SKENARIO 4 Tina, 40 tahun, ibu rumah tangga, datang ke poliklinik obstetri dan ginekologi karena post coital bleeding sejak 6 bulan lalu. Siklus menstruasi normal. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan ginekologi dan pap’s smear. Dari hasil pemeriksaan pap’s smear dokter menyimpulkan sel cervix Tina mengalami dysplasia ringan. Dokter menjelaskan bahwa dysplasia ini dapat berkembang menjadi kanker cervix jika tidak ditangani dengan baik. Dokter juga menyarankan Tina untuk melakukan pemeriksaan pap’s smear secara berkala. Dari anamnesia lebih lanjut dokter mendapatkan informasi bahwa Tina tidak memiliki banyak pasangan, belum pernah mendapatkan imunisasi HPV, memiliki 6 anak dan pernah mengalami abortus satu kali dan ternyata saudara Tina juga ada yang menderita kanker ovarium KLARIFIKASI ISTILAH 1. Post coital bleeding : Perdarahan yang terjadi setelah/selama hubungan seksual, tidak berhubungan dengan menstruasi. 2. Obstetri : Spesialisasi pembedahan yang menangani pelayanan kesehatan wanita selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. 3. Ginekologi : Ilmu yang mempelajari dan menangani kesehatan alat reproduksi wanita 4. Pap’s smear : Tes skrining untuk mendeteksi dini perubahan/abnormalitas dalam serviks sebelum sel-sel tersebut menjadi kanker. 5. Sel serviks : Sel serviks yang terdiri dari sel skuamosa, jaringan stroma dan sel thoraks. 6. Displasia : Suatu keadaan dimana terjadi penambahan sel. 7. Kanker cervix : Keganasan yang disebabkan oleh HPV yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. 1 8. Abortus : Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram 9. Kanker ovarium : Suatu penyakit dimana ovarium yang terjadi pada wanita yang ditandai dengan perkembangan sel-sel abnormal. 10. Imunisasi HPV : Imunisasi yang dapat melindungi wanita terhadap jenis infeksi human papiloma virus mungkin bisa menurunkan resiko kanker serviks. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Tina, 40 tahun, ibu rumah tangga, datang ke poliklinik obstetric dan ginekologi karena post partum coital bleeding sejak 6 bulan lalu. Siklus menstruasi normal. 2. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan ginekologi dan pap’s smear. Dari hasil pemeriksaan pap’s smear dokter menyimpulkan sel cervix Tina mengalami dysplasia ringan. 3. Dokter menjelaskan bahwa dysplasia ini dapat berkembang menjadi kanker cervix jika tidak ditangani dengan baik, dokter juga menyarankan Tina untuk melakukan pemeriksaan pap’s smear secara berkala. 4. Dari anamnesia lebih lanjut dokter mendapatkan informasi bahwa Tina tidak memiliki banyak pasangan, belum pernah mendapatkan imunisasi HPV, memiliki 6 anak dan pernah mengalami abortus satu kali dan ternyata saudara Tina juga ada yang menderita kanker ovarium ANALISIS MASALAH Tina, 40 tahun, ibu rumah tangga, datang ke poliklinik obstetric dan ginekologi karena post partum coital bleeding sejak 6 bulan lalu. Siklus menstruasi normal. 1. Bagaimana mekanisme post coital bleeding?1 Jawab : - Pada polip serviks : lesi ini berasal dari peradangan meskipun lesi ini membentuk tumor yang mungkin menonjol sebagai masa polipoid. Timbul perdangan kronik dapat menyebabkan metaplasia sel gepeng pembungkus dan ulserasi. Lesi ini dapat berdarah. 2 - Pada keganasan serviks : pada sel-sel neoplasma dimana mitosis tinggi sehingga akan terbentuk banyak sel-sel muda. Sel-sel muda ini mengalami gangguan dalam maturasi sehingga rapuh dan mudah mengalami ulserasi yang dapat menyebabkan perdarahan 2. Apa penyebab post coital bleeding?2 3 Jawab : a. Eksfoliasi jaringan kanker b. Terbukanya pembuluh darah c. Dysplasia serviks : merupakan perubahan pra kanker pada leher Rahim d. Infeksi di vagina atau serviks e. Polip serviks massa bertangkai pada serviks f. Kanker leher Rahim g. Endometriosis terutama adenomiosis h. Polip Rahim i. Mioma uteri yaitu tumor jinak yang berasal dari dinding otot Rahim. 3. Bagaimana gejala klinis post coital bleeding?3 Jawab : Perdarahan terjadi segera setelah koitus Pada pemeriksaan in spekulo tampak tempat, bentuk dan besarnya luka 4. Penyakit apa saja yang ditandai post coital bleeding?3 Jawab : Perdarahan sewatu atau setelah koitus dapat merupakan gejala dini dari karsinoma serviks uteri, walaupun itu dapat disebabkan pula oleh erosi portio,polip serviksm atau vulnus traumatikum postkoitum (himen robek disertai perdarahan dari arteri kecil dari koitus pertama, atau pada permukaan forniks posterior ) 3 5. Apa saja kelainan siklus menstruasi?4 Jawab : Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam : 1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid : Hipermenorea atau menoragia dan Hipomenorea 2. Kelainan siklus : Polimenorea; Oligomenorea; Amenorea Amenorea dapat dikarenakan aktifitas (latihan) sehingga berdampak pada penurunan berat badan. penurunan berat badan yang terjadi pada kasus diatas menyebabkan penurunan leptin, leptin ini diproduksi dari lemak, akibatnya berdampak ke hypothalamus- hipofisis-ovarium dimana terjadinya penurunan FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone) pada tingkat hipofisis sedangkan pada ovarium akan terjadi penurunan estrogen.5 3. Perdarahan di luar haid : Metroragia 4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid : Pre menstrual tension (ketegangan pra haid); Mastodinia; Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi) dan Dismenorea 6. Bagaimana endokrinologi siklus menstruasi?6 Jawab : 1. Siklus ovarium a. Fase pertumbuhan folikel Pada sekitar permulaan siklus menstruasi konsentrasi FSH dan LH meningkat yang akan menyebabkan percepatan pertumbuhan sel teka dan sel granulosa dalam sekitar 20 folikel ovarium setiap bulan. Sel teka dan sel granulosa juga menyekresikan cairan folikular yang mengandung estrogen. Penimbunan cairan ini dalam folikel menyebabkan terbentuknya antrum. Setelah antrum terbentuk, sel teka dan sel granulosa terus mengadakan proliferasi , dan setiap folikel yang sedang tumbuh menjadi folikel vesicular. Bila folikel ini terus berkembang, sel teka dan sel granulosa terus berkembang pada satu kutub folikel. Dalam massa ini terletak ovum. Setelah pertumbuhan selama satu minggu atau lebih, salah satu folikel mulai tumbuh keluar dari semua lumen, sisanya mulai mengalami involusi (atresia). Hal ini disebabkan folikel yang berkembang pesat menyekresikan lebih banyak estrogen sehingga menimbulkan penghambatan umpn balik sekresi 4 hormone gonadotropin FSH. Kekurangan rangsangan FSH pada folikel yang tidak berkembang inilah yang menyebabkan folikel atresia. b. Fase ovulasi Dengan bertambah matang folikel hingga akhirnya matang benar, dan oleh karena pembentukan cairan folikel makin bertambah, maka folikel makinterdesak ke permukaan ovarium, malahan menonjol keluar. Sel-sel pada permukaan ovarium menjadi tipis, folikel pecah dan keluarlah cairan dari folikel bersama-sama ovum yang dikelilingi sel-sel kumulus oofurus. Ovulasi terjadi pada hari ke 14 setelah timbulnya menstruasi. c. Fase Luteal Selama hari terakhir sebelum ovulasi dan diteruskan selama sehari atau lebih setelah ovulasi dibawah rangsangan hormon luteinisasi, sel-sel teka dan sel granulose mengalami luteinisasi. Jadi massa sel yang masih tetap pada tempat folikel yang pecah menjadi korpus luteum yang menyekresikan hormone progesterone dan estrogen. Setelah itu ia mulai mengalami involusi dan kehilangan fungsi sekresinya serta sifat lipidnya sekitar 12 hari setelah ovulasi yang kemudian menjadi korpus albikans. 