METODE TRANSPLANTASI KARANG BERCABANG SUBSTRAT ALAMI (MASSIVE DEAD CORALS) POCILLOPORIDAE PADA Abdul Haris, Yayu A. La Nafie, dan Hasri Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar 90245 Telp./Fax. : (0411) 587000, E-mail: [email protected] Penelitian dilaksanakan di bagian tenggara perairan pulau Barrang Lompo, Makassar. Tujuan dari penelitian ini untuk mengatahui sintasan dan laju pertumbuhan serta pertambahan jumlah tunas dari karang famili Pocilloporidae dengan metode fragmentasi pada substat alami (massive dead corals). Hasil penelitian memperlihatkan hasil transplantasi setiap jenis karang pocilloporidae yaitu sintasan Pocillopora verrucosa 79,16 % dengan pertumbuhan panjang sebesar 15,6 mm dan pertambahan jumlah tunas 1,21 tunas/bln, sintasan P.damicornis 75 % dengan pertumbuhan panjang 15,1 mm dan pertambahan jumlah tunas 0,72 tunas/bln, sintasan P. eydouxi 62,50 % dengan pertumbuhan panjang 10,05 mm dan pertambahan jumlah tunas 0,40 tunas/bln, sintasan Stylopora pistillata 100 % dengan pertumbuhan panjang 10,6 mm dan pertambahan jumlah tunas 1,38 tunas/bln dan sintasan Seriatopora caliendrum 91,66 % dengan pertumbuhan panjang 9,8 mm dan pertambahan jumlah tunas 1,59 tunas/bln. Kata kunci: Pocilloporidae, substrat alami, transplantasi karang KEKUATAN HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN NUSANTARA PALABUHAN RATU SUKABUMI JAWA BARAT PERIKANAN Anwar Bey Pane1 1) Staf Pengajar Pascasarjana IPB; E-mail: [email protected]; HP: 08787 0120 504 Laboratorium Produksi Hasil Tangkapan – Bagian Kepelabuhanan Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Kekuatan hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan-pelabuhan perikanan adalah sangat penting; sebagaimana di negara-negara maju seperti Uni Eropa contohnya Prancis, Jerman dan sebagainya. Setiap pelabuhan perikanan di negara-negara tersebut memiliki informasi kekuatan hasil tangkapan didaratkan; yang tidak hanya penting bagi nelayan, namun juga bagi pedagang pembeli ikan, pengolah ikan, pengelola pelabuhan dan pemerintah. Kekuatan hasil tangkapan penting pula bagi standarisasi pelabuhan perikanan. Penelitian bertujuan mendapatkan kekuatan hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPNP) dan kondisi pengembangan hasil tangkapannya. Penelitian menggunakan metode penelitian studi kasus; dengan aspek diteliti khusus meliputi aspek hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan perikanan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa di PPNP, kekuatan hasil tangkapan didaratkan dan komponen-komponennya belum disadari pentingnya dan belum menjadi perhatian penting bagi para pelaku di pelabuhan ini, pihak pengelola pelabuhan perikanan dan pihak pemerintah. Komponen-komponen kekuatan hasil tangkapan baru dimaknai secara relative oleh para pelaku, pengelola pelabuhan dan pihak pemerintah. Dampaknya adalah, pengembangan hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan ini belum dilakukan secara optimal. Kekuatan hasil tangkapan perlu diterapkan di PPNP. Kata kunci: didaratkan, hasil tangkapan, kekuatan, pelabuhan perikanan KOMPOSISI DAN FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN DOMINAN YANGTERTANGKAP DENGAN ALAT TANGKAP JARING KANTONG DI SUNGAI MUSI BAGIAN HILIR Aroef Hukmanan Rais dan Marson Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana - Palembang Jl. Beringin No. 308 Mariana Palembang 30763 Telp/Fax: 0711-537194/0711-537205 Alat tangkap jaring kantong merupakan alat tangkap yang paling banyak dioperasikan di Sungai Musi Bagian hilir. Kegiatan penelitian Komposisi dan fluktuasi jenis hasil tangkapan ikan yang tertangkap dengan alat tangkap jaring kantong di Sungai Musi bagian hilir telah dilakukan selama empat bulan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi hasil tangkapan dan fluktuasi hasil tangkapan ikan dominan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan yang tertangkap ada 27 jenis ikan dengan ikan yang dominan tertangkap adalah ikan juara (Arius stromii), ikan palak batu, ikan bulu ayam (Coilia borneensis), ikan gulamo (Johnius belengeri), Janggutan (Poynemus dubius) dan ikan lidah (Cynoglossus feldmanni). Ukuran ikan tertinggi mencapai 430 mm dan berat tertinggi mencapai 720 gr. Hasil tangkapan pada bulan Mei didominasi ikan dukang dengan jumlah 1287 ekor. Pada bulan Juni hingga Agustus didominasi ikan Juara dengan jumlah 583-822. Kata kunci: jaring kantong, komposisi, fluktuasi hasil tangkapan, ukuran ikan DAERAH TANGKAPAN DAN PRODUKTIVITAS HUHATE (POLE AND LINE) YANG BERBASIS DI BITUNG Berbudi Wibowo Peneliti Pada Pusat Riset Perikanan Tangkap Indonesia merupakan negara terbesar ketiga pengekspor tuna setelah Taiwan dan Jepang. Kondisi tuna Indonesia sangat berhubungan erat (dipengaruhi) kondisi pasar dunia. Isu kelestarian sumber daya mempengaruhi ekspor