BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tidur 1. Pengertian Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan ketidaksadaran yang bersifat sementara dan dapat dibangunkan dengan memberikan rangsangan sensori atau rangsangan lain yang tepat (Guyton, 2007). Tidur diyakini dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas. Tidur juga diyakini dapat mengurangi stres dan menjaga keseimbangan mental serta emosional, serta meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat melakukan berbagai aktivitas (Saputra, 2012). Dengan demikian, keadaan tidur yang sebenarnya adalah saat pikiran dan tubuh berbeda dengan keadaan terjaga, yakni ketika tubuh beristirahat secara tenang, aktivitas metabolisme tubuh menurun, dan pikiran menjadi tidak sadar terhadap dunia luar (Putra, 2011). 2. Fisiologis Tidur Aktivitas tidur berhubungan dengan mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Bagian otak yang mengendalikan 7 aktivitas tidur adalah batang otak, tepatnya pada sistem pengaktifan retikularis atau Reticular Activating System (RAS) dan Bulbular Synchonizing Regional (BSR). RAS terdapat di batang otak bagian atas dan diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. Sedangkan BRS berfungsi untuk memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan serta dapat menerima stimulus dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses berpikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin untuk mempertahankan kesadaran dan tetap terjaga. Pengeluaran serotonim dari BRS menimbulkan rasa kantuk yang selanjutnya menyebabkan tidur. Terbangun atau terjaganya seseorang tergantung pada keseimbangan implus yang diterima di pusat otak dan sistem limbik (Saputra, 2012). 3. Ritme Sirkadian Ritme sirkadian merupakan salah satu ritme tubuh yang diatur oleh hipotalamus. Ritme ini termasuk bioritme atau jam biologis. Ritme sirkadian mempengaruhi perilaku dan pola fungsi biologis utama, misalnya suhu tubuh, siklus tidur-bangun, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik dan suasana hati. Pada manusia, ritme sirkadian dikendalikan oleh tubuh dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, misalnya cahaya, kegelapan, gravitasi, dan faktor eksternal (misalnya 8 aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan). Ritme sirkadian menjadi sinkron jika individu memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti pola jam biologisnya, yaitu akan terjaga pada saat ritme fisiologis dan psikologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme fisiologis dan psikologisnya paling rendah (Saputra, 2012). 4. Tahapan Tidur Menurut Saputra (2012), tidur dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu non-rapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). a. Tidur NREM Tidur NREM disebabkan oleh penurunan kegiatan dalam sistem pengaktifan retikularis. Tahapan tidur ini disebut juga tidur gelombang lambat (slow wave sleep), karena gelombang otak bergerak dengan sangat lambat. Tidur NREM ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis tubuh termasuk juga metobolisme, kerja otot dan tanda-tanda vital. Hal lain yang terjadi pada saat tidur NREM adalah pergerakan bola mata melambat dan mimpi berkurang. Tidur NREM dibagi menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut: 1) Tahap I Tahap I merupakan tahapan paling dangkal dari tidur dan merupakan tahap transis antara bangun dan tidur. Tahap ini 9 ditandai dengan individu cenderung rileks, masih sadar dengan lingkungan sekitarnya, merasa mengantuk, bola mata bergerak, frekuensi nadi dan napas sedikit menurun, serta mudah dibangunkan. Tahap ini normalnya berlangsung sekitar 5 menit atau sekitar 5% dari total tidur. 