BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Protein Protein

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Protein
Protein berasal dari bahasa yunani yaitu proteos, yang bearti yang utama atau
yang di dahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh ahli kimia Belanda, Geraldus Mulder
(1802-1880). Ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap
organisme (Ellya, 2010).
Protein merupakan polimer yang panjang dari asam-asam amino yang
bergabung melalui ikatan peptida. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam
protein adalah karbon 55%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, sulfur 1% dan
kurang dari 1% fosfor (Winarno, 1991; Tarigan, 1983).
2.2 Non Protein Nitrogen (NPN)
NPN merupakan senyawa-senyawa bukan protein yang mengandung nitrogen
seperti asam amino bebas, asam nukleat, amonia, urea, trimetilamina, (TMA),
dimetilamina (DMA), nitrat dan lain-lain. Asam amino bebas yang terdapat dalam
jaringan hidup merupakan hasil residu dari sintesis protein yang tidak rampung atau
kemungkinan dari hasil degradasi dari protein, sedangkan dari asam amino bebas ini
dapat terbentuk senyawa-senyawa NPN lainnya yang merupakan hasil deaminasi atau
dekarboksilasi dari asam amino bebas, yang dikatalis oleh enzim-enzim tertentu (Bell,
1963).
Adanya NPN dalam bahan makanan yang kaya protein perlu diketahui untuk
memberi gambaran nilai gizi yang sebenarnya dari bahan makanan tersebut. Pada
umumnya NPN yang terdapat dalam bahan makanan mentah hanya sedikit
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan kandungan proteinnya. Jadi nilai gizi dari bahan mentah
sebenarnya tidak begitu dipengaruhi oleh adanya NPN tersebut (Tarigan, 1983).
Pada bahan makanan yang telah mengalami perubahan-perubahan baik karena
pengaruh kondisi dari luar ataupun karena proses pengolahannya kemungkinan sekali
NPN-nya semakin bertambah, tergantung pada cara pengolahan yang diterapkan. Hasil
peruraian protein pada proses pengolahan dapat terjadi sampai asam amino bebas yang
tidak mempunyai nilai gizi lagi. Sehingga penentuan kadar NPN dalam bahan makanan
yang telah diproses penting sekali untuk mengetahui nilai gizi yang sebenarnya tersedia
dalam bahan makanan tersebut (Silalahi, 1994).
2.3 Ciri-ciri Molekul Protein
1. Berat molekulnya besar, ribuan sampai jutaan sehingga merupakan suatu makro
molekul.
2. Umumnya terdiri dari 20 macam asam amino.
3. Terdapat ikatan kimia lain yang menyebabkan terbentuknya lengkungan-lengkungan
rantai polipeptida menjadi struktur tiga dimensi protein.
4. Strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor seperti pH, radiasi, temperatur,
medium pelarut organik dan deterjen.
5. Umumnya reaktif dan sangat spesifik, disebabkan terdapatnya gugusan samping
yang reaktif dan susunan khas struktur makromolekul (Ellya, 2010).
2.4 Sifat Protein
1. Denaturasi
Pada umumnya, protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik dari zat
kimia, maka mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan atau modifikasi pada
struktur molekul protein disebut dengan denaturasi. Hal-hal yang menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
terjadinya denaturasi adalah panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan adanya bahan kimia
seperti urea, alkohol, dan sabun. Temperatur merupakan titik tengah dari proses
denaturasi yang disebut dengan melting temperature (Tm) yang pada umumnya protein
mempunyai nilai Tm kurang dari 100ºC, apabila diatas suhu Tm, maka protein akan
mengalami denaturasi. Protein yang mengalami denaturasi akan menurunkan aktivitas
biologinya dan berkurang kelarutannya, sehingga mudah mengendap (Yazid, 2006).
Sketsa proses denaturasi protein dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2.1 Sketsa proses denaturasi protein
2. Ion zwiter dan pH isoelektrik
Larutan asam amino dalam air mempunyai muatan positif maupun negatif
sehingga asam amino disebut ion zwiter. Setiap jenis protein dalam larutan mempunyai
pH tertentu yang disebut pH isoelektrik (berkisar 4-4,5). Pada pH isoelektrik molekul
protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga saling menetralkan
atau bermuatan nol. Pada titik isoelektrik, protein akan mengalami pengendapan
(koagulasi) paling cepat (Yazid, 2006).
