ENZIM I GEDE SUDIRGAYASA PENDAHULUAN Kemungkinan sempat terlintas pertanyaan dalam pikiran kita bahwa bagaimana kita yang berawal dari zigot yang kita ketahui hanya berupa satu sel mampu tumbuh besar menjadi manusia dewasa dengan miliaran sel dalam tubuh kita. Namun demikian ada juga beberapa kasus seperti orang kerdil yang mungkin kita jumpai. Di lain kasus ada juga pertumbuhan orang yang super tinggi bagai raksasa. Beberapa pertanyaan lain mungkin juga muncul begitu saja ketika kita memikirkan hal tersebut. Misalnya telor ayam yang biasa kita konsumsi apakah memang diciptakan untuk kita makan. Dan rasanyapun cukup enak. Namun jika dierami oleh induknya dalam waktu tertentu, telur yang kita lihat hanya terdiri dari putih dan kuning telur tersebut akan menetas menjadi anak ayam. Luar biasa sekali ayam bisa “muncul” dari telur tersebut. Kita juga mengetahui bahwa kita perlu makan makanan yang bergisi jika ingin tumbuh dan hidup sehat. Lalu apakah ayam dalam telur tersebut makan? Belakangan ini juga banyak kita lihat baik melalui media cetak maupun elektronik suatu penelitian yang dilakukan oleh kelompok ilmuan untuk menjawab tantangan melawan penuaan. Tentunya untuk mencapai bisa berhasil dibutuhkan suatu pengetahuan dasar tentang bagaimana mekanisme penuaan itu sendiri. Factor-faktor apa saja yang terlibat, bagaimana cara factor tersebut mempengaruhi dan lain sebagainya. Pertanyaan lain misalnya bagaimana jika di dalam lambung kita tidak mengandung molekul-molekul yang membantu mencerna makanan? Bayangkan juga seekor anaconda mampu menelan seekor babi ke dalam perutnya yang akan tercerna sempurna dalam beberapa bulan. Pertanyaan-pertanyaan di atas akan mulai menjadi jelas jika kita melihat ke dalam reaksi yang terjadi pada level sel yang begitu rumit namun teratur yang keseluruhannya diistilahkan dengan metabolisme. Salah satu molekul penting yang berperan dalam metabolisme sel organisme adalah enzim. Anabolisme atau reaksi pembentukan serta katabolisme atau reaksi pemecahan silih berganti dilakukan oleh sel dengan bantuan enzim dalam rangka sintesis protein sebagai molekul pembangun yang berkontribusi dalam pertumbuhan kita. Sel juga melakukan reaksi untuk mensinteis suatu protein hormone yang akan mengkoordinasi aktivitas kita. Agar reaksi di dalam sel sendiri berjalan efektif, sel juga mensintesis molekul katalitik yang kita kenal dengan enzim yang juga merupakan molekul protein termodifikasi kusus. Dalam tulisan ini kami akan coba membahas prinsip-prinsip dasar tentang enzim yang begitu beragam serta berperan sentral dalam menjamin kelangsungan hidup suatu organism. PEMBAHASAN A. Enzim Hukum termodinamika memberitahukan apa yang dapat dan yang tidak dapat terjadi tanpa menyebutkan kecepatan proses yang terjadi. Suatu reaksi kimia spontan dapat terjadi sedemikian lambatnya sehingga reaksi tersebut tidak dapat ditangkap oleh indera. Misalnya hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa bersifat eksergonik yang terjadi secara spontan dengan pelepasan energy bebas ( ∆G = -7 kkal/ mol). Namun suatu larutan sukrosa yang dilarutkan dalam air steril akan tetap seperti itu selama bertahun-tahun dalam suhu ruangan tanpa terjadi hidrolisis yang berarti. Akan tetapi jika kita menambahkan sejumlah kecil enzim sukrase ke larutan itu, maka semua sukrosa itu dapat dihidrolisis dalam hitungan detik. Bagaimana cara kerja enzim melakukan hal tersebut? 