2) Tahap II Tahap II merupakan tahap ketika individu masuk pada tahap tidur, tetapi masih dapat dengan mudah dibangunkan. Tahap I dan tahap II termasuk dalam tahap tidur ringan (light sleep). Pada tahap II, otot mulai relaksasi, mata pada umumnya menetap, terjadi penurunan denyut jantung, frekuensi napas, suhu tubuh dan metabolisme. Tahap II normalnya berlangsung selama 10-20 menit dan merupakan 50-55% dari total tidur 3) Tahap III Tahap III merupakan awal dari tahap tidur dalam atau tidur nyenyak (deep sleep). Tahap ini dicirikan dengan relaksasi otot menyeluruh serta pelambatan denyut nadi, frekuensi napas, dan proses tubuh lainnya. Pelambatan tersebut disebabkan oleh dominasi sistem saraf parasimpatetik. Tahap III, individu cenderung sulit dibangunkan dan normalnya berlangsung selama 25-30 menit dan merupakan 10% dari t0tal tidur. 10 4) Tahap IV Tahap IV tidur semakin dalam (delta sleep) yang ditandai dengan perubahan fisiologis, yaitu gelombang otak melemah serta penurunan denyut jantung, tekanan darah, tonus otot, metabolisme, dan suhu tubuh. Pada tahap ini individu sulit dibangunkan dan normalnya berlangsung selama 15-30 menit dan merupakan 10% dari total tidur. b. Tidur REM Tidur REM disebut juga tidur paradoks. Tahapan ini biasanya terjadi rata-rata 90 menit dan berlangsung selama 520 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM karena pada tahap ini biasanya terjadi mimpi. Tidur REM penting untuk keseimbangan mental dan emosi. Selain itu, tahapan tidur ini juga berperan dalam proses belajar, memori dan adaptasi. Selama tidur individu mengalami siklus tidur yang berulang antara tahap tidur NREM dan REM. 5. Pola Tidur Pola tidur berubah seiring dengan berkembangnya usia. Pertambahan umur seseorang dapat menyebabkan total waktu tidur menurun sedangkan waktu terjaga tetap. Pada orang tua, tidur seringkali terlihat gelisah dan waktu terjaganya menjadi lebih lama. Sedangkan pada orang muda, sekitar 15% waktu tidurnya dihabiskan pada fase keempat. Fase keempat biasanya 11 tidak ditemukan pada orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa tidur menjadi lebih singkat sehingga menyebabkan berkurangnya kesegaran sesuai bertambahnya usia (Putra, 2011). Adapun waktu tidur yang dibutuhkan oleh manusia berdasarkan usianya adalah sebagai berikut: Tabel 1.1: Kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Putra, 2011) Umur Tingkat Perkembangan Jumlah Kebutuhan Tidur 0-1 bulan Bayi baru lahir 14-18 jam/hari 1-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari 18 bulan-3 tahun Masa kanak-kanak 11-12 jam/hari 3-6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari 6-12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari 12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari 18-40 tahun Masa dewasa muda 7-8 jam/hari 40-60 tahun Masa dewasa tengah 7-8 jam/hari 60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari 6. Kualitas Tidur Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur. kualitas tidur mencakup kuantitas dan kualitas tidur (Daniel et al, 1998; Buysse, 1998). Kualitas tidur yang baik adalah bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari 12 seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis (Lai (2001) dalam Wavy (2008)). Sedangkan kualitas tidur yang buruk dapat ditandai dengan tanda fisik dan psikologis, seperti dijelaskan di bawah ini (Hidayat, 2006): a) Tanda Fisik Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing. b) Tanda Psikologis Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun. Menurut Saputra (2012), kualitas dan kuantitas tidur seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu sebagai berikut: 13 a. Penyakit Banyak penyakit dapat meningkatkan kebutuhan tidur, misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi, terutama infeksi limpa, yang mana penderita membutuhkan lebih banyak tidur untuk mengatasi keletihan. Sebagian penyakit juga dapat menyebabkan kesulitan tidur, misalnya penyakit yang menyebabkan nyeri atau distres fisik. b. Kelelahan Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan akibat aktivitas yang tinggi umumnya memerlukan lebih banyak tidur untuk memulihkan kondisi tubuh. Makin lelah seseorang, makin pendek siklus REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat, biasanya siklus REM akan kembali memanjang. c. Lingkungan Lingkungan dapat berpengaruh terhadap pola tidur seseorang, misalnya suhu yang tidak nyaman, ventilasi