SKENARIO 4 Tina, 40 tahun, ibu rumah tangga, datang ke poliklinik

advertisement
SKENARIO 4
Tina, 40 tahun, ibu rumah tangga, datang ke poliklinik obstetri dan ginekologi karena post coital
bleeding sejak 6 bulan lalu. Siklus menstruasi normal. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
ginekologi dan pap’s smear. Dari hasil pemeriksaan pap’s smear dokter menyimpulkan sel cervix
Tina mengalami dysplasia ringan. Dokter menjelaskan bahwa dysplasia ini dapat berkembang
menjadi kanker cervix jika tidak ditangani dengan baik. Dokter juga menyarankan Tina untuk
melakukan pemeriksaan pap’s smear secara berkala. Dari anamnesia lebih lanjut dokter
mendapatkan informasi bahwa Tina tidak memiliki banyak pasangan, belum pernah mendapatkan
imunisasi HPV, memiliki 6 anak dan pernah mengalami abortus satu kali dan ternyata saudara
Tina juga ada yang menderita kanker ovarium
KLARIFIKASI ISTILAH
1.
Post coital bleeding :
Perdarahan
yang terjadi setelah/selama hubungan seksual, tidak berhubungan dengan
menstruasi.
2.
Obstetri :
Spesialisasi pembedahan yang menangani pelayanan kesehatan wanita selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas.
3.
Ginekologi :
Ilmu yang mempelajari dan menangani kesehatan alat reproduksi wanita
4.
Pap’s smear :
Tes skrining untuk mendeteksi dini perubahan/abnormalitas dalam serviks sebelum sel-sel
tersebut menjadi kanker.
5.
Sel serviks :
Sel serviks yang terdiri dari sel skuamosa, jaringan stroma dan sel thoraks.
6.
Displasia :
Suatu keadaan dimana terjadi penambahan sel.
7.
Kanker cervix :
Keganasan yang disebabkan oleh HPV yang merangsang perubahan perilaku sel epitel
serviks.
1
8.
Abortus :
Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
9.
Kanker ovarium :
Suatu penyakit dimana ovarium yang terjadi pada wanita yang ditandai dengan
perkembangan sel-sel abnormal.
10. Imunisasi HPV :
Imunisasi yang dapat melindungi wanita terhadap jenis infeksi human papiloma virus
mungkin bisa menurunkan resiko kanker serviks.
IDENTIFIKASI MASALAH
1.
Tina, 40 tahun, ibu rumah tangga, datang ke poliklinik obstetric dan ginekologi karena post
partum coital bleeding sejak 6 bulan lalu. Siklus menstruasi normal.
2.
Dokter kemudian melakukan pemeriksaan ginekologi dan pap’s smear. Dari hasil
pemeriksaan pap’s smear dokter menyimpulkan sel cervix Tina mengalami dysplasia ringan.
3.
Dokter menjelaskan bahwa dysplasia ini dapat berkembang menjadi kanker cervix jika tidak
ditangani dengan baik, dokter juga menyarankan Tina untuk melakukan pemeriksaan pap’s
smear secara berkala.
4.
Dari anamnesia lebih lanjut dokter mendapatkan informasi bahwa Tina tidak memiliki
banyak pasangan, belum pernah mendapatkan imunisasi HPV, memiliki 6 anak dan pernah
mengalami abortus satu kali dan ternyata saudara Tina juga ada yang menderita kanker
ovarium
ANALISIS MASALAH
Tina, 40 tahun, ibu rumah tangga, datang ke poliklinik obstetric dan ginekologi karena
post partum coital bleeding sejak 6 bulan lalu. Siklus menstruasi normal.
1. Bagaimana mekanisme post coital bleeding?1
Jawab :
- Pada polip serviks : lesi ini berasal dari peradangan meskipun lesi ini membentuk
tumor yang mungkin menonjol sebagai masa polipoid. Timbul perdangan kronik dapat
menyebabkan metaplasia sel gepeng pembungkus dan ulserasi. Lesi ini dapat berdarah.
2
- Pada keganasan serviks : pada sel-sel neoplasma dimana mitosis tinggi sehingga akan
terbentuk banyak sel-sel muda. Sel-sel muda ini mengalami gangguan dalam maturasi
sehingga rapuh dan mudah mengalami ulserasi yang dapat menyebabkan perdarahan
2. Apa penyebab post coital bleeding?2 3
Jawab :
a. Eksfoliasi jaringan kanker
b. Terbukanya pembuluh darah
c. Dysplasia serviks : merupakan perubahan pra kanker pada leher Rahim
d. Infeksi di vagina atau serviks
e. Polip serviks massa bertangkai pada serviks
f. Kanker leher Rahim
g. Endometriosis terutama adenomiosis
h. Polip Rahim
i. Mioma uteri yaitu tumor jinak yang berasal dari dinding otot Rahim.
3. Bagaimana gejala klinis post coital bleeding?3
Jawab :

Perdarahan terjadi segera setelah koitus

Pada pemeriksaan in spekulo tampak tempat, bentuk dan besarnya luka
4. Penyakit apa saja yang ditandai post coital bleeding?3
Jawab :
Perdarahan sewatu atau setelah koitus dapat merupakan gejala dini dari karsinoma serviks
uteri, walaupun itu dapat disebabkan pula oleh erosi portio,polip serviksm atau vulnus
traumatikum postkoitum (himen robek disertai perdarahan dari arteri kecil dari koitus
pertama, atau pada permukaan forniks posterior )
3
5. Apa saja kelainan siklus menstruasi?4
Jawab :
Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam :
1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid : Hipermenorea
atau menoragia dan Hipomenorea
2. Kelainan siklus : Polimenorea; Oligomenorea; Amenorea
Amenorea dapat dikarenakan aktifitas (latihan) sehingga berdampak pada penurunan
berat badan. penurunan berat badan yang terjadi pada kasus diatas menyebabkan
penurunan leptin, leptin ini diproduksi dari lemak, akibatnya berdampak ke
hypothalamus- hipofisis-ovarium dimana terjadinya penurunan FSH (folikel
stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone) pada tingkat hipofisis sedangkan
pada ovarium akan terjadi penurunan estrogen.5
3. Perdarahan di luar haid : Metroragia
4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid : Pre menstrual tension (ketegangan
pra haid); Mastodinia; Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi) dan Dismenorea
6. Bagaimana endokrinologi siklus menstruasi?6
Jawab :
1. Siklus ovarium
a. Fase pertumbuhan folikel
Pada sekitar permulaan siklus menstruasi konsentrasi FSH dan LH meningkat
yang akan menyebabkan percepatan pertumbuhan sel teka dan sel granulosa dalam
sekitar 20 folikel ovarium setiap bulan. Sel teka dan sel granulosa juga
menyekresikan cairan folikular yang mengandung estrogen. Penimbunan cairan ini
dalam folikel menyebabkan terbentuknya antrum. Setelah antrum terbentuk, sel
teka dan sel granulosa terus mengadakan proliferasi , dan setiap folikel yang
sedang tumbuh menjadi folikel vesicular. Bila folikel ini terus berkembang, sel
teka dan sel granulosa terus berkembang pada satu kutub folikel. Dalam massa ini
terletak ovum. Setelah pertumbuhan selama satu minggu atau lebih, salah satu
folikel mulai tumbuh keluar dari semua lumen, sisanya mulai mengalami involusi
(atresia). Hal ini disebabkan folikel yang berkembang pesat menyekresikan lebih
banyak estrogen sehingga menimbulkan penghambatan umpn balik sekresi
4
hormone gonadotropin FSH. Kekurangan rangsangan FSH pada folikel yang tidak
berkembang inilah yang menyebabkan folikel atresia.
b. Fase ovulasi
Dengan bertambah matang folikel hingga akhirnya matang benar, dan oleh karena
pembentukan cairan folikel makin bertambah, maka folikel makinterdesak ke
permukaan ovarium, malahan menonjol keluar. Sel-sel pada permukaan ovarium
menjadi tipis, folikel pecah dan keluarlah cairan dari folikel bersama-sama ovum
yang dikelilingi sel-sel kumulus oofurus.
Ovulasi terjadi pada hari ke 14 setelah timbulnya menstruasi.
c. Fase Luteal
Selama hari terakhir sebelum ovulasi dan diteruskan selama sehari atau lebih
setelah ovulasi dibawah rangsangan hormon luteinisasi, sel-sel teka dan sel
granulose mengalami luteinisasi. Jadi massa sel yang masih tetap pada tempat
folikel yang pecah menjadi korpus luteum yang menyekresikan hormone
progesterone dan estrogen. Setelah itu ia mulai mengalami involusi dan
kehilangan fungsi sekresinya serta sifat lipidnya sekitar 12 hari setelah ovulasi
yang kemudian menjadi korpus albikans.
2. Siklus endometrium
a. Fase Proliferasi (fase estrogen)
Setelah menstruasi hanya lapisan tipis stroma endometrium tersisa pada basis
endometrium asli, dan satu-satu nya sel epitel yang tertinggal terletak pada bagian
dalam sisa-sisa kelenjar dan kriptus endometrium. Di bawah pengaruh estrogen
yang sekresinya ditingkatkan oleh ovarium selama bagian pertama siklus ovarium,
sel-sel stroma dan sel-sel epitel dengan cepat berproliferasi. Permukaan
endometrium mengalami reepitelisasi dalam 3-7 hari setelah permulaan
menstruasi
b. Fase Sekresi (fase progesterone)
Selam separuh terakhir siklus seksual, progesterone dan estrogen disekresikan
dalam jumlah besar oleh korpus luteum. Estrogen menyebabkan proliferasi sel
tambahan dan progesterone menyebabkan pembengkakan hebat dan pembentukan
sekresi endometrium. Kelenjar tambah berkelok-kelok, zat yang disekresikan
5
tertimbun dalam sel epitel kelenjar, dan kelenjar menyekresikan sedikit cairan
endometrium.
c. Fase menstruasi
Menstruasi disebabkan oleh karena penurunan mendadak progesterone dan
estrogen pada akhir siklus haid ovarium. Selama menstruasi normal, sekitar 35 ml
darah dan 35 ml cairan serosa hilang
7. Bagaimana penegakan diagnosis post coital bleeding?3
Jawab :
Ditemukan lendir darah sesaat setelah berhubungan.
6
Dokter kemudian melakukan pemeriksaan ginekologi dan pap’s smear. Dari hasil
pemeriksaan pap’s smear dokter menyimpulkan sel cervix tina mengalami dysplasia
ringan.
1. Bagaimana tujuan dan manfaat pemeriksaan ginekologi?7
Jawab:

