Komodifikasi Ikon Perempuan dalam Tayangan Iklan Televisi Naniek Afrilla Framanik Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNTIRTA Jl. Raya Jakarta KM. 4 Pakupatan Serang - Banten HP : 081319268488 , email : [email protected] Abstract Komodifikasi ikon perempuan di televisi benar-benar sudah mencapai taraf eksploitasi yang sulit untuk dibendung lagi. Penelitian ini mengidentifikasi permasalahan kategorisasi iklan pemuas sex lelaki dan kategori iklan perempuan sebagai objek tersubordinasi. Tidak saja karena kerelaan perempuan, namun juga karena kebutuhan kelas sosial itu sendiri, sehingga mau tidak mau kehadiran perempuan menjadi sebuah kebutuhan dalam kelas sosial tersebut. Keadaan yang melekat bahwa perempuan di media massa adalah ”perempuannya lelaki” dalam realitas sosialnya. Tayangan iklan dimulai dari pesan, gerakan, kial atau gesture, nyanyian, artikulasi, alfaksi, penggunaan space, performance model secara keseluruhan yang disimpulkan menampilkan diri sebagai pemuas sex bagi laki-laki dan membuat perempuan berada pada posisi tersubordinasi. Stereotipe yang melekat pada perempuan sebagai makhluk lemah, perayu, pelengkap dan hanya bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga membuat perempuan hanya diberi pekerjaan dalam posisi nomor dua dan jika dalam posisi pertama pun memerankan sebagai objek pemuas sex lelaki. Key Words: Komodifikasi, iklan, gender, perempuan PENDAHULUAN Keindahan perempuan dan kekaguman lelaki terhadap perempuan adalah cerita klasik dalam sejarah manusia. Dua hal itu pula menjadi dominan dalam inspirasi banyak pekerja seni dari masa ke masa. Namun ketika perempuan menjadi simbol dalam seni-seni komersial, maka kekaguman-kekaguman terhadap perempuan itu menjadi sangat diskriminatif, tendensius, dan bahkan menjadi subordinasi dari simbolsimbol kekuatan laki-laki. Bahkan terkadang mengesankan perempuan menjadi simbolsimbol kelas sosial dan kehadirannya dalam kelas tersebut hanya karena kerelaan yang dibutuhkan laki-laki. (Bungin, 2006:341). Peran perempuan berambut indah dalam sebuah iklan yang kemudian dilanjutkan dengan tayangan seorang pop star ”Ariel Peterpan” mengimajinasikan dirinya jatuh di antara gerai rambut yang mengkilat dan indah si perempuan itu. Kecantikannya, kelembutan rambutnya yang indah, mampu menggetarkan hati seorang ”Ariel Peterpan”. Itulah taste yang terdapat pada produk shampo, kecantikan, kelembutan dan keindahan yang terasa dihidupkan oleh copywriter. Ini adalah sebuah contoh cerita dari kelaziman klasik orang mengagumi keindahan perempuan. Saat ini ketika karya-karya seni kreatif seperti iklan menjadi konsumsi masyarakat dalam berbagai media massa, posisi perempuan menjadi sangat potensial untuk dikomersilkan dan dieksploitasi, karena posisi perempuan menjadi sumber inspirasi dan juga tambang uang yang tiada habis-habisnya. Eksploitasi perempuan dalam pencitraan di media massa tidak saja karena kerelaan perempuan, namun juga karena kebutuhan kelas sosial itu sendiri, sehingga mau tidak mau kehadiran 252 perempuan menjadi sebuah kebutuhan dalam kelas sosial tersebut. Karenanya, tetap saja perempuan di media massa adalah ”perempuannya lelaki” dalam realitas sosialnya. Namun dalam konteks perempuan, terkadang tampil dalam bentuk yang lebih keras dan keluar dari stereotip perempuan sebagai sosok lembut dan tak berdaya. Perempuan juga sering tampil sebagai perayu, penindas, dan bahkan sebagai pecundang. Sosok perempuan ini banyak ditemukan dalam iklan media atau sinetron, seperti ”Suami-suami takut istri” atau iklan balsem yang menayangkan seorang perempuan bertubuh tambun sedang memijat suaminya dengan cara dibanting-banting. Fenomena ini sekaligus merupakan rekonstruksi terhadap realitas perempuan itu sendiri. Secara global struktur muatan pemberitaan media massa pada umumnya belum secara seimbang merespon kepentingan perempuan. Pemberitaan di media massa umumnya memberitakan ruang publik laki-laki. Mulai dari persoalan negara, politik, militer, olah