1. Enzim mempercepat reaksi metabolisme dengan cara menurunkan rintangan energy Enzim adalah protein katalitik. Suatu katalis adalah suatu agen kimiawi yang mengubah laju reaksi tanpa harus dipergunakan oleh reaksi itu. Dengan tidak adanya enzim, lalu lintas kimiawi melalui jalur-jalur metabolism akan menjadi sangat macet. Apa yang menghalangi suatu reaksi spontan dan bagaimana enzim mengubah situasi tersebut? Setiap reaksi kimiawi melibatkan pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan. Misalnya hidrolisis sukrosa melibatkan pertama-tama melibatkan pemutusan ikatan antara glukosa dan fruktosa dan kemudian pembentukan ikatan baru dengan suatu atom hydrogen dan suatu gugus hidroksil dari air. Setiap saat suatu reaksi mengatur ulang atom-atom molekul tersebut. Ikatan-ikatan yang sudah ada dalam reaktan harus diputuskan dan ikatan baru pada produk akan dibentuk. Molekul reaktan harus menyerap energy dari sekelilingnya untuk dapat memutuskan ikatannya, dan energy akan dibebaskan ketika ikatan baru pada molekul produk terbentuk. Investasi awal energy untuk memulai suatu reaksi yaitu energy yang diperlukan untuk memutuskan ikatan pada molekul reaktan dikenal dengan energy bebas untuk aktivasi atau energy aktivasi yang disingkat dengan EA. Energy ini biasanya tersedia dalam bentuk panas yang diserap oleh molekul reaktan dari sekelilingnya. Jika reaksi itu bersifat eksergonik, EA akan dikembalikan lebih banyak, karena pembentukan ikatan baru akan membebaskan lebih banyak energy dibandingkan dengan yang diinvestasikan dalam pemutusan ikatan lama. Ikatan-ikatan reaktan hanya akan putus ketika molekul-molekulnya telah menyerap cukup banyak energy untuk membuatnya menjadi tidak stabil. Energy aktivasi digambarkan oleh bagian tanjakan bukit pada gambar, dengan kandungan energy bebas reaktan yang semakin meningkat. Penyerapan energy panas akan meningkatkan kecepatan reaktan , sehingga reaktan tersebut bertubrukan lebih sering dan lebih bertenaga. Selain itu, agitasi termal ( perangsangan oleh panas) pada atom-atom dalam molekul tersebut membuat ikatan itu lebih mudah putus. Pada puncak, reaktan berada pada kondisi tidak stabil yang dikenal dengan keadaan transisi. Reaktan telah berada pada kondisi siap dan reaksi bisa terjadi. Ketika molekul telah mantap dengan pengaturan ikatan barunya, energy dibebaskan ke sekelilingnya. Fase reaksi ini berhubungan dengan bagian turun bukit pada gambar, yang menandakan molekul tersebut mengalami kehilangan energy bebas. Perbedaan antara energy bebas produk dengan reaktan adalah ∆G untuk keseluruhan reaksi, yang bernilai negatif untuk suatu reaksi eksergonik ( reaksi yang melepaskan energy). Seperti terlihat pada gambar, untuk suatu reaksi eksergonik sekalipun yang secara energetis keseluruhannya adalah turun bukut, rintangan energy aktivasinya harus diturunkan dulu sebelum reaksi dapat berlangsung. Untuk beberapa reaksi, EA-nya tidak terlalu tinggi sehingga pada suhu ruangan sekalipun terdapat cukup energy panas yang bisa digunakan oleh banyak reaktan untuk mencapai keadaan transisi. Akan tetapi pada sebagian besar kasus, rintangan EA lebih tinggi, dan reaksi akan terjadi dengan laju yang teramati jika hanya reaktan dipanaskan. Busi pada mesin mobil akan memberikan energy pada campuran oksigen-bensin sedemikian rupa sehingga molekul tersebut mencapai keadaan transisi dan bereaksi. Hanya dengan demikian dapat terjadi pembebasan energy untuk mendorong piston. Tanpa busi, hidrokarbon bensin terlalu stabil untuk dapat bereaksi dengan oksigen. Gambar 1. Profil energi pada suatu reaksi Rintangan energy aktivasi sangat penting bagi kehidupan. Protein, DNA dan molekul kompleks sel lainnya sangat kaya akan energi bebas dan memiliki kemampuan terurai secara spontan. Hukum