Ekonomi Neo-Libral mempunyai tiga komponen penting:

advertisement
PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM DESIGN LIBERALISME
Oleh. Lathif Hakim, M.Ec.
A. Pendahuluan
Pada masa orde lama bangsa Indonesia belum menentukan system pembangunan
ekonomi, karena pada waktu itu masih disibukkan dalam hal pembangunan negara secara
konstitusional (nation building), akan tetapi dalam sambutan pidato Presiden Soekarno yang
selalu ia dengung-dengungkan yang kita kenal dengan Nawaksara (22 Juni 1966) adalah tentang
system kemandirian ekonomi (self reliance). Dalam decade akhir kepemimpinannya arah
perekonomian pun mulai bertendensi ke arah system Sosialisme. Karena pada era itu visi para
pemimpin kita terpengaruhi oleh bangkitnya system Sosialisme ala Lenin dan Marxisme di
negara Uni Soviet dan RRC pada waktu itu, sehingga ajaran itu merambah ke bumi pertiwi
melalui sebuah gerakan yang kita kenal dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Di sisi lain,
Bung Hatta sering menorehkan pemikiran-pemikiran ekonominya dalam sebuah koran
"Kedaulatan Rakyat” yang menjelaskan tentang pentingnya menyelamatkan ekonomi rakyat
dengan system demokrasi ekonomi yang termanifestasikan dalam bentuk koperasi yang
berdasarkan kekeluargaan.
Pada era orde baru, system ekonomi mulai digodok yang mana visi Indonesia pada waktu
itu lebih condong pada system Kapitalisme Barat yang menerapkan bentuk liberalisme,
merkantilisme, keynesianisme dan neo-liberalisme. Karena Presiden Soeharto pada waktu itu
menyerahkan tatanan ekonomi bangsa kepada Mafia Berkeley yang sebagian besar lulusan
doktor atau master dari University of California at Berkeley pada 1960-an atas bantuan Ford
Foundation.
Setalah masa reformasi yang diteruskan Presiden Habibie yang dikenal dengan system
komparatif-kompetitive, maka dalam waktu yang sangat singkat telah menaburkan benih-benih
reformasi termasuk di dalamnya system ekonomi komparasi kerakyatan dan neo liberal.
Kemudian diteruskan Gusdur yang pada waktu itu tidak memikirkan visi ekonomi karena
prioritas kebijakan pada waktu itu tervokus pada kesatuan NKRI dan pada masa Megawati, arah
kebijakan neo-liberalisme masih kentara walaupun juga sedikit ekonomi kerakyatan mulai
dipraktekkan. Pada kepemimpinan Presiden SBY agenda ekonomi kerakyatan agak gencar
dilaksanakan khususnya dalam menjalankan program BLT, KUR dan PNPM, walaupun dalam
skala makro dan lebih besar system ekonomi neo-libral juga tetap berjalan.
Maka dalam era sekarang wacana neo-liberalisme muncul secara hangat, baik dalam
forum diskusi, seminar nasional dan internasional, ulasan berita dan media-media lainnya setelah
Presiden SBY memutuskan calon wakil presiden mendatang Budiono yang sebelumnya menjabat
sebagai Gubernur Bank Indonesia. Menurut para penentang mantan Gubernur Bank Indonesia
tersebut, Boediono seorang ekonom yang menganut paham ekonomi neoliberal, sebab itu ia
sangat berbahaya bagi masa depan perekonomian Indonesia.
Dalam tulisan ini kita tidak bermaksud menguliti Boediono atau paham ekonomi yang
dianutnya. Tujuan tulisan ini adalah untuk menguraikan pengertian, asal mula, dan
perkembangan Liberalisme dan neoliberalisme secara singkat. Saya berharap, dengan memahami
liberalisme dan neoliberalisme secara benar, silang pendapat yang berkaitan dengan paham
ekonomi ini dapat dihindarkan dari debat kusir. Sebaliknya, para ekonom yang jelas-jelas
mengimani neoliberalisme, tidak secara mentah-mentah pula mengelak bahwa dirinya bukan
seorang neoliberalis. Dengan demikian, juridiksi obyektivitas akan dapat ditemukan setelah kita
1
mengetahui dengan jelas system ini, tentunya memiliki plus dan minus, sehingga membutuhkan
system ekonomi yang lebih berkeadilan.