2. Siklus endometrium a. Fase Proliferasi (fase estrogen) Setelah menstruasi hanya lapisan tipis stroma endometrium tersisa pada basis endometrium asli, dan satu-satu nya sel epitel yang tertinggal terletak pada bagian dalam sisa-sisa kelenjar dan kriptus endometrium. Di bawah pengaruh estrogen yang sekresinya ditingkatkan oleh ovarium selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan sel-sel epitel dengan cepat berproliferasi. Permukaan endometrium mengalami reepitelisasi dalam 3-7 hari setelah permulaan menstruasi b. Fase Sekresi (fase progesterone) Selam separuh terakhir siklus seksual, progesterone dan estrogen disekresikan dalam jumlah besar oleh korpus luteum. Estrogen menyebabkan proliferasi sel tambahan dan progesterone menyebabkan pembengkakan hebat dan pembentukan sekresi endometrium. Kelenjar tambah berkelok-kelok, zat yang disekresikan 5 tertimbun dalam sel epitel kelenjar, dan kelenjar menyekresikan sedikit cairan endometrium. c. Fase menstruasi Menstruasi disebabkan oleh karena penurunan mendadak progesterone dan estrogen pada akhir siklus haid ovarium. Selama menstruasi normal, sekitar 35 ml darah dan 35 ml cairan serosa hilang 7. Bagaimana penegakan diagnosis post coital bleeding?3 Jawab : Ditemukan lendir darah sesaat setelah berhubungan. 6 Dokter kemudian melakukan pemeriksaan ginekologi dan pap’s smear. Dari hasil pemeriksaan pap’s smear dokter menyimpulkan sel cervix tina mengalami dysplasia ringan. 1. Bagaimana tujuan dan manfaat pemeriksaan ginekologi?7 Jawab: Untuk mengetahui kesehatan alat reproduksi wanita Untuk membantu dalam menegakkan diagnosis 2. Bagaimana cara pemeriksaan ginekologi?7 Jawab : No Langkah 1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri 2. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan dan imformed consent 3. Persiapkan alat yang dibutuhkan : sarung tangan steril, kapas DTT, pelumas/jelli, speculum, larutan klorin 0,5 % 4. Cuci tangan dan kenakan handscoon 5. Persilahkan pasien berbaring dalam posisi litotomi dan pemeriksa berdiri didepan vulva 6. Lakukan tindakan aseptic antiseptic pada vulva dengan menggunakab kapas sublimat dari arah atas ke bawah Inspeksi : 7. Nilai kondisi : mons pubis, labia mayora dan minora, klitoris, hymen, anus, dan perineum (hematoma/ edema, sikatrik, benjolan, tanda radang) Inspekulo : 8. Beri pelumas/jelli pada speculum , usahakan speculum telah dihangatkan 9. Masukkan speculum dengan ukuran sesuai secara miring, agar tidak mengenai meatus uretra eksternum 10. Spekullum dimasukkan sejauh mungkin kedalam vagina lalu dibuka hungga serviks terlihat jelas 11. Kencangkan/kunci speculum 7 12. Nilai kondisi serviks : warna, ulserasi, tumor, perdarahan, keputihan 13. Sekrup speculum dikendurkan dan speculum diputar kembali pada posisi semula (miring). Speculum perlahan-lahan ditarik keluar Pemeriksaan bimanual : 14. Beri jeli pada jari telunjuk dan jari tengah 15. Ibu jari dan telunjuk tanagn kiri membuka labia 16. Masukkan jari tengah tangan kanan kedalam vagina dengan menekankan kearah komisura posterior yang kemudian diikuti jari telunjuk 17. Setelah jari tengah dan telunjuk tangan kanan masuk, tangan kiri dipindahkan keatas sympisis untuk memfiksasi uterus 18. Nilai kondisi serviks: posisi , ukuran, nyeri goyang portio 19. Nilai kondisi uterus: ukuran, bentuk, nyeri tekanm benjolan 20. Letakkan tangan kanan disamping serviks, tangan kiri pada sisi yang sama diatas perut Nilai kondisi ovarium : ukuran, konsistensi, nyeri, mobilitas 21. Keluarkan tangan pelan-pelan 22. Cuci tangan pada larutan klorin, sarung tangan dibuka dan rendam dalam keadaan terbalik 3. Apa indikasi pemeriksaan ginekologi?7 Jawab : Indikasi : - Infeksi alat genital - Perdarahan pervaginam - Ada masa di alat genital 4. Apa tujuan dan manfaat pap’s smear?8 Jawab : a. Dilakukan untuk kepentingan diagnosis dini dari karsinoma servisis uteri dan karsinoma korposis uteri. 8 b. Secara tidak langsung dapat dipakai untuk mengetahui fungsi hormonal karena pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan perubahan-perubahan khas pada sel-sel selaput vagina. c. Maturitas kehamilan dapat pula ditentukan dengan cara ini walaupun hasilnya tidak selalu memuaskan. d. Deteksi ke arah peradangan seperti servisitis, colpitis bila leukosit dan limfosit meningkat. 5. Bagaimana cara melakukan pap’s smear? Jawab : Pengambilan sampel dapat dilakukan oleh dokter umum, dokter spesialis maupun bidan/ para medis. Sedangkan yang memproses sampel adalah analis/ teknisi laboratoriun mendiagnosa hasil adalah ahli patologi anatomi (dokter spesialis PA). Sarana prasarana yang diperlukan dalam pemeriksaan pap smear antara lain : ruangan khusus, meja ginekologi, tenaga ahli dan terampil, spekulum steril, peralatan yang menunjang untuk pemeriksaan Pap Smear (spatula, obyek glass, cairan untuk fiksasi, tabung fiksasi, mikroskop), alat tulis (misal spidol marker, label, pensil), formulir Pap Smear, medical records, laboratorium sitologi dengan petugas terampil/ ahli dalam menginterpretasikan hasil, transportasi pengiriman hasil Pap Smear, sistem informasi untuk meyakinkan klien dalam melakukan kunjungan ulang, kualitas sistem asuransi untuk memaksimalkan keakuratan. Fiksasi Sampel Fiksasi sampel adalah cara mengawetkan sampel dengan bahan kimia tertentu agar sel yang terkandung dalam sampel tidak rusak/ lisis. Bahan kimia untuk fiksasi antara lain : alkohol 96 %, alkohol 70 %, methanol, alkohol 50 %, either – alkohol 95 %. Bahan kimia yang biasa digunakan untuk fiksasi sampel adalah alkohol 96%. 9 Alat Pengambilan Sampel Alat pengambilan sampel untuk pap smear dengan menggunakan spatula yang dapat terbuat dari kayu maupun plastik. Jenis spatula antara lain : cervix brush, cytobrush, plastic spatula, maupun wooden spatula. Teknik pemeriksaan Pap smear o Dua hari menjelang pemeriksaan, ibu dilarang melakukan senggama maupun memakai obat-obatan yang dimasukkan ke dalam liang senggama. Waktu yang baik untuk pemeriksaan adalah beberapa hari setelah selesai menstruasi. o Terlebih dahulu mengisi informed consent dan formulir Pap Smear secara lengkap dan sesuaikan dengan nomor urut pengambilan. o Ibu dalam posisi litotomi, pasang spekulum vagina tanpa menggunakan pelicin, dan tanpa melakukan periksa dalam sebelumnya. Setelah portio tampak, maka spatula dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, lalu spatula diputar 180° searah jarum jam. o Spatula dengan ujung pendek diusap 360° pada permukaan serviks. o Lendir yang didapat dioleskan pada objek glass berlawanan arah jarum jam. Apusan hendaknya dilakukan sekali saja, lalu difiksasi atau direndam dalam larutan alkohol 96% selama 30 menit. o Sediaan dapat dikirim secara basah (tetap direndam dalam alkohol) atau dikirim secara kering dengan mengeringkan sediaan setelah direndam dalam alkohol. Selanjutnya sediaan tadi dikirim ke Ahli Patologi Anatomi untuk diperiksa. 6. Apa indikasi dan kontraindikasi pap’s smear? Indikasi The American College of Obstetricians and Gynecologist telah merekomendasikan sebabaiberikut : Skrining pertama kali : kurang lebih 3 tahun setelah hubungan intim yang pertama kali atausejak usia 21 tahun jika saat itu melakukan hubungan yang pertama kali. Wanita sampai umur 30 tahun, skrining dilakukan setahun sekali. Wanita usia 30 tahun ke atas: 10 a. Skrining tiap 2-3 tahun apabila hasil sitologi servikal 3 tahun berturut-turut negatif ataukombinasi hasil sitologi servikal dan pemeriksaan risiko tinggi HPV negatif. b. Skrining lebih sering dilakukan pada pasien-pasien dengan hasil Pap positif ataudengan tes risiko tinggi HPV positif, infeksi HIV, pasien-pasien dengan imunosupresi,mendapat paparan dietilstilbestrol (DES) in utero, mempunyai riwayat kanker serviikssebelumnya. Wanita dengan histerektomi: skrining rutin tidak dilanjutkan apabila serviks telah diangkatdan tidak ada riwayat pertumbuhan sel yang abnormal atau ke arah keganasan. Apabilawanita tersebut memiliki riwayat pertumbuhan sel yang abnormal, maka skriningdilakukan setiap tahun ; pada beberapa pasien skrining tidak dilanjutkan apabila hasil tessitologi vagina 3 kali berturut-turut hasilnya negatif. Wanita yang lebih tua: The American Cancer Society merekomendasikan bahwa skrining tidak dilanjutkan pada wanita yang berusia lebih dari 70 tahun apabila hasilpemeriksaan Pap smear 3 kali berturut-turut negative dan hasil Pap smear 10 tahunsebelumnya juga negatif.The American Cancer Society menyatakan bahwa Pap smear harus diteruskan pada wanitasehat yang memiliki riwayat kanker serviks, eksposur dietilstilbestrol (DES) in utero, infeksiHIV atau dengan kelemahan sistem imun. Dokter menjelaskan bahwa dysplasia ini dapat berkembang menjadi kanker cervix jika tidak ditangani dengan baik, dokter juga menyarankan Tina untuk melakukan pemeriksaan pap’s smear secara berkala. 