3. Sifat amfoter
Universitas Sumatera Utara
Sifat ini timbul karena adanya gugus amino (-NH2 ) yang bersifat basa dan gugus
karboksil (-COOH) yang bersifat asam yang terdapat pada molekul protein pada ujungujung rantainya, maka dengan larutan asam atau pH rendah, gugus amino pada protein
akan bereaksi dengan ion H+, sehingga protein bermuatan positif, sebaliknya dalam
larutan basa gugus karboksilat bereaksi dengan ion OH-, sehingga protein bersifat
negatif. Adanya muatan pada molekul protein menyebabkan protein bergerak dibawah
pengaruh medan listrik (Yazid, 2006).
4. Pembentukan ikatan peptida
Pembentukan ikatan peptida terbentuk karena sifat amfoternya, maka dua
molekul asam amino atau lebih dapat bersenyawa satu sama lain dengan melepaskan
satu molekul air membentuk ikatan antara gugus karboksil (-COOH) asam amino yang
satu dengan gugus amino (-NH2) yang lain disebut dengan ikatan peptida. Senyawa
yang dibentuk oleh 2 molekul asam amino dinamakan dipeptida, 3 molekul dinamakan
tripeptida dan seterusnya sampai yang dibentuk oleh banyak molekul disebut
polipeptida (Poedjiadi, 1994). Pembentukan ikatan peptida dapat dilihat pada Gambar
2.2 berikut ini:
Ikatan peptida
H O
H2N-C- C
R1
Asam amino
H
OH + H-N-C-COOH
H OH H
H2N- C-C-N-C-COOH + H2O
H R2
R1
R2
Asam amino
Dipeptida
Gambar 2.2 Pembentukan ikatan peptida
Universitas Sumatera Utara
2.5 Penggolongan Protein
Protein merupakan senyawa polipeptida yang tersusun dari berbagai jenis asam
amino, sehingga sifat protein juga dapat ditentukan oleh sifat asam amino penyusunnya.
Berdasarkan keanekaragaman penyusun struktur protein, maka penggolongan protein
dilakukan dengan berbagai kriteria sebagai berikut:
A. Berdasarkan bentuk morfologisnya protein digolongkan atas dua golongan
(Budianto, 2009), yaitu:
1. Protein serabut (fibrous protein) yaitu protein yang berbentuk serabut atau
lempengan, terutama disusun oleh polipeptida primer dan sekunder. Contoh protein
serabut adalah kolagen yang terdapat pada tulang rawan, miosin pada otot, keratin
pada rambut, dan fibrin pada gumpalan darah.
2. Protein bulat (globular protein) yaitu protein yang berbentuk bulat atau lonjong,
perbandingan panjang dengan tebal kurang dari 10, tersusun oleh polipeptida struktur
tersier dan kuartener. Contoh protein globular adalah albumin terdapat dalam telur,
susu, plasma dan hemoglobin; globulin terdapat pada otot, serum, kuning telur;
histon terdapat dalam jaringan-jaringan kelenjar timus, pankreas, dan protamin.
B. Berdasarkan kelarutannya dalam air atau pelarut lain, protein digolongkan atas
beberapa golongan (Winarno, 1991), yaitu:
1. Albumin: larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya adalah ovalbamin
(dalam telur), seralbumin (dalam serum), laktalbumin (dalam susu).
2. Skleroprotein: tidak larut dalam pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa, dan
alkohol. Contohnya kolagen (pada tulang rawan), miosin (pada otot), keratin (pada
rambut).
Universitas Sumatera Utara
3. Globulin: tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas. Larut dalam larutan garam
encer, dan dapat mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi (salting out).
Contohnya adalah miosinogen (dalam otot), ovoglobulin (dalam kuning telur),
legumin (dalam kacang-kacangan).
4. Glutelin: tidak larut dalam pelarut netral, tetapi larut dalam asam atau basa encer.
Contonya adalah glutelin (dalam gandum), orizenin (dalam beras).
5. Prolamin (gliadin): larut dalam alkohol 70-80% dan tidak larut dalam air maupun
alkohol absolut. Contohnya adalah prolamin (dalam gandum), gliadin (dalam
jagung), zein (dalam jagung).
6. Protamin: larut dalam air dan tidak terkoagulasi dalam panas.
7. Histon: larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer, dapat mengendap dalam
pelarut protein lainnya, dan apabila terkoagulasi oleh panas dapat larut kembali
dalam asam encer. Contohnya adalah globin (dalam hemoglobin).
