BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kinerja Perusahaan Kinerja adalah

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kinerja Perusahaan
Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau
kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi. Pelaporan kinerja
merupakan refleksi kewajiban untuk mempresentasikan dan melaporkan semua aktivitas dan
sumber daya yang perlu dipertanggungjawabkan.
Istilah kinerja atau performance sering dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan. Kinerja
merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja
merupakan cerminan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber
dayanya.
Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan atau keadaan secara utuh atas keuangan
perusahaan selama periode / kurun waktu tertentu. Kondisi keuangan merupakan gambaran atas
kinerja sebuah perusahaan. Media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan
perusahaan adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi, ikhtisar laba
yang ditahan, dan laporan posisi keuangan.
Dalam hubungannya dengan kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan yang
sering dijadikan dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan dapat dinilai
melalui berbagai macam indikator atau variabel untuk mengukur keberhasilan perusahaan, pada
umumnya terfokus pada informasi kinerja yang berasal dari laporan keuangan. Laporan
keuangan tersebut bermanfaat untuk membantu investor, kreditur, calon investor, dan para
pengguna laporan keuangan lainnya dalam rangka membuat keputusan investasi, keputusan
kredit, analisis saham serta menentukan prospek suatu perusahaan di masa yang akan datang.
2.2 Laporan Keuangan
Ada beberapa pengertian laporan keuangan diantaranya sebagai berikut:
Menurut IAI (IAI, 2002 : 2) :
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap yang
biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat
disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana) catatan
(notes) dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan
keuangan.
Menurut Munawir (2000 : 2), laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat
digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu
perusahaan dengan pihak – pihak yang berkepentingan dengan dana atau aktivitas perusahaan
tersebut.
Sedangkan menurut Harnanto (1998:3), laporan keuangan adalah keadaan keuntungan dan hasil
usaha perusahaan serta memberikan rangkuman historis dari sumber ekonomi, kewajiban
perusahaan dan kegiatan yang mengakibatkan perubahan terhadap sumber ekonomi yang
dinyatakan secara kuantitatif dalam satuan mata uang.
Laporan keuangan melaporkan prestasi historis dari suatu perusahaan dan
memberikan dasar, bersama dengan analisis bisnis dan ekonomi, untuk membuat
proyeksi dan peramalan untuk masa depan (J. Fred Weston & Thomas E. Copeland, 1994:
24). Laporan keuangan adalah laporan yang memuat hasil-hasil perhitungan dari proses
akuntansi yang menunjukkan kinerja keuangan suatu perusahaan pada suatu saat tertentu.
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan dan suatu ringkasan dari
transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan
(Baridwan,1992). PSAK No.1 tentang penyajian laporan keuangan menyatakan bahwa laporan
keuangan lengkap terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:
1. Neraca, yaitu laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu perusahaan pada tanggal
tertentu.
2. Laporan laba rugi, yaitu laporan yang menunjukkan hasil usaha dan biaya-biaya selama suatu
periode akuntansi.
3. Laporan perubahan ekuitas, yaitu laporan yang menunjukkan sebab-sebab perubahan ekuitas
dari jumlah pada awal periode menjadi jumlah ekuitas pada akhir periode.
4. Laporan arus kas (cashflow statement), menunjukkan arus kas masuk dan keluar yang
dibedakan menjadi arus kas operasi, arus kas investasi, dan arus kas pendanaan.
5. Catatan atas laporan keuangan.
Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam neraca,
laporan laba rugi dan laporan arus kas harus berkaitan dengan informasi yang terdapat
catatan atas laporan keuangan.
Dalam APB Statement No.4, tujuan laporan keuangan dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
tujuan khusus, tujuan umum, dan tujuan kualitatif dan menempatkannya di bawah seperangkat
batasan-batasan. Tujuan tersebut dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Tujuan khusus laporan keuangan
Tujuan khusus laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar dan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang diterima secara umum mengenai posisi keuangan, hasil usaha, dan perubahan
lain dalam laporan keuangan.
2. Tujuan umum laporan keuangan adalah:
a. Memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai sumber-sumber ekonomi dan
kewajiban suatu perusahaan dagang agar dapat (1) menilai kekuatan dan kelemahannya,
(2) menunjukkan pembelanjaan dan investasinya, (3) menilai kemampuannya memenuhi
tanggung jawabnya, dan (4) mewujudkan dasar sumbernya pertumbuhan.
b. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan sumber
penghasilannya sebagai akibat aktivitas-aktivitas perusahaan yang diarahkan pada
pencapaian laba agar dapat (1) menunjukkan kepada para investor hasil dividen yang
diharapkan, (2) menunjukkan kemampuan operasi membayar kreditor dan leveransir,
menyediakan job-job untuk karyawan, pajak gaji, dana yang diperoleh untuk perluasan,
(3) menyediakan informasi untuk perencanaan dan pengendalian manajemen, dan (4)
menunjukkan probabilitas jangka panjangnya.
c. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat untuk menaksir penghasilan yang
potensial dari perusahaan.
d. Menyediakan lain-lain informasi yang diperlukan mengenai perubahan sumber-sumber
ekonomi serta perubahan kewajiban.
e. Mengungkapkan informasi lain yang relevan bagi kebutuhan para pemakai laporan
keuangan.