tuna Indonesia. Dengan demikian diperlukan data tingkat pemanfaatan untuk mengetahui potensi lestari sumberdaya perikanan pelagis besar. Kota Bitung merupakan kota terbesar penghasil tuna dan ikan pelagis besar lainnya di Indonesia bagian timur. Berdasarkan statistik perikanan tahun 2007, produksi cakalang Kota Bitung sebesar 159,195 ton sedangkan tuna sebesar 83,693 ton. Ikan pelagis besar yang didaratkan di Kota Bitung berasal dari Laut Sulawesi, Samudera Pasifik, Laut Maluku dan Laut Banda. Huhate merupakan salah satu alat tangkap ikan pelagis besar yang berbasis di Bitung. Informasi tentang daerah tangkapan dan produktivitas alat tangkap huhate sangat diperlukan untuk melihat sejauh mana tingkat pemanfaatan ikan pelagis besar dan dapat dijadikan salah satu acuan bagi pengambil kebijakan untuk menerapkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab. Penurunan hasil tangkapan per kapal dan menjauhnya daerah tangkapan menunjukan bahwa telah terjadi penurunan stok ikan pelagis besar terutama cakalang dan tuna. Kata kunci: daerah tangkapan, produktivitas, huhate, bitung SINTASAN DAN LAJU PERTUMBUHAN FRAGMEN KARANG Acropora loripes ANTARA INDUK HASIL TRANSPLANTASI (F1) DAN INDUK DARI ALAM (F0) Chair Rani1 dan Awaluddinnoer2 Jurusan Ilmu Kelautan, Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan Univ. Hasanuddin, Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10, Tamalanrea-90245; Telp/Fax: 0411-587000 Email : [email protected] Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sintasan dan laju pertumbuhan dari fragmen karang Acropora loripes antara induk hasil transplantasi (F1) dan induk dari alam (F0). Penelitian dirancang dengan eksperimental dengan menguji faktor asal induk pada dua kedalaman dalam budidaya karang hias. Sumber induk dibedakan atas dua sumber, yaitu induk hasil transplantasi (F1) dan induk dari alam (F0). Setiap jenis asal induk digunakan masing-masing 5 fragmen yang ditempatkan secara acak pada rak budidaya yang selanjutnya diuji pada kedalaman 3 m dan 7 m masing-masing dengan 5 ulangan. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu selama 3 bulan penelitian. Pengukuran pertumbuhan panjang cabang dilakukan dengan menggunakan kaliper berskala 0,05 cm pada cabang yang dilabel. Sedangkan sintasan dihitung dengan memantau jumlah fragmen karang yang mengalami kematian. Perbedaan nilai sintasan dan laju pertumbuhan dikelompokkan menurut asal induk dan dianalisis dengan analisi ragam pada masing-masing kedalaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya perbedaan yang nyata baik terhadap nilai rataan sintasan maupun laju pertumbuhan harian fragmen karang A. loripes antara induk hasil transplantasi (F1) dan induk dari alam (F0) pada setiap kedalaman yang dicobakan. Kata kunci: sintasan, laju pertumbuhan, karang, transplantasi HASIL TANGKAPAN DAN KOMPOSISI JENIS IKAN DI WADUK IR H DJUANDA TAHUN 2006-2009 Didik Wahju Hendro Tjahjo Peneliti Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan Alamat Kantor: Jl. Cilalawi no 1 Jatiluhur Purwakarta, Jawa Barat Email: [email protected] Pesatnya pengembangan kegiatan budidaya ikan dalam KJA telah mendorong terjadinya perubahan kualitas perairan. Perubahan kualitas perairan tersebut akan memacu terjadinya perubahan komposisi jenis ikan di Waduk Ir.H. Djuanda. Beberapa jenis ikan yang mampu menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan tersebut akan terus tumbuh dan berkembang, sedangkan jenis ikan yang tidak mampu menyesuaikan perubahan tersebut akan akan tertekan perkembangannya dan bahkan punah. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui komposisi jenis ikan di Waduk Ir H Djuanda selama tahun 2006-2009. Jenis ikan yang ditemukan di perairan ini cukup banyak (25 jenis), dan didominasi oleh jenis ikan introduksi. Jenis ikan dominan adalah golsom (Amphilophus alfari), oskar (Amphilophus citrinellus)adalah, kepiat (Thynnichthys thynnoides), bandeng (Chanos chanos), kebogerang (Mystus negriceps), nila (Oreochromis niloticus), kaca (Parambasis siamensis), hampal (Hampala macrolepidota), patin (Pangasionodon hypopthalmus) dan kongo (Parachromis managuensis). Hasil tangkapan nelayan didominasi oleh ikan nila, oskar, mas (Cyprinus carpio) dan patin. Penangkapan ikan yang cenderung selektif mendorong perkembangan ikan oskar dan golsom semakin pesat. Dipihak lain, upaya penebaran ikan bandeng di Waduk Ir.H. Djuanda tidak meningkatkan hasil tangkapan per upaya nelayan (2,9 – 8,5 kg/orang/hari) Kata kunci: jenis ikan dominan, hasil tangkapan, komposisi jenis ikan, Waduk Ir. H. Djuanda HASIL TANGKAPAN DAN AKTIVITAS PERIKANAN KABUPATEN KAMPAR RIAU DI WADUK KOTOPANJANG Emmy Dharyati Balai Riset Perikanan Perairan Umum Jl. Mariana No. 308 Telp. (0711) 537194 Palembang E-mail: [email protected] Waduk yang terdapat di Koto