Untuk mengetahui kesehatan alat reproduksi wanita

Untuk membantu dalam menegakkan diagnosis
2. Bagaimana cara pemeriksaan ginekologi?7
Jawab :
No
Langkah
1.
Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2.
Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan dan imformed consent
3.
Persiapkan alat yang dibutuhkan : sarung tangan steril, kapas DTT, pelumas/jelli,
speculum, larutan klorin 0,5 %
4.
Cuci tangan dan kenakan handscoon
5.
Persilahkan pasien berbaring dalam posisi litotomi dan pemeriksa berdiri
didepan vulva
6.
Lakukan tindakan aseptic antiseptic pada vulva dengan menggunakab kapas
sublimat dari arah atas ke bawah
Inspeksi :
7.
Nilai kondisi : mons pubis, labia mayora dan minora, klitoris, hymen, anus, dan
perineum (hematoma/ edema, sikatrik, benjolan, tanda radang)
Inspekulo :
8.
Beri pelumas/jelli pada speculum , usahakan speculum telah dihangatkan
9.
Masukkan speculum dengan ukuran sesuai secara miring, agar tidak mengenai
meatus uretra eksternum
10. Spekullum dimasukkan sejauh mungkin kedalam vagina lalu dibuka hungga
serviks terlihat jelas
11. Kencangkan/kunci speculum
7
12. Nilai kondisi serviks : warna, ulserasi, tumor, perdarahan, keputihan
13. Sekrup speculum dikendurkan dan speculum diputar kembali pada posisi semula
(miring). Speculum perlahan-lahan ditarik keluar
Pemeriksaan bimanual :
14. Beri jeli pada jari telunjuk dan jari tengah
15. Ibu jari dan telunjuk tanagn kiri membuka labia
16. Masukkan jari tengah tangan kanan kedalam vagina dengan menekankan kearah
komisura posterior yang kemudian diikuti jari telunjuk
17. Setelah jari tengah dan telunjuk tangan kanan masuk, tangan kiri dipindahkan
keatas sympisis untuk memfiksasi uterus
18. Nilai kondisi serviks: posisi , ukuran, nyeri goyang portio
19. Nilai kondisi uterus: ukuran, bentuk, nyeri tekanm benjolan
20. Letakkan tangan kanan disamping serviks, tangan kiri pada sisi yang sama diatas
perut
Nilai kondisi ovarium : ukuran, konsistensi, nyeri, mobilitas
21. Keluarkan tangan pelan-pelan
22. Cuci tangan pada larutan klorin, sarung tangan dibuka dan rendam dalam
keadaan terbalik
3. Apa indikasi pemeriksaan ginekologi?7
Jawab :
Indikasi :
-
Infeksi alat genital
-
Perdarahan pervaginam
-
Ada masa di alat genital
4. Apa tujuan dan manfaat pap’s smear?8
Jawab :
a. Dilakukan untuk kepentingan diagnosis dini dari karsinoma servisis uteri dan
karsinoma korposis uteri.
8
b. Secara tidak langsung dapat dipakai untuk mengetahui fungsi hormonal karena
pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan perubahan-perubahan khas pada
sel-sel selaput vagina.
c. Maturitas kehamilan dapat pula ditentukan dengan cara ini walaupun hasilnya tidak
selalu memuaskan.
d. Deteksi ke arah peradangan seperti servisitis, colpitis bila leukosit dan limfosit
meningkat.
5. Bagaimana cara melakukan pap’s smear?
Jawab :

Pengambilan sampel dapat dilakukan oleh dokter umum, dokter spesialis maupun
bidan/ para medis.

Sedangkan yang memproses sampel adalah analis/ teknisi laboratoriun

mendiagnosa hasil adalah ahli patologi anatomi (dokter spesialis PA).

Sarana prasarana yang diperlukan dalam pemeriksaan pap smear antara lain : ruangan
khusus, meja ginekologi, tenaga ahli dan terampil, spekulum steril, peralatan yang
menunjang untuk pemeriksaan Pap Smear (spatula, obyek glass, cairan untuk fiksasi,
tabung fiksasi, mikroskop), alat tulis (misal spidol marker, label, pensil), formulir Pap
Smear, medical records, laboratorium sitologi dengan petugas terampil/ ahli dalam
menginterpretasikan hasil, transportasi pengiriman hasil Pap Smear, sistem informasi
untuk meyakinkan klien dalam melakukan kunjungan ulang, kualitas sistem asuransi
untuk memaksimalkan keakuratan.
Fiksasi Sampel
Fiksasi sampel adalah cara mengawetkan sampel dengan bahan kimia tertentu
agar sel yang terkandung dalam sampel tidak rusak/ lisis. Bahan kimia untuk fiksasi
antara lain : alkohol 96 %, alkohol 70 %, methanol, alkohol 50 %, either – alkohol 95 %.
Bahan kimia yang biasa digunakan untuk fiksasi sampel adalah alkohol 96%.
9
Alat Pengambilan Sampel
Alat pengambilan sampel untuk pap smear dengan menggunakan spatula yang
dapat terbuat dari kayu maupun plastik. Jenis spatula antara lain : cervix brush, cytobrush,
plastic spatula, maupun wooden spatula.
Teknik pemeriksaan Pap smear
o Dua hari menjelang pemeriksaan, ibu dilarang melakukan senggama maupun
memakai obat-obatan yang dimasukkan ke dalam liang senggama. Waktu yang
baik untuk pemeriksaan adalah beberapa hari setelah selesai menstruasi.
o Terlebih dahulu mengisi informed consent dan formulir Pap Smear secara lengkap
dan sesuaikan dengan nomor urut pengambilan.
o Ibu dalam posisi litotomi, pasang spekulum vagina tanpa menggunakan pelicin,
dan tanpa melakukan periksa dalam sebelumnya. Setelah portio tampak, maka
spatula dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, lalu spatula diputar 180° searah
jarum jam.
o Spatula dengan ujung pendek diusap 360° pada permukaan serviks.
o Lendir yang didapat dioleskan pada objek glass berlawanan arah jarum jam.
Apusan hendaknya dilakukan sekali saja, lalu difiksasi atau direndam dalam
larutan alkohol 96% selama 30 menit.
o Sediaan dapat dikirim secara basah (tetap direndam dalam alkohol) atau dikirim
secara kering dengan mengeringkan sediaan setelah direndam dalam alkohol.
Selanjutnya sediaan tadi dikirim ke Ahli Patologi Anatomi untuk diperiksa.
6. Apa indikasi dan kontraindikasi pap’s smear?
Indikasi
The American College of Obstetricians and Gynecologist telah merekomendasikan
sebabaiberikut :
 Skrining pertama kali : kurang lebih 3 tahun setelah hubungan intim yang pertama
kali atausejak usia 21 tahun jika saat itu melakukan hubungan yang pertama kali.
 Wanita sampai umur 30 tahun, skrining dilakukan setahun sekali.
 Wanita usia 30 tahun ke atas:
10
a. Skrining tiap 2-3 tahun apabila hasil sitologi servikal 3 tahun berturut-turut
negatif ataukombinasi hasil sitologi servikal dan pemeriksaan risiko tinggi HPV
negatif.
b. Skrining lebih sering dilakukan pada pasien-pasien dengan hasil Pap positif
ataudengan tes risiko tinggi HPV positif, infeksi HIV, pasien-pasien dengan
imunosupresi,mendapat paparan dietilstilbestrol (DES) in utero, mempunyai
riwayat kanker serviikssebelumnya.
 Wanita dengan histerektomi: skrining rutin tidak dilanjutkan apabila serviks telah
diangkatdan tidak ada riwayat pertumbuhan sel yang abnormal atau ke arah keganasan.
Apabilawanita tersebut memiliki riwayat pertumbuhan sel yang abnormal, maka
skriningdilakukan setiap tahun ; pada beberapa pasien skrining tidak dilanjutkan
apabila hasil tessitologi vagina 3 kali berturut-turut hasilnya negatif.
 Wanita yang lebih tua: The American Cancer Society merekomendasikan bahwa
skrining tidak dilanjutkan pada wanita yang berusia lebih dari 70 tahun apabila
hasilpemeriksaan Pap smear 3 kali berturut-turut negative dan hasil Pap smear 10
tahunsebelumnya juga negatif.The American Cancer Society menyatakan bahwa Pap smear
harus diteruskan pada wanitasehat yang memiliki riwayat kanker serviks, eksposur
dietilstilbestrol (DES) in utero, infeksiHIV atau dengan kelemahan sistem imun.
Dokter menjelaskan bahwa dysplasia ini dapat berkembang menjadi kanker cervix jika
tidak ditangani dengan baik, dokter juga menyarankan Tina untuk melakukan
pemeriksaan pap’s smear secara berkala.
1. Apa saja jenis-jenis dysplasia?9
Jawab :
-
Displasia ringan
-
Displasia sedang
-
Displasia berat
2. Bagaimana interpretasi hasil pap’s smear?8 10
Jawab :
1. Kelas I berarti negative ( tidak ditemukan sel – sel ganas)
11
2. Kelas II berarti ada sel – sel atipik, akan tetapi tidak mencurigakan
3. Kelas III berarti ada sel – sel atipik , dicurigai keganasan
4. Kelas IV ada kemungkinan tumor ganas
5. Kelas V berarti jelas tumor ganas7
1. Negative : tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitology dalam 1 tahun
lagi
2. Inkonklusif : sediaan tidak memuaskan. Disebabkan fiksasi tidak baik, tidak
ditemukan sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi
pemeriksaan sitology setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya
3. Dysplasia : terdapat sel-sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopis. Derajat
ringan, sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfrimasi dengan kolposkopi
dan biopsy. Lakukan pnanganan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan
berikutnya
4. Positif : terdapat sel-sel ganas pada pengamatan mikroskopis. Harus dilakukan
biopsy uantuk memastkian diagnosis. Penanganan harus dilakukan dirumah sakit
rujukan dengan seorang ahli onkologi
5. HPV : pada infeksi virus ini dapat ditemukan sediaan negative atau dysplasia.
Dilakukan pemantauan ketat dengan konfirmasi kolposkopi dan ulangi pap smear.9
3. Apa saja proses (mekanisme) displasia?11
Jawab :
Aktivitas seksual  HPV (tergantung status imun, kerentanan genetic, faktor lain) 
Intergrasi virus HPV resiko tinggi (16,18)  CIN  (jika terjadi infeksi persisten) 
CIN derajat berat
4. Apa etiologi dan factor resiko dysplasia? 12
Jawab :
Demographic risk factors
Ethnicity (Latin American countries, U.S. minorities)
12
Low socioeconomic status
Age
Behavioral risk factors
Infrequent or absent cancer screening Pap tests
Early coitarche
Multiple sexual partners
Male partner who has had multiple sexual partners
Tobacco smoking
Dietary deficiencies
Medical risk factors
Cervical high-risk human papillomavirus infection
Parity
Immunosuppression
5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk menentukan dysplasia?13
Jawab :
sitopatologi
6. Bagaimana gambaran histopatologi dysplasia? 9 14
Jawab :

