan (termasuk tindakan operasi) dan biaya hidup anak, operasional pengasuh atau pembantu perawat dan staf. Yayasan Sayap Ibu memberikan pertanggungjawaban mengenai tugas dan keuangan kepada Dewan Pengawas Yayasan Sayap Ibu, instansi pemerintah yang bersangkutan dan kepada masyarakat. 9. Sarana dan Pra Sarana Yayasan Sayap Ibu mempunyai dua lantai yaitu sebagai berikut : Lantai I Untuk kegiatan Panti dan Perkantoran TBS- 1 Ruang Isolasi, Ruang Begonia (untuk bayi usia 0-1 tahun), Ruang Karantina (bayi baru terdiri dari, ruang speech terapi dan ruang fisioterapi ruang perkantoran, di dalamnya terdapat kepala panti, kordinator panti, sekretaris dan seorang peksos, dan dapur susu, gudang dapur (gudang makanan), ruang pengurus bendahara, toilet umum, ruang anyelir (usia 3-8 tahun) di pertengahan lantai bawah terdapat taman bermain anak-anak. Lantai II Untuk kegiatan Perkantoran Karyawan/karyawati dan gudang : Yayasan dan Asrama 45 Ruang Konseling, Ruang Sekretariat, Ruang Pengurus, Ruang BPA, Aula, Kamar Arsip, Gudang Mainan, Kamar Karyawan, Toilet Karyawan, Ruang Logistic 1 (makanan bayi), Ruang Logistic II (perlengkapan bayi), Toilet Karyawan, Kamar Karyawati A, Kamar Karyawati B, Ruangan Belajar untuk Anak SD, Toilet, Mushola, Kamar Pengurus, Kamar Karyawati.34 10. Data Anak Asuh dan Karyawan Secara Keseluruhan jumlah anak di Yayasan Sayap Ibu sebagai berikut: a. Ruang Anyelir 1) Anak Laki-laki : 8 Anak 2) Anak Perempuan : 5 Anak Tabel 1 Daftar Nama Anak Di Ruang Anyelir Nama Tgl Lahir Tgl Masuk L/P Umur Jaya 24 Juni 2000 28 Juni 2000 L 8 Thn 10 Bulan Vikri 29 Sept 2000 28 Jan 2001 L 8 Thn 7 Bulan Sumbing Mulia 16 Sept 2000 13 Juni 2001 L 8 Thn 7 Bulan Tuna Rungu Joni 16 Juni 2001 3 Sept 2001 L 7 Thn 9 Bulan Oki 10 Okt 2001 5 Feb 2002 L 7 Thn 3 Bulan Ferdi 21 Feb 2002 25 Feb 2002 L 7 Thn 2 Bulan Intan 27 Aprl 2002 6 Agust 2002 P 7 Thn Mira 18 Juli 2002 6 Agust 2002 P 6 Thn 9 Bulan Rachel 29 Sept 2002 26 Nov 2004 P 5 Thn 7 Bulan Hosea 24 Juli 2004 26 Nov 2004 L 4 Thn 9 Bulan Mona 5 Apr 2005 2 Des 2005 P 4 Thn Ody 23 Okt 2005 2 Mai 2005 L 3 Thn 6 Bulan 34 Ibid Ket Palato Schiz Tuna Netra Palato Schiz 46 Sumber : Yayasan Sayap Ibu b. Ruang Cempaka 1) Anak Laki-laki : 9 Anak 2) Anak Perempuan : 1 Anak35 Tabel 2. Daftar Nama Anak di Ruang Cempaka Nama Tgl Lahir Tgl Masuk L/P Umur Ryan 4 Okt 2005 5 Mai 2006 L 3 Thn 6 Bulan Aby 23 Des 2005 2 Mai 2006 L 3 Thn 4 Bulan Wahyu 23 Jan 2006 1 Seot 2006 L 3 Thn 3 Bullan Mardi 16 Mart 2006 21 Sept 2006 L 2 Thn 10 Bulan Haris 22 Juni 2006 4 Sept 2006 L 2 Thn 10 Bulan Irma 30 Juni 2006 P 2 Thn 10 Bulan Okan 9 April 2007 L 2 Thn Axsel 19 Ags 2007 L 1 Thn 8 Bulan 13 Juli 2007 Ket Colostomi Sumber : Yayasan Sayap Ibu c. Ruang Cempaka 1) Anak Laki-laki : 8 Anak 2) Anak Perempuan : 3 Anak Tabel 3. Daftar Nama Anak di Ruang Begonia Nama Tgl Lahir Tgl Masuk L/P Umur Yuda 24 Ags 2007 26 Mart L 1 Thn 8 Bulan Dila 22 Sept 2007 24 Jan 2008 L 1 Thn 7 Bulan Dani 3 Nov 2007 24 Jan 2008 L 11 Bulan Cipto 13 Juli 2008 31 Des 2008 L 9 Bulan Bagas 22 Ags 2008 L 8 Bulan Vadindza 22 Des 2008 L 4 Bulan 35 Data tabel diatas di dapat saat praktikum di Yayasan Sayap Ibu Ket Atrofi Otak 47 Kesya 2 Mar 2009 16 Mar 2009 P 2 Bulan David 27 Mar 2009 7 Apr 2009 L 1 Bulan Anton L Vicky 29 Mai 2008 31 Des 2008 L 11 Bulan Sumber : Yayasan Sayap Ibu Jumlah : 34 Orang Anak Catatan : Tanggal masuk yaitu tanggal dimana Anak pertama klien di YSI Umur yang di maksud yaitu umur anak saat ini36 Jumlah karyawan Yayasan Sayap Ibu pertahun 2010 sebanyak 70 Orang terdiri dari karyawan ekstern tidak menginap di dalam dan karyawan intern yang menginap di dalam. Dan jumlah perawat berjumlah 24 Orang. d. Data Karyawan 1) Karyawan Rumah Tangga a) Dapur :3 b) Cleaning Service :3 c) Laundry :4 d) Taman :1 e) Rumah Tangga :3 2) Bagian Perawat a) Ketua Perawat 36 Ibid :- b) Asisten Ketua Perawat :1 c) Pengasuh : 24 d) Karyawan Intern : 37 48 e) Karyawan Ekstern : 18 Jumlah : 94 Orang 11. Mekanisme Penerimaan dan Pelepasan Anak a. Penerimaan Anak/Anak Serahan ( 0-5 Th ) Asal Usul: 1) Dari rumah sakit dan rumah 2) Rumah sakit di Jakarta dengan YSI cabang Jakarta antara lain: a) RS. Cipto mangunkusumo (RSCM) b) RS. Persahabatan Rawamangun c) RS. Jakarta d) RSUD. Tarakan e) RS. Fatmawati f) Dan lain-lain 3) Serahan langsung orang tua yang sebagian besar oleh karena hasil perkawinan di luar nikah, selain itu karena mengalami kesulitan ekonomi. 4) Ditemukan di sembarang tempat dengan disertai berita acara dari polisi. Anak yang diterima di YSI Cabang Jakarta ada yang nomal dan ada yang mengalami kelainan fisik dan mental. Yang normal akan ditingkatkan pertumbuhannya dengan pemberian vitamin, diberikan pelatihan dan pendidikan sesuai usianya. Anak dengan kelainan fisik dan mental (dengan pertumbuhan khusus) akan diberikan stimulan agar tumbuh kembangnya maksimal sesuai dengan kemampuannya. 