1. Apa saja jenis-jenis dysplasia?9 Jawab : - Displasia ringan - Displasia sedang - Displasia berat 2. Bagaimana interpretasi hasil pap’s smear?8 10 Jawab : 1. Kelas I berarti negative ( tidak ditemukan sel – sel ganas) 11 2. Kelas II berarti ada sel – sel atipik, akan tetapi tidak mencurigakan 3. Kelas III berarti ada sel – sel atipik , dicurigai keganasan 4. Kelas IV ada kemungkinan tumor ganas 5. Kelas V berarti jelas tumor ganas7 1. Negative : tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitology dalam 1 tahun lagi 2. Inkonklusif : sediaan tidak memuaskan. Disebabkan fiksasi tidak baik, tidak ditemukan sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan sitology setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya 3. Dysplasia : terdapat sel-sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopis. Derajat ringan, sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfrimasi dengan kolposkopi dan biopsy. Lakukan pnanganan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya 4. Positif : terdapat sel-sel ganas pada pengamatan mikroskopis. Harus dilakukan biopsy uantuk memastkian diagnosis. Penanganan harus dilakukan dirumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi 5. HPV : pada infeksi virus ini dapat ditemukan sediaan negative atau dysplasia. Dilakukan pemantauan ketat dengan konfirmasi kolposkopi dan ulangi pap smear.9 3. Apa saja proses (mekanisme) displasia?11 Jawab : Aktivitas seksual HPV (tergantung status imun, kerentanan genetic, faktor lain) Intergrasi virus HPV resiko tinggi (16,18) CIN (jika terjadi infeksi persisten) CIN derajat berat 4. Apa etiologi dan factor resiko dysplasia? 12 Jawab : Demographic risk factors Ethnicity (Latin American countries, U.S. minorities) 12 Low socioeconomic status Age Behavioral risk factors Infrequent or absent cancer screening Pap tests Early coitarche Multiple sexual partners Male partner who has had multiple sexual partners Tobacco smoking Dietary deficiencies Medical risk factors Cervical high-risk human papillomavirus infection Parity Immunosuppression 5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk menentukan dysplasia?13 Jawab : sitopatologi 6. Bagaimana gambaran histopatologi dysplasia? 9 14 Jawab : Sel skuamosa normal: sel-sel besar dengan inti kecil. Maturasi baik Displasia ringan : Sedikit peningkatan ukuran inti. Maturasi tidak berjalan baik Displasia berat : Inti besar, Maturasi tidak ada Karsinoma invasive : inti regular, perbedaan nyata dalam ukuran sel, invasi melalui membrane basal.14 a. CIN 1 (dysplasia ringan) atau kondiloma datar : - perubahan koilositotik, terutama di lapisan superfisial epitel 13 b. CIN II (dysplasia sedang) : - mengenai sebagian besar lapisan epitel, variasi dalam bentuk sel dan nucleus serta dengan mitosis normal di atas lapisan basal. - Terdapat maturasi epitel - Lapisan sel superfisial masih berdiferensiasi baik baik, - Pada beberapa kasus lapisan ini memperlihatkan perubahan koilositotik. c. CIN III ( dysplasia berat dan karsinoma in situ) : - ukuran sel dan nucleus yang lebih bervariasi - kekacauan orientasi sel - mitosis normal atau abnormal - Perubahan hampir mengenai semua lapisan epitel dan ditandai dengan hilangnya pematangan. - Diferensiasi sel permukaan dan gambaran koilositotik biasanya telah lenyap. - Jika perubahan displastik menjadi lebih atipikal dan mungkin meluas ke dalam endoserviks, tetapi masih terbatas di lapisan epitel dan kelenjarnya, menyebabkan karsinoma insitu.9 7. Apa tatalaksana dysplasia?12 Jawab : Ada 2 kategori berupa : - Obeservasi - Intervesi : Ablasi dan eksisi 8. Apa komplikasi dysplasia?9 15 Jawab : Komplikasi dysplasia - Lesi prekanker - Kanker serviks 14 9. Mengapa dari displasi ringan bisa berkembang menjadi kanker serviks?9 16 Jawab : Servix dilapisi oleh 2 macam epitel yaitu epitel squamosa dan epitel kolumner. Epitel squamosa menutupi serviks bagian luar dan epitel kolumner menutupi kanalis servikalis Epitel squamosa dan epitel kolumner bertemu membentuk sambungan squamokolumner ( SSK ). Dengan adanya pH vagina yang rendah dapat terjadi perubahan epitel kolumner menjadi epitel squamosa, perubahan tersebut dinamakan metaplasia. Proses metaplasia ini dianggap sebagai peristiwa normal dan terjadi pada kebanyakan wanita. Epitel squamosa yang terjadi akibat proses metaplasia disebut epitel squamosa metaplastik dan daerah yang terjadi akibat metaplasia disebut zone transpormasi. Jika terdapat mutagen pada serviks seperti sperma yang mengandung virus HSV tipe 2, klamidia dan HPV pada saat fase aktif atau fase awal dari metaplasia, maka sel-sel metaplastik dapat berubah menjadi sel yang berpotensi ganas dan dapat menyebabkan kelainan yang disebut displasia. Displasia yang terjadi dari yang ringan, sedang, berat dan selanjutnya dapat berkembang menjadi kanker serviks jika daya tahan tubuh tidak dapat mengatasi sel-sel tersebut. Perubahan dari displasia ringan ke sedang dan selanjutnya membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 3 – 5 tahun sehimgga kita mempunyai waktu untuk melakukan deteksi dini dengan Pap smear. 10. Bagaimana cara deteksi dini kanker serviks?17 Jawab : 1. Pap’s smear. Tes pap direkomendasikan pada saat mulai melakukan aktivitas seksual atau setelah menikah. Bagi kelompok perempuan yang berisiko tinggi (infeksi hPV, HIV,kehidupan seksual berisiko) dianjurkan pemeriksaantes pap setip tahun. 2. Tes inspeksi visual asam asetat. 11. Apa etiologi dan factor resiko kanker serviks?10 17 Jawab : Etiologi Penyebab langsung karsinoma uterus belum diketahui. Factor ekstrinsik yang diduga berhubungan dengan insidens karsinoma serviks uteri adalah smegma, infeksi 15 virus human papiloma virus (HPV) dan spermatozoa.Karsinoma serviks uteri timbul disambungan skuamokolumner serviks. Faktor resiko Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah prilaku seksual berupa mitra seks multiple, paritas, nutrisi, rokok, dll. Karsinoma servik dapat tumbuh aksofitik, endofitik, atau ulseratif.9 Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah factor ekstrinsik, diantaranya yang penting : jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda (<16th), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampaui dekat, mereka dari golongan social ekonomi rendah (higien seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus)-tipe 16 atau 18 dan kebiasaan merokok.17 12. Bagaimana epidemiologi kanker serviks?19 Jawab : Diantara tumor ganas ginekologik, kanker serviks uterus masih menduduki peringkat pertama di Indonesia. Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 4550 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasive memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia kurang dari 35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasive pada saat didiagnosa, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita dibawah usia 35 tahun. 13. Apa saja gejala dan tanda kanker serviks?17 Jawab : - Gejala tidak ada - Tanda dini berupa secret vagina yang berlebihan dan kadang disertai bercak perdarahan 16 - Gejala umum : perdarahan pervagina dan keputihan - Jika penyakit berlanjut : keluar cairan vagina yang berbai busuk, nyeri panggul, nyeri pinggang dan panggul 14. Bagaimana cara penegakan diagnosis kanker serviks?17 Jawab : Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan klinis meliputi Anamnesis Pemeriksaan fisik dan ginekologi, termasuk evaluasi KGB, pemeriksaan panggul dan pemeriksaan rektal Pemeriksaan penunjang : a. Tes pap smear’s : untuk skrinning b. Biposi : untuk memastikan / diagnosis pasti kanker serviks c. Pemeriksaan radiologi berupa foto paru-paru, pielografi intravena atau CT scan : untuk melihat perluasan penyakit serta menyingkirkan adanya obstruksi ureter d. Pemeriksaan laboratorium Klinik, berupa pemeriksaan darah tepi, tes fungsi ginjal dan tes fungsi hati : untuk mengevaluas fungsi organ serta menentukan jenis pengobatan yang akan diberikan. 