BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pendidikan Politik

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pendidikan Politik
1. Pengertian Pendidikan Politik
Istilah pendidikan politik adalah gabungan dari dua kata, yakni
pendidikan
dan politik. Menurut Susanto (1982:19) bahwa: “inti kegiatan
pendidikan
sebenarnya,
selain
menyangkut
proses
proses
belajar,juga
menyangkut conditioning dan reinforcement terhadap masyarakat”. Sehingga
dengan demikian pendidikan ialah merupakan proses belajar seseorang tentang
sesuatu serta mempersiapkan kondisi dan situasi lingkungan yang dapat
menghasilkan rangsangan yang akan menghasilkan reaksi atau respon tertentu.
Apabila dihadapkan pada konsep pendidikan politik, maka belajar tentang
sesuatu diatas diartikan belajar tentang politik Konsep pendidikan politik dan
sosialisasi politik, memiliki arti yang berdekatan atau hampir sama sehingga
dapat digunakan secara bergantian. Merujuk pada pengertian pendidikan politik,
Rush dan Althoff (1986:22) menganggap bahwa sosialisasi politik ialah sebagai
suatu proses, oleh pengaruh dimana seorang individu bisa mengenali sistem
politik, yang kemudian menentukan sifat persepsi-persepsinya mengenai politik
serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik
tergantung dari lingkungan tempat individu tinggal maupun kepribadian dari
individu tersebut seperti yang diungkapkan oleh Rush dan Althoff (2002:27)
yaitu sosialisasi politik ditentukan oleh lingkungan social, ekonomi, dan
10
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
kebudayaan dimana individu-individu berada ; selain itu juga ditentukan oleh
interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadiannya.
Sosialisasi Politik sebagai suatu proses belajar tentang politik. Berkaitan
dengan pendapat-pendapat tersebut, persoalan pokok sosialisasi politik adalah
bagaimana seseorang menjadi paham akan politik. Dalam proses belajar politik
(political learning) terdapat sumber atau agen atau sarana-sarana sosialisasi
politik. Almond (1974 :47-49) menyebutkan adanya beberapa agen sosialisai
politik, seperti keluarga, sekolah, kelompok, pergaulan, pekerjaan, media massa,
dan kontrak politik langsung. Pentingnya agen-agen atau sarana-sarana
sosialisasi-sosialisasi politik, sangat beruntung pada intensitas interaksi individu
dengan agen-agen atau sarana-sarana, proses komunikasi, penekunan, dan usia
seseorang.
Menurut Supriadi (1999:70) karena kata pendidikan politik dan kata
sosialisasi politik memiliki arti yang berdekatan atau hamper sama maka dapat
digunakan secara bersangkutan. Alfian (1981:235) juga menganggap bahwa
adanya keeratan hubungan antara pendidikan politik dan sosialisasi politik
sehingga ia mengatakan bahwa : “adapun sosialisasi politik ini dapat dianggap
sebagai pendidikan politik dalam arti yang longgar”.
Mengenai pengertian dari pendidikan politik (dalam arti kata yang lebih
ketat) Alfian (1981:235) mengatakan : “dapat diartikan sebagai usaha yang sadar
untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka
memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam system
politik yang ideal yang hendak di bangun “. Hal yang serupa dinyatakan oleh
11
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
Kartono (1996:64) bahwa : “pendidikan politik merupakan upaya pendidikan
yang disengaja dan sistematis untuk membentuk individu agar mampu menjadi
partisipan yang bertanggung jawab secara etis / moral dalam mencapai tujuan
tujuan politik.
Kartaprawira (1988:54) memandang bahwa pendidikan politik yaitu
sebagai upaya meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat
berpartisipasi secara maksimal dalam system politiknya, sesuai dengan paham
kedaulatan rakyat atau demokrasi bahwa rakyat harus mampu menjalankan
tugas partisipasi.
Dalam kaitan pendidikan politik ini, Djahiri (1995:18) menyatakan
bahwa :
“Pendidikan politik adalah pendidikan atau bimbingan, pembinaan
warga negara suatu negara untuk memahami mencintai dan memiliki
rasa keterikatan diri (sense of belonging) yang tinggi terhadap bangsa
dan Negara dan seluruh perangkat system maupun kelembagaan yang
ada”.
Memahami dan memiliki rasa keterikatan diri yang tinggi terhadap
bangsa dan negara seluruh perangkat system maupun kelembagaan yang ada,
ialah merupakan ciri sudah mulai tertanammnya kesadaran politik. Dengan
demikian pendidikan politik berupaya merubah warga negara agar dapat
memiliki kesadaran politik.Memiliki kesadaran politik berarti memiliki
keterpaduan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dari individu dalam
berpolitik. Sehingga dalam Inpres No: 12 tahun 1982 tentang pendidikan politik
generasi muda (1982:2) dijelaskan bahwa :
“Pada prinsipnya pendidikan politik bagi generasi muda merupakan
rangkain usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik
12
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
dan kenegaran guna menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945
sebagai budaya politik bangsa.Pendidikan politik juga harus merupakan
bagian proses pembaharuan kehidupan politik bangsa Indonesia yang
sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu
system politik yang benar-benar demokratis, stabil, dinamis, efektif dan
efisien”.
Perilaku politik sebagai hasil pendidikan politik diungkapkan oleh
Kenzie dan Silver (Rush dan Althoff, 2001:180) bahwa :
“Perilaku politik seseorang itu ditentukan oleh interaksi dari sikap social
dan sikap politik individu yang mendasar, dan oleh situasi khusus yang
dihadapinya.Asosiasi antara berbagai karakteristik pribadi dan social dan
tingkah laku politik mungkin adalah hasil dari motivasi sadar atau tidak
sadar, atau yang lebih mungkin lagi kontribusi keduannya”.
Dengan demikian perilaku politik yang lahir dari sebuah proses
pendidikan politik dilakukan secara sadar atau tidak sadar yang dipengaruhi pula
oleh interaksi social setiap individu. Dalam proses tersebut mengandung nilainilai tertentu yang secara normative diyakini dan dilaksanakan oleh setiap
individu.