3. Tujuan kualitatif laporan keuangan adalah sebagai berikut:
a. Relevan, yang berarti menyeleksi informasi yang lebih mungkin membantu para pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi mereka.
b. Dapat dimengerti, yang menyatakan bahwa tidak hanya informasi yang terpilih saja yang
harus dapat dimengerti, akan tetapi para pemakainya pun harus dapat memahaminya.
c. Dapat diuji atau dibuktikan, yang berarti bahwa hasil akuntansi dapat dibuktikan
kebenarannya oleh alat pengukur yang independen dengan menggunakan alat pengukuran
yang sama.
d. Netral, yang berarti bahwa informasi akuntansi diperuntukkan bagi kebutuhan umum
para pemakai, bukan kebutuhan tertentu para pemakai khusus.
e. Tepat waktu, yang berarti bahwa suatu penyampaian informasi secepatnya untuk
menghindari tertundanya pengambilan keputusan ekonomi.
f. Dapat diperbandingkan, yang berarti bahwa perbedaan tidak boleh ada akibat perbedaan
perlakuan akuntansi keuangan.
g. Kelengkapan, yang berarti bahwa tersajinya laporan keuangan secara wajar sesuai dengan
persyaratan yang lain.
2.3 Kinerja Perusahaan Dilihat Dari Kondisi Keuangan
Kinerja keuangan suatu perusahaan dapat diartikan sebagai prospek atau masa depan,
pertumbuhan dan potensi perkembangan yang baik bagi perusahaan. Informasi kinerja keuangan
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi, yang mungkin
dikendalikan di masa depan dan untuk memprediksi kapasitas produksi dari sumber daya yang
ada (Barlian, 2003). Pimpinan perusahaan atau manajemen sangat berkepentingan terhadap
laporan keuangan yang telah di analisis, karena hasil tersebut dapat dijadikan sebagai alat dalam
pengambilan keputusan lebih lanjut untuk masa yang akan datang. Dengan menggunakan
analisis rasio, berdasarkan data dari laporan keuangan, akan dapat diketahui hasil-hasil finansial
yang telah dicapai di waktu-waktu yang lalu, dapat diketahui kelemahan-kelemahan yang
dimiliki perusahaan, serta hasil-hasil yang dianggap cukup baik. Hasil analisis historis tersebut
sangat penting artinya bagi perbaikan penyusunan rencana yang akan dilakukan di masa datang.
Dengan mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan, dapat diusahakan
penyusunan rencana yang lebih baik demi memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut. Hasilhasil yang dianggap sudah cukup baik di waktu lampau harus dipertahankan dan ditingkatkan
untuk masa-masa mendatang (Tampubolon, 2005; Weston, 1995).
Evaluasi kinerja keuangan dapat dilakukan menggunakan analisis laporan keuangan, di mana
data pokok sebagai input dalam analisis ini adalah neraca
dan laporan laba rugi. Analisis laporan keuangan dapat dilakukan menggunakan rasio keuangan.
Analisis rasio keuangan memungkinkan manajer keuangan dan pihak yang berkepentingan untuk
mengevaluasi kondisi keuangan dengan cepat, karena penyajian rasio-rasio keuangan akan
menunjukkan kondisi sehat tidaknya suatu perusahaan. Analisis rasio menghubungkan unsurunsur rencana dan perhitungan laba rugi sehingga dapat menilai efektivitas dan efisiensi
perusahaan.
Analisis pos-pos neraca akan memberikan gambaran tentang posisi keuangan perusahaan,
sementara analisis terhadap laporan laba rugi akan mendeskripsikan
hasil atau perkembangan usaha dari perusahaan. Informasi yang bisa diperoleh dari evaluasi
kinerja keuangan antara lain tentang kemampuan perusahaan melunasi utang jangka pendek,
kemampuan perusahaan dalam membayar bunga pokok pinjaman, dan keberhasilan perusahaan
dalam meningkatkan besarnya modal sendiri.
Kenyataannya, dalam pelaksanaan penilaian terhadap kinerja perusahaan, pihak manajemen
umumnya hanya melihat dari tingkat fluktuasi atas laba yang diperoleh tanpa melakukan analisis
lebih lanjut. Akibat yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut adalah perusahaan sering
mengalami kesulitan untuk menentukan variabel apa yang menyebabkan terjadinya pembentukan
keuntungan atau profit yang lebih maksimal. Keadaan tersebut yang menyebabkan perusahaan
sering mengambil kebijakan yang kurang tepat untuk mengadakan penilaian atas kinerja yang
telah dicapai selama ini. Apabila kondisi tersebut terus terjadi, akan berakibat pihak manajemen
mengalami kesulitan dalam menetapkan kebijakan yang akan diambil.
