BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kerja Shift a. Defenisi kerja shift Menurut International Labor Organization (ILO) tahun 1990 kerja shift adalah metode bekerja yang dilakukan secara bergantian dalam 24 jam. Kerja shift merupakan salah satu strategi yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan produksivitas secara maksimal dan efisien (Marchelia, 2014). Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi No.Kep.102/MEN/VI/2004 menetapkan waktu kerja normal untuk 6 hari kerja adalah 7 jam/hari dengan waktu kerja pada hari ke- 5 dan ke- 6 adalah 5 jam/hari. Waktu kerja normal untuk 5 hari kerja adalah 8 jam/hari dengan jumlah total keseluruhan jam kerja adalah 40 jam/minggu. Jika jam kerja lebih dari 40 jam/minggu maka akan dihitung sebagai waktu kerja lembur. b. Sistem kerja shift Sistem kerja shift disetiap instalasi atau perusahaan berbedabeda. Sistem kerja shift yang diterapkan ILO membedakan 3 tipe kerja shift yaitu discontinue, semicontinue, dan continue. Pengelompokkan kerja shift menurut William dalam Kodrat (2009) terdiri dari : 10 11 1. Kerja shift permanen/tetap Kerja shift permanen/tetap adalah pekerjaan yang dilakukan setiap hari secara menetap baik di waktu siang dan malam. Pekerja yang bekerja pada siang hari adalah orang-orang yang bersedia bekerja pada siang hari dan tidur pada malam hari sedangkan pekerja yang bekerja pada malam hari adalah orangorang yang bersedia bekerja pada malam hari dan tidur pada siang hari. 2. Kerja shift rotasi Kerja shift rotasi adalah pekerjaan yang dilakukan secara bergantian dengan shift yang telah ditetapkan pada waktu pagi, siang, dan malam. Kerja shift rotasi dapat dilakukan dengan rotasi lambat dan rotasi cepat. Rotasi lambat adalah pergantian shift yang dilakukan setiap satu bulan sekali. Rotasi cepat adalah pergantian shift yang dilakukan kurang dari satu minggu. Kerja shift yang dilakukan secara bergantian dapat mengganggu irama sirkadian dibandingkan kerja shift yang dilakukan secara permanen/tetap. Keadaan tubuh manusia sangat berkaitan erat dengan irama sirkadian. Irama sirkadian berfungsi sebagai regulator tubuh untuk mengatur suhu, metabolisme, pencernaan, tekanan darah, sekresi adrenalin, keadaan bangun dan tidur (Cluskey, 2013). Fungsi tubuh akan terganggu apabila bekerja pada shift malam. Irama sirkadian pada setiap individu akan 12 berbeda penyesuaiannya jika mendapatkan jadwal kerja shift malam. Keadaan normal fungsi tubuh dibedakan menjadi 2 fase yaitu (Kodrat, 2009) : a. Fase ergotropik adalah fase dimana tubuh siap untuk melakukan segala aktivitas termasuk untuk melakukan pekerjaan. Fase ini akan terjadi pada pagi dan siang hari. b. Fase tropotropik adalah fase dimana semua fungsi tubuh mengalami penurunan akibat aktivitas yang dilakukan pada siang hari. Pada fase ini sangat baik untuk tubuh memulihkan kembali energi yang sudah terpakai. Fase ini sebagian besar terjadi pada malam hari. Menurut Nurmianto (2004) dalam melakukan perancangan kerja shift ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain : a. Kurangnya waktu tidur atau istirahat dapat ditekan sekecil mungkin untuk meminimalkan kelelahan pada pekerja shift. b. Luangkan waktu untuk selalu berinteraksi di lingkugan sosial maupun keluarga. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan jadwal kerja shift yaitu : a. Usia yang dianjurkan untuk melakukan kerja shift berkisar 25-50 tahun. 