Naskah Lengkap Artikel - Jurnal AKBID Citra Medika Surakarta

advertisement
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MP ASI DENGAN
KETEPATAN PEMBERIAN MP ASI PADA BAYI DI POSYANDU NUSA
INDAH XVIII CEMANI KABUPATEN SUKOHARJO
Relationship Knowledge About Complementary Feeding Of Breast Milk Giving The
Accuracy Complementary Feeding Of Breast Milk In Babies In Posyandu Nusa
Indah XVIII Cemani District Sukoharjo
Darah Ifalahma, Tri Tungga Dewi
Akademi Kebidanan Citra Medika Surakarta
ABSTRACT
Infant Mortality Rate (IMR) according to the Demographic Health Survey of
Indonesia, especially the death of the newborn (neonatal), still in the range of 20 per
100 live births. The infant mortality rate in Central Java, there is a tendency to
increase from year to year. Basic quality of human capital formation begins as a
baby in the womb continued breastfeeding (breast milk). Until the age of 6 months
and then continue with complementary feeding in infants where the type and
frequency of dosing schedule has been set. The purpose of this study was to determine
the level of knowledge of mothers about complementary feeding with precision
provision of complementary feeding in Infants At Nusa Indah XVIII IHC Cemani
Sukoharjo.
The method used in this study was an observational analytic. The population in this
study are all mothers with infants 6-12 months in Nusa Indah XVIII IHC Cemani
Sukoharjo. Nonprobability sampling techniques Sampling with accidental sampling a
number of 30 respondents. The research instrument is a questionnaire with closed
questions.
The results of the study there was a relationship between the level of knowledge about
complementary feeding with precision provision of complementary feeding in infants
with X2 values obtained count is greater than X2 table (10.664 > 5.591) and
p = 0.005 (p < 0.05).
Conclusion there is a relationship between the level of knowledge about
complementary feeding with precision giving complementary feeding in infants.
Keywords : Knowledge Level , Accuracy complementary feeding
bayi baru lahir (neonatal), masih berada
pada kisaran 20 per 100 kelahiran hidup.
Angka Kematian Bayi (AKB) yang
tinggi di Indonesia 80% penyebab
kematian, terutama di akibatkan oleh
PENDAHULUAN
Angka Kematian Bayi (AKB)
menurut Survey Demografi Kesehatan
Indonesia, khususnya kematian pada
35
pnemounia, malaria, diare dan masalah
gizi buruk.
Berdasarkan SDKI tahun 2003,
proporsi bayi di bawah enam bulan yang
mendapatkan ASI esklusif mengalami
penurunan. Rata-rata, bayi Indonesia
hanya disusui selama 2 bulan pertama
(tidak mendapatkan ASI eksklusif), Jika
dibandingkan dengan SDKI tahun 2007,
hanya 32% bayi di bawah 6 bulan
mendapatkan ASI eksklusif. Ini terlihat
dari penurunan prosentase SDKI 2003
yang sebanyak 64% menjadi 48% pada
SDKI 2007. Sebaliknya, sebanyak 65%
bayi baru lahir mendapatkan makanan
selain ASI selama tiga hari pertama
(Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia,
2008).
Angka kematian bayi di Jawa
Tengah ada kecenderungan meningkat
dari tahun ke tahun. Dari data tahun
2009, sedikitnya 9,7 bayi meninggal di
setiap 1.000 kelahiran hidup. Jumlah itu
meningkat di tahun 2010, di mana
angkanya menjadi 10,2 tiap 1000
kelahiran hidup.Bayi meninggal dengan
berbagai kasus,kasus-kasus yang sering
di jumpai karena infeksi, ketahanan fisik
yang rendah, dan banyak yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif (Kundori,
2011 dalam Suara Merdeka,2011).
Resolusi World Health Assembly
(WHA) tahun 2010 menyatakan bahwa
ASI merupakan hak bayi yang
memberikan nutrisi terbaik bagi
pertumbuhan dan perkembangan bayi.
ASI adalah makanan tunggal terbaik
yang bisa memenuhi seluruh kebutuhan
gizi bayi normal untuk tumbuh kembang
di bulan-bulan pertama kehidupannya.
