PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP BIOSEKURITAS DALAM FASILITAS BUDIDAYA UDANG WINDU ( Oleh : Akbar Tahir, Guru Besar pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar – Indonesia, e-mail: [email protected] ) Pengantar Budidaya perairan (termasuk budidaya udang windu) merupakan industri yang sangat pesat perkembangannya, dengan laju pertumbuhan global sekitar 11% pertahun dalam satu dekade lalu (Bioform-LLC Technical Bulletin, Oklahoma-USA, 2008). Kematian komoditas budidaya akibat serangan penyakit, merupakan penyebab utama kerugian yang diderita para pelaku pembudidaya. Tingkat kepadatan tebar yang tinggi pada budidaya udang intensif menyebabkan peluang individu udang untuk bersentuhan langsung dengan patogen penyebab penyakit menjadi semakin besar. Oleh karena itu, tindakan-tindakan untuk memberikan perlindungan pada kesehatan udang menjadi sangat penting. Biosekuritas adalah upaya perlindungan terhadap organisme, dengan menghilangkan patogen dan faktor-faktor lainnya yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, di dalam budidaya perairan (akuakultur) biosekuritas adalah tindakan perlindungan bagi organisme budidaya dari ancaman agen-agen penginfeksi penyebab penyakit (virus, bakteri, jamur, dan parasit). Dalam mendisain suatu program biosekuritas yang efektif, dibutuhkan pemahaman yang baik dalam aspek-aspek : teknik pengoperasian akuakultur, prinsip umum tentang cara-cara penyebaran penyakit, serta pengetahuan biologi organisme yang dibudidayakan. Selain itu, menjadi suatu keharusan untuk menerapkan strategi pembangunan lingkungan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan manusia sekarang, tanpa merugikan kebutuhan generasi berikutnya. Tulisan ini saya harapkan dapat memberikan pencerahan bagi para pihak yang terkait, terutama dalam upaya mengembalikan kejayaan Sulawesi Selatan sebagai salah satu sentra produksi udang di negara kita, Indonesia. Semoga bermanfaat. Biosekuritas dalam Budidaya Udang Biosekuritas mencakup aspek yang sangat luas, mulai dari skop wilayah global, nasional, lingkungan perairan, fasilitas budidaya, tambak, bak penampungan hingga pada tingkatan organisme yang dibudidayakan. Pada tingkatan budidaya udang, biosekuritas dimaksudkan sebagai upaya untuk menghasilkan udang yang sehat dalam suatu lingkungan terkontrol dengan tindakan-tindakan pencegahan terhadap masuknya organisme-organisme penginfeksi dalam sistem budidaya. Jadi tujuan utama dari biosekuritas dalam suatu sistem budidaya udang adalah mencegah, menghilangkan atau mengendalikan penyakit-penyakit infeksi dari fasiltas budidaya. Terdapat beberapa sumber potensial bagi masuknya agen penginfeksi ke dalam suatu fasilitas akuakultur, termasuk diantaranya : stok baru (post-larva, juvenil atau induk), fasilitas yang terkontaminasi, air atau pakan yang terkontaminasi, hewan peliharaan atau manusia yang terkontaminasi, hingga carrier yang masuk ke dalam fasilitas. Oleh karena itu, untuk suatu program biosekuritas yang baik dalam suatu fasilitas akuakultur harus mencakup upaya-upaya : pencegahan penyakit, pemantauan penyakit secara berkala, penanganan terhadap timbulnya serangan penyakit, membersihkan dan melakukan disinfeksi seluruh fasilitas budidaya secara rutin diantara siklus-siklus budidaya, serta tindakan-tindakan pencegahan umum lainnya. Biosekuritas untuk Pencegahan Penyakit Pencegahan penyakit mencakup seluruh teknik/metode yang digunakan untuk mencegah masuknya seluruh jenis atau potensi patogen ke dalam fasilitas akuakultur. Salah satu cara utama untuk menghindari masuknya patogen ke dalam fasilitas akuakultur adalah