termodinamika dapat dipakai dalam menerangkan reaksi perombakannya. Molekul ini ada hanya pada suhu yang kas bagi sel, beberapa molekul berhasil melewati puncak energy aktivasi itu. Namun demikian, kadang-kadang rintangan reaksi tertentu harus dilewati, karena jika tidak sel tersebut secara metabolic akan stagnan. Panas akan mempercepat reaksi, akan tetapi suhu tinggi akan membunuh sel. Dengan demikian suatu organism harus menggunakan suatu alternative yaitu suatu katalis. Suatu enzim mempercepat sutu reaksi dengan cara menurunkan rintangan EA sedemikian rupa sehingga tebing yang curam yang menuju ke keadaan transisi itu dapat dijangkau pada suhu yang sedang. Suatu enzim tidak dapat mengubah ∆G untuk suatu reaksi dan tidak akan dapat mengubah reaksi endergonik menjadi reaksi eksergonik. Enzim hanya dapat mempercepat reaksi yang memang pada akhirnya akan terjadi dengan sangat lambat, akan tetapi fungsi ini memungkinkan sel untuk memiliki suatu metabolism yang dinamis. Selanjutnya karena enzim sangat selektif dalam hal reaksi yang dapat dikatalisnya, maka enzim itu akan menentukan proses kimiawi mana yang akan berlangsung pada suatu sel pada suatu waktu tertentu. Gambar 2. Enzim menurunkan rintangan energi aktivasi 2. Enzim memiliki substrat yang spesifik Reaktan di mana enzim akan bekerja disebut sebagai substrat enzim. Enzim berikatan dengan substratnya. Pada saat enzim dan substrat atau beberapa substrat berikatan, kerja katalitik enzim tersebut akan mengubah substrat menjadi produk atau beberapa produk reaksi. Keseluruhan proses tersebut dapat diringkas sebagai berikut: Enzim Substrat Produks Misalnya enzim sukrase ( sebagian besar nama enzim berakhiran – ase) memecah disakarida sukrosa menjadi kedua monosakaridanya, glukosa dan fruktosa. Sukrase Sukrosa + H2O Glukosa + Fruktosa Setiap enzim dapat membedakan substratnya dari senyawa yang sangat dekat sekalipun hubungannya, seperti isomer, sedemikian rupa sehingga setiap jenis enzim mengkatalisis suatu reaksi tertentu. Misalnya sukrase hanya akan bekerja pada sukrosa dan akan menolak disakarida lain seperti maltosa. Apa yang berperan dalam pengenalan molekuler ini? Perlu diingat bahwa enzim merupakan protein, dan protein merupakan makromolekul dengan konformasi tiga dimensi yang unik. Kekususan suatu enzim disebabkan oleh bentuknya tersebut. Hanya daerah tertentu dari molekul enzim tersebut yang sesungguhnya berikatan dengan substrat. Daerah ini disebut tempat aktif, merupakan kantong atau lekukan yang khas pada permukaan protein tersebut. Umumnya tempat aktif dibentuk oleh beberapa asam amino pada molekul enzim itu, dan sisanya adalah molekul protein yang memberikan suatu kerangka kerja yang menguatkan konfigurasi tempat aktif tersebut. Kekhususan suatu enzim berhubungan dengan adanya kesesuaian antara bentuk tempat aktifnya dengan bentuk substratnya. Namun demikian, tempat aktif tersebut bukanlah tempat penerima yang kaku bagi substrat tersebut. Ketika substrat menempati tempat aktif, maka enzim akan terinduksi untuk mengubah bentuknya sedikit sehingga tempat aktif akan lebih pas mengelilingi substrat itu. Kecocokan terinduksi ini mirip dengan jabatan tangan yang sangat erat. Kecocokan terinduksi ini akan membawa gugus kimiawi tempat aktif itu ke posisi yang meningkatkan kemampuannya untuk mengkatalisis reaksi kimiawi. 