raga, pemerintahan lokal, sampai dengan berbagai wacana publik lelaki lainnya. Namun ketika ada pemberitaan masalah perempuan, sorotan menjadi domestik, seperti keterampilan rumah tangga, pengasuhan anak, kosmetika dan kecantikan, kecuali ketika ada tokoh publik perempuan, seperti kehadiran Hillary Clinton yang kemudian menjadi berita utama, itu pun terkesan tidak menjadi agenda-setting media pada hari itu, karena berita utama tersebut tidak diikuti oleh pemberitaan atau tulisan-tulisan lain di bagian lain pemberitaan hari itu. Di sisi pemaknaan, pemberitaan media massa, juga tidak seimbang antara pemaknaan ruang publik laki-laki dan ruang publik perempuan. Ketika pemberitaan media massa menyangkut persoalan laki- laki, maka media massa menyorotinya sebagai ”pahlawan publik” yang menjadi pahlawan karena masyarakat membutuhkan mereka. Namun ketika sorotan media massa pada persoalan perempuan, terkesan maknanya sebagai pelengkap pemberitaan pada hari itu. Persoalan menjadi serius ketika pemberitaan media massa menyoroti sisi-sisi ”aurat perempuan”, seperti penayangan berita artis cantik Sarah dan Rahma Azhari yang fotonya dimuat di internet. Di sisi lain makna pemberitaannya justru menjadi konsumsi laki-laki, maka di situ terkesan bahwa perempuan sedang dieksploitasi sebagai sikap ketidakadilan terhadap perempuan dan bahkan kekerasan terhadap mereka. Kapitalisme yang merendahkan perempuan terlihat jelas dalam iklan-iklan televisi di mana nilai perempuan telah dikaburkan kapitalisme. Perempuan telah dijadikan alat untuk menegaskan citra sebuah produk yang justru ”dikonsumsi sendiri oleh perempuan”. Ketika baru saja Sarah Azhari membuat testimoni perlakuan tidak adil yang diterimanya kepada pengadilan, selang beberapa waktu ia membuat video klip di situ ia mengenakan pakaian yang mempertontonkan auratnya, tentu saja selain untuk pemirsa laki-laki juga untuk perempuan. Fine dan Leopold menegaskan, bahwa laki-laki telah dimanfaatkan oleh kapitalisme untuk bersama-sama melestarikan struktur hubungan gender yang timpang. Irwan Abdullah menambahkan, pelestarian ketimpangan hubungan itu tidak hanya menyebabkan terjadinya subordinasi perempuan oleh perempuan itu sendiri. Hal ini tampak dari posisi yang ditempati perempuan dalam iklan di mana di satu sisi perempuan merupakan alat persuasi di dalam menegaskan citra sebuah produk dan di sisi 253 lain perempuan merupakan konsumen yang mengkonsumsi produk kapitalisme. Keindahan perempuan menempatkan ia dalam stereotip perempuan dan membawa mereka ke sifat-sifat di sekitar keindahan itu. Tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga, tampil prima untuk menyenangkan suami, memasak, dan pantas diajak ke berbagai acara. Tidak sekadar karena stereotip saja, akan tetapi disebabkan pemirsa iklan adalah perempuan juga dan barang-barang yang diiklankan adalah barang-barang yang berhubungan dengan perempuan. Tidak saja stereotipe, namun segmen perempuan juga menjadikan alasan kuat mengeksploitasi perempuan dalam media massa. Stereotip perempuan, bahwa apa yang perempuan lakukan dalam tayangan media massa hanyalah untuk menyenangkan orang lain, dan orang lain itu adalah lakilaki, sedangkan ia sendiri adalah bagian dari upaya menyenangkan, bukan yang menikmati rasa senangnya, perempuan hanya senang kalau orang lain merasa senang, dan tanpa sadar kalau ia merasa senang dirinya dieksploitasi. Agar penelitian ini menjadi lebih fokus, maka peneliti membuat rumusan masalahnya sebagai berikut: “Bagaimana komodifikasi ikon perempuan dalam tayangan iklan televisi?” Rumusan tersebut dibuat berdasarkan identifikasi masalah berikut : 1) Bagaimana komodifikasi ikon perempuan kategori objek pemuas seks laki-laki dalam tayangan iklan televisi? 2) Bagaimana komodifikasi ikon perempuan kategori objek tersubordinasi dalam tayangan iklan televise Berdasarkan rumusan dan dentifikasi tersebut, maka penelitian ini bertjuan untuk 1) Mengetahui komodifikasi ikon perempuan kategori objek pemuas seks laki-laki dalam tayangan iklan televisi. 