Sel skuamosa normal: sel-sel besar dengan inti kecil. Maturasi baik

Displasia ringan : Sedikit peningkatan ukuran inti. Maturasi tidak berjalan baik

Displasia berat : Inti besar, Maturasi tidak ada

Karsinoma invasive : inti regular, perbedaan nyata dalam ukuran sel, invasi melalui
membrane basal.14
a. CIN 1 (dysplasia ringan) atau kondiloma datar :
- perubahan koilositotik, terutama di lapisan superfisial epitel
13
b. CIN II (dysplasia sedang) :
- mengenai sebagian besar lapisan epitel, variasi dalam bentuk sel dan nucleus
serta dengan mitosis normal di atas lapisan basal.
- Terdapat maturasi epitel
- Lapisan sel superfisial masih berdiferensiasi baik baik,
- Pada beberapa kasus lapisan ini memperlihatkan perubahan koilositotik.
c. CIN III ( dysplasia berat dan karsinoma in situ) :
- ukuran sel dan nucleus yang lebih bervariasi
- kekacauan orientasi sel
- mitosis normal atau abnormal
- Perubahan hampir mengenai semua lapisan epitel dan ditandai dengan hilangnya
pematangan.
- Diferensiasi sel permukaan dan gambaran koilositotik biasanya telah lenyap.
- Jika perubahan displastik menjadi lebih atipikal dan mungkin meluas ke dalam
endoserviks, tetapi masih terbatas di lapisan epitel dan kelenjarnya, menyebabkan
karsinoma insitu.9
7. Apa tatalaksana dysplasia?12
Jawab :
Ada 2 kategori berupa :
- Obeservasi
- Intervesi : Ablasi dan eksisi
8. Apa komplikasi dysplasia?9
15
Jawab :
Komplikasi dysplasia
-
Lesi prekanker
-
Kanker serviks
14
9. Mengapa dari displasi ringan bisa berkembang menjadi kanker serviks?9
16
Jawab :
Servix dilapisi oleh 2 macam epitel yaitu epitel squamosa dan epitel kolumner. Epitel
squamosa menutupi serviks bagian luar dan epitel kolumner menutupi kanalis servikalis
Epitel squamosa dan epitel kolumner bertemu membentuk sambungan squamokolumner (
SSK ).
Dengan adanya pH vagina yang rendah dapat terjadi perubahan epitel kolumner
menjadi epitel squamosa, perubahan tersebut dinamakan metaplasia. Proses metaplasia ini
dianggap sebagai peristiwa normal dan terjadi pada kebanyakan wanita. Epitel squamosa
yang terjadi akibat proses metaplasia disebut epitel squamosa metaplastik dan daerah
yang terjadi akibat metaplasia disebut zone transpormasi.
Jika terdapat mutagen pada serviks seperti sperma yang mengandung virus HSV tipe
2, klamidia dan HPV pada saat fase aktif atau fase awal dari metaplasia, maka sel-sel
metaplastik dapat berubah menjadi sel yang berpotensi ganas dan dapat menyebabkan
kelainan yang disebut displasia. Displasia yang terjadi dari yang ringan, sedang, berat dan
selanjutnya dapat berkembang menjadi kanker serviks jika daya tahan tubuh tidak dapat
mengatasi sel-sel tersebut. Perubahan dari displasia ringan ke sedang dan selanjutnya
membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 3 – 5 tahun sehimgga kita mempunyai
waktu untuk melakukan deteksi dini dengan Pap smear.
10. Bagaimana cara deteksi dini kanker serviks?17
Jawab :
1. Pap’s smear. Tes pap direkomendasikan pada saat mulai melakukan aktivitas seksual
atau setelah menikah. Bagi kelompok perempuan yang berisiko tinggi (infeksi hPV,
HIV,kehidupan seksual berisiko) dianjurkan pemeriksaantes pap setip tahun.
2. Tes inspeksi visual asam asetat.
11. Apa etiologi dan factor resiko kanker serviks?10 17
Jawab :

Etiologi
Penyebab langsung karsinoma uterus belum diketahui. Factor ekstrinsik yang
diduga berhubungan dengan insidens karsinoma serviks uteri adalah smegma, infeksi
15
virus human papiloma virus (HPV) dan spermatozoa.Karsinoma serviks uteri timbul
disambungan skuamokolumner serviks.