3. Tempat aktif adalah pusat katalitik enzim Dalam suatu reaksi enzimatik, substrat berikatan dengan tempat aktif untuk membentuk suatu kompleks enzim substrat. Pada sebagian besar kasus, substrat terikata pada tempat aktif melalui interaksi yang lemah, seperti ikatan hidrogen dan ikatan ionik. Rantai samping beberapa asam amino yang membentuk tempat aktif akan mengkatalisis pengubahan substrat menjadi produk, dan produk itu akan keluar dari tempat aktif tersebut. Setelah itu enzim tersebut akan kembali bebas untuk mengikat molekul substrat lain pada tempat aktifnya. Siklus tersebut terjadi sedemikian cepatnya sehingga sebuah molekul enzim tunggal umumnya akan bekerja pada sekitar seribu molekul substrat per detik. Beberapa enzim bekerja lebih cepat lagi. Enzim-enzim, seperti katalis lain, keluar dari reaksi dalam bentuk aslinya. Dengan demikian, enzim dalam jumlah yang sangat kecil dapat mempunyai dampak metabolic yang sangat besar dengan cara berfungsi terus-menerus dalam siklus katalitik. Enzim menggunakan berbagai mekanisme untuk menurunkan energy aktivasi dan mempercepat reaksi. Pada reaksi yang melibatkan dua atau lebih reaktan, tempat aktif memberikan suatu cetakan bagi substrat agar bisa ikut bersama dalam reaksi yang terjadi di antara substrat-substrat tersebut. Ketika tempat aktif telah mengikat substrat, melalui kecocokan terinduksi, enzim dapat menekan molekul-molekul substrat, meregang dan membengkokkan ikatan kimiawi penting yang harus diputuskan selama reaksi tersebut. Karena EA sebanding dengan kesulitan untuk memutuskan ikatan itu, maka gangguan terhadap subtract akan mengurangi jumlah energy termal yang harus diserap untuk mencapai suatu keadaan transisi. Tempat aktif juga menyediakan suatu lingkungan mikro yang kondusif bagi suatu jenis reaksi tertentu. Misalnya jika tempat aktif memiliki asam amino dengan rantai samping yang asidik, tempat aktif itu akan dapat menjadi kantong pH rendah dalam sel yang biasanya bersifat netral. Pada kasus seperti itu, suatu asam amino asidik dapat memudahkan transper H+ ke substrat sebagai langkah penting dalam mengkatalisis reaksi tersebut. Mekanisme lain dari katalisis adalah partisipasi langsung tempat aktif itu dalam reaksi kimiaw. Kadang-kadang proses ini bahkan melibatkan pembentukan ikatan kovalen sementara antara substrat dan rantai samping asam amino enzim tersebut. Langkah selanjutnya adalah rekasi itu akan mengembalikan rantai samping ke keadaan semula, sehingga tempat aktif itu akan sama antara setelah reaksi dengan sebelum reaksi terjadi. Laju di mana sejumlah enzim mengubah substrat menjadi produk, sebagian merupakan fungsi dari konsentrasi awal subtrat. Semakin banyak molekul substrat yang tersedia, semakin sering molekul-molekul tersebut memasuki tempat aktif molekul enzim. Akan tetapi terdapat keterbatasan dalam memacu kecepatan reaksi dengan cara menambahkan lebih banyak lagi substrat ke suatu konsentrasi enzim yang tetap. Pada suatu titik tertentu, konsentrasi substrat tersebut akan menjadi cukup tinggi sehingga semua tempat aktif pada semua molekul enzim sudah ditempati oleh subtrat. Segera setelah produk meninggalkan tempat aktif, molekul substrat yang lain akan masuk. Pada kondisi substrat seperti ini, enzim tersebut dikatakan mengalami kejenuhan, dan laju reaksi ditentukan kecepatan tempat aktif mengubah substrat menjadi produk. Ketika suatu populasi enzim telah jenuh, satu-satunya cara untuk meningkatkan produktvitas adalah menambahkan lebih banyak lagi enzim. Inilah salah satu cara dari sel yaitu dengan membuat lebih banyak enzim. Gambar 3. Siklus katalitik suatu enzim 4. Lingkungan fisik dan kimiawi sel akan mempengaruhi aktivitas enzim Aktivitas suatu enzim dipengaruhi oleh faktor lingkungan umum seperti : pH, suhu, dan faktor kimiawi tertentu a. Pengaruh Suhu dan pH Perlu diingat bahwa struktur tiga dimensi protein sangat sensitif terhadap lingkungannya. Sebagai suatu protein, enzim memiliki kondisi tertentu di mana enzim tersebut dapat bekerja secara optimal karena lingkungan tersebut mendukung konformasi yang paling aktif bagi molekul enzim tersebut. Suhu merupakan salah satu factor lingkungan penting dalam aktivitas suatu enzim. Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena substrat akan bertubrukan dengan tempat aktif lebih sering ketika molekul itu bergerak lebih cepat. Di luar suhu itu, kecepatan suatu reaksi enzimatik akan menurun drastis. Agitasi termal pada molekul enzim tersebut akan mengganggu ikatan hidrogen, ikatan ionik dan interaksi lemah lainnya yang menstabilkan konformasi aktifnya sehingga molekul enzim tersebut akan mengalami denaturasi. Setiap enzim memiliki suatu suhu optimal di mana laju reaksinya berjalan paling cepat. Suhu ini memungkinkan terjadinya tubrukan molekuler paling banyak tanpa mendenaturasikan enzim tersebut. Sebagian besar enzim manusia memiliki suhu optimal sekitar 350 C sampai 400 C. Lain halnya dengan bakteri yang hidup pada sumber air panas dapat mengandung enzim dengan suhu optimal 700C atau lebih. Selain setiap enzim memiliki suhu optimal, enzim juga memiliki nilai pH optimal untuk bekerja paling aktif. Nilai pH optimal untuk sebagian besar enzim adalah sekitar 6 sampai 8, akan tetapi tetapi terdapat beberapa perkecualian. Misalnya pepsin, enzim pencernaan dalam lambung, bekerja paling baik pada pH 2. Lingkungan asam seperti ini mendenaturasi sebagian besar enzim, akan tetapi konformasi aktif pepsin diadaptasikan dengan asam lambung tersebut. Sebaliknya tripsin, enzim pencernaan yang tinggal pada lingkungan usus yang bersifat basa, memiliki pH optimal 8. Gambar 4. Pengaruh lingkungan terhadap aktivitas enzim b. Kofaktor Banyak enzim yang memerlukan bantuan dari komponen nonprotein untuk aktifitas katalitiknya. Komponen inilah yang disebut kofaktor, dapat berikatan kuat dengan tempat aktif secara permanen, atau dapat juga berikatan secara lemah dan reversible bersama-sama dengan substrat. Kofaktor beberapa enzim adalah molekul anorganik, seperti atom logam zink, besi dan tembaga. Jika kofaktor tersebut merupakan molekul organik maka molekul organik ini secara lebih sfesifik disebut koenzim. Sebagian besar vitamin merupakan koenzim atau bahan baku untuk pembuatan koenzim tersebut. Kofaktor berfungsi dalam berbagai cara. Namun dalam semua kasus, kofaktor penting bagi terjadinya katalisis. c. Inhibitor enzim Senyawa kimiawi tertentu secara selektif menghambat ( menginhibisi ) kerja enzim spesifik. Jika inhibitor berikatan dengan enzim melalui ikatan kovalen, inhibisi yang terjadi umumnya bersifat ireversibel. Akan tetapi, akan menjadi dapat balik atau reversible jika inhibitor tersebut berikatan melalui ikatan lemah. (Gambar 20) Beberapa inhibitor menyerupai molekul substrat yang normal dan bersaing untuk dapat menempati tempat aktif enzim. Senyawa yang mirip seperti itu yang disebut inhibitor kompetitif. Mengurangi produktivitas enzim dengan cara mencegah substrat untuk memasuki tempat aktif. Inhibisi seperti ini sifatnya reversible. Hambatan ini dapat diatasi dengan cara meningkatkan konsentrasi substrat sedemikian rupa sehingga begitu tempat aktif tersedia aka nada lebih banyak molekul substrat daripada molekul inhibitor di sekelilingnya sehingga akan dapat memenangkan persaingan untuk memasuki tempat aktif Inhibitor nonkempetitif tidak secara langsung bersaing dengan substrat pada tempat aktif. Sebaliknya inhibitor ini menghambat reaksi enzimatik dengan cara