C. Berdasarkan hasil hidrolisanya protein dibagi atas dua golongan (Budianto, 1991),
yaitu:
1. Protein tunggal (protein sederhana): hasil hidrolisa dari asam-asam amino.
Contohnya: albumin, globulin, keratin dan hemoglobin.
2. Protein jamak (protein konyugasi atau protein kompleks): adalah protein yang
mengandung senyawa lain yang non protein, hasil hidrolisanya asam amino dan
bukan asam amino. Contohnya glikoprotein terdapat pada hati, lipoprotein terdapat
pada susu, dan kasein terdapat pada kuning telur.
D. Berdasarkan fungsi protein (Almatsier, 2004), yaitu:
1. Penyusun Enzim, protein merupakan bagian terbesar pada enzim.
Universitas Sumatera Utara
2. Protein Pengangkut, mampu mengikat, membawa, dan melepaskan molekul protein
tertentu, misalnya hemoglobin mengangkut O2 dalam darah, lipoprotein mengangkut
lipida dalam darah dan mioglobin mengangkut O2 dalam otot.
3. Protein pembangun, sebagai protein pembangun dan pengganti protein yang rusak
pada organel atau jaringan. Contohnya glikoprotein, keratin, kolagen dan elastin.
4. Protein otot, protein yang mengontrol gerak oleh otot, misalnya miosin dalam otot,
dinein dalam rambut.
5. Protein pertahanan tubuh, protein ini dikenal dengan imunoglobulin (Ig), dimana
merupakan
suatu
protein
khusus
yang
dapat
mengenal,
mengikat,
dan
menghancurkan benda-benda asing yang masuk dalam tubuh seperti virus, bakteri,
dan sel asing, misalnya berbagai antibodi, fibrinogen (dalam proses pembentukan
darah).
6. Protein hormon, sebagai pembentuk hormon, contohnya insulin.
7. Protein Racun, protein yang bersifat racun, misalnya risin dalam beberapa jenis
beras, racun ular.
8. Protein Makanan, protein yang dijadikan sebagai cadangan energi, misalnya
albumin, orizenin, dan sebagainya.
E. Berdasarkan strukturnya, protein digolongkan atas tiga golongan yaitu:
1. Struktur primer
Struktur primer adalah struktur dasar dari protein. Susunan linier asam amino
dalam protein yang merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan
sifat dasar dari berbagai protein, dan secara umum menentukan bentuk struktur
sekunder dan tersier (Martoharsono, 1998).
Universitas Sumatera Utara
2. Struktur sekunder
Struktur sekunder adalah rantai polipeptida yang berlipat-lipat dan merupakan
bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptidanya tersusun saling
berdekatan. Protein terbentuk oleh adanya ikatan hidrogen antar asam amino dalam
rantai sehingga strukturnya tidak lurus, melainkan bentuk zig zag dengan gugus R
mencuat keatas dan kebawah. Contoh struktur ini adalah bentuk α-heliks pada wol, serta
bentuk heliks pada kolagen (Martoharsono, 1998). Skema α-heliks dapat dilihat pada
Gambar 2.3 berikut ini:
Gambar 2.3 Skema α-heliks
3. Struktur tersier
Struktur tersier adalah susunan dari struktur sekunder yang satu dengan struktur
sekunder yang lain. Biasanya bentuk-bentuk sekunder ini dihubungkan oleh ikatan
hidrogen, ikatan garam, ikatan hidrofobik, dan ikatan disulfida. Ikatan disulfida
merupakan ikatan yang terkuat dalam mempertahankan struktur tersier protein (Gaman,
Universitas Sumatera Utara
1992). Ikatan-ikatan yang mempertahankan struktur sekunder dan tersier protein dapat
dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Ikatan-ikatan yang mempertahankan struktur sekunder, dan struktur
tersier protein; a. interaksi elektrostatik; b. ikatan hidrogen; c.
interaksi hidrofobik; d. interaksi hidrofilik; e. ikatan disulfida
4. Struktur kuartener
Struktur primer, sekunder, dan tersier umumnya hanya melibatkan satu rantai
polipeptida, tetapi bila struktur ini melibatkan beberapa polipeptida dalam membentuk
suatu protein, maka disebut dengan struktur kuartener (Martoharsono, 1998). Tingkatan
struktur protein dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut ini:
Gambar 2.5 Tingkatan struktur protein
Universitas Sumatera Utara
F. Berdasarkan sumbernya, protein digolongkan atas dua (Budianto, 2009) yaitu:
1. Protein hewani
Protein hewani adalah protein yang berasal dari hewan, dimana hewan yang
memakan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi protein hewani. Contoh daging
sapi, daging ayam, susu, udang, telur, belut, ikan gabus dan lain-lain.