World Health Organization (WHO) dan
United Nations International Children's
Emergency
Fund
(UNICEF)
menetapkan pemberian ASI eksklusif
pada bayi selama 6 bulan. Ini berarti,
bayi hanya mendapat ASI, tanpa
makanan tambahan lain selama masa itu.
Penelitian
menunjukkan,
banyak
manfaat diperoleh bayi yang mendapat
ASI. Proses pemberian ASI akan
menumbuhkan kelekatan emosi yang
kuat antara ibu dan bayi (Anonymous,
2006).
Depkes RI (2003) menyatakan
bahwa, ASI sebagai makanan tunggal
harus diberikan sampai bayi berusia
enam bulan. Selanjutnya bayi perlu
mendapatkan makanan pendamping ASI
kemudian pemberian ASI di teruskan
sampai anak berusia dua tahun (Siregar,
2004).
Setelah usia 6 bulan, ASI hanya
memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan
gizi bayi. Bayi mulai membutuhkan
makanan pendamping ASI (MP ASI).
Pemberian makanan padat pertama
harus memperhatikan kesiapan bayi,
antara lain, keterampilan motorik,
keterampilan mengecap dan mengunyah,
penerimaan terhadap rasa dan bau.
Pemberian makanan padat pertama perlu
dilakukan secara bertahap (Anonymous,
2006).
Makanan tambahan adalah makanan
untuk bayi selain ASI atau susu botol,
sebagai penambah kekurangan dari ASI
atau susu pengganti ASI (PASI). Setelah
usia bayi lebih dari 6 bulan perlu
diperkenalkan makanan pendamping,
MP ASI yaitu makanan tambahan selain
ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi
bayi yang meningkat (Murniningsih dan
Sulastri, 2008).
Pola pemberian makanan bayi
merupakan cara pemberian makanan
pada bayi dimana jenis, frekuensi dan
36
jadwal pemberiannya telah ditetapkan.
Apabila pemberian makanan tambahan
pada usia dini tidak tepat terutama
makanan padat justru menyebabkan
banyak infeksi, kenaikan berat badan,
alergi terhadap salah satu zat gizi yang
terdapat dalam makanan. Sedangkan
pemberian
cairan
tambahan
meningkatkan risiko terkena penyakit.
Karena pemberian cairan dan makanan
padat menjadi sarana masuknya bakteri
pathogen. Bayi usia dini sangat rentan
terhadap bakteri penyebab diare,
terutama di lingkungan yang kurang
higienes dan sanitasi buruk (Pudjiadi,
2003;Murniningsih dan Sulastri, 2008).
Pengetahuan pada dasarnya adalah
hasil dari tahu yang terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu melalui pancaindra
manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan diperoleh
melalui mata dan telinga. Perilaku
kesehatan dipengaruhi pula oleh
pengetahuan sebagai faktor predisposisi.
Jika pengetahuan tentang MP-ASI baik
diharapkan pula pada akhirnya perilaku
terhadap pemberian MP-ASI juga baik
(Notoatmodjo, 2007).
Studi pendahuluan di Cemani
Sukoharjo, dari buku laporan ibu
Puskesmas Grogol didapatkan jumlah
bayi di desa Cemani yaitu 368 bayi
tersebar pada 18 posyandu bayi balita
yang ada di desa Cemani dan Posyandu
Nusa Indah XVIII. Hasil wawancara
terhadap 15 Ibu yang memiliki bayi
didapatkan hasil 10 orang (66,67%)
mengatakan memberi MP ASI pada saat
bayi berusia 3 bulan, 3 orang (0,2%)
mengatakan memberi MP ASI pada saat
bayi berumur 2 bulan, 2 orang (13,33%)
mengatakan memberi MP ASI pada saat
bayi berumur 4 bulan. Data tersebut
menunjukkan kurangnya pengetahuan
mengenai ketepatan pemberian MP ASI
pada bayi karena dalam hal ini ibu
memberikan MP ASI tidak sesuai
dengan usia bayi.
Tujuan penelitian adalah mengetahui
hubungan tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang MP ASI dengan ketepatan
pemberian MP ASI pada Bayi Di
Posyandu Nusa Indah XVIII Cemani
Sukoharjo.
