BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik larutan hidrotermal, dan kondisi pembentukannya. Studi mengenai hubungan ubahan hidrotermal dan mineralisasi bijih suatu daerah dapat menghasilkan suatu informasi yang berharga dalam menjelaskan proses dan pembentukan mineral bijih ekonomis. Endapan porfiri Cu-Au pada umumnya memiliki karakteristik penyebaran yang cukup luas, meskipun jumlah kadar emas dan tembaganya dapat dinilai lebih rendah kadarnya daripada endapan epitermal. Penyebaran yang cukup luas dari endapan ini membuat endapan porfiri menjadi bernilai ekonomis karena memiliki cadangan tembaga maupun emas yang cukup besar. Endapan ini juga dicirikan oleh adanya stockwork yang tersebar (disseminated) dalam massa batuan yang besar yang berhubungan dengan proses alterasi dan mineralisasi pasca terjadinya intrusi porfiritik (Garwin, 2000). Mineralisasi yang terbentuk dapat berada di dalam dan di luar massa magma. Di luar massa magma tersebut diantaranya berupa pengisian rongga hidrotermal (hydrothermal cavity filling) dan celah (fissure) membentuk jalinan urat (stockwork). Kumpulan urat biasanya terjadi pada intrusi batuan beku plutonik intermedier sampai asam, tapi dapat juga terjadi di sekitar kontak litologi. Batu Hijau merupakan salah satu endapan porfiri Cu-Au yang berlokasi di bagian baratdaya Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Endapan porfiri ini termasuk kedalam 10 besar endapan porfiri Cu-Au terbesar di dunia dan saat ini dieksplotasi oleh PT. Newmont Nusa Tenggara. Batu Hijau dengan wilayah 12 km x 6 km mememiliki cadangan mencapai 914 juta ton dengan kadar 0,53% tembaga (mengandung 4,8 juta ton Cu) dan 0,40 g/t emas (dengan 366 ton Au). Dengan mempelajari proses alterasi, mineralisasi dan urat kuarsa yang ada dalam sistem endapan ini, diharapkan dapat diketahui apakah terdapat hubungan antara densitas urat kuarsa, termasuk litologi, alterasi dan mineralisasi didalamnya terhadap penyebaran Au-Cu, khususnya pada section 050 di daerah penelitian. 1 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung. Adapun tujuan dari studi ini adalah: 1. Mengetahui litologi, alterasi, dan mineralisasi section 050 di daerah penelitian, 2. Mengetahui tipe-tipe urat kuarsa yang terdapat section 050 di daerah penelitian, 3. Mengetahui penyebaran densitas urat kuarsa section 050 di daerah penelitian, 4. Mengetahui apakah terdapat hubungan antara penyebaran densitas urat kuarsa dengan pola penyebaran Au-Cu section 050 di daerah penelitian. 1.3 Lokasi Daerah Penelitian Daerah penelitian merupakan area penambangan terbuka yang sejak tahun 1986 menjadi bagian wilayah kontrak kerja PT. Newmont Nusa Tenggara (Gambar 1.1). Lokasi daerah penelitian berada di Batu Hijau yang secara administratif berada di Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, sedangkan secara geografis Batu Hijau terletak pada 08°57’55” BT dan 116°52’21” LS. Daerah penelitian berada di bagian selatan Pulau Sumbawa dan berada di bagian barat Kabupaten Lemurun serta Kabupaten Lunyu. Gambar 1.1. Peta lokasi Batu Hijau dan wilayah kontrak kerja PT. Newmont Nusa Tenggara (Tim Geologi Batu Hijau, 2009) 2 1.4 Metode dan Tahapan Penelitian Data yang diperoleh pada penelitian ini didapatkan dengan beberapa metode, yaitu: a. Pendeskripsian batuan inti bor Conto inti bor yang dianalisis meliputi 11 sumur pemboran (core) yang melalui garis penampang timurlaut-baratdaya, yaitu section 050 (Gambar 1.2; Gambar 1.3; Tabel 1.1). Gambar 1.2. Peta kontur area penambangan terbuka Batu Hijau dengan garis penampang timurlaut-barat daya (section 050) dan letak sumur bor b. Pengamatan singkapan dan pengambilan conto batuan permukaan dilakukan terhadap dinding-dinding area penambangan. Data yang diperoleh berupa litologi, alterasi, dan mineralisasi. 