Panjang merupakan tipe perairan umum yang sifatnya multiguna yang dibuat bermacam keperluan. Waduk merupakan wilayah lembah dan perbukitan dengan tipe perairan umum yang sangat potensial pada sektor perikanan tangkap yang telah dimanfaatkan ±12 tahun. Perikanan dapat memberikan nilai tambah diperairan Waduk Kotopanjang dan tidak terganggunya sumberdaya perikanan perlu pengelolaan yang terencana. Penelitian dilakukan pada bulan Juli, September dan Nopember 2009 di waduk Kotopanjang Kabupaten Kampar, Riau. Metode penelitian dilakukan bersifat survei, observasi lapangan dan wawancara dengan nelayan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi hasil tangkap ikan, ikan yang bernilai penting, jenis alat tangkap dan aktivitas perikanan. Hasil penelitian berdasarkan sampling hasil tangkapan dari berbagai jenis ikan yang tertangkap sebanyak 24 jenis dari berbagai alat tangkap dan 7 jenis alat yang diamati yaitu jaring, jala, sempirai, sagang, ngkirai, pancing dan senapan. Ikan yang tertangkap termasuk bernilai ekonomis penting yaitu Toman (Channa micropeltes,) tapah (Wallago leeri), dan belido (Chitala lopis) selebihnya ikan yang dominan tertangkap yaitu Motan (Tynichthys polylepis), Selansik (Barbodes schwanefeldii) dan ikan Paweh (Osteochilus hasseltii). Aktivitas perikanan telah berjalan sejak lama dengan usaha penangkapan ikan dari beberapa alat tangkap yang masih bersifat tradisional, disamping adanya usaha budidaya perikanan dengan Jaring Apung (KJA). Habitat ikan dari beberapa stasiun hampir sama mempunyai lekukan lekukan kecil dan pada musim kemarau umumnya perairan ini tidak kering, kedalaman rata rata 10-25 meter banyak ditumbuhi vegetasi semak belukar ditepian air, banyak pohon pohon mati dan kayu berduri. Kualitas air masih layak untuk kehidupan ikan dan biota lainnya. Aktivitas penangkapan ikan belum optimal karena masih menggunakan alat tangkap tradisional. Kata kunci: hasil tangkap, ikan bernilai penting, alat tangkap dan aktivitas perikanan. HASIL TANGKAP IKAN DAN KARAKTERISTIK HABITAT IKAN SEMAH (TOR SP) DIBEBERAPA ANAK SUNGAI KAPUAS BAGIAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU Emmy Dharyati Balai Riset Perikanan Perairan Umum Jl. Mariana No. 308 Telp. (0711) 537194 Palembang E-mail: [email protected] Sungai Kapuas yang mengalir dari bagian hulu dimulai dari dalam areal Taman Nasional Betung Kerihun, Kabupaten Kapuas Hulu sampai ke bagian hilir, tepatnya di Desa Jungkat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Pontianak, mempunyai panjang ± 1086 km. Anak-anak Sungai Kapuas yang berada di DAS Kapuas bagian hulu, ujungnya (sumber) masuk dalam kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK). Ikan semah (Tor Sp) adalah jenis ikan ekonomis penting di Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat. Penelitian telah dilakukan pada bulan April, Juni, September dan Nopember 2007. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi hasil tangkapan ikan, jenis ikan semah, alat tangkap dan habitat. Metode penelitian dilakukan dengan, survey, sampling dan wawancara pada nelayan, penetapan stasiun penelitian secara purvosif. Parameter yang diamati jenis ikan hasil tangkapan, panjang berat ikan semah, alat tangkap dan karakteristik habitat. Data terkumpul dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan tertangkap 32 jenis ikan diantaranya 3 jenis ikan semah yaitu Tor tambroides di Sungai Sibau hulu, Tor duoronensis tertangkap di Nanga Potan/Jots dan Tor tambra di Sungai Kapuas bagian hulu. Kisaran panjang ikan semah 12-55 cm dan berat berkisar 210-2.340 gram, alat tangkap jaring biasa dilakukan untuk menangkap ikan semah. Hasil penelitian habitat ikan semah tertangkap pada anak-anak sungai yang airnya agak tenang, bebatuan dan jernih dasar perairan didominasi oleh pasir batuan dengan kandungan lumpur yang sedikit, air sangat jernih dan bersih kiri kanan badan air ditumbuhi hutan dan pepohonan, bukan pada sungai utama yang aliran airnya deras dan keruh. Alat tangkap yang digunakan nelayan jaring, jala dan jermal. Kualitas air layak untuk kehidupan bagi ikan dan biota lainnya suhu rata rata 24,50C, 02 terlarut berkisar 8,24 mg/L dan pH berkisar 7. Kata kunci: hasil tangkap, jenis ikan,alat tangkap, karakteristik habitat EVALUASI HASIL TANGKAPAN IKAN DI SUNGAI KAPUAS BAGIAN HILIR DAN TENGAH, KALIMANTAN BARAT Asyari Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang E-mail : [email protected] Evaluasi hasil tangkapan ikan di Sungai Kapuas Kalimantan Barat telah dilakukan pada tahun 2008 dengan metode survey. Sampling dilakukan 4 kali mewakili musim kemarau dan hujan yaitu bulan Maret, Mei, Agustus dan November. Parameter yang diamati jenis ikan, jenis dan cara operasi alat tangkap, komposisi hasil tangkapan dan hasil tangkapan selama 5 tahun terakhir. Lokasi dipilih di bagian