MAKALAH MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN

advertisement
MAKALAH
MANUSIA KAITANNYA
DENGAN
ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
Dosen Pembimbing :
Drs. Tulkhan Faqih M.Ag.
Disusun Oleh :
Nizar Suryaman ( 110910140 )
FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
2010
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
1
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah sama-sama kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah
memberikan sehat badan dan pikiran, sehingga penulis telah dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK”.
Sholawat dan salam kita sanjungkan kepangkuan Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari alam kegelapan ke alam terang-benderang seperti yang kita rasakan saat ini,
dan kepada seluruh sahabat dan keluarga beliau sekalian.
Makalah ini berisi tentang kaitanya Antara manusia dengan Etika, Moral serta
Akhlak. Dengan bahasa yang singkat, padat, dan mudah dimengerti didasarkan pada dalil-dalil
yang relevan. Makalah ini kami lengkapi dengan pendahuluan sebagai pembuka yang
menjelaskan latar belakang dan tujuan pembuatan makalah.Penjelasan yang berisi tentang
akhlak Terpuji Dan Akhlak Tercela Dalam Hubungandengan Kehidupan Berbangsa. Penutup
yang berisi tentang kesimpulan yang menjelaskan secara singkat isi dari makalah kami. Makalah
ini juga kami lengkapi dengan daftar pustaka yang menjelaskan sumber dan referensi bahan
dalam penyusunan.
Terima kasih kepada dosen pengasuh dan teman-teman yang telah membantu
penyelesaian makalah ini hingga selesai. Dalam menyusun makalah ini, saya sadari masih
banyak terdapat kekurangan, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
saya harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Sugio , 25April 2010
Penulis
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..................................................................................................
1
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
2
DAFTAR ISI..................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................
4
B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................
4
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
Pengertian Akhlak, Etika dan Moral .............................................................
Persamaan dan Perbedaan Etika, Moral, dan Akhlak ................................
Karakteristik dalam ajaran Islam..................................................................
Hubungan Manusia dengan Etika, Moral dan Akhlak ................................
5
8
9
10
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN ...............................................................................................
13
B. SARAN.............................................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................
14
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebehagiaan yang ingin dicapai dengan
menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik.
Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan
hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang
dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan
tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan
yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang
didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah
jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiaptiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia
melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia
bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik
dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya
manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu,
sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami
perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.
Di tengah zaman yang menjunjung tinggi kebebasan saat ini, manusia tidak lagi
memperdulikan Etika, moral atau Akhlak mereka. Saat ini semua itu hanya dijadikan sebagai
pemanis kata saat berorasi tanpa ada aplikasi dalam diri. Karena itu saya memilih tema ini untuk
mengajak pembaca mengkaji kembali tentang manusia kaitanya dengan Etika, Moral dan
Akhlak.
B. Rumusan Masalah
- Apakah pengertian Etika, Moral dan Akhlaq ?
- Apa sajakah persamaan Etika, Moral dan Akhlak ?
- Apa sajakah perbedaan Etika, Moral dan Akhlak ?
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
4
- Apakah itu akhlak islami ?
- Bagaimanakah hubungan Manusia dengan Etika, Moral dan Akhlak ?
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak, Etika dan Moral
Dalam berbagai literature tentang ilmu akhlak islami, dijumpai uraian tentang akhlak
yang secara garis besar dapat dibagi dua bagia, yaitu; akhlak yang baik (akhlak al-karimah /
mahmudah ), dan akhlak yang buruk (akhlak madzmumah). Berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf,
dermawan dan amanah misalnya termasuk dalam akhlak yang baik. Sedangkan berbuat yang
dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir dan curang termasuk dalam akhlak yang buruk.
Secara teoritis macam-macam akhlak tersebut berinduk pada tiga perbuatan yang
utama, yaitu hikmah (bijaksana), syaja’ah (perwira/ksatria) dan iffah (menjaga diri dari
perbuatan dosa dan maksiat).