yang buruk dan suara bising. Stimulus tersebut dapat memperlambat proses tidur. Namun, seiring waktu individu dapat beradapasi terhadap lingkungan sekitar. d. Stres Psikologis Stres psikologis pada seseorang dapat menyebabkan ansietas atau ketegangan dan depresi. Akibatnya, pola tidur 14 dapat terganggu. Ansietas dan depresi dapat meningkatkan kadar norepinefrin pada darah melalui stimulus sistem saraf simpatis. Akibatnya, terjadi pengurangan siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta sering terjaga pada saat tidur. e. Gaya Hidup Rutinitas seseorang dapat mempengaruhi pola tidur. contohnya individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat f. Motivasi Motivasi dapat mendorong seseorang untuk tidur sehingga mempengaruhi proses tidur. Motivasi juga dapat mendorong seseorang untuk tidak tidur, misalnya keinginan untuk tetap terjaga. g. Stimulan, Alkohol, dan Obat-obatan Stimulan yang paling umum ditemukan adalah kafein dan nikotin. Kedua zat tersebut dapat merangsang sistem saraf pusat sehingga menyebabkan kesulitan tidur. Konsumsi alkohol berlebihan juga dapat mengganggu siklus tidur REM. Sedangkan untuk obat-obatan golangan diuretik, antidepresan, dan golongan beta bloker (misalnya meperidin hidroklorida dan morfin) dapat menyebabkan kesulitan tidur. h. Diet dan Nutrisi 15 Asupan nutrisi yang adekuat dapat mempercepat proses tidur, misalnya asupan protein. Asupan protein yang tinggi dapat mempercepat proses tidur karena adanya triptofan (asam amino) hasil pencernaan protein yang dapat mempermudah proses tidur. 7. Manfaat Tidur Tidur memiliki manfaat yang sangat baik bagi tubuh. Manfaat tidur bagi anak-anak dan orang dewasa adalah meregenerasi sel-sel tubuh yang memperlancar rusak produksi menjadi hormon sel-sel yang pertumbuhan baru, tubuh, mengistirahatkan tubuh yang letih akibat aktivitas seharian, meningkatkan kekebalan tubuh dari serangan penyakit, menambah konsentrasi dan kemampuan fisik sehingga dapat beraktivitas dengan baik (Siregar, 2011). B. Gangguan Tidur Gangguan tidur pada dasarnya beragam bentuknya dan beragam pula penyebabnya. Gangguan tidur, secara langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Tidur menjadi tidak nyenyak, mudah terjaga (bangun), hingga menyebabkan seseorang menjadi kurang tidur. Itulah efek yang disebabkan oleh gangguan tidur. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini 16 akan dijelaskan mengenai macam-macam gangguan tidur (Siregar, 2011). 1. Insomnia Insomnia adalah kesukaran tidur dalam memulai dan mempertahankan tidur sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat, baik kuantitas maupun kualitas tidur. Keadaan ini merupakan keluhan tidur paling sering dijumpai, baik yang bersifat sementara maupun persisten. Insomnia yang bersifat sementara umumnya berhubungan dengan kecemasan dan kegelisahan. Insomnia dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Saputra, 2012): a. Insomina inisial: ketidakmampuan untuk memulai tidur b. Insomnia intermiten: ketidakmampuan untuk tetap tertidur karena terlalu sering terbangun c. Insomnia terminal: ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah terbangun pada malam hari 2. Hipersomnia Hipersomnia merupakan kebalikan dari insomnia. Hipersomnia adalah gangguan tidur yang ditandai dengan tidur berlebihan, terutama pada siang hari, walaupun sudah mendapatkan tidur yang cukup. Gangguan ini dapat disebabkan kondisi medis tertentu, misalnya gangguan pada sistem saraf, hati, ginjal, gangguan metabolisme, dan masalah psikologis, seperti depresi, kecemasan, 17 dan mekanisme koping untuk menghindari tanggung jawab pada siang hari (Saputra, 2012). 3. Parasomnia Parasomnia merupakan perilaku yang dapat mengganggu tidur atau perilaku yang muncul saat seseorang tidur. Gangguan ini umumnya terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antara lain adalah sering terjaga (misalnya tidur berjalan dan night teror), gangguan transisi bangun-tidur (misalnya mengigau), parasomnia yang berkaitan dengan tidur REM (misalnya mimpi buruk), dan lain-lainnya (misalnya bruksisme) (Saputra, 2012). 