2.4 Analisis Laporan Keuangan
2.4.1 Arti Penting Analisis Laporan Keuangan
Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin
mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu
perusahaan. Analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan
kekuatan di bidang finansial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu
dan prospeknya di masa datang. Laporan keuangan yang disusun secara baik dan akurat dapat
memberikan
gambaran keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh suatu
perusahaan selama kurun waktu tertentu, keadaan inilah yang digunakan untuk menilai kinerja
keuangan. Apalagi informasi mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat
untuk berbagai pihak, seperti investor, kreditur, pemerintah, bankers, pihak manajemen sendiri
dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Arti penting analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Bagi pihak manajemen: untuk mengevaluasi kinerja perusahaan, kompensasi,
2. Pengembangan karier
3. Bagi pemegang saham: untuk mengetahui kinerja perusahaan, pendapatan,
4. Keamanan investasi.
5. Bagi kreditor: untuk mengetahui kemampuan perusahaan melunasi utang beserta bunganya.
6. Bagi pemerintah: pajak, persetujuan untuk go public.
7. Bagi karyawan: Penghasilan yang memadai, kualitas hidup, keamanan kerja.
2.4.2 Alat Analisis Laporan Keuangan
Secara umum, analisis atas hubungan dari berbagai pos dalam laporan keuangan digunakan
sebagai dasar untuk menginterpretasikan kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan.
Salah satu alat untuk menganalisis laporan keuangan adalah menggunakan rasio. Analisis rasio
keuangan merupakan analisis atas prestasi keuangan pihak manajemen masa lalu dan prospeknya
di masa yang akan datang (Barlian, 2003).
Analisis rasio keuangan menunjukkan pola hubungan atau perimbangan antara rekening atau pos
tertentu dengan rekening atau pos lainnya di dalam laporan keuangan. Analisis ini lebih
menggambarkan posisi keuangan terutama apabila angka rasio yang diperhitungkan kemudian
diperbandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar (Warsono,
2003).
Rasio likuiditas (liquidity ratio) menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
jangka pendeknya yang telah jatuh tempo. Indikator-indikator yang digunakan: (a) current ratio,
yang merupakan rasio tingkat keamanan (margin of safety) kreditur jangka pendek atau
kemampuan perusahaan membayar utang-utang tersebut; (b) acid test ratio, yang menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban dengan tidak memperhitungkan persediaan;
serta (c) cash ratio, yang menunjukkan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibankewajiban dengan kas yang dimiliki.
Rasio solvabilitas (leverage ratio) mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai dengan utang.
Indikator-indikator yang digunakan: (a) debt ratio, yaitu menghitung total aktiva milik
perusahaan yang dibiayai oleh utang; serta (b) time interest earned ratio, yang menunjukkan
kemampuan laba usaha untuk menjamin beban bunga yang ditanggung perusahaan.
Rasio aktivitas (activity ratio) mengukur tingkat efektivitas pemanfaatan sumber daya
perusahaan. Indikator-indikator yang digunakan: (a) periode pengumpulan piutang, yaitu ratarata harian yang diperlukan untuk mengubah piutang menjadi kas, atau menunjukkan berapa
waktu yang diperlukan sejak perusahaan melakukan penjualan secara kredit sampai dengan
menerima pembayaran tunai; (b) perputaran piutang, di mana piutang yang dimiliki perusahaan
mempunyai hubungan erat dengan volume penjualan kredit, sehingga posisi piutang dan taksiran
waktu pengumpulan piutang dapat dilakukan dengan menghitung tingkat perputaran piutangnya,
yakni dengan membagi total penjualan kredit dengan rata-rata piutang; (c) perputaran persediaan,
dimana prosedur serupa dengan mengevaluasi piutang dapat digunakan, yaitu menghitung
tingkat perputaran persediaan yang merupakan rasio antara jumlah pokok barang yang dijual
dengan nilai rata-rata; serta (d) perputaran total aktiva, yang menunjukkan bagaimana
efektivitas perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva tetap untuk menciptakan penjualan dan
mendapatkan laba, di mana tingkat perputaran ditentukan
oleh elemen aktiva itu sendiri.
Rasio profitabilitas (profitability ratio) mengukur tingkat efektivita pengelolaan perusahaan yang
ditunjukkan oleh jumlah keuntungan yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Indikatorindikator yang digunakan: (a) gross profit margin, yaitu rasio antara laba kotor (gross profit)
yang diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang sama; (b)
net profit margin, yaitu rasio atau perbandingan antara laba bersih yang telah dicapai
dengan tingkat penjualan; serta (c) return on investment (ROI), menunjukkan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan.
Pengukuran kinerja keuangan memiliki beberapa tujuan (Munawir, 2002). Tujuan pertama untuk
mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangan pada saat ditagih. Tujuan kedua untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila
perusahaan tersebut dilikuidasi, yang mencakup baik kewajiban jangka pendek maupun
kewajiban jangka panjang. Tujuan ketiga untuk mengetahui tingkat profitabilitas, yaitu
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba selama periode tertentu. Tujuan
keempat untuk mengetahui stabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya
dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar
cicilan secara teratur kepada pemegang saham tanpa mengalami hambatan.