METODE PENELITIAN
Variabel adalah perilaku atau
karakteristik yang memberikan nilai
beda terhadap sesuatu (Nursalam, 2011;
h. 97).
1. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang
nilainya menentukan variabel lain.
Suatu kegiatan stimulus yang
dimanipulasi
oleh
peneliti
menciptakan suatu dampak pada
variabel dependen (Nursalam, 2011;
h. 97). Variabel bebas pada penelitian
ini adalah pengetahuan tentang MP
ASI. Pengetahuan tentang MP ASI
adalah hasil dari tahu tentang MP ASI
meliputi definisi, tujuan, tahapan,
pola pemberian, jenis frekuensi,
waktu dan cara memasak.
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang
nilainya ditentukan oleh variabel lain.
Variabel respons akan muncul
sebagai akibat dari manipulasi
variabel-variabel lain (Nursalam,
2011; h. 98). Variabel terikat pada
penlitian ini adalah ketepatan MP
ASI (Makanan Pendamping Air Susu
37
Ibu). Ketepatan MP ASI Memberikan
MP ASI secara tepat yaitu tepat jenis,
frekuensi dan waktu.
Hipotesis penelitian adalah ada
hubungan antara tingkat pengetahuan
ibu tentang MP ASI dengan ketepatan
pemberian MP ASI Pada Bayi Di
Posyandu Nusa Indah XVIII Cemani
Sukoharjo.
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian
observasional
analitik.
Observasional
analitik
yaitu
menjelaskan suatu keadaan atau situasi.
Pendekatan
pada
penelitian
ini
menggunakan cross sectional
atau
potong silang yaitu mengukur variabel
sebab atau resiko dan akibat atau kasus
yang terjadi pada objek penelitian diukur
atau dikumpulkan secara simultan
(dalam
waktu
yang
bersamaan)
(Notoatmojo, 2010; h. 26).
Sampel adalah sebagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2011; h.
81). Sampel dalam penelitian ini adalah
semua ibu yang memiliki bayi 6-12
bulan di posyandu Nusa Indah XVIII
Cemani Sukoharjo. Menurut Sugiyono
(2010, h.85), Nonprobability Sampling
yaitu teknik pengambilan sampel yang
tidak memberi peluang / kesempatan
sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk di pilih menjadi sampel.
Accidental Sampling adalah menggambil
responden sebagai sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel bila orang
yang kebetulan ditemui cocok sebagai
sumber
data.
Penelitian
ini
menggunakan nonprobability sampling
dengang teknik accidental sampling,
jumlah sampel yang diteliti sebanyak 30
responden.
Instrumen penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam
pengumpulan
data
agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik dalam arti lebih cepat,
lengkap dan sistematis sehingga lebih
mudah diolah (Arikunto, 2010; h. 203).
Kuesioner yang digunakan adalah
bentuk pertanyaan tertutup dengan
menyediakan dua alternatif jawaban ”
Benar”
dan
”Salah”
responden
memberikan
jawaban
dengan
memberikan tanda cek (√) sesuai dengan
hasil yang diinginkan. Kuesioner ini
terdiri dari item favorable (positif)
dimana
pernyataan
benar
dan
unfavorable (negatif) dimana pernyataan
salah dengan menyediakan pilihan
jawaban. Bobot nilai untuk item
favorable (positif) jawaban benar 1,
sedangkan salah 0, untuk item
unfavorable (negatif) jawaban benar 0,
sedangkan salah 1 (Nursalam; 2003 h.
124).
Menghitung frekuensi dan distribusi
cara penghitungan yang digunakan
untuk menghitung prosentase adalah
sebagai berikut :
n
p  k x100%
N
Keterangan :
P : Proporsi
Nk :Banyaknya subyek dalam kelompok
N : Banyaknya subyek seluruhnya
(Notoatmodjo, 2010; h. 171)
Dalam teknik analisa data peneliti
menggunakan rumus chi kuadrat (x2)
adalah teknik statistik yang digunakan
untuk menguji hipotesis bila dalam
populasi terdiri atas dua atau lebih kelas,
38
data berbentuk nominal dan sampel
besar.
