BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Berikut definisi menurut para ahli : 1. Menurut Mathis (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan pengunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Dalam sebuah lingkungan di mana angkatan kerja terus berubah, hukum berubah, dan kebutuhan-kebutuhan dari pemberi kerja juga berubah, manajemen SDM harus terus berubah dan berkembang. Hal ini sangat benar ketika manajemen beroperasi secara global. 2. Menurut Mathis (2006:7), Manajemen Sumber Daya Manusia dalam budaya, perekonomian, dan sistem-sistem hukum yang berbeda menghadirkan beberapa tantangan. Bagaimanapun juga, ketika dilaksanakan dengan baik, manajemen SDM global mendatangkan dividen (keuntungan saham). Faktor-faktor yang mempengaruhi Manajemen SDM Global ialah hukum, politik, ekonomi, dan budaya. 3. Menurut Yani (2012:1), mendefinisikan Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai berikut: “Manajemen Sumber Daya Manusia dapat diaritkan sebagai ilmu mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan organisasi atau perusahaan.” 4. Menurut Robbins & Coulter (2009), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah mengenai penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing. 5. Menurut Danang Sunyoto (2012:3) yang mengacu pada pandangan Edwin B. manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pengawasan pengorganisasian, kegiatan-kegiatan 9 pengarahan, pengadaan, dan pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat. Dari uraian teori diatas, dapat di simpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pengaturan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi yang berguna untuk tercapainya sebuah tujuan perusahaan. 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Veithzal Rivai (2009:1), Manajemen SDM merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia (SDM) dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya manusia. Istilah manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya me-manage (mengelola) sumber daya manusia. Menurut Armstrong (2009:4), praktek manajemen sumber daya manusia berkaitan dengan semua aspek tentang bagaimana orang bekerja dan dikelola dalam organisasi. Ini mencakup kegiatan seperti strategi SDM, manajemen SDM, tanggung jawab sosial perusahaan, manajemen pengetahuan, pengembangan organisasi, sumber-sumber SDM (perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, dan manajemen bakat), manajemen kinerja, pembelajaran dan pengembangan, manajemen imbalan, hubungan karyawan, kesejahteraan karyawan, kesehatan dan keselamatan, serta penyediaan jasa karyawan. Dari definisi yang telah disebutkan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sumber daya manusia merupakan ilmu, seni dan proses dalam aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemberhentian karyawan, dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan. 2.1.3 Sistem Perencanaan Sumber Daya Manusia Menurut Veithzal Rivai (2011:15) sistem perencanaan SDM meliputi prakiraan atau kebutuhan dan penawaran atau penyediaan SDM. Estimasi permintaan SDM dibagi menjadi dua yaitu : • Estimasi Suplai Internal Melakukan penghitungan karyawan yang ada, serta mengaudit untuk mengevaluasi kemampuan – kemampuan karyawan. Infor masi yang di dapatkan digunakan untuk menugaskan pada karyawan tertentu untuk mengisi lowongan pekerjaan di waktu tertentu • Estimasi Suplai Ekstenal Kebutuhan SDM yang harus dipenuhi dari sumber eksternal dapat diperoleh dengan menganalisis pasar tenaga kerja, serta memperhatikan trend demografis dan sikap masyarakat terhadap perusahaan. 2.2 Pelatihan atau Training 2.2.1 Pengertian Pelatihan atau Training. Menurut Rivai (2009,p.212) pelatihan adalah proses secara sistematis dalam mengubah tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan karyawan untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu karyawan untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaanya. Menurut Hanggraeni (2012,p.97) pelatihan dan pengembangan merupakan dua terminologi yang berbeda tetapi sering kali dianggap sebagai hal yang sama. Pelatihan (training) adalah pendidikan yang membantu pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya saat ini, sedangkan pengembangan (development) adalah pendidikan yang membantu pekerja untuk bisa melaksanakan pekerjaan yang akan diembannya kelak. Dari pengertian ini dapat terlihat perbedaan pelatihan dan pengembangan adalah terletak pada rentan waktu (time horizon). Pelatihan fokus pekerjaan yang dilakukan saat ini (now), sedangkan pengembangan fokus pada pekerjaan yang akan diembannya kelak (future). Menurut Bangun (2012:202) pelatihan adalah suatu proses memperbaiki keterampilan kerja karyawan untuk membantu pencapaian tujuan perusahaan. Pada awalnya, pelatihan karyawan hanya diperuntukkan kepada tenaga-tenaga operasional, agar memiliki keterampilan secara teknis. Tetapi, kini pelatihan diberikan kepada setiap karyawan dalam perusahaan termasuk karyawan administrasi maupun tenaga manajerial. Manajemen kini bersamasama dengan para karyawan untuk mengidentifikasi tujuan dan sasaran strategis dalam mencapai tujuan perusahaan. Para manajer perusahaan telah menyadari betapa pentingnya pelatihan untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja. Berdasarkan definisi di atas tujuan perusahaan secara ringkas adalah untuk meningkatkan atau mengembangkan kinerja karyawannya. Pelatihan dan pengembangan sering kita dengar dalam dunia kerja di perusahaan, organisasi, lembaga. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pelatihan dan pengembangan sangat penting bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih menguasai dan lebih baik terhadap pekerjaan mereka sekarang atau pekerjaan mereka di suatu hari.Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu proses dalam pengembagan organisasi maupun masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumber daya manusia, yang didalamnya terjadi proses perencanaan, penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya, perusahaan melakukan upaya yang terencana untuk membantu dan memfasilitasi karyawan dalam pembelajaran kompetensi mereka yang meliputi pengetahuan, keterampilan, kemampuan atau perilaku yang sangan penting untuk kinerja mereka secara individual maupun organisasional. Fokus utama pada pelatihan dan pengembangan dalam perusahaan adalah mengembangkan tenaga kerja yang unggul sehingga perusahaan dan karyawan secara bersama-sama dapat melaksanakan pekerjaannya dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan mereka. Pelatihan membawa dampak begitu positif bagi perusahaan. Membuat perusahaan semakin berkembang dan tidak ketinggalan zaman di banding dengan perusahaan lain. Kemudian pelatihan harus melibatkan lebih dari sekedar pengembangan keterampilan dasar. yaitu, menggunakan pelatihan untuk mendapatkan keuntungan kompetitif, pelatihan harus dipandang secara luas sebagai cara untuk menciptakan modal intelektual. Modal intelektual mencakup seperti keterampilan dasar (keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan seseorang) 2.2.2 Tujuan Pelatihan Karyawan Menurut Veithzal Rivai (2005:231) Program pelatihan karyawan dapat membantu karyawan untuk memperbaiki berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan agar menjalankan pekerjaanya dengan baik yang secara langsung akan mempengaruhi bisnis perusahaan/organisasi tersebut. Manfaat pelatihan adalah sebagai berikut: 1. Manfaat untuk karyawan a. Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang efektif; b. Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan, pencapaian, prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab dan kemajuan dapat diinternalisasi dan dilaksanakan; c. Membantu dan mendorong mencapai pengembang diri dan rasa percaya diri; d. Membantu karyawan mengatasi stress, tekanan kerja, frustasi dan konflik; e. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan; f. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap; g. Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi sementara meningkatkan keterampilan interaksi. 2. Manfaat untuk perusahaan a. Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih positif terhadap orientasi profit; b. Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan; c. Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan; d. Membantu untuk menciptakan image perusahaan yang lebih baik; e. Membantu mengembangkan perusahaan; f. Meningkatkan hubungan antara atasan dan bawahan; g. Membantu pengembangan promosi dari dalam; h. Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang seperti produksi, SDM, dan administrasi; i. Membantu karyawan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. 3. Manfaat dalam hubungan SDM, intra dan antargrup dan pelaksanaan kebijakan a. Meningkatkan komunikasi antargrup dan individual; b. Membantu dalam orientasi karyawan baru dan karyawan transfer atau promosi; c. Meningkatkan keterampilan interpersonal; d. Meningkatkan kualitas moral; e. Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan, dan koordinasi; f. Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik. 2.2.3 Metode Pelatihan Karyawan Metode pelatihan harus sesuai dengan jenis pelatihan yang akan dilaksanakan dan dapat dikembangkan oleh semua perusahaan. Veithzal Rivai (2005:242) membedakan metode pelatihan menjadi dua metode, yaitu: 1. On the job training, yaitu memberikan petunjuk-petunjuk mengenai pekerjaan secara langsung saat bekerja untuk melatih karyawan bagaimana melaksanakan pekerjaan mereka sekarang. Metode ini merupakan metode pelatihan yang sering diterapkan oleh perusahaan. Contohnya adalah instruksi, rotasi, magang. 