dengan menggunakan benih bersertifikasi bebas patogen tertentu (specific pathogen free/SPF)atau seringkali juga dinamakan specific pathogen resistant (SPR). Sayangnya, hanya beberapa jenis udang yang diproduksi dengan cara seperti ini, dan penggunaaan SPF/SPR-pun belum sepenuhnya menjamin bebasnya sistem akuakultur dari patogen, namun setidaknya mengurangi resiko serangan jenis patogen tertentu. Produksi benih udang yang dilakukan dalam skala rumah tangga (back-yard hatcheries) adalah hal tersulit dalam menjamin bebas tidaknya benur dari patogen tertentu seperti WSSV, misalnya. Cara lain untuk menghindari masuknya patogen ke dalam fasilitas akuakultur adalah penerapan tindakan karantina terhadap stok organisme baru (terutama induk) ke dalam fasilitas akuakultur. Induk yang baru tiba harus dikarantina untuk kepentingan observasi gejala-gejala klinis dari patogen tertentu. Biasanya, tindakan karantina ini dilakukan hingga 45 hari untuk benar-benar menjamin tidak terdapat potensi patogen yang masuk ke dalam fasilitas budidaya. Dalam periode karantina dilakukan uji diagnostik terhadap beberapa jenis patogen dan tindakan karantina berupa perlakuan/ pengobatan terhadap gejala penyakit yang terdeteksi. Selain tindakan para organisme/komoditas budidaya, sumber air juga merupakan masalah utama yang harus dicermati dalam program biosekuritas. Penerapan teknikteknik filtrasi menggunakan ultra violet, ozonisasi, pemberian perlakuan bahan kimia disiinfektan ataupun pemberian perlakuan biologis/probiotik, merupakan pilihanpilihan yang dapat dilakukan untuk membebaskan sistem budidaya dari potensi patogen. Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam mengikis potensi invasi patogen adalah penerapan teknik pengelolaan optimal yang mencakup aspek-aspek: padat tebar, nutrisi, genetik sangat penting bagi spesies yang dibudidaya untuk berkembang dengan tingkat kesehatan dan sistem kekebalan tubuh yang optimal. Praktik Budidaya yang Baik (Good Aquaculture Practice/GAP) Produk-produk budidaya, terutama yang ditujukan bagi pasar ekspor, akan disortir dan dinilai terhadap kandungan produk akan bahan-bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia, residu antibiotik dan bakteri/atau bagianbagiannya. Oleh karena itu, negara-negara pengekspor disyaratkan untuk menerapkan prinsip-prinsip ecolabelling, kandungan bahan-bahan kimia nihil atau di bawah nilai ambang batas pada negara-negara pengimpor, tidak mengandung aspek-aspek yang terkait dengan bioterorisme, jaminan keamanan produk, telah melalui proses penelaahan terhadap resiko yang mungkin ditimbulkan oleh produk, dsbnya. Hal ini yang kemudian mendorong pengembangan praktik budidaya yang baik (GAP) yang ditekankan pada tahapan awal budidaya (pra-panen) yaitu upaya meningkatkan produksi, jaminan terhadap amannya produk sebagai bahan makanan, dan aspek yang terkait dengan kelestarian lingkungan. Titik fokus GAP diletakkan pada praktik budidaya seperti: persiapan lahan budidaya, disinfeksi air media budidaya, aerasi, suhu, pH, alkalinitas, salinitas, pakan, reduksi lumpur pada sedimen, meminimalisasi pergantian air, pengurangan senyawa nitrogen, penggunaan probiotik dstnya. Pengendalian Resiko Bahaya pada Akuakultur (HACCP) Berdasar pada peningkatan harapan dan antusiasme pada budidaya udang di negaranegara penghasil udang seperti Indonesia, diyakini bahwa penerapan GAP tidak akan mencukupi sejalan dengan diterapkannya prinsip-prinsip Pengendalian Resiko Bahaya pada budidaya udang (HACCP : hazard analysis on critical control point). Penerapan pendekatan terpadu ini terutama ditujukan pada aspek keamanan produk udang sebagai bahan makanan manusia. Selain itu, HACCP juga akan sangat bermanfaat dalam hal keamanan proses budidaya, menguntungkan dan menjamin keberkelanjutan usaha budidaya udang windu. Dengan implementasi program HACCP, pengendalian terhadap poin-poin kritis dalam sistem budidaya diterapkan dan tindakan-tindakan perbaikan (koreksi) juga diambil sebelum seluruhnya berkembang menjadi hal yang membahayakan proses budidaya (pra dan pasca panen). Penerapan screening terhadap kemungkinan potensi berkembangnya patogen, misalnya dengan penggunaan PCR, secara berkala adalah perwujudan pengelolaan timbulnya penyakit bakterial atau viral mematikan yang dapat mengancam keberhasilan usaha budidaya. Penggunaan Mikroba Probiotik dalam Budidaya Udang Peran penting mikroba dalam sistem budidaya udang telah sejak lama ditengarai oleh para ahli. Beberapa aspek positif dari keberadaan mikroba dalam tambak udang antara lain: potensi penyedia nutrien bagi udang yang secara signifikan akan mereduksi biaya pakan, demikian juga dengan peran mikroba dalam menjaga keseimbangan kondisi lingkungan budidaya. Namun disisi lain, mikroba dapat menyebabkan kerugian besar pada sistem budidaya jika mereka adalah patogen. Beberapa studi terbaru secara jelas membuktikan bahwa penggunaan mikroba sebagai probiotik dalam sistem budidaya udang dapat menstabilkan dan mengontrol populasi mikroorganisme, menstabilkan parameter kualitas air dalam sistem budidaya, menghilangkan stressor bagi udang seperti NH3, NO2, NO3 dsbnya, mencegah infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri Vibrio dan/atau bakteri patogen lainnya. Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis mikroorganisme tertentu seperti ragi (yeast) seperti Saccharomyces cerevisiae, Candida utilis dan Kluyveromyces marxianus atau produkproduk turunannya memberikan manfaat bagi budidaya udang, misalnya dalam hal meningkatkan nafsu makan, mendukung pertumbuhan melalui produksi vitamin, mineral dan asam nukleat, serta menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme usus udang (gut flora). Lebih lanjut, sifat immunostimulasi dari dinding sel ragi (-glucan dan mannan) mampu mendorong peningkatan respon sistem kekebalan non-spesifik jangka pendek udang yang sangat bermakna dalam lingkungan yang dipenuhi oleh patogen seperti bakteri dan virus yang sewaktu-waktu dapat mengancam kesehatan udang. Selain itu, sel ragi hidup dapat berfungsi sebagai probiotik karena melekat dan mengkolonisasi mukus pada usus udang yang terbukti mampu menghalau patogen keluar dari sistem hepatopankreas udang, menghasilkan nutrien-nutrien penting seperti vitamin, mineral dan polyamino yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan udang. Akhirnya, upaya-upaya keamanan secara umum perlu dibakukan pada setiap fasilitas budidaya udang khususnya dalam konteks pemberian dukungan bagi kegiatan-kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit. Standar prosedur operasi (SOP) harus diterapkan terutama dalam aturan-aturan biosekuritas dan pemantauan penyakit. SOP ini harus mencakup desain fasilitas budidaya, prosedur disinfeksi fasilitas dan personel, rencana pengolahan limbah, petunjuk pengendalian penyakit, prosedur budidaya umum yang harus diketahui oleh seluruh staf dan tamu yang berkunjung. Pembakuan pola pencatatan teratur terhadap seluruh informasi yang mencakup: status kesehatan, pertambahan berat, konsumsi pakan, program vaksinasi atau perlakuan penanganan penyakit yang pernah dilakukan, serta perawatan fasilitas budidaya akan menjadi faktor utama yang mendukung keberhasilan program biosekuritas dalam budidaya udang windu.