berikatan dengan bagian lain enzim tersebut. Interaksi ini akan menyebabkan molekul enzim tersebut mengubah bentuknya yang selanjutnya membuat tempat aktif tidak reseptif terhadap substrat atau membuat enzim tersebut kurang efektif dalam mengkatalisis perubahan substrat menjadi produk. Beberapa racun yang diserap oleh organism dari lingkungan bekerja dengan cara menginhibisi enzim. Misalnya pestisida DDT dan parathion adalah inhibitor enzim-enzim utama dalam system saraf. Banyak antibiotic adalah inhibitor enzim spesifik pada bakteri. Misalnya penisilin akan membatasi tempat aktif suatu enzim yang digunakan oleh banyak bakteri untuk mebuat dinding selnya. Dengan menyebut inhibitor enzim yang merupakan racun pada proses metabolism, maka inhibisi enzim umumnya memberi kesan abnormal dan berbahaya. Pada kenyataannya, inhibisi dan aktivasi enzim yang selektif oleh molekul yang secara alami ditemukan di dalam sel merupakan mekanisme penting dalam control metabolisme 5. Kontrol metabolisme Kekacauan kimiawi akan terjadi jika semua jalur metabolism terbuka secara bersamaan. Bayangkan misalnya substansi yang disintesis oleh suatu jalur segera dirombak oleh jalur yang lain, sel tersebut akan memutar metabolismenya tanpa henti. Sesungguhnya sebuah sel mengatur jalur metabolismenya secara ketat dengan cara mengontrol kapan dan di mana berbagai enzimnya tersebut akan diaktifkan. Jalur-jalur tersebut dikontrol dengan cara meng-on-kan atau meng-off-kan gen yang mengkode enzimenzim spesifik. Gambar 5. Inhibisi enzim a. Kontrol metabolisme sering kali berantung pada pengaturan alosterik Pada banyak kasus, molekul yang secara alamiah mengatur aktivitas enzim dalam sebuah sel berperilaku mirip seperti inhibitor nonkompetitif reversible. Molekul pengatur ini akan mengubah bentuk dan fungsi enzim dengan cara berikatan dengan suatu tempat alosterik, suatu tempat reseftor spesifik pada beberapa bagian molekul enzim yang berada jauh dari tempat aktif enzim tersebut. Pengaruh yang ditimbulkan bisa bersifat menghambat ( inhibisi ) atau merangsang ( stimulasi ) aktivitas enzim. 1) Pengaturan alosterik Sebagian besar enzim yang diatur secara alosterik dibangun dari dua atau lebih rantai atau subunit polipeptida. Setiap subunit mempunyai tempat aktifnya sendiri, dan tempat alosterik umumnya berlokasi di mana subunutsubunit tersebut menyatu. Keseluruhan kompleks ini akan berosilasi ( bergantiganti ) di antara dua keadaan konformasi, satu keadaan secara katalitik aktif dan yang satunya lagi inaktif. Pengikatan activator ke suatu tempat alosterik akan menstabilkan konformasi yang mempunyai tempat aktif yang fungsional. Sementara pengikatan inhibitor alosterik akan menstabilkan konformasi inaktif enzim tersebut. Daerah kontak antara subunit-subunit suatu enzim alosterik berhubungan sedemikian rupa sehingga perubahan konformasi dalam suatu subunit akan diteruskan atau ditransmisikan ke semua subunit lainnya. Melalui interaksi subunit-subunit tersebut, suatu molekul activator atau inhibitor tunggal yang berikatan dengan salah satu tempat alosterik itu akan akan mempengaruhi tempat aktif semua subunit.Karena pengatur alosterik berikatan dengan enzim melalui ikatan lemah, aktivitas enzim tersebut akan berubah oleh adanya konsentrasi pengatur yang berfluktuasi. Pada beberapa kasus, inhibitor dan activator sangat mirip bentuknya sehingga saling bersaing untuk menempati tempat alosterik yang sama. Misalnya beberapa enzim jalur katabolik bisa memiliki tempat alosterik yang cocok berikatan dengan ATP dan AMP ( adenosine monofosfat ) yang selalu dihasilkan dari