49 b. Melengkapi Data Anak Pada saat anak diterima belum mempunyai data lengkap, maka akan dilakukan adalah: 1) Mengirimkan pekerjaan sosial untuk mengunjungi atau mencari orang tua anak, di manapun mereka berada. 2) Mengiklankan 3 hari berturut-turut selang 10 hari. a) Apabila orang tua/ibu kandung sudah ditemukan, YSI akan mengupayakan agar dapat kembali ke keluarga. b) Apabila orang tua/ibu kandung tidak ditemukan, dan iklanpun tidak terjawab, maka anak menjadi anak Yayasan dan dapat dicarikan orang tua angkat. c. Pengangkatan Anak 1) Pemohon diwajibkan untuk datang berkonsultasi dengan pengurus bagian pengangkatan anak sesuai ketentuan persyaratan dasar. 2) Setelah terpenuhi dokumen-dokumen yang harus delengkapi, pemohon dianggap resmi sebagai pemohon pengangkatan anak. 3) Apabila sudah ada bayi yang sesuai dengan permohonan yang bersangkutan, maka akan diadakan 4) kunjungan rumah (home visit I) untuk intercontry dilaksanakan oleh Peksos Kemensos dan Peksos YSI. Untuk domestic oleh Peksos Dinsos dengan Peksos YSI Cabang Jakarta. 50 d. Jaringan Kerjasama yang Dilakukan Sampai Kini: 1) Dalam Negeri a) Kementran Sosial b) Dinas Bintal dan Kesos c) Dinas Pendidikan d) Departemen Kehakiman Hukum dan Ham 2) Departemen Luar Negeri a) Pengadilan negeri b) Komnas Perlindungan Anak (KPAI) c) Dinas Kesehatan d) Departemen Agama e) Mahkamah Agung e. Proses Pengangkatan Anak Gambar 1 Calon Orang Tua Angkat YSI (Yayasan) Sayap Ibu) Wawancara Pengumpulan surat/dokumen Departeman Sosial/Dinas Sosial Izin pengangkatan anak Sidang tim PIPA Sidang pengangkatan anak Surat keputusan pengangkatan anak Kunjungan Rumah Penempatan anak (asuhan keluarga) Kurang lebih 6 bln Kunjungan rumah 2 51 B. TEMUAN Sebelumnya penulis akan terlebih dahulu membahas dua informan yang akan menjadi sumber dari skripsi ini. Yaitu dua anak yang terlantar yang berada di Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang keduanya sudah memasuki bangku sekolah dasar (SD). 1. Vikri (Klien A) Nama : Vikri Tanggal Lahir : 29 September 2000 Tanggal Masuk Yayasan : 28 Januari 2001 Umur : 9 tahun Fisik Badan : Tinggi, rambut hitam lurus, kulit sawo matang, memiliki kecacatan (sumbing) Psikis : Sopan, memiliki sikap lebih dewasa dibandingkan dengan anak yang lain, pendiam dan penurut.37 Klien A adalah salah satu anak terlantar yang berada di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Ia diterlantarkan oleh orang tuanya saat ia masih bayi, selama di Yayasan ia dirawat sebagaimana seperti dengan anak-anak yang lain yang telah terlebih dahulu berada di sana. Saat klien A diberikan ke Yayasan ia sudah memiliki kecacatan yaitu sumbing di bibir. Ia pernah di operasi sumbingnya karena kesulitan saat makan. Di Yayasan klien A dibesarkan dan diperlakukan seperti anak-anak yang lain, bahkan ia juga disekolahkan sampai saat ini yaitu kelas empat SD (sekolah dasar) di Sekolah Dasar Negeri 01 Cipete. Setelah klien A 37 Observasi 52 duduk di bangku sekolah dasar ia dipindahkan di Yayaysan Sayap Ibu Cabang Cirende, karena ia sudah besar dan yang berada di Barito hanya anak-anak balita. Kegiatan hari-hari klien A selama di Yayasan ialah bangun pagi jam 04:30 lalu sholat berjamaah dengan pengurus dan teman di Yayasan, mandi, sarapan dan berangkat sekolah jam 05:30 . Klien A berangkat ke sekolah bersama temanteman yang berada di Yayasan yang dijemput oleh supir Yayasan. Setelah selesai sekolah klien A terlebih dahulu ke Yayasan Barito untuk sholat, makan dan belajar sampai jam 16:00 sore, lalu ia kembali ke Yayasan Cirendeu untuk istirahat, makan malam, sholat, tidur dan meneruskan aktivitasnya sampai hari Sabtu. Berbeda dengan hari libur yaitu hari Minggu, di hari Minggu seperti biasa ia bangun pagi, sholat, mandi dan sarapan, setelah itu ia diberikan kebebasan untuk bermain, berolahraga, dan istirahat.38 2. Joni (Klien B) Nama : Joni Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal Lahir : 16 Juni 2001 Tanggal Masuk Yayasan : 3 September 2001 Umur : 9 tahun Fisik Badan : Tinggi, rambut hitam lurus, kulit putih Psikis : Manja, suka bercanda, banyak bicara39 Sebagaiman dengan klien sebelumnya, Joni adalah salah satu anak terlantar yang berada di Yayaysan Sayap Ibu Barito. Ia diterlantarkan oleh orang tuanya saat ia masih bayi, selama di Yayasan ia dirawat seperti anak-anak yang 38 39 Wawancara pribadi dengan Pak Samsul Hadi pada tanggal 14 November 2010 Observasi 53 lain yang telah terlebih dahulu berada di sana. Berbeda dengan klien A sebelumnya, klien B tidak memiliki kecacatan yang diderita oleh klien A (Vikri). Di