4. Narkolepsi Narkolepsi merupakan gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga serangan tidur (sleep attack). Narkolepsi diduga merupakan suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan genetik sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur REM (Saputra 2012). 5. Apnea saat Tidur Apnea saat tidur (sleep apnea) merupakan kondisi ketika napas terhenti secara periodik pada saat tidur. Apnea saat tidur dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu apnea sentral, obstruktif, serta campuran (sentral dan obstruktif). Apnea sentral melibatkan disfungsi pusat pengendalian napas di otak. Sedangkan apnea 18 obstruktif terjadi ketika otot dan struktur rongga mulut relaks dan jalan napas tersumbat. Apnea obstruktif dapat menyebabkan mendengkur, mengatuk berlebihan pada siang hari, dan kematian bayi secara mendadak. Apnea tipe ini dapat ditemukan pada penderita penyakit kronis, misalnya penderita penyakit hati tahap akhir (Saputra, 2012). 6. Somnabulisme Somnabulisme merupakan keadaan ketika tengah tertidur, tetapi melakukan kegiatan orang yang tidak tidur. Penderita seringkali duduk dan melakukan tindakan motorik, misalnya berjalan, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berbicara, atau mengemudikan kendaraan (Saputra, 2012). 7. Enuresa Enuresa atau mengompol merupakan kegiatan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur. Enuresa dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu noktural dan diurnal. Enuresa noktural merupakan keadaan mengompol pada saat tidur dan umumnya terjadi karena ada gangguan pada tidur NREM. Sedangkan enuresa diurnal merupakan keadaan mengompol pada saat bangun tidur (Saputra, 2012). 8. Gangguan Tidur Irama Sirkadian Gambaran penting gangguan ritmik sirkadian yaitu pola menetap dan berulang gangguan tidur akibat tidak sinkronnya jam 19 biologik sirkadian internal seseorang dengan siklus tidur-bangun. Akibat tidak samanya siklus sirkadian, seseorang dapat mengeluh insomnia pada waktu tertentu (misalnya malam hari) dan tidur berlebihan pada siang hari (Brooker, 2008). Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu sementara (acut work shift, jet lag) dan menetap (shift worker) (Klerman, 2006). Keduanya dapat mengganggu irama sirkadian yang berakibat pada pemendekan waktu tidur dan perubahan pada fase REM. Menurut The International Classification Of Sleep Disorder (2001) gangguan tidur irama sirkadian terbagi menjadi: 1) Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat dari yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder). 2) Tipe Jet lag ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zona waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep laten panjang dengan tidur yang terputusputus. 20 3) Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang yang tidak secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM. 4) Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut, dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup waktu untuk tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tidak sesuai. 5) Tipe bangun-tidur beraturan 6) Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam C. Shift Kerja 1. Pengertian Shift kerja sendiri dapat didefinisikan sebagai kerja yang dilakukan di luar jam siang hari biasa dan dapat bervariasi dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain, (Occupational Health Clinics for Ontario Workers Inc, 2008). Shift kerja berbeda dengan kerja reguler. Pada kerja reguler pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah 21 ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam per hari (Nurmianto, 2004). 2. Karakteristik dan Pembagian Jadwal Shift a. Karakteristik Jadwal Shift Shift kerja terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) Sistem rotasi adalah sistem shift yang dilakukan secara bergilir dan jadwal shiftnya pun cenderung berubahubah. Tenaga kerja secara bergilir bekerja dengan periode rotasi kerja 2-3 hari. Sistem ini lebih banyak disukai karena Kerugiannya mengurangi menyebabkan kebosanan waktu tidur kerja. terganggu sehingga diperlukan 2-3 hari libur setelah kerja malam. 