B. Liberalisme
Liberalisme adalah bentuk system ekonomi yang mengandalkan mesin pasar secara
liberal, sehingga menjustifikasi pengharaman negara dalam mengintervensi perputaran ekonomi
pasar. Maka pasar ini dibiarkan begitu saja berputar secara alamiah, tanpa ada batasan sekatsekat hukum, karena yang bermain di dalamnya hukum supply and dimand. Menurut paham ini
tangan gaib (invisible hand) yang mengatur harga dalam pasar. Untuk mengetahui secara
mendalam kita akan mengulas tentang perkembangan pemikiran system ekonomi ini.
Dalam system pembangunan ekonomi konvensional memiliki perkembanganperkembangan pemikiran yang dimulai dari lahirnya system ini sampai sekarang. dan
Liberalisme adalah bagian dari Kapitalisme. Maka kalau kita klasifikasikan perkembangan
ekonomi ini dapat kita golongkan ke dalam empat fase: ekonomi klasik, keynesianisme, neoklasik dan neo-liberalisme. Yang akan kita jelaskan secara tafsil sebagai berikut:
a. Madzhab Ekonomi Klasik
Ekonomi klasik adalah paham ekonomi yang sangat berpengaruh dalam perkembangan
pembangunan ekonomi di negara-negara maju. Sebagai founding fathers ekonomi klasik ini
Adam Smith, John Malthus dan David Ricardo. Sedangkan Adam Smith memproklamirkan diri
teori-teori ekonomi ini dengan madzhab individualisme "Laissez Faire, Laissez Passez, Et Le
Monde va De Luime me”, berarti: (Biarkan ia bekerja dan tinggalkanlah, dunia ini akan berjalan
dengan sendirinya). Dalam kaitan pembangunan ekonomi, maka teori ini berbunyi: “Biarkan
masyarakat mengelola ekonominya dengan sendiri, sedangkan negara tidak boleh
mengintervensinya”1.
Paham inilah yang memunculkan ghirah individualisme, yang sangat mempengaruhi
pemikiran pembangunan ekonomi di negara-negara barat dan USA, dan juga terhadap pola hidup
masyarakat Indonesia di perkotaan yang life style berkiblat kepada barat yang sangat
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Adam Smith menolak pemikiran ekonomi
intervensi negara terhadap perputaran ekonomi dalam masyarakat, yaitu dengan memberikan
peluang perputaran ekonomi kepada masyarakat secara liberal sebagai mekanisme pasar,
sehingga masyarakat mampu berkonsumsi dan berproduksi yang ditentukan oleh harga pasar
dengan hukum penawaran dan permintaan (supply and dimand).
Dalam hal ini, Adam Smith berkeyakinan bahwa dengan tidak adanya intervensi negara
dalam pengaturan pasar akan dapat menjamin keseimbangan ekonomi dalam masyarakat. Dan
harga yang ditentukan oleh mekanisme pasar dalam pandangan Smith akan dapat mempengaruhi
produksi, income/pendapatan, deposito, distribusi dan konsumsi. Dengan demikian, maka harga
yang telah ditentukan oleh mekanisme pasar akan dapat mengelola perencanaan produksi,
tabungan deposito, dan distribusi secara natural, sehingga akan dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi secara alami. Dengan berkeyakinan bahwa factor-faktor tangan gaib
(invisible hand) akan berdampak pada natural order dan natural price dalam ekonomi2.
Dalam kenyataannya, teori individualisme ini berdampak pada kerusakan social yang
menyebabkan kesenjangan social antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin, karena teori ini
berdampak dalam tatanan social yang kaya makin kaya dan yang miskin makin terhimpit dan
1
2
. Riadi & Deddy S B K, "Perencanaan Pemabangunan Daerah”, Pt. Gramedia, Jakarta, 2005, hal. 51.
. Lathif Hakim, M.Ec.,“Strategi Pembangunan Ekonomi Nasional Dalam Perspektif Islam”, bagian thesis, hal. 60.
2
terjepit, karena berdasar teori “Yang kaya memakan yang miskin”. Dengan demikian, teori
Adam Smith ini jelas ditolak mentah-mentah karena meninggalkan great depression ekonomi
dunia pada tahun 1929 khususnya bagi negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Para tokoh ekonomi klasik lain –Khusunya Malthus, David Ricardo dan John S. Millmenambahkan tentang dua faktor yang dapat menghambat pembangunan ekonomi: Tingginya
pertambahan angka penduduk dan kelangkaan sumber daya alam (SDA). Sehingga kedua factor
inilah yang bila berkembang subur dalam masyarakat akan berdampak pada keterbelakangan
ekonomi masyarakat, dan masyarakat tidak bertambah maju, bahkan akan terperosok ke dalam
resesi ekonomi (stationary). Sekira mayoritas masyarakat hidup dalam level kemiskinan yang
disebut dengan Minimum Subistence Level. Maka secara otomatis untuk mendongkrak
masyarakat dalam level ini, akan menggunakan pola pemikiran pembangunan ekonomi yang kita
sebut dengan Gradualistic Model of Growth & Stagnation3.
Perbedaan mendasar antara teori-teori pembangunan ekonomi Ricardo, Malthus dan
Smith terletak pada analisa pembangunan tentang konsep peran penduduk sebagai unsure
ekonomi. Menurut Smith angka pertambahan penduduk merupakan bagian dari factor-faktor
produksi yang akan melahirkan perluasan pasar dan pertumbuhan ekonomi. Dengan semakin
luasnya pasar, maka akan membuka inovasi-inovasi baru sebagai dampak dari insentif perluasan
distribusi pekerjaan yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi4.
Masih dalam frame teori-teori ekonomi Smith, John S. Mill berpendapat bahwa dengan
system spesilisasi dan distribusi kerja (division of labor) profesionalisme para pekerja dan
produktifitasnya akan meningkat, yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Sedangkan
David Ricardo dan Malthus berpendapat bahwa dengan semakin bertambahnya penduduk maka
dalam jangka panjang ekonomi akan terjerembab ke dalam resesi ekonomi, dikarenakan
pertumbuhan penduduk melampui pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, maka sesuai
dengan pendapatnya pembangunan ekonomi akan kembali ke level minimal (kemiskinan), dan
Ricardo menambahkan bahwa tingginya produktifitas yang disebabkan oleh penggunaan
tehnologi maju berdampak pada resesi ekonomi, akan tetapi tidak murni disebabkan oleh alih
tehnologi maju5.
b. Madzhab Ekonomi Keynesianisme
Madzhab Keynesianisme ini sangat membantah tentang teori-teori ekonomi Smith
sebagaimana saya jelaskan di atas, dan pemikiran Keyn terfokus pada upaya pemberian solusi
problematika ekonomi klasik dengan teori-teori: kerja, pemberdayaan, system bunga dan
moneter. Dan revolusi Keyn ini kembali berupaya untuk menerapkan kebijakan-kebijakannya
dalam memberikan solusi problematika melemahnya permintaan makro secara empiris dan tetap
focus pada pentingnya intervensi pemerintah secara langsung melalui kebijakan-kebijakan
financial. Yaitu dengan menerapkan kebijakan-kebijakan investasi publik dengan menutup mata
tentang pentingnya kebutuhan investasi pada era sekarang6. Dengan demikian Pemikiran Keyn
adalah atithesa pemikiran Smith dan Mark.
. Prof. Dr. Abdul Hamid El-Ghazali, “Planning For Economic Development”, hal. 31.
. Prof. Dr. Ginanjar Kartasasmita, "Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di
Indonesia", LP3ES, Jakarta, hal. 10.
5
. Prof. Dr. Mustafa Dijaja, "Format Bernegara Menuju Masyarakat Madani”, LAN., Jakarta, hal. 33.
6
. Prof. Dr. Nikmat Abdullathif Masyhur, “Az-Zakah Wal Asar Al-Inmai wa at-Tauzi’I”, Shaleh Kamil, Univ. AlAzhar, hal. 102.
3
4
3
Pada tahun 1936 sebagai tahun lahirnya Madzhab Keynesianisme, yang mengfokuskan
pemikirannya pada analisa ekonomi jangka pendek. Yang mana dunia mengalami depresi
ekonomi secara besar-besaran dan pengangguran pun merajalela. Dalam general theorinya Keyn
berpendapat bahwa krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara barat itu
disebabkan oleh kurangnya investasi dari para investor secara umum. Oleh karena itu, untuk
memberikan solusi atas krisis ini, negara harus melakukan intervensi di dalamnya.
Dalam perkembangan theorinya, Theori Keyn mengakui teori pertumbuhan ekonomi
kontemporer yang mengfokuskan diri pada phisical capital formulation dan human
capital/human invesment. Dampak dari teori Keyn ini dalam perkembangannya melahirkan teori
pertumbuhan yang dianalisis oleh Harrod (1948) dan Domar (1946) yang mengfokuskan
analisanya pada permintaan makro secara empiris dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang. Menurut pendapat keduanya bahwa pertumbuhan ekonomi itu
dipengaruhi oleh dua unsure: Investasi dan Capital Output Rasio7.
Menurut teori ini masyarakat diharuskan memiliki tabungan deposito sebagai sumber
investasi. Dan menurut salah satu penelitian mengatakan bahwa setiap tabungan deposito dan
investasi bertambah maka berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Dan begitu sebaliknya, setiap
rendahnya capital output rasio akan berdampak pada lemahnya pertumbuhan ekonomi8.
Menurut pemikiran Hanson, yang sangat memperhatikan bahaya tekanan inflasi –
khususnya inflasi harga- terhadap kemajuan-kemajuan yang diraih negara-negara maju, yang
akan berdampak pada resesi produksi dalam jangka panjang (secular stagnation), karena tidak
bersesuaian antara harga-harga sumber daya produksi –selanjutnya harga-harga barang produksidengan tingginya produktifitas yang berimbas pada lemahnya struktur ekonomi dalam proses
produksi. Sehingga mengharuskan intervensi negara dalam membatasi inflasi harga dengan cara
menentukan harga secara langsung atau tidak langsung melalui kebijakan-kebijakan financial9.
c. Neo-Klasik
Madzhab ekonomi Neo-Klasik mengfokuskan pemikirannya pada solusi peroblematika
ekonomi jangka pendek. Yang menekankan pentingnya peran redistribusi sumber daya ekonomi
(Optimum allocation of existing resources) untuk menambah kualitas produksi10. Menurut teori
ini kemajuan tehnologi memiliki kontribusi signifikan dalam mendongkrak pertumbuhan
ekonomi, dan unsure tehnologi memiliki pengaruh yang tinggi dalam mempercepat pertumbuhan
ekonomi suatu negara11.
Dalam teori ini kemajuan tehnologi merupakan unsure penting yang dapat dimanfa’atkan
semua negara di dunia ini. Dalam system ekonomi terbuka, semua factor-faktor produksi akan
dapat berpindah secara mudah diantara negara-negara di dunia, dan alat-alat tehnologi ini akan
dapat dimanfa’atkan secara lebih leluasa oleh negara-negara yang membutuhkannya. Dan oleh
karena itu, akan terjadi convergent pertumbuhan ekonomi di semua negara di dunia, hal itu
berarti: kesenjangan ekonomi antar negara akan menipis12.
7
. Riyadi & Deddy Supriyadi Kusumah, ibid. hal. 54.
. Prof. Dr. Ginanjar Kartasasmita, ibid, hal. 11.
9
. Prof. Dr. Abdul Hamid El- Ghazali, "Planning for Economic Development", ibid, hal. 33-34.
10
. Prof. Dr. Abdul Hamid El-Ghazali, ibid. hal. 32.
11
. Riadi & Deddy Supriadi Baratakusumah, ibid, hal. 55
12
. Prof. Dr. Ginanjar Kartasasmita, op. cit. p. 11-12.
8
4
Dalam perkembangan teori pertumbuhan ekonomi ini, pemikiran yang menjelaskan
peranan perdagangan sebagai factor penting selain factor tenaga kerja, modal financial dan
tehnologi. System dagang/perdagangan diakui sebagai factor yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi di negara manapun. Seperti yang dikatakan tokoh ekonomi Neo-Klasik
Nurkse (1953) yang menjelaskan bahwa perdagangan merupakan penggerak pertumbuhan
ekonomi di abad ke –19, bagi negara-negara maju seperti USA, Canada dan Australia. Dalil
empiris yang menguatkan asumsi tersebut adalah terwujudnya kemajuan ekonomi negara-negara
industri baru, yang mana negara-negara ini sangat miskin akan sumber daya alam (SDA),
misalnya: Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura, pertumbuhan ekonomi negaranegara ini didorong oleh tingginya kegiatan perdagangan internasional.
Sebagai kesimpulan bahwa system ekonomi liberalisme adalah kumpulan dari madzhab
ekonomi klasik, keynisan dan neo-klasik yang menelurkan kebijakan-kebijakan ekonomi berupa
liberalisasi pasar, kebijakan pro-pasar, individualisme, kebijakan pro-bunga (system ribawi),
pertumbuhan penduduk sebagai penghambat ekonomi, liberalisasi keuangan, spesialisasi bidang
menuju profesionalisme tenaga kerja, system redistribusi ekonomi yang berbentuk subsidi harga
dan produk sebagai bentuk kebijakan untuk kesejahteraan rakyat, penggunaan tehnologi maju,
teori pertumbuhan ekonomi, intervensi negara dalam pasar sebagai pembuat hokum. Dan sebagai
imbas dari pemberlakuan system liberalisasi ekonomi terbangunnya system kesenjangan
ekonomi masyarakat yang sangat lebar, system korupsi, system monopoli dan keserakahan yang
berakhir pada krisis ekonomi, pengangguran merajalela dan berujung pada sunami social.
C. Neo-Liberalisme
Neo-Liberalisme adalah bentuk baru dari madzhab ekonomi pasar liberal. Yang mana
system ini sebagai sebuah upaya untuk mengoreksi kelemahan yang terdapat dalam liberalisme.
Sebagaimana diketahui, dalam paham ekonomi pasar liberal yang telah saya jelaskan di atas,
pasar diyakini memiliki kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri. Karena pasar dapat
mengurus dirinya sendiri, maka campur tangan negara dalam mengurus perekonomian tidak
diperlukan sama sekali. Tetapi setelah perekonomian dunia terjerumus ke dalam depresi besar
pada tahun 1929, kepercayaan terhadap paham ekonomi pasar liberal merosot secara drastis.
Pasar ternyata tidak hanya tidak mampu mengurus dirinya sendiri, tetapi dapat menjadi sumber
malapetaka bagi kemanusiaan. Depresi besar 1929 tidak hanya ditandai oleh terjadinya
kebangkrutan dan pengangguran massal, tetapi bermuara pada terjadinya Perang Dunia II.
Menyadari kelemahan ekonomi pasar liberal tersebut, pada September 1932, sejumlah
ekonom Jerman yang dimotori oleh Rustow dan Eucken mengusulkan dilakukannya perbaikan
terhadap paham ekonomi pasar, yaitu dengan memperkuat peranan negara sebagai pembuat
peraturan. Dalam perkembangannya, gagasan Rostow dan Eucken diboyong ke Chicago dan
dikembangkan lebih lanjut oleh Ropke dan Simon13.
Sudah menjadi maklum bahwa untuk mengegolkan system ekonomi neo-liberal, maka
dibutuhkan pengemasan paket kebijakan ini dalam bentuk paket kebijakan ekonomi
ordoliberalisme, inti kebijakan ekonomi pasar neoliberal adalah sebagai berikut: (1) tujuan utama
ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebassempurna di pasar; (2) kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui dan (3)
pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar
yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-undang (Giersch, 1961). Tetapi dalam
13
. Revrisond Baswir, “Neo-Liberalisme; Teori dan Konsep”, Pusat Study Ekonomi Kerakyatan UGM, 20 Mei
2009.
5
konferensi moneter dan keuangan internasional yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) di Bretton Woods, Amerika Serikat (AS) pada 1944, yang diselenggarakan untuk
mencari solusi terhadap kerentanan perekonomian dunia, konsep yang ditawarkan oleh para
ekonom neoliberal tersebut tersisih oleh konsep negara kesejahteraan yang digagas oleh John
Maynard Keynes, yang selanjutnya disebut madzhab ekonomi Keynisianisme.
Sebagaimana diketahui, dalam konsep negara kesejahteraan atau keynesianisme, peranan
negara dalam perekonomian tidak dibatasi hanya sebagai pembuat peraturan, tetapi diperluas
sehingga meliputi pula kewenangan untuk melakukan intervensi fiskal dan moneter, khususnya
untuk menggerakkan sektor riil, menciptakan lapangan kerja dan menjamin stabilitas moneter.
Terkait dengan penciptaan lapangan kerja, Keynes bahkan dengan tegas mengatakan: ”Selama
masih ada pengangguran, selama itu pula campur tangan negara dalam perekonomian tetap
dibenarkan.”.
Akan tetapi madzhab keynesianisme tidak bertahan lama. Pada awal 1970-an, menyusul
terpilihnya Reagen sebagai presiden AS dan Tatcher sebagai Perdana Menteri Inggris,
neoliberalisme secara mengejutkan menemukan momentum untuk diterapkan secara luas. Di
Amerika hal itu ditandai dengan dilakukannya pengurangan subsidi kesehatan secara besarbesaran, sedang di Inggris ditandai dengan dilakukannya privatisasi BUMN secara massal.
Maka pada tahun 1980-an, madzhab ekonomi Neo-Leberalisme menemukan
momentumnya dengan mengaplikasikannya di negara-negara sedang berkembang. Menyusul
terjadinya krisis moneter secara luas di negara-negara Amerika Latin. Departemen Keuangan AS
bekerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF), merumuskan sebuah paket kebijakan
ekonomi neoliberal yang dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington. Inti paket
kebijakan Konsensus Washington yang menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF
tersebut adalah sebagai berikut: (1) pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk kebijakan
penghapusan subsidi; (2) liberalisasi sektor keuangan; (3) liberalisasi perdagangan; dan (4)
pelaksanaan privatisasi BUMN.
Bila kita melihat perputaran kegiatan ekonomi di Indonesia, pelaksanaan agenda-agenda
ekonomi neoliberal secara masif berlangsung setelah perekonomian Indonesia dilanda krisis
moneter pada 1997/1998 lalu. Secara terinci hal itu dapat disimak dalam berbagai nota
kesepahaman yang ditandatatangani pemerintah bersama IMF. Setelah berakhirnya keterlibatan
langsung IMF pada 2006 lalu, pelaksanaan agenda-agenda tersebut selanjutnya dikawal oleh
Bank Dunia, ADB dan USAID. Walaupun menurut ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan
penerapan system ekonomi neo-liberal yang purely sangat sulit ditemukan, semuanya serba
dibatasi UU oleh negara dan negara juga sangat melindungi masyarakat dengan menerapkan
kebijakan yang membantu masyarakat miskin14. Terutama dalam era Presiden SBY program
ekonomi kerakyatan sudah mulai digulirkan yang dikenal dengan istilah triple track strategy;
pro-job, pro poor dan pro-growth15, yang dijabarkan dalam bentuk tiga program; KUR, PNPM,
BLT. Akan tetapi secara makro program neo-libralisme masih kental dilakukan oleh pemerintah
walaupun secara bertahap masuk dalam ekonomi yang pro-rakyat lewat program-programnya.
Intinya mesin neo-liberalisme masih berputar dalam system perputaran ekonomi Indonesia yang
dikomparasikan dengan program pro-rakyat.
Kesimpulan, sebagai bentuk baru liberalisme adalah neo-liberalisme pada dasarnya tetap
sangat memuliakan mekanisme pasar. Campur tangan negara, walau pun diakui diperlukan,
harus dibatasi sebagai pembuat peraturan dan sebagai pengaman bekerjanya mekanisme pasar.
14
15
. www.detik.com, “Ekonomi Neo-Liberal; Masih Adakah?”, tanggal: 14/5/2009.
. www. presidenri.go.id, “Triple Track Strategy”, tanggal: 21/12/2006.
6
Sebagai bentuk baru dalam madzhab neo-liberalisme ini menelurkan kebijakan-kebijakan:
kebijakan pro pasar, negara mencampuri pasar dalam pembuatan UU., persaingan bebas,
pengakuan kepemilikan individu, kebijakan anggaran ketat termasuk penghapusan system
subsidi, penentuan harga pasar oleh pemerintah, liberalisasi sector keuangan, liberalisasi
perdagangan dan privatisasi BUMN.
Desain pembangunan ekonomi di Indonesai sampai sekarang masih menggunakan
madzhab ekonomi liberal dan neo liberal, Karena ilmu ekonomi yang diajarkan pada hampir
semua fakultas ekonomi di Indonesia dibangun di atas kerangka kapitalisme, maka
sesungguhnya sulit dielakkan bila 99,9 persen ekonom Indonesia memiliki kecenderungan untuk
menjadi penganut neoliberalisme.
D. Kesimpulan
Ekonomi Liberal maupun Neo-Liberal masing-masing memiliki plus dan minus, akan
tetapi minusnya lebih banyak dari pada plusnya, maka lebih baik ditinggalkan dan ditiadakan
dalam perputaran ekonomi nasional. Seperti halnya pengharaman khomer dalam Al-Qur’an
sebagaimana QS. Al-Baqarah; 219, yang mana manfa’atnya lebih kecil dari pada madharatnya,
maka Islam mengharamkan meminumnya. Oleh karena itu, ekonomi yang tepat sebagai
pengganti neo-liberalisme adalah ekonomi yang bervisi pro-rakyat (ekonomi kerakyatan) yaitu
ekonomi keadilan sosial.
Ekonomi kerakyatan adalah ekonomi yang berpihak kepada rakyat, tentunya system
ekonomi tidak lain adalah desain dari ekonomi syariah atau ekonomi Islam. Tidak mungkin kita
menghendaki ekonomi kerakyatan yang berpaham PKI walaupun PKI sangat pro rakyat, akan
tetapi tidak bisa menjadikan adil baik dari sisi kemanusiaan dan ketuhanan. Oleh karenanya
ekonomi kerakyatan adalah desain dari ekonomi Islam yang berbaju ekonomi berkeadilan social.
Maka kesimpulan yang dapat kita ambil dalam pembahasan di atas dengan menelurkan teoriteori kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
- Agama sebagai factor terpenting dalam pembangunan ekonomi yang termanifestasikan
dalam ahlak berekonomi dan berbisnis, sehingga pasar akan berlaku jujur, disiplin, tepat
waktu, menepati janji, tidak serakah, tidak ada monopoli, tidak ada korupsi dan tidak ada
penipuan, serta perdagangan dilakukan dalam barang dan jasa yang halal dan tayyib,
tidak ada perdagangan khomer/miras, tidak ada perdagangan manusia (human traffic
smuggling), PSK, perdagangan anak, perdagangan babi/anjing untuk konsumsi (agar
tidak terjadi virus babi) dan lain sebagainya.
- Kebijakan-kebijakan ekonomi berupa liberalisasi pasar, kebijakan pro-pasar. Sangat tidak
tepat walaupun institusi pasar adalah tempat terpenting menuai rizki, akan tetapi harus
ada UU negara yang mengatur pasar sehingga pasar bisa berjalan dengan adil seperti
adanya UU yang mengatur tentang persaingan usaha. Maka fungsi negara tidak hanya
membuat UU untuk mengatur pasar, akan tetapi berfungsi sebagai pengawas pasar. Pasar
dikatakan adil apabila ditandai dengan tidak adanya monopoli; baik monopoli modal,
monopoli barang ataupun monopoli peluang, maka dibutuhkan distribusi kerja dan
kesempatan. Dalam kaitan ini, system mall, alfamart, harus diatur jangan sampai bersaing
dengan PKL ataupun perusahaan besar diatur agar tidak menindas usaha kecil atau
menengah. Maka PKL/Usaha dagang kecil harus dibuatkan tempat tersendiri yang layak
dengan system bagi hasil atau sewa oleh pemerintah sehingga menjadi teratur. Dalam
kondisi terpaksa negara dapat mematok harga kebutuhan primer, sehingga harga
kebutuhan primer dapat terjangkau oleh masyarakat.
7
-
-
-
-
-
-
-
Kebijakan kapitalisme berfaham individualisme sangat tidak sesuai dengan kultur bangsa
Indonesia, ketuhanan dan kemanusiaan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD
1945, sebagai gantinya adalah system koperasi dan takaful social. Karena kesejahteraan
ekonomi itu untuk dinikmati semua lapisan rakyat tidak untuk segelintir orang.
Kebijakan pro-bunga (system ribawi), sangat menyengsarakan bagi kreditor (nasabah
peminjam modal yang mayoritas adalah rakyat kecil/UMKM), termasuk system SBI,
SUN dan ORI. Sebagai gantinya adalah system bagi hasil kerugian dan keuntungan,
sukuk syariah dan semua aseet modal ekonomi diberdayakan/diinvestasikan dalam
bentuk bagi hasil dan keuntungan
Pertumbuhan penduduk sebagai penghambat ekonomi, itu menjadi benar apabila
mayoritas penduduknya menjadi konsumtif. Akan tetapi hal itu menjadi tidak relevan,
jika pertumbuhan penduduk berubah menjadi asset yang produktif. Maka yang tepat
adalah menyeimbangkan kuantitas dan kualitas pertumbuhan penduduk dengan
pertumbuhan ekonomi.
Spesialisasi bidang menuju profesionalisme tenaga kerja, penggunaan tehnologi maju,
teori pertumbuhan ekonomi, adalah sisi positif dari teori ekonomi klasik dan neo-klasik.
Akan tetapi kerja sama dan kesejahteraan rakyat adalah inti dari kebijakan di atas.
Kebijakan per-TKI-an adalah produk dari teori liberalisme dan neo-liberalisme dalam
bidang division of labor dalam bingkai open economy/liberalisasi ekonomi. Maka sudah
menjadi urgent sekali untuk menutup usaha per-TKI-an khususnya adalah TKW, karena
pada praktekknya adalah system perbudakan/human traffic smuggling. Kecuali Tenaga
Kerja Indonesia professional yang dibutuhkan negara setempat untuk lapangan kerja yang
terhormat.
Privatisasi BUMN adalah model kebijakan neo-klasik, dengan catatan bahwa privatisasi
BUMN dapat diaplikasikan kecuali dalam perusahaan-perusahaan primer yang mencakup
hajat hidup orang banyak dan tidak dengan niat menjual asset negara dengan dalih untuk
menutupi defisit APBN.
Sistem subsidi adalah manifestasi dari system redistribusi system ekonomi liberal yang
memberikan subsidi terhadap harga dan produk walaupun dalam system neo-liberal
menghapuskannya tetapi tidak memberikan alternatifnya, sehingga ekonomi yang
bernuansa membantu kesejahteraan rakyat seakan hilang, secara otomatis system neoliberalisme tidak berpihak kepada rakyat. Walaupun bila system distribusi tidak
dihilangkan dalam pemikiran ekonomi Islam memandang hal itu tidak tepat sasaran
karena semua rakyat baik yang kaya dan yang miskin menikmati semua, sehingga tujuan
dari subsidi adalah membantu masyarakat miskin tidak tepat pada tujuannya. Maka
sebagai penggantinya adalah subsidi income pendapatan, baik melalui pemberdayaan
zakat, wakaf atapun mengalokasikan dana pajak, yaitu: negara dengan memberikan
fasilitasi kenaikan gaji yang sesuai dengan tenaga yang dicurahkan, kebutuhan primer
dan kelayakan hidup, yang biasa disebut dengan system gaji convergent/gaji adil. Di sisi
lain, pemerintah juga memfasilitasi bagi masyarakat yang ingin berwirausaha dengan
menyediakan program kerakyatan semisal KUR Syariah, BLT, PNPM Syariah dan gaji
jaminan hidup bagi usia non-produktif (bagi bayi yang baru melahirkan dan manusia
berusia senja/jompo). Wallahu A’lam Bis-Shawab.
8
Daftar Pustaka:
- Dijaja, Prof. Dr. Mustafa, "Format Bernegara Menuju Masyarakat Madani”, LAN, Jakarta.
- Kartasasmita, Prof. Dr. Ginanjar, "Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan
Praktiknya di Indonesia LP3ES, Jakarta.
- Mubyarto, Prof. Dr., “Ekonomi Pancasila”, BPFE-Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, Tahun 2002.
- Rachbini, Prof. Dr. Didik J.,"Ekonomi Politik; Kebijakan dan Strategi Pembangunan", Granit,
Jakarta, Tahun 2004.
- Ramli, Rizal, dkk., “Liberalisasi Ekonomi dan Politik di Indonesia”, Pusat Pengembangan
Manajemen (PPM) FE-UII & PT. Tiara Wacana Yogyakarta, Tahun 1997.
- Riadi & Kusumah, Deddy Supriadi Barata, "Perencanaan Pemabangunan Daerah", Pt.
Gramedia, Jakarta, Tahun 2005.
- Masyhur, Prof. Dr. Nikmat Abdullathif, “Az-Zakah; Al-Asar al-Inma’iy wa at-Tauzi’I”, -Diktat
program master ekonomi Islam American Open University (AOU), Washington, office Kairo-,
Pusat Riset Ekonomi Islam, Univ. Al-Azhar, Kairo
- El- Ghazali, Prof. Dr. Abdul Hamid, "Planning for Economic Development", Kairo.
- Baswir, Revrison, “Neo-Liberalisme; Teori dan Konsep”, Pustek, UGM.
- www. detik.com, “Ekonomi Neo-Liberal; Masih Adakah?”, tanggal: 14/5/2009.
- www. presidenri.go.id, “Triple Track Strategy”, tanggal: 21/12/2006.
9
Download