15. Bagaimana pathogenesis kanker serviks?10 Jawab : Aktivitas seksual HPV (tergantung status imun, kerentanan genetic, faktor lain) Intergrasi virus HPV resiko tinggi (16,18) CIN (jika terjadi infeksi persisten) CIN derajat berat kanker serviks 17 16. Apa saja stadium kanker serviks?2 Jawab : 17. Bagaimana tatalaksana kanker serviks?10 Jawab : Pemilihan metode terapi berdasarkan pembagian stadium klinis, derajat diferensiasi patologis, ukuran tumor. Tingkat 0 Ia Ib, IIa Penatalaksanaan - Biopsy kerucut - Histeroktomi transvaginal - Biopsy kerucut - Histeroktomi transvaginal Histeroktomi radikal dengan limfadenopati panggul dan evaluasi kelenjar limfe 18 paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi pasca pembedahan) IIb, III dan IV Histeroktomi transvaginal Iva dan IVb Radioterapi Radiasi paliatif Kemoterapi 1. Terapi Operasi → tindakan kuratif pada kanker serviks stadium awal. Ia1: dengan histerektomi (pengangkatan uterus) total, bila perlu konservasi fungsi reproduksi, dapat dengan konisasi (pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut) Ia2: dengan histerektomi radikal modifikasi ditambah pembersihan kelenjar limfe kavum pelvis bilateral Ib1 – IIa: dengan histerektomi radikal modifikasi atau histerektomi radikal ditambah pemberishan kelenjar limfe kavum pelvis bilateral; pasien usia muda dapat mempertahankan ovary. 2. Radioterapi a. Radioterapi radikal Sesuai untuk karsinoma serviks uteri stadium IIb – IV. Tujuannya adalah agar lesi primer serviks uteri dan lesi sekunder yang mungkin timbul semuanya mendapat dosis radiasi maksimal, tapi tidak melebihi dosis toleransi radiasi organ dalam abdomen dan pelvis b. Radioterapi praoperasi Digunakan untuk stadium Ib2/IIa atau tumor serviks tipe tumbuh ke dalam, kanalis servikalis sangat jelas membesar. Radioterapi membuat lesi mengecil, meningkatkan keberhasilan operasi, menurunkan vitalitas sel kanker dan penyebaran intraoperatif, sehingga mengurangi risiko timbulnya rekurensi sentral. c. Radioterapi pascaoperasi Untuk pasien yang secara patologik terbukti terdapat metastasis di kelenjar limfe kavum pelvis, kelenjar limfe para-aorta abdominal, jaringan parametrium, tumor 19 menginvasi lapisan otot dalam serviks uteri, tampak tumor residif di vagina residual. 3. Kemoterapi Terutama digunakan untuk terapi kasus stadium sedang dan lanjut pra-operasi atau kasus rekuren, metastasis. Untuk tumor ukuran besar, relative sulit diangkat secara operasi, kemoterapi dapat mengecilkan tumor, meningkatkan keberhasilan operasi. Terhadap pasien radioterapi, tambahan kemoterapi yang sesuai dapat meningkatkan sensitivitas terhadap radiasi; sedangkan bagi pasien stadium lanjut yang tidak sesuai untuk operasi atau radioterapi, kemoterapi dapat membawa efek paliatif. Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian kemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah penanganan lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya masih terbatas pada panggul. Jika operasi tak mungkin dilakukan, harus dipilih kemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. Menggunakan bentuk regimen yang terdiri dari kombinasi beberapa sitostatika (polikemoterapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi, sebaiknya dilakukan penyinaran jika prosesnya masih terbatas dalam panggul (lokoregional). Bila penyebaran sudah lanjut, pilih kemoterapi. 18. Bagaimana komplikasi kanker serviks?10 17 Jawab : Dapat mengalami penyebaran (metastasis). Penyebaran kanker serviks ada tiga macam, yaitu : 1. Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya. 2. Melalui pembuluh darah (hematogen) 3. Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing dan rectum. Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe terutama ke paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supraklavikuler, tulang dan hati. Penyebaran ke paru-paru menimbulkan gejala batuk, batuk darah, dan kadang-kadang nyeri dada. Kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula terutama sebelah kiri. 20 19. Bagaimana pencegahan kanker serviks?15 17 Jawab : Pencegahan Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks diperlukan upaya pencegahan-pencegahan sebagai berikut : Pencegahan primer, yaitu usaha untuk mengurangi atau menghilangkan kontak dengan karsinogen untuk mencegah inisiasi dan promosi pada proses karsinogen. Pencegahan sekunder, termasuk skrining dan deteksi dini untuk menemukan kasuskasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Pencegahan tertier, merupakan pengobatan untuk mencegah komplikasi klinik dan kematian awal. Dengan deteksi sedini mungkin infeksi HPV, dengan melakukan program skrining minimal 5 tahun sekali setelah pertama kali berhubungan seksual. 20. Bagaimana prognosis kanker serviks?16 18 Jawab : Faktor yang menentukan prognosis adalah : 1. Umur penderita 2. Keadaan umum 3. Tingkat klinik keganasan 4. Ciri-ciri hitologik sel tumor 5. Kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani 6. Sarana pengobatan yang ada Angka ketahanan hidup (AKH) 5 Tahun menurut data international adalah sebagai berikut: Tingkat AKH 5 TAHUN T1S Hampir 100% T1 70-85% 21 T2 40-60% T3 30-40% T4 < 10% PROGNOSIS Pada pengobatan kanker tidak ada istilah sembuh kecuali kita temukan kanker serviks pada stadium 0. Kalau sudah stadium I keatas yang ada harapan hidup dalam 5 tahun. Oleh karena itu kita perlu untuk melakukan deteksi dini untuk menemukan kanker serviks sedini mungkin, kalau bisa pada lesi pra kanker Stadium 0 100% sembuh Stadium I angka harapan hidup 5 tahun 80% Stadium II angka harapan hidup 5 tahun 60% Stadium III angka harapan hidup 5 tahun 30% Stadium IV angka harapan hidup 5 tahun < 10% Prognosis keseluruhan untuk semua kanker serviks selama kehamilan mungkin setara dengan prognosis untuk wanita tidak hamil (Sood dan Sorosky, 1998). Hasil-hasil dari beberapa laporan yang diterbitkan diperlihatkan pada tabel 57-4. Agregat ini mengisyaratkan tidak adanya perbedaan dalam angka harapan hidup antara wanita hamil dan tidak hamil. Tabel ii juga mencakup 49 kasus kanker stadium IB yang dilaporkan oleh Nisker dan Shubat (1983). Para peneliti ini mendapatkan angka harapan hidup 5 tahun hanya 70 persen dibandingkan dengan 87 persen pada wanita tidak hamil dengan stadium yang sama. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh penentuan stadium yang lebih rendah daripada sebenarnya (understaging) pada kehamilan. 22 Dari anamnesia lebih lanjut dokter mendapatkan informasi bahwa Tina tidak memiliki banyak pasangan, belum pernah mendapatkan imunisasi HPV, memiliki 6 anak dan pernah mengalami abortus satu kali dan ternyata saudara Tina juga ada yang menderita kanker ovarium 1. Kapan imunisasi HPV diberikan? 20 Jawab : Vaksin sebaiknya dilakukan sejak masa remaja, yaitu sejak usia 10 tahun pada orang Indonesia dengan jadwal vaksinasi bulan ke-0, 1, dan 6. Pada usia ini anak sudah mulai memasuki masa reproduktif dan belum terkontaminasi oleh virus HPV. Sehingga dengan vaksinasi, respons titer antibodi yang terbentu jauh lebih tinggi dibandingkan usia dewasa Berdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia antara 9-26 tahun (rekomendasi FDA-US). Populasi target tergantung usia awal hubungan seksual (di 23 negara Uni Eropa usia 15 tahun, Italia usia 20 tahun, di Czech 29 tahun, Portugal usia 18 tahun hanya 25% dan di Iceland 72%). ISGO vaccination guidelines Vaksin diberikan pada kelompok 10-55 tahun dan dapat dikelompokkan menjadi - Kelompok 10-12 tahun (sekolah dasar) - 13-15 (SMP) - 16-25 (SMA atau Perguruan Tinggi) - 26-55 Pada usia 26-55 tahun dapat diberikan setelahhasil tes pap (-) dan IVA (-) 2. Apa makna klinis ditanyakan : tidak memiliki banyak pasangan dan belum pernah imunisasi HPV? Jawab : Untuk membantu dalam proses diagnosis penyakit , kemungkinan apa yang dimaksudkan disini, berganti ganti pasangan dan tidak mendapatkan imunisasi merupakan factor resiko terjadinya penyakit HPV 3. Apa tujuan dan manfaat dari imunisasi HPV?20 Jawab : Tujuan Mencegah infeksi HPV 16, 18 (karsinogen kanker serviks), Vaksinasi tidak bertujuan untuk terapi. Manfaat Lama proteksi vaksin bivalen 53 bulan, dan vaksin quadrivalen berkisar 36 bulan. Vaksinasi HPV memberi perlindungan terhadap infeksi HPV sebesar 89%. 