2. Protein nabati
Protein nabati adalah protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Contoh
jagung, kacang kedelai, kacang hijau, dan jenis kacang-kacangan lainnya yang
mengandung protein tinggi. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang
mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi dan sedangkan yang relatif rendah mutunya
dalam sumber protein adalah padi-padian dan hasilnya.
Nilai protein dalam berbagai bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut
ini:
Tabel 2.1 Nilai protein berbagai bahan makanan (gram/100 gram)
Sumber
Protein Nilai Protein
Sumber Protein Nilai Protein
Hewani
Nabati
Daging
18,8
Kacang kedelai
34,9
Hati
19,7
Kacang hijau
22,2
Babat
17,6
Kacang tanah
25,3
Jeroan
14,0
Kacang merah
29.1
Daging kelinci
16,6
Beras
7,4
Ikan
17,0
Jagung
9,2
Kerang
16,4
Tepung terigu
8,9
Udang
21,0
Jampang
6,2
Ayam
18,2
Kenari
15,0
Telur
12,8
Kelapa
3,4
Susu sapi
3,2
Daun singkong
6,6
Telur ayam
13,1
Singkong
1,1
Telur bebek
12,0
Kentang
2,0
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan, Depkes 1979 (Almatsier, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Angka kecukupan protein yang dianjurkan (tiap orang per hari) dapat dilihat
pada Tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Angka kecukupan protein yang dianjurkan (per orang per hari)
Golongan umur
Berat badan (kg) Tinggi badan (cm)
Anak-anak:
0-6 bl
5,5
60
7-12 bl
8,5
71
1-3 th
12
90
4-6 th
18
110
7-9 th
24
120
Pria:
10-2 th
30
135
13-15 th
45
150
16-119 th
56
160
20-45 th
62
165
46-59 th
62
165
≥ 60 th
62
165
Wanita:
10-12 th
35
140
13-15 th
46
153
16-19 th
50
154
20-45 th
54
156
46-59 th
54
154
≥ 60 th
54
154
Hamil
Menyusui
0-6 bl
7-12 bl
Sumber: Widya Karya Pangan dan Gizi, 1998 (Almatsier, 2004).
Protein (g)
12
15
23
32
37
45
64
66
55
55
55
54
62
51
48
48
48
+ 12
+ 16
+ 12
2.6 Manfaat Protein
1. Pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Pertumbuhan bearti penambahan sel/jaringan,
dan pemeliharaan adalah mengatur sel-sel yang rusak. Jaringan-jaringan tertentu
membutuhkan lebih banyak jenis asam amino tertentu.
2. Pembentukan senyawa-senyawa penting tubuh, seperti hormon, enzim, dan
hemoglobin.
3. Pembentuk antibodi tubuh, yaitu zat yang digunakan untuk memerangi organisme
atau bahan asing lain yang masuk dalam tubuh, termasuk kemampuan untuk
Universitas Sumatera Utara
menetralkan bahan-bahan beracun dan obat-obatan. Kemampuan ini sangat
menentukan daya tahan tubuh seseorang.
4. Berperan dalam pengangkutan zat-zat gizi, yakni pengangkutan dari saluran cerna ke
dalam darah dan dari darah ke jaringan-jaringan serta ke sel-sel.
5. Pengatur keseimbangan air dalam sel, air diantara sel, dan air di dalam pembuluh
darah.
6. Sumber energi, selain karbohidrat dan lemak, protein juga merupakan sumber energi
tubuh. Jika tubuh kekurangan energi, fungsi protein sebagai pembangun berkurang
untuk menyediakan energi (Widodo, 2009).
2.7 Akibat Kekurangan dan Kelebihan Protein
2.7.1 Akibat kekurangan protein
1. Kwashiorkor
Istilah Kwashioskor pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Cecily Wiliams pada
tahun 1993 di Ghana, Afrika. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada usia dua hingga
tiga tahun yang komposisi gizi makanannya tidak seimbang terutama dalam hal protein
(Yuniastuti, 2008).