Faktor resiko
Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah prilaku seksual
berupa mitra seks multiple, paritas, nutrisi, rokok, dll. Karsinoma servik dapat
tumbuh aksofitik, endofitik, atau ulseratif.9
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya
mempunyai hubungan erat dengan sejumlah factor ekstrinsik, diantaranya yang penting :
jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin
daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami
pada usia amat muda (<16th), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila
jarak persalinan terlampaui dekat, mereka dari golongan social ekonomi rendah (higien
seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas),
jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan
pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus)-tipe 16 atau 18
dan kebiasaan merokok.17
12. Bagaimana epidemiologi kanker serviks?19
Jawab :
Diantara tumor ganas ginekologik, kanker serviks uterus masih menduduki
peringkat pertama di Indonesia. Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 4550 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasive memakan waktu
sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia kurang dari 35 tahun menunjukkan
kanker serviks yang invasive pada saat didiagnosa, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada
wanita dibawah usia 35 tahun.
13. Apa saja gejala dan tanda kanker serviks?17
Jawab :
-
Gejala tidak ada
-
Tanda dini berupa secret vagina yang berlebihan dan kadang disertai bercak
perdarahan
16
-
Gejala umum : perdarahan pervagina dan keputihan
-
Jika penyakit berlanjut : keluar cairan vagina yang berbai busuk, nyeri panggul,
nyeri pinggang dan panggul
14. Bagaimana cara penegakan diagnosis kanker serviks?17
Jawab :
Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan klinis meliputi

Anamnesis

Pemeriksaan fisik dan ginekologi, termasuk evaluasi KGB, pemeriksaan panggul
dan pemeriksaan rektal

Pemeriksaan penunjang :
a. Tes pap smear’s : untuk skrinning
b. Biposi : untuk memastikan / diagnosis pasti kanker serviks
c. Pemeriksaan radiologi berupa foto paru-paru, pielografi intravena atau CT
scan : untuk melihat perluasan penyakit serta menyingkirkan adanya obstruksi
ureter
d. Pemeriksaan laboratorium Klinik, berupa pemeriksaan darah tepi, tes fungsi
ginjal dan tes fungsi hati : untuk mengevaluas fungsi organ serta menentukan
jenis pengobatan yang akan diberikan.
15. Bagaimana pathogenesis kanker serviks?10
Jawab :
Aktivitas seksual  HPV (tergantung status imun, kerentanan genetic, faktor lain) 
Intergrasi virus HPV resiko tinggi (16,18)  CIN  (jika terjadi infeksi persisten) 
CIN derajat berat  kanker serviks
17
16. Apa saja stadium kanker serviks?2
Jawab :
17. Bagaimana tatalaksana kanker serviks?10
Jawab :
Pemilihan metode terapi berdasarkan pembagian stadium klinis, derajat
diferensiasi patologis, ukuran tumor.
Tingkat
0
Ia
Ib, IIa
Penatalaksanaan
-
Biopsy kerucut
-
Histeroktomi transvaginal
-
Biopsy kerucut
-
Histeroktomi transvaginal
Histeroktomi radikal dengan limfadenopati
panggul
dan
evaluasi
kelenjar
limfe
18
paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan)
IIb, III dan IV
Histeroktomi transvaginal
Iva dan IVb
Radioterapi
Radiasi paliatif
Kemoterapi
1. Terapi Operasi → tindakan kuratif pada kanker serviks stadium awal.

Ia1: dengan histerektomi (pengangkatan uterus) total, bila perlu konservasi fungsi
reproduksi, dapat dengan konisasi (pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan
kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut)

Ia2: dengan histerektomi radikal modifikasi ditambah pembersihan kelenjar limfe
kavum pelvis bilateral

Ib1 – IIa: dengan histerektomi radikal modifikasi atau histerektomi radikal
ditambah pemberishan kelenjar limfe kavum pelvis bilateral; pasien usia muda
dapat mempertahankan ovary.
2. Radioterapi
a. Radioterapi radikal
Sesuai untuk karsinoma serviks uteri stadium IIb – IV. Tujuannya adalah agar lesi
primer serviks uteri dan lesi sekunder yang mungkin timbul semuanya mendapat
dosis radiasi maksimal, tapi tidak melebihi dosis toleransi radiasi organ dalam
abdomen dan pelvis
b. Radioterapi praoperasi
Digunakan untuk stadium Ib2/IIa atau tumor serviks tipe tumbuh ke dalam,
kanalis servikalis sangat jelas membesar. Radioterapi membuat lesi mengecil,
meningkatkan keberhasilan operasi, menurunkan vitalitas sel kanker dan
penyebaran intraoperatif, sehingga mengurangi risiko timbulnya rekurensi sentral.
c. Radioterapi pascaoperasi
Untuk pasien yang secara patologik terbukti terdapat metastasis di kelenjar limfe
kavum pelvis, kelenjar limfe para-aorta abdominal, jaringan parametrium, tumor
19
menginvasi lapisan otot dalam serviks uteri, tampak tumor residif di vagina
residual.
3. Kemoterapi
Terutama digunakan untuk terapi kasus stadium sedang dan lanjut pra-operasi atau
kasus rekuren, metastasis. Untuk tumor ukuran besar, relative sulit diangkat secara
operasi, kemoterapi dapat mengecilkan tumor, meningkatkan keberhasilan operasi.
Terhadap pasien radioterapi, tambahan kemoterapi yang sesuai dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap radiasi; sedangkan bagi pasien stadium lanjut yang tidak sesuai
untuk operasi atau radioterapi, kemoterapi dapat membawa efek paliatif.
Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian
kemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah
penanganan lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan
prosesnya masih terbatas pada panggul. Jika operasi tak mungkin dilakukan, harus
dipilih kemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. Menggunakan bentuk regimen
yang terdiri dari kombinasi beberapa sitostatika (polikemoterapi). Jika terapi terdahulu
adalah operasi, sebaiknya dilakukan penyinaran jika prosesnya masih terbatas dalam
panggul (lokoregional). Bila penyebaran sudah lanjut, pilih kemoterapi.
18. Bagaimana komplikasi kanker serviks?10 17
Jawab :
Dapat mengalami penyebaran (metastasis). Penyebaran kanker serviks ada tiga macam,
yaitu :
1. Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya.
2. Melalui pembuluh darah (hematogen)
3. Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing dan
rectum.
Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe terutama ke paru-paru,
kelenjar getah bening mediastinum dan supraklavikuler, tulang dan hati. Penyebaran ke
paru-paru menimbulkan gejala batuk, batuk darah, dan kadang-kadang nyeri dada.
Kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula terutama sebelah kiri.
20
19. Bagaimana pencegahan kanker serviks?15 17
Jawab :
Pencegahan
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks diperlukan upaya
pencegahan-pencegahan sebagai berikut :

Pencegahan primer, yaitu usaha untuk mengurangi atau menghilangkan kontak
dengan karsinogen untuk mencegah inisiasi dan promosi pada proses karsinogen.

Pencegahan sekunder, termasuk skrining dan deteksi dini untuk menemukan kasuskasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.

Pencegahan tertier, merupakan pengobatan untuk mencegah komplikasi klinik dan
kematian awal.
Dengan deteksi sedini mungkin infeksi HPV, dengan melakukan program skrining
minimal 5 tahun sekali setelah pertama kali berhubungan seksual.
20. Bagaimana prognosis kanker serviks?16
18
Jawab :
Faktor yang menentukan prognosis adalah :
1. Umur penderita
2. Keadaan umum
3. Tingkat klinik keganasan
4. Ciri-ciri hitologik sel tumor
5. Kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani
6. Sarana pengobatan yang ada
Angka ketahanan hidup (AKH) 5 Tahun menurut data international adalah sebagai
berikut:
Tingkat
AKH 5 TAHUN
T1S
Hampir 100%
T1
70-85%
21
T2
40-60%
T3
30-40%
T4
< 10%
PROGNOSIS
Pada pengobatan kanker tidak ada istilah sembuh kecuali kita temukan kanker serviks
pada stadium 0. Kalau sudah stadium I keatas yang ada harapan hidup dalam 5 tahun.
Oleh karena itu kita perlu untuk melakukan deteksi dini untuk menemukan kanker serviks
sedini mungkin, kalau bisa pada lesi pra kanker

Stadium 0 100% sembuh

Stadium I angka harapan hidup 5 tahun 80%

Stadium II angka harapan hidup 5 tahun 60%

Stadium III angka harapan hidup 5 tahun 30%

Stadium IV angka harapan hidup 5 tahun < 10%
Prognosis keseluruhan untuk semua kanker serviks selama kehamilan mungkin setara
dengan prognosis untuk wanita tidak hamil (Sood dan Sorosky, 1998). Hasil-hasil dari
beberapa laporan yang diterbitkan diperlihatkan pada tabel 57-4. Agregat ini
mengisyaratkan tidak adanya perbedaan dalam angka harapan hidup antara wanita hamil
dan tidak hamil. Tabel ii juga mencakup 49 kasus kanker stadium IB yang dilaporkan oleh
Nisker dan Shubat (1983). Para peneliti ini mendapatkan angka harapan hidup 5 tahun
hanya 70 persen dibandingkan dengan 87 persen pada wanita tidak hamil dengan stadium
yang sama. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh penentuan stadium yang lebih rendah
daripada sebenarnya (understaging) pada kehamilan.
22
Dari anamnesia lebih lanjut dokter mendapatkan informasi bahwa Tina tidak memiliki
banyak pasangan, belum pernah mendapatkan imunisasi HPV, memiliki 6 anak dan
pernah mengalami abortus satu kali dan ternyata saudara Tina juga ada yang menderita
kanker ovarium
1. Kapan imunisasi HPV diberikan? 20
Jawab :
Vaksin sebaiknya dilakukan sejak masa remaja, yaitu sejak usia 10 tahun pada
orang Indonesia dengan jadwal vaksinasi bulan ke-0, 1, dan 6. Pada usia ini anak sudah
mulai memasuki masa reproduktif dan belum terkontaminasi oleh virus HPV. Sehingga
dengan vaksinasi, respons titer antibodi yang terbentu jauh lebih tinggi dibandingkan usia
dewasa
Berdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia antara 9-26 tahun
(rekomendasi FDA-US). Populasi target tergantung usia awal hubungan seksual (di
23
negara Uni Eropa usia 15 tahun, Italia usia 20 tahun, di Czech 29 tahun, Portugal usia 18
tahun hanya 25% dan di Iceland 72%).
ISGO vaccination guidelines

Vaksin diberikan pada kelompok 10-55 tahun dan dapat dikelompokkan menjadi

-
Kelompok 10-12 tahun (sekolah dasar)
-
13-15 (SMP)
-
16-25 (SMA atau Perguruan Tinggi)
-
26-55
Pada usia 26-55 tahun dapat diberikan setelahhasil tes pap (-) dan IVA (-)
2. Apa makna klinis ditanyakan : tidak memiliki banyak pasangan dan belum pernah
imunisasi HPV?
Jawab :
Untuk membantu dalam proses diagnosis penyakit , kemungkinan apa yang dimaksudkan
disini, berganti ganti pasangan dan tidak mendapatkan imunisasi merupakan factor resiko
terjadinya penyakit HPV
3. Apa tujuan dan manfaat dari imunisasi HPV?20
Jawab :
Tujuan
Mencegah infeksi HPV 16, 18 (karsinogen kanker serviks), Vaksinasi tidak bertujuan
untuk terapi.
Manfaat

Lama proteksi vaksin bivalen 53 bulan, dan vaksin quadrivalen berkisar 36 bulan.