13 b. Pekerja yang memiliki penyakit perut atau usus dan memilikiemosi yang tidak stabil sebaiknya tidak dianjurkan bekerja pada shift malam. c. Lamanya shift kerja tidak melebihi 8 jam/hari. d. Sistem kerja shift yang menerapkan pergantian shift pada pukul 06.00-14.00-22.00 sebaiknya diganti pada pukul 07.0015.00-23.00 atau 08.00-16.00-24.00. e. Rotasi kerja shift yang dianjurkan adalah rotasi cepat dari pada rotasi lambat sehingga dapat menghindari kerja shift malam secara terus-menerus. f. Selama 3 hari mendapatkan jadwal kerja shift malam berturut-turut harus diimbangi dengan istirahat minimal 24 jam dan memberikan waktu libur minimal 2 hari untuk mengatur pola tidur pekerja shift. g. Menyediakan fasilitas kesehatan dan fasilitas olahraga untuk pekerja shift agar pekerja shift dapat menerapkan pola hidup sehat. h. Menyediakan televisi dan musik yang tidak monoton pada saat shift malam. i. Meningkatkan hubungan sosial sesama pekerja shift. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja shift Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi menurut Dedy (2012) sebagai berikut : kerja shift 14 1. Tipe pekerjaan Secara garis besar tipe pekerjaan akan mempengaruhi mental pekerja shift salah satunya pekerjaan yang membutuhkan kehati-hatian, kesabaran dan tanggung jawab yang besar. 2. Tipe sistem shift Penerapan sistem kerja shift yang banyak di terapakan pada instalasi dan perusahaan akan berdampak pada fisik dan mental pekerja shift. Hal ini disebabkan adanya perubahan irama sirkadian yang akan berdampak pada metabolisme tubuh pekerja shift. 3. Tipe pekerja Pekerja yang sudah berusia lanjut akan memiliki kemampuan yang minimal dalam menyesuaikan irama sirkadian tubuh ketika terjadi perubahan shift kerja. d. Dampak kerja shift Menurut Maurits dan Widodo (2002) kerja shift akan memberikan dampak pada pekerja shift antara lain : 1. Dampak terhadap kesehatan a. Perubahan pola tidur berdampak pada kualitas tidur pekerja shift. Walaupun sudah di ganti dengan tidur pada siang hari, hal ini tidak selalu efektif untuk mengganti kantuk yang dirasakan pada malam hari. 15 b. Rasa kantuk dan lelah pada pekerja shift akan meyebabkan kapasitas kerja menurun. c. Meningkatkan nafsu makan dan hipertensi pada pekerja shift. 2. Dampak terhadap psikososial Kerja shift akan berdampak pada kehidupan sosial dan keluarga. Waktu yang banyak digunakan di tempat kerja akan mengganggu aktivitas di lingkungan keluarga dan masyarakat. Bekerja pada shift malam berpengaruh pada interaksi sosial yang sering dilakukan pada siang dan sore hari sehingga tidak dapat berpartisipasi secara aktif di lingkungan sosial. 3. Dampak terhadap kinerja Keadaan psikologi yang tidak stabil saat bekerja pada shift malam dapat menurunkan kinerja kerja. Kelelahan akibat kualitas tidur yang tidak baik dan stres kerja akan mempengaruhi perilaku pekerja seperti ketidakpuasan terhadap kerja, iritasi, dan kewaspadaan. 4. Dampak terhadap keselamatan kerja Beberapa penelitian menyebutkan kerja pada shift malam meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan kerja dengan persentase 0,69%. Tetapi tidak semua penelitian menyebutkan hal yang demikian. Faktanya kecelakaan kerja cenderung terjadi pada shift pagi. 16 2. Fisiologi Tidur a. Pengertian tidur Tidur merupakan keadaan istirahat tubuh yang terjadi secara berulang-ulang. Tidur juga didefenisikan sebagai keadaan tidak sadar dan dapat dibangunkan menggunakan rangsangan. Tidur terbagi dalam beberapa tahap mulai dari tidur yang sangat ringan sampai dengan tidur yang sangat dalam. Tidur yang cukup dapat memberikan kebugaran dan penyembuhan pada sistem tubuh untuk memulai aktifitas berikutnya (Potter & Perry ,2005; Guyton & Hall, 2014). b. Pola tidur Menurut Guyton & Hall (2014) pola tidur terbagi menjadi 2 yaitu : (1) tidur gelombang lambat karena pada tahap ini gelombang otak sangat kuat dan frekuensinya sangat rendah dan (2) tidur dengan pergerakan mata yang cepat (REM sleep) karena pada pola ini mata bergerak cepat meskipun orang tertidur dan memungkinkan untuk terjadi nya mimpi. 