Gejala penyakit Kwashioskor (Widodo, 2009), adalah sebagai berikut:
a) Pertumbuhan terhambat.
b) Otot-otot berkurang dan lemah.
c) Bengkak (edema) terutama pada perut, kaki dan tangan.
d) Muka bulat seperti bulan (moonface).
e) Gangguan psikimotor.
f) Nafsu makan kurang.
g) Apatis.
Universitas Sumatera Utara
Ciri-ciri penyakit Kwashioskor (Ellya, 2010), adalah sebagai berikut:
a) Rambut halus, jarang, dan pirang kemerahan kusam.
b) Kulit tampak kering (xerosis) dan memberi kesan kasar dengan garis-garis
permukaan yang jelas.
c) Didaerah tungkai dan sikut serta bokong terdapat kulit yang menunjukkan
hiperpigmentasi dan kulit dapat mengelupas dalam lembar yang besar, meninggalkan
dasar yang licin berwarna putih mengkilat.
d) Perut anak membuncit karena pembesaran hati.
2. Marasmus
Marasmus berasal dari kata yunani yang bearti wasting (merusak). Marasmus
umumnya merupakan penyakit pada bayi (12 bulan pertama), karena terlambat diberi
makanan tambahan. Marasmus adalah penyakit kelaparan dan terdapat banyak diantara
kelompok sosial ekonomi rendah di sebagian besar negara sedang berkembang dan
lebih banyak dari kwashiorkor (Yuniastuti, 2008).
Gejala penyakit Marasmus (Widodo, 2009), adalah sebagai berikut:
a) Pertumbuhan yang terhambat.
b) Lemak dibawah kulit berkurang.
c) Otot-otot berkurang dan melemah.
d) Muka seperti orang tua (0ldman’s face).
2.7.2 Akibat kelebihan protein
Jika terlalu berlebihan mengkomsumsi protein juga akan sangat membebani
kerja ginjal. Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang
tinggi proteinnya biasanya tinggi lemak sehingga menyebabkan obesitas. Diet protein
Universitas Sumatera Utara
tinggi yang sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan berkurang beralasan.
Kelebihan protein pada bayi dapat memberatkan ginjal dan hati yang harus
memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen dan juga dapat menyebabkan
asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amonia darah, kenaikan ureum darah, dan demam
(Ellya, 2010).
2.8 Asam Amino
2.8.1 Pengertian asam amino
Asam amino adalah asam karboksilat yang terdiri atas atom karbon yang terikat
pada satu gugus karboksil (-COOH), satu gugus amino (-NH2 ), satu gugus hidrogen (H) dan satu gugus radikal (-R) atau rantai cabang (Almatsier, 2004). Struktur asam
amino dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut ini:
COOH (gugus karboksil)
(gugus hidrogen) H
C
R (gugus radikal)
NH2 (gugus amino)
Gambar 2.6 Struktur asam amino
2.8.2 Sifat-sifat asam amino
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik
non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Sifat asam amino berbeda dengan asam
karboksilat maupun dengan sifat amina. Perbedaan sifat antara asam amino dengan
asam karboksilat dan terlihat pula pada titik leburnya. Asam amino mempunyai titik
lebur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan asam karboksilat atau amina. Apabila
asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepas ion H+, sedangkan gugus
amino akan menerima ion H +. Oleh adanya gugus tersebut maka asam amino dapat
Universitas Sumatera Utara
membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif (zwitterion) atau ion
amfoter (Poedjiadi, 1994).
2.8.3 Penggolongan asam amino
Asam amino yang terdapat dalam molekul protein tidak semua dapat dibuat oleh
tubuh kita. Jadi apabila ditinjau dari segi pembentukannya asam amino dapat dibagi
dalam dua golongan (Poedjiadi, 1994), yaitu:
1. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat dibuat atau disintesis
dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan sumber protein.
2. Asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat dibuat atau disintesis dalam
tubuh dengan mengkonversikan satu asam amino menjadi asam amino yang lain
dalam sel-sel tubuh.