hilir dan tengah DAS Kapuas yang aktivitas penangkapannya tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa bagian hilir Sungai Kapuas didapat sebanyak 7 macam alat tangkap yang menangkap 28 jenis ikan. Pada kawasan tengah terdapat 11 macam alat tangkap dengan 56 jenis ikan. Di bagian hilir Alat tangkap blad paling banyak ditemukan yaitu 104 unit, jermal 61 unit dan jaring 54 unit. Di bagian tengah jaring ditemukan 690 unit, jermal 198 unit dan bubu waring 144 unit. Sedangkan alat tabung bambu ditemukan 416 unit dengan penyebaran yang tidak merata. Alat yang paling sedikit ditemukan adalah acar yaitu alat yang khusus untuk menangkap ikan tabirin dan mentapuk yaitu alat yang khusus untuk menangkap ikan jelawat berukuran besar. Alat yang menangkap ikan dalam jumlah yang banyak baik jumlah dan jenis ikan adalah jermal dan bubu waring. Pada bagian hilir ikan yang dominan tertangkap merupakan ikan sungai dan ikan estuari seperti lais, baung, juara, janggut, kabali, belanak, gulame, petek, kitang, ronjeng dan ikan duri. Pada bagian tengah adalah ikan sungai, danau dan ikan rawa yaitu entukan, lais, baung, ikan umpan, biawan, juara, palau, ruwan, toman, seluang, nuayang, bilis dan miadin. Alat tangkap yang tidak selektif dan ramah linkungan adalah jermal dan bubu waring, sedangkan yang sangat selektif adalah acar dan mentapuk. Hasil tangkapan ikan di Sungai Kapuas terlihat mengalami penurunan, untuk jaring insang hasil tangkapan selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan rata-rata sekitar 63,9 %. Jala sebesar 64,3 %, jermal sebesar 66 %, bubu waring 69 %, pancing 70,8 % dan tajur sekitar 73,7 %. Dengan demikian untuk tiap tahunnya terjadi penurunan lebih kurang 13,59 %/orang/tahun. Kata kunci: hasil tangkapan, hilir, jenis ikan, tengah, sungai Kapuas MODEL PENGEMBANGAN ADOPSI TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PALABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI Mei Dwi Erlina dan Nensyana Shafitri Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan Riset ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis potensi dan permasalahan pengembangan adopsi teknologi perikanan; mengidentifikasi dan menganalisis peluang pengembangan adopsi teknologi perikanan dalam meningkatan ketahanan pangan serta merancang model pengembangan adopsi teknologi perikanan dalam meningkatkan ketahanan pangan. Penelitian dilakukan di Palabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi pada bulan Juli sampai November 2009 dengan menggunakan metode survey yang bersifat deskriptif kualitatif, pengambilan sample dilakukan secara purposive. Analisis data mengenai keterkaitan model pengembangan adopsi dengan peningkatan ketahanan pangan dilakukan secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Tingkat adopsi teknologi perikanan tangkap oleh nelayan tangkap di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi termasuk kategori sedang, dan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan nelayan tangkap. Permasalahan yang dihadapi dalam mengembangan adopsi teknologi perikanan tangkap yaitu kekurangan modal usaha, tingkat pendidikan yang masih rendah, pendidikan non formal yang rendah dan kekosmopolitan yang rendah, pelaksanaan teknologi perikanan masih bersifat turun temurun, penguasaan dalam hal memodifikasi alat tangkap dan modifikasi kapal untuk mengoperasikan alat tangkap masih rendah. Peningkatan ketahanan pangan (kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, kualitas/keamanan pangan) dipengaruhi oleh tingkat adopsi dan pengembangan adopsi teknologi perikanan tangkap di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi oleh nelayan tangkap. Kapasitas diri nelayan berupa pengetahuan, ketrampilan, sikap, kemampuan (pencarian,pemahaman,pemanfaatan dan keputusan untuk mengadopsi teknologi perikanan) , tanggung jawab/komitmen, kewirausahaan merupakan faktor-faktor yang sangat penting yang perlu dicermati dalam pengembangan adopsi teknologi perikanan tangkap, untuk selanjutnya dibuat rancangan model pengembangan adopsi perikanan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Kata kunci: adopsi, teknologi-perikanan, ketahanan pangan, model ESTIMASI TUTUPAN PADANG LAMUN MELALUI DEPTH INVARIANT INDEX PADA CITRA QUICKBIRD Muhammad Anshar Amran Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin e-mail : [email protected] Pengelolaan padang lamun memerlukan informasi tentang kondisi padang lamun. Informasi aktual tentang kondisi padang lamun di berbagai wilayah perairan Indonesia masih sangat kurang. Penerapan teknologi penginderaan jauh untuk pemetaan padang lamun selama ini baru sebatas mendeteksi keberadaan padang lamun, belum sampai pada perolehan informasi mengenai kondisi padang lamun. Hal tersebut disebabkan karena belum adanya suatu metode pengolahan citra penginderaan