24 4. Bagaimana mekanisme kerja dari imunisasi HPV?20 Jawab : Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. 5. Apa indikasi dari pemberian imunisasi HPV?20 Jawab : Indikai Imunisai HPV Indikasi : Perempuan yang belum terinfeksi HPV 16 dan HPV 18. Usia pemberian vaksin (disarankan usia >12 tahun). Belum cukup data efektivitas pemberian vaksin HPV pada laki-laki. Target : Berdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia antara 9-26 tahun (rekomendasi FDA-US). Populasi target tergantung usia awal hubungan seksual (di negara Uni Eropa usia 15 tahun, Italia usia 20 tahun, di Czech 29 tahun, Portugal usia 18 tahun hanya 25% dan di Iceland 72%). Kontraindikasi : Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan setelah persalinan. Sedangkan pada ibu menyusui vaksinasi belum direkomendasikan. Hipersensitivitas. 6. Apa dampak tidak di berikan imunisasi HPV?20 Jawab : Pemberian vaksin HPV dapat mencegah penyakit genital dan kanker serviks, apabila tidak diberikan maka akan beresiko mudah terinfeksi virus HPV dan kanker serviks. Akan tetapi, jika wanita sudah terinfeksi oleh HPV maka vaksin tidak dapat mencegah penyakit dari tipe HPV yang terinfeksi. 25 7. Apa saja etiologi dan factor resiko abortus?21 Jawab : Etiologi 1. Factor janin Perkembangan zigot abnormal Kelainan kromosom 2. Factor ibu penyakit sistemik o Infeksi o Penyakit debilitas kronik o Kelainan endokrin Hipotiroidisme Diabetes militus Defisiensi progesterone Nutrisi Pemakaian obat dan factor lingkungan : Temnbakau, kafein,radiasi,kontrasepsi Factor imunologis : factor auto imun ,factor aloimun Trombofilia herediter Gamet yang menua Laparotomi Trauma fisik Cacat uterus 8. Apa saja jenis-jenis abortus?21 Jawab : 1. Abortus Spontan Apabila abortus terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (miscarriage). Dibagi menjadi lima subkelompok diantaranya: 26 Abortus Iminens: Apabila terjadi perdarahan per vaginam pada paruh pertama kehamilan. Sangat sering dijumpai, satu dari empat atau lima wanita. Abortus Inevitable (Tidak terhindarkan): Ditandai oleh pecah ketuban yang nyata disertai pembukaan serviks. Abortus Inkomplet: Pada abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasenta biasanya keluar bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar secara terpisah. Apabila plasenta seluruhnya atau sebagian tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkomplet. Missed Abortion: Retensi hasil konsepsi yang telah meninggal in utero selama beberapa minggu. Abortus Rekuren: Abortus spontan berturut-turut selama tiga kali atau lebih. 2. Abortus Terinduksi Terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup (viabel) karena beberapa indikasi. Abortus elektif (volunter): Intersi kehamilan sebelum janin mampu hidup atas permintaan wanita yang bersangkutan, tetapi bukan atas alasan penyakit janin atau gangguan kesehatan ibu. Abortus Septik: Penyulit serius pada abortus yang umumnya terjadi akibat abortus kriminalis. Perdarahan hebat, sepsis, syok bakterial, dan gagal ginjal akut permanen pernah terjadi pada abortus legal tetapi dengan frekuensi lebih kecil. 27 9. Apa pemeriksaan penunjang abortus?21 Jawab : Pemeriksaan penunjang : 1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, hematocrit, golongan darah serta reaksi silang analisis gas darah, kultur darah 2. Tes kehamilan : positif jika janin masih hidup,bahkan 2-3 minggusetelah abortus 3. Pemeriksaan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup. USG membantu dokter untuk memeriksa dtak jantung janin dan menentukan apakah embrio berkembang normal. 4. Pemeriksaan kadar fibrogen darah pada missed abortion 10. Bagaimana tatalaksan abortus?22 Jawab : Pada keadaan iminens, tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik (IA), namun dianjurkan untuk membatasi aktivitas. Upayakan untuk meminimalkan kemungkinan rangsangan prostatglandin. Tidak dianjurkan terapi dengan hormone esterogen dan progesterone. Dapat diindikasikan sirklase serviks pada trimester kedua untuk pasien dengan inkompetensia serviks. Pada keadaan insipiens, umumnya harus dirawat. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan hidup bagi janin, maka dapat diberikan misoprostol untuk mengeluarkan konsepsi, analgetik mungkin diberikan. Demikian pula, setelah janin lahir, kuretase mungkin dilakukan. Pada keadaan inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah keluar atau perdarahan menjadi berlebih, maka evaluasi hasil konsepsi segera diindikasikan untuk meminimalkan perdarahan dan resiko infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi dilakukan dengan aspirasi vakum, karena tidak memerlukan anastesi. Missed abortion sebaiknya di rawat di rumah sakit karena memerlukan kuretase da nada kemungkinan perdarahan banyak serta resiko transfuse. 28 11. Apa saja komplikasi abortus?10 Jawab : Perdarahan, perforasi, syok dan sepsis. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah 12. Bagaimana prognosis abortus?21 Jawab : Selain pada kasus antibody antifosfolipid dan serviks inkompeten, “angka kesembuhan” setelah tiga kali abortus berturut-turt berkisar antara 70-85 persen, apapun terapinya. Angka kematian janin akan lebih tinggi, tetapi tidak jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kehamilan secara umum. Bahkan, warburton dan Fraser (1944) melaporkan bahwa kemungkinan abortus rekuren adalah 25-30 persen berapapun jumlah abortus sebelumnya. Poland dkk (1997) mencatat bahwa apabila seseorang wanita pernah melahirkan bayi hidup, resiko untuk setiap abortus rekuren adalah sekitar 30 %. Namun apabila wanita belum pernah melahirkan bayi hidup dan pernah mengalami paling seikit satu kali abortus spontan, resiko abortus adalah 46 %. Wanita dengan abortus spontan 3 x atau lebih beresiko lebih besar mengalami perlahiran preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya 13. Apa indikasi dan kontraindikasi kuretase dan dilatasi?23 Jawab : Indikasi vital dan indikasi sosial 14. Apa manfaat dan tujuan kuretase dan dilatasi?24 25 Jawab : Manfaat : Membersihkan hasil konsepsi Tujuan : Diagnostic dan sebagai terapi untuk perdarahan uterus yang abnormal dan abortus inkomplit. 29 15. Apa saja macam-macam tindakan kuretase dan dilatasi berdasarkan manfaat dan tujuan?21 Jawab : Teknik bedah Dilatasi serviks diikuti oleh evakuasi uterus Kuretase Aspirasi vakum (kuretase isap) Abortus bedah mula-mula dengan mendilatasi serviks dan kemudian mengosongkan uterus dengan mengerok isi uterus (kuretase tajam) secara mekanis, melakukan aspirasi vakum (kuretase isap) atau keduanya. Dilatasi dan evakuasi (D&E) Untuk usia gestasi diatas 16 minggu dilakukan dilatasi dan evakuasi. Tindakan ini berupa dilatasi serviks lebar diikuti oleh destruksi dan evakuasi mekanis bagianbagiann janin. Setelah janin seluruhnya dikeluarkan, digunakan kuret vakum berlubang besar untuk mengeluarkan plasenta dan jaringan yang tersisa. Dilatasi dan ekstraksi (D&X) Dilatasi dan ekstraksi serupa dengan D&E, kecuali bahwa pada D&X bagian janin pertama kali diekstraksi melalui serviks yang telah membuka untuk mempermudah tindakan. 