Penggolongan asam amino esensial dan non esensial dapat dilihat pada Tabel 2.3
berikut ini:
Tabel 2.3 Asam amino esensial dan asam amino non esensial
Asam amino esensial
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Fenilalanin
Treonin
Triptofan
Valin
Histidin (esensial untuk anak-anak)
Asam amino non esensial
Alanin
Arginin
Aspargin
Asam aspartat
Sistein
Asam glutamat
Glisin
Ornitin
Prolin
Serin
Tirosin
Sumber: Yuniastuti (2008)
2.9 Metode Analisa Protein
2.9.1 Analisa kualitatif
1. Reaksi Xanthoprotein
Universitas Sumatera Utara
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan hati-hati kedalam larutan protein. setelah
dicampur terjadi endapan putih yang berubah menjadi kuning apabila dipanaskan.
Reaksi ini terjadi adalah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein.
reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin, dan triptofan
(Poedjiadi, 1994).
2. Reaksi Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan
CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan senyawa-senyawa yang mengandung gugus
amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi
positif yang ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet (Bintang,
2010).
2.9.2 Analisa kuantitatif
1. Metode Lowry
Konsentrasi protein diukur berdasarkan optikal density pada panjang gelombang
600 nm. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva
standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD (absorbansi). Larutan
lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari dari fosfotungstat-fosfomolibdat
(1:1) dan larutan B yang terdiri dari Na2CO 3 2% dalam NaOH 0,1 N, CuSO 4 dan Na-Ktartrat 2%. Cara penentuannya adalah: 1 mL larutan protein ditambahkan 5 mL Lowry
B, dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 mL lowry A
dikocok dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya diamati OD-nya pada panjang gelombang
600 nm (Sudarmadji, 1989).
2. Metode Spektrofotometer UV
Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan protein mengabsorbsi sinar ultraviolet maksimum pada 280 nm.
Hal ini terutama oleh adanya asam amino tirosin, triptophan, dan fenilalanin yang ada
pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat,
mudah, dan tidak merusak bahan (Sudarmadji, 1989).
3. Metode Turbidimetri atau Kekeruhan
Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila
ditambahkan bahan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acetic (TCA), Kalium Ferri
Cianida [K4Fe(CN)6] atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat
Turbudimeter. Cara ini hanya dipakai untuk bahan protein yang berupa larutan atau
hasilnya, tetapi biasanya hasilnya kurang tepat (Sudarmadji, 1989).
4. Metode Pengecatan
Beberapa bahan pewarna misalnya orange G, orange 12 dan amido black dapat
membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan
mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan (dengan colorimeter),
maka jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat (Sudarmadji, 1989).
5. Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH), kemudian ditambahkan
formalin akan membentuk dimenthiol. Dengan terbentuknya dimenthiol ini bearti gugus
aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus
karboksil) dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat.
Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan
warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 menit. Titrasi formol ini hanya
tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat
untuk penentuan protein (Sudarmadji, 1989).
Universitas Sumatera Utara
6. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan metode sederhana untuk penetapan nitrogen total
pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Metode Kjeldahl
cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak larut atau protein yang mengalami
koagulasi akibat proses pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa
dilakukan pada makanan. Metode ini digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar
dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah
kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi
6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut (Sudarmadji, 1984).
Penentuan kadar protein dengan metode ini memiliki kelemahan karena adanya
senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar
protein yang diperoleh langsung dengan metode Kjeldahl ini disebut dengan kadar
protein kasar (crude protein) (Sudarmadji, 1984).
Metode Kjeldahl dilakukan dengan beberapa tahapan kerja yaitu:
1. Tahap Dekstruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dengan asam sulfat pekat sehingga terjadi
dekstruksi menjadi unsur-unsurnya, dimana seluruh N organik dirubah menjadi N
anorganik yaitu elemen karbon (C) teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan
hidrogen (H) teroksidasi menjadi air (H2 O), sedangkan elemen nitrogennya akan
berubah menjadi ammonium sulfat (NH4)2 SO4. Asam sulfat yang dipergunakan untuk
dekstruksi harus dalam jumlah yang cukup dan diperhitungkan untuk dapat
menguraikan bahan protein, lemak, dan karbohidrat didalam sampel (Bintang, 2010;
Yazid, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Untuk mempercepat dekstruksi maka ditambahkan katalisator. Gunning
menganjurkan menggunakan kalium sulfat (K2 SO4) dan tembaga (II) sulfat (CuSO4).