1. Tidur NREM (Non Rapid Eye Movement) Tidur ini sering disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur ortodok. Menurut Alexander et al. (2000) tidur NREM terdiri dari tujuh tingkatan, setiap tingkatan terjadi aktivitas elektrik di dalam otak yang meningkat secara perlahan dan meningkatkan gelombang amplitudonya. Tahap tidur ini begitu tenang dan dapat dihubungkan dengan penurunan tonus pembulu darah perifer dan 17 fungsi-fungsi vegetatif tubuh. Sebagai contoh tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan kecepatan metabolisme basal akan berkurang 10 - 30%. Stage 0 (sadar, ditandai dengan aktivitas tegangan rendah antara 4-25 Hz), Stage 1 (irama alpha antara 8-12 Hz, dilanjutkan dengan gerakan mata yang lamban), Stage 2 (tidur ringan irama alpha antara 12-14 Hz, gerakan tubuh mulai berkurang dan di mulainya mimpi), Stage 3 (tidur gelombang rendah, amplitudo electroencephalography (EEG) meningkat antara 20 - 49%, gerakan tubuh terus menurun), Stage 4 (tidur gelombang rendah, lebih dari 50% dari EEG menunjukkan adanya aktivitas delta, gerakan tubuh sangat minimal dan terjadi peningkatan hormon pertumbuhan). 2. Tidur REM (Rapid Eye Movement) Pola tidur yang kedua adalah tidur REM atau tidur paradoksikal atau tidur desinkronasi. Tidur REM biasanya berlangsung 5-30 menit dan biasanya muncul rata-rata setiap 90 menit. Semakin seseorang mengantuk, maka tidur REM berlangsung sangat singkat dan bahkan tidak ada. Sebaliknya, semakin seseorang tidur lebih nyenyak sepanjang malamnya, durasi tidur REM juga semakin lama. 18 Terdapat beberapa hal yang sangat penting pada tidur REM : a. Tidur REM biasanya disertai mimpi yang aktif dan pergerakan tubuh yang aktif. b. Seseorang lebih sukar dibangunkan oleh rangsangan sensorik selama tidur gelombang lambat, namun orang-orang terbangun secara spontan di pagi hari sewaktu episode tidur REM. c. Tonus otot di seluruh tubuh berkurang, hal ini menunjukkan adanya hambatan yang kuat pada area pengaturan otot di spinal. d. Frekuensi denyut janutng dan pernapasan biasanya menjadi ireguler dan ini merupakan sifat dari keadaan tidur dengan mimpi. e. Walaupun ada hambatan yang kuat pada otot-otot peerifer, masih timbul pergerakan otot yang tidak teratur. Keadaan ini khususnya mencangkup pergerkan mata yang cepat. f. Pada tidur REM, otak menjadi sangat aktif dan metabolisme di seluruh otak meningkat sebanyak 20%. Pada EEG terlihat pola gelombang otak yang serupa dan terjadi selama keadaan siaga. Tidur tipe ini disebut tidur paradoksikal karena hal ini bersifat paradoks, yaitu seseorang dapat tetap tidur walaupun aktivitas otaknya meningkat. Ringkasnya, tidur REM merupakan pola tidur saat otak benar-benar dalam keadaan aktif. Namun, aktivitas otak tidak 19 disalurkan kearah yang sesuai agar orang itu siaga penuh terhadap keadaan sekelilingnya sehingga orang tersebut benar-benar tertidur ( Guyton & Hall, 2007). c. Fungsi tidur Tidur berfungsi terhadap pemulihan biologis, fisiologi dan psikologis. Selama kita tidur, tubuh melepaskan hormon pertumbuhan untuk memperbaiki dan memperbarui sel-sel epitel (Potter & Perry, 2005). Tidur merupakan cara tubuh untuk memperbaiki level normal, keseimbangan organ dan saraf. Tidur juga membantu dalam proses metabolisme seperti sintesis protein yang berguna dalam perbaikan sel tubuh manusia. Tidur juga digunakan sebagai alat ukur psikologi yang normal, orang yang waktu tidurnya kurang akan cenderung mengalami peningkatan emosi, sulit berkonsentrasi, dan sulit untuk berfikir (Kozier & Erbs, 2007). d. Mekanisme yang mempengaruhi proses tidur Tidur dipengaruhi oleh beberapa rangsangan (Guyton & Hall, 2014) sebagai berikut : 1. Daerah perangsang tidur yang dapat menimbulkan tidur adalah nuklei rafe (raphe) yang terletak di separuh bagian bawah pons dan medula. 2. Perangsangan beberapa area di nukleus traktrus solitarius dapat menimbulkan tidur. Nukleus ini merupakan daerah terminal di pons 20 dan medulayang dilewati oleh sinyal sensorik viseral yang masuk melalui nervus vagus dan nervus glossofaringeus. 