16. Bagaimana cara melakuakan kuretase dan dilatasi? Jawab : 1. Persetujuan medic 2. Persiapan sebelum tindakan - Infuse terpasang ,bersihkan daerah operasi - Kelengkapan alat resusitasi - Antiseptic - Oksigen - Instrument - Baju tindakan - Sarung tangan steril 30 - Alas kaki - Lampu sorot, tempat jaringan dan darah 3. Tindakan - Anastesi - Katetterisasi - Evaluasi ulang, ukuran dan arah uterus serta lebar dilatasi serviks. Jika di anggap perlu lakuakn dilatasi servuks dengan pemasangan batang laminaria dalam kanalis servikalis dalamm waktu maksimum 12 jam sebelum tindakan kuretase. - Dilatasi juga dapat dilakukan dengan dilatators hegar yang terbuat dari logam dari berbagai ukuran (0,5-1,0 cm) - Masukkkan spekuilum simpisis bawah , kemudian atas sehingga porsio tampak. - Bersihkan jaringan dan darah sisa dalam vagina. - Jepit serviks dengan tenakulum pada jam 11 atau 1 - Tentukan arah dan kedalaman cavum uterus dengan sonde (penera uterus) - Bersihkan sisa jaringan di kanalis servikalis - Bila dilatasi serviks cukup lebar lakukan pengambilan jaringan dengan klem ovum - Masukkan sendok kuret dengan ukuran yang sesuai dengan besarnya dilatasi serviks, lallu lakukan kerokan oelan-pelan searah dengan jarum jam. - Keluarkan semua jaringan yang menggenangi lumen vagina - Lepaskan jepitan tenakulum pada serviks - Kirim contoh jaringan untuk pemeriksaan patologis - Cuci tangan setelah tindakan. 17. Apa komplikasi yang timbul dari tindakan kuretase dan dilatasi?21 Jawab : 1. Perforasi uterus dapat terjadi secara tidak sengaja saat sondase uterus, dilatasi, atau kuretase. Kemungkinan meningkat pada posisi uterus yang terletak retrofleksi. 2. Kerusakan intraabdomen yang sangat besar dapat ditimbulkan akibat instrumen yang melewati suatu defek uterus dan masuk ke dalam rongga peritoneum. 31 3. Cedera usus, dan bila tidak terdeteksi akan menyebabkan peritonitis berat dan sepsis (Kambiss dkk., 2000) 4. Sejumlah wanita mungkin mengalami serviks inkompeten atau sinekie uterus setelah dilatasi dan kuretase. 5. Abortus pada tahap kehamilan lebih lanjut dengan kuretase dapat memicu koagulasi intravaskular difus mendadak yang berat dan dapat mematikan. 6. Menurut penelitian, tindakan kuretase dan dilatasi mungkin predisposisi postpartum hemorrhage.26 18. Apa etiologi dan factor resiko dari ca ovarium?27 Jawab : Faktor risiko 1. Factor lingkungan Insidens kanker ovarium tinggi pada Negara-negara industri. Penyakit ini tidak ada hubungannya dengan obesitas, minum alcohol, merokok maupun minum kopi. Juga tidak ada kaitannya dengan penggunaan bedak talcum ataupun intake lemak yang berlebihan 2. Factor reproduksi Makin meningkat siklus haid berovulasi ada hubungannya dengan meningkatnya risiko timbulnya kanker ovarium . hal ini dikaitkan dengan pertumbuhan aktif permukaan ovarium setelah ovulasi. Induksi siklus ovulasi mempergunakan klomifen sitrat meningkatkan risiko 2 sampai 3 kali. Kondisi yang menyebabkan turunnya siklus ovulasi menurunkan risiko kanker seperti pada pemakaian pil keluarga berencana menurunkan risiko sampai 50%, bila pil dipergunakan 5 taahun atau lebih; multiparitas dan riwayat pemberian air susu ibu termasuk menurunkan risiko kanker ovarium. Terlepas dari durasi penggunaan, perumusan, dosis estrogen, rejimen, jenis progestrin, dan cara pemberian, terapi hormone dikaitkan dengan peningkatan resiko kanker ovarium. 3. Factor genetic 5%-10% penyakit ini karena factor herediter ( ditemukan sekurang-kurangnya dua keturunan dengan kanker ovarium) Ada 3 jenis kanker ovarium yang diturunkan 32 1. Kanker ovarium site specific familial 2. Sindrom kanker payudara-ovarium, yang disebabkan oleh mutasi gen BRCA 1 dan berisiko sepanjang hidup sampai 85% timbul kanker payudara dan risiko lifetime sampai 50% timbul kanker ovarium pada kelompok tertentu. Walaupun mastektomi profilaksis kemungkinan menurunkan risiko, tetapi presentase kepastian delum diketahui. Ooforektomi profilaksis mengurangi risiko sampai 2%. 3. Sindrom kanker Lynch tipe II, di mana beberapa anggota keluarga timbul berbagai jenis kanker, termasuk kanker kolorektal nonpoliposis, endometrium dan ovarium. 19. Bagaimana manifestasi klinis ca ovarium?28 Jawab : Gejala yang tidak pasti akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat pada pelvis, sering berkemih dan disuria, dan perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual tidak enak pada perut, cepat kenyang, dan konstipasi. Pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat hyperplasia endometrium bila tumor menghasilkan estrogem ; beberapa tumor dapat menghasilkan testosterone dan menyebabkan virilasi. Gejala-gejala keadaan akut pada abdomen dapat timbul mendadak bila terdapat perdarahan dalam tumor, rupture, atao torsi ovarium. 20. Bagaimana pemeriksaan penunjang ca ovarium? Jawab : Pemeriksaan ginekologi Pemeriksaan sitology 21. Bagaimana tatalaksana ca ovarium?29 jawab - Kemoterapi Pasien dengan Stadium I A derajat 1 dan 2 jenis epitel mempunyai kesintasan hidup 5 tahun 95% dengan atau pemeberian kemoterapi Beberapa kliniskus akan memberikan kemoterapi pada kanker ovarium derajat 2 stadium I A dan IB derajat 3, stadium II sampai IV : Kemoterapi: paclitaxel (taxol) dengan carboplatin atau cisplatin 33 - Setelah kemoterapi, ada 3 pilihan yang ditetapakn pada pasien L a. observasi b. teruskan pengobatan, bila tumor regresi tapi belum hilang seluruhnya c. terapi konsolidasi dengan kemoterapi lain - Untuk menekan residitif diberikan hexamethylmelamine Untuk kanker ovarium residitif - Jika residitif lebih dari 6 bulan setelah selesai kemoterapi berbasis platinum, dapat dipertimbangkan pemberiaan ulang kemoterapi berbasis platinum - Jika residitif kurang dari 6 bulan setelah kemoterapi berbasis platinum, dipertimbangkan kemoterapi topotecan dan doxorubicin, ifosfamid, cyclophosphamide atau palclitaxel per minggu - Operasi (debulking ) sangat tidak efektif Untuk kanker ovarium sel germinal - Semua pasien dengan tumor sel germinal perlu mendapat adjuvant kemoterapi kecuali disgerminoma stadium IA, atau teratoma imatur stadium I derajat 1. - Standar pengobatan : pembedahan dilanjutkan dengan kemoterapi bleomycin, etoposid, dan platinum (BEP) untuk semua stadium. 22. Bagaimana prognosis ca ovarium?18 Jawab : Tumor-tumor epitel merupakan keganasan ovarium yang tersering baik pada wanita tidak hamil mauoun hamil. Tumor-tumor dengan potensial keganasan rendah dan stadium IA lebih sering dijumpai pada wanita tidak hamil (gotlieb dkk., 1998). 23. Bagaimana komplikasi ca ovarium?29 Jawab : Cancer menyebar perkontinuetatum / organ sekitar . Sel kanker menyebar mengikuti aliran cairan perikonium dan terimplantasi ke organ dalam peritoneum. 34 24. Bagaimana pencegahan ca ovarium?29 Jawab : Para ahli di Northwestern Memorial mengatakan, perlindungan terbaik adalah lewat metode pencegahan, memahami risiko dan mengenali tanda-tanda potensi kanker ovarium. 35 SINTESIS KANKER SERVIKS Kanker leher rahim adalah tumor ganas/karsinoma yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks, yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan vagina. Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukan bahwa kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa (pada jaringan epitel) yang melapisi serviks sedangkan 10% berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker leher rahim langka sebelum usia 20 tahun, dan insiden tidak mulai meningkat secara signifikan sampai wanita mencapai usia 25 atau 30. Kebanyakan kanker terdeteksi pada perempuan cenderung tahap awal, sehingga yang ditemukan melalui screening sebagian besar dapat disembuhkan.30 Etiologi 1. Kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papilloma Virus). Virus ini memiliki lebih dari 100 tipe, di mana sebagian besar di antaranya tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya. Jenis virus HPV yang menyebabkan kanker serviks dan paling fatal. Akibatnya adalah virus HPV tipe 16 dan 18. 2. Selain disebabkan oleh virus HPV, sel-sel abnormal pada leher rahim juga bisa tumbuh akibat paparan radiasi atau pencemaran bahan kimia yang terjadi dalam jangka waktu cukup lama.10 17 Faktor resiko 10 17 Faktor resiko kanker leher rahim (Anonim, 2008b) : 1. Infeksi virus HPV (Human Papiloma Virus) 2. Penyakit menular seksual. 