2. Off the job training, yaitu metode pelatihan yang dilakukan diluar jam kerja. Contohnya adalah ceramah, video, pelatihan vestibule, permainan peran, studi kasus, simulasi, studi mandiri, praktek laboratorium, dan outdoor oriented program. 2.2.4 Dimensi dan Indikator Pelatihan Dimensi dan indikator pelatihan ( Vietzhal Rivai, 2009:226 ) diantaranya : 1. Materi Pelatihan Dengan mengetahui kebutuhan akan pelatihan, sebagai hasil dari langkah pertama dapat ditentukan materi pelatihan yang harus diberikan. Indikatornya adalah : Kelengkapan Materi Pelatihan 2. Metode Pelatihan Sesuai dengan materi pelatihan yang diberikan, maka ditentukanlah metode atau cara penyajian yang paling tepat. Penentuan atau pemilihan metode pelatihan tersebut didasarkan atas materi yang akan disajikan. Indikatornya adalah : Metode Pelatihan yang sesuai. 3. Pelatih (Instruktur) Pelatih harus didasarkan pada keahlian dan kemampuannya untuk mentransformasikannkeahlian tersebut pada peserta latihan. Indikatornya adalah : Kemampuan Instruktur Pelatihan 4. Peserta Pelatihan Agar program pelatihan dapat mencapai sasaran hendaknya para peserta dipilih yang benar-benar “siap dilatih” artinya mereka tenaga kerja yang diikutsertakan dalam pelatihan adalah mereka yang secara mental telah dipersiapkan untuk mengikuti program tersebut. Pada langkah ini harus selalu dijaga agar pelaksanaan kegiatan pelatihan benar-benar mengikuti program yang telah ditetapkan. Indikatornya adalah : Kemampuan Peserta Pelatihan dan Motivasi Peserta Pelatihan 5. Sarana Pelatihan Sarana pendukung evaluasi pelatihan dimaksudkan untuk mengukur kelebihan suatu program, kelengkapan dan kondisi yang merupakan umpan balik untuk meilai atau menghasilkan output yang sesuai. Indikatornya adalah : Kelengkapan Peralatan, Kondisi Lingkungan dan Penyelenggara Pelatihan 2.3 Motivasi 2.3.1 Pengertian Motivasi Menurut Robbins (2008,p.216), mendefinisikan motivasi sebagai keinginan untuk mencapai suatu tujuan kerja dengan mengarahkan segala kemampuan yang dimiliki atau proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seseorang individu untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa; (1) Motivasi kerja merupakan bagian yang penting dalam organisasi yang berfungsi sebagai alat untuk pencapaian tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, (2) Motivasi kerja mengandung dua tujuan utama dalam diri individu yaitu untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan pribadi dan tujuan organisasi, dan (3) Motivasi kerja yang diberikan kepada seseorang hanya efektif manakala di dalam diri seseorang itu memiliki kepercayaan atau keyakinan untuk maju dan berhasil dalam organisasi. (Robbins, 2008,p.222) Pengertian motivasi menurut para ahli : Motivasi menurut Maslow (dalam Robbins dan Coulter, 2009,p357 ), dimana Maslow (dalam Robbins dan Coulter, 2009,p356) mengemukakan motivasi adalah suatu proses dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan untuk menuju tercapainya suatu tujuan. Dimana Maslow menunjukkannya kedalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. Berikut ini merupakan urutan dari teori Maslow adalah : a. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang merupakan tingkat terendah atau disebut sebagai kebutuhan yang paling mendasar (rasa lapar, rasa haus, perlindungan fisik ataupun dalam kebutuhan yang ada secara sehari-hari dan sebagainya). b. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan akan perlindungan dengan (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya). c. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki atau secara sosial yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok (berafiliasi dengan orang lain, diterima, berinteraksi dan memiliki kebutuhan secara bersosial dengan orang lain). d. Kebutuhan akan penghargaan yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan). e. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide dengan memberikan penilaian dan kritik terhadap sesuatu. (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi sehingga kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya). Bila keadaan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman. Motivasi kerja adalah dorongan suatu pekerjaan dengan penuh semangat dan berasal dalam diri manusia itu sendiri (intrinsik) dan dapat pula berasal dari luar diri manusia (ekstrinsik). Noor Sembiring : 2011. Motivasi berhubungan dengan kemampuan seorang pemimpin untuk mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan para bawahannya dalam menentukan efektifitas kepemimpinan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut pendapat Veithzal Rivai (2011:839) menyatakan bahwa motivasi dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu; b) Keahlian dalam mengarahkan pegawai dan perusahaan agar mau bekerja dengan berhasil, sehingga keinginan pegawai dan tujuan perusahaan sekaligus dapat tercapai; c) Sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku, pelajaran motivasi sebenarnya merupakan pelajaran tingkah laku; d) Sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri; e) Sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. 