3. Tidur juga dapat ditimbulkan dari beberapa rangsangan di regio pada diensefalon yaitu bagian rostral hipotalamus, terutama diarea suprakiasm, dan di nukleus difus talamus. e. Irama sirkadian dan metabolisme Irama sirkadian adalah irama yang berjalan seiring dengan rotasi bumi. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anteriol hipotalamus (Japardi, 2002). Irama sirkadian memiliki peran penting dalam meregulasi metabolisme didalam tubuh. Hampir semua mahkluk hidup memiliki irama sirkadian. Jaringan aktif secara metabolik seperti hati, pankreas, dan organ gastrointestinal diatur secara spesifik oleh irama sirkadian. Irama sirkadian diatur oleh suprachiasmatic nuclei (SCN). Disisi lain terdapat bukti yang mendukung bahwa makan dan siklus puasa tubuh adalah salah satu output utama dari SCN dalam menyinkronkan dengan jam liver/hati (Shi & Zheng, 2013). Makan dan proses metabolik oleh hasil SCN dalam perubahan siklus selural merupakan umpan balik untuk memodulasi irama sirkadian. SCN sering disebut master circadian clock of the body karena berperan aktif dalam mengatur suhu, sekresi hormon, ginjal, fungsi kardio-pulmoner, neurobihavior dan gantrointestinal. SCN juga mengatur sleep-wake pada manusia. Pada malam hari SCN akan 21 merangsang pengeluaran hormon melatonin dalam keadaan gelap. Hormon melatonin berperan dalam mengatur mekanisme tidur. Hormon ini memiliki aksi hipnotik sebagai pembuka “sleep gate” atau gerbang tidur (Bailey et al., 2014). Tidur bermanfaat dalam meregulasi sistem metabolisme didalam tubuh. Ketika tidur malam terganggu maka akan merubah pola tidur dan menyebabkan masalah kesehatan (Purwanto, 2008). Perubahan pola tidur akan menyebabkan aktivitas Hypothalamic Pituitary Adrenal (HPA) dan sistem saraf simpatis meningkat hal ini akan merangsang hormon katekolamin dan kortisol sehingga menyebabkan gangguan pada metabolisme tubuh (Taub & Redeker dalam Suranto, 2014). 3. Glukosa Darah a. Pengertian Glukosa merupakan molekul utama dalam pembentukan energi di dalam tubuh manusia. Glukosa di dapat dari karbohidrat yang merupakan sumber energi utama dalam metabolisme tubuh. Berbagai jenis karbohidrat yang dikonsumsi seperti monosakarida, disakarida, dan polisakarida akan di konversikan menjadi glukosa di dalam hati (Irawan, 2007). Glukosa di dalam tubuh akan tersimpan dalam bentuk glikogen di dalam hati dan otot yang berfungsi sebagai cadangan 22 makanan dan juga tersimpan di dalam plasma darah bentuk glukosa darah. Gukosa darah (blood glucose) adalah jumlah atau konsentrasi kandungan glukosa di dalam sirkulasi darah. Kadar glukosa pada orang normal akan berlangsung konstan karena pengaturan karbohidrat yang baik. Dalam konsumsi sehari-hari, glukosa yang diperlukan berkisar 50-75% dari total kebutuhan energi di dalam tubuh. Mekanisme metabolisme glukosa terbagi 2 yaitu aerob dan anaerob. Mekanisme aerob membutuhkan enzim sebagai katalisator di dalam mitokondria dan membutuhkan oksigen (O2). Sedangkan metabolisme anaerob berlangsung di dalam sitoplasma (cytoplasm). b. Kelainan Kelainan pada glukosa dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah insulin. Terjadinya ketidakseimbangan insulin akan menimbulkan suatu keadaan dimana kadar gula di dalam darah naik atau turun. Terdapat dua istilah yang mengacu pada kelainan kadar gula darah yaitu : 1) Hipoglikemi Suatu keadaan dimana kadar gula darah dibawah keadaan normal berkisar dibawah 60 mg/dL. Tanda dan gejala seseorang yang mengalami hipoglikemia adalah merasa lemas, bergemetar, dan berkeringat dingin. 23 2) Hiperglikemi Kondisi dimana kadar gula darah berada diatas nilai normal dan selalu terjadi pada penderita diabetes mellitus. Pada kondisi tidak berpuasa kadar gula darah > 200 mg/dL, pada saat berpuasa kadar gula darah > 126 mg/dL. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi glukosa darah 1) Faktor internal a) Penyakit dan stres Penyakit dan infeksi virus tertentu secara tidak langsung dapat menimbulkan kerusakan pada insulin Tandra (2008) dalam Qurratuaeni (2009). Stres merupakan suatu keadaan yang mengharuskan individu berespon terhadap sesuatu atau melakukan tindakan. Stres terjadi dikarenakan ketidakcocokan antara tuntunan dengan kemampuan yang dimiliki (Potter & Perry, 2005). Stres dapat meningkatkan kadar gula darah karena stres akan menstimuli organ endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin. Hormon ephinefrin berpengaruh terhadap proses glikoneogenesis di dalam hati sehingga melepaskan glukosa ke dalam aliran darah dalam beberapa menit (Guyton & Hall, 2014). b) Obesitas 24 Sesorang bisa dikatakan obesitas jika memiliki berat badan berlebih minimal 20% dari berat badan ideal. Rumus untuk menghitung berat badan ideal : (TB dalam cm - 100) 10%. Obesitas menyebabkan kurang sesnsitifnya reseptor insulin pada sel target diseluruh tubuh. Sehingga jumlah insulin di dalam aliran darah berkurang dan meningkatkan kadar gula di dalam darah (Ilyas, 2007). c) Diet/ asupan makanan Diet atau asupan makanan adalah salah satu unsur utama yang berpengaruh besar terhadap kadar gula darah. Hal ini berhubungan dengan monosakarioda yang diserap, jumlah karbohidrat yang dikonsumsi, tingkat penyerapan dan fermentasi kolon (Ilyas, 2007). Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam diet karbohidrat terhadap kenaikan kadar gula darah yaitu (Pranandji, 2002) : 1. Kandungan serat dalam makanan 2. Proses pencernaan 3. Cara olah makanan 4. Ada atau tidak nya zat anti nutrien 5. Waktu makan dengan kecepatan lambat atau cepat 6. Pengaruh intoleransi glukosa 7. Pekat atau tidaknya makanan 25 d) Aktivitas fisik Aktivitas fisik merupakan serangkaian gerakkan yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengeluarkan energi (Kemenkes, 2010). Aktivitas fisik meningkatkan transport glukosa melalui Glukose Transporter-4 (GLUT-4) kedalam membran sel sehingga terjadi peningkatan AMP otot, insulin akan semakin meningkat dan kadar gula dalam darah akan berkurang (Ilyas, 2007). Aktivitas fisik selama 10 menit akan meningkatkan kebutuhan glukosa 15 kali dari jumlah kebutuhan glukosa pada keadaan biasa sehingga kadar glukosa didalam darah akan menurun (Kemenkes, 2010). e) Obat-obatan Obat hipoglikemi akan merangsang sel β pankreas memproduksi banyak insulin, mengurangi penyerapan gula didalam usus, dan menurunkan produksi glukosa didalam hepar (Sudoyo et al., 2009). 2) Faktor eksternal a) Pendidikan Kesehatan Salah satu cara untuk meningkatkan derajat kesehatan pada masyarakat dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan digunakan sebagai sarana untuk pembelajaran kepada masyarakat agar mau 26 melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan mengatasi masalah-masalah yang berkaitan kesehatan. Pendidikan kesehatan dapat merubah perilaku masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan perilaku masyarakat akan membutuhkan waktu yang lama, tetapi hasil yang dicapai akan bersifat tahan lama karena hal ini dipengaruhi kesadaran dari diri sendiri (Notoatmodjo, 2005). b) Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari proses “tau” yang didapatkan melalui panca indera terhadap objek tertentu dan merupakan tingkat terendah dalam domain kognitif. Pengetahuan atau kognitif adalah domain yang utama untuk terbentuknya perilaku yang baru pada diri individu sehingga terjadi proses yang berurutan (Rogers, 1994). c) Sumber informasi Sumber informasi akan berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi (Notoatmodjo, 2005). Semakin banyak sumber infomasi yang diperoleh semakin banyak pengetahuan yang didapatkan. Informasi yang diperoleh akan mempengaruhi tindakan seseorang dalam meningkatkan kualitas 27 kesehatannya dan meingkatkan kesadaran individu untuk selalu menerapkan pola hidup sehat. 