Vaksinasi HPV memberi perlindungan terhadap infeksi HPV sebesar 89%.
24
4. Bagaimana mekanisme kerja dari imunisasi HPV?20
Jawab :
Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang
merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik
kuat.
5. Apa indikasi dari pemberian imunisasi HPV?20
Jawab :
Indikai Imunisai HPV
 Indikasi :
Perempuan yang belum terinfeksi HPV 16 dan HPV 18. Usia pemberian vaksin
(disarankan usia >12 tahun). Belum cukup data efektivitas pemberian vaksin HPV
pada laki-laki.
 Target :
Berdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia antara 9-26 tahun
(rekomendasi FDA-US). Populasi target tergantung usia awal hubungan seksual (di
negara Uni Eropa usia 15 tahun, Italia usia 20 tahun, di Czech 29 tahun, Portugal usia
18 tahun hanya 25% dan di Iceland 72%).
 Kontraindikasi :
Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan setelah
persalinan. Sedangkan pada ibu menyusui vaksinasi belum direkomendasikan.
Hipersensitivitas.
6. Apa dampak tidak di berikan imunisasi HPV?20
Jawab :
Pemberian vaksin HPV dapat mencegah penyakit genital dan kanker serviks, apabila tidak
diberikan maka akan beresiko mudah terinfeksi virus HPV dan kanker serviks. Akan
tetapi, jika wanita sudah terinfeksi oleh HPV maka vaksin tidak dapat mencegah penyakit
dari tipe HPV yang terinfeksi.
25
7. Apa saja etiologi dan factor resiko abortus?21
Jawab :
Etiologi
1. Factor janin

Perkembangan zigot abnormal

Kelainan kromosom
2. Factor ibu

penyakit sistemik
o Infeksi
o Penyakit debilitas kronik
o Kelainan endokrin

Hipotiroidisme

Diabetes militus

Defisiensi progesterone

Nutrisi

Pemakaian obat dan factor lingkungan : Temnbakau, kafein,radiasi,kontrasepsi

Factor imunologis : factor auto imun ,factor aloimun

Trombofilia herediter

Gamet yang menua

Laparotomi

Trauma fisik

Cacat uterus
8. Apa saja jenis-jenis abortus?21
Jawab :
1. Abortus Spontan
Apabila abortus terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus,
maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah
keguguran (miscarriage). Dibagi menjadi lima subkelompok diantaranya:
26

Abortus Iminens: Apabila terjadi perdarahan per vaginam pada paruh pertama
kehamilan. Sangat sering dijumpai, satu dari empat atau lima wanita.

Abortus Inevitable (Tidak terhindarkan): Ditandai oleh pecah ketuban yang nyata
disertai pembukaan serviks.

Abortus Inkomplet: Pada abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu,
janin dan plasenta biasanya keluar bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar
secara terpisah. Apabila plasenta seluruhnya atau sebagian tertahan di uterus,
cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus
inkomplet.

Missed Abortion: Retensi hasil konsepsi yang telah meninggal in utero selama
beberapa minggu.

Abortus Rekuren: Abortus spontan berturut-turut selama tiga kali atau lebih.
2. Abortus Terinduksi
Terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup (viabel)
karena beberapa indikasi.

Abortus elektif (volunter): Intersi kehamilan sebelum janin mampu hidup atas
permintaan wanita yang bersangkutan, tetapi bukan atas alasan penyakit janin atau
gangguan kesehatan ibu.

Abortus Septik: Penyulit serius pada abortus yang umumnya terjadi akibat abortus
kriminalis. Perdarahan hebat, sepsis, syok bakterial, dan gagal ginjal akut
permanen pernah terjadi pada abortus legal tetapi dengan frekuensi lebih kecil.
27
9. Apa pemeriksaan penunjang abortus?21
Jawab :
Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, hematocrit, golongan darah serta reaksi
silang analisis gas darah, kultur darah
2. Tes kehamilan : positif jika janin masih hidup,bahkan 2-3 minggusetelah abortus
3. Pemeriksaan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup. USG
membantu dokter untuk memeriksa dtak jantung janin dan menentukan apakah
embrio berkembang normal.
4. Pemeriksaan kadar fibrogen darah pada missed abortion
10. Bagaimana tatalaksan abortus?22
Jawab :
 Pada keadaan iminens, tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik (IA), namun
dianjurkan
untuk
membatasi
aktivitas.
Upayakan
untuk
meminimalkan
kemungkinan rangsangan prostatglandin. Tidak dianjurkan terapi dengan hormone
esterogen dan progesterone. Dapat diindikasikan sirklase serviks pada trimester
kedua untuk pasien dengan inkompetensia serviks.
 Pada keadaan insipiens, umumnya harus dirawat. Karena tidak ada kemungkinan
kelangsungan hidup bagi janin, maka dapat diberikan misoprostol untuk
mengeluarkan konsepsi, analgetik mungkin diberikan. Demikian pula, setelah
janin lahir, kuretase mungkin dilakukan.
 Pada keadaan inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah keluar atau
perdarahan menjadi berlebih, maka evaluasi hasil konsepsi segera diindikasikan
untuk meminimalkan perdarahan dan resiko infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi
dilakukan dengan aspirasi vakum, karena tidak memerlukan anastesi.
 Missed abortion sebaiknya di rawat di rumah sakit karena memerlukan kuretase da
nada kemungkinan perdarahan banyak serta resiko transfuse.
28
11. Apa saja komplikasi abortus?10
Jawab :

Perdarahan, perforasi, syok dan sepsis.

Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan
pembekuan darah
12. Bagaimana prognosis abortus?21
Jawab :
Selain pada kasus antibody antifosfolipid dan serviks inkompeten, “angka kesembuhan”
setelah tiga kali abortus berturut-turt berkisar antara 70-85 persen, apapun terapinya.
Angka kematian janin akan lebih tinggi, tetapi tidak jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kehamilan secara umum. Bahkan, warburton dan Fraser (1944) melaporkan
bahwa kemungkinan abortus rekuren adalah 25-30 persen berapapun jumlah abortus
sebelumnya. Poland dkk (1997) mencatat bahwa apabila seseorang wanita pernah
melahirkan bayi hidup, resiko untuk setiap abortus rekuren adalah sekitar 30 %. Namun
apabila wanita belum pernah melahirkan bayi hidup dan pernah mengalami paling seikit
satu kali abortus spontan, resiko abortus adalah 46 %. Wanita dengan abortus spontan 3 x
atau lebih beresiko lebih besar mengalami perlahiran preterm, plasenta previa, presentasi
bokong, dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya
13. Apa indikasi dan kontraindikasi kuretase dan dilatasi?23
Jawab :
Indikasi vital dan indikasi sosial
14. Apa manfaat dan tujuan kuretase dan dilatasi?24
25
Jawab :
Manfaat :

Membersihkan hasil konsepsi
Tujuan :

Diagnostic dan sebagai terapi untuk perdarahan uterus yang abnormal dan abortus
inkomplit.
29
15. Apa saja macam-macam tindakan kuretase dan dilatasi berdasarkan manfaat dan
tujuan?21
Jawab :
Teknik bedah
Dilatasi serviks diikuti oleh evakuasi uterus

Kuretase

Aspirasi vakum (kuretase isap)
Abortus
bedah
mula-mula
dengan
mendilatasi
serviks
dan
kemudian
mengosongkan uterus dengan mengerok isi uterus (kuretase tajam) secara
mekanis, melakukan aspirasi vakum (kuretase isap) atau keduanya.

Dilatasi dan evakuasi (D&E)
Untuk usia gestasi diatas 16 minggu dilakukan dilatasi dan evakuasi. Tindakan ini
berupa dilatasi serviks lebar diikuti oleh destruksi dan evakuasi mekanis bagianbagiann janin. Setelah janin seluruhnya dikeluarkan, digunakan kuret vakum
berlubang besar untuk mengeluarkan plasenta dan jaringan yang tersisa.