Dengan tujuan tersebut, penilaian kinerja keuangan mempunyai beberapa peranan bagi
perusahaan. Penilaian kinerja keuangan dapat mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan
yang telah dilakukan oleh perusahaan, untuk menentukan atau mengukur efisiensi setiap bagian,
proses atau produksi serta untuk menentukan derajat keuntungan yang dapat dicapai oleh
perusahaan yang bersangkutan, untuk menilai dan mengukur hasil kerja pada tiap-tiap bagian
individu yang telah diberikan wewenang dan tanggungjawab, serta untuk menentukan perlu
tidaknya digunakan kebijaksanaan atau prosedur yang baru untuk mencapai hasil yang lebih baik
(Wild dan Halsey, 2005; Munawir, 2002).
2.5 Pasar Modal
Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal menyediakan berbagai alternatif investasi
lainnya seperti menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya.
Pasar modal bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional kea rah peningkatan
kesejahteraan rakyat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pasar modal mempunyai peranan
strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, termasuk usaha menengah dan
keciluntuk pembangunan usahanya, sedangkan di sisi lain pasar modal juga merupakan wahan
investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal kecil dan menengah.
Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun
institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti obligasi,
saham, dan sebagainya. Sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi, maka pasar modal
memiliki beberapa peran dan manfaat seperti :
1. Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efesien. Investor dapat
melakukan investasi pada beberapa perusahaan melalui pembelian efek-efek yang baru
ditawarkan ataupun yang diperdagangkan di pasar modal. Sebaliknya, perusahaan dapat
memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan instrumen keuangan jangka
panjang melalui pasar modal tersebut.
2. Pasar modal sebagai alternatif investasi. Pasar modal memudahkan alternatif berinvestasi
dengan memberikan keuntungan dengan sejumlah risiko tertentu.
3. Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik.
Perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek yang baik, sebaiknya tidak hanya dimiliki
oleh sejumlah orang tertentu saja, karena penyebaran kepemilikan secara luas akan
mendorong perkembangan perusahaan menjadi lebih transparan.
4. Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan transparan. Keikutsertaan
masyarakat dalam kepemilikan perusahaan mendorong perusahaan untuk menerapkan
manajemen secara lebih profesional, efisiensi dan berorientasi pada keuntungan, sehingga
tercipta suatu kondisi GCG (good corporate governance) serta keuntungan yang lebih baik
bagi para investor. Sehubungan dengan pelaksanaan good corporate governance, Bapepam
(Badan Pengawas Pasar Modal) menganjurkan setiap perusahaan publik untuk memiliki
suatu komite audit.
5. Peningkatan aktivitas ekonomi nasional. Dengan keberadaan pasar modal, perusahaanperusahaan akan lebih mudah memperoleh dana, sehingga akan mendorong perekonomian
nasional menjadi lebih maju, yang selanjutnya akan menciptakan kesempatan kerja yang
luas, serta meningkatkan pendapatan pajak bagi pemerintah.
Perusahaan-perusahaan yang dapat memperoleh dana di pasar modal adalah perusahaan yang
melaksanakan penawaran umum (public offering). Penawaran umum adalah kegiatan efek yang
dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur
dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya.
2.6 Listing
Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum dalam rangka menjaring dana bagi
kegiatan usaha perusahaan atau pengembangan usaha perusahaan. Usaha mendapatkan dana itu
dilakukan dengan menjual efek kepada masyarakat luas melalui pasar modal.
Pihak yang melakukan penawaran umum ini akan mencatatkan dirinya sebagai anggota dari
suatu bursa saham. Pencatatan di suatu bursa saham dikenal dengan istilah listing. Secara yuridis,
pencatatan (listing) adalah pencantuman suatu efek dalam daftar efek yang tercatat di bursa
sehingga dapat diperdagangkan di bursa.
Setelah dinyatakan resmi melakukan penawaran umum, suatu perusahaan atau perseroan akan
disebut sebagai perusahaan terbuka atau perseroan terbuka. Perseroan Terbuka adalah Perseroan
Publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Perseroan Publik adalah perseroan yang
memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Keuntungan perusahaan melakukan penawaran umum saham:
1. Emiten yang melakukan penawaran umum saham (go public) akan memperoleh dana yang
relatif besar dan diterima sekaligus. Hal ini lebih baik dibandingkan emiten harus
menggunakan fasilitas kredit dari bank karena emiten akan dibebankan dengan tingkat bunga
yang cukup besar.
2. Meningkatkan likuiditas perusahaan terhadap kepentingan pemegang saham utama dan
pemegang saham minoritas.
3. Meningkatkan nilai pasar dari perusahaan karena umumnya perusahaan yang sudah menjadi
perusahaan publik likuiditasnya akan lebih meningkat bila dibandingkan dengan perusahaan
yang masih tertutup.
4. Penawaran umum saham dapat meningkatkan pretise dan publisitas perusahaan. Hal ini
sangat menguntungkan bagi emiten karena emiten tidak perlu membuang biaya untuk
membayar jasa advertising yang mahal.
5. Biaya penawaran umum saham relatif murah dengan proses yang relatif cepat.
6. Pembagian dividen berdasarkan keuntungan sehingga tidak ada pihak baik emiten, pemegang
saham utama emiten atau investor publik yang akan dirugikan.
7. Penyertaan masyarakat biasanya tidak masuk dalam manajemen emiten.
8. Perusahaan dituntut lebih terbuka, sehingga hal ini dapat memacu perusahaan untuk
meningkatkan profesionalisme.