jauh yang dapat menghasilkan informasi yang menggambarkan persentase tutupan padang lamun. Penelitian ini bertujuan merumuskan hubungan matematis antara persentase tutupan lamun dengan depth invariant index pada citra Quickbird. Transformasi dilakukan pada band-band multispektral yang dapat mendeteksi obyek dasar perairan, yakni band biru, band hijau dan band merah. Wilayah studi penelitian ini mencakup perairan di sekitar Pulau Barranglompo dan Pulau Barrangcaddi, Makassar. Di wilayah tersebut tumbuh padang lamun yang luas dengan persentase tutupan lamun yang bervariasi. Hubungan matematis antara persentase tutupan lamun dengan depth invariant index diperoleh melalui metode regresi linier berganda. Persentase tutupan lamun (C) diperoleh melalui transformasi depth invariant index (Xij) pada citra Quickbird, yakni dengan persamaan transformasi: C = 19,934 – 63,347 X12 + 23,239 X23. Tingkat ketelitian persentase tutupan lamun yang diperoleh melalui transformasi depth invariant index pada citra Quickbird mencapai 75 %. Penerapan transformasi depth invariant index pada citra Quickbird menghasilkan ”peta citra kondisi padang lamun berdasarkan persentase tutupan padang lamun”. Kata kunci: depth invariant index, persentase tutupan lamun LAJU TANGKAP, KOMPOSISI DAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PERIKANAN ”PENGERIH” (FILTERING DIVICE) DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI KAMPAR RIAU Rupawan Balai Riset Perikanan Perairan Umum Jln. Beringin No.08 Mariana (30763) Palembang Email: [email protected] “Pengerih” (filtering divice) jenis alat tangkap menetap dan dominan di perairan estuari sungai Kampar Riau dapat menangkap jumlah banyak dan macam jenis. Aktivitas penangkapan berorientasi untuk mendapatkan jumlah dan nilai hasil tangkapan utama kelompok udang Panaedae yang sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan hasil tangkapan sampingannya. Keadaan ini akan mengarah pada pemanfaatan yang berlebih dan tidak ramah lingkungan. Data dan informasi komposisi, laju tangkap dan hasil tangkapan sampingan perikanan “Pengerih” diperairan estuari Sungai Kampar belum banyak diketahui.Diperlukan untuk kebijakan pengaturan penggunaan jenis dan jumlah alat tangkap yang sesuai dengan konsep pemanfaatan sumberdaya ikan yang bertanggung jawab. Penelitian dilakukan bulan Juni sampai Oktober 2009 dengan metoda survei, pengamatan lapangan, pengamatan di laboratorium, wawancara dan data enumerator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat tangkap “Pengerih” menangkap 34 jenis terdiri dari 6 jenis udang penaidae dengan prosentase berat 59% yang didominasi udang Duri (Aphases,sp) sesuai dengan spesies target. Dan 28 jenis kelompok ikan dan jenis lainnya sebagai hasil tangkapan sampingan. Estimasi laju tangkap perikanan “Pengerih” tahun 2009 mencapai 315,7 ton, 41% (±387 ton) merupakan hasil tangkapan sampingan yang didominasi ikan Lomeh (Harpodon nehereus). Dalam kelompok hasil tangkapan sampingan juga tertangkap juvenil dan ikan muda beberapa jenis ikan ekonomis penting yang jumlahnya mencapai 13,25% (±17,2 ton ). Bila jumlah ini di konversi dengan berat rata-rata individu maka setara dengan jumlah 6,4 juta ekor. Tertangkap sebelum waktunya dan bernilai ekonomi rendah. Data dan informasi ini menunjukan bahwa alat tangkap “Pengerih” di perairan estuari selat Panjang tergolong pada alat tangkap tidak selektif dan cenderung tidak ramah lingkungan. Kata kunci: Bycatch, estuari kampar komposisi, laju tangkap, pengerih, JENIS-JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DENGAN MENGGUNAKAN JARING DAN KUALITAS PERAIRAN DI TELUK RASAU Siswanta Kaban dan Koirul Fatah Balai Riset Perikanan Perairan Umum Jl. Beringin No. 308 Mariana Palembang 30763 Telp/Fax: 0711-537194/0711-537205 [email protected] Penelitian mengenai jenis-jenis ikan yang ada di suaka perikanan teluk rasau dilakukan pada bulan September dan Oktober tahun 2009. Penelitian ini berhubungan dengan tingkat pemanfaatan disekitar teluk rasau cukup tinggi, khususnya mengenai penangkapan ikan. Penangkapan di sekitar teluk rasau ikan dilakukan dengan sistem lelang sehingga kemungkinan beberapa jenis ikan akan mengalami penurunan bahkan kepunahan. Teluk rasau merupakan daerah suaka daerah yang dilarang untuk menangkap ikan sehingga merupakan tempat yang baik untuk perlindungan dan pemijahan ikan. Jenis-jenis ikan yang dominan yang tertangkap dengan menggunakan jaring dengan berbagai ukuran mata jaring mulai dari 0,75 inchi, 1,5 inchi, 2,25 inchi hingga 3 inchi di teluk rasau adalah ikan sapil (Helostoma temmenckii), Semburingan (Puntius lineatus), dan palau (Osteochilus hasseltii). Berdasarkan eksprimental dengan alat tangkap jaring mengunakan 4 ukuran mata jaring tersebut ditemukan 31 jenis ikan yang berasal dari 16 famili dan didominasi