2) Mengetahui komodifikasi ikon perempuan kategori objek tersubordinasi dalam tayangan iklan televisi. TINJAUAN PUSTAKA Periklanan Meskipun kegiatan periklanan sudah dikenal sejak jaman peradaban Babylonia, Mesir dan Yunani Kuno dengan ditemukannya tulisan-tulisan di dinding kota, atau daun papyrus yang mengumumkan daftar barang-barang yang tersedia di toko, acara-acara yang akan diselenggarakan, maupun pemberian hadiah bagi mereka yang bisa mengembalikan budak yang kabur (Wells, Burnett dan Moriarty, 1995 : 23), namun iklan baru mendapatkan popularitasnya sejak sistem kapitalisme merebak pada abad ke 18 (Novianti, 2003 : 18). Cara produksi kapitalis sebagai basis dari pertumbuhan pasar komoditi, secara tidak langsung menempatkan iklan sebagai kapten industri yang harus menjamin lancarnya distribusi komoditi kepada masyarakat luas. Pada saat itu iklan betulbetul ditujukan untuk menciptakan konsumen secara serius. Strategi periklanan yang dikembangkan adalah take it or leave it. Iklan tampil dengan begitu gamblang dan umumnya membawa pesan tentang produk, mulai dari harga hingga tempat di mana konsumen bisa mendapatkan produk itu. Ketika sistem kapitalisme mulai beranjak dewasa, fokus industri tidak lagi terpaku pada proses produksi komoditi, tetapi bergeser lebih jauh pada bidang konsumsi. Di sini konsumen tidak lagi diperbolehkan untuk menentukan sendiri apakah ia mau melakukan konsumsi, apa saja yang akan dikonsumsi, atau berapa banyak ia akan melakukan konsumsi. Semua diatur dan dikontrol oleh industri kapitalis dengan iklan sebagai senjatanya. Tidak heran jika iklan semakin memainkan peranan yang 254 penting dalam industri barang dan jasa. Iklan tidak lagi menjadi kapten industri, tetapi berubah menjadi captain of consciousness melalui penciptaan makna, citra, dan fantasi atas produk (Stuart Ewen, 1976). Wells, Burnett dan Moriarty (1995 : 37) menyebut hal yang paling berpengaruh terhadap ‘nasib’ (fate) periklanan di masa depan adalah karakteristik demografis yang terus berubah (changing demographics). Ketiga pakar periklanan ini percaya bahwa konsumen di masa mendatang akan semakin matang dan bijak. Mereka semakin terbuka menerima perbedaan pandangan dan gaya hidup, semakin melek teknologi tidak sebaliknya gagap teknologi (gaptek), serta akan semakin menaruh perhatian kepada isuisu sosial dan lingkungan hidup. Implikasinya, menurut mereka, agensi iklan dituntut harus selalu siap menyuguhkan iklan yang kreatif dan berbasis fakta (fact based), pada saat kapan pun konsumen menghendaki. Tuntutan itu dewasa ini telah bisa dipenuhi oleh misalnya teknologi TV kabel interaktif (interactive cable) yang memungkinkan konsumen untuk memilih mana informasi yang dimauinya, dan membuang yang tidak disukainya. Teknologi kabel dan satelit semakin menuntut agar pesan iklan dibuat berdasarkan kebutuhan konsumen (consumer specific). Russel dan Lane (1996 : 24) di sisi lain memprediksi bahwa dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (Information & Communication Technology / ICT), periklanan di masa depan juga akan ditandai dengan semakin tingginya keterlibatan dan kontrol dari konsumen, sehingga komunikasinya semakin menjadi dua arah. Gender Dimulai sejak manusia lahir ke muka bumi ini, sudah dihadapkan pada upacara ritual penyambutan yang berbeda antara lelaki dan perempuan. Ketika dewasa tentu saja penerapan konsep gender ini semakin inherent dengan diri manusia sesuai dengan perbedaan yang dimilikinya. Kita hidup dalam dunia yang bergender atau gendered world (Puspa, 2005:2001). Hampir semua aspek alam kehidupan manusia dibagi-bagi atau dikotak-kotakkan berdasar pada asumsiasumsi tentang apa yang disebut sebagai feminim atau maskulin. Gender biasa dipahami sebagai atribut yang melekat atau diharapkan untuk melekat pada jenis kelamin tertentu dan menjadi semacam panduan bagi manusia tentang bagaimana seharusnya kita berperilaku di masyarakat. Wood (2005) meyakini bahwa manusia menjalani hidup yang