9. Dengan penawaran umum saham perusahaan memberikan kesempatan pada masyarakat
untuk turut serta memiliki saham perusahaan sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial.
10. Selain memberikan kesempatan kepada masyarakat umum, karyawan dari perusahaan
tersebut juga dapat memiliki saham perusahaan. Hal ini dapat memacu semangat karyawan
untuk bekerja lebih baik lagi karena adanya perasaan memiliki terhadap perusahaan.
Konsekuensi perusahaan melakukan penawaran umum saham:
1. Perusahaan atau calon emiten dituntut untuk lebih terbuka dan harus mengikuti peraturanperaturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan.
2. Segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan baik pemasukkan maupun pengeluaran
harus tercatat secara terperinci dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Perusahaan atau calon emiten harus selalu membuat pelaporan yang diwajibkan sesuai
dengan waktu yang ditetapkan. Laporan keuangan juga terus dipantau baik oleh pemilik
modal maupun oleh masyarakat umum sehingga apabila terjadi penyimpangan dapat segera
diketahui.
4. Perusahaan atau calon emiten wajib menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana hasil
penawaran umum.
5. Keharusan untuk mengumumkan besarnya pendapatan perusahaan atau calon emiten dan
pembagian dividen. Hal ini merupakan prinsip full disclosure yang dianut oleh setiap
perusahaan terbuka dan bersifat mutlak.
6. Saham yang diterbitkan mungkin saja tidak terserap oleh masyarakat sesuai dengan
perhitungan perusahaan atau calon emiten.
7. Perusahaan atau calon emiten harus selalu meningkatkan tingkat pertumbuhan usahanya.
8. Biaya penawaran umum dan setelah penawaran umum harus dipertimbangkan sebagai suatu
hal yang penting dan kritis. Biaya penawaran umum dan biaya setelah beroperasi sebagai
suatu perusahaan publik adalah cukup besar. Komisi untuk underwriter 7% dari pendapatan
kotor yang akan dihasilkan dari penawaran umum. Biaya konsultan hukum, akuntan,
percetakan dan lembaga penunjang lainnya berkisar 2% pada perusahaan kecil atau 6% pada
perusahaan besar dan kompleks permasalahan bisnisnya dari pendapatan kotor yang akan
dihasilkan dari penawaran umum.
2.7 Delisting
Istilah go private merupakan hal yang lazim di pasar modal dan sering diartikan sebagai lawan
dari istilah go public. Sehingga go private dikatakan sebagai keluarnya emiten atau perusahaan
publik dari industri pasar modal, biasanya dengan melakukan pembelian atas saham perusahaan
yang dimiliki oleh investor public atau dengan penghapusan pencatatan (delisting). Penghapusan
pencatatan saham (delisting) menurut Ang (1997) adalah suatu tindakan mengeluarkan saham
yang tercatat di bursa efek karena memenuhi kriteria yang ditentukan oleh manajemen bursa atau
atas permintaan emiten, sehingga saham tersebut tidak dapat lagi diperdagangkan di bursa efek.
Pada dasarnya delisting dibedakan menjadi 2, yaitu forced delisting dan voluntary delisting.
2.7.1 Forced Delisting
Forced delisting berhubungan dengan fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan tercatat (di
bursa efek) sesungguhnya memiliki kondisi ekonomi, likuiditas, dan kepatuhan terhadap
peraturan pasar modal yang lebih buruk dari kondisi sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa
perusahaan yang terkena forced delisting adalah perusahaan yang mempunyai masalah serius.
Indikasi awal perusahaan yang bangkrut adalah dilakukannya penghapusan pencatatan saham
(forced delisting) dari bursa efek. Apabila perusahaan pengeluar saham yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia mengalami penurunan kinerja sehingga tidak memenuhi persyaratan pencatatan,
maka saham tersebut dapat dikeluarkan dari Bursa Efek Indonesia. Tindakan penhapusan saham
dari daftar saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia ini dilakukan oleh pihak otoritas Bursa
Efek Indonesia untuk melindungi investasi yang dilakukan oleh investor. Bursa Efek Indonesia
akan menjaga bahwa semua saham yang diperdagangkan adalah berasal dari perusahaan yang
memiliki kinerja yang bagus.
Ada sejumlah indikator yang dijadikan pegangan dalam menilai kondisi forced delisting.
Misalnya, dalam hal laporan perkembangan usaha setiap bulan, indikator yang perlu diperhatikan
mulai dari kepatuhan melakukan kewajiban dalam bentuk laporan keuangan dan laporan
kejadian-kejadian penting perusahaan, frekuensi dan volume transaksi, jumlah pemegang saham,
hingga kapitalisasi pasar. (Infobank, Juli No.239/1999: 43-44).
Bursa menghapus pencatatan saham emiten sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila emiten
mengalami minimal satu kondisi berikut :
1.
Pernyataan pendaftaran yang telah menjadi efektif dibatalkan atau dibekukan oleh
Bapepam.
2.
Perusahaan yang menggabungkan diri ke perusahaan lain atau melakukan peleburan
perusahaan.
3.
Perusahaan dilikuidasi.
4.
Diputuskan pailit oleh Pengadilan Niaga.
5.
Dibekukan izin usaha atau dicabut izin usaha yang memberikan kontribusi penjualan atau
pendapatan utama.
6.
Harga teoritis saham hasil stock split, saham bonus dan atau saham dividen, atau penerbitan
Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham, kurang dari 20 x fraksi.
Dalam dunia modernisasi ini, banyak sekali faktor yang akan mempengaruhi perkembangan serta
eksistensi sebuah perusahaan bisnis dalam setiap industrinya. Jika ingin mempertahankan posisi
sebuah perusahaan pada industri, maka pihak manajemen perusahaan harus mengambil langkahlangkah yang tepet untuk menjalankan usahanya terutama dalam hal pengambilan keputusan
yang akan mendukung performance operasionalnya.
Keputusan forced delistingnya perusahaan dari bursa efek dapat diidentifikasikan sebagai ukuran
tendensi perusahaan mengalami kegagalan secara finansial, kondisi keuangan dan kinerja
perusahaan yang buruk serta tingkat kepatuhan terhadap peraturan pasar modal yang lebih buruk
dari kondisi sebelumnya.
2.7.2 Voluntary Delisting
Penghapusan pencatatan saham ini juga dapat dilakukan atas permohonan pihak emiten sendiri
atau disebut voluntary delisting. Perusahaan publik yang memilih untuk melakukan penghapusan
pencatatan secara sukarela atau voluntary delisting menjadi perusahaan private (go private)
bukanlah hal yang baru.
Prosedur yang biasa dilakukan oleh emiten atau perusahaan publik dalam rangka go private
adalah melakukan tender offer atas kepemilikan saham publik dengan harga di atas harga pasar
tetapi masih diantara harga wajar saham yang ditetapkan oleh penilai independen atau bahkan di
atasnya.
Sebelum melakukan penawaran tender, didahului dengan penyampaian informasi yang tertuang
dalam surat edaran kepada pemegang saham, dimana Bapepam melakukan penelaahan atas
kecukupan keterbukaan informasi surat edaran ditinjau dari aspek keterbukaan, aspek akuntansi,
dan aspek hukum.
Dalam Mukhti (2008) ada bermacam-macam hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan
fenomena dalm proses melakukan voluntary delisting atau go private. Namun pada dasarnya
hipotesis-hipotesis tersebut dapat dikelompokkan ke dalam: penghematan pajak; pengurangan
biaya agency (karena penyesuaian insentif, konsentrasi kendali perusahaan, atau pengurangan
dari cash flow); transfer kemakmuran dari stakeholder ke shareholder; pengurangan biaya
transaksi; penilaian perusahaan yang lebih rendah dari seharusnya; dan perlindungan terhadap
usaha pengambilalihan perusahaan.
1. Hipotesis Penghematan Pajak
Sebagian besar transaksi go private di dunia sering disertai dengan kenaikan yang
signifikan dari leverage perusahaan tersebut, di mana kenaikan dari pengurangan
keuntungan dapat menjadi sumber yang penting yang dapat memberikan kenaikan
kekayaan (wealth).
Dalam hipotesis ini, perusahaan publik yang mempunyai kewajiban pajak yang besar akan
diuntungkan bila perusahaan tersebut melakukan voluntary delisting atau go private
terutama karena jumlah utang yang besar yang digunakan untuk membiayai transaksi (go
private) menciptakan tambahan tax shield, yang menambah nilai perusahaan sebelum
direkapitulasi. Keuntungan dari pemegang saham (dari perusahaan yang melakukan
voluntary delisting atau go private) berkorelasi positif dengan tingginya tingkat pajak yang
harus dibayar, dan dengan leverage ratio perusahaan tersebut sebelum melakukan
voluntary delisting atau go private.
2. Hipotesis Masalah Biaya Agen (pengelola perusahaan)
Manager dan pemilik saham sering memiliki kepentingan yang berbeda. Manager dapat
saja meningkatkan keuntungan pribadi mereka (dengan berupaya tidak maksimal) dan
mengurangi nilai dari perusahaannya.
Kebutuhan untuk menyesuaikan lagi insentif dari manajemen dan pemegang saham sering
pula disebut-sebut sebagai salah satu alasan untuk melakukan voluntary delisting atau go
private. Di dalam hipotesis ini, penyatuan kembali kepemilikan dan kendali perusahaan
akan memperbaiki struktur insentif dan diharapkan dapat meningkatkan usaha manajemen
untuk memaksimalkan nilai dari perusahaan. Keuntungan dari pemegang saham
(perusahaan go private) berkorelasi negatif dengan kepemilikan equity management di
perusahaan sebelum go private.
3. Hipotesis Biaya Transaksi
Banyak kalangan yang menyebutkan salah satu alasan untuk melakukan voluntary delisting
atau go private adalah karena biaya untuk menjadi perusahaan yang listing di bursa adalah
tidak murah.
Pada dasarnya, hipotesis biaya transaksi menunjukkan bahwa keuntungan dari go private
sebagian besar berasal dari penghapusan biaya0biaya langsung maupun tidak langsung
yang yang berhubungan dengan status listing saham perusahaan tersebut.
Keuntungan pemegang saham (perusahaan private) dari suatu proses go private berkorelasi
positif dengan penghematan yang dilakukan dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan yang listing.
4. Hipotesis Undervaluation
Asymetric information dapat terjadi antara manajemen dengan pemegang saham dari luar
tentang nilai maksimum suatu perusahaan. Hal ini terjadi karena biasanya pihak
manajemen mengetahui dengan lebih detail tentang prospek pasar atau proyek-proyek yang
dikerjakan oleh perusahaan dibandingkan dengan orang di luar pihak manajemen. Jadi, ada
peluang terjadinya suatu keadaan di mana pihak manajemen menilai harga dari saham
perusahaannya terlalu rendah dibandingkan dengan potensi sesungguhnya dari perusahaan
itu.
Masalah ini menjadi semakin parah ketika perusahaan yang listing (terutama yang kecil)
merasa kesulitan untuk menggunakan pasar ekuitas untuk membiayai rencana ekspansinya,
karena dalam keadaan yang demikian sulit untuk menarik perhatian investor. Kurangnya
minat atas saham-saham perusahaan tersebut membuat saham tersebut menjadi tidak likuid,
dan berimplikasi bahwa saham-saham perusahaan tersebut akan tetap dinilai lebih rendah
dari potensi sesungguhnya. Keadaan yang demikian dapat memicu suatu perusahaan untuk
melakukan voluntary delisting atau go private.
Hipotesis undervaluation menyebutkan bahwa manajemen mampu membayar premium
yang lebih tinggi pada suatu proses melakukan voluntary delisting atau go private ketika
harga saham perusahaan tersebut di pasar modal under performing (di bawah nilai
potensialnya). Ekspektasi keuntungan dari pemegang saham (perusahaan private)
berkorelasi positif dengan tingkat undervaluation perusahaan tersebut sebelum melakukan
voluntary delisting atau go private.
5. Hipotesis Perlindungan Terhadap Usaha Pengambilalihan
Sebagian besar perusahaan disinyalir menempuh langkah melakukan voluntary delisting
atau go private sebagai pertahanan terakhir terhadap pengambilalihan paksa (hostile
shareholder or tender offer). Para manajer merasa ketakutan kehilangan pekerjaan mereka
apabila pengambilalihan paksa tersebut dibiarkan terjadi dan tindakan go public akan
mengurangi kepemilikan pemilik asli dalam perusahaan tersebut.
Selain itu, kinerja perusahaan yang baik dan dipandang manajemen bahwa perusahaan
memiliki prospek yang baik di masa depan juga menjadi alasan perusahaan untuk
melakukan voluntary delisting. Perusahaan merasa tidak perlu lagi menjual sahamnya di
bursa untuk mendapatkan tambahan dana dari luar perusahaan dalam rangka
mengembangkan usahanya seperti salah satu tujuan perusahaan menjadi perusahaan publik.
Secara singkat, menurut hipotesis ini premium dari suatu proses go private
menggambarkan indikasi bahwa tim manajemen berniat untuk membeli saham dari
pemegang saham lainnya untuk melindungi perusahaan tersebut dari pengambilalihan yang
tidak dikehendaki. Karena itu, mereka merubah status perusahaannya menjadi perusahaan
private. Premium dari suatu proses melakuan voluntary delisting atau go private
berkorelasi positif dengan tekanan pengambilalihan untuk mengendalikan perusahaan dari
pasar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Foley dan Lardner LLP, alasan perusahaan terbuka
melakukan go private adalah karena merasa terbebani biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan
kewajiban-kewajiban sebagi perusahaan terbuka.
Selain itu, tingginya biaya konsultasi hukum dan akuntan, biaya penyelenggaraan Rapat Umum
Pemegang Saham, kewajiban memenuhi peraturan pasar modal, kesibukan melayani analisis
surat berharga dan keterbatasan untuk melakukan transaksi dengan pihak terafiliasi menjadi
alasan perusahaan melakukan go private (Boby W. Hermawan dan I Made B, OP Cit. hal 1).
Menurut Rutan dan Tucker LLP, latar belakang perusahaan melakukan go private adalah tidak
terpenuhinya maksud dan tujuan utama perusahaan saat menjadi perusahaan go public.
Alasan perusahaan melakukan go private:
1. Perusahaan merasa lebih mendapat keuntungan jika melakukan go private.
2. Biaya (expenses) menjadi perusahaan publik mahal karena antara lain adanya kewajiban
untuk menyampaikan laporan kuartal dan laporan tahunan.
3. Kondisi kinerja keuangan perusahaan yang kuat sehingga tidak perlu lagi memperoleh dana
dari masyarakat.
4. Perusahaan tidak perlu lagi membagi hasil keuntungan dan beberapa persyaratan lain yang
berhubungan dengan kepemilikan saham.
5. Perusahaan menganggap tidak ada prospek menarik bagi mereka untuk tetap terdaftar di
bursa karena kinerja usaha terus memburuk.
6. Adanya kesepakatan-kesepakatan tertentu yang dilakukan pemegang saham mayoritas
dengan investor baru yang mensyaratkan perusahaan untuk go private.
7. Competitive Intelligence, di mana kewajiban disclosure informasi berpotensi menguntungkan
para pesaingnya dan ini tidak terjadi di perusahaan tertutup.