ADP. Enzim seperti itu diinhibisi oleh ATP dan diaktifkan oleh AMP. Hal ini masuk akal karena fungsi utama katabolisme adalah untuk meregenerasi ATP. Jika produksi ATP lebih lambat dari penggunaannya, maka AMP akan terakumulasi dan akan mengaktifkan enzim-enzim utama yang mempercepat katabolisme. Jika penawaran ATP melebihi permintaan, maka katabolisme akan melambat karena molekul ATP terakumulasi dan bersaing untuk menempati tempat alosterik. Dengan cara ini enzim alosterik akan mengontrol laju reaksi-reaksi utama dalam jalur-jalur metabolism. Gambar 21. Pengaturan alosterik 2) Inhibisi umpan balik Inhibisi jalur katabolic pengkasil ATP melalui pengikatan secara alosterik ATP dengan suatu enzim dalam jalur ini merupakan contoh inhibisi umpan balik, salah satu metode kontrol metabolisme. Inhibisi umpan balik adalah peng-offan suatu jalur metabolism oleh produk akhirnya, yang bertindak sebagai inhibitor suatu enzim dalam jalur tersebut. Gambar di bawah menunjukkan suatu contoh mekanisme kontrol yang beroperasi pada jalur anabolic. Beberapa sel menggunakan jalur anabolik lima tahap untuk mensintesis asam amino isoleusin dari treonin, asam amino yang lain. Setelah isoleusin, produk akhir jalur itu terakumulasi, maka asam amino tersebut akan memperlambat sintesisnya sendiri dengan cara menginhibisi secara alosterik enzim pada tahap paling awal dari jalur tersebut. Dengan demikian inhibisi umpan balik akan mencegah sel-sel menghamburkan sumberdaya kimiawi untuk mensintesis lebih banyak isoleusin dibandingkan dengan yang diperlukan. Gambar 22. Inhibisi umpan balik 3) Kooperativitas Melalui suatu mekanisme yang menyerupai suatu aktivasi alosterik, molekul substrat dapat merangsang kekuatan katalitik enzim. Perlu diingat bahwa pengikatan substrat pada enzim akan menginduksi perubahan bentuk yang menguntungkan tempat aktif ( kecocokan terinduksi ). Jika enzim memiliki dua atau lebih subunit, interaksi dengan satu molekul substrat akan memicu terjadinya perubahan konformasi menguntungkan yang sama pada semua subunit lain enzim tersebut. Mekanisme ini disebut kooperativitas, yang akan memperbesar respon enzim terhadap substrat. Satu molekul substrat akan menyiapkan enzim untuk menerima molekul substrat tambahan. Gambar 23. Kooperativitas b. Lokalisasi enzim di dalam suatu sel akan membantu mengatur metabolisme Sel bukan hanya sebuah kantung senyawa kimiawi dengan ribuan jenis enzim dan substrat yang berlainan yang bergerak secara acak. Struktur di dalam sel akan membuat jalur metabolism tersebut menjadi teratur. Dalam beberapa kasus, suatu kelompok enzim untuk beberapa tahap jalur metabolism bergabung bersama membentuk kompleks multienzim. Pengaturan ini akan mengontrol urutan reaksi, karena produk dari reaksi pertama akan menjadi substrat untuk enzim berikutnya dalam kompleks itu, dan demikian seterusnya sampai produk akhirnya dibebaskan. Beberapa enzim dan kompleks enzim memiliki lokasi yang tetap di dalam sel sebagai komponen structural membrane tertentu. Enzim lain berada dalam larutan di dalam organel sel eukariotik terbungkus membrane yang spesifik, masing-masing dengan lingkungan kimiawi internalnya sendiri-sendiri. Misalnya di dalam sel eukariotik enzim-enzim untuk respirasi seluler berada di dalam mitokondria. Jika sel itu memiliki sejumlah molekul enzim untuk respirasi yang sama namun terlarut dan diencerken dalam seluruh volume sel, maka respirasi tentunya akan menjadi sangat tidak efisien. Basis struktural dari keteraturan metabolism membawa kita 6. Klasifikasi dan tatanama enzim Banyak enzim yang telah dinamakan dengan