Dengan penambahan katalisator ini, maka titik didih asam sulfat akan ditinggikan
sehingga proses dekstruksi akan berjalan dengan cepat. Tiap 1 gram kalium sulfat akan
mampu meningkatkan titik didih asam sulfat 3ºC. Suhu dekstruksi berkisar antara
370ºC- 410ºC. Proses dekstruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna hijau jernih
(Bintang, 2010; Yazid, 2006).
Reaksi yang terjadi pada proses dekstruksi adalah:
Protein + H2 SO4
Katalisator
(NH4)2SO4 + CO2
+ SO2
+ H2O
2. Tahap Destilasi
Pada tahap ini amonium sulfat (NH4)2 SO4 yang terbentuk pada tahap dekstruksi
dipecah menjadi amonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan
dipanaskan. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan baku
asam. Larutan baku asam yang dipakai adalah asam sulfat (H2SO 4). Agar supaya kontak
antara asam dan amonia berjalan sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus
tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiri bila semua amonia terdestilasi
sempurna yang ditandai dengan destilat tidak bereaksi basa (Bintang, 2010; Yazid,
2006).
Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi yaitu:
(NH4)2SO4 + 2 NaOH
Na2SO4 + 2 H2O + 2 NH3
3. Tahap Titrasi
Penampung destilat yang digunakan adalah asam sulfat berlebih, maka sisa asam
sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH 0,02 N menggunakan
Universitas Sumatera Utara
indikator mengsel. Titik akhir titrasi dapat ditandai dengan perubahan warna dari warna
ungu menjadi hijau (Sudarmadji, 1984).
Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi yaitu:
NH3 + H2SO 4
(NH4)2SO4
Kelebihan H2 SO4 + 2 NaOH
Na2SO4 + 2 H2O
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut ini:
Kadar Protein (%) =
(Vb- Vt)
Berat sampel (mg)
×N NaOH×14,007×FK×100%
Fk = Faktor konversi atau perkalian = 6,25
Besarnya faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang
menyusun protein dalam bahan pangan yang dianalisa tersebut (Budianto, 2009).
Besarnya faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan dapat dilihat pada
Tabel 2.4 berikut ini:
Tabel 2.4 Tabel faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Bahan Makanan
Makanan lain (umum)
Beras (semua jenis)
Tepung
Kacang tanah
Kacang kedelai
Kelapa
Susu (semua jenis) / keju
Gandum biji
Faktor konversi
6,25
5,95
5,70
5,46
5,71
5,30
6,38
5,83
Ketelitian penentuan kadar NPN tergantung pada kemampuan dari metode yang
digunakan untuk memisahkan protein dari NPN. Setelah dipisahkan kadar protein dan
NPN dapat ditentukan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Dari analisis yang telah
dilakukan, umumnya larutan asam trikloroasetat (ATA) 10% dipilih untuk
Universitas Sumatera Utara
mengendapkan protein dalam bahan makanan. Keuntungan pemakaian larutan asam
trikloroasetat (ATA) ialah pengerjaan mudah, endapan protein yang diperoleh mudah
dipisahkan dari larutan asam trikloroasetat (ATA) dan tidak mempengaruhi ketelitian
metode Kjeldahl (Silalahi, 1994).
2.10 Ulat Kidu (Rhynchophorus ferrugineus)
Nama latinnya adalah Rhynchophorus ferrugineus atau lebih dikenal dengan ulat
sagu. Masyarakat Karo di Sumatera Utara menyebutnya dengan ulat kidu. Ulat ini
adalah larva dari kumbang sagu yang diperoleh dari batang pohon sagu yang membusuk
yaitu cara mengetahuinya dengan cara mendengar, bila dari batang pohon terdengar ada
suara bergerak bearti didalamnya ada ulat kidu. Ulat kidu merupakan salah satu sumber
protein hewani yang dapat dikonsumsi dan diolah sebagai bahan makanan dengan cara
digoreng, direbus dan dapat juga dijadikan sebagai bahan substitusi pakan ternak. Ulat
ini juga mengandung beberapa asam amino non esensial seperti asam aspartat (1,84%),
asam glutamat (2,72%), tirosin (1,87%) dan asam amino esensial seperti lisin (1,97%),
dan 1, 07% methionin (Anonim, 2011).
Sistematika dari ulat kidu menurut (Anonim, 2012) adalah:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Coleoptera
Suku
: Curculionidae
Genus
: Rhynchophorus
Spesies
: Rhynchophorus ferrugineus Olivier
Universitas Sumatera Utara
Download