8. Controlling function dengan go private dapat menghindari kemungkinan pihak luar
(outsider) untuk membeli saham pengendali.
Keuntungan perusahaan melakukan go private:
1. Perusahaan tidak perlu melakukan tindakan yang harus didasari oleh perubahan harga saham.
2. Perusahaan dapat melakukan tindakan yang berisiko tinggi dimana apabila tindakan tersebut
dilakukan dalam statusnya sebagai perseroan terbatas terbuka dapat dikenakan sanksi oleh
Badan Otoritas Pasar Modal.
3. Kembali ke perhitungan akuntansi yang konservatif, sehingga pembayaran pajaknya lebih
rendah, selain itu tidak perlu menyiapkan surat-surat yang diwajibkan oleh Badan Otoritas
Pasar Modal dan kewajiban disclosure.
4. Tidak terlalu wajib atau diperlukan untuk melakukan pembayaran dividen demi
perkembangan permodalan jangka panjang maupun investasi modal yang spekulatif.
5. Yang paling penting adalah penguasa kendali atas perseroan bagi pihak yang khawatir akan
kehilangan kekuasaannya apabila kepemilikan saham mayoritas berada di publik.
Konsekuensi melakukan go private:
1. Bagi emiten.
Emiten tidak lagi memperoleh manfaat ekonomi yang di dapat di bursa dan emiten harus
mengubah anggaran dasarnya kembali mengingat anggaran dasar yang ada tidak lagi sesuai
dengan kenyataan yang ada menjadi anggaran dasar perusahaan biasa.
2. Bagi investor.
Setelah perusahaan melakukan go private, investor tentu tidak dapat lagi memiliki saham
dari perusahaan yang bersangkutan dan mendapat keuntungan atas kepemilikan saham
tersebut.
3. Bagi efek.
Saham tidak dapat lagi diperdagangkan di bursa maupun di luar bursa karena status
perusahaan yang sudah menjadi perusahaan tertutup.
2.8 Bangunan Hipotesis
Kondisi keuangan yang diwakili oleh rasio keuangan dapat menjadi petunjuk dalam menilai
kinerja suatu perusahaan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 4 variabel keuangan yaitu
rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas, dan rasio aktivitas sebagai ukuran kondisi
keuangan.
Berdasarkan kerangka pemikiran dan permasalahan yang ada, maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
H1 : Likuiditas perusahaan yang melakukan voluntary delisting lebih baik dibandingkan
dengan perusahaan yang masih listing di BEI.
Likuiditas dalam penelitian ini akan diproksikan dengan Current Ratio.
Current ratio dapat dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan utang lancar. Rasio ini
menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar
perbandingan aktiva lancar dengan utang lancar, semakin tinggi kemampuan perusahaan
menutupi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dibuat dalam bentuk berapa kali atau
dalam bentuk persentase. Apabila rasio lancar ini 1:1 atau 100%, ini berarti bahwa aktiva lancar
dapat menutupi semua utang lancar. Rasio lancar yang lebih aman adalah jika berada di atas 1
atau di atas 100%. Artinya, aktiva lancar harus jauh di atas jumlah utang lancar.
H2 : Solvabilitas perusahaan yang melakukan voluntary delisting lebih baik dibandingkan
dengan perusahaan yang masih listing di BEI.
Solvabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan Debt to Equity Ratio.
Debt to Equity Ratio adalah perbandingan total utang dengan total ekuitas yang mengukur
persentase penggunaan dana yang berasal dari kreditur. Rasio ini, yang sering disebut rasio
leverage, menggambarkan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan sehingga kita dapat
mengetahui struktur resiko tidak tertagihnya utang. Semakin kecil rasio ini semakin baik. Debt to
Equity Ratio yang baik adalah kurang dari 100% yang artinya total utang harus lebih kecil dari
total ekuitas. Utang terdiri dari utang jangka pendek dan utang jangka panjang. Sedangkan total
ekuitas suatu perusahaan terdiri dari modal saham, agio saham, selisih penjabaran laporan
keuangan dalam mata uang asing, selisih penilaian kembali aktiva tetap, selisih nilai transaksi
restrukturisasi entitas sepengendali, selisih transaksi perubahan ekuitas perusahaan asosiasi dan
laba ditahan.
H3 : Profitabilitas perusahaan yang melakukan voluntary delisting lebih baik dibandingkan
dengan perusahaan yang masih listing di BEI.
Profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan Net Profit Margin.
Net Profit Margin (NPM) adalah rasio untuk mengukur kontribusi penjualan terhadap laba
bersih. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap
penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam
mendapatkan laba cukup tinggi.
H4 : Aktivitas perusahaan yang melakukan voluntary delisting lebih baik dibandingkan
dengan perusahaan yang masih listing di BEI.
Aktivitas dalam penelitian ini diproksikan dengan Total Assets Turn Over.
Total Assets Turn Over menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari volume penjualan.
Dengan kata lain, rasio ini mengukur seberapa jauh kemampuan semua aktiva untuk
menciptakan penjualan. Rasio ini dihitung dengan membagi penjualan bersih dengan total asset.
Semakin tinggi rasio ini semakin baik.
Download