Hukum-hukum akhlak ialah hokum-hukum yang bersangkut paut dengan perbaikan
jiwa (moral); menerangkan sifat-sifat yang terpuji atau keutamaan-keutamaan yang harus
dijadikan perhiasan atau perisai diri seseorang seperti jujur, adil, terpercaya, dan sifat-sifat yang
tercela yang harus dijauhi oleh seseorang seperti bohong, dzalim, khianat. Sifat-sifat tersebut
diterangkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan secara Khusus dipelajari dalam Ilmu Akhlak
(etika) dan Ilmu Tasawuf.
a. Akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid
af’ala, yuf’ilu if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi’ah (kelakuan, tabiat, watak
dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab
isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul
pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim
ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah
demikian adanya.
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada
berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya
dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
6
mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai
hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai
paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan
akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”
Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan
darinya kita dapat melihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama,
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga
telah menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan,
yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya,
tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena
bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak
yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan
karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
b. Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang
berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu
pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa
etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang
berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan etika adalah
ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral,
yaitu studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus,
benar, salah, dan sebagainya.
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
7
Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan
dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika
berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya,
etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak
bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki
kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang
memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu
ekonomi dan sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai,
penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah
perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan
demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan
oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat,
dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan
zaman.
Dengan cirri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan
baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan
baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir.
Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat pada pemikiran
manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah
laku yang dihasulkan oleh akal manusia.
c. Moral
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa
moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara
layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat
dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap
aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat
mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama
membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
8
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan.
Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau
buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang
digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.
Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep,
sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang
di masyarakat.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah
laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat. Etika dan
moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau
moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk
pengkajian system nilai yang ada.
Kesadaran moral serta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing
disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu’ad.
Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk
melakukan tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan
objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal
yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada
setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis. Ketiga,
kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral
lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh
masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan
memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang
berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai
tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran
moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan
tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.
B. Persamaan dan Perbedaan Etika, Moral, dan Akhlak
•
Persamaan ketiganya terletak pada fungsi dan peran, yaitu menentukan hukum atau nilai
dari suatu perbuatan manusia untuk ditetapkan baik atau buruk.
•
Secara rinci persamaan tersebut terdapat dalam tiga hal:
1. Objek: yaitu perbuatan manusia
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
9
2. Ukuran: yaitu baik dan buruk
3. Tujuan: membentuk kepribadian manusia
Perbedaan
1. Sumber atau acuan:
-
Etika sumber acuannya adalah akal
-
Moral sumbernya norma atau adapt istiadat
-
Akhlak bersumber dari wahyu
2. Sifat Pemikiran:
-
Etika bersifat filososfis
-
Moral bersifat empiris
-
Akhlak merupakan perpaduan antara wahyu dan akal
3. Proses munculnya perbuatan:
-
Etika muncul ketika ada ide
-
Moral muncul karena pertimbangan suasana
-
Akhlak muncul secara spontan atau tanpa pertimbangan
C. Karakteristik dalam ajaran Islam
Secara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran
Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam
hal menempati posisi sebagai sifat.
Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah,
disengaja, mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi
sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal. Namun dalam rangka
menjabarkan akhlak islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan
kesempatan social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.
Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang disamping mengakui adanya nilainilai universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai bersifat local dan temporal
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
10
sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas disini,
bahwa akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral, walaupun
etika dan moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang berdasarkan agama
(akhlak Islami). Hal yang demikian disebabkan karena etika terbatas pada sopan santun antara
sesame manusia saja, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Jadi ketika etika
digunakan untuk menjabarkan akhlak Islami, itu tidak berarti akhlak Islami dapat dijabarkan
sepenuhnya oleh etika atau moral.
Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu
sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah (agama/Islam)
mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesame makhluk
(manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa).
D. Hubungan Manusia dengan Etika, Moral dan Akhlak
Beberapa hari terakhir ini kita mendapat sajian fakta hukum yang mengenaskan dalam
perjalanan Republik ini. Mafia hukum bertebaran dimana-mana, bahkan sampai mencabik-cabik
prosedur hukum yang telah dijalankan pemerintah. Makelar hukum yang biasa dikenal markus
juga begityu perkasa merekayasa berbagai status hukum yang tak jelas duduk perkaranya.