3 Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: 1. Tahap persiapan Tahap persiapan meliputi studi pustaka dilakukan dengan mencari dan membaca literatur mengenai kondisi daerah penelitian dengan beberapa data yang diperlukan untuk penelitian di lapangan seperti data bor, peta geologi, peta alterasi, peta mineralisasi, dan nilai assay. Tabel 1.1 Daftar sumur pemboran yang dianalisis No. KODE SUMUR KOORDINAT ELEVASI KEDALAMAN (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 SBD 270 SBD 030 SBD 191 SBD 245 SBD 003 SBD 183 SBD 044 SBD 010 SBD 229 SBD 351 SBD 305 6169,8 E; 9481,2 N 5996,477 E; 9406,851 N 5924,036 E; 9140,124 N 5919,6 E; 8881,4 N 5686,93 E; 9097,155 N 5140,933 E; 9020,768 N 5426,026 E; 9074,47 N 5451,103 E; 8861,575 N 5378,72 E; 8701 N 5114,75 E; 8679,41 N 5020,68 E; 8525,76 N 335,6 1182,6 545,7 777,7 915,3 576,9 1230,8 559,5 771 807,9 600 1029,3 8996,7 543,887 389,456 225 563,764 464,311 452,409 388,05 359,8 368,53 465,19 TOTAL KEDALAMAN 2. Tahap pengambilan data Tahap pengambilan data ini meliputi pengambilan data primer dan data sekunder yang dilakukan menggunakan metode-metode yang telah disebutkan disertai pengambilan conto-conto yang akan dianalisis pada tahap berikutnya. Pengolahan data primer yang dilakukan adalah mendeskripsi inti bor yang dilakukan di tempat penyimpanan inti bor (Drill Core Storage) di daerah penelitian. Estimasi perhitungan densitas urat kuarsa dilakukan dengan langkah sebagai berikut, yaitu: a. Mengamati urat kuarsa secara penuh dalam satu lubang b. Membuat suatu interval tingkatan densitas urat kuarsa pada lubang yang sedang diamati c. Persentase penentuan densitas urat kuarsa dihitung dengan menggunakan rumus: Tebal urat kuarsa dalam suatu interval % densitas urat kuarsa = x 100% Panjang suatu interval 4 Gambar 1.3. Posisi sumur bor pada penampang topografi area penambangan terbuka Batu Hijau dengan garis vertikal dari sumur bor yang diteliti dan titik-titik tempat pengambilan conto inti bor untuk dianalisis 5 Klasifikasi densitas urat kuarsa dibagi menjadi 4 kelas (Tim Geologi PT NNT, 2011), yaitu: 3. a) 0 – 1% : Densitas urat kuarsa sangat jarang b) 1 – 5% : Densitas urat kuarsa jarang c) 5 – 10% : Densitas urat kuarsa sedang d) 10 – 50% : Densitas urat kuarsa melimpah Tahap analisis dan pengolahan data Tahap analisis laboratorim merupakan tahap lanjut dari analisis di lapangan. Pada tahap ini, penelitian dilakukan di Laboratorium Petrografi, Program Studi Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung yaitu dengan analisis petrografi pada sayatan tipis (thin section) dan analisis mineragrafi pada sayatan poles (polished section). a. Sayatan tipis (thin section) Pengamatan sayatan tipis digunakan untuk mengidentifikasi mineral dalam batuan berdasarkan sifat optiknya untuk mengetahui genesa batuan yang dihubungkan dengan pembentukan mineral bijih. Dalam identifikasi batuan, ciri-ciri yang perlu diamati yakni sifat fisik dan sifat optik, meliputi: warna, tekstur, ukuran, dan komposisi batuan; sedangkan untuk identifikasi mineralnya meliputi: warna, pleokroisme, bentuk, belahan, relief, pemadaman, kembaran, kelimpahan, dan ciri khusus lainnya. b. Sayatan poles (polished section) Untuk mengidentifikasi mineral logam/bijih, terlebih dahulu dibuat penyediaan sayatan poles. Tujuan pengamatan sayatan poles untuk mengetahui paragenesa mineral bijih. Pengamatan sayatan poles dilakukan dengan identifikasi mineral logam, deskripsi tekstur, dan analisis komposisi mineral logam yang nantinya dapat membantu untuk interpretasi paragenesanya. Dalam identifikasi mineral logam/bijih, ciri-ciri yang perlu diamati yakni sifat fisik dan sifat optik. Sifat optik yang penting diamati ialah: warna, bireflectance/pleokroik, anisotropik-isotropik, relatif intensitas pantulan cahaya dan refleksi dalam/internal reflection; sedangkan sifat fisik yakni bentuk, ukuran mineral, relatip kekerasan (polishing hardness), belahan (cleavage) dan kembaran (twinning). 6 b. Analisis XRD (X-Ray Difraction) Tujuan dari penggunaan analisis ini adalah untuk mengidentifikasi mineral lempung yang tidak dapat teridentifikasi secara megaskopis. Analisis ini dilakukan pada batuan yang banyak mengandung mineral lempung. 4. Tahap penyusunan skripsi Tahap ini merupakan tahap akhir dari sebuah penelitian berupa laporan hasil penelitian. Hasil penelitian pada tahap-tahap sebelumnya dievaluasi. Berikut ini merupakan diagram alir pengerjaan penelitian, yaitu: Studi Pustaka Deskripsi Megaskopis (core, singkapan permukaan ) Analisa Laboratorium Petrografi Mineragrafi Analisis XRD Analisa Studio • Zonasi Litologi • Zonasi Alterasi • Zonasi Mineralisasi • Zonasi Densitas Urat Kuarsa Penyebaran Assay Au-Cu Penyusunan Laporan Penelitian Gambar 1.4 Diagram Alir Penyusunan Laporan Penelitian 7