bergender (Gendered lives), di mana hampir semua tahapan kehidupannya tidak bisa dilepaskan dari dikotomi feminim dan maskulin yang telah mengakar kuat. Selanjutnya, Wood (2005) mencontohkan aspek-aspek kehidupan bergender yang harus dijalani oleh perempuan dan laki-laki mencakup dunia pendidikan yang bergender (Gendered Education); bahasa yang berjender (Gendered Language) di mana terdapat masculine speech dan feminime speech; media yang berjender (Gendered Media); dan profesi yang berjender (Gendered Profession) di mana ada profesi-profesi tertentu yang dipandang sebagai “area lakilaki” dan karenanya didominasi laki-laki dan profesi-profesi lain yang dipandang sebagai “area” perempuan yang karenanya didominasi oleh perempuan (Wood, 2005). Gender dalam stereotype yang muncul pada umumnya merupakan sekumpulan nilai atau ketentuan yang membedakan identitas sosial laki-laki dan perempuan, serta apa yang harus dilakukan oleh perempuan dan apa yang harus dilakukan oleh laki-laki baik dalam hal ekonomi, politik, sosial dan budaya dalam 255 lingkup kehidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa. Gender merupakan suatu ciri yan melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Nilai-nilai atau ketentuan gender tersebut dapat berbedabeda pada konteks tertentu. Selain itu, ketentuan gender juga bisa berubah dari waktu ke waktu, tergantung pada perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, oleh karenanya gender bisa bersifat relative. (M.Faqih:1996) Metode Penelitian Dalam penelitian ini, yang digunakan adalah ’pendekatan penelitian kualitatif’, karena ingin memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial dalam masyarakat. (Bungin, 2006:300). Pendekatan kualitatif, cenderung memandang manusia yang diamati sebagai manusia yang aktif, dinamis serta mampu melakukan perubahan lingkungan di sekeliling mereka. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif ditujukan untuk: (1) Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada; (2) Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi praktik-praktik yang berlaku; (3) Membuat perbandingan atau evaluasi; (4) Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. (Rakhmat, 2005:25). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Observasi lapangan. Pengamat terlibat mengikuti orang-orang yang ia teliti dalam kehidupan sehari-hari mereka, melihat apa yang mereka lakukan, kapan, dengan siapa, dan dalam keadaan apa dan menanyai mereka mengenai tindakan mereka.(Mulyana, 2004:162). 2) Wawancara yaitu Peneliti berusaha mengadakan interaksi dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada subjek yang diteliti. Wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara tidak berstruktur. Wawancara tidak berstruktur mirip dengan percakapan informal. Metode ini bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk tertentu dan untuk mendapatkan semua informasi dari responden. (Mulyana, 2004:180) 3) Studi literatur, yaitu penelusuran kepustakaan dan menelaahnya (Singarimbun, 1995:45). Dalam teknik ini peneliti mengadakan penelaahan terhadap buku ilmiah, dan hasil penelitian peneliti lain yang dianggap layak, yang berkaitan dengan hal tersebut, dokumen-dokumen berbentuk makalah-makalah, artikel dan buku-buku mengenai konteks tersebut diharapkan dapat menunjang penelitian. Dalam penelitian ini, menggunakan teknik snowball dengan mencari informan kunci. Proses penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik sampling snowball.). Key informan penelitian ini adalah mahasiswa mata kuliah marketing public relations yang berjumlah 20 orang Tahun Akademik 2011/2012. Namun hanya yang benar-benar memiliki pengetahuan dan informasi berkualitas yang akan dijadikan informan. Data yang telah terkumpul diolah dengan beberapa tahapan proses sebagai berikut: Coding, yaitu mengklasifikasikan data berdasarkan kategori tertentu. Sedangkan editing, yaitu tahap mengoreksi kesalahan yang ada pada data yang harus dilakukan secara berulang-ulang dan cermat. Untuk menganalisis data yang terkumpul, terutama data yang dihasilkan melalui instrumen pengumpulan data, wawancara dan pengamatan maka dulakukan pula triangulasi. 