3. Memulai aktifitas seksual pada usia yang sangat muda 4. Berganti-ganti pasangan seks 36 5. Pemakaian kontrasepsi 6. Pemakaian Dietilstilbestrol (DES) 7. Sering melahirkan 8. Penyakit yang menekan sistem imun 9. Merokok 10. Genetik 1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun. 2. Berganti-ganti pasangan seksual Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping. 3. Merokok Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus. Penelitian yang lain menegaskan bahwa merokok merupakan faktor risiko independen untuk kanker leher rahim / SCC pada wanita terinfeksi HPV onkogenik. Serotype wanita yang dengan antibody HPV onkogenik yang merokok secara signifikasn meningkatkan resiko perkembangan SCC serviks. Temuan ini menekankan pentingnya pencegahan kanker serviks pada wanita terpapar asap tembakau.31 4. Defisiensi zat gizi Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga 37 meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A). 5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun Manifestasi Klinik Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut : 1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. 2. Perdarahan setelah koitus yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal. 3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause 4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah. 5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis. 6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya. 7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.16 38 Stadium Karsinoma Serviks2 Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri : Pathogenesis 11 Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris 39 pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif.. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus. Sebenarnya sebagian besar virus HPV akan menghilang sendiri karena ada system kekebalan tubuh alami, tetapi ada sebagian yang tidak menghilang dan menetap. HPV yang menetap inilah yang menyebabkan perubahan sel leher rahim menjadi kanker serviks. Perjalanan kanker serviks dari infeksi HPV, tahap pre kanker hingga menjadi kanker serviks memakan waktu 10 – 20 thn. Dari infeksi virus HPV sampai menjadi kanker serviks memerlukan waktu bertahun-tahun, bahkan lebih dari 10 tahun. Pada tahap awal infeksi virus akan menyebabkan perubahan sel-sel epitel pada mulut rahim, sel-sel menjadi tidak terkendali perkembangannya dan bila berlanjut akan menjadi kanker. Pada tahan awal infeksi sebelum menjadi kanker didahului oleh adanya lesi prakanker yang disebut Cervical Intraepthelial Neoplasia (CIN) atau Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS). Lesi prakanker ini berlangsung cukup lama yaitu memakan waktu antara 10 -¬ 20 tahun. Dalam perjalanannya CIN I (NIS I) akan berkembang menjadi CIN II (NIS II) kemudian menjadi CIN III (NIS III) yang bila penyakit berlanjut maka akan berkembang menjadi kanker serviks. Konsep regresi spontan serta lesi yang persiten menyatakan bahwa tidak semua lesi pra kanker akan berkembang menjadi lesi invasive atau kanker serviks, sehingga diakui masih banyak faktor yang mempengaruhi. CIN I (NIS I) hanya 12 % saja yang berkembang ke derajat yang lebih berat, sedangkan CIN II (NIS II) dan CIN III (NIS III) mempunyai risiko berkembang menjadi kanker invasif bila tidak mendapatkan penanganan. Pemeriksaan Diagnostik Pap Smear Pap smear dapat mendeteksi sampai 90 % kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker servikpun menurun sampai lebih dari 50 %. Menurut penelitian, dibandingkan dengan tes pap’s smear, tes DNA HPV memiliki sensitivitas yang lebih baik untuk mendeteksi kanker serviks. ACOG dianjurkan bahwa 40 skrining teratur bagi perempuan "rata-rata-risiko" dimulai pada usia 21. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual / atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali / tahun.16 30 32 Jika selam 3 kali berturut – turut menunjukkan hasil yang normal, pap smear bias dilakukan 1 kali / 2 – 3 tahun. Hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks : displasia ringan ( perubahan dini yang belum bersifat ganas ) displasia berat ( perubahan lanjut yang belum bersifat ganas ) karsinoma insitu ( kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar ) kanker invasive ( kanker telah menyebar lapisan serviks yang lebih dalam / ke organ tubuh lainnya ) IVA Inspeksi visual dengan asam asetat merupakan cara sederhana untuk mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin. Iva dapat mendeteksi lesi tingkat prakanker dengan sensitivitas 66-96 % dan spesifitas 64-98%. Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat serviks yang telah diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. Gambaran 41 serviks normal (merah homogeny) dan bercak putih (dysplasia). Dibutuhkan waktu satu sampai dua menit untuk dapat melihat perubahan pada jaringan epitel. 17 Scan (MRI, CT, Gallium) dan ultrasound Dilakukan untuk tujuan diagnostik identifikasi metastatik dan evaluasi respon pada pengobatan.17 Biopsy (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi) Dilakukan untuk diagnosa banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ, dsb.17 Penanda tumor 42 Zat yang dihasilkan dan disekresikan oleh sel tumor dan ditemukan dalam serum (CEA, antigen spesifik prostat, HCG, dll.)17 1. Tes kimia skrining 2. HDL dengan diferensial dan trombosit dapat menunjukkan anemia, perubahan pada SDM dan SDP, trombosit berkurang atau meningkat. 3. Sinar X dada Tatalaksana 10 Pemilihan metode terapi berdasarkan pembagian stadium klinis, derajat diferensiasi patologis, ukuran tumor. Tingkat Penatalaksanaan 0 Ia Ib, IIa - Biopsy kerucut - Histeroktomi transvaginal - Biopsy kerucut - Histeroktomi transvaginal Histeroktomi radikal dengan limfadenopati panggul dan evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi pasca pembedahan) IIb, III dan IV Histeroktomi transvaginal Iva dan IVb Radioterapi Radiasi paliatif Kemoterapi 1. Terapi Operasi → tindakan kuratif pada kanker serviks stadium awal. Ia1: dengan histerektomi (pengangkatan uterus) total, bila perlu konservasi fungsi reproduksi, dapat dengan konisasi (pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut) Ia2: dengan histerektomi radikal modifikasi ditambah pembersihan kelenjar limfe kavum pelvis bilateral 43 Ib1 – IIa: dengan histerektomi radikal modifikasi atau histerektomi radikal ditambah pemberishan kelenjar limfe kavum pelvis bilateral; pasien usia muda dapat mempertahankan ovary. 4. Radioterapi d. Radioterapi radikal Sesuai untuk karsinoma serviks uteri stadium IIb – IV. Tujuannya adalah agar lesi primer serviks uteri dan lesi sekunder yang mungkin timbul semuanya mendapat dosis radiasi maksimal, tapi tidak melebihi dosis toleransi radiasi organ dalam abdomen dan pelvis e. Radioterapi praoperasi Digunakan untuk stadium Ib2/IIa atau tumor serviks tipe tumbuh ke dalam, kanalis servikalis sangat jelas membesar. Radioterapi membuat lesi mengecil, meningkatkan keberhasilan operasi, menurunkan vitalitas sel kanker dan penyebaran intraoperatif, sehingga mengurangi risiko timbulnya rekurensi sentral. f. Radioterapi pascaoperasi Untuk pasien yang secara patologik terbukti terdapat metastasis di kelenjar limfe kavum pelvis, kelenjar limfe para-aorta abdominal, jaringan parametrium, tumor menginvasi lapisan otot dalam serviks uteri, tampak tumor residif di vagina residual. 5. Kemoterapi Terutama digunakan untuk terapi kasus stadium sedang dan lanjut pra-operasi atau kasus rekuren, metastasis. Untuk tumor ukuran besar, relative sulit diangkat secara operasi, kemoterapi dapat mengecilkan tumor, meningkatkan keberhasilan operasi. Terhadap pasien radioterapi, tambahan kemoterapi yang sesuai dapat meningkatkan sensitivitas terhadap radiasi; sedangkan bagi pasien stadium lanjut yang tidak sesuai untuk operasi atau radioterapi, kemoterapi dapat membawa efek paliatif. Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian kemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah penanganan lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya masih terbatas pada panggul. Jika operasi tak mungkin dilakukan, harus dipilih kemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. Menggunakan bentuk regimen yang terdiri dari kombinasi beberapa sitostatika (polikemoterapi). Jika terapi terdahulu 44 adalah operasi, sebaiknya dilakukan penyinaran jika prosesnya masih terbatas dalam panggul (lokoregional). Bila penyebaran sudah lanjut, pilih kemoterapi. Komplikasi 10 17 Dapat mengalami penyebaran (metastasis). Penyebaran kanker serviks ada tiga macam, yaitu : Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya. Melalui pembuluh darah (hematogen) Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing dan rectum. Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe terutama ke paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supraklavikuler, tulang dan hati. Penyebaran ke paru-paru menimbulkan gejala batuk, batuk darah, dan kadang-kadang nyeri dada. Kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula terutama sebelah kiri. Pencegahan 15 17 Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks diperlukan upaya pencegahanpencegahan sebagai berikut : Pencegahan primer, yaitu usaha untuk mengurangi atau menghilangkan kontak dengan karsinogen untuk mencegah inisiasi dan promosi pada proses karsinogen. Pencegahan sekunder, termasuk skrining dan deteksi dini untuk menemukan kasus-kasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Pencegahan tertier, merupakan pengobatan untuk mencegah komplikasi klinik dan kematian awal. 45 PERDARAHAN SELAMA KEHAMILAN Perdarahan trimester I Sekitar 20% wanita hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan separuhnya mengalami abortus. Setiap perdarahan pada awal kehamilan terlebih dahulu harus dipikirkan derasal dari tempat perlekatan plasenta atau permukaan choriodecidua dan dianggap mengancam kelangsungan dari kehamilan. Anamnesis diperlukan dalam mendiagnosa perdarahan pada trimester I : Perdarahan : - Kuantitas/jumlahnya - Kualitas/sifatnya Nyeri : - Kuantitas/kualitas Hari pertama haid terakhir Gejala dan tanda kehamilan Riwayat obstetric terdahulu Riwayat ginekologi - Servisitis - Riwayat operasi Riwayat keluarga berencana Penyebab perdarahn pada kehamilan trimester I sering sulit ditentukan walaupun telah dilakukan pemeriksaan lengkap. Dalam pemeriksaan speculum dapat dilihat asal perdarahan ; perdarahan disebabkan oleh gangguan kehamilan jika darah berasal dari ostium uteri. Menurut penelitian, bahwa pemeriksaan speulum berkontribusi secara minoritas dalam pembuatan keputusan tatalaksana. Perlunya pemeriksaan speculum harus dinilai dari kasus per kasus tergantung apakah pemeriksaan pada bimanual menyakinkan. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi pula perdarahan dalam jumlah sedikit yang disebabkan oleh penembusan villi khorialis ke dalam desidua saat implantasi ovum.33 46 Pemeriksaan penunjang yang diperlikan adalah : 1. USG untuk menentukan apakah janin masih hidup 2. Test kehamilan 3. Fibrinogen pada missed abortion. Keadaan yang dapat menyebabkan perdarahan pada trimester I 1. Abortus 2. Mola hidatidosa 34 3. Kelainan lokal pada vagina/servik : - Varises - Perlukaan - Karsinoma - Erosi - polip 4. Kehamilan ektopik terganggu 5. Menstruasi dan kehamilan normal Perdarahan pada trimester II Perdarahan pada trimester II sering dihubungkan dengan adanya komplikasi lambat dalam kehamilan, seperti partus prematurus imminen, pertumbuhan janin yang terlambat, dan solusio plasenta. Dapat juga perdarahan disebabkan oleh mola hidatidosa dan inkompetensi servik. Menurut penelitian, pada perdarahan pervaginam trimester II ada hubungannya dengan tingkat kelahiran premature.35 Perdarahan pada trimester III Menurut WHO, perdarahan antepartum adalah perdarahan pervagina setelah 29 minggu kehamilan atau lebih. Insidennya ± 3%. Penyebab perdarahan antepartum : 1. Solusio plasenta 30% 47 2. Plasenta previa 32% 3. Vasa previa 0,1% 4. Inpartu biasa 10% 5. Kelainan local 4% 6. Tidak diketahui sebabnya 23,9% 48 DAFTAR PUSTAKA 1. Robbin,Stanley. Dkk. Buku Ajar Patologi Volume 2, Edisi 7. Jakarta:EGC. 2007. Hal 771. 2. Desen, Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2011. 3. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009 hal 113. 4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009 hal 161- 183 5. Gordon, Catherine M. Functional Hypothalamic amenorrhea. New England Journal of Medicine. 2010;363:365-71. 6. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009 hal 73 7. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009 hal 121 8. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009 hal 138 9. Robbin,Stanley. Dkk. Buku Ajar Patologi Volume 2, Edisi 7. Jakarta:EGC. 2007. Hal 768-769 10. Mansjoer, Arif. Buku kapita Selekta Kedokterann, Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2000. Hal 380 11. Robbin,Stanley. Dkk. Buku Ajar Patologi Volume 2, Edisi 7. Jakarta:EGC. 2007. Hal 766 12. Cunningham. William’s Obstetri. The McGraw-Hill Companies volume 1. Edisi 21. 2008 13. Robbin,Stanley. Dkk. Buku Ajar Patologi Volume 1, Edisi 7. Jakarta:EGC. 2007. Hal 4 14. Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. Patofisiologi, Konsep-konsep Klinis Proses penyakit, Jilid 2. hal 1296 15. Skrining kanker rahim dengan metode inspeksi visual dengan asam asetat. Departemen kesehatan Indonesia. 2008 16. Diunduh dari: http://rsudbima.wordpress.com/2009/03/09/kanker-serviks/ Oleh : dr. IGN Darma Putra, Sp.OG* [Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan RSUD Bima]Dimuat di Warta RSUD Bima edisi : No. 7/IV/September 2006 49 17. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2011. Hal 294-296 18. Cunningham. William’s Obstetri. The McGraw-Hill Companies volume 1. Edisi 21. 2008. Hal 1625 19. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009. Hal 381 20. Andrijono. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007. Diunduh dari mki.idionline.org. 21. Cunningham. William’s Obstetri. The McGraw-Hill Companies volume 1. Edisi 21. 2008. Hal 951-975 22. FOGI. Standar Pelayanan Medik, Obstetri dan Ginekologi. Jakarta. 2006 23. kepanitraan klinis. Obstetri Dan Ginekologi. Edisi 2. Hal 483 24. lutan, Delfi. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 2. Jakarta : EGC. 1998. Hal 41 25. Gruendeman, Barbara. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif,Volume 2. Jakarta: EGC. 2006 26. Lohmann, Jennifer Bigelow, dkk. Does Dilation and Curettage Affect Future Pregnancy Outcomes. 7:173–176, 2007 27. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009. Hal 307-308 28. Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. Patofisiologi, Konsep-konsep Klinis Proses penyakit, Jilid 2. Hal 1297-1298 29. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009. Hal 310-311 30. Feldman, Sarah M D. Making Sense Of The New Cervical-Cancer Screening Guidelines. New England Journal of Medicine. 365;23 31. Kapeu, Aline Simen,dkk. Is Smoking an Independent Risk Factor for Invasive Cervical Cancer? A Nested Case-Control Study Within Nordic Biobanks. American Journal of Epidemiology. Vol. 169, No. 4. DOI: 10.1093/aje/kwn354. 32. Mayrand, Marie Helene, dkk. Human Papillomavirus DNA Versus Papanicolau Screening Test For Cervical Cancer. New England Journal of Medicine. Vol.357 No 16. 2007;1579-88. 50 33. Hoey, R, K Allan. Does Speculum Examination Have A Role In Assessing Bleedingin Early Pregnancy. Emergence Medicine Journal. 2004;21:461-463. DOI. 10. 1136/emj.2003.012443. 34. Berkowitz, Ross S, dkk. Molar pregnancy. New England Journal of Medicine. 2009;360:1639-45. 35. Yang, Juan, dkk. Vaginal bleeding during pregnancy and preterm birth. American Journal of Epidemiology. Vol. 160, No. 2. DOI: 10.1093/aje/kwh180. 51