4. Kadar Gula darah a. Kadar Gula Darah Puasa Selama berpuasa tidak ada makanan yang diabsorpsi. Puasa menyebabkan insulin menurun dan glukagon meningkat sehingga kadar gula darah puasa dapat dipertahankan dengan proses glikogenolisis hati untuk menghasilkan glukosa dan pembentukan glukosa dari bahan bukan karbohidrat di dapat dari proses glukoneogenesis sehingga kadar glukosa darah dapat dipertahankan (Marks et al., 2000). Proses pengaturan glukosa darah merupakan hasil dari proses anabolik dan katabolik. Anabolik merupakan proses pembentukan substrat-substrat (glikogen, trigliserol) yang mengandung energi. Proses ini dikontrol oleh insulin. Katabolisme merupakan pemecahan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu laktat, gliserol, dan asam amino. Proses pembentukan substrat ini kemudian akan digunakan sebagai energi setelah melalui beberapa proses kimia. Proses ini terjadi pada saat puasa ketika kebutuhan energi meningkat. Hormon yang terlibat pada katabolisme yaitu glukagon, epineprine, norepineprin, kortisol dan hormon pertumbuhan. Aksi hormon anabolik dan katabolik harus dalam keadaan seimbang. 28 Produksi, pengambilan, dan penggunaan glukosa harus dalam batas normal untuk semua organ (Guyton & Hall, 2014). Kadar Gula Darah Puasa (fasting blood plasma glukose) dapat didefinisikan tidak mengkonsumsi makanan selama 8 jam. Nilai normal Kadar Gula Darah Puasa (GDP) : 1) Dewasa (serum, plasma) : 70-110 mg/dL; Dewasa (darah lengkap) : 60-100 mg/dL. Nilai glukosa pada darah lengkap sekitar 15% lebih sedikit daripada nilai glukosa serum karena dilusi yang lebih besar (Fischbach & Dunning, 2009) (Chernecky & Berger, 2008). 2) Nilai panik : < 40 mg/dL dan > 700 mg/dL. 3) Bayi baru lahir : 30-80 mg/dL. 4) Anak : 60-100 mg/dL. 5) Lansia : 70-120 mg/dL. Tabel. 2.1 Kadar Gula Darah Puasa Bukan DM Belum pasti DM DM Kadar Gula Plasma vena <110 mg/dL 110-125 ≥ 126 mg/dL Darah Puasa mg/dL (mg/dL) Darah kapiler < 90 mg/dL 90-99 mg/dL ≥ 100 mg/Dl Sumber : PERKENI (2011) Nilai kritis GDP adalah <40 mg/dL (<2.22 mmol/L) dapat menyebabkan kerusakan otak pada wanita dan anak-anak, <50 mg/dL (<2,77 mmol/L) pada laki-laki, >400 mg/dL (>22.2 mmol/L) dapat menyebabkan koma (Fischbach & Dunning, 2009). b. Kadar Gula Darah Sewaktu (Random/Casual) 29 Kadar Gula Darah Sewaktu (GDS) adalah kadar gula darah yang diambil tidak memperhatikan kapan waktu makan terakhir. GDS dapat berubah-ubah sepanjang hari sesuai dengan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kadar glukosa darah sesaat tanpa melakukan puasa dan tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Tes ini dilakukan untuk deteksi awal pada penderita DM. Tabel. 2.2 Kadar Gula Darah Sewaktu Bukan DM Belum pasti DM DM 110-199 ≥ 200 mg/dL mg/dL 90-199 mg/dL ≥ 200 mg/Dl Kadar Gula Plasma vena < 110 mg/dL Darah Sewaktu Darah kapiler < 90 mg/dL (mg/dL) Sumber : PERKENI (2011) c. Kadar Gula Darah Dua Jam Post Prandial Tes glukosa plasma 2 jam post prandial digunakan untuk mengukur kemampuan individu terhadap asupan tinggi karbohidrat 2 jam setelah makan. Tes ini dianjurkan jika kadar gula darah puasa tinggi atau mengalami peningkatan. Tes ini terdiri dari pengukuran kadar glukosa plasma 2 jam setelah makan 75 glukosa oral. Bila glukosa plasma kurang dari 140 mg/dL 2 jam setelah makan maka dapat disimpulkan bahwa kadar glukosa plasma sudah kembali ke kadar semula sesudah kenaikan awal. Hal ini dapat menjadi petunjuk bahwa individu tersebut memiliki metabolisme glukosa normal. Jika 30 kadar gula darah 2 jam post prandial individu tinggi maka dapat diindikasikan adanya gangguan dalam metabolisme glukosa pada individu tersebut (Schteingart, 2005). Nilai normal Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial menurut Kee (2007): 1) Dewasa : serum atau plasma (<140 mg/dL/ 2 jam); darah (<120 mg/dL/ 2 jam). 