Menurut Arikunto (2010; h. 333),
rumus menghitung chi kuadrat adalah
sebagai berikut:
( fo  fh) 2
X 2 
fh
Keterangan:
x2 = Chi kuadrat
fo = frekuensi yang diobservasi
fh = frekuensi yang diharapkan
Ketentuan bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima apabila harga Chi Kuadrat (X2)
hitung lebih besar dari table (X2 hitung >
X2 tabel) atau nilai signifikansi ρ < 0,05
maka hubungannya signifikan.
Menurut Arikunto (2010; h. 336),
metode yang digunakan untuk mengukur
keeratan hubungan (asosiasi dan
korelasi) adalah koefisien kontingesi.
Koefisien kontingensi KK dapat
diperoleh
dengan
melakukan
perhitungan sesuai rumus:
X2
KK =
NX2
Keterangan:
KK =
Koefisien
kontingensi
(crosstabulation)
N
= total banyaknya observasi
2
x
= chi-square hasil perhitungan
Keeratan hubungan antara dua
variabel dapat diinterpretasikan dari
kriteria sebagai berikut:
Interval Koefisien
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Indikator
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat kuat
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
a. Umur responden
Tabel 1 Distribusi Frekuensi
Karakteristik
Responden
Berdasarkan Umur
No
1.
2.
3.
Umur
Responden
<20 tahun
20 - 35
tahun
>35 tahun
Total
Frekuensi
Prosentase (%)
0
27
3
0
90
10
30
100
b. Pendidikan
Tabel 2 Distribusi Frekuensi
Karakteristik
Responden
Berdasarkan Pendidikan
No
Pendidikan
Frekuensi
1.
2.
Dasar (SD sederajat)
Menengah
(SLTP/SLTA
sederajat)
Tinggi (Perguruan
Tinggi)
Total
3
23
Prosentase
(%)
10
76,7
4
13,3
30
100,00
3.
c. Pekerjaan
Tabel 3 Distribusi Frekuensi
Karakteristik Pekerjaan
No
1.
2.
Pekerjaan
Tidak
bekerja
Bekerja
Total
Frekuensi
14
16
Prosentase (%)
46,67
53,33
30
100,00
d. Jumlah anak
Tabel 4 Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Jumlah
anak
No
1.
2.
Jumlah Anak
Primipara
Multipara
Total
Frekuensi
8
22
Prosentase (%)
26,67
73,33
30
100,00
Sumber: Sugiyono, 2011; h. 184
39
2. Analisa Univariat
a. Tingkat pengetahuan Ibu tentang
MP ASI
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang MP ASI
No
1.
2.
3.
Tingkat
Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Frekuensi
Prosentase (%)
7
13
10
23,3
43,3
33,3
30
100,00
Total
b. Ketepatan pemberian MP ASI
Tabel 6 Distribusi Frekuensi
Ketepatan Pemberian MP ASI
No
1.
2.
Ketepatan
Pemberian
MP ASI
Tidak tepat
Tepat
Frekuensi
Prosentase (%)
15
15
50
50
30
100
Total
3. Analisa Bivariat
Tabel 7 Hasil Uji Chi Kuadrat
Hubungan Tingkat Pengetahuan
Tentang MP ASI Dengan Ketepatan
Pemberian MP ASI di Posyandu Nusa
Indah XVIII
Ketepatan
Pemberian
MP ASI
Tidak Tepat
Tepat
Jumlah
Tingkat Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
1
(6,67%)
6
(40%)
7
(23,3%)
5
(3,33%)
8
(53,3%)
13
(43,3%)
9
(60%)
1
(6,67%)
10
(33,3%)
Total
15
(50%)
15
(50%)
30
(100%)
X2
hitung
P
10,664
0,005
Berdasarkan tabel 7 di atas
menunjukkan bahwa :
a. Dari 30 responden terdapat 15
responden (50%) yang tidak tepat
dalam memberikan MP ASI, 9
responden (60%) berpengetahuan
kurang.
b. Dari 30 responden terdapat 15
responden (50%) yang tepat dalam
memberikan MP ASI, 8 responden
(53,3%) berpengetahuan cukup.
c. Dari 30 responden terdapat 15
responden (50%) yang tepat dalam
memberikan MP ASI, 6 responden
(40%) berpengetahuan baik.