256 PEMBAHASAN Tanggapan mahasiswa mengenai kategori tayangan iklan perempuan sebagai objek pemuas seks laki-laki. Posisi perempuan menjadi sangat potensial untuk dikomersilkan dan dieksploitasi, karena posisi perempuan menjadi sumber inspirasi dan juga tambang uang yang tiada habis-habisnya. Eksploitasi perempuan dalam pencitraan di media massa tidak saja karena kerelaan perempuan, namun juga karena kebutuhan kelas sosial itu sendiri, sehingga mau tidak mau kehadiran perempuan menjadi sebuah kebutuhan dalam kelas sosial tersebut. Banyak iklan yang ditayangkan di televisi memuat perempuan sebagai ikon atau model bagi iklan tersebut. Beberapa iklan yang dikategorikan mahasiswa program studi ilmu komunikasi yang dianggap memuat perempuan sebagai objek pemuas sex laki-laki. Tanggapan mahasiswa terhadap iklan ini menerangkan bahwa keindahan sosok perempuan yang hadir dalam iklan ini dengan melenggaklenggokkan tubuhnya menjadi ikon pemuas sex seorang model pria, yang diperankan Andre Taulani. Berikut petikan pernyataan tanggapan mahasiswa mengenai iklan “Kompor Gas Kuantum”: “Andre Taulani menanyakan keamanan menggunakan kompor tersebut kepada seorang perempuan yang melenggak lenggokkan tubuhnya”. (Yani Pratiwi 2100309). Iklan “Kondom Sutera” menggunakan model yang sedang naik daun yaitu Julia Perez dan kekasihnya Gaston Castano. Khalayak mengetahui bahwa seorang Julia Perez adalah artis dengan image sexi dan berperan dalam film-film yang mengumbar aurat. Maka dari itu pada iklan “Kondom Sutera” ini artis Julia Perez pun terkesan menyampaikan kata-kata yang bermakna “dewasa” dan mengandung ”imajinasi panas” bagi penontonnya. Berikut ini petikan tanggapan mahasiswa yang memilih iklan perempuan sebagai objek pemuas sex laki-laki: “Pada iklan yang dibintangi Julia Perez dan Gaston Castano ini terdapat penggalan kata: “Mau masukin bang? Pake sutra dulu dong ah...” (Dekky Syahrul Kamil 2100055). Iklan “Shimizu” adalah jenis produk pompa air yang diperagakan model pria dan wanita. Dalam tayangan iklan ini terdapat visualisasi lenggokan tubuh wanita yang tubuhnya basah tersemprot air deras dari pompa tersebut. Setelah itu wanita tersebut mengatakan kata-kata yang mengandung konotasi berbeda dari penontonnya. Konotasi tersebut tentu saja mengarah pada pesan pembicaraan orang dewasa, petikannya sebagai berikut: “Iklan pompa air diperagakan seorang wanita yang sedang mencoba pompa air di halaman rumah kemudian melintas seorang lelaki sambil melenggak lenggokkan pinggulnya dan berkata “kalau gak mancur kapan enaknya, sedotannya kuat semburannya kenceng” (Mundiah 2100231). Selanjutnya pada tayangan iklan “French Fries 2000”, memuat adegan yang dianggap menjadikan perempuan sebagai objek pemuas sex laki-laki melalui adegan seorang pria membawa produk tersebut tepat di depan dada seorang wanita sexi. Pada saat itu sang pria menikmati penganan tersebut sambil terkesan menikmati sosok perempuan di depannya, berikut petikannya: “Dalam iklan ini terdapat seorang pria menghampiri seorang wanita yang memakai pakaian seksi dan membawa sebuah french fries 2000 tepat di depan dadanya. Seakan menikmati makanan tersebut disalurkan melalui seorang wanita tersebut (Kartika Ayu Mawarni 6662100451). Pada iklan “Permen kiss” pada saat pria berada di hadapan wanita lalu 257 pria tersebut berkata “bagi kiss-nya dong” dengan memajukan mulutnya seolah-oleh terlihat ingin mencium wanita tersebut (Rosa Novianti 6662103395). Iklan ini memberikan kesan, bahwa wanita dengan mudahnya bisa dijadikan objek sex sekehendak hati para pria. Hanya dengan bermodalkan mulut wangi permen, maka ia bisa dengan mudah mendapatkan ciuman dari seorang perempuan. Hampir senada dengan iklan French Fries, iklan “Rejoice”, menampilkan tayangan kehalusan rambut seorang gadis, saat sang pria sedang membelai rambut