Yayasan klien B dibesarkan dan diperlakukan seperti anak-anak yang lain, bahkan ia disekolahkan sampai saat ini yaitu kelas tiga SD (sekolah dasar) di Sekolah Dasar Negeri 01 Cipete. Setelah klien duduk di bangku sekolah dasar ia dipindahkan di Yayasan Sayap Ibu Cabang Cirende, karena ia sudah dewasa dan yang berada di Barito hanya anak-anak balita. Kegiatan keseharian klien B selama di Yayasan ialah bangun pagi jam 05:00 lalu mandi, solat berjamaah dengan pengurus dan teman di Yayasan, sarapan dan berangkat sekolah jam 05:30. Klien B berangkat sekolah bersama teman-teman yang berada di Yayasan yang dijemput dengan supir Yayasan. Setelah pulang sekolah jam 12:00 klien terlebih dahulu ke Yayasan Barito untuk sholat, makan, sedangkan hari Senin dan Jumat belajar orgen, sampai jam 16:00 sore, lalu ia kembali ke Yayasan Cirende untuk istirahat, makan malam, sholat, tidur dan meneruskan aktivitasnya sampai hari Sabtu. Berbeda dengan hari ia libur yaitu hari Minggu, di hari Minggu seperti biasa ia bangun pagi, sholat, mandi dan sarapan, setelah itu ia diberikan kebebasan untuk bermain, berolahraga, istirahat.40 C. ANALISIS Pada bab ini penulis akan membahas tentang psikososial anak yang terlantar di Yayasan Sayap Ibu, dengan cara menggabungkan dan mengkaji antara temuan hasil observasi, wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dan dengan teori-teori yang telah dijelaskan di bab II sebelumnya. Dari 40 Wawancara pribadi dengan Pak Samsul Hadi pada tanggal 14 November 2010 hasil 54 penelitian, penulis mendapatkan beberapa hal mengenai Yayasan Sayap Ibu dalam membantu psikososial anak terlantar terutama anak yang sudah duduk di bangku sekolah dasar (SD). Serta faktor pendukung dan penghambat Yayasan Sayap Ibu dalam membantu psikososial anak terlantar di Yayasan, baik dari segi subyeknya maupun dari segi obyek penelitian sebagai upaya yang dilakukan oleh Yayasan untuk anak-anak yang duduk duduk di bangku sekolah dasar yang berada di Yayasan Sayap Ibu. 1. Analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta Seperti yang kita ketahui psikososial menggambarkan satu hubungan saling mempengaruhi yakni efek psikologi dan sosial. Hubungan ini bersifat dinamis, terkadang ada dominasi hubungan dari keduanya. Dalam satu waktu, efek psikologi lebih besar pengaruhnya terhadap lingkungan sosial, begitupun sebaliknya. Menurut Emile Dukem seorang sosiolog mengatakan : “From this facts it follow that each society sets up a ceretain ideal man of what he should be, as much from this intellectual point it become differentiated according to the particular meilleux every society certain in its structure”. “Fakta-fakta menunjukan bahwa setiap masyarakat membentuk suatu gambaran mengenai manusia yang ideal yang dicita-citakan, yaitu bagaimana seharusnya manusia menjadi apa yang sebaiknya, baik dari segi intelektual, maupun dari segi fisik dan moral. Citra ini sampai pada tertentu akan sama bagi semua warga masyarakat, tetapi di luar tingkat tertentu itu dapat terjadi perbedaan sesuai dengan lingkungan khusus yang terdapat dalam struktur masyarakat tersebut.”41 Terkait dengan kebutuhan psikologi, penulis akan menggambarkannya sebai berikut: 41 Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT. Remaja Rodaskarya, 1995, hal 18 55 a. Berpikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis setidaknya terdapat gambaran mengenai proses berpikir dan merasa atas dirinya (anak). Pada proses berpikir terlihat dalam kemampuan mengedintifikasi diri, yaitu anak mampu menjawab pertanyaan perihal identitas diri seperti nama, umur, kelas berapa, hobi, hal yang tidak suka dan disukai. Hal ini di utarakan klien saat wawan cara pribadi yaitu: “(Nama ade siapa?)Vikri..(Umur nya berapa tahun?)9 tahun..(Hobinya apa?)Berenag..”42 Sementara mengenai merasa atas dirinya tergambar dalam pernyataan atau sikapnya. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan penulis yaitu anak merasa dirinya agresif (nakal, mendominasi terutama dengan lawan main yang secara fisik lebih lemah dengan temannya). Kemudian berbeda dengan anak kedua yang penulis wawancara dan amati, ia lebih dewasa walupun dirinya memilik katareristik yang sama (umur) hal itu bisa dilihat dari sikap dirinya terhadap persoaalan yang dihadapinya, yaitu memberikan nasehat atau teguran kepada teman-temannya yang berbuat salah. Begitu juga yang di utarakan klien dalam wawancara mengenai dirinya yaitu: “(Kamu katanya bandel ya?)Iya..(Kenapa emang?)Suka berantem-beranteman.. 