Akhirnya, aparat penegak hukum menjadi aktor yang merusak tatanan sistem hukum itu
sendiri. Fakta hukum di Indonesia inilah yang sekarang menjadi keluh-kesah masyarakat.
Bahkan masyarakat sekarang tidak sedikit yang apriori, bahkan tidak lagi percaya atas kasus
perkara yang diajukan ke meja hijau. Karena hukum sudah dibeli oleh oknum tak
bertanggungjawab. Kasus “cicak” versus “buaya” yang sampai sekarang belum usai adalah fakta
empiric bobroknya penegakan hukum di Indonesia.
Berangkat dari fakta inilah, menarik kalau kita menjelajah buku bertajuk “Etika dan
Hukum; Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas”. Bertolak dari pemikirannya Thomas
Aquinas, penulis melihat bahwa hukum pada dasarnya merupakan “peta jalan” menuju
kebahagiaan. Hukum merancang atau memetakan arah yang harus diambil manusia dalam
perbuatan, jika manusia ingin mencapai tujuan akhir yang dicarinya.
Peta tersebut adalah hasil karya budi manusia, sebab sebelum peta itu dibuat terlebih
dahulu orang harus memikirkan tujuannya dan jalan yang dapat menuntunnya kea rah tujuan
tersebut. Demikian juga arah dan tujuan hidup manusia. Dalam hal ini, hukum selalu merupakan
perintah atau petunjuk akal budi yang mengatur perbuatan manusia menuju sasarannya, yakni
kebahagiaan an kebaikan umum (hlm. 243).
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
11
Alam pandangan hukum kodrat, manusia akan secara alamiah membentuk dan
mengoraganisir diri dalam membentuk tatanan sosial dan politik. Semua itu dilakukan manusia
demi memenuhi kebutuhan hidup bersama berdasarkan kebaikan dan kesejahteraan umum.
Sebenarnya, bagi Aquinas, dalam diri manusia sudah ada tiga aspek pengaturan yang ditetapkan.
Yang pertama, berhubungan dengan aturan akal budi, karena semua perilaku dan perasaan kita
harus diatur berdasarkan aturan akal budi. Kedua, berhubungan dengan aturan yang berasal dari
hukum ilahi, yang dipergunakan untuk mengatur manusia dalam segala kehidupannya.
Seandainya manusia menurut kodratnya harus hidup sendirian, dua aspek pengaturan
ini sudah memadai, namun karena manusia menurut hukum kodratnya adalah makhluq politik
dan makhluq sosial, maka diperlukan aturan ketiga, yakni manusia harus diarahkan untuk hidup
(selalu) dalam hubungan dengan sesamanya.
Independensi manusia dalam menegakkan hukum ini mendapat perhatian serius dari
Aquinas. Karena setiap persona mempunyai substansi kehidupannya sendiri yang berperan
sangat penting dalam penegakan sebuah hukum. Nilai-nilai dasar kemanusiaan sebenarnya
sudah melekat dalam diri persona manusia. Kedudukan yang substansial ini dikarenakan,
pertama, manusia adalah makhluq otonom dan unik; kedua, manusia adalah persona yang
korelatif. Otonomi dan kebebasan adalah dimensi transedental manusia sebagai persona.
Manusia juga memiliki kodrat rasional, sehingga manusia adalah makhluq yang “sadar diri” atau
memiliki kemampuan untuk berbuat secara manusiawi. Sedangkan dalam kodrat substansial,
manusia mampu untuk menghadirkan diri dan berkembang sebagai subjek yang otonom.
Kodrat rasional yang substansial inilah yang membentuk pola etis kehidupan manusia.
Karena dalam diri manusia terdapat kecenderungan pada kebaikan sesuai dengan kodrat yang
juga berlaku untuk semua substansi, sedemikian rupa sehingga setiap substansi mengusahakan
pelestarian keberadaannya sesuai dengan hekakat kodratnya. Dalam kaitan inilah, Aquinas
menyatakan bahwa segala sesuatu yang diketahui hekaket tujuan akhir, memiliki hakekat baik.