menambahkan akhiran ase kepada nama substratnya, misalnya urease mengkatalisis hidrolisis urea, amilase menghidrolisis amilum. Tetapi banyak pula enzim yang dinamakan tidak berdasarkan nama substratnya, misalnya tripsin dan pepsin. Juga ada enzim yang dikenal dengan dua nama, misalnya amilase yang dihasilkan kelenjar ludah dinamakan pula ptialin. Karena itu, dan juga dengan terus meningkatnya jumlah enzim yang baru ditemukan, suatu dasar penggolongan enzim secara sistematis telah dikemukakan oleh persetujuan Internasional. Sistem ini menempatkan semua enzim ke dalam enam kelas utama, masing-masing dengan subkelas, berdasarkan atas jenis reaksi yang dikatalisisnya. Tabel 2. Klasifikasi Enzim berdasarkan International Union of biochemistry (IUB) No Kelas Tife reaksi yang dikatalisis 1 Oksidoreduktase Transfer elektron 2 Transferase Transfer gugus fungsi 3 Hidrolase Reaksi hidrolisis 4 Liase 5 Isomerase 6 Ligase (sintetase) Pemutusan ikatan C-C, C-O, C-N, membentuk ikatan rangkap Pemindahan gugus di dalam molekul, membentuk isomer Pembentukan ikatan Tiap-tiap enzim ditetapkan ke dalam empat tingkat nomor kelas dan diberikan suatu nama sistematik, yang mengidentifikasi reaksi yang dikatalisis. . Reaksi-reaksi (dan enzim-enzim yang mengkatalisisnya) dibagi dalam 6 kelas utama, masing-masing kelas dengan 4-13 sub-kelas. Nama enzim mempunya 2 bagian. Yang pertama adalah nama substrat atau substrat-subtrat. Yang kedua, diakhiri dengan “ase”, menunjukan jenis reaksi yang dikatalisis. Akiran “ase” tidak lagi tercantum langsung pada nama substrat. Contoh, enzim yang mengkatalisis reaksi: ATP + D-glukosa → ADP + D-glukosa – 6 – fosfat. Nama sistematik formal enzim ini adalah: fosfotransferase ATP: glukosa, yang menunjukkan bahwa enzim ini mengkatalisis pemindahan gugus fosfat dari ATP ke glukosa. Enzim ini ditempatkan ke dalam kelas 2 pada tabel 2, dan nomor klasifikasinya (EC) adalah 2.7.1.1, dengan bilangan pertama (yaitu 2) menunjukkan nama kelas (transferase), bilangan kedua (7 ) bagi subkelas (fosfotransferase) dan bilangan ketiga (1) bagi sub-sub kelas (fosfotransferase dengan gugus hidroksil sebagai penerima), dan bilangan keempat (1) bagi D-glukosa sebagai penerima gugus fosfat. Jika nama sistematiknya rumit, maka nama biasa dari enzim ini adalah heksokinase. SIMPULAN Enzim mempercepat reaksi metabolisme dengan cara menurunkan rintangan energy. Enzim adalah protein katalitik. Suatu katalis adalah suatu agen kimiawi yang mengubah laju reaksi tanpa harus dipergunakan oleh reaksi itu. Enzim bekerja dengan menurunkan hambatan energy aktivasi. Enzim memiliki tempat aktif sebagai tempat katalitik yang mengubah substrat spesifik menjadi suatu produk. Aktivitas suatu enzim dipengaruhi oleh faktor lingkungan umum seperti : pH, suhu, dan faktor kimiawi tertentu. sel mengatur jalur metabolismenya secara ketat dengan cara mengontrol kapan dan di mana berbagai enzimnya tersebut akan diaktifkan. Jalur-jalur tersebut dikontrol dengan cara meng-on-kan atau meng-off-kan gen yang mengkode enzim-enzim spesifik. Sistem klasifikasi internasional menempatkan semua enzim ke dalam enam kelas utama, masing-masing dengan subkelas, berdasarkan atas jenis reaksi yang dikatalisisnya. RUJUKAN Boyce Sinead, Keith F Tipton. Enzyme Classification and Nomenclature. Trinity College, Dublin, Ireland Campbell, Neil A. 2004. Biologi.(terjemahan). Jakarta: Erlangga Phillips,Jhon S. dkk. 2002. Chemistry: concept and application. USA: The McGraw Hill Companies Inc. Murray, Robert K. et al. 2006. Harper’s Illustrated Biochemistry, 27th ed. The McGraw Hill Companies Inc.