Dalam hal ini politik dilihat sebagai inti dari proses pendidikan politik
yakni membenarkan nilai-nilai dan menerapkannya di masyarakat, sedangkan
pendidikan adalah media untuk menyampaikan nilai-nilai tersebut. Sehingga inti
dari proses pendidika politik yakni membenarkan nilai-nilai dan menerapkannya
di masyarakat, sedangkan pendidikan adalah media untu menyampaikan nilainilai tersebut. Sehingga inti dari proses pendidikan politik yakni internalisasi
nilai-nilai yang ada di masyarakat untuk mengembangkan pemahaman system
politik menuju pembentukan warga negara yang melek politik. Tujuan
pendidikan politik untuk menciptakan warga negara yang memiliki kesadaran
politik sehingga terjadi pembaharuan kehidupan politik dalam rangka
13
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
menciptakan suatu system politik yang demokratis, Sherman (Affandi 1996:26)
melihat sosialisasi politik dalam tiga hal persuasive, yakni perspektif consensus,
perspektif kontruksi social tentang realitas dan prespektif humanisme.
2. Fungsi Pendidikan Politik
Pendidikan politik mempunyai dua fungsi utama yaitu dalam merubah
atau membentuk tata laku pribadi individu dan yang kedua lebih luas lagi yaitu
membentuk suatu tatanan masyarakat yang diinginkan sesuai dengan tuntuan
politik. Menurut Kartono (1996:57) bahwa pendidikan politik dapat memberikan
sumbangan besar bagi :
1) Proses demokrasi yang semakin maju dari semua individu (rakyat) dan
masyarakat / struktur kemasyarakatannya.
2) Dengan prinsip-prinsip realistic, lebih manusiawi, dan berlandaskan.
3) hokum formal dalam menggalang komunikasi politik yang modern.
Fungsi pendidikan diatas lebih menekankan fungsinya dalam merubah
tatanan masyarakat agar lebih baik dari sebelumnya yang ditandai dengan
adanya perubahan sikap dari individu-individu dalam masyarakat tersebut, yang
lebih mendukung proses demokrasi. Sedangkan fungsi pendidikan bagi individu
sendiri menurut Kartono (1996:59) ialah :
1) Peningkatan kemampuan individual supaya setiap orang mampu berpacu
dalam lalu lintas kemasyarakatan yang menjadi semakin padat penuh
sesak dan terpolusi oleh dampak bermacam-macam penyakit social
kedurjanaan,
2) Di samping mengenai kekuasaan, memahami mekanismenya, ikut
mengendalikan dan mengontrol pelaksanaan kekuasaan di tengah
masyarakat.
Fungsi pendidikan politik bagi individu diatas intinya ialah bahwa
pendidikan politik berusaha merubah aspek kognitif, afektif dan psikomotor dari
individu. Kartaprawira (1988:54) memandang pendidikan politik sebagai salah
14
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
satu fungsi struktur politik dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan
politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam
system politiknya. Dalam kaitan itu Affandi (1996:27) mengatakan bahwa
pendidikan politik melalui partisipasinya dalam menyalurkan tuntuan dan
dukungan.
3. Tujuan Pendidikan Politik
Secara formal, maksud diadakannya pendidikan politik menurut inpres
No : 12 tahun 1982 tentang pendidikan politik generasi muda (1982 :5) ialah:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
“memberikan pedoman kepada generasi muda Indonesia guna
meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sedangkan tujuan pendidikan politik ialah menciptakan generasi muda
Indonesia yang sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai salah satu usaha untuk
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang perwujudannya akan
terlihat dalam perilaku hidup bermasyarakat sebagai berikut :
Sadar akan hak dan kewajibannya serta tanggung jawabnya sebagai
warga Negara terhadap kepentingan bangsa dan Negara.
Sadar dan taat pada hukum dan semua peraturan perundangan yang
berlaku.
Memiliki tekad perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik
di masa depan yang disesuaikan dengan kemampuan objektif bangsa
saat ini.
Memiliki disiplin pribadi, social dan nasional.
Mendukung system kehidupan nasional yang demokratis sesuai dengan
UUD 1945 dan Pancasila.
Berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam kehidupan bangsa dan
bernegara khususnya dalam usaha pembangunan nasional.
Aktif menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dengan kesadaran
akan keanekaragaman bangsa.
Sadar akan perlunya pemeliharaan lingkungan hidup dan alam sekitar
secara selaras, serasi dan seimbang.
Mampu melakukan penilaian terhadap gagasan, nilai serta ancaman
yang bersumber dari ideologi lain di luar Pancasila dan UUD 1945 atas
dasar pola pikir dan penalaran logis mengenai Pancasila dan UUD
1945.
15
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
Dalam hal ini pendidikan politik di Indonesia
meningkatkan
dan
danbernegara
sesuai
mengembangkan
dengan
falsafah
kesadaran
Pancasila
diarahkan untuk
kehidupan
dan
berbangsa
UUD
1945.
Peningkatanpemahaman akan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara
diharapkanmampu meningkatkan partispasi secara aktif untuk membangun
bangsa sesuaidengan arah dan cita-cita bangsa. Pandangan di atas sejalan
dengan Sumantri dan Affandi (1986:126) yang menyatakan bahwa:
“maksud diselenggarakannya pendidikan politik pada dasarnya
adalahuntuk memberikan pedoman bagi generasi muda Indonesia
gunameningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara
sejalandengan arah dan cita-cita bangsa Indonesia”.
Generasi muda sebagai pewaris cita-cita bangsa dituntut untuk
berpartipasi secara aktif membangun bangsa. Oleh sebab itu, generasi muda
harus memiliki pengetahuan serta ketrampilan politik sehingga para generasi
muda menggunakan pengetahuannya untuk berpolitik secara bertanggung
jawab.Adapun tujuan dari pendidikan politik (Amril, 2004 :104) yaitu :
1. Melatih orang muda dan orang dewasa menjadi warga Negara yang baik
khususnya dalam fungsi social dan fungsi politik, sepertti bias kerja
sama : bersikap toleran, loyal terhadap bangsa dan Negara, bersikap
sportif dan seterusnya demi kesejahteraan hidup bersama.
2. Membangkitkan dan mengembangkan hati nurani politik, rasa etika
politik dan tanggung jawab politik, agar orang menjadi insan politik
terpuji (bukan memupuk egoism dan menjadi bintang politik).
3. Agar orang memiliki wawasan kritis mengenai relasi-relasi politik yang
ada di sekitarnya. Memiliki kesadaran bahwa urusan-urusan manusia dan
struktur sosial yang ada ditengah masyarakat itu tidak permanen, tidak
massif atau immanen sifatnya, tetapi selalu bias berubah dan dapat
diubah melalui perjuangan politik
4. Kemudian mampu mengadakan analisis mengenai konflik-konflik yang
actual, lalu berusaha ikut memecahkan ; jadi terdapat partisipasi politik.
Sebab. Urusan politik itu jelas membawa dampak kebaikan atau
keburukan kepada rakyat banyak. Karena rakyat juga sangat
berkepentingan dengan urusan pada umumnya
16
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
5. Selanjutnya berpartisipasi politik dengan jalan memberikan
pertimbangan yang konstruktif mengenai masyarakat dan kejadian
politik itu merupakan hak-hak demokratis yang asasi. Hal yang perlu
bukan hanya melancarkan proses proses politik dari warga Negara dan
pertanggungjawabannya untuk mengatur masyarakat dan Negara
mengarah pada kehidupan yang sejahtera.
Sedangkan Kartono (1996:68) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan
politik ialah :
1) Membuat rakyat (individu, kelompok, klien, anak didik, warga
masyarakat, rakyat dan seterusnya) :
Mampu memahami situasi politik penuh konflik
Berani bersikap tegas memberikan kritik membangun terhadap
kondisi masyarakat yang tidak mantap.
Aktivitasnya diarahkan pada proses demokratisasi individu atau
perorangan, dan demokratisasi semua lembaga kemasyarakatan serta
lembaga Negara.
Sanggup memperjuangkan kepentingan dan ideology tertentu,
khususnya yang berkolerasi dengan keamanan dan kesejahteraan
hidup bersama.
2) Memperhatikan dan mengupayakan :
Peranan insani dari setiap individu sebagai warga Negara
(melaksanakan realisasi diri / aktualisasi diri dari dimensi sosialnya)
Mengembangkan semua bakat dan kemampuannya (aspek kognitif,
wawasan, kritis, sikap positif, ketrampilan politik)
Agar orang bias aktif berpartisipasi dalam proses politik, demi
pembangunan diri, masyarakat sekitar, bangsa dan Negara.
17
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
Antara fungsi pendidikan politik dan tujuan dari pendidikan politik
mempunyai kedekatan tersendiri yang tak dapat dipisahkan dan keberhasilan
pencapaian fungsi dan tujuan dari pendidikan politik merupakan keberhasilan
dari pelaksanaan pendidikan politik itu sendiri. Menurut Alfian (1990:236)
untuk menganalisis keberhasilan pendidikan politik dilihat dari dua dimensi,
dimensi pertama berupa gambaran jelas tentang sistem politik ideal yang di
inginkan, dimensi kedua adalah realitas atau keadaan dari masyarakat itu sendiri
yang langsung diperbandingkan dengan tuntutan-tuntutan system politik tadi.
Dihubungkan dengan dimensi yang kedua dalam melakukan analisis
keberhasilan pendidikan politik yang ada pada intinya melakukan kaji banding
antara tuntutan system politik ideal dengan realitas politik yang sesungguhnya
menurut Affandi (1996:28) mutlak diperlukan adanya struktur baku system
politik yang dicita-citakan, yakni system politik yang mencerminkan nilai dan
norma yang merupakan landasan dan motivasi masyarakat sekaligus dasar untuk
membina dan mengembangkan diri untuk melibatkan di dalamnya.
4. Bentuk Pendidikan Politik
Pendidikan
politik
tidak
akan
terlaksana
tanpa
adanya
penyelenggaraanyang dilakukan secara nyata di lapangan atau di tengah-tengah
masyarakat.Sedangkan penyelenggaraan pendidikan politik tentunya akan
berkaitan erat dengan bentuk pendidikan politik yang akan diterapkan di tengahtengahmasyarakat tersebut. Dengan demikian, bentuk pendidikan politik mana
yang akanditerapkan dalam mendukung terlaksanannya pendidikan politik
merupakan halyang sangat penting bagi pemerintahan suatu negara, pada
18
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
umumnya
pemerintah memegang peranan yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan didalam sebuah negara. Bentuk pendidikan politik
itu sendiri menurut Kuntomijoyo (1994:58) mengatakan sebagai berikut :
“Pendidikan politik formal, yaitu pendidikan politik yang
diselenggarakanmelalui indoktrinasi.Berikutnya adalah pendidikan
politik yangdiselenggarakan tidak melalui pendidikan formal, seperti
pertukaranpemikiran melalui mimbar bebas.sedangkan pendidikan
politik yang baikadalah pendidikan politik yang memobilisasi simbolsimbol nasional,seperti sejarah, seni sastra, dan bahasa”.
Apabila dihubungkan dengan macam bentuk pendidikan politik di
atas,bentuk pendidikan politik yang diemban media massa dalam hal ini, yaitu
suratkabar dan partai politik ialah bukan merupakan bentuk pendidikan politik
formal.Semua bentuk pendidikan politik sebenarnya tidak jadi persoalan,
artinyasemuanya baik asalkan mampu memobilisasi simbol-simbol nasional
sehinggapendidikan politik tersebut dapat merubah individu yamg memiliki
kecintaanterhadap bangsanya atau memiliki rasa keterikatan diri (sense of
belonging) yangtinggi terhadap bangsa negara.
Kartaprawira (1988:54) memandang pendidikan politik sebagai salah
satu fungsi srtuktur politik dengan tujuan meningkatkan pengetahuan politik
rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam system
politiknya. Dalam hubungan itu, pola pendidikan politik rakyat yang akan kita
selenggarakan di masa depan harus bias mengantarkan kita mewujudkan suatu
masyarakat madani, yaitu masyarakat yang mampu berkreasi secara maksimal
dan menyerap nilai-nilai demokrasi Indonesia secara konstruktif sehingga dari
waktu ke waktu dapat memiliki suatu system yang semakin demokratis. Bukan
sebaliknya makin otoritarian, seperti yang terjadi pada masa orde baru.
19
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
Secara formalnya maksud diadakannya pendidikan politik menurut
Inpres No : 12 tahun 1982 tentang politik generasi muda (1982 :5) ialah :
Memberian pedoman kepada generasi muda Indonesia guna
meningkatkan
kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sedangkan tujuan pendidikan politik ialah menciptakan generasi muda
Indonesia yang sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai salah satu usaha untuk
membangun manusia Indonesia seutuhnya.
5. Pendidikan Politik di Badan Eksekutif Mahasiswa
Draf Amandemen Konstitusi hasil sidang umum 1, Bab IV Tujuan dan
fungsi,bagian pertama Tujuan-Pasal 8 :”KM UMP bertujuan membentuk
mahasiswa yang berkualitas sesuai dengan Tri Darma Perguruan Tinggi”.
Bagian kedua Fungsi-Pasal 9 :”
Fungsi KM UMP adalah:
1. Wahana pembentukan kepribadian kritis mahasiswa.
2. Wahana pengembangan penalaran dan keilmuan.
3. Wahana advokasi mahasiswa.
4. Wahana pengembangan potensi mahasiswa.
5. Wahana pengembangan visi dan misi gerakan mahasiswa.
6. Wahana pemberdayaan dan pemersatu mahasiswa.
7. Wahana pendidikan politik mahasiswa.
Hal diatas menunjukan bahwa organisasi KM UMP termasuk di
dalamnya Badan Eksekutif Mahasiswa memang mempunyai fungsi sebagai
wahana pendidikan politik bagi para mahasiswa, baik anggota lembaga-lembaga
maupun organisasi KM UMP secara keseluruhan.
6. Pendidikan politik dalam konteks Pendidikan kewarganegaraan
Pendidikan politik merupakan suatu proses yang berkenaan dengan
psikologi politik. Dalam artian pendidikan politik adalah suatu bentuk
pendidikan yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku warga negara sehingga
20
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh negara atau dapat berpartisipasi
dengan kebijaksanaan yang dtetapkan oleh negara. Pendidikan politik tidak
berarti menumbuhkan sikap menentang terhadap kebijaksanaan dan peraturan
negara. Namun bagaimana caranya menumbuhkan sikap dan ketrampilan politik
untuk dapat memahami segala ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah
sehingga setiap warga negara dapat turut serta dan bertanggung jawab dalam
pelaksanaanya. Pendidikan politik merupakan syarat mutlak bagi timbulnya
kehidupan politik yang selaras, serasi, dan seimbang serta dapat memberikan
lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembangnya kehidupan rule of low.
Sering disandingkanya pendidikan kewarganegaraan dengan pendidikan
politik adalah karena keduanya memiliki beberapa kesamaan. Al Muchtar
(2000:145) mengatakan bahwa “pendidikan politik sebagai model yang
dikembangkan di Indonesia yang bersumber pada ilmu politik”. Merujuk pada
pendapat tersebut dapat terlihat bahwa pendidikan kewarganegaraan mempunyai
potensi dan posisi yang strategis sebagai pendidikan politik. Salah satunya
adalah karena pendidikan kewarganegaraan mendapat pengaruh yang sangat
kental dari ilmu politik secara konstan (tetap) selalu memantau perkembangan
yang terjadi dalam sistem politik saat ini.
Keterkaitan
antara
pendidikan
politik
dengan
pendidikan
kewarganegaraan sangat terlihat jelas karena salah satu misi yang diemban oleh
pendidikan kewarganegaraan adalah untuk memberikan pendidikan tentang
politik adalah untuk membina warga negara Indonesia yang baik dan melek
politik. Dalam artian bahwa nantinya warga negara Indonesia akan memiliki
21
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
berbangsa dan bernegara, sadar akan hak dan kewajiban diri dan sesama
pemerintah dan negara, memahami dan berkeinginan kuat dan mampun
membina serta menegakan berbagai norma / hukum yang berlaku dalam
kehidupan dan juga bertekad mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara.
Menurut Wahab (2006:60-67) bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat
dipengaruhi
oleh perkembangan kehidupan politik dan ketatanegaraan
Indonesia. PKn berperan membentuk warga negara yang baik sesuai
tuntutan/versi para penyelenggara negara.
B. Tinjauan Tentang Partisipasi Politik
1. Pengertian Partisipasi Politik
Dalam bukunya Budiardjo, (1977:367) :“ sebagai definisi umum dapat
dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok
orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan
jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung,
memengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti
memberikan suara dalam peilihan umum, mengadakan hubungan atau lobbying
dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau
salah satu gerakan social dengan direct actionnya, dan sebagainya. Herbert
McClosky seorang tokoh masalah partisipasi berpendapat :
“Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui nama mereka mengambil bagian dalam proses
pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam
proses pembentukan kebijakan umum”.
Surbakti (1999:118)mendefinisikan partisipasi politik sebagai kegiatan
warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan
22
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan.
Kegiatan yang dimaksud, anatara lain, mengajukan tuntutan, membayar pajak,
melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan koreksi atas pelaksanaan suatu
kebijaksanaa umum, dan mendukung atau menentang calon pemimpin tertentu,
mengajukan alternatf pemimpin, dan memilih wakil warga negara dalam
pemilihan umum. Lebih lanjut Herbert McClosky mengartikan partisipasi politik
adalah:
Kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka
mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara
langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan
umum (the term “ political participation “ will refer to those voluntary
activities by which members of a society share in the selection of rulers
aand, directly or indirectly, in the information of public policy) (Miriam
Budiardjo, 1981 : 1).
Sedangkan menurut Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson,
Partisipasi politik adalah :
Kegiatan warag Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang
dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh
pemerintah.Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir,
atau spontan, mantap atau sporadic, secara damai atau dengan kekerasan,
legal atau illegal, efektif arau tidak efektif.(By political participation we
meanactivity by private citizens designed to influence government
decisionmaking.Participation may be individual or collective, organized
orspontaneous, sustained or sporadic, peacefull or violent, legal or
illegal,effective or ineffective) (Miriam Budiardjo, 1981: 2).
Sastroatmodjo (1995:67) memberikan definisi partisipasi politik sebagai
berikut :
“Partisipasi politik itu merupakan kegiatan yang dilakukan warga Negara
untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah”.
23
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
Sedangkan Rush dan Althop (2003:123) mendefinisikan partisipasi
politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di
dalam system politik. Selain Rush dan Althop, ada pula beberapa pakar politik
lain yangmerumuskan definisi partisipasi politik, seperti yang dikutip Miriam
Budiardjo (1994:183) diantaranya adalah Norman H. Nie dan Sidney
Verbadalam Handbook of Political Science bahwa:
“Partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga yang legal yang sedikit
banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabatpejabatNegara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil oleh
mereka”.(Bypolitical participation we refer to those legal activities by
private citizenswhich are more or less directly aimed at influencing the
selection ofgovernmental personnel and/or the actions they take).
Norman dan Verba tidak lebih menekankan pada hal yang aturannya
legal.Jadi, apabila kegiatan warga Negara itu menyalahi aturan atau bersifat
illegaltidak dapat dikatakan sebagai partisipasi politik.Samuel P. Huntington dan
Joan M. Nelson dalamNo Easy Choice:Political Participation in Developing
Countries:
“Partisipasi politik adalah kegiatan warga Negara yang bertindak secara
pribadi-pribadi,
yang
dimaksud
untuk
mempengaruhi
pembuatankeputusan oleh pemerintah. Partisipasi bias bersifat individual
dan kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadic, secara
damai atau kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif”. (By
politicalparticipation we mean activity by private citizens designed to
influencegovernment decision-making. Participation may be individual
orcollection, organized ar spontaneous, sustained or sporadic, peacefull
orviolent, legal or illegal, effective or ineffective.
Huntington Dan Nelson, memberikan batas partisipasi politik yang
diantaranya meliputi:
Pertama, mengartikan partisipasi politik hanyalah mencakup
kegiatankegiatan dan bukan sikap-sikap.
24
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
Kedua, yang dimaksudkan dalam partisipasi politik itu adalah warga
Negara (preman) biasa, bukan pejabat-pejabat pemerintah.
Ketiga, kegiatan partitipai politik itu hanyalah kegiatan yang
dimaksudkan
untuk
mempengaruhi
pengambilan
keputusan
pemerintah.
Keempat, partisipasi politik juga mencakup semua kegiatan yang
mempengaruhi pemerintah, terlepas tindakan itu efektif atau tidak,
berhasil atau gagal.
Kelima,
partisipasi
politik
berupa
kegiatan
mempengaruhi
pemerintah yang dilakukan langsung atau tidak langsung.
2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
Sebagai suatu kegiatan, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi aktif
dan patisipasi pasif. Menurut Surbakti (1992:142), bentuk partisipasi politik
antara lain sebagai berikut :
“Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga Negara, mengajukan
alternative kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah,
mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan ssaran
kebijaksanaan, membayar pajak dan ikut serta dalam kegiatan
pemerintah daerah. Di pihak lain partisipasi pasif antara lain berupa
kegiatan mentaati perintah / peraturan, menerima dan melaksanakan
begitu saja setiap keputusan pemerintah”.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa orientasi partisipasi aktif
terletak pada masukan dan keluaran politik, sementara partisipasi pasif hanya
terletak pada keluarab politiknya saja. Sedangkan menurut Milbarth dan Goel
(Surbakti, 1995:43) bentuk partisipasi dapat dilihat dari beberapa kategori, yakni
:
25
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
Pertama, apatis adalah orang yang menarik diri dari proses politik.
Kedua, spector adalah orang yang setidak-tidaknya pernah ikut dalam
pemilihan umum. Ketiga, gladiator adalah orang yang secara aktif
terlibat dalam proses politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas
khusus mengadakan kontak, tatap muka, aktivis partai dan pekerja
kampanye, serta aktivis partai, serta aktivis masyarakat. Keempat,
pengkritik yaitu orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang
tidak konvensional.
Dilain pihak, yaitu Michael Rush dan Pholip Althop (1995:126)
memberikan beberapa julukan yang diberikan kepada orang-orang yang tidak
ikut serta dalam politik seperti apatis, sinis, aleneasi dan anomie.
Partisipasi politik selain berdasarkan kegiatan, juga didasarkan pada
sifatnya yang dapat dibedakan menjadi partispasi politik yang bersifat
sukarela (otonom) dan atas desakan orang lain (dimobilisasi). Nelson
(Sastroatmodjo, 1995 :77) membedakan dengan dua sifat yaitu
“autonomous participation” (partisipasi otonom)dan “mobilized
participation” (partisipasi yang dimobilisasi).
Bentuk-bentuk partisipasi politik berdasarkan jumlah pelakunya dapat
dikategorikan menjadi dua, yakni partisipasi individual dan partisipasi kolektif.
Lebih lengkap Muller (Sastroatmodjo 1995:77) menjelaskan bentuk partipasi
politik berdasarkan jumlah pelakunya, yaitu sebagai berikut :
“Partisipasi individual berwujud kegiatan seperti menulis surat yang
berisi tuntutan dan keluhan kepada pemerintah. Maksud partisipasi
kolektif adalah bahwa kegiatan warga Negara secara serentak
dimaksudkan untuk mempengaruhi penguasa seperti kegiatan dalam
pemilihan umum.”
Pada dasarnya partisipasi kolektif dapat dibedakan menjadi dua yaitu
partisipasi kolektif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi kolektif yang
konvensional seperti kegiatan dalam proses pemilihan umum dan partisipasi
kolektif yang tidak konvensional (agresif) seperti pemogokan yang tidak sah,
menguasai bangunan umum dan huru hara. Sedangkan Partisipasi politik
26
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
kolektif secara agresif dibedakan menjadi dua, yaitu aksi yang kuat dan aksi
yang lemah.Aksi yang kuat dan lemah tidak menunjukkan sifat yang baik atau
buruk. Dalam hal ini, kegiatan politik dapat dibedakan kuat apabila memnuhi
tiga kondisi berikut : bersifat antirezim dalam arti melanggar peraturan
mengenai partipasi politik yang normal (melanggar hukum), mampu
mengganggu fungsi pemerintah dan harus merupakan kegiatan kelompk yang
dilakukan oleh non elit.
3. Fungsi Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan bentuk tingkah laku
baik menyangkut
aspek social maupun politik. Tindakan-tindakan dan aktifias politik tidak hanya
menyangkut apa yang telah dilakukan saja, tetapi juga menyangkut hal-hal apa
yang mendorong individu berpartisipasi. Artinya motif motif yang telah
mendorong individu untuk berpartisipasi, Hal itu penting, karena tindakantindakan politik itu memiliki kaitan dengan partisipasi politik itu sendiri.
Menurut Rudolf Herbele (Michael Rush dan Philip Althop, 1995:181) di
akui bahwa terdapat hambatan dalam mengkaji motif-motif yang mendorong
tingkah laku social dan politik itu. Hal itu di antara lain di sebabkan karena :
“pertama, motif yang sebenarnya di miliki individu telah disembunyikan
dan pengamat tersesat terhadap informasi yang sesungguhnya. Kedua,
motif yang seseungguhnya mungkin jelas bagi individu dan mungkin ia
merasionalkan tindakannya sendiri sebelum, sesudah, atau selama
berlangsungnya peristiwa tersebut. Ketiga, mungkin motif yang
sebenarnya tidak jelas, bukan hanya bagi individu yang tindakannya
tengah diselidiki, akan tetapi juga bagi orang lain yang telah dipengaruhi
tindakannya”.
Partisipasi yang dilakukan oleh warga negara, terlebih lagi di negara
berkembang biasanya dan unsur pemaksaan atau paling tidak dimobilisasi oleh
27
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
pihak tertentu.Karenannya dengan keadaan diatas warga sendiri terkadang tidak
mengetahui
maksud
dan
tujuan
mengapa
mereka
lakukan
kegiatan
tersebut.Meskipun terdapat kualitas dalam memiliki motivasi tersebut. Weber
(Michael Althop 1995:181) berusaha mengemukakan motif yang berarti. Motif
itu dinyatakan Weber sebagai berikut : motif rasional-bernilai, motif yang
afektual-emosional, motif yang tradisional, motif yang rasional-bertujuan.
Motif yang pertama, yaitu rasional-bernilai, merupakan motif yang
mendorong tingkah laku untuk beraktivitas atas dasar pertimbanganpertimbangan logis dan rasional terhadap suatuu kelompok.Hal itu berarti
tindakan seseorang dalam aktivitas plitik telah didukung oleh penilaianpenilaian objektif terhadap suatu kelompok tertentu.Bukan berarti ini terlepas
dari unsur-unsur subjektf, tetapi seorang individu telah dibekali cara-cara
yangrasional.Melalui pertimbangan-pertimbangan yang nalar dan menentukan
pilihan sikapnya atau dalam menilai organisasi social tertentu.
4. Fakor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik
Partisipasi politik masyarakat memiliki perbedaan dalam intensitas dan
bentuknya.Hal itu disamping berkaitan dengan system politik, juga berhubungan
dengan perubahan social yang terjadi dalam masyarakat.Meluasnya partisipasi
politik dipengaruhi oleh beberapa hal.Weimar (Sastroadmodjo, 1995:89)
menyebutkan paling tidak ada 5 faktor yang mempengaruhi partisipasi politik :
1. Modernisasi.
Modernisasi
di
segala
bidang
berimplikasi
pada
komersialisasi pertanian, industrialisasi, meningkatnya arus urbanisasi,
peningkatan tingkat pendidikan, meluasnya peran media massa dan
28
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
media komunikasi. Kemajuan itu berakibat pada meningkatnya
partisipasi warga negara, terutama di perkotaan, untuk turut serta dalam
kekuasaan politik. Mereka ini misalnya kaum buruh, para, pedagang dan
pers profesional.
2. Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas esensial. Dalam hal ini
adalah munculnya kelas menengah dan pekerja baru yang semakin
meluas dalam era industrialisasi. Kemunculan mereka tentu saja
dibarengi tuntutan-tuntutan baru pada gilirannya akan mempengaruhi
kebijakan- kebijakan pemerintah.
3. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi Politik.Ide-ide
nasionalisme, liberalisme, dan egaliterisme membangkitkan tuntutantuntutan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Komunikasi
yang meluas mempermudah.
4. Konflik di antara pemimpin-pemimpin politik.Pemimpin politik yang
sating
memperebutkan
kekuasaan,
seringkali
untuk
mencapai
kemenangan dilakukan dengan cars mencari dukungan massa. Dalam
konteks ini seringkali terjadi partisipasi yang dimobilisasikan.
5. Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan
sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah ini seringkali merangsang
tumbuhnya tuntutan yang terorganisasi untuk ikut serta dalam mempengaruhi
perbuatan keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan
pemerintah dalam segala bidang kehidupan modernisasi di segala bidang
29
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
berimplikasi pada komersialisasi pertanian, industrialisasi, meningkatnya arus
urbanisasi, peningkatan kemampuan baca tulis, perbaikan pendidikan dan
pengembangan media massa / media komunikasi secara lebih luas. Kemampuan
itu berakibat pada partisipasi warga kota baru seperti kaum buruh, pedagang,
dan professional untuk ikut serta mempengaruhi kebijakan dan memuat
keikutsertaannya dalam kekuasaan politik sebagai bentuk kesadarannya bahwa
mereka pun dapat mempengaruhi nasibnya sendiri.
Partisipasi Politik merupakan ciri khas adanya modernisasi politik, hal
tersebut ialah kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses
pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan yang dilakukan pemerintah. Huntington dan Nelson (1994:6)
mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara. Secara umum
partisipasi politik diartikan oleh Budiardjo (1982:1) sebagai kegiatan seseorang
atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu
dengan jalan memilih pemimpin negara secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi pemerintah (public policy).
Huntington dan Nelson memberikan batasan terhadap pengertian
partisipasi politik.Pertama, hanyalah mencakup kegiatan-kegiatan dan bukan
sikap-sikap.Dalam hal ini, mereka tidak memasukan komponen-komponen
subjektif seperti halnya pengetahuan tentang politik, minat terhadap politik,
perasaan-perasaan mengenal politik, keefektifan politik.Akan tetapi yang lebih
ditekankan ialah bagaiamana bersikap dan perasaan tersebut memiliki
keterkaitan dengan bentuk tindakan politik.Kedua, yang dimaksud dalam
30
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
partisipasi politik itu ialah warga negara biasa, bukan pejabat-pejabat
pemerintah.Hal
itu
didasarkan
pada
pejabat-pejabat
pemerintah
yang
mempunyai pekerjaan profesi di bidang itu, padahal justru kajian ini terhadap
warga negara biasa. Ketiga, kegiatan partisipasi politik hanyalah kegiatan yang
dimaksudkan seperti halnya membujuk dan menekan pejabat pemerintah untuk
bertindak dengan cara-cara tertentu untuk menggagalkan keputusan, bahkan
dengan cara berusaha mengubah aspek-aspek system politik atau mengubah
secara mendasar struktur politik system secara keseluruhan agar pemerintah
lebih tanggap terhadap keinginan-keinginan mereka. Keempat, partisipasi poltik
mencakup seua kegiatan yang mempengaruhi pemerintah, terlepas tindakan itu
efektif atau tidak, berhasil ataukah gagal. Kelima, partisipasi politik berbentuk
kegiatan mempengaruhi pemerintah yang dilakukan atau tidak langsung,
maksud langsung disini pelaku dalam mempengaruhi tidak melibatkan orang
lain, dan yang tidak langsung dimana proses dalam mempengaruhi melibatkan
orang yang dianggap mampu mempengaruhi pemerintah.
Partisipasi politik merupakan perilaku politik akan tetapi perilaku politik
bukan berarti termasuk kedalam partisipasi politik. Karena aktivitas politik
adalah aktivitas warga
negara biasa yang tidak memiliki jabatan dalam
pemerintahan / kewenangan dalam pengambilan keputusan politik. Di lain
pihak, pejabat pemerintah memiliki kewenangan membuat dan melaksanakan
keputusan politik.
Menurut Surbakti (1992:142), partisipasi dibedakan menjadi partisipasi
aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif mencakupi kegiatan warga negara
31
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternative
kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik
dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut
serta dalam kegiatan pemilihan pemimpin pemerintah. Partisipasi pasif, ialah,
berupa kegiatan mentaati peraturan / perintah, menerima, dan melaksanakan apa
adanya dari setiap keputusan pemerintah.
Milbrath dan Goel dalam Surbakti (1992:43) beliau membedakan
partisipasi menjadi empat kategori. Pertama, apatis, yaitu orang yang menarik
diri dari dari proses politik. Beberapa julukan terhadap orang-orang yang tidak
ikut serta dalam politik, seperti apatis ( masa bodoh), sinis, aliensi (terasing),
dan anomie (terpisah). Kedua, spektor, ialah orang yang setidak-tidaknya pernah
ikut dalam pemilihan umum. Ketiga, gladiator, yaitu orang yang secara aktif
terlibat dalam proses politik, yakni berperan sebagai komunikator dengan tugas
khusus mengadakan kontrak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye,
serta aktivis masyarakat. Keempat, pengkritik, ialah orang yang berpartisipasi
dalam bentuk yang tidak konvensional.
Berdasarkan sifatnya partisipasi politik dibedakan menjadi partisipasi
yang bersifat sukarela (autonomous participation), dan partisipasi yang
dimobilisasi (mobilized participation). Nelson dalam Budiardjo (1982:3).
Bentuk partisipasi politik
berdasarkan jumlahnya dikategorikan ke dalam
partisipasi individu dan kolektif. Partisipasi individual berwujud kegiatan seperti
menulis surat yang berisi tuntutan atau keluhan kepada pemerrintah. Partisipasi
32
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
kolektif ialah kegiatan warga negara secara serentak yang memiliki maksud
untuk mempengaruhi penguasa seperti kegiatan dalam pemillihan umum.
Partisipasi kolektif terbagi ke dalam dua bagian antara partisipasi
kolektif konvensional dan nonkonvensional. Partisipasi politik konvensional
ialah kegiatan pemberian suara (voting), aktifitas diskusi politik, kegiatan
kampanye, aktifitas membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan
lain, serta komunikasi individu dengan pejabat politika administrative, Almond
(1975:44).Partisipasi politik konvensional seperti halnya pengajuan petisi,
demontrasi, konfrontasi, pemogokan, dan serangkaian tindakan kekerasan,
seperti kekerasan politik terhadap benda-benda, yang berupa pengrusakan,
pemboman, dan pembakaran.Selain itu gerilya revolusi dan kudeta dapat pula
dimasukan dalam kategori partisipasi nonkonvensional.
Weber (Herbele dalam Rush, 1989:181) mengemukakan empat motif
mengapa orang melakukan partisipasi dalam politik antara lain :
1) Motif rasional bernilai, yaitu motif yang didasarkan atas penerimaan
secara rasional atas nilai-nilai suatu kelompok.
2) Motif yang afektual-emosional, yaitu motif yang didasarkan atas
kebenaran terhadap suatu ide, organisasi, atau individu.
3) Motif tradisional, yaitu motif yang didasarkan atas penerimaan
norma, tingkah laku individu dari suatu kelompok social.
4) Motif yang rasional bertujuan, yaitu motf yang didasarkan atas
kepentingan pribadi.
33
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
Partisipasi politik rakyat perlu dijamin dengan cara mereka diberikan
kesempatan untuk : (1) merumuskan prefensi atau kepentingan sendiri, (2)
memberitahukan perihal prefensinya itu kepada sesama warga Negara dan
kepada pemerintah melalui tindakan individual maupun kolektif, dan (3)
mengusahakan agar kepentingan itu dipertimbangkan secara setara dalam proses
pembuatan keputusan pemerintah, artinya tidak diskriminatif berdasarkan isi dan
asal-usulnya.
Hal tersebut hanya mungkin terlaksana (Amril, 2004:96), jika lembagalembaga dalam masyarakat dapat menjamin adanya beberapa kondisi sebagai
berikut :
1) Kebebasan membentuk dan bergabung dalam organisasi.
2) Kebebasan mengemukakan pendapat.
3) Hal untuk memilih dalam pemilihan umum.
4) Hal untuk menduduki jabatan public.
5) Hal para pemimpin untuk bersaing memperoleh dukungan dan suara.
6) Tersedianya sumber-sumber informasi alternative berikutnya.
7) Terselanggaranya pemilihan umum yang bebas dan jujur.
8) Adanya lembaga-lembaga yang menjamin kebijaksanaan public
tergantung pada suara pada pemilihan umum dan pada cara-cara
penyampaian prefensi yang lain.
C. Kerangka Pemikiran
Pada prinsipnya pendidikan politik bagi generasi muda merupakan
rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan
34
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
kenegaraan guna menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai
budaya politik bangsa. Pendidikan politik juga harus merupakan bagian proses
pembaharuan kehidupan politik bangsa Indonesia yang sedang dilakukan
dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu system politik yang benarbenar demokratis, stabil, dinamis, efektif dan efisien. Tujuan Pendidikan politik
untuk menciptakan warga Negara yang memiliki kesadaran politik sehingga
terjadi pembaharuan kehidupan politik dalam rangka menciptakan suatu system
politik yang demokratis,.
Pendidikan Politik merupakan upaya pendidikan yang disengaja dan
sistematis untuk membentuk individu agar mampu menjadi partisipan yang
bertanggung jawab secara etis/moral dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan
politik.
Maksud
diadakannya
pendidikan
politik
menurut
Inpres
No:12tahun1982 tentang pendidikan politik generasi muda ialah: “memberikan
pedoman kepada generasi muda Indonesia guna meningkatkan kesadaran
kehidupan berbangsa dan bernegara. Mahasiswa di dalam anggota Badan
Eksekutif Mahasiswa sebagai komponen universitas mempunyai kesempatan
untuk terlibat dalam pemikiran, pembicaraan dan penelitian tentang masalahmasalah sosial dan politik. Kesempatan ini tidak dimiliki angkatan muda
lainnya. Oleh karena itu, walaupun sering berubah-ubah namun mahasiswa
termasuk yang terdepan di dalam memperhatikan masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat secara nasional. Karakterisitik mahasiswa untuk
meningkatkan peranan mereka di dalam kehidupan politik angkatan muda hal
yang sangat mendasar yaitu pemahaman yang dimiliki mahasiswa dalam
35
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
pendidikan politik. Berbagai pengetahuan-pengetahuan dalam proses pendidikan
politik tersebut nantinya akan menciptakan suatu kesadaran bagi setiap individu
mahasiswa agar ikut dalam partisipasi politik untuk meneruskan tujuan-tujuan
pendidikan politik. Hal itu diwujudkan dalam perilaku-perilaku dalam
pendidikan politik sehingga secara langsung individu mahasiswa ikut
berpartisipasi dalam politik.
Gambar.1
Pengaruh Pendidikan Politik Mahasiswa Terhadap Tingkat Partisipasi Politik
Mahasiswa.
Pengetahuan
Politik (x1)
Kecakapan
Intelektual
(x2)
Pemahaman
Politik (x3)
Mahasiswa
Pendidikan
Politik (X)
Studi Dokumen
dan literatur
Teoritis,
Temuan,
Penelitian
Terdahulu
Gagasan/pemikiran/cita
-cita/harapan/masalah
sosial dan politik
Pelaksanaan
Pendidikan
Politik oleh
Badan Eksekutif
Mahasiswa
Partisipasi
Politik (Y)
D. Hipotesis
Penelitian ini dilakukan dengan asumsi bahwa pendidikan politik
sangatlah penting dalam menumbuhkan sikap sadar terhadap partisipasi politik
yang didalamnya juga dapat menumbuhkan sikap sadar dalam meneruskan
proses demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semakin tinggi
pengaruh pendidikan politik di Badan Eksekutif Mahasiswa, maka semakin
tinggi pula tingkat partisipasi politik anggota Badan Eksekutif Mahasiswa.
36
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
Peneliti merumuskan hipotesis bahwa tingkat partisipasi politik dipengaruhi
oleh pendidikan politik. Dengan pembatasan hipotesis sebagai berikut :
1) Terdapat pengaruh yang signifikan pengetahuan politik terhadap
partisipasi politik mahasiswa
2) Terdapat pengaruh yang signifikan kecakapan intelektual terhadap
partisipasi politik mahasiswa.
3) Terdapat pengaruh yang signifikan pemahaman politik terhadap
partisipasi politik mahasiswa.
37
Pengaruh Pendidikan Politik..., Ering Subekti, FKIP UMP, 2014
Download