Pernyataan ini menjadi akar penjabaran Aquinas tentang teori moralnya. Karena makhluq
rasional yang berakal budi, maka manusia haruslah “sadar diri” dalam posisinya sebagai
makhluq. Dengan “adar diri” ini, manusia akan menjadi tuan atas perbuatannya. Tuan bagi
perbuatan inilah yang mengantarkan manusia kepada hakekat kemanusiaanya, dan disitulah
manusia dengan akal budinya berjalan dalam nilai etis moralnya dalam menjalankan kehidupan.
Akal budi manusia akan menuntun manusia untuk menemukan wujud kebaikan dan
keadilan yang didambakan. Akal budi menjadi asas pertama perbuatan manusia, dan hukum
merupakan aturan dan ukurannya, yang sudah seharusnya hukum memang bersumber dari akal
budi. Jika hukum disusun supaya dapat mengikat perbuatan manusia, maka hukum harus adil
dan membimbing manusia menuju tujuan akhir, yakni kebaikan. Kebaikan dan keadilan akan
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
12
membuka keharusan ketaatan moral untuk menjadikan hukum sebagai penegak tata social yang
harmonis dan seimbang. Rasa kebaikan dan keadilan akan membingkai moralitas dalam
penegakan hukum.
Moralitas penegak hukum bisa ditegakkan dengan selalu mencerahkan akal budianya
untuk terus “sadar diri” atas keberadaannya sebagai “tuan” atas perbuatan yang dijalankan.
“Sadar diri” inilah yang menjadi pangkal tolak yang diajukan Aquinas dalam membingkai
hubungan etika dalam penegakan hukum. Kesadaran diri manusia harus selalu diolah, karena
bagi Aquinas, kesadaran diri merupakan potensi yang harus ditafsirkan secara kritis, sehingga
akan melahirkan gagasan yang segar dan mencerahkan. Makhluq yang “sadar diri” pastilah akan
membuka jalan baru kehidupan yang mencerahkan dan membahagiakan.
Dalam konteks ini, fakta rusaknya penegakan hukum di Indonesia bisa ditafsirkan
sebagai ambruknya nilai “sadar diri”, sehingga jatuhlah nilai dan hekakat hukum. Penegak
hukum bukan lagi “tuan” atas perbutannya, tetapi “tuan” bagi kekuasaan, uang, dan jabatan.
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila
dan akhlak sama, yaitu menentukan hokum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan
manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki
terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera
batiniah dan lahiriyah.
Perbedaaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber
yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk
berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang
berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik
buruk itu adalah al-qur’an dan al-hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan
pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebih
banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral
dan susila bersifat local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral
dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan
membutuhkan. Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan susila
berasala dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang
bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu,
yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika,
moral dan susila berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.
B. Saran
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi diri saya pribadi khususnya, dan bagi para
pembaca umumnya.
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
14
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Mudlor. Tt. Etika dalam Islam. Al-Ikhlas. Surabaya.
Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Lentera. Jakarta
Bakry, Oemar. 1981. Akhlak Muslim. Angkasa. Bandung.
Halim, Ridwan. 1987. Hukum Adat dalam Tanya Jawab. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Ilyas, Yunahar. 1999. Kuliah Akhlak. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam. Yogyakarta.
Kusumamihardja, Supan dkk. 1978. Studia Islamica. Pt Giri Mukti Pasaka. Jakarta.
Masyhur, Kahar. 1986. Meninjau berbagai Ajaran; Budipekerti/Etika dengan Ajaran Islam.
Kalam Mulia. Jakarta.
Mustofa, Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. CV Pustaka Setia. Bandung.
Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Rifa’i, Mohammad. 1987. 300 Hadits Bekal Dakwah dan Pembina Pribadi Muslim. Wicaksana.
Semarang.
Salam, Zarkasji Abdul. 1994. Pengantar Ilmu Fiqh Ushul Fiqh. Lembaga Studi Filsafat Islam.
Yogyakarta.
MANUSIA KAITANNYA DENGAN ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
15
Download