2.3.2 Teori Motivasi Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negatif) dan teori Y (positif). Menurut teori X, empat pengandaian yang dipegang manajer yaitu: a. Karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja. b. Karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab. d. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan di atas semua faktor yang dikaitkan dengan kerja. Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia. Ada empat teori Y, yaitu: a. Karyawan dapat memandang kerja sama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain. b. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran. c. Rata-rata orang akan menerima tanggung jawab. d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif. 2.3.3 Pandangan Tentang Motivasi Terdapat berbagai macam pandangan tentang motivasi, namun sejumlah pandangan yang dianggap paling penting dalam motivasi adalah: 1. Model Tradisional Model tradisional motivasi berhubungan dengan pandangan Frederick Taylor dan aliran manajemen ilmiah.Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana pekerjaan-pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya sistem pengupahan insentif untuk memotivasi pegawai.Lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima penghasilan.Model ini menganggap bahwa pegawai pada dasarnya malas dan hanya dapat dimotivasi dengan penghargaan berwujud uang.Pendekatan ini dalam banyak situasi tergolong efektif.Sejalan dengan meningkatnya efisiensi, pegawai yang dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut manajer mengurangi besarnya upah insentif pemutusan hubungan kerja menjadi biasa dan pegawai akan mencari keamanan/jaminan kerja daripada kenaikan upah kecil dan sementara. 2. Model Hubungan Manusia Banyak praktik manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak memadai.Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusia lainnya menemukan bahwa kontak-kontak sosial pegawai pada pekerjaannya adalah juga penting dan bahwa kebosanan dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan adalah faktorfaktor pengurang motivasi. Mayo dan beberapa pakar pendukungnya juga yakin bahwa manajer dapat memotivasi pegawai melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.Sebagai hasilnya, para pegawai diberi berbagai kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dalam pekerjaannya.Perhatian yang lebih besar diarahkan pada kelompok-kelompok kerja organisasi informal.Lebih banyak informasi disediakan untuk pegawai tentang perhatian manajer dan operasi organisasi. 3. Model SDM Para teoritis seperti Mc. Gregor dan Maslow dan para peneliti seperti Argyris dan Likert melontarkan kritik yang mendalam terhadap model hubungan manusia dan mengemukakan pendekatan yang lebih “Sophisticated” untuk memanfaatkan pegawai. 2.3.4 Indikator Motivasi Kerja Menurut Robbins dalam Susanto dan Anisah (2013) indikator yang digunakan dalam mengukur motivasiadalah : 1. Faktor Intrinsik : berkaitan dengan motivasi yang ada dalam diri sendiri yaitu kemajuan, pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian 2. Faktor Ekstrinsik : motivasi yang diperoleh dari luar yaitu pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan dan kondisi-kondisi kerja. 2.4 Turnover Intention 2.4.1 Pengertian Turnover Intention (Mathis, 2006:125), mengatakan bahwa perputaraan adalah proses dimana karyawan-karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Menurut Mathis dan Jackson (2006, hal 221), mengatakan bahwa turnover adalah suatu proses dimana seorang karyawan meninggalkan suatu organisasi dan harus digantikan. Turnover adalah pemberhentian pegawai yang bersifat permanent dari perusahaan baik yang dilakukan oleh pegawai sendiri secara sukarela maupun yang dilakukan oleh perusahaan Jadi dapat disimpulkan dari definisi diatas bahwa turnover adalah kecenderungan seseorang untuk meninggalkan suatu organisasi atau pekerjaan yang saat ini mereka jalani. Turnover intention juga dapat disebut sebagai peralihan karyawan melintasi batasbatas divisi dari suatu organisasi (Macy & Mirvis dalam Hassan, Akram, dan Naz, 2012). Berbagai penelitian menganggap turnover intention sebagai penyebab utama turnover (Bluedorn 1982; Mobley WH, Horner, dan Hollingsworth 1978; Mobley, Griffith, Tangan, dan Megline, 1979; Steel dan Ovalle, 1984; dalam Hassan, Akram, dan Naz, 2012). Oleh karena itu, para peneliti selalu mencoba