2) Lansia : serum (<160 mg/dL/ 2 jam); darah (<140 mg/dL/ 2 jam). 3) Anak : (<120 mg/dL/ 2 jam). d. Tes Toleransi Glukosa Pada penderita diabetes melitus, glukosa di dalam darah akan cenderung meningkat. Jika penderita mengkonsumsi glukosa secara oral dengan dosis 75 g maka gula darah akan meningkat lebih tinggi dari keadaan normal dan akan lebih lambat kembali ke keadaan awal. Inilah yang disebut tes toleransi glukosa. Tes ini merupakan tes yang lebih akurat jika tes penyaringan kadar glukosa darah yang lain hasilnya meragukan. Test ini dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes mellitus pada individu yang memiliki kadar gula darah dalam batas normal-tinggi atau sedikit meningkat. Tes toleransi glukosa terbagi menjadi dua yaitu tes toleransi glukosa oral dan tes toleransi glukosa intravena. Tes toleransi glukosa intravena dilakukan jika terjadi gangguan penyerapan atau absopsi 31 setelah operasi pada saluran cerna (Mahendra et al., 2008). Uji toleransi glukosa intravena lebih sensitif dibandingkan uji toleransi glukosa oral karena tidak memerlukan absopsi melalui gastrointestinal. Nilai uji toleransi glukosa oral dan intravena memiliki perbedaan karena glukosa intravena lebih cepat diserap dibandingkan glukosa oral. Uji ini tidak boleh dilakukan bila kadar Gula Darah Puasa (GDP) >200 mg/dL. Diatas usia 60 tahun, kadar gula darah mengalami peningkatan 10-3- mg/dL dari keadaan normal (Kee, 2007). Tes toleransi glukosa biasanya dilakukan secara oral. Tes toleransi glukosa oral dapat dilakukan dengan cara enzimatik. Beberapa tahap sebelum dilakukan tes toleransi glukosa antara lain (Mahendra et al., 2008) : 1) Tiga hari sebelum pemeriksaan, orang yang bersangkutan beraktivitas secara biasa. 2) Malam sebelum pemeriksaan, orang tersebut harus berpuasa selama 10-12 jam. 3) Darah vena diambil pada area lipatan siku. Darah yang diambil merupakan darah puasa sehingga hasil yang di dapat adalah kadar Gula Darah Puasa (GDP). 4) Setalah pengambilan darah puasa, pasien diberi minum 75 g glukosa yang dilarutkan dalam 250 ml air minum dan harus diminum sampai habis dalam waktu 5 menit. 32 5) Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah satu jam dan dua jam sesudah meminum larutan glukosa tersebut. Selama pemeriksaan, klien dianjurkan untuk tetap beristirahat dan tidak merokok. Tabel 2.3 Nilai Normal Test Toleransi Glukosa Oral Dewasa Waktu Serum (mg/dL) Darah (mg/dL) Puasa 70-110 60-100 <160 <150 ½ jam 1 jam <170 <160 2 jam <125 <115 3 jam Kadar puasa Kadar puasa Urine : negatif Sumber : Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik edisi 6 tahun 2007 Tabel 2.4 Nilai Normal Test Toleransi Glukosa Intravena Dewasa Waktu Serum (mg/dL) Puasa 70-110 5 menit <250 <155 ½ jam 1 jam <125 2 jam Kadar puasa Urine negatif pada saat puasa dan pada ½ jam, 1 jam dan 2 jam Sumber : Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik edisi 6 tahun 2007 5. Hubungan shift kerja terhadap kadar Gula Darah Puasa Irama sirkadian berperan penting dalam siklus tidur dan bangun harian. Irama sirkadian sangat dipengaruhi oleh lingkungan internal dan extrenal seperti cahaya, suhu, aktivitas sosial, dan rutinitas kerja. Setiap individu memiliki jam yang sinkron dengan siklus tidur mereka. 33 Irama sirkadian berfungsi sebagai regulator bagi sistem tubuh manusia seperti kadar hormon, makan dan minum. Aktivitas otak, regenerasi sel, dan kegiatan biologi lainnya akan selalu berkaitan dengan irama sirkadian setiap harinya. Jika terjadi perubahan irama sirkadian maka akan berdampak pada pola tidur seseorang. Pola tidur yang terganggu akan menyebabkan perubahan pada fungsi fisiologis tubuh dan mempengaruhi kesehatan indivdu. Irama sirkadian dikontrol oleh suatu pacemaker yang terletak pada bagian ventral anterior dari hipotalamus yaitu suprachiasmatic nuclei (SCN) (Ganong, 2003). SCN mengirimkan sinyal keseluruh otak, perifer osilator, dan jaringan untuk meneruskan atau mengkordinasi waktu internal tubuh setiap hari. Inti ini menerima siklus gelap-terang melalui jalur saraf khusus yaitu retinohypothalamic fiber yang melintas dari optic chiams ke SCN (Ganong, 2003). Mekanisme SCN dalam mengatur dan mempertahankan iramanya melalui autoregulatory feedbck loop yang mengatur produks gen sirkadian melalui proses transkripsi, translasi, dan posttranslasi yang kompleks. Secara spesifik SCN menerima input dari sel ganglion pada retina yang mengandung fotopigmen yang disebut melanopsin melalui retino-hypothalamic pathway (RH tract) dan beberapa melalui lateral geniculate nucleus. Sinyal tersebut kemudian melewati paraventricular nucleus (PVN), hindbrain, spinal cord, dan superior cervical ganglion (SCG) menuju ke reseptor noradrenergic (NA) pada kelenjar pineal. 34 Aktivitas ini dipengaruhi oleh N-acetyltransferase (NAT) yang merupakan enzim pengatur sintesis melatonin dari serotonin. Aktivitas NAT akan meningkat 30-70 dalam keadaan gelap. Sekresi melatonin meningkat pada malam hari pada saat 2 jam sebelum tidur normal dan akan terus meningkat mencapai puncak pada pukul 02.00-04.00 pagi dan mangalami penurunan sampai ke level rendah pada siang hari (Ganong, 2003). Setiap hari, SCN akan memproduksi aurosal signal untuk mempertahankan kesadaran dan menghambat dorongan untuk tidur. Pada malam hari sebagai respon keadaan gelap terjadi feadback loop pada SCN dengan pengiriman sinyal untuk memproduksi hormon melatonin sebagai penghambat dari SCN. Melatonin akan mendorong untuk tidur karena hormon melatonin memiliki aksi hipnotik sebagai pembuka “sleep gate” atau gerbang tidur. Hormon ini bekerja dengan menekan wake promoting signal atau neuronal firing pada SCN. Hormon melatonin juga berfungsi dalam mengatur wake-sleep cycle melalui mekanisme termoregulator dengan menurunkan core body temperature (Doghramiji, 2007). Pada pekerja shift akan mengalami desinkronisasi internal artinya irama sirkadian tidak benar-benar teratur karena harus menyesuaikan diri dengan jadwal kerjanya. Irama sirkadian pada setiap individu berbedabeda hal ini diakibatkan adanya pengaruh (Doghramiji, 2007). perbedaan faktor genetis 35 Tidur berkaitan dengan kadaan puasa. Pada malam hari terjadi penurunan leptin, glukosa dan insulin, sedangkan dalam keadaan terjaga akan berkaitan dengan asupan makan dan peningakatan kadar leptin. Meningkatnya kadar gula darah dikaitan dengan desinkronisasi irama sirkadian yang akan memicu regulasi hormon kortisol. Hormon kortisol akan mempengaruhi metabolisme gula di dalam tubuh antara lain (Harrington, 2001): a. Merangsang proses glukoneogenesis (pembentukan glukosa bukan dari karbohidrat melainkan dari protein dan beberapa zat lain) oleh hati meningkatkan jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati. b. Hormon kortisol menurunkan kecepatan pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh dan meningkatkan asam lemak bebas. Jika hal ini secara terus-menerus terjadi akan menyebabkan resistensi insulin dan tingginya kadar gula darah pada pekerja shift karena sekresi hormon kortisol. 36 B. Kerangka Teori Kerja shift Perubahan Irama Sirkadian Perubahan Pola Tidur Kerusakan Sel Beta Pankreas Resistensi insulin Ketidakseimbangan Kadar Gula Darah Gambar 2.1 Kerangka teori Sumber : (Benedict, 2012; Costa, 2003; Harrington, 2001; Handayani, Saftarina, dan Wintoko 2014) 37 C. Kerangka Konsep Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah : 1. Faktor ektrenal Pekerja Shift Kerja shift Pendidikan Pengetahuan Sumber informasi 2. Faktor Internal Diet Penyakit dan stres Obesitas Aktivitas fisik Obat Keterangan = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti Gambar 2.2 Kerangka konsep Kadar Gula Darah Puasa