2) Jadwal shift permanen adalah biasanya setiap individu bekerja hanya satu bagian dari tiga shift kerja setiap 8 jam. b. Pembagian Jadwal Shift Dalam pembagian shift yang perlu diperhatikan adalah jenis shift (pagi, siang, malam), panjang waktu tiap shift, waktu mulai dan berakhir dalam satu shift, distribusi waktu istirahat dan arah transisi shift. Pembagian jadwal shift tergantung dari masing-masing instansi pengguna sistem shift (Kuswadji, 1997). 22 3. Dampak dari Shift Kerja Shift kerja memberikan efek yang kurang baik bagi kesehatan tubuh manusia. Beberapa dampak yang timbul akibat dari shift kerja adalah sebagai berikut (Fish dalam Puteri, 2009): a. Efek Fisiologis 1) Kualitas tidur: tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menembus kurang tidur selama kerja malam. 2) Menurunnya kapasitas fisik untuk bekerja akibat timbulnya rasa mengantuk dan kelelahan. 3) Kehilangan konsentrasi yang dapat berakibat terhadap kesalahan dan kecelakaan kerja. 4) Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan. b. Efek Psikososial Efek ini menunjukkan masalah yang lebih besar dari pada efek fisiologis, antara lain: waktu berkumpul dengan keluarga sangat kurang dan kecil kesempatan untuk berinteraksi dan mengikuti aktivitas kelompok dalam masyarakat. c. Efek Kinerja Kinerja menurun selama kerja malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang 23 berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan. d. Efek terhadap Kesehatan Kerja malam menyebabkan gangguan kesehatan seperti: gangguan ganstrointestinal yang cenderung terjadi pada usia 40-45 tahun, gangguan pada keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes, gangguan fungsi jantung, hipertensi dan alergi serta kanker. Shift kerja juga dapat menunurunkan kekebalan tubuh sehingga orang mudah terkena penyakit yang cenderung lama masa penyembuhannya (Rini, 2002). D. Perawat 1. Pengertian Perawat adalah tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. (Hidayat dalam Puteri 2009). Profesi keperawatan merupakan profesi yang kompleks dan beragam. Perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan dimana pun mereka bekerja. Seseorang dapat menjadi perawat ketika mampu melalui berbagi jalur pendidikan keperawatan dan 24 berbagai kesempatan mengembangkan karier yang ada. (Potter, 2005). 2. Fungsi dan Peran Perawat Profil perawat profesional berarti tampilan perawat secara utuh, dalam melakukan aktivitas keperawatan yang berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional yang sesuai dengan kode etik keperawatan. Aktivitas keperawatan mencakup perannya sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti dalam bidang keperawatan. Dari keempat peran di atas, perawat diharapkan dapat melaksanakan fungsi dan kompetensinya. Fungsi dan kompetensi perawat profesional sesuai dengan tingkat pendidikan yang diikutinya. Fungsi dan kompetensi yang diharapkan adalah perawat berfungsi untuk mengkaji kebutuhan perawatan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan rencana keperawatan, mengevaluasi tindakan keperawatan dan mendokumentasikan tindakan-tidakan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien (Ismani, 2001). 3. Proses Keperawatan Proses keperawatan adalah suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan yang 25 holistic (biologis, psikologis, sosial, dan spiritua) yang optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosis, penentuan rencana keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan, serta evaluasi tindakan keperawatan (Suarli, 2009). Tujuan dari penetapan proses keperawatan ini adalah untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien, sehingga tercapai mutu pelayanan keperawatan yang optimal. (Ismani, 2009). E. Kerangka Konseptual Gambar 1. Kerangka konseptual gangguan tidur pada perawat pekerja shift Karakteristik Perawat Gangguan Tidur Shift Kerja Gangguan Kesehatan Kualitas Tidur Keterangan: : area yang diteliti : variabel pendukung 26