Hubungan antara tingkat pengetahuan
tentang MP ASI dengan ketepatan
pemberian MP ASI dicari dengan
menggunakan rumus Chi kuadrat (x2/
Chi square), dan hasil diperoleh nilai
hitung Chi kuadrat X2 hitung sebesar
17,758 dengan derajat kebebasan (df)
= 2, maka X2 hitung lebih besar dari
X2 tabel (10,664 > 5,591). Sedangkan
untuk nilai signifikansi menunjukkan p
= 0,005 (p < 0,05) yang berarti
terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang MP ASI dengan
ketepatan pemberian MP ASI.
Koefisien
kontingensi
(KK)
merupakan metode yang digunakan
untuk mengukur keeratan hubungan
(asosiasi dan korelasi). Dalam
penelitian ini koefisien kontingensinya
adalah sebagai berikut :
KK =
X2
NX2
10,664
=0, 512
30  10,664
Berdasarkan penghitungan koefisien
kontingensi diatas, diperoleh hasil
0,512, sehingga hubungan keeratan
antara tingkat pengetahuan tentang MP
ASI dengan ketepatan pemberian ASI
adalah sedang.
Berdasarkan tabel 5 diperoleh hasil
distribusi jumlah tingkat pengetahuan
ibu tentang MP ASI yang dijelaskan
bahwa dari 30 responden yang
mempunyai pengetahuan baik sebanyak
11 responden (21,2%), pengetahuan
cukup sebanyak 14 responden (26,9%),
=
40
dan yang mempunyai pengetahuan
kurang sebanyak 15 responden (28,8%).
Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar responden
mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang MP ASI.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu
dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia, yaitu: penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba
(Notoatmodjo, 2007; h. 139).
Faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan salah satunya adalah umur.
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan
bahwa sebagian responden berumur 2035 tahun yaitu sebanyak 27 responden
(90%), dan yang berumur >35 tahun
sebanyak 3 responden (10%), serta yang
berumur <20 tahun tidak ada pada
penelitian ini.
Menurut Singgih dalam Hendra
(2011) bertambahnya umur seseorang
dapat berpengaruh pada pertambahan
pengetahuan yang diperolehnya, akan
tetapi pada umur-umur tertentu atau
menjelang usia lanjut kemampuan
penerimaan atau mengingat suatu
pengetahuan akan berkurang.
Menurut Martadisoebrata (1992)
dalam Hidajati (2012; h. 44) dikatakan
usia reproduksi sehat atau aman untuk
kehamilan, persalinan, dan menyusui
adalah 20 - 35 tahun. Usia reproduksi
sangat baik dan mendukung dalam
pemberian ASI eksklusif sedangkan
umur yang kurang dari 20 tahun
dianggap masih belum matang secara
fisik, mental, dan psikologi dalam
menghadapi kehamilan, persalinan, serta
pemberian ASI. Sedangkan umur lebih
dari 35 tahun dianggap berbahaya
karena alat reproduksi maupun fisik
sudah jauh berkurang dan menurun,
Faktor lain yang juga mempengaruhi
pengetahuan
adalah
pendidikan.
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan
bahwa sebagian besar responden
berpendidikan menengah (SLTP/SLTA
sederajat) yaitu sebanyak 23 responden
(76,7%), dan yang berpendidikan tinggi
(Perguruan
Tinggi)
sebanyak
4
responden (13,3%), sedangkan yang
berpendidikan dasar (SD sederajat)
sebanyak 3 responden (10%).
Menurut Depkes RI (1996) dalam
Hidajati (2012; h. 47) dikatakan
pendidikan adalah upaya persuasif atau
pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat mau melakukan tindakantindakan atau praktik untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatannya.
Tingkat pendidikan ibu yang rendah
mengakibatkan kurangnya pengetahuan
ibu dalam menghadapi masalah,
terutama
dalam
pemberian
ASI
eksklusif. Pengetahuan ini diperoleh
baik secara formal maupun informal.
Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai
tingkat pendidikan yang lebih tinggi
umumnya terbuka menerima perubahan
atau hal baru guna pemeliharaan
kesehatannya.
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam
Hidajati (2012; h. 48) dikatakan
pendidikan diperkirakan ada kaitannya
dengan pengetahuan ibu menyusui
dalam memberikan ASI eksklusif, hal
ini dihubungkan dengan tingkat
pengetahuan ibu bahwa seseorang yang
berpendidikan lebih tinggi
akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas
dibandingkan dengan tingkat pendidikan
yang rendah.
41
Tingkatan pengetahuan menurut
Fitriani (2011) yaitu tahu, memahami,
menerapkan, analisis, sintesis dan
evaluasi. Tingkat pengetahuan yang
paling rendah dimulai dari tahu (know)
yaitu mengingat suatu materi yang telah
dipelajari/
diterima
sebelumnya.
Pengetahuan tentang MP ASI dapat
diperoleh ibu dari tenaga kesehatan,
buku, maupun informasi dari media
massa (radio, televisi, majalah, dan surat
kabar). Pada tingkat pengetahuan yang
lebih tinggi ibu dapat memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, sintesis,
dan pada tingkat yang paling tinggi ibu
mampu melakukan penilaian terhadap
MP ASI. Sehingga diharapkan ibu
secara sadar dapat memberikan MP ASI
secara tepat kepada bayinya sesuai
dengan umur bayi tersebut.
Berdasarkan tabel 6 diperoleh hasil
distribusi jumlah responden yang tepat
dalam pemberian MP ASI yaitu
sebanyak 15 responden (50%) dan yang
tidak tepat dalam pemberian MP ASI
juga sebanyak 15 responden (50%). Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebagian responden tepat dalam
memberikan MP ASI.
Menurut Simanjutak (2007) MP ASI
merupakan peralihan dari ASI ke
makanan
keluarga.
Pengenalan
pemberian MP ASI harus dilakukan
secara bertahap baik bentuk maupun
jumlah sesuai dengan kemampuan
pencernaan bayi. Waktu pemberian MP
ASI pada bayi dilihat dari aspek
fisiologi, psikologi dan kebutuhan
gizinya. Waktu yang paling tepat untuk
memperkenalkan MP ASI pada bayi
yaitu ketika ia berusia 6 bulan (Promina,
2012 ).
Faktor
yang
mempengaruhi
ketepatan pemberian MP ASI salah
satunya adalah pekerjaan. Berdasarkan
tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian
besar responden bekerja yaitu sebanyak
16 responden (53,33%), dan yang tidak
bekerja
sebanyak
14
responden
(46,67%).
Ibu yang belum bekerja sering
memberikan makanan tambahan dini
dengan alasan melatih atau mencoba
agar pada waktu ibu mulai bekerja bayi
sudah terbiasa. Namun ibu bekerja
masih dianggap sebagai salah satu
penyebab tingginya angka kegagalan
menyusui disebabkan pendeknya waktu
cuti kerja, pendeknya waktu istrahat saat
bekerja sehingga ibu tidak mempunyai
cukup waktu untuk memerah ASI
(IDAI, 2010; h. 255).
Faktor lain yang juga mempengaruhi
ketepatan pemberian MP ASI adalah
paritas (jumlah anak). Berdasarkan tabel
4 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden multipara yaitu sebanyak 22
responden
(73,33%),
sedangkan
primipara sebanyak 8 responden
(26,67%).
Menurut Perinansia (2004) dalam
Hidajati (2012; h. 45) dikatakan seorang
ibu dengan bayi pertamanya mungkin
akan mengalami masalah ketika
menyusui hanya karna kurangnya
pengetahuan cara-cara menyusui yang
sebenarnya dan apabila ibu mendengar
ada pengalaman menyusui yang kurang
baik yang dialami orang lain. Hal ini
memungkinkan
ibu
ragu
untuk
memberikan ASI pada bayinya.
Dalam pemberian ASI ekslusif, ibu
yang
pertama
kali
menyusui
pengetahuannya terhadap pemberian
ASI eksklusif belum berpengalaman
42
dibandingkan dengan ibu yang sudah
berpengalaman
menyusui
anak
sebelumnya.
Dilihat dari distribusi hubungan
tingkat pengetahuan tentang MP ASI
dengan ketepatan pemberian MP ASI,
responden yang pengetahuan tentang
MP ASI baik dan tidak tepat dalam
pemberian MP ASI ada 1 responden
(6,67%) dan yang tepat dalam
pemberian MP ASI ada 6 responden
(40%), sedangkan responden yang
pengetahuan tentang MP ASI cukup dan
tidak tepat dalam pemberian MP ASI
ada 5 responden (3,33%) dan yang tepat
dalam pemberian MP ASI ada 8
responden (53,3%). Serta untuk
responden yang pengetahuannya kurang
tentang MP ASI dan tidak tepat dalam
pemberian MP ASI ada 9 responden
(60%) dan yang tepat dalam pemberian
MP ASI ada 1 responden (6,67%).
Berdasarkan data tersebut diatas
diperoleh nilai hitung Chi Kuadrat
sebesar 10,664 dan derajat kebebasan
(df) = 2. Sedangkan untuk nilai
signifikansi menunjukkan p = 0,005 (p <
0,05) berarti H0 ditolak maka dapat
disimpulkan “Ada Hubungan Antara
Tingkat Pengetahuan Tentang MP ASI
Dengan Ketepatan Pemberian MP ASI”.
Sedangkan
keeratan
hubungannya
adalah sedang yaitu 0,512.
Menurut Sari (2010) pengetahuan
seseorang
tentang
masalah
gizi
diperoleh dari pengalaman empiris dan
dijadikan
sebagai
salah
satu
pertimbangan dalam menyediakan,
mengolah, menyajikan makanan bagi
dirinya sendiri dan orang lain. Begitu
juga dalam hal pemberian MP ASI pada
bayi yang dimulai pada umur 6 bulan
harus didasari dengan pengetahuan
tentang MP ASI. Pemberian makanan
padat terlalu dini atau dengan
peningkatan jumlah yang terlalu cepat
berakibat buruk pada bayi seperti
rusaknya sistem pencernaan, tersedak,
meningkatkan risiko terjadinya alergi,
batuk, dan obesitas (Lewis, 2003; h. 27).
Maka dapat disimpulkan bahwa semakin
kurang pengetahuan responden tentang
MP ASI, maka semakin tidak tepat
dalam pemberian MP ASI pada bayinya.
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan
Fitriani (2007) bahwa pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan
seseorang (over behavior) dan perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari pengetahuan.
Berdasarkan penghitungan koefisien
kontingensi, diperoleh hasil 0,512,
sehingga hubungan keeratan antara
tingkat pengetahuan tentang MP ASI
dengan ketepatan pemberian ASI adalah
sedang.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Tingkat pengetahuan ibu tentang MP
ASI di Posyandu Nusa Indah XVIII
Cemani, Sukoharjo dalam kategori
pengetahuan cukup.
2. Ketepatan ibu dalam pemberian MP
ASI pada bayi di Posyandu Nusa
Indah XVIII Cemani, Sukoharjo
dalam kategori tepat.
3. Ada hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang MP ASI dengan
ketepatan pemberian MP ASI di
Posyandu Nusa Indah XVIII Cemani,
Sukoharjo.
43
Saran
1. Bagi Ibu /keluarga /masyarakat
Diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan tentang MP ASI dengan
mencari informasi mengenai MP ASI
melalui membaca buku, mengikuti
penyuluhan, dan berdiskusi dengan
tenaga kesehatan setempat.
2. Bagi pendidikan
Diharapkan
dapat
menambah
referensi dan informasi tentang MP
ASI untuk meningkatkan mutu
pembelajaran dalam melaksanakan
asuhan terutama asuhan pada bayi
sehingga bayi tersebut dapat terhindar
dari hal-hal yang buruk akibat
pemberian MP ASI yang tidak tepat
waktunya.
3. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan
tenaga
kesehatan
khususnya bidan diharapkan lebih
meningkatkan pemberian informasi
(penyuluhan) kesehatan tentang MP
ASI yaitu tentang tujuan pemberian
MP ASI, tahapan pemberian makanan
pada bayi, jenis MP ASI, cara
memasak MP ASI termasuk waktu
yang tepat untuk pemberian MP ASI
pada bayi.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya
untuk dapat mengembangkan materi
tentang MP ASI dengan metode
penelitian lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi I. Hubungan Pengetahuan Dan
Sikap Ibu Dalam Pemberian
Makanan Pendamping Asi (MP-ASI)
Dengan Kejadian Diare Pada Bayi
Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Semurup Kabupaten
Kerinci Propinsi Jambi. Universitas
Andalas: 2009.
Anonymous. Makanan Pendamping ASI.
http://www.bayisehat.com/babyfeeding-mainmenu-29/85-makananpendamping-asi.html.
Arikunto S. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Asdi Makasatya; 2010. H. 194, 203,
278-80, 333, 336.
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. UU
Perlindungan Bagi Ibu Menyusui
dan
Anak
Menyusu
ASI.
http://www.petitiononline.com/aimi/
petition.html.
Choirunisa M A.Merawat bayi dan
balita.Yogyakarta: Moncer Publisher
:2009. h. 10.
Hidajati A.Mengapa seorang ibu harus
menyusui?.Jogjakarta:Flashbook;201
2.9-76
Fitriani
S.
Promosi
Kesehatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011. h.
129-37
Hidayat
A.
Metode
Penelitian
Kebidanan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika; 2010. h.
92-5.
Istiyarningsih dan Eny I. Hubungan
Antara
Perilaku
Ibu
Dalam
Pemberian Makanan Pendamping
ASI Secara Dini Dengan Angka
Kejadian Diare Pada Bayi Di
Rumah Sakit Umum Kota Semarang.
44
Semarang: Universitas Diponegoro;
2009.
Kamus Bahasa Indonesia. Kamus
Bahasa
Indonesia
Online.
http://kamusbahasaindonesia.org.
2012.
Lewis S. Menyiapkan Makanan Bayi.
Jakarta: Erlangga; 2003. h. 28-38.
Mommies R We. Makanan Pendamping
Air Susu Ibu (MP ASI) : Berikan
yang Terbaik untuk Buah Hati Anda.
Indonesia. 2005.
Murniningsih dan Sulastri. Hubungan
Antara
Pemberian
Makanan
Tambahan Pada Usia Dini Dengan
Tingkat Kunjungan Ke Pelayanan
Kesehatan Di Kelurahan Sine
Sragen. Sukoharjo: Berita Ilmu
Keperawatan; 2008.
Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta;
2007. h : 139-49
Sari. K. Pola Pemberian ASI dan MP
ASI pada Anak 0-2 Tahun Ditinjau
dari Aspek Sosial Ekonomi di
Wilayah Pesisir Desa Weujangka
Kecamatan
Kuala
Kabupaten
Bireuen.
Universitas
Sumatera
Utara:
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat; 2010.
Simanjuntak
E
N.
Gambaran
Pengetahuan Ibu Tentang Pola
Pemberian ASI, MP-ASI dan Pola
Penyakit pada Bayi Usia 0-12 Bulan
Di Dusun III Desa Limau Manis
Kecamatan
Tanjung
Morawa
Kabupaten
Deli
Serdang.
Universitas
Sumatera
Utara:
Fakultas Kesehatan Masyarakat;
2007.
Siregar A. Pemberian ASI Eksklusif Dan
Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhinya.
http://library.usu.ac.id/download/fk
m/fkm-arifin.pdf.
Bagian
Gizi
Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. 2004.
_____________. Metodologi Penelitian
Keshatan. Jakarta: Rineka Cipta;
2010. h. 26, 83
Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta; 2010. h. 55, 334
Nursalam. Konsep Dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika; 2011. h. 77-106.
________, 2011. Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Bandung:
Alfabeta. Hal 81-2, 225
Saifuddin BA. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009. h. 375
Varney.Buku Ajar Asuhan Kebidanan,
edisi 4. Volume 1. Ecg.2007. h. 523
45
Download