Lucky murdiyono 0851010093 Rumah adat Ponorogo Pembahasan umum dari obyek arsitektural Bentuk bangunan Jawa Timur bagian barat (Ngawi, Madiun, Magetan, dan Ponorogo) umumnya mirip dengan bentuk banngunan jawa tengah (Surakarta). Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo , bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep).Masa kolonialisme Hindia-Belanda juga meninggalkan sejumlah bangunan kuno. Kota-kota di Jawa Timur banyak terdapat bangunan yang di dirikan pada era kolonial, terutama di Surabaya dan Malang. Jawa memiliki berbagai keindahan budaya dan seni yang terintegrasi dengan kehidupan masyarakatnya. berbagai seni tradisi dan budaya tertuang dalam karya karya pusaka masyarakat jawa seperti batik, rumah joglo, keris dan gamelan. karya pusaka seni dan budaya jawa seperti diatas sangat populer dan mendapatkan tempatnya sendiri di hati msyarakat dan wisatawan. Rumah adat Ponorogo mempunyai ciri khas yang sebagian besar sama dengan rumahrumah adat yang ada di Jawa Timur pada umumnya. Tetapi tidak semuanya sama, ada bentuk-bentuk yang mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat Ponorogo. Salah satunya ialah Tumpang Sari yang bersusun tujuh. Hal ini berarti rumah ini dahulunya milik seorang bangsawan. Semakin banyak jumlah Tumpang Sari pada suatu rumah semakin menunjukkan kebangsawanan orang tersebut. Elemen arsitektural makna dan tektonika Masing-masing rumah adat yang ada di Indonesia memiliki ciri-ciri tersendiri, dimana rumah adat Jawa Timur memiliki ciri-ciri bangunan berbentuk persegi panjang. Rumah Joglo mempunyai 16 buah tiang atau kolom sebagai penopang konstruksi atap yang terdiri dari 4 buah “saka guru” dan 12 buah tiang emper, serta mempunyai 5 buah “Blandar Tumpang Sari” lengkap dengan “kendhit”atau “koloran” yang berfungsi sebagai balok penyiku konstruksi utama bangunan tersebut. Bagian luar rumah berlantai keramik dengan nuansa terakota, sedangkan bagian dalamnya diberikan keramik bernuansa putih keabu-abuan agar mengesankan tidak terlalu gelap. Dindingnya di beberapa bagian ada yang diplester dan ada yang tidak diplester. Dinding yang diplester itu untuk menutupi tulang-tulang beton sedangkan yang tidak diplester untuk memberikan kesan natural pada rumah. Ketika memasuki rumah ini dan menuju ruang tamu kita harus menaiki tangga. Pertama kali kita akan disambut oleh sepasang kursi rotan mungil dan meja marmer bundar berada di beranda depan. Setelah melalui teras, kita dapat menuju ruang tamu melalui 3 pintu kayu. Pintu utama ada di tengah sedangkan pintu lainnya ada di kiri kanan pintu utama. Semua perabot rumah terbuat dari kayu-kayu jati senada dengan bentuk dan bahan bangunan. Hiasan di dinding dibuat senada yaitu dengan kayu-kayuan, demikian juga dengan meja, kursi dan perabotan lainnya. Bangunan utama ini pada siang hari pencahayaannya terasa sangat optimal karena ruang luar dan ruang dalam dibiarkan terbuka. Dengan demikian bangunan tersebut menyatu dengan alam sekitarnya. Penerangan pada malam hari banyak memakai lampu-lampu antik dengan cahaya dibuat tidak terlalu terang. Tampak bangunan perpaduan arsitektur bangunan dan taman rumah yang besar, menjadi satu kesatuan yang serasi. Bangunan dilihat dari taman belakang. Tampak pilar-pilar yang menyangga bangunan yang berbentuk joglo. Ruang keluarga. Di atasnya tampak tumpang sari yang menjadi ciri kebangsawanan. Arsitektur di ruang tamu. “Kehangatan” kayu jati menyatu dengan perpaduan temboknya yang dominan natural. Karakteristik Bentuk dan Ruang Bangunan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian sayap kiri, bagian sayap kanan dan bagian tengah sebagai bangunan utama. Di sayap kiri terdapat ruang keluarga dan kamarkamar, di sayap kanan terdapat area servis, sedangkan di ruang utama terdapat ruang umum dan ruang pertemuan keluarga. Ruang utama ini lebih tinggi satu meter dibandingkan dengan bangunan di kiri kanan. Bangunan tengah sengaja dibuat cukup luas dengan bahan bangunan sebagian besar terdiri dari kayu. Tidak mengherankan kalau pada bangunan ini banyak pilarpilar yang menyangga sosok bangunan. Ruang-ruang yang ada di bagian utama ini seolaholah menjadi satu. Pemisahan antar ruang tersebut hanya dilakukan dengan dinding kayu yang tidak penuh dengan membuat lobang-lobang dekoratif, seperti jendela dan pintu yang tidak ada kacanya. Dari sayap kiri dan sayap kanan rumah menuju ruang utama terdapat tangga penghubung. Jadi kesannya ruang yang berada di tengah ini lebih tinggi daripada bangunan yang ada dikiri kanannya. Antar ruang dari rumah ini tidak menggunakan penyekat. Hanya terdapat bukaan-bukaan berupa pintu dan jendela yang tidak ada daunnya. Dengan demikian kesannya menjadi sangat luas. Keunikan dari obyek arsitektur Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep). Rumah Joglo mempunyai 16 buah tiang atau kolom sebagai penopang konstruksi atap yang terdiri dari 4 buah “saka guru” dengan masing masing tiang berukuran (15cm x 15cm) dan 12 buah tiang emper masingmasing berukuran (11cm x 11cm), serta mempunyai 5 buah “Blandar Tumpang Sari” lengkap dengan “kendhit”atau “koloran” yang berfungsi sebagai balok penyiku konstruksi utama bangunan. Selain itu pada bangunan adat jawa juga banyak memiliki filosofi/makna-makna tersendiri. Misal Tumpang Sari, semakin banyak jumlah susunannya maka semakin menunjukan kebangsawaan pemiliknya, saka guru yang melambangkan 4 hakikat kesempurnaan hidup dan juga ditafsirkan sebagai hakikat dari sifat manusia.