Dilatasi dan ekstraksi (D&X)
Dilatasi dan ekstraksi serupa dengan D&E, kecuali bahwa pada D&X bagian janin
pertama kali diekstraksi
melalui serviks yang telah membuka untuk
mempermudah tindakan.
16. Bagaimana cara melakuakan kuretase dan dilatasi?
Jawab :
1. Persetujuan medic
2. Persiapan sebelum tindakan
-
Infuse terpasang ,bersihkan daerah operasi
-
Kelengkapan alat resusitasi
-
Antiseptic
-
Oksigen
-
Instrument
-
Baju tindakan
-
Sarung tangan steril
30
-
Alas kaki
-
Lampu sorot, tempat jaringan dan darah
3. Tindakan
-
Anastesi
-
Katetterisasi
-
Evaluasi ulang, ukuran dan arah uterus serta lebar dilatasi serviks. Jika di
anggap perlu lakuakn dilatasi servuks dengan pemasangan batang laminaria
dalam kanalis servikalis dalamm waktu maksimum 12 jam sebelum tindakan
kuretase.
-
Dilatasi juga dapat dilakukan dengan dilatators hegar yang terbuat dari logam
dari berbagai ukuran (0,5-1,0 cm)
-
Masukkkan spekuilum simpisis bawah , kemudian atas sehingga porsio tampak.
-
Bersihkan jaringan dan darah sisa dalam vagina.
-
Jepit serviks dengan tenakulum pada jam 11 atau 1
-
Tentukan arah dan kedalaman cavum uterus dengan sonde (penera uterus)
-
Bersihkan sisa jaringan di kanalis servikalis
-
Bila dilatasi serviks cukup lebar lakukan pengambilan jaringan dengan klem
ovum
-
Masukkan sendok kuret dengan ukuran yang sesuai dengan besarnya dilatasi
serviks, lallu lakukan kerokan oelan-pelan searah dengan jarum jam.
-
Keluarkan semua jaringan yang menggenangi lumen vagina
-
Lepaskan jepitan tenakulum pada serviks
-
Kirim contoh jaringan untuk pemeriksaan patologis
-
Cuci tangan setelah tindakan.
17. Apa komplikasi yang timbul dari tindakan kuretase dan dilatasi?21
Jawab :
1. Perforasi uterus dapat terjadi secara tidak sengaja saat sondase uterus, dilatasi, atau
kuretase. Kemungkinan meningkat pada posisi uterus yang terletak retrofleksi.
2. Kerusakan intraabdomen yang sangat besar dapat ditimbulkan akibat instrumen yang
melewati suatu defek uterus dan masuk ke dalam rongga peritoneum.
31
3. Cedera usus, dan bila tidak terdeteksi akan menyebabkan peritonitis berat dan sepsis
(Kambiss dkk., 2000)
4. Sejumlah wanita mungkin mengalami serviks inkompeten atau sinekie uterus setelah
dilatasi dan kuretase.
5. Abortus pada tahap kehamilan lebih lanjut dengan kuretase dapat memicu koagulasi
intravaskular difus mendadak yang berat dan dapat mematikan.
6. Menurut penelitian, tindakan kuretase dan dilatasi mungkin predisposisi postpartum
hemorrhage.26
18. Apa etiologi dan factor resiko dari ca ovarium?27
Jawab :
Faktor risiko
1. Factor lingkungan
Insidens kanker ovarium tinggi pada Negara-negara industri. Penyakit ini tidak ada
hubungannya dengan obesitas, minum alcohol, merokok maupun minum kopi. Juga
tidak ada kaitannya dengan penggunaan bedak talcum ataupun intake lemak yang
berlebihan
2. Factor reproduksi
Makin meningkat siklus haid berovulasi ada hubungannya dengan meningkatnya
risiko timbulnya kanker ovarium . hal ini dikaitkan dengan pertumbuhan aktif
permukaan ovarium setelah ovulasi. Induksi siklus ovulasi mempergunakan klomifen
sitrat meningkatkan risiko 2 sampai 3 kali. Kondisi yang menyebabkan turunnya
siklus ovulasi menurunkan risiko kanker seperti pada pemakaian pil keluarga
berencana menurunkan risiko sampai 50%, bila pil dipergunakan 5 taahun atau lebih;
multiparitas dan riwayat pemberian air susu ibu termasuk menurunkan risiko kanker
ovarium. Terlepas dari durasi penggunaan, perumusan, dosis estrogen, rejimen, jenis
progestrin, dan cara pemberian, terapi hormone dikaitkan dengan peningkatan resiko
kanker ovarium.
3. Factor genetic
5%-10% penyakit ini karena factor herediter ( ditemukan sekurang-kurangnya dua
keturunan dengan kanker ovarium)
Ada 3 jenis kanker ovarium yang diturunkan
32
1. Kanker ovarium site specific familial
2. Sindrom kanker payudara-ovarium, yang disebabkan oleh mutasi gen BRCA 1 dan
berisiko sepanjang hidup sampai 85% timbul kanker payudara dan risiko lifetime
sampai 50% timbul kanker ovarium pada kelompok tertentu. Walaupun
mastektomi profilaksis
kemungkinan menurunkan risiko, tetapi presentase
kepastian delum diketahui. Ooforektomi profilaksis mengurangi risiko sampai 2%.
3. Sindrom kanker Lynch tipe II, di mana beberapa anggota keluarga timbul berbagai
jenis kanker, termasuk kanker kolorektal nonpoliposis, endometrium dan ovarium.
19. Bagaimana manifestasi klinis ca ovarium?28
Jawab :
Gejala yang tidak pasti akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat pada
pelvis, sering berkemih dan disuria, dan perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa
penuh, mual tidak enak pada perut, cepat kenyang, dan konstipasi. Pada beberapa
perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat hyperplasia
endometrium bila tumor menghasilkan estrogem ; beberapa tumor dapat menghasilkan
testosterone dan menyebabkan virilasi. Gejala-gejala keadaan akut pada abdomen dapat
timbul mendadak bila terdapat perdarahan dalam tumor, rupture, atao torsi ovarium.
20. Bagaimana pemeriksaan penunjang ca ovarium?
Jawab :

Pemeriksaan ginekologi

Pemeriksaan sitology
21. Bagaimana tatalaksana ca ovarium?29
jawab
-
Kemoterapi
Pasien dengan Stadium I A derajat 1 dan 2 jenis epitel mempunyai kesintasan hidup 5
tahun 95% dengan atau pemeberian kemoterapi
Beberapa kliniskus akan memberikan kemoterapi pada kanker ovarium derajat 2
stadium I A dan IB derajat 3, stadium II sampai IV : Kemoterapi: paclitaxel (taxol)
dengan carboplatin atau cisplatin
33
-
Setelah kemoterapi, ada 3 pilihan yang ditetapakn pada pasien L
a. observasi
b. teruskan pengobatan, bila tumor regresi tapi belum hilang seluruhnya
c. terapi konsolidasi dengan kemoterapi lain
-
Untuk menekan residitif diberikan hexamethylmelamine
Untuk kanker ovarium residitif
-
Jika residitif lebih dari 6 bulan setelah selesai kemoterapi berbasis platinum, dapat
dipertimbangkan pemberiaan ulang kemoterapi berbasis platinum
-
Jika residitif kurang dari 6 bulan setelah kemoterapi berbasis platinum,
dipertimbangkan
kemoterapi
topotecan
dan
doxorubicin,
ifosfamid,
cyclophosphamide atau palclitaxel per minggu
-
Operasi (debulking ) sangat tidak efektif
Untuk kanker ovarium sel germinal
-
Semua pasien dengan tumor sel germinal perlu mendapat adjuvant kemoterapi
kecuali disgerminoma stadium IA, atau teratoma imatur stadium I derajat 1.
-
Standar pengobatan : pembedahan dilanjutkan dengan kemoterapi bleomycin,
etoposid, dan platinum (BEP) untuk semua stadium.
22. Bagaimana prognosis ca ovarium?18
Jawab :
Tumor-tumor epitel merupakan keganasan ovarium yang tersering baik pada wanita tidak
hamil mauoun hamil. Tumor-tumor dengan potensial keganasan rendah dan stadium IA
lebih sering dijumpai pada wanita tidak hamil (gotlieb dkk., 1998).
23. Bagaimana komplikasi ca ovarium?29
Jawab :
Cancer menyebar perkontinuetatum / organ sekitar . Sel kanker menyebar mengikuti
aliran cairan perikonium dan terimplantasi ke organ dalam peritoneum.
34
24. Bagaimana pencegahan ca ovarium?29
Jawab :
Para ahli di Northwestern Memorial mengatakan, perlindungan terbaik adalah lewat
metode pencegahan, memahami risiko dan mengenali tanda-tanda potensi kanker
ovarium.
35
SINTESIS
KANKER SERVIKS
Kanker leher rahim adalah tumor ganas/karsinoma yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks,
yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim
yang terletak antara rahim (uterus) dengan vagina. Kanker serviks merupakan gangguan
pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya
untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker ini biasanya terjadi
pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukan bahwa kanker leher rahim
dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun. 90% dari kanker serviks
berasal dari sel skuamosa (pada jaringan epitel) yang melapisi serviks sedangkan 10% berasal
dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker
leher rahim langka sebelum usia 20 tahun, dan insiden tidak mulai meningkat secara signifikan
sampai wanita mencapai usia 25 atau 30. Kebanyakan kanker terdeteksi pada perempuan
cenderung tahap awal, sehingga yang ditemukan melalui screening sebagian besar dapat
disembuhkan.30
Etiologi
1. Kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papilloma Virus). Virus ini memiliki
lebih dari 100 tipe, di mana sebagian besar di antaranya tidak berbahaya dan akan lenyap
dengan sendirinya. Jenis virus HPV yang menyebabkan kanker serviks dan paling fatal.
Akibatnya adalah virus HPV tipe 16 dan 18.
2. Selain disebabkan oleh virus HPV, sel-sel abnormal pada leher rahim juga bisa tumbuh
akibat paparan radiasi atau pencemaran bahan kimia yang terjadi dalam jangka waktu
cukup lama.10 17
Faktor resiko 10 17
Faktor resiko kanker leher rahim (Anonim, 2008b) :
1. Infeksi virus HPV (Human Papiloma Virus)
2. Penyakit menular seksual.
3. Memulai aktifitas seksual pada usia yang sangat muda
4. Berganti-ganti pasangan seks
36
5. Pemakaian kontrasepsi
6. Pemakaian Dietilstilbestrol (DES)
7. Sering melahirkan
8. Penyakit yang menekan sistem imun
9. Merokok
10. Genetik
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan
penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17
tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20
tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah
terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena
kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang
atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat
tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen
infeksi virus. Penelitian yang lain menegaskan bahwa merokok merupakan faktor risiko
independen untuk kanker leher rahim / SCC pada wanita terinfeksi HPV onkogenik.
Serotype wanita yang dengan antibody HPV onkogenik yang merokok secara signifikasn
meningkatkan resiko perkembangan SCC serviks. Temuan ini menekankan pentingnya
pencegahan kanker serviks pada wanita terpapar asap tembakau.31
4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
37
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta
karoten dan retinol (vitamin A).
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun
Manifestasi Klinik
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa
ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina.
2. Perdarahan setelah koitus yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila
nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu,
bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul
iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel
vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.16
38
Stadium Karsinoma Serviks2
Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri :
Pathogenesis 11
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi
antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris
39
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius
uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-mendesak
kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia
skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik untuk akhirnya menjadi
karsinoma invasif.. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan
terus.
Sebenarnya sebagian besar virus HPV akan menghilang sendiri karena ada system kekebalan
tubuh alami, tetapi ada sebagian yang tidak menghilang dan menetap. HPV yang menetap inilah
yang menyebabkan perubahan sel leher rahim menjadi kanker serviks. Perjalanan kanker serviks
dari infeksi HPV, tahap pre kanker hingga menjadi kanker serviks memakan waktu 10 – 20 thn.
Dari infeksi virus HPV sampai menjadi kanker serviks memerlukan waktu bertahun-tahun,
bahkan lebih dari 10 tahun. Pada tahap awal infeksi virus akan menyebabkan perubahan sel-sel
epitel pada mulut rahim, sel-sel menjadi tidak terkendali perkembangannya dan bila berlanjut
akan menjadi kanker.
Pada tahan awal infeksi sebelum menjadi kanker didahului oleh adanya lesi prakanker yang
disebut Cervical Intraepthelial Neoplasia (CIN) atau Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS). Lesi
prakanker ini berlangsung cukup lama yaitu memakan waktu antara 10 -¬ 20 tahun. Dalam
perjalanannya CIN I (NIS I) akan berkembang menjadi CIN II (NIS II) kemudian menjadi CIN
III (NIS III) yang bila penyakit berlanjut maka akan berkembang menjadi kanker serviks.
Konsep regresi spontan serta lesi yang persiten menyatakan bahwa tidak semua lesi pra kanker
akan berkembang menjadi lesi invasive atau kanker serviks, sehingga diakui masih banyak faktor
yang mempengaruhi. CIN I (NIS I) hanya 12 % saja yang berkembang ke derajat yang lebih
berat, sedangkan CIN II (NIS II) dan CIN III (NIS III) mempunyai risiko berkembang menjadi
kanker invasif bila tidak mendapatkan penanganan.
Pemeriksaan Diagnostik
Pap Smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90 % kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya
yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker servikpun menurun sampai
lebih dari 50 %. Menurut penelitian, dibandingkan dengan tes pap’s smear, tes DNA HPV
memiliki sensitivitas yang lebih baik untuk mendeteksi kanker serviks. ACOG dianjurkan bahwa
40
skrining teratur bagi perempuan "rata-rata-risiko" dimulai pada usia 21. Setiap wanita yang telah
aktif secara seksual / atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani pap smear
secara teratur yaitu 1 kali / tahun.16 30 32
Jika selam 3 kali berturut – turut menunjukkan hasil yang normal, pap smear bias dilakukan 1
kali / 2 – 3 tahun.
Hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks :

displasia ringan ( perubahan dini yang belum bersifat ganas )

displasia berat ( perubahan lanjut yang belum bersifat ganas )

karsinoma insitu ( kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar )

kanker invasive ( kanker telah menyebar lapisan serviks yang lebih dalam / ke organ tubuh
lainnya )
IVA
Inspeksi visual dengan asam asetat merupakan cara sederhana untuk mendeteksi kanker leher
rahim sedini mungkin. Iva dapat mendeteksi lesi tingkat prakanker dengan sensitivitas 66-96 %
dan spesifitas 64-98%.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat serviks yang telah diberi asam asetat 3-5% secara
inspekulo. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks
yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. Gambaran
41
serviks normal (merah homogeny) dan bercak putih (dysplasia). Dibutuhkan waktu satu sampai
dua menit untuk dapat melihat perubahan pada jaringan epitel. 17
Scan (MRI, CT, Gallium) dan ultrasound
Dilakukan untuk tujuan diagnostik identifikasi metastatik dan evaluasi respon pada pengobatan.17
Biopsy (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi)
Dilakukan untuk diagnosa banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui
sumsum tulang, kulit, organ, dsb.17
Penanda tumor
42
Zat yang dihasilkan dan disekresikan oleh sel tumor dan ditemukan dalam serum (CEA, antigen
spesifik prostat, HCG, dll.)17
1. Tes kimia skrining
2. HDL dengan diferensial dan trombosit dapat menunjukkan anemia, perubahan pada SDM
dan SDP, trombosit berkurang atau meningkat.
3. Sinar X dada
Tatalaksana 10
Pemilihan metode terapi berdasarkan pembagian stadium klinis, derajat
diferensiasi patologis, ukuran tumor.
Tingkat
Penatalaksanaan
0
Ia
Ib, IIa
-
Biopsy kerucut
-
Histeroktomi transvaginal
-
Biopsy kerucut
-
Histeroktomi transvaginal
Histeroktomi radikal dengan limfadenopati
panggul
dan
evaluasi
kelenjar
limfe
paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan)
IIb, III dan IV
Histeroktomi transvaginal
Iva dan IVb
Radioterapi
Radiasi paliatif
Kemoterapi
1. Terapi Operasi → tindakan kuratif pada kanker serviks stadium awal.

Ia1: dengan histerektomi (pengangkatan uterus) total, bila perlu konservasi fungsi
reproduksi, dapat dengan konisasi (pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan
kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut)

Ia2: dengan histerektomi radikal modifikasi ditambah pembersihan kelenjar limfe
kavum pelvis bilateral
43

Ib1 – IIa: dengan histerektomi radikal modifikasi atau histerektomi radikal
ditambah pemberishan kelenjar limfe kavum pelvis bilateral; pasien usia muda
dapat mempertahankan ovary.
4. Radioterapi
d. Radioterapi radikal
Sesuai untuk karsinoma serviks uteri stadium IIb – IV. Tujuannya adalah agar lesi
primer serviks uteri dan lesi sekunder yang mungkin timbul semuanya mendapat
dosis radiasi maksimal, tapi tidak melebihi dosis toleransi radiasi organ dalam
abdomen dan pelvis
e. Radioterapi praoperasi
Digunakan untuk stadium Ib2/IIa atau tumor serviks tipe tumbuh ke dalam,
kanalis servikalis sangat jelas membesar. Radioterapi membuat lesi mengecil,
meningkatkan keberhasilan operasi, menurunkan vitalitas sel kanker dan
penyebaran intraoperatif, sehingga mengurangi risiko timbulnya rekurensi sentral.
f. Radioterapi pascaoperasi
Untuk pasien yang secara patologik terbukti terdapat metastasis di kelenjar limfe
kavum pelvis, kelenjar limfe para-aorta abdominal, jaringan parametrium, tumor
menginvasi lapisan otot dalam serviks uteri, tampak tumor residif di vagina
residual.
5. Kemoterapi
Terutama digunakan untuk terapi kasus stadium sedang dan lanjut pra-operasi atau
kasus rekuren, metastasis. Untuk tumor ukuran besar, relative sulit diangkat secara
operasi, kemoterapi dapat mengecilkan tumor, meningkatkan keberhasilan operasi.
Terhadap pasien radioterapi, tambahan kemoterapi yang sesuai dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap radiasi; sedangkan bagi pasien stadium lanjut yang tidak sesuai
untuk operasi atau radioterapi, kemoterapi dapat membawa efek paliatif.
Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian
kemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah
penanganan lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan
prosesnya masih terbatas pada panggul. Jika operasi tak mungkin dilakukan, harus
dipilih kemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. Menggunakan bentuk regimen
yang terdiri dari kombinasi beberapa sitostatika (polikemoterapi). Jika terapi terdahulu
44
adalah operasi, sebaiknya dilakukan penyinaran jika prosesnya masih terbatas dalam
panggul (lokoregional). Bila penyebaran sudah lanjut, pilih kemoterapi.
Komplikasi 10 17
Dapat mengalami penyebaran (metastasis). Penyebaran kanker serviks ada tiga macam, yaitu :

Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya.

Melalui pembuluh darah (hematogen)

Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing dan
rectum.
Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe terutama ke paru-paru, kelenjar
getah bening mediastinum dan supraklavikuler, tulang dan hati. Penyebaran ke paru-paru
menimbulkan gejala batuk, batuk darah, dan kadang-kadang nyeri dada. Kadang disertai
pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula terutama sebelah kiri.
Pencegahan 15 17
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks diperlukan upaya pencegahanpencegahan sebagai berikut :

Pencegahan primer, yaitu usaha untuk mengurangi atau menghilangkan kontak dengan
karsinogen untuk mencegah inisiasi dan promosi pada proses karsinogen.

Pencegahan sekunder, termasuk skrining dan deteksi dini untuk menemukan kasus-kasus
dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.

Pencegahan tertier, merupakan pengobatan untuk mencegah komplikasi klinik dan
kematian awal.
45
PERDARAHAN SELAMA KEHAMILAN
Perdarahan trimester I
Sekitar 20% wanita hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan separuhnya
mengalami abortus. Setiap perdarahan pada awal kehamilan terlebih dahulu harus dipikirkan
derasal dari tempat perlekatan plasenta atau permukaan choriodecidua dan dianggap mengancam
kelangsungan dari kehamilan.
Anamnesis diperlukan dalam mendiagnosa perdarahan pada trimester I :


Perdarahan :
-
Kuantitas/jumlahnya
-
Kualitas/sifatnya
Nyeri :
-
Kuantitas/kualitas

Hari pertama haid terakhir

Gejala dan tanda kehamilan

Riwayat obstetric terdahulu

Riwayat ginekologi

-
Servisitis
-
Riwayat operasi
Riwayat keluarga berencana
Penyebab perdarahn pada kehamilan trimester I sering sulit ditentukan walaupun telah dilakukan
pemeriksaan lengkap. Dalam pemeriksaan speculum dapat dilihat asal perdarahan ; perdarahan
disebabkan oleh gangguan kehamilan jika darah berasal dari ostium uteri. Menurut penelitian,
bahwa pemeriksaan speulum berkontribusi secara minoritas dalam pembuatan keputusan
tatalaksana. Perlunya pemeriksaan speculum harus dinilai dari kasus per kasus tergantung apakah
pemeriksaan pada bimanual menyakinkan. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi pula
perdarahan dalam jumlah sedikit yang disebabkan oleh penembusan villi khorialis ke dalam
desidua saat implantasi ovum.33
46
Pemeriksaan penunjang yang diperlikan adalah :
1. USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
2. Test kehamilan
3. Fibrinogen pada missed abortion.
Keadaan yang dapat menyebabkan perdarahan pada trimester I
1. Abortus
2. Mola hidatidosa 34
3. Kelainan lokal pada vagina/servik :
-
Varises
-
Perlukaan
-
Karsinoma
-
Erosi
-
polip
4. Kehamilan ektopik terganggu
5. Menstruasi dan kehamilan normal
Perdarahan pada trimester II
Perdarahan pada trimester II sering dihubungkan dengan adanya komplikasi lambat dalam
kehamilan, seperti partus prematurus imminen, pertumbuhan janin yang terlambat, dan solusio
plasenta. Dapat juga perdarahan disebabkan oleh mola hidatidosa dan inkompetensi servik.
Menurut penelitian, pada perdarahan pervaginam trimester II ada hubungannya dengan tingkat
kelahiran premature.35
Perdarahan pada trimester III
Menurut WHO, perdarahan antepartum adalah perdarahan pervagina setelah 29 minggu
kehamilan atau lebih. Insidennya ± 3%.
Penyebab perdarahan antepartum :
1. Solusio plasenta
30%
47
2. Plasenta previa
32%
3. Vasa previa
0,1%
4. Inpartu biasa
10%
5. Kelainan local
4%
6. Tidak diketahui sebabnya
23,9%
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Robbin,Stanley. Dkk. Buku Ajar Patologi Volume 2, Edisi 7. Jakarta:EGC. 2007. Hal
771.
2. Desen, Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2011.
3. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009 hal
113.
4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009 hal
161- 183
5. Gordon, Catherine M. Functional Hypothalamic amenorrhea. New England Journal
of Medicine. 2010;363:365-71.
6. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009 hal 73
7. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009 hal 121
8. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009 hal 138
9. Robbin,Stanley. Dkk. Buku Ajar Patologi Volume 2, Edisi 7. Jakarta:EGC. 2007. Hal
768-769
10. Mansjoer, Arif. Buku kapita Selekta Kedokterann, Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2000. Hal 380
11. Robbin,Stanley. Dkk. Buku Ajar Patologi Volume 2, Edisi 7. Jakarta:EGC. 2007. Hal
766
12. Cunningham. William’s Obstetri. The McGraw-Hill Companies volume 1. Edisi 21.
2008
13. Robbin,Stanley. Dkk. Buku Ajar Patologi Volume 1, Edisi 7. Jakarta:EGC. 2007. Hal
4
14. Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. Patofisiologi, Konsep-konsep Klinis Proses
penyakit, Jilid 2. hal 1296
15. Skrining kanker rahim dengan metode inspeksi visual dengan asam asetat.
Departemen kesehatan Indonesia. 2008
16. Diunduh dari: http://rsudbima.wordpress.com/2009/03/09/kanker-serviks/ Oleh : dr.
IGN Darma Putra, Sp.OG* [Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan RSUD
Bima]Dimuat di Warta RSUD Bima edisi : No. 7/IV/September 2006
49
17. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2011. Hal
294-296
18. Cunningham. William’s Obstetri. The McGraw-Hill Companies volume 1. Edisi 21.
2008. Hal 1625
19. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009. Hal
381
20. Andrijono. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks. Maj
Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007. Diunduh dari mki.idionline.org.
21. Cunningham. William’s Obstetri. The McGraw-Hill Companies volume 1. Edisi 21.
2008. Hal 951-975
22. FOGI. Standar Pelayanan Medik, Obstetri dan Ginekologi. Jakarta. 2006
23. kepanitraan klinis. Obstetri Dan Ginekologi. Edisi 2. Hal 483
24. lutan, Delfi. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 2. Jakarta : EGC. 1998. Hal 41
25. Gruendeman, Barbara. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif,Volume 2. Jakarta:
EGC. 2006
26. Lohmann, Jennifer Bigelow, dkk. Does Dilation and Curettage Affect Future
Pregnancy Outcomes. 7:173–176, 2007
27. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009. Hal
307-308
28. Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. Patofisiologi, Konsep-konsep Klinis Proses
penyakit, Jilid 2. Hal 1297-1298
29. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka. 2009. Hal
310-311
30. Feldman, Sarah M D. Making Sense Of The New Cervical-Cancer Screening
Guidelines. New England Journal of Medicine. 365;23
31. Kapeu, Aline Simen,dkk. Is Smoking an Independent Risk Factor for Invasive
Cervical Cancer? A Nested Case-Control Study Within Nordic Biobanks. American
Journal of Epidemiology. Vol. 169, No. 4. DOI: 10.1093/aje/kwn354.
32. Mayrand, Marie Helene, dkk. Human Papillomavirus DNA Versus Papanicolau
Screening Test For Cervical Cancer. New England Journal of Medicine. Vol.357 No
16. 2007;1579-88.
50
33. Hoey, R, K Allan. Does Speculum Examination Have A Role In Assessing Bleedingin
Early Pregnancy. Emergence Medicine Journal. 2004;21:461-463. DOI. 10.
1136/emj.2003.012443.
34. Berkowitz, Ross S, dkk. Molar pregnancy. New England Journal of Medicine.
2009;360:1639-45.
35. Yang, Juan, dkk. Vaginal bleeding during pregnancy and preterm birth. American
Journal of Epidemiology. Vol. 160, No. 2. DOI: 10.1093/aje/kwh180.
51
Download