untuk mengidentifikasi turnover intention sehingga turnover dalam organisasi dapat dikurangi. Menurut Nayaputera, (2011:39) didefinisikan intensi turnover sebagai suatu keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Kemudian Nayaputera mengemukakan juga menyatakan bahwa sebagian besar karyawan yang meninggalkan organisasi karena alasan sukarela dapat di kategorikan atas perpindahan kerja sukarela yang dapat dihindarkan (avoidable voluntary turnover) dan perpindahan kerja sukarela yang tidak dapat dihindarkan (unavoidable voluntary turnover). Avoidable voluntary turnover dapat disebabkan karena alasan berupa gaji, kondisi kerja, atasan atau ada organisasi lain yang di rasakan lebih baik sedangkan unvoidablevoluntary turnover dapat disebabkan karena perubahan jalur karir, faktor keluarga, dan faktor kebutuhan diri. Perputaraan karyawan yang tinggi mengakibatkan bengkaknya biaya perekrutmen, seleksi, dan pelatihan. Sementara itu keinginan berpindah (Turnover Intention) yang berujung pada keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Meningkatnya tinggi turnover pada perusahaan karyawan akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya, baik itu biaya pelatihan yang sudah di investasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti di korbankan, maupun biaya rekruitmen dan pelatihan kembali. . 2.4.2 Dampak Turnover intention Semakin besar turnover rate yang terjadi dalam perusahaan, maka semakin besar puladampak kerugian yang harus ditanggung perusahaan.Kerugian tersebut mencakup biaya-biaya seperti (Mathis dan Jackson, 2006, hal 138) : a. Biaya Perekrutan Biaya perekrutan meliputi beban perekrutan dan iklan, biaya pencarian, waktu dan gaji pewawancara dan staf SDM, biaya penyerahan karyawan, biaya relokasi dan pemindahan, waktu dan gaji supervisor dan manajerial, biaya pengujian perekrutan, waktu pemeriksaan referensi, dan sebagainya. b. Biaya Pelatihan Biaya training meliputi waktu orientasi yang dibayar, waktu dan gaji staf pelatihan, biaya materi pelatihan, waktu dan gaji para supervisor dan manajer, dan sebagainya. c. Biaya Produktivitas Biaya produktivitas adalah produktivitas yang hilang karena waktu pelatihan karyawan baru, hilangnya hubungan dengan pelanggan, tidak biasa dengan produk dan jasa perusahaan, lebih banyak waktu untuk menggunakan sumber dan sistem perusahaan, dan sebagainya. d. Biaya Pemberhentian Separation cost meliputi waktu dan gaji staf dan supervisor SDM untuk mencegah pemberhentian, waktu wawancara keluar kerja, beban pengangguran, biaya sengketa hukum yang dituntut oleh karyawan yang diberhentikan, dan sebagainya. 2.4.3 Dimensi Turnover Intentions Dimensi turnover intention menurut Mobley dalam Mahdi et al (2012) meliputi: 1. Thinking of quitting, adalah pemikiran seseorangkaryawan untuk keluar dari sebuah perusahaan dan adanya pemikiran bahwa ia berkemungkinan tidak bertahan dengan perusahaan. 2. Intent to search, adalah sikap seorang karyawan untuk mencari alternatif perusahaan lain 3. Intent to quit, adalah sikap seorang karyawan yang menunjukkan indikasi keluar seperti meminimalisasi usaha dalam bekerja, dan membatalkan pekerjaan penting. 2.4.4 Faktor-faktor yang Berperan pada Turnover Intention Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Turnover Intention cukup kompleks dan saling berkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah usia, lama kerja, tingkat pendidikan, keikatan terhadap organisasi, kepuasan kerja dan kebudayaan perusahaan (Nayaputera, 2011:40). 1. Usia Pekerja dengan usia muda mempunyai tingkat turnover yang lebih tinggi daripada pekerja-pekerja dengan usia yang lebih tua. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara usia dan intensi turnover dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin tinggi usia seseorang, semakin rendah tingkat intensi turnover-nya. Hal ini mungkin disebabkan karyawan yang usianya lebih tua enggan untuk berpindah-pindah tempat kerja karena berbagai alasan seperti tanggung jawab keluarga, mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja dan memulai pekerjaan di tempat baru, atau karena energi yang sudah berkurang, dan lebih lagi karena senioritas yang belum tentu didapat di tempat yang baru walaupun gaji dan fasilitas yang diterima lebih besar. Sedangkan tingkat turnover pada tenaga kerja berusia muda cenderung lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka masih memliki keinginan untuk mencoba-coba pekerjaan serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui cara tersebut. Selain itu tenaga kerja dengan usia muda lebih mungkin memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mendapat pekerjaan baru dan memiliki tanggung jawab terhadap keluarga lebih kecil, sehingga dengan demikian lebih mempermudah mobilitas pekerjaan. 2. Lama Kerja Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukan adanya korelasi negatif antara masa kerja dengan turnover, yang berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan turnover-nya. 3. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap dorongan untuk melakukan turnover. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang monoton dan mereka akan lebih berani keluar dan mencari pekerjaan baru daripada mereka yang tingkat pendidikannya terbatas. 4. Keikatan Terhadap Perusahaan Keikatan terhadap perusahaan memiliki korelasi yang negatif dan signifikan terhadap turnover. Berarti semakin tinggi tingkat keikatan seseorang terhadap perusahaan akan semakin kecil ia mempunyai intensi untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan, dan sebaliknya. Seseorang yang mempunyai rasa keikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, tujuan dan arti hidup, serta gambaran diri yang positif. Akibat secara langsung ialah menurunnya dorongan untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan. 5. Kepuasan Kerja Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa tingkat turnover dipengaruhi oleh kepuasan kerja seseorang. Semakin tidak puas seseorang terhadap pekerjaannya akan semakin kuat dorongannya untuk melakukan turnover. Ketidakpuasan yang menjadi penyebab turnover memiliki banyak aspek. Diantara aspek-aspek itu adalah ketidakpuasan terhadap manajemen perusahaan, kondisi kerja, mutu pengawasan, penghargaan, gaji, promosi, dan hubungan interpersonal. 6. Budaya Perusahaan Budaya merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, pembicaraan maupun tindakan manusia yang bekerja di dalam perusahaan. Budaya perusahaan mempengaruhi persepsi mereka, menentukan dan mengharapkan bagaimana cara individu bekerja sehari-hari dan dapat membuat individu tersebut merasa senang dalam menjalankan tugasnya. 2.5 Kinerja 2.5.1 Pengertian Kinerja Menurut Malayu SP. Hasibuan (2007) kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas – tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan pengalaman, kesungguhan serta waktu. Mangkunegara (2005) kinerja ialah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Mathis dan Jackson (2006) berpendapat bahwa kinerja pada dasarnya adalah mengenai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen yaitu kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran dan kemampuan bekerja sama. Robbins(2008) mendefinisikan kinerja yaitu suatu hasil yang dicapai oleh pegawai dalam pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan. 2.5.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Kinerja yang dicapai karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup berorganisasi. Dalam mencapai kinerja yang tinggi, beberapa faktor yang mempengaruhi, menjadi pemicu apakah kinerja pegawai tinggi atau rendah. Menurut Mangkunegara (2006:16) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja yang baik faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi yaitu : Faktor Individu Secara psikologis, individu yang normal yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis ( rohani ) dan fisiknya ( Jasmaniah ). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari – hari dalam mencapai tujuan organisasi. Dimana jika diuraikan, faktor individu dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : a. Pengetahuan ( Knowledge ) Yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelegensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas dimiliki karyawan. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media, dan informasi yang diterima. b. Keterampilan ( Skill ) Kemampuan dan penguasaan teknis operasional dibidang tertentu yang dimiliki karyawan. Seperti keterampilan konseptual ( conceptual skill ), keterampilan manusia ( human skill ) , dan keterampilan teknik ( technical skill ). c. Faktor Motivasi ( Motivation ) Motivasi bisa diartikan sebagai suatu sikap pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja dilingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi, sebaliknya jika mereka bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. Faktor Lingkungan Organisasi Faktor lingkungan organsasi yang mempengaruhi prestasi kerja individu yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas , otoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, 42 iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai. 2.5.3 Elemen – Elemen Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2006) kinerja pada dasarnya kinerja meliputi elemen – elemen sebagai berikut : 1. Kuantitas dari hasil Pencapaian sasaran atau target dalam kuantitas dapat diukur secara absolute, dalam presentase atau indeks. 2. Kualitas dari hasil Kualitas bersifat relatif, sehingga tidak mudah diukur, dan sangat tergantung pada selera individu. Kualtias dapat dilihat dengan dirasakan, dilihat, atau diraba. 3. Ketepatan waktu dari hasil Dalam melakukan pekerjaan selalu membutuhkan waktu sebagai masukan. Waktu merupakan sumber daya yang berharga dan terbatas sehingga tidak dapat disimpan dan ditunda sehingga waktu harus digunakan secepat mungkin dan secara optimal 4. Kehadiran atau absensi 5. Kemampuan bekerja sama Dalam bekerja, setiap karyawan harus memiliki kemampuan bekerja sama dan mampu bekerja di dalam tim atau kelompok. 2.5.4 Dimensi kinerja Karyawan Menurut Mathis dan Jackson (2006) kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Salah satu yang digunakan untuk mengukur kinerja adalah dengan melihat dimensi – dimensi kinerja karyawan. Dimensi – dimensi kinerja karyawan adalah: 1. Kualitas (Quality) Merupakan hasil kerja keras dari para karyawan yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan sebelumnya. Jika hasil yang dicapai oleh karyawan tersebut tinggi maka kinerja dari karyawan tersebut dianggap baik oleh pihak perusahaan atau sesuai dengan tujuannya. Ini berarti merupakan suatu tingkatan yang menunjukkan proses pekerjaan atau hasil yang dicapai atas suatu pekerjaan mendekati adanya kesempurnaan. 2. Kuantitas (Quantity) Merupakan hasil kerja keras dari karyawan yang bisa mencapai skala maksimal yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan. Dengan hasil yang telah ditetapkan oleh perusahaan tersebut maka kinerja dari para karyawan sudah baik .3. Ketepatan Waktu (Timeliness) Karyawan dapat bekerja sesuai dengan standar waktu kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dengan bekerja yang sesuai dengan standar waktu yang telah ditentukan maka kinerja dari karyawan tersebut sudah baik. Dengan timeliness yang merupakan suatu tingkatan yang menunjukkan bahwa suatu pekerjaan dapat terselesaikan lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan maka kinerja karyawan tersebut sudah baik. 4. Kehadiran Merupakan hal yang harus dipertahankan karyawan. Kehadiran karyawan dapat menjadi tolak ukur apakah karyawan menyukai pekerjaan mereka. Karyawan yang jumlah kehadirannya lebih banyak biasanya kinerja yang dilakukan lebih baik daripada karyawan yang jumlah kehadirannya sedikit. 5. Kemampuan Bekerja Sama Dengan adanya karyawan yang mempunyai rasa harga diri yang tinggi terhadap pekerjaannya maka karyawan berusaha untuk mencapai hasil terbaik dalam pekerjaan tersebut. Oleh karena itu dengan rasa harga diri yang tinggi terhadap pekerjaannya diharapkan para karyawan dapat meningkatkan kinerjanya dalam bekerja. Kemampuan bekerja sama yang merupakan suatu tingkatan keadaan dari karyawan dapat menciptakan suasana nyaman dalam bekerja, percaya diri, serta kerjasama antar rekan sekerja sehingga akan tercipta peningkatan kinerja. 2.6 Kerangka berpikir Kerangka penelitian dalam penelitian ini tediri dari Variabel independen atauvariabel bebas yaitu pengaruh pelatihan kerja, motivasi kerja, turnover intention. Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain yang sifatnya berdiri sendiri.Sedangkan variabel dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja karyawan. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh beberapa variabellain yang sifatnya tidak dapat berdiri sendiri. Pengaruh Pelatihan ( X1) T1 Kinerja Karyawan Motivasi T2 ( Y) ( X2 ) T3 Turnover Intention ( X3 ) T4 Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Sumber : Penulis 2015 2.7 Hipotesis Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:137), hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga harus diuji secara empiris. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk T-1. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikankan antara pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya. Ha : Adanya pengaruh yang signifikan antara pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya. Untuk T-2 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara motivasi terhadap kinerja karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya. Ha : Adanya pengaruh yang signifikan antara motivasi terhadap kinerja karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya. Untuk T-3 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara turnover intention terhadap kinerja karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya. Ha : Adanya pengaruh yang signifikan antara turnover intention dan terhadap kinerja karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya. Untuk T-4 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengaruh pelatihan, motivasi dan turnover intention terhadap kinerja karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya. Ha : Adanya pengaruh yang signifikan antara pengaruh pelatihan, motivasi, dan turnover intention terhadap kinerja karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya.