Soal - Google Groups

advertisement
TUGAS
SISTEM TRANSPORTASI DAN DISTRIBUSI
PELABUHAN DI INDONESIA
Oleh :
Dika Anggraini
0508025
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2012
Soal
1. Bagaimanakah kondisi pelabuhan di Indonesia? Jelaskan ?
2. Bagaimanakah kinerja pelabuhan di Indonesia ? Jelaskan ?
3. Sebutkan dan jelaskan dampak kondisi dan kinerja pelabuhan di Indonesia terhadap
kegiatan transportasi dan distribusi ?
4. Sebutkan dan jelaskan pengaruh dan manfaat keberadaan karantina terhadap kegiatan
transportasi dan distribusi ?
Jawab
1. Kondisi yang terjadi pada pelabuhan di Indonesia adalah kondisi infrastruktur pelabuhan di
Indonesia masih jauh dari memadai dari segi alur, kedalaman, alat-alat, dan akses keluar
masuknya barang. Dengan kondisi yang menyedihkan, pelabuhan-pelabuhan itu sudah tidak
mampu lagi menampung dan memfasilitasi proses bongkar muat. Jika ini dibiarkan, yang menjadi
korban ialah aktivitas ekspor dan impor. Alur dan kedalamannya tidak pernah ada perluasan.
Peralatan yang digunakan juga alat-alat tua yang butuh pembaruan. Padahal, fasilitas-fasilitas
dasar itulah yang harus ada agar akses masuk dan keluar kapal baik. alah satu faktor
ketertinggalannya kondisi pelabuhan saat ini ialah karena kurangnya perhitungan dan
pertimbangan pemerintah ketika hendak membangun pelabuhan. “Saat membangun pelabuhan,
pemerintah tidak memikirkan sejak jauh-jauh hari. Membangun pelabuhan hanya dengan berpikir
keuntungannya. Padahal tidak bisa begitu. Membangun pelabuhan itu yang penting ialah
mempertimbangkan jumlah kapal yang akan masuk dan keluar serta efisiensi waktu bongkar
muatnya,banyak pelabuhan di Indonesia yang sudah over capacity. Di beberapa pelabuhan,
khususnya di kota-kota besar Indonesia, alur distribusi bongkar muat sudah tidak berjalan baik.
Banyak kapal yang harus menunggu di luar kargo bongkar muat hingga memakan waktu 10
sampai 20 hari.
2. Kinerja pelabuhan yang terdapat di Indonesia yang ada pada saat ini standar pelayanan pelabuhan
Indonesia masih jauh di bawah Singapura. Di Negeri Singa itu, pelayanan pelabuhan
menggunakan alat angkut sehingga cepat waktu bongkar muatnya. Sementara di Indonesia,
khususnya di Indonesia bagian timur, membutuhkan waktu berhari-hari. Alur distribusi bongkar
muat sudah tidak berjalan baik. Banyak kapal yang harus menunggu di luar kargo bongkar muat
hingga memakan waktu 10—20 hari. Membangun pelabuhan itu yang penting ialah
mempertimbangkan jumlah kapal yang akan masuk dan keluar serta efisiensi waktu bongkar
muatnya,banyak pelabuhan di Indonesia yang sudah over capacity. Ada keluhan dari pengguna
jasa kepelabuhanan, tarif jasa kepelabuhanan dibuat sama. Sementara kemampuan pelabuhan
dalam memberikan pelayanan berbeda, begitu juga kondisi infrastrukturnya. Kita berharap
standar kinerja pelayanan operasional pelabuhan (SKPOP), termasuk infrastruktur, harus
dibenahi. Hal itu sangat penting karena Indonesia diapit oleh negara-negara maju. Negeri ini
perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi pengguna jasa kepelabuhanan.
Ada beberapa faktor yang bersama - sama menghambat kinerja sistem Pelabuhan Komersial
Indonesia, sebagai berikut :

Batasan-Batasan Geografis.
Kedalaman Pelabuhan tampaknya menjadi masalah besar di hampir setiap Pelabuhan di
Indonesia. Indonesia memiliki Pelabuhan - Pelabuhan perairan dalam alami yang sangat sedikit
dan sistem sungai yang rentan terhadap pendangkalan parah yang membatasi kedalaman
Pelabuhan. Apabila pengerukan tidak dapat dilakukan, seperti yang terjadi dengan Pelabuhan
sungai Samarinda, Kapal seringkali harus menunggu kedalaman Pelabuhan tampaknya menjadi
masalah besar di hampir setiap Pelabuhan di Indonesia. Indonesia memiliki Pelabuhan Pelabuhan perairan dalam alami yang sangat sedikit dan sistem sungai yang rentan terhadap
pendangkalan parah yang membatasi kedalaman Pelabuhan. Apabila pengerukan tidak dapat
dilakukan, seperti yang terjadi dengan Pelabuhan sungai Samarinda, Kapal seringkali harus
menunggu sampai air pasang sebelum memasuki Pelabuhan, yang menyebabkan lebih banyak
waktu non-aktif bagi kapa. Geografi fisik terutama membatasi bagi Pelabuhan - Pelabuhan
Indonesia di pantai utara Jawa, yang melayani wilayah paling padat penduduk dan wilayah
dengan tingkat industri tertinggi di Indonesia.
Hal ini disebabkan oleh tanah pesisir/dasar laut yang sangat aluvial dan tidak stabil, ditambah
dengan perairan-perairan pantai yang dangkal. Pelabuhan Semarang, Pelabuhan utama untuk
Jawa Tengah, terutama bermasalah dalam hal Rob, hal ini dikarenakan semakin tingginya tingkat
abrasi pantai sehingga setiap kali air pasang naik, banyak kawasan Pelabuhan yang terendam air.
Kenaikan air mencapai 7-12 cm pertahun dan sebagian besar Pelabuhan terkena dampaknya.
Butuh waktu lama untuk mengatasi masalah tersebut.

Masalah Tenaga Kerja.
Waktu non-aktif yang dibahas di atas sebagian disebabkan oleh cara pemanfaatan Analisis Faktor
– Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Kapal di Pelabuhan Tanjung Emas semarang
tenaga kerja di Pelabuhan yang secara efektif melembagakan penggunaan fasilitas Pelabuhan
secara tidak efisien dan membatasi kemungkinan - kemungkinan peningkatan efisiensi. Di banyak
Pelabuhan, hanya tersedia satu giliran tenaga kerja dan peluang untuk lembur dibatasi. Untuk
Pelabuhan - Pelabuhan yang dimaksudkan untuk beroperasi selama 24 jam, 6 jam dari setiap 24
jam terbuang karena waktu - waktu istirahat yang kaku dan tidak digilir untuk memastikan
pelayanan Kapal secara berkesinambungan

Kurangnya Keamanan.
Pengiriman Cargo dari Indonesia biasanya menarik premi asuransi 30-40 % lebih tinggi dari
kargo yang berasal dari Singapura. Hal ini disebabkan tidak hanya oleh perampokan di laut, tetapi
juga oleh kegiatan di Pelabuhan yang dilakukan kelompokkelompok kejahatan terorganisir,
pencurian umum dan pencurian kecil (pilferage) sekaligus pemogokan dan penghentian kerja.
Seperti disebutkan selanjutnya, Pelabuhan -Pelabuhan utama yang terlibat dalam ekspor-impor
sekarang harus memperbaiki keamanannya untuk memenuhi persyaratan keamanan Internasional.

Korupsi.
Sebab lain waktu non-aktif adalah penundaan karena ketidakadilan dan korupsi dalam alokasi
tambatan/berth (Nathan Associates, 2001). LPEM-FEUI (2005), mencatat bahwa penggunaan
pungutan liar untuk mengurangi waktu antri yang disebabkan kurangnya sarana infrastruktur
utama seperti derek jembatan dan ruang penyimpanan juga merupakan hal yang umum. Biaya biaya semacam itu masih ditambah lagi dengan banyak sekali pungutan liar yang diminta di
Pelabuhan untuk prosedur ekspor dan impor yang terus disorot di laporan-laporan media.

Kurangnya Sarana dan Prasarana Pelabuhan.
Banyak Pelabuhan regional kekurangan sarana Petikemas, yang mengharuskan Analisis Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Kapal
di Pelabuhan Tanjung Emas semarang
Perusahaan - Perusahaan Pelayaran untuk menggunakan peralatan sendiri, baik yang berada di
Kapal maupun yang disimpan di Pelabuhan. Hanya 16 dari 111 Pelabuhan komersial yang
mempunyai penanganan Petikemas jenis tertentu. Akhir-akhir ini terdapat keterlambatan
pelayaran yang lama di Pelabuhan-Pelabuhan tertentu, terutama pada Pelabuhan Panjang di
Lampung dan Pelabuhan Belawan di Sumatra Utara, yang disebabkan oleh rusaknya peralatan
sisi-Pelabuhan utama (seperti derek jembatan) dan keterlambatan dalam mendapatkan suku
cadang pengganti.
Kekurangan tempat untuk penyimpanan dan pengisian Petikemas adalah masalah lain yang
dihadapi sebagian besar Pelabuhan Indonesia. Hal ini seringkali mengharuskan pemakaian
armada truk putar untuk mengantar kargo langsung kepada pelanggan atau pos pengangkutan
Petikemas container freight station (CFS) langsung dari Kapal yang menyebabkan lebih banyak
keterlambatan, kemacetan Pelabuhan yang lebih parah (baik di sisi darat maupun laut) dan biaya
penanganan yang lebih meningkat (Carana, 2004). Hampir semua Pelabuhan besar Indonesia
berlokasi dekat dengan daerah - daerah perkotaan besar yang aksesnya melalui jalan - jalan raya
kota yang padat. Masalah kemacetan demikian seringkali diperparah oleh kedatangan Kapal
penumpang, karena hanya beberapa Pelabuhan regional yang memiliki sarana terpisah untuk
Kapal barang dan penumpang. Di Pelabuhan-Pelabuhan dengan tingkat okupansi tambatan Kapal
yang tinggi, kehadiran Kapal penumpang dan barang yang bersamaan menyebabkan lebih banyak
keterlambatan, dan memperlama waktu persiapan perjalanan pulang Kapal barang.

Faktor Alam.
Selain beberapa faktor diatas yang menjadi penyebab buruknya kinerja di Pelabuhan ada
hal lain yang juga turut mempersulit kinerja Pelabuhan adalah masalah keadaan alam yang
kurang bersahabat misalnya terjadinya hujan deras disertai badai, sehingga Kapal tidak bisa
merapat di Dermaga untuk melakukan kegiatan Bongkar dan muat barang, begitu juga sebaliknya
operator sedikit lebih terganggu dalam melakukan aktivitasnya.
3. Dampak kondisi dan kinerja pelabuhan di Indonesia terhadap kegiatan transportasi dan distribusi
adalah keterbatasan sarana dan prasarana pelabuhan yang ada di Indonesia serta keadaan
geografis alam yang tidak mendukung di Pelabuhan memungkinkan akan menurunkan kinerja
Pelabuhan sehingga pelayanan yang diberikan tidak maksimal. Kondisi seperti ini akan
menimbulkan masalah yaitu semakin tingginya waktu menuggu kapal (waiting time) di
Pelabuhan terutama pada saat kondisi sibuk. Kondisi infrastruktur pelabuhan di Indonesia masih
jauh dari memadai dari segi alur, kedalaman, alat-alat, dan akses keluar masuknya barang dan hal
inilah yang menghambat penyaluran distribusi barang yang bisa memakan waktu bongkar muat
selama 10-20 hari. Kekurangan tempat untuk penyimpanan dan pengisian Petikemas adalah
masalah lain yang dihadapi sebagian besar Pelabuhan Indonesia. Hal ini seringkali mengharuskan
pemakaian armada truk putar untuk mengantar kargo langsung kepada pelanggan atau pos
pengangkutan Petikemas container freight station (CFS) langsung dari Kapal yang menyebabkan
lebih banyak keterlambatan, kemacetan Pelabuhan yang lebih parah (baik di sisi darat maupun
laut) dan biaya penanganan yang lebih meningkat yang tidak sesuai dengan pelayanan yang
diberikan. Hampir semua Pelabuhan besar Indonesia berlokasi dekat dengan daerah - daerah
perkotaan besar yang aksesnya melalui jalan - jalan raya kota yang padat. Masalah kemacetan
demikian seringkali diperparah oleh kedatangan Kapal penumpang, karena hanya beberapa
Pelabuhan regional yang memiliki sarana terpisah untuk Kapal barang dan penumpang. Di
Pelabuhan-Pelabuhan dengan tingkat okupansi tambatan Kapal yang tinggi, kehadiran Kapal
penumpang dan barang yang bersamaan menyebabkan lebih banyak keterlambatan, dan
memperlama waktu persiapan perjalanan pulang Kapal barang. Selain beberapa faktor diatas yang
menjadi penyebab buruknya kinerja di Pelabuhan ada hal lain yang juga turut mempersulit
kinerja Pelabuhan adalah masalah keadaan alam yang kurang bersahabat misalnya terjadinya
hujan deras disertai badai, sehingga Kapal tidak bisa merapat di Dermaga untuk melakukan
kegiatan Bongkar dan muat barang, begitu juga sebaliknya operator sedikit lebih terganggu dalam
melakukan aktivitasnya. FaktWaktu non-aktif yang dibahas di atas sebagian disebabkan oleh cara
pemanfaatan Analisis Faktor – Faktor tenaga kerja juga mempengaruhi dari dampak tersebut
Yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Kapal di Pelabuhan.Tenaga kerja di Pelabuhan yang secara
efektif melembagakan penggunaan fasilitas Pelabuhan secara tidak efisien dan membatasi
kemungkinan - kemungkinan peningkatan efisiensi. Di banyak Pelabuhan, hanya tersedia satu
giliran tenaga kerja dan peluang untuk lembur dibatasi. Untuk Pelabuhan - Pelabuhan yang
dimaksudkan untuk beroperasi selama 24 jam, 6 jam dari setiap 24 jam terbuang karena waktu waktu istirahat yang kaku dan tidak digilir untuk memastikan pelayanan Kapal secara
berkesinambungan.
4. Pengaruh dan manfaat keberadaan karantina terhadap kegiatan transportasi dan distribusi
adalah Salah satu fasilitas di pelabuhan adalah karantina untuk hewan dan tumbuhan yang
bertujuan antara lain untuk mencegah masuknya organisme pengganggu tumbuhan karantina
(OPTK) dan hama dan penyakit hewan karantina (HPHK) dari luar negeri ke dalam wilayah
negara Republik Indonesia (RI).
Pada saat ini, Indonesia masih bebas dari sekitar 560 jenis OPTK dan 15 jenis HPHK
yang masuk dalam daftar World Health Organization of Animal (WHOA) atau Office
Internationale des Epizootic (OIE). Penyebaran OPTK/HPHK dari satu negara ke negara lain
terutama melalui perdagangan internasional, yaitu melalui produk-produk pertanian yang
diperdagangkan sebagai media pembawa OPTK/HPHK yang utama. Pelaksanaan karantina
tumbuhan dan hewan merupakan tanggung jawab Badan Karantina Pertanian, Kementerian
Pertanian dan dilakukan oleh unit pelaksana teknis Badan Karantina Pertanian.
Setiap media pembawa OPTK/HPHK yang dimasukkan ke dalam wilayah negara RI
melalui pelabuhan laut dan pelabuhan udara harus melalui tindakan karantina. Tindakan karantina
ini meliputi pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan,
pemusnahan, dan pembebasan.
Pemeriksaan karantina seringkali belum berjalan efektif karena tidak tersedianya instalasi
karantina tetap yang berada dalam kawasan pelabuhan dan berada dalam rentang kendali
pengawasan di pelabuhan. Apabila komoditas pertanian impor yang diperiksa memerlukan
pemeriksaan laboratorium lebih lanjut yang memerlukan waktu yang relatif lama, dan komoditas
tersebut harus ditahan sementara, terjadi kesulitan untuk penentuan tempat penahanan yang relatif
aman sehingga OPTK/HPHK tidak menyebar ke tempat lain.
Keterbatasan jumlah petugas teknis sering menyebabkan keterlambatan pemeriksaan fisik
karena lokasi instalasi karantina sementara yang relatif jauh dan tersebar. Lokasi tempat
pemeriksaan fisik yang berada sangat jauh akan meningkatkan biaya operasional, terutama
transportasi petugas, dalam melakukan pemeriksaan. Apabila setelah diperiksa kesehatannya,
ternyata komoditas pertanian tersebut harus diberi perlakuan (diobati) atau dimusnahkan atau
direekspor, maka hal ini akan menimbulkan permasalahan baru.
Untuk memperkecil risiko penularan dan penyebaran OPTK/HPHK diperlukan instalasi
karantina tetap di lokasi yang relatif dekat dengan kawasan pelabuhan. Lokasi pemeriksaan fisik
komoditas pertanian impor yang berada di tempat/gudang pemilik atau IKHS yang seringkali jauh
di luar Jakarta dan berada di dekat sentra-sentra pertanian, mengakibatkan pelaksanaan tindakan
pemeriksaan dan tindakan karantina lainnya tidak optimal.
Download