gadis tersebut lalu tangan pria tersebut terpeleset ke arah dada gadis tersebut, berikut kutipannya: “Karena halusnya rambut saat pria sedang membelai rambut wanita lalu tangannya terpeleset ke dada wanita. (Bia Awaliyah 6662100355) Iklan “Kopi Susu” yang menampilkan Julia Perez sebagai ikonnya. Pada tayangan ini Julia Perez melakukan tarian dan nyanyian yang tentu saja menampilkan bagian atas “dadanya” yang sexi dan bervolume “besar” yang dianggap mampu menarik perhatian penonton. Tampilan Julia Perez yang menonjolkan “dadanya” dikaitkan dengan produk yang bermerek “Kopi Susu” ini, berikut petikannya: “Iklan ini menampilkan Julia Perez sebagai modelnya dengan menari dan menyanyikan lagu pada iklan ini. Seakanakan kopi susu yang dihubungkan dengan Julia Perez yang memiliki buah dada besar”. (Kartika Ayu Mawarni 6662100451). Termasuk iklan “Segar Sari” berslogan “Mantap susunya sampe tumpeh-tumpeh” . (Bia Awaliyah 6662100355). Iklan ini menimbulkan makna konotatif bagi penonton. Adapun iklan “M150”: “Baru liat kan susu yang kayak gini” (Ryan Hardeanto 6662100756). Begitu pula iklan “Kopi Torabika”, “Susunya full ga setengahsetengah” (Moch Redi Septiana, 6662100017), menimbulkan makna lain bagi penontonnya. Iklan “Fresh Tea Green My Body”, adalah produk minuman pelangsing tubuh. Iklan ini menampilkan Aura Kasih sebagai modelnya dengan memakai pakaian seksi agar terlihat ramping namun memiliki dada yang bervolume dan berjalan berlenggaklenggok. Selanjutnya muncul seorang pria yang terpesona pada kelangsingannya dan di saat yang bersamaan terpesona juga pada keseksiannya. Berikut petikannya: “Penampilan Aura Kasih yang seperti itu dengan dada yang sedikit bergoyang karena berjalan, kemudian seorang pria lewat karena terpesona, seakan pria tersebut bukan terpesona karena kelansingannya tapi karena keseksiannya”. (Kartika Ayu Mawarni 6662100451). Produk Iklan “Neo Hermoviton” versi “makan malam”, produk ini menampilkan model pria dan wanita. Produk ini sangat kental menggambarkan sosok seorang perempuan. Padahal produk ini sejenis suplemen kesehatan penambah daya tahan tubuh pria. Neo Hermaviton adalah produk penambah vitalitas dalam melakukan hubungan sex, berikut adalah kutipan tanggapan mahasiswa: “Karena seringkali diasumsikan sebagai obat penambah tenaga dalam melakukan hubungan seks. Maka perempuan sering diidentikkan dengan produk-produk atau aktivitas yang berhubungan dengan seks”. (Risya Permata A 2102420). Pada iklan “Sunlight” versi Edric Chandra, iklan ini adalah produk berupa sabun cuci. Pada visualisasi iklan tersebut modelnya bernama Edric Chandra menyatakan “aku suka meremas-remas” dengan wajah sedikit nakal dan di sampingnya ada seorang perempuan yang memandang ke arahnya sambil tersenyum, berikut petikannya: “Terdapat kata-kata 258 “Aku suka meremas-remas” dengan disamping Edric ada seorang perempuan. (Eki Dhania 6662101853). Adapun iklan “Bu Krim Gel” memiliki pesan senada dengan “Sunlight”, berikut petikannya: “Dikocok-kocok, diremas-remas, keluar deh” (Yosa Siti Anisa 6662102201). Tanggapan mahasiswa mengenai kategori tayangan iklan perempuan sebagai objek tersubordinasi Iklan “Pond’s” (serial 7 days dengan jalan cerita mirip sinetron). Pada tayangan iklan ini model POND’S divisualisasikan berkulit putih dan berambut panjang. Iklan ini mengesankan hanya wanita berkulit putih dan berambut panjanglah yang diinginkan para pria, berikut kutipannya: “Yang bisa mendapatkan pacar hanya wanita dengan kriteria yang disebutkan dalam iklan POND’S, “Kalau mau dapet cowok, pakailah POND’S”. (Dekky Syahrul Kamil 2100055). Iklan “Rexona Man”, memvisualisasikan seorang pria yang telah menggunakan rexona lalu pria tersebut menghadiri acara pesta. Nampak dari kejauhan ada seorang wanita yang memperhatikan pria tersebut tanpa satu patah kata pun, berikut kutipannya: “Saat nampak seorang pria setelah menggunakan rexona dan pria itu keluar dari kamarnya menuju sebuah acara pesta dan pada saat yang bersamaan ada seorang perempuan yang melihat lelaki tersebut tanpa berbicara satu patah kata pun” (Yani Pratiwi 2100309). Begitu pula dengan tayangan iklan “Sutra Oke” “Seri laki-laki yang sedang bermain bilyar dan dibelakangnya ada tiga orang wanita yang sedang mengaguminya” (Nicko Rizfyanda Utama 2103077). Di sini tampak peran perempuan hanya sebagai pengagum sifat-sifat kehebatan dan kekuatan lelaki saja tanpa bisa berbuat apa-apa, wanita diposisikan hanya sebagai pelengkap atau orang nomor dua saja. Begitu pula pada iklan minuman berenergi “Proman”, perempuan mengagumi laki-laki setelah di dapat lalu perempuan ditinggalkan oleh laki-laki. (Eki Dhania 6662101853). Pada iklan “Kopi ABC Moca”, “ada 5 remaja lelaki duduk di cafe dan mereka merasa bosan, kemudian dengan kreatif memainkan benda-benda di sekitar mereka dan menjadi alunan musik yang enak didengar, setelah itu muncul perempuan yang berparas ayu ikut berkumpul dengan mereka dan duduk di belakang. (Mundiah 6662100231). Iklan “LMEN” memvisualisasikan pesan yang mirip dengan iklan sebelumnya, “ketika seorang lelaki memamerkan tubuhnya yan berotot, kuat dan tangguh kemudian terlihat perempuan dibelakangnya. (Mundiah 6662100231). Iklan “Lux”, menampilkan seorang wanita yang sedang berjalan sendirian, tampak di kanan kirinya neonbox dan bar. Dari keseluruhan situasi dan model tersebut, dikesankan bahwa ia seperti seorang wanita murahan, berikut ini petikannya: “Adegan terakhir ketika seorang wanita berjalan di kanan kirinya jalan tersebut banyak neonbox dan bar. Menurut saya sepertinya wanita tersebut, wanita gampangan” (Dekky Syahrul Kamil 2100055). Iklan “Gudang Garam Djaja” (Versi nyuci truk), menayangkan visualisasi truk yang bermuatan penuh penumpang, setelah ditelisik ternyata truk itu bermuatan penuh perempuan, pada tayangan iklan ini terkesan keberadaan perempuan bisa diperlakukan semaunya, ditempatkan di mana saja tanpa mempertimbangkan aspek etika dan estetika, berikut petikannya: “Pada iklan tersebut tampak truk yang bermuatan penuh perempuan” (Nicko Rizfyanda Utama 2103077). 259 Pada iklan “AXE”, tampak tayangan seorang perempuan yang menjelma menjadi bidadari. Bidadari tersebut hadir manakala melihat seorang pria yang dilukiskan begitu harum. Sosok bidadari yang dilakonkan oleh wseorang wanita, tampak hanya sebagai pengagum, atas pesona seorang pria. Demikian mempesonanya dan harumnya pria tersebut karena memakai parfum AXE, berikut petikannya: “Perempuan yang menjelma menjadi bidadari hadir sebagai sosok pemuja lelaki yang memakai AXE” (Sausan Saidah Salam 2102610). Begitu juga dengan iklan “Axe Mini Baru”, memiliki alur cerita sebagai berikut: “Seorang lelaki yang memamerkan cara dia bermain yoyo kepada seorang wanita, namun wanita tersebut tidak peduli kepadanya. Tetapi ketika memakai axe wanita lansung pada nempel.” (Yusie Purnama Sari 6662102585) Adapun tayangan iklan “Helm GM”, divisualisasikan Ketika seorang perempuan yang dibonceng Aziz Gagap selalu di suruh Aziz untuk memakaikan helm dan jaket miliknya. (Mundiah 6662100231). Dalam iklan ini, peran perempuan hanya sebagai objek pembantu pemeran utamanya yaitu Aziz Gagap. Perempuan hanya ditempatkan sebagai orang nomor dua. Begitu juga iklan dengan iklan “Shampo Clear”, peran perempuan dikesankan menempati poisi nomor dua, “ketika dalam sebuah latihan karate, seorang lelaki menunjuk seorang perempuan untuk bertanding dengannya, karena ia merasa perempuan akan lebih mudah dikalahkan, namun yang terjadi adalah si laki-laki itu kalah. (Yosa Siti Anisa 6662012201). Pada tayangan iklan “Rinso” diperlihatkan sebuah adegan “slice of life” yang memvisualisasikan ibu rumah tangga yang mendapatkan kaos salah satu anak lelakinya yan kotor diletakkan begitu saja di atas kursi lalu sang ibu lansung mencucinya begitu saja. (Bia Awaliyah 6662100355). Di sini tayangan iklan tersebut terkesan bahwa hanya perempuan yang harus mengerjakan mencuci baju-baju kotor dan harus menerima begitu saja diposisikan demikian, walaupun ada motif rasa rela karena tugasnya sebagai seorang ibu. Pada iklan “Hand Body Marina”, digambarkan sepasang remaja yang sedang berpacaranan mereka berpacaran lalu mereka berjalan-jalan di pasar seni, dan digambarkan si perempuan tidak percaya diri karena kulitnya gelap (hitam) sehingga si pria tidak begitu peduli dengan pacarnya tersebut malah dia berjalan sendiri meninggalkannya. Dari sinilah si wanita akhirnya menyadari kalau dirinya ditinggalkan oleh si pria yang lebih asyik memotret ketimbang memperhatikan dirinya. (Risya Permata A. 2102420). Iklan ini mengesankan bahwa wanita tetap berada pada posisi wengking atau kedua. Hanya karena ia tidak memakai handbody lotions maka pria akan dengan mudah meninggalkannya. KESIMPULAN Banyak iklan yang ditayangkan di televisi memuat perempuan sebagai ikon atau model bagi iklan tersebut. Beberapa iklan yang dikategorikan mahasiswa program studi ilmu komunikasi yang dianggap sebagai objek pemuas sex bagi laki-laki. Iklan-iklan tersebut adalah: “Kompor Gas Kuantum”, “Kondom Sutera”, “Shimizu”, “Permen kiss”,“Rejoice”, “Kopi Susu”, “Segar Sari”, “Fresh Tea Green My Body”, “Neo Hermoviton” versi “makan malam”, “Sunlight” versi Edric Chandra, dan “Bu Krim Gel”. “Pond’s”, “Rexona Man”, “Sutra Oke”, “Proman”, “Kopi ABC Moca”, “Gudang Garam Djaja” (Versi nyuci truk), “L-MEN”, “Helm GM”, dan “parfum 260 AXE”. Iklan-iklan tersebut banyak pesan yang disimpulkan sebagai berikut: Hanya wanita berkulit putih dan berambut panjanglah yang diinginkan para pria, berikut kutipannya: “Yang bisa mendapatkan pacar hanya wanita dengan kriteria yang disebutkan dalam iklan POND’S, “Kalau mau dapet cowok, pakailah POND’S”. Kemudian ada juga iklan yang memvisualisasikan seorang pria yang telah menggunakan rexona lalu pria tersebut menghadiri acara pesta. Nampak dari kejauhan ada seorang wanita yang memperhatikan pria tersebut tanpa satu patah kata pun. Saran 1) Kepada praktisi periklanan dianjurkan agar tidak mengeksploitasi sisi aurat perempuan karena bertentangan dengan moral dan agama. 2) Kepada para produsen produk yang akan diiklankan, uang bukanlah segalanya. Hanya demi mengejar daya tarik dari iklan, terkenal secara instan, dan meraup keuntungan sebesarbesarnya, maka dilakukan segala cara. 3) Harapan untuk praktisi media televisi, agar memfilter iklan-iklan yang tidak layak tayang, karena di antara para penonton adalah anak-anak dan remaja yang belum pantas disuguhi tayangan fulgar dan merusak aspek kognitif dan afektifnya. 4) Saran untuk para orang tua agar lebih memperhatikan putra putrinya dalam menonton televisi. Jika suatu tayangan dianggap tidak berguna lebih baik dimatikan saja. Data Penulis: Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Untirta, Pengelola Yayasan Getok Tular. Lulus Strata 2 (S2) Sekolah Pascasarjana Program Studi Manajemen Komunikasi USAHID Jakarta tahun 2008. DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi. Penerbit Prenada Media Group. Jakarta. Effendy, Onong Uchjana. 1992. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. -------------------------------. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Farihanto, Muhammad Najih. 2012. Peran Customer Relations dan Diskriminasi Karir Perempuan pada Perusahaan dealer Resmi Mobik di Yogyakarta. Prosiding Seminar dan Konferensi Nasional Ilmu Komunikasi. Serang, 3-4 Oktober. Program Studi Ilmu Komunikasi Untirta. Banten. Hamad, Ibnu. 2006. Riset Aksi: Riset Aksi Mencetak Agen Perubahan. Artikel. Jurnal Thesis. Volume V/No.2. Mei-Agustus 2006. Penerbit, Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Moleong, Lexy, 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Rosda. Bandung. Siahaan, S.M. 1991. Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya. Penerbit PT. BPK Gunung Mulia. Jakarta. Widyastuti, Nurprapti Wahyu. 2012. Peran Perempuan dalam Penanggulangan Pencemaran Sungai Ciliwung. Prosiding Seminar dan Konferensi Nasional Ilmu Komunikasi. Serang, 3-4 Oktober. Program Studi Ilmu Komunikasi Untirta. Banten. 261