42 Wawancara Pribadi dengan Vikri dan Joni tanggal 14 November 2010 56 b. Berfikir dan merasa mengenai keamanan dirinya dan orangorang yang bermakna baginya Berdasarkan pengamatan yang penulis amati secara umum mereka merasa nyaman dan aman tentang dirinya selama di yayasan. Hal ini terbukti dari hasil identifikasi penulis terhadap anak dalam hal berpikir tentang orang lain dan keamanan dirinya, yaitu anak mampu menjawab dirinya memiliki teman baik, mampu menilai temannya baik atau tidak, kenyamanan dengan seseorang baik laki-laki ataupun perempuan, dan kenyamannya salama tinggal di yayayasan. Hal ini diutarakan klien saat diwawancara yaitu: “(Kamu punya teman deket?)Punya..(Namanya siapa?)Akbar..(Punya temen diluar Yayasan ga?)Ga punya..(Sukanya punya temen perempuan apa laki-laki?)Lakilaki..(Ade suka ga berada di Yayasan?)Suka..(Kenapa suka tinggal di Yayasan?)Banyak temen-temen, rame, makanannya enakenak..”43 c. Hubungan anak dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya Untuk hubungan dengan orang lain dari kedua anak memberikan informasi yang berbeda. Dari hasil wawancara salah satu anak mengatakan lupa dengan nama ketua Yayasan, dari hal ini penulis merasa penting untuk dilakukan penelusuran mengenai sebabnya. Dari penelusuran ini diketahui bahwa salah satu anak ini dekat dengan ketua Yayasan, sehingga memberikan kesimpulan sementara bahwa tidak semua anak mengetahui nama ketua 43 Wawancara Pribadi dengan Vikri dan Joni tanggal 14 November 2010 57 yayasan. Salah satu anak memiliki tingkat keaktifan yang berbeda dengan anak yang lain. Vikri “(Kalu di Yayasan suka bermain apa?)Ayunan..(Sama siapa aja?)Rame-rame..(Seringnya sama siapa?)Odi..(Kenal ga sama pengasuh Vikri?)Kenal..(Namanya siapa pengasuhnya?)Bu Umi, Pak Hadi Pak Dapit..Pengasuhnya baik ga?)Baik..(pernah di ajak kerumah saudara pengasuh ga?)Ga..(Kalu sama ketua Yayasan tau ga?)Ga..” Joni “(Kalu di Yayasan suaka main apa?)Bola..(Sama siapa aja?)Bapak Bimo, Bapak Raming, Bapak Ace..(Paling deket sama siapa?)Abi..(Kenal ga sama pengasuh?)Kenal..(Siapa?)Pak Dapit, Pak Hadi..(Pengasuhnya baik ga?)Baik..(Pernah di ajak ke rumahsaudara pengasuh ga?Ga..(Kalau sama ketua yayasan siapa si?)Bu Lili..(Deket ga?)Deket..”44 d. Pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap kejadiankejadian di sekitarnya Dari hasil pengamatan penulis dan amati bahwa dari hasil wawancara yang telah dilakukan, kedua anak ini mengutarakan jawaban yang berbeda tentang kejadian-kejadian yang dialami di sekitarnya. Namun keduanya memiliki kesamaan, yaitu tidak pernah keluar lingkungan yayasan, selain untuk pergi sekolah. Dari data tersebut, maka penulis merasa penting melakukan pengecekan terhadap pihak yayasan. Yaitu: Vikri “(Ade betah ga tinggal di Yayasan?Betah..(Kenapa?)Rame, banyak temen-temen..(Tempat tidur ade enak ga?)Empuk..(Disini makanannya enak ga?)Enak..(Tempat belajarnya enak ga?)Enak..(Suka main keluar Yayasan ga?)Ga..(Kalu belajar 44 Wawancara Pribadi dengan Vikri dan Joni tanggal 14 November 2010 58 enakan di Barito apa di Cirendeu?)Enak dua-duanya..(Kalu makan enakan di Cirendeu apa di Barito?)Dua-duanya enak..” Joni “(Ade betah ga tinggal di Yayasan?)Betah..(Kenapa?)Enak, dingin ada ac..(Tempat tidurnya enak ga?)Enak..(Makanannya enak ga?)Enak..(Tempat belajarnya nyaman ga?)Nyaman..(Suka main ke luar Yayasan ga?)Ga..(Kalu belajar enakan di Cirendeu apa di Barito?)Dua-duanya enak..(Kalu makan enakan di Cirendeu apa di Barito?)Dua-duanya enak..”45 e. Pemahaman terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya. Dari jawaban-jawaban yang diutarakan kedua anak secara umum berbeda, hal ini dapat dilihat dari mengetahui atau tidak mengenai kejadian-kejadian di sekitar lingkungannya. Selain itu juga melalui kesan-kesan tentang kejadian itu. Hal ini di utarakan klien saat diwawancara yaitu: Vikri “(Disini kalu ujan banjir ga?)Ga..(Temen ade pernah ada yang pergi ga?)Ga ada..(Waktu kejadian situ gintung tau ga?)Tau..(Ngeliat langsung ga?)Ga..(sedih ga ngeliat korban situ gintung?)Sedih..(Kenapa?)Karena banyak yang meninggal..” Joni “(Disini kalu ujan banjir ga?)Engga..(Temen ade pernah ada yang pergi ga?)Pernah..(Siapa?)Irma..(Terus sedih ga ade?)Ga sedih..(Waktu kejadian situ gintung tau ga?)Tau..(Kalau tau ngeliat langsung ga?)Liat..(Sedih ga ngeliat korban situ 46 gintung?)Sedih..” 2. Tahap Perkembangan Psikososial Klien A dan B Begitu pula yang dikatakan oleh Erik Erikson di dalam sekolah Umur: 6 sampai 12 tahun “During this stage, often called the Latency, we are capable of learning, creating and accomplishing numerous new skills and knowledge, thus developing a sense of industry. This is also a very social stage of development and if we experience unresolved feelings of 45 46 Wawancara Pribadi dengan Vikri dan Joni tanggal 14 November 2010 Wawancara Pribadi dengan Vikri dan Joni tanggal 14 November 2010 59 inadequacy and inferiority among our peers, we can have serious problems in terms of competence and self-esteem. As the world expands a bit, our most significant relationship is with the school and neighborhood. Parents are no longer the complete authorities they once were, although they are still important.” “Selama tahap ini, sering disebut Latency, kita mampu belajar, menciptakan dan menyelesaikan berbagai keterampilan baru dan pengetahuan, dengan demikian mengembangkan rasa industri. Ini juga merupakan tahap yang sangat sosial dari pembangunan dan jika kita mengalami perasaan yang belum terselesaikan tidak mampu dan rendah diri di antara rekan-rekan kita, kita dapat memiliki masalah serius dalam hal kompetensi dan harga diri. Ketika dunia mengembang sedikit, hubungan kita yang paling signifikan adalah dengan sekolah dan lingkungan. Orang tua tidak lagi otoritas dulu, meskipun mereka masih penting.” Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa selama masa anak 0-12 tahun terjadi perubahan-perubahan yang dramatis, baik dalam fisik maupun dalam kognitif. Perubahan-perubahan secara fisik dan kognitif tersebut, ternyata berpengaruh terhadap perubahan dalam perkembangan psikososial mereka. Begitu pula yang di alami oleh klien A bahwasanya ia telah mencapai tahapan ini yang sesuai dengan teori yang di ungkapkan di atas, klien A lebih cenderung memiliki sikap dewasa dibandingkan dengan teman-temannya apabila temannya sedang melakukan perbuatan yang salah klien A langsung menegur dan memberikan arahan bahwasanya perbuatan tersebut tidak baik dan tidak boleh dilakukan. Begitu yang di ungkapkan dalam wawancara Ibu Rini: “Apa bila anak-anak sedang bercanda kelewatan Joni atau Jaya, si Vikri langsung menegurnya. Dan langsung memberikan arahan bahwa perbuatannya ga baik dan ga boleh dilakukan”.47 Tetapi hal ini berbeda dengan Joni yang memiliki fisik yang normal, ia cenderung lebih bersifat seperti anak-anak yang seringkali hanya bercanda dan 47 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 25 November 2010 60 bermain, dan kurangnya sikap kedewasaan diri. Hal ini di ungkapkan oleh Ibu Rini: “Seringkali Joni bila ditanya sesuatu hal yang salah ia menjawabnya malah dengan cara tertatawa(cengingisan) dan terkadang hanya diam.”48 Maka dapat disimpulkan bahwa klien A memiliki sikap yang lebih dewasa dibandingkan denga klien B yang masih memiliki sikap kekanak-kanakan. Hal ini terbukti bahwa Klien A lebih cepat memiliki masa perkembangan di bandingkan dengan klien B. 3. Faktor pendukung dan penghambat perkembangan psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. a. Stimulasi Berdasarkan data yang penulis kumpulkan, secara umum sisi fasilitas yang dimiliki oleh yayasan kurang mencukupi untuk aktifitas anak-anak melakukan kegiatan. “Kekurangan fasilitas yang memadai seperti tempat olahraga."49 Begitu pula yang dipakai oleh penelit dalam mendapatkan data-data yang akurat, maka peneliti memakai teknik triangulasi sumber untuk mendapatkan data yang absah antara dua hasil wawancara yang di mana dua-duanya sama yaitu kurangnya fasilitas olah raga bagi anak-anak. Sedangkan Bapak Samsul Hadi berpendapat sama dengan Ibu Rini yaitu sebagai berikut : “Tempat di yayasan memiliki halaman yang luas, tetapi tidak dilengkapi dengan fasilitas olah raga untuk anak-anak bermain.”50 48 49 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 25 November 2010 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 25 November 2010 61 Pendapat lain juga diungkapkan oleh ibu Rini Soeroso tentang faktor penghambat bahwa : “Kurangnya fasilitas yang memadai seperti tempat-tempat bermain untuk anak-anak dan tempat olah raga di Yayasan.” 51 Begitu juga dengan hasil analis yang didapatkan bahwa faktor kecacatan fisik dalam klien A dapat mempengaruhi dalam perkembangan psikososial dalam dirinya. Ia merasa dirinya seperti kurang percaya diri dan pemalu. Dalam pandangannya mengenai kondisi permasalahan disimpulkan bahwa cri-ciri anak pemalu memiliki sifat yaitu: Salalu menolak berkumpul dalam kegiatan yang melibatkan anak-anak sebayanya. Tidak pandai bergaul karena kurangnya bahan pembicaraan dengan teman-temannya. Sering menjadi korban ejekan anak-anak lain. Lebih suka menyendiri Selalu tampak khawatir dan kurang bahagia. Selalu lengket pada Ibunya.52 b. Motivasi dalam mempelajari sesuatu Hal ini dapat terbukti bahwa klien A pernah didapatkan saat klien disuruh tampil pertama bernyanyi di suatu acara ia merasa dirinya kurang percaya diri. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Rini : 50 Wawancara Pribadi dengan Bapak Samsul Hadi tanggal 14 November 2010 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 1 Desember 2010 52 Majalah ayahbunda “Kesehatan & Prilaku anak usia Sekolah (6-12 tahun)” 51 62 “Waktu itu pernah ada undangan acara yang melibatkan anak-anak Yayasan untuk tampil bernyanyi, dan Vikri di berikan kepercayaan untuk tampil pertama. Tetapi ia tidak mau dan menyuruh temannya saja yang tampil bernyanyi terlebih dahulu.”53 Begitu jaga dengan tidak adanya orang tua kandung (asli) dalam diri nya, ia pernah di ejek oleh teman-temannya di sekolah karena ia tidak memiliki orang tua kandung. Hal ini di ungkapkan oleh Ibu Rini. “Sewaktu di sekolah Vikri pernah diejek oleh temantemannya Mas, dan ia bilang kepada saya bahwa ia diejek karna tidak memiliki orang tua karena tinggal di Yayasan, hal ini membuat Vikri merasa malu untuk bermain dengan teman-temannya. Lalu saya ke sekolahnya untuk menasehati anak dan orang tua anak tesebut, bahwa anak-anak di Yayasan memiliki orang tua yaitu saya (Ibu Rini) Bapak dan Ibu yang berada di Yayasan Sayap Ibu.”54 c. Pola asuh dan kasih sayang dari orang tua (pengasuh) Materi yang tersedia di Yayasan tersebut, penulis melihat sumber daya yang tersedia di Yayasan kurang cukup memadai. Hal ini terbukti dari kurangnya jumlah pengasuh di Yayasan tersebut, sehingga pemberian kasih sayang terhadap mereka terpeceh dan tidak terfokus baik dalam bermain atau sedang belajar. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Rini : “Kurangnya pendamping untuk para anak dan khususnya anak cacat.”55 Begitu juga yang dikatakan dengan Dokter Yahya selaku relawan di Yayasan. “Kurangnya kasih sayang untuk anak-anak.”56 53 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 1 Desember 2010 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 1 Desember 2010 55 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 1 Desember 2010 54 63 d. Ilustrasi Gambar Klien A Gambar 2 Gambar 2 TEMAN AKBAR PENJAGA PENELITI SUPIR KETUA YAYASAN OB Low emotional link Weak emotional link Strong emotional link Very strong emotional link KLIEN A Dari ilustrasi gambar A dapat disimpulkan bahwa klien A memiliki very strong emotional link (hubungan emosional yang sangat kuat) dengan pengasuh 56 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 1 Desember 2010 64 yaitu Pak Hadi57. Karena ia sering diajak berpergian apabila ada suatu acara di luar yayasan. “Vikri sering saya ajak pergi keluar Yayasan apabila ada acara diluar, seperti kondangan atau arisan keluarga. Karena ia lebih pendiam dan penurut di bandingkan dengan anak-anak yang lain yang berada di Yayasan.”58 Begitu pula klien A memiliki strong emotional link (hubungan emosional yang kuat) dekat dengan teman-teman di Yayasan, karena setiap hari klien A bertemu dengan mereka, bermain bersama, belajar bersama, makan bersama dan tidurpun bersama teman-temannya di Yayasan Sayap Ibu. Selain dengan teman-teman, klien juga memiliki weak emotional link (hubungan emosiaonal yang lemah). Dengan penjaga di yayasan yaitu Pak Hadi, karena Pak Hadi selalu berada di dekat pintu masuk yayasan dimana anak-anak yayasan sering berbincang-bincang dengan Pak Hadi setelah ia pulang sekolah, sambil menunggu makan dan belajar di Yayasan Barito. “Waktu itu pernah saya sedang minum vitamin yang berbentuk cair, disitu ada anak-anak yang sedang melihat dan saya menawarkan minuman itu dengan anak-anak siapa yang berani meminumnya. Hanya Vikri saja yang tidak mau meminum vitamin itu, mungkin karena merasa asing dengan minuman yang baru ia lihat”59 Sedangkan low emotional link (hubungan emosional yang rendah) yang penulis lihat yaitu klien A bersikap biasa saja dengan supir, ketua yayasan, OB (office boy) dan peneliti sendiri. Karena klien A lebih dekat dengan orang yang ia sudah kenal lebih dahulu dan dapat dipercayainya. Dari uraian di atas yang peneliti menyimpulkan, bahwa klien tidak bisa langsung menerima sesuatu yang baru ia lihat atau kenal. 57 Hartman.” Ecomap" dari http://en.wikipedia.org/wiki/Eco-map Wawancara Pribadi dengan Bapak Samsul Hadi tanggal 14 November 2010 59 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 25 November 2010 58 65 e. Ilustrasi Gambar Klien B Gambar 3 Gambar 3 TEMAN Analisis Kasus bel Rangkuman AKBAR PENGASUH PENELITI SUPIR KETUA YAYASAN OB Low emotional link Weak emotional link Strong emotional link Very strong emotional link KLIEN B Begitu pula dengan klien (B) dapat disimpulkan dari gambar 3 bahwa klien B juga memiliki data yang mirip dengan klien (A). Klien B memiliki very 66 strong emotional link (hubungan emosional yang sangat kuat) dengan Akbar yaitu teman satu yayasan, Akbar juga teman satu kelas saat klien B di sekolah. Strong emotional link (hubungan emosional yang kuat) klien B juga terjadi dengan teman-teman di Yayasan, karena kesehariannya ia bertemu dengan teman satu Yayasan dan melakukan aktivitas kesehariannya bersama, seperti bermain, makan, tidur, dll. Weak emotional link (hubungan emosional yang lemah) yang dimiliki oleh klien B ialah terhadap pengasuh di Yayasan tersebut yaitu, mungkin karena pengasuh berperan sebagai pengganti orang tua yang memberikan kasih sayang bagi anak-anak dan memberikan segala kebutuhan yang dibutuhkan bagi anak tersebut. Selama penulis melakukan penelitian klien B juga memiliki low emotional link (hubungan emosional yang rendah) dengan supir Yayasan yang kesehariannya menjemput dan mengantar pulang saat klien pulang sekolah, ketua Yayasan yang sesekali memantau aktivitas klien selama di Yayasan dan penulis sendiri yang sudah lama mengenal saat menjalani praktikum dua di Yayasan dan melakukan penelitian skripsi ini. Tabel 4 Rangkuman Analisis Kasus Kasus A Fisik Tidak Normal (memiliki sumbing) Psikis Pendiam Sosial Pasif (kurang percaya diri karena memiliki kekurangan 67 fisik) B Periang Normal Aktif (sering bermain dengan teman-teman di Yayasan) Kasus Fisik Tinggi A Kulit Sawo Matang Rambut Hitam Lurus Memiliki Kecacatan Psikis Sopan Memiliki Sikap Lebih Dewasa Sosial Pasif (selain kurang percaya diri pada dirinya (kekurangan Pendiam dan fisik: sumbing), dari Penurut hasil wawancara dan observasi anak (sumbing) tersebut malas dan mulai menyadari dirinya tidak memiliki orang tua asli) B Tinggi Kulit Putih Rambut Hitam Lurus Manja Suka bermain dengan Suka Bercanda dan teman-temannya di Banyak Berbicara Yayasan, apabila ia sedang bermain sepak bola ia sangat bersemangat sekali karena sepak bola adalah hobinya yang ia sukai. Sumber Wawancara Observasi Studi dokumentasi 68 Dari kedua gambar diatas dapat disimpulkan bahwa anak akan berkembang tergantung dengan banyaknya stimulasi yang ia dapatkan begitu juga yang di katakan oleh Kementerian Sosial yang penulis dapatkan yaitu anak yang mendapat stimulasi atau rangsangan yang terarah dan teratur akan lebih cepat mempelajari sesuatu karena lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang tidak mendapatkan banyak stimulasi anak akan berkembang pola-pola berpikir, merasakan sesuatu, dan bertingkah laku, bila banyak diberi rangsangan yang berupa dorongan dan kesempatan dari lingkungan sekitarnya. Walaupun mungkin anak ada yang berbakat, namun bila lingkungannya tidak mendukung, potensinya untuk berkembang pun dapat terhambat. Sebaliknya, bila anak yang belum terlihat potensi pada dirinya, namun rangsangan dan kesempatan bereksplorasi diberikan secara maksimal dan sesuai dengan kebutuhan usianya, maka anak tersebut dapat berkembang jauh lebih baik.60 Baik manusia dan struktur sosial dikonseptualisasikan secara lebih kompleks, lebih tak terduga, dan aktif jika dibandingkan dengan perspektifperspektif sosiologis yang konvensional. Individu-individu yang berinteraksi yang tidak hanya bereaksi, namun juga menangkap, menginterpretasi, bertindak, dan mencipta. Individu bukanlah sekelompok sifat, namun merupakan seorang aktor yang dinamis dan berubah, yang selalu berada dalam proses menjadi dan tak pernah selesai terbentuk sepenuhnya. Individu bukan hanya memiliki pikiran (mind), namun juga diri (self) yang bukan sebuah entitas psikologis, namun sebuah aspek dari proses sosial yang muncul dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial. Selain itu, keseluruhan 60 2004), h.2 Departemen Sosial RI, Standar Rahabilitasi Psikososial Pekerja Migran ( Jakarata: 69 proses interaksi tersebut bersifat simbolik, di mana makna-makna dibentuk oleh akal budi manusia.61 61 Averroes,” Teori Interaksionisme Simboliks” Artikel di atas diakses apada tanggal tgl 15 januari 2011 dari http://www.averroes.or.id/research/teori-interaksionisme-simboliks.html BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Cabang Jakarta. 1. Dari hasil analisis pada psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta terkait dengan kebutuhan psikologi, penulis akan menggambarkannya sebagai berikut yaitu, pertama mengenai cara anak berpikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain, anak mampu menjawab pertanyaan perihal identitas diri seperti nama, umur, kelas berapa, hobi, hal yang tidak suka dan disukai. Anak pertama yang tidak memilik kecacatan merasa dirinya agresif (nakal, mendominasi terutama dengan lawan main yang secara fisik lebih lemah dengan temannya). Kemudian berbeda dengan anak kedua yang memiliki kecacatan, ia lebih dewasa walupun dirinya memilik katareristik yang sama (umur) hal itu bisa dilihat dari sikap dirinya terhadap persoaalan yang dihadapinya, yaitu memberikan nasehat atau teguran kepada teman-temannya yang berbuat salah. Adapun mengenai hubungan anak dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, kedua anak memberikan informasi yang berbeda. Salah satu anak mengatakan lupa dengan nama ketua Yayasan. Dari penelusuran ini diketahui bahwa salah satu 70 71 anak ini dekat dengan ketua Yayasan, sehingga memberikan kesimpulan sementara bahwa tidak semua anak mengetahui nama ketua Yayasan. Salah satu anak memiliki tingkat keaktifan yang berbeda dengan anak yang lain. 2. Hasil analisis dari faktor pendukung dan penghambat analisis psikososial anak terlantar Yayasan Sayap Ibu Jakarta adalah bahwa kerjasama dengan berbagai pihak dan ketersediaan akomodasi menjadi faktor pendukung bagi perkembangan anak di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Dari faktor stimulasi, fasilitas yang dimiliki oleh Yayasan kurang mencukupi untuk aktivitas anak-anak melakukan kegiatan bermain ataupun belajar. Begitu pula dengan motivasi dalam mempelajari sesuatu hal ini dapat dilihat dari kurangnya rasa percaya diri anak karena tidak memiliki orang tua kandung. Dan dengan pola asuh dan kasih sayang dari orang tua (pengasuh), kurangnya jumlah pengasuh di Yayasan tersebut, sehingga pemberian kasih sayang terhadap mereka terpecah dan tidak terfokus baik dalam bermain atau sedang belajar. 72 B. Saran-saran Berdasarkan dari hasil penelitian beserta kesimpulan yang telah dijelaskan dalam skripsi ini, penulis memeliki beberapa saran-saran yang akan di sampaikan oleh Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Saran-saran tersebut diantaranya ialah : 1. Dalam pendidikan belajar sebaiknya anak memiliki pendamping yang tetap agar pengajar dapat mengetahui perkembangan anak tersebut, mempengaruhi konsentrasi belajar anak dengan baik, dan kenyamanan dalam dirinya agar anak-anak dapat menjalani proses belajar atau mengerjakan tugas sekolah dengan baik, khususnya di Yayasan Sayap Ibu Cabang Cirendeu. 2. Tempat atau sarana dan prasarana bermain di tingkatkan, karena permainan itu sendiri mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan psikososial anak dalam kehidupannya yaitu memiliki fungsi kognitif, sosial, dan emosional. Dalam permainan anak dapat berhubungan dengan teman-temannya sehingga proses interaksi sosial mereka dapat terjalin dengan baik. 3. Perlu adanya pengasuhan pelayanan personal bagi anak untuk mempengaruhi psikis, sosial bagi anak-anak yang berada di Yayasan. 4. Harus adanya Case Record (catatan perkembagan kasus) klien untuk pendamping anak-anak dan 5. Pelatihan bagi pendamping di Yayasan Sayap Ibu guna menambah pengetahuan tentang psikososial anak. 73 DAFTAR PUSTAKA Burhan Bugin, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perseda, 2003), cet. Ke-2 Departemen Sosial RI, Standar Rahabilitasi Psikososial Pekerja Migram ( Jakarata: 2004) Elfi Yuliani Rochmah, M.Pd.I, “Psikologi Perkemmbangan”, (Yogyakarta:Teras,2005), cet.1 Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004), cet. IV Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I Khasanah Sya’idah, “Pemikiran Pendidikan Anak” dalam“ Abdullah Nashih „Ulwan”, Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1425 H/2005 M Lexy J. Moeleong, MA, “Metodelogi Penelitian Kualitatif” (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000) Monasse Mallo, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Penerbit Karunika, 1986) M.Natsir, Metode Penelitian (Jakarta:Ghalia Indonesia,1998), Cet. Ke-3 Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992) Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Model Penanganan Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial : Departemen Sosial. Sonapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial; Dasar-dasar dan Aplikasinya, (Jakrta: Rajawali Press, 1992) UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Anak (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet ke-3 Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT. Remaja Rodaskarya, 1995 Artikel Majalah : Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu 2009 Profil Yayasan Sayap Ibu (data praktikum) Majalah ayahbunda “Kesehatan & Prilaku anak usia Sekolah (6-12 tahun)” 74 Internet : Daniel Goleman's “emotional intelligence” http://www.businessballs.com/eq.htm Edi Suharto, Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial, http://www.policy.hu/suharto/modul a/makindo 40.htm Hartman.” Ecomap" dari http://en.wikipedia.org/wiki/Eco-map Jossi.”Perkembangan Psikososial Anak” dari http://jossie08.blog.friendster.com/ pada tanggal 21Maret 2011 http://staff.ui.ac.id/internal/131861375/material/YAYASAN.ppt http://www.diknaspadang.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=13&artid =460 http://www.hukumham.info/data-olahan-datamenu-50/108-yayasan.html 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN