Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 PENENTUAN MULTI DRUG RESISTEN PSEUDOMONAS AERUGINOSA (MDRPA) YANG BERASAL DARI SAMPEL KLINIS PASIEN RSUP DR. M. DJAMIL PADANG Rustini*, Silvya Istiqamah, dan Fithriani Armin Bagian Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Andalas *Corresponding author email: [email protected] Abstrak Latar belakang: Pseudomonas aeruginosa salah satu bakteri penyebab infeksi nosokomial. Bakteri ini umumnya menginfeksi pasien yang mengalami penurunan sistem imun dan dapat menimbulkan berbagai jenis infeksi. Hasil berbagai penelitian menunjukkan tingkat resistensi yang tinggi sehingga menyulitkan untuk pemilihan antibiotik. Bakteri ini telah banyak yang menunjukkan resisten terhadap lebih dari 3 golongan antibiotik (MDR). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan isolat bakteri Pseudomonas aeruginosa yang multi drug resisten yang diisolasi dari sampel klinis pasien RSUP dr. M. Djamil Padang. Metode: Penentuan resistensi menggunakan medote Difusi Agar Kirby Bauer dengan menggunakan Muller Hinton Agar. Antibiotik yang digunakan 13 jenis dan diameter hambat dibandingkan dengan tabel standar sesuai dengan disk yang digunakan untuk menetapkan Resisten, Intermediet dan Sensitif. Isolat dinyatakan MDRPA apabila resisten terhadap minimal 3 golongan antibiotik. Hasil penelitian: Ditemukan 79 isolat Pseudomonas aeruginosa yang berasal dari sputum (31), pus (19), swab (17), urin (7), darah (3) dan feses (2). Dari hasil uji resistensi didapatkan sensitif 40 (50,63%) isolat, 12 (15,19%) isolat resisten terhadap satu atau dua golongan antibiotik, dan 27 (34,17%) isolat tergolong Multi Drug Resistant P. aeruginosa (MDRPA) yang resisten terhadap tiga atau lebih golongan antibiotik. Isolat MDRPA berasal dari urin 3 isolat (42,86%), sputum 8 isolat (25,81), swab 5 isolat (29,41%), pus 10 isolat (52,63%), feses 0 isolat (0%), dan darah 1 isolat (33,33%). Kesimpulan: Persentase MDRPA yang diperoleh dari uji aktivitas terhadap 13 jenis antibiotik adalah 34,17% (27 isolat), dengan persentase terbesar diperoleh dari pus yakni 52,63% (10 dari 19 isolat, urin 42,86% (3 dari 7 isolat), darah 33,33% (1 dari 3 isolat), swab 29,41% (5 dari 17 isolat) dan sputum 25,81% (8 dari 31 isolat). Kata kunci: Pseudomonas aeruginosa, Resistensi dan MDRPA 1. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik, salah satu penyebab terjadinya infeksi nosokomial (Vahdani, et al., 2012). Angka kejadian infeksi nosokomial di dunia yang disebabkan oleh bakteri P. aeruginosa sekitar 10-15% dan sekitar 10-20% pada unit perawatan intensif (ICU), biasanya terjadi pada pasien septikemia, sistik fibrosis, luka bakar, dan infeksi luka (Strateva & Yordanov, 2009; Biswal, et al., 2014). Keberhasilan pengobatan penyakit infeksi sangat ditentukan oleh penggunaan antibiotika yang rasional, tepat, dan aman. Akhir-akhir ini banyak dilaporkan kalau bakteri penyebab infeksi sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan (Soleha, et al., 2009). Bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik dengan berbagai mekanisme, antara lain dengan menghasilkan enzim yang dapat merusak antibiotik, merubah target intraselluler dari antibiotik dan efflux pump (Gunawan, et al,. 2009). P. aeruginosa selain dapat menghasilkan enzim beta laktamase yang dapat menghidrolisis cincin beta laktam juga memiliki kemampuan untuk mengeluarkan antibiotik dari dalam sel dengan cara efflux pump yang dapat menyebabkan bakteri ini resisten terhadap beberapa golongan antibiotik. Pada saat ini hampir disuluruh dunia yang menjadi masalah utama pada bakteri P. aeruginosa ini adalah berkembangnya mikroorganisme yang resisten terhadap berbagai jenis antibiotika (MDRPA) (Nazhifah, et al., 2013). 87 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 Multi Drug Resistant P. aeruginosa (MDRPA) adalah kondisi dimana bakteri resisten terhadap tiga atau lebih kelas antibiotik seperti penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, aminoglikosida, fluorokuinolon, dan lain lain. Dilaporkan kasus MDRPA bervariasi dari 0,6% - 32% menurut berbagai studi penelitian yang diselenggarakan di berbagai daerah. Prevalensi MDRPA meningkat selama dekade terakhir pada pasien yang dirawat di rumah sakit, sehingga menyebabkan sedikitnya pilihan untuk terapinya. (Kalaivani, et al., 2013). Pseudomonas sp. di RSUP. DR. M. Djamil Padang termasuk ke dalam kuman MDR (Multi Drug Resistant) dengan persentase yang cukup besar dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu 88% pada tahun 2010, 61% pada tahun 2011, dan 66% pada tahun 2012 (Sjahjadi, et al., 2014). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pola resistensi bakteri P. aeruginosa dan juga mengetahui persentase bakteri P. aeruginosa yang bersifat MDRPA yang diisolasi dari urin, sputum, swab, pus, feses dan darah pasien rawat inap di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Metode yang digunakan metode difusi agar Kirby Bauer dengan menggunakan 13 jenis antibiotik. 2. MATERIAL DAN METODA Sebanyak 79 isolat bakteri P. aeruginosa yang diisolasi dari urin, sputum, swab, pus, feses, dan darah pasien rawat inap di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Isolasi menggunakan medium selektif untuk P. aeruginosa yaitu Cetrimide agar (CA). Fluoresensi kehijauan atau kuning kehijauan setelah diinkubasi selama 24 jam menandakan isolat positif P. aeruginosa. P. aeruginosa ATCC 27853 digunakan sebagai kontrol positif. Pengujian aktivitas antibiotik menggunakan media Mueller Hinton agar. Antibiotik yang digunakan adalah Seftazidime (30g), Sefotaksim (30g), Seftriakson (30g), Sefoperazone (30g), Siprofloksasin (5g), Levofloksasin (5g), Ofloksasin (5g), Gentamisin (10g), Amikasin (30g), Piperasilin (100g), Tikarsilin (75g), Meropenem (10g), dan Imipenem (10g). Diameter hambat yang dihasilkan dibandingkan dengan standar menurut Clinical Laboratory Standarts Institute (CLSI). Bakteri P. aeruginosa disimpulkan MDRPA jika resisten terhadap tiga atau lebih golongan antibiotik. 3. HASIL Sebanyak 79 isolat P. aeruginosa pada penelitian ini berasal dari urin (7), sputum (31), swab (17), pus (19), feses (2), dan darah (3). Pengujian aktivitas antibiotik dilakukan mengikuti standar CLSI. Sebelum dilakukan uji aktivitas isolat P. aeruginosa terlebih dahulu dilakukan pengujian aktivitas bakteri P. aeruginosa ATCC 27853, hasil pengujian pada tabel 1. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas isolat P. aeruginosa uji, dari uji yang dilakukan dapat diketahui persentase dan jumlah isolat yang Resisten (R), Sensitif (S) dan I (Intermediet), hasil terdapat pada tabel 2. Tabel 1. Uji Aktivitas 13 Antibiotik terhadap Bakteri P. aeruginosa ATCC 27853 Antibiotik Ceftazidime Cefotaxime Ceftriaxone Cefoperazone Ciprofloxacin Levofloxacin Ofloxacin Diameter hambat (mm) 22,00 20,25 26,00 26,00 38,50 36,00 32,25 Diameter hambat menurut CLSI (mm) 22-29 18-22 17-23 23-29 25-33 19-26 17-21 Antibiotik Gentamicin Amikacin Piperacilin Tikarcilin Meropenem Imipenem Diameter hambat (mm) 20,00 24,00 29,50 26,50 40,25 33,68 Diameter hambat menurut CLSI (mm) 16-21 18-26 25-33 21-27 27-33 20-28 88 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 Tabel 2. Persentase Uji Aktivitas Bakteri P. aeruginosa terhadap 13 Jenis Antibiotik No Antibiotik R (%) I (%) S (%) Ceftazidime (CAZ) Jumlah Isolat 79 1 20 (25,32) 4 (5,06) 55 (69,62) 2 Cefotaxime (CTX) 79 30 (37,97) 31 (39,24) 18 (22,78) 3 Ceftriaxone (CRO) 79 32 (40,51) 6 (7,59) 41 (51,90) 4 Cefoperazone (CFP) 79 30 (37,97) 2 (2,53) 47 (59,49) 5 Ciprofloxacin (CIP) 79 22 (27,85) 2 (2,53) 55 (69,62) 6 Levofloxacin (LEV) 79 16 (20,25) 5 (6,33) 58 (73,42) 7 Ofloxacin (OFX) 79 24 (30,38) 1 (1,27) 54 (68,35) 8 Gentamicin (CN) 79 21 (26,58) 5 (6,33) 53 (67,09) 9 Amikacin (AK) 79 6 (7,59) 1 (1,27) 72 (91,14) 10 Piperacilin (PRL) 79 12 (15,19) 0 (0) 67 (84,81) 11 Tikarcilin (TIC) 79 18 (22,78) 5 (6,33) 56 (70,89) 12 Meropenem (MEM) 79 18 (22,78) 1 (1,27) 60 (75,95) 79 17 (21,52) Imipenem (IPM) Keterangan: R : Resisten, I : Intermediet, S : Sensitif 1 (1,27) 61 (77,22) 13 Hasil uji aktivitas 79 isolat P. aeruginosa terhadap 13 antibiotik menunjukkan 27 (34,17%) isolat memiliki sifat MDRPA yang ditandai dengan isolat tersebut resisten terhadap tiga atau lebih golongan antibiotik yang berasal dari urin 3 isolat (42,86%), sputum 8 isolat (25,81), swab 5 isolat (29,41%), pus 10 isolat (52,63%), feses 0 isolat (0%), dan darah 1 isolat (33,33%). Diketahui juga 12 (15,19%) isolat bakteri bersifat resisten terhadap satu atau dua golongan antibiotik dan 40 (50,63%) isolat sensitif (Tabel 3). Tabel 3. Jumlah dan Persentase Resistensi Bakteri P. aeruginosa yang Diperoleh dari Pasien RSUP Dr. M. Djamil Padang No 1 2 3 4 5 6 Sumber Isolat P. aeruginosa Urin (7) Sputum (31) Swab (17) Pus (19) Feses (2) Darah (3) Total 79 Sensitif (%) 3 (42,86) 18 (58,06) 8 (47,06) 7 (36,84) 2 (100) 2 (66,67) 40 (50,63) 4. PEMBAHASAN Diameter hambat pertumbuhan bakteri dilihat dari daerah jernih disekitar cakram. Luas diameter zona hambat berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri tersebut (Jawetz, et al., 2008). Hasil uji aktivitas terhadap 79 isolat yang Resisten satu / dua gol. Antibiotik (%) 1 (14,29) 5 (16,13) 4 (23,53) 2 (10,53) 0 (0) 0 (0) 12 (15,19) Multi Drug Resistant (%) 3 (42,86) 8 (25,81) 5 (29,41) 10 (52,63) 0 (0) 1 (33,33) 27 (34,17) diperoleh menunjukkan aktifitas yang beragam terhadap masing-masing antibiotik. Sebanyak 72 (91,14%) dari 79 isolat menunjukkan sensitivitas yang tinggi terhadap antibiotik amikasin. Dimana persentase sensitivitas tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian 89 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 yang dilakukan terhadap pasien unit luka bakar di Menoufiya University Hospital yakni 91,3% untuk amikasin (Koura, et al., 2003) namun lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pasien infeksi nosokomial di Menoufiya University Hospital, Mesir yakni untuk amikasin 80,05% (Mahmoud, et al., 2013). Resistensi terhadap antibiotik aminoglikosida muncul karena sel bakteri memproduksi enzim yang dapat menambahkan fosfat, asetat atau gugus adenil pada aminoglikosida yang mengakibatkan antibiotik ini tidak dapat terikat pada subunit 30S ribosom sehingga tidak lagi dapat menghambat sintesis protein bakteri, dan amikasin merupakan salah satu aminoglikosida semisintetik yang sangat resisten terhadap modifikasi oleh enzim sehingga banyak bakteri yang sensitif terhadap antibiotik ini (Pratiwi, 2008). Sedangkan isolat yang resisten terhadap antibiotik seftriakson menunjukkan angka tertinggi yakni sebanyak 32 (40,51%) dari 79 isolat. Persentase resistensi tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan di tiga rumah sakit di South West Nigeria, yaitu 34,5% untuk seftriakson (Akingbade, et al., 2012). Resistensi terhadap antibiotik golongan sefalosporin terjadi karena terjadinya mutasi yang menyebabkan dihasilkannya produksi protein pengikat penisilin (PBP) yang berbeda sehingga sefalosporin tidak dapat menghambat PBP lagi. Selain itu resistensi juga dapat terjadi karena mutasi yang mengubah porin yang terlibat dalam transport melewati membran luar, hal ini mengakibatkan sefalosporin tidak dapat mencapai membran sitoplasma (lokasi PBP). Kemampuan bakteri memproduksi laktamase dan adanya gen yang dapat mengkode laktamase juga mengakibatkan bakteri resisten terhadap antibiotik ini dikarenakan terjadinya hidrolisi pada ikatan cincin laktam yang mengakibatkan inaktivasi antibiotik (Pratiwi, 2008). Hasil pengujian aktivitas 13 antibiotik terhadap 79 isolat pada berbagai penelitian menunjukkan hasil yang beragam pula. Hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan penelitian yang dilakukan terhadap pasien luka bakar di rumah sakit Motahari, Tehran. Dari 220 isolat klinis P. aeruginosa diperoleh 112 (50.9%) isolat bersifat MDRPA (Vahdani, et al., 2012). Hasil penelitian lainnya menunjukkan dari 180 isolat klinis P. aeruginosa diketahui 41 (22.7%) isolat bersifat MDRPA (Gill, et al., 2011). Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan terhadap 316 isolat klinis P. aeruginosa menunjukkan 141 (44.62%) isolat adalah MDRPA (Jayanthi & Jeya, 2014). Terjadinya perbedaan jumlah persentase isolat bakteri P.aeruginosa yang resisten terhadap antibiotik pada berbagai tempat berbeda disebabkan karena penggunaan antibiotik yang tidak rasional, seperti : pemberian antibiotik yang tidak tepat dosis, tidak tepat diagnosis, tidak tepat bakteri penyebab. Pemberian antibiotik yang tidak tepat ini merupakan faktor resiko yang akan membuat bakteri mengalami mutasi dan menjadi resisten. Selain itu resisten antibiotik juga dapat disebabkan oleh tidak adanya kepatuhan pasien dalam menggunakan obat-obat antibiotik, serta minimnya informasi dan pengetahuan pasien tentang obat (Lamont, 2006). Deteksi dini akan sangat membantu dalam mengendalikan infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri ini (Thenmozhi, et al., 2014). Selain itu, dari 13 jenis antibiotik yang digunakan dalam penelitian ini diketahui antibiotik seftriakson (sefalosporin generasi ketiga) merupakan salah satu standar terapi di bangsal Penyakit Dalam dan bangsal Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Pada penelitian ini diketahui antibiotik seftriakson tersebut menunjukkan angka resistensi yang cukup tinggi dan sebaiknya tidak digunakan sebagai salah satu standar terapi lagi. 5. KESIMPULAN Persentase MDRPA yang diperoleh dari uji aktivitas bakteri P.aeruginosa terhadap 13 antibiotik adalah 34,17% (27 isolat), dengan persentase terbesar diperoleh dari pus yakni 52,63% (10 dari 19 isolat), diikuti oleh urin 42,86% (3 dari 7 isolat), kemudian darah 33,33% (1 dari 3 isolat), swab 29,41% (5 dari 17 isolat) dan sputum 25,81% (8 dari 31 isolat). DAFTAR PUSTAKA 1. Akingbade, O. A., Balogun, S. A., Ojo, D. A., Afolabi, R. O., Motayo, B. O., Okerentugba, P. O., & Okonko, I. O. 2012. Plasmid profile analysis of multidrug resistant Pseudomonas aeruginosa isolated from wound infections in South West, Nigeria. World Applied Sciences Journal, 20, 6, 766-775. 2. Biswal, I., Balvinder, S. A., Dimple, K., & Neetushree. 2014. Incidence of multidrug resistant Pseudomonas aeruginosa isolated from burn patients and environment of 90 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. teaching institution. J. of Clinical and Diagnostic Research, 8, 5, 26-29. Clinical Laboratory Standards Institute. 2012. Performance standards for antimicrobial disk susceptibility tests: Approved standard-eleventh Edition. CLSI Document M02-A11. Gill, M. M., Usman, J., Kaleem, F., Hassan, A., Khalid, A., Anjum, R., & Fahim, Q. 2011. Frequency and antibiogram of multidrug resistant Pseudomonas aeruginosa. J. of the College of Physicians and Surgeons Pakistan, 21, 9, 531-534. Gunawan, S., Setiabudy, R., & Nafrialdi. 2009. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK-UI. Jawetz, E., Melnick, J., & Adelberg, E. 2008. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 23. Penerjemah: E. Nugroho & R. F. Maulany. Jakarta: EGC. Jayanthi, S. & Jeya, M. 2014. Plasmid profile analysis and bla VIM Gene detection of metalo β-lactamase (MBL) producing Pseudomonas aeruginosa isolates from clinical samples. J. of Clinical and Diagnostic Research, 8, 6, 16-19. Kalaivani, R., Shashikala, P., Sheela, D., Prashanth, K., & Saranathan, R. 2013. Phenotypic assays for detection of ESBL and MBL producers among the clinical isolates of multidrug resistant Pseudomonas aeruginosa from a tertiary care hospital. Int. J. Cur. Res. Rev., 5, 17, 28-35. Koura, B. A., Mohammed, H. E. Z., & Noha, El M. 2003. Plasmid profile of multidrug resistant Pseudomonas aeruginosa strains in a burn unit. Molecular Diagnosis and Vaccines, 1, 1, 59-70. Lamont, R. J., Burne, R. A., Lantz, M. S., & Leblanc, D. J. 2006. Oral microbilology and immunology. Washington : ASM Press. 11. Mahmoud, A. B., Wafaa, A. Z., Ghada, R. H., Aza, Z. L., & Rasha, G. 2013. Prevalence of multidrug-resistant Pseudomonas aeruginosa in patients with nosocomial infections at a university hospital in Egypt, with special reference to typing methods. Journal of Virology & Microbiology, 1-13. 12. Nazhifah, Rustini, & Deswinar, D. 2013. Uji sensitivitas isolat bakteri dari pasien luka bakar di bangsal luka bakar RSUP DR. M. Djamil Padang. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik II, 212-220. 13. Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi farmasi. Yogyakarta: Erlangga. 14. Sjahjadi, N.R., Rasyid, R., Rustam, E., & Restusari, L. 2014. Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2010 - Desember 2012.Jurnal Kesehatan Andalas.3, 3. 15. Soleha, M., Elvistra, H. L., Fitri, N., & Triyani. 2009. Pola resistensi bakteri terhadap antimikroba di Jakarta. Proceeding Puslitbang Biomedik dan Farmasi, Jakarta: Badan Litbang Kesehatan. 16. Strateva, T. & Yordanov, D. 2009. Pseudomonas aeruginosa– a phenomenon of bacterial resistance. J. of Medical Microbiology, 58, 1133–1148. 17. Thenmozhi, S., Moorthy, K., Sureshkumar, B. T., & Suresh, M. 2014. Antibiotic resistance mechanism of esbl producing enterobacteriaceae in clinical field: A review. Int. J. Pure App. Biosci. 2, 3, 207226. 18. Vahdani M., Azimi, L., Asghari, B., Bazmi, F., & Rastegar, L. A. 2012. Phenotypic screening of extended-spectrum ß-lactamase and metallo-ß-lactamase in multidrugresistant Pseudomonas aeruginosa from infected burns. Annals of Burns and Fire Disasters, 25, 2, 78-81. 91