oleh famili cyprinidae. Kualitas perairan di teluk rasau masih di kategorikan cukup baik dengan konsentrasi oksigen berkisar antara 2,8 mg/l – 7,8 mg/l akan tetapi teluk rasau cenderung bersifat asam dengan pH bekisar 5 – 6,5 hal ini berkaitan dengan pengaruh lahan gambut disekitar teluk rasau dan tidak adanya outlet sehingga pasokan bahan organik dari luar mempengaruhi derajat keasaman di teluk rasau. Kata kunci: alat tangkap jaring ikan, kualitas air, suaka perikanan, teluk Rasau KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT TANGKAP BELAT DI ESTUARI SUNGAI MUSI DAN SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN Solekha Aprianti dan Eko Prianto Balai Riset Perikanan Perairan Umum Jalan Beringin No. 308, Mariana, Palembang E-mail: [email protected] Belat merupakan salah satu alternatif alat tangkap yang digunakan oleh nelayan tradisional di Estuari Sungai Musi dan Sungai Banyuasin karena bersifat hemat energi dan daerah penangkapannya relatif dekat. Alat tangkap belat di lain sisi menimbulkan sikap pro dan kontra karena dianggap merusak kelangsungan stok ikan di estuari. Penelitian bertujuan untuk mengetahui cara pengoperasian, komposisi hasil tangkapan, serta kelebihan dan kekurangan alat tangkap belat. Penelitian dilaksanakan di estuari Sungai Musi dan Sungai Banyuasin dengan pengambilan sampel sebanyak 3X, yaitu pada bulan Maret, Juni dan Oktober 2009. Informasi mengenai kegiatan penangkapan diperoleh melalui wawancara terhadap nelayan yang mengoperasikan alat tangkap belat dengan bantuan kuesioner. Data hasil tangkapan diperoleh dengan mengambil sample ikan pada saat mengangkat belat (saat terjun ke lapangan) dan juga dari data enumerator. Ikan-ikan yang tertangkap dengan menggunakan belat selanjutnya dianalisa dilaboratorium untuk diidentifikasi jenisnya dan diukur panjang beratnya. Kemudian data hasil tangkapan dianalisa dengan menggunakan microsoft excel untuk mengetahui rata-rata ukuran. Belat adalah perangkap yang dipasang di daerah pasang surut, terdiri dari dua lembar jaring sebagai dinding dan kantong diantara kedua jaring tersebut. Salah satu kelebihan belat adalah hemat bahan bakar karena alat dipasang menetap sehingga kapal tidak perlu berlayar jauh untuk mencari daerah penangkapan. Komposisi jenis ikan hasil tangkapan belat berjumlah 31 jenis yang terdiri dari ikan demersal, pelagis dan udang dengan ukuran yang relatif kecil. Ukuran ikan hasil tangkapan yang relatif kecil tersebut menyebabkan sebagian nelayan di Estuari Sungai Musi dan Sungai Banyuasin meminta agar pengoperasian belat dilarang. Kata kunci: belat, estuari sungai musi dan sungai Banyuasin, ikan, penangkapan KOMPOSISI JENIS DAN HASIL TANGKAPAN TRAWL DI ESTUARY SUNGAI MUSI Solekha Aprianti dan Eko Prianto Peneliti pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum Jl. Beringin No. 308 Mariana-Palembang Email : [email protected] Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga Desember 2008 dengan pengambilan sampel pada bulan April dan Juli 2008 di estuary sungai Musi Sumatera Selatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui komposisi jenis dan hasil tangkapan ikan dengan alat tangkap trawl. Penentuan stasiun pengambilan contoh dilakukan dengan pendekatan tujuan tertentu (purpossive sampling) yang berdasarkan adanya perbedaan mikro habitat. Metode pengambilan sampel ikan dengan menggunakan alat tangkap mini trawl (fishing experiment) dengan metode swept area (Sparre and Venema, 1999). Hasil pengamatan dan sampling dengan menggunakan mini trawl diperoleh komposisi jenis ikan di estuary sungai musi sebanyak 50 jenis pada bulan Maret dan 65 jenis pada bulan Juni 2008. Salah satu jenis ikan yang banyak tertangkap adalah ikan Gulamo sebanyak 785 ekor. Hasil analisa data tentang biomas stok ikan di kawasan estuary sungai Musi berkisar antara 25105.47 kg/km2. Selanjutnya dilihat dari komposisi tangkapan dalam 1 kali tarikan rata-rata ukuran ikan yang tertangkap < 60 gr (masih anakan). Kata kunci: estuari sungai musi, hasil tangkapan, komposisi jenis, trawl KEANEKARAGAMAN SUMBERDAYA IKAN HASIL TANGKAPAN KARANG SEKITAR PULAU SEMAK DAUN KEPULAUAN SERIBU DI TERUMBU Sriati 1),Sutrisno Sukimin 2), Mennofatria Boer 2), Ismudi Muchsin 2) dan Subhat Nurhakim 3) 1) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran; Mahasiswa Program S3 IPB, E-mail: [email protected]. 2) Dept. MSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor 3) Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP Pengetahuan tentang keanekaragaman sumberdaya ikan berperan penting sebagai dasar konservasi dan pengelolaan sumberdaya. Adanya perubahan keanekaragaman ikan di suatu perairan merupakan indikasi adanya pengaruh, diantaranya pola penangkapan. Tipe alat dan penggunaannya juga mempengaruhi efisiensi penangkapan, selektivitas dan komposisi sumberdaya ikan. Penangkapan terhadap suatu species tidak hanya menyebabkan berkurangnya species tersebut, namun juga berpengaruh pada species lain dalam kaitan dengan interaksi mangsa pemangsa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan sumberdaya ikan hasil tangkapan yang dihasilkan oleh unit penangkap ikan yang beroperasi di Karang Lebar meliputi keragaman jenis (diversitas), komposisi jenis hasil tangkapan, kelimpahan dan komposisi ukuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Famili Labridae dan Serranidae sangat mendominasi hasil tangkapan, baik berdasarkan keragaman jenis maupun kelimpahannya. Berdasarkan kebiasaan makannya, hasil tangkapan selama penelitian didominasi oleh jenis-jenis ikan herbivor. Hasil penelitian ini memberikan suatu indikasi bahwa populasi ikan herbivor di lokasi penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Disisi lain, tertangkapnya ikan herbivor dalam jumlah yang berlebih dapat berdampak negatif terhadap ekosistem karena kurangnya populasi ikan herbivor dapat berakibat peledakan populasi makroalgae yang merugikan terumbu karang. Dengan demikian penangkapan terhadap ikan herbivor tetap perlu mendapat perhatian karena alasan tersebut. Kata kunci: hasil tangkapan, keanekaragaman sumberdaya ikan, kepulauan seribu, komunitas ikan FENOMENA BLEACHING KARANG TAHUN 2009 DI PULAU BADI SELAT MAKASSAR Syafyudin Yusuf1) Chair Rani2) dan Jamaluddin Jompa3) 1,2 Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Contact persons : [email protected] 1,3 Pusat Penelitian Terumbu Karang, Uniersitas Hasanuddin Makassar Bleaching event is loss of zooxanthella from the marine organisms tissue, as a caused by enviromental stress. Coral bleaching fenomenom was observed on May and June 2009 in Badi Island on Makassar Strait, Indonesia . The method used in this study is identified the photos coral colonies which bleaching infected were photographed with a Ixus Digital Canon 75 camera in an underwater housing. The results showed that the bleaching corals are caused by temperature anomaly above 1,24oC higher than annually temperature 29,09oC. This phenomenon were occurred on end of May 2009. The bleaching coral species were dominanated by Pocillopora domicornis, , Acropora spp, Porites lobata, Goniopora lobata, Favia spp, Goniastrea dan Fungia and so coral transplant from Acropora loripes. The bleached corals were not only in hard corals, but also the soft corals and coral reef zooxanthellae symbiosis invertebrates. The average areas of bleached colonies were 69 ± 26%, there were some parts of the colonies had died and several tissues were bleached but still alive. Approximately 5 – 20% of colonies were found had died and conversely, there were 75% of the total colonies were still alive but in bleaching progress. Kata kunci: karang, pemutihan, Pulau Badi, Selat Makassar KEANEKARAGAMAN JENIS IKAN DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT TANGKAP JERMAL DI SUNGAI SUAK PUTAT, JAMBI Syarifah Nurdawati Balai Riset Perikanan Perairan Umum Jalan Beringin 308 Mariana Palembang (30736) E-mail : [email protected] Alat tangkap jermal merupakan suatu alat tangkap yang digunakan pada musim penghujan yang bersifat memotong sungai. Penelitian dilakukan selama 4 bulan dengan tujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis ikan yang tertangkap dan komposisi hasil tangkapan ikan dengan alat tangkap jermal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bulan Desember – bulan Januari keanekaragaman cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,76 -3,09 dan tidak ada jenis yang mendominasi. Hasil tangkapan sebagian besar juvenil ikan yang dimanfaatkan sebagai ikan hias. Pada bulan Februari sampai bulan Maret hasil tangkapan didominasi oleh jenis ikan lambak (Thynnichthys polylepis) dengan indeks keanekaragaman lebih kecil dari satu. dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Sungai Putat merupakan habitat anakan dan tempat pemijahan berbagai jenis ikan yang berasal dari Sungai Batanghari. Kondisi lingkungan menunjukkan bahwa Sungai Putat merupakan perairan rawa banjiran dengan kondisi perairan bersifat asam. Kata kunci: alat tangkap jermal, keanekaragam jenis ikan, komposisi hasil tangkapan MARINE LANDSCAPE DALAM WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP RI) Triyono [email protected] Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan Kondisi dasar laut tidak berbeda jauh dengan morfologi daratan di atas permukaan laut, terdapat berbagai macam bentukan alam yang serupa dengan yang ada di darat. Namun, terbatasnya data mengenai dasar laut membuat penelitian tentang dasar laut sangat terbatas. Pemerian atas kondisi dasar laut dilakukan dengan bantuan citra satelit atau pemeraman alat-alat pemeri kedalaman. Beberapa sampel permukaan dasar laut pernah dianalisis dan secara spasial mampu menghasilkan peta sebaran sedimen permukaan dasar laut. Konsep Marine Landscape yang diperkenalkan pertama kali di Inggris di era 1960-an memanfaatkan data dasar laut yang terbatas untuk diklasifikasikan menurut karakter dari komponen yang telah ditentukan. Kelenturan konsep marine landscape menarik untuk dicoba kajiterapkan untuk berbagai keperluan zonasi perairan di wilayah Eropa. Republik Indonesia telah membagi wilayah perairan menjadi 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan berdasarkan karakteristik ekologi kelautan. Konsep marine landscape dicobakan pada WPP 713 untuk melihat variabilitas satuan marine landscapenya. Analisis spasial dari citra SRTM dan peta sebaran sedimen permukaan dasar laut menghasilkan 60 satuan marine landscape. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis spasial melalui pemrosesan transformasi data dan spasial analysis dengan memanfaatkan perangkat lunak GLOBAL MAPPER 9 dan ArcGIS 9 versi 9.2. Data-data disusun dan ditabulasikan melalui fasilitas ArcCataloque kemudian diujikan dalam spatial analysis didukung fasilitas Model builder. Kata kunci: marine landscape, SRTM, wilayah pengelolaan perikanan, PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN DAMPAKNYA TERHADAP RASIO LAHAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN INDRAMAYU W. Windupranata1, D. Wisayantono1, S. Bachri1, I. Hayatiningsih2, T. Indra2, D.R. Sianturi2 1 Kelompok Keahlian Sains dan Rekayasa Hidrografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung 2 Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan memerlukan kajian dari berbagai komponen pembangunan wilayah pesisir dan lautan. Salah satu permasalahan penting dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah wilayahnya yang sangat dinamik akibat perubahan garis pantai yang terjadi secara terus menerus. Rasio lahan merupakan perbandingan antara lahan yang tersedia dengan jumlah pengguna lahan tersebut. Sifat dari rasio lahan ini adalah berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, jika lahan yang tersedia juga berkurang karena adanya proses abrasi di pantai, maka laju penurunan rasio lahan akan semakin besar. Paper ini akan membahas perubahan garis pantai yang terjadi di Kabupaten Indramayu serta dampaknya terhadap rasio lahan di wilayah tersebut. Perubahan garis pantai dipetakan berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat ETM7 tahun 2009 kemudian dibandingkan dengan garis pantai dari Peta Rupa Bumi Indonesia tahun 2002. Permasalahan ekonomi, seperti menurunnya faktor produksi lahan, serta permasalahan sosial, seperti rasio tenaga kerja, yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu selama periode waktu perubahan garis pantai yang diteliti, menjadi topik diskusi dalam paper ini. Analisis dilakukan untuk satuan wilayah kecamatan. Terdapat sebelas kecamatan pesisir di sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Indramayu. Sembilan dari sebelas kecamatan pesisir tersebut mengalami abrasi setiap tahunnya dengan laju yang berbeda-beda. Laju abrasi terbesar (±37,25 Ha/tahun) terdapat di Kecamatan Krangkeng. Pengaruh laju abrasi yang ada terhadap laju pertumbuhan penduduk rata-rata di sebelas kecamatan pesisir sebesar 0,58% telah berdampak pada penurunan rasio lahan rata-rata sebesar 0,001 Ha/jiwa per tahun. Rasio lahan paling kecil terdapat di Kecamatan Indramayu dengan rasio lahan 0,053 Ha/jiwa pada tahun 2007. Penurunan rasio lahan sebesar 1 Ha akan berdampak pada tingkat penyerapan tenaga kerja petani masyarakat pesisir 8 petani/tahun. Nilai-nilai tersebut diwujudkan kedalam indikator status sosial dan ekonomi seperti tingkat pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat. Jika kondisi tersebut tidak ditangani secara sistematis, maka rasio lahan untuk seluruh kecamatan pesisir Kabupaten Indramayu akan terus mengalami penurunan dari 0,112 Ha/jiwa pada tahun 2007 menjadi 0.110 Ha/jiwa pada jangka pendek pada tahun 2015 dan menjadi 0.108 Ha/jiwa pada jangka panjang pada tahun 2025. Kata kunci: abrasi, garis Pantai, Indramayu, pesisir, rasio lahan KERAPATAN DAN DISTRIBUSI VERTIKAL PLANKTON DI PERAIRAN BAWEAN Djumanto Jurusan Perikanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Kehadiaran plankton disuatu perairan sangat penting karena berperanan sebagai produser primer sehingga sering dijadikan indikator kesuburan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis, kerapatan dan sebaran plankton swecara vertikal dari permukaan hingga dasar perairan di laut Bawean, Kabupaten Gresik. Kapal penelitian Baruna Jaya VIII digunakan untuk sampling pada tanggal 29-30 April 2009. Lokasi sampling ditetapkan sebanyak 2 stasiun, pada posisi 060 05’ LS, 1120 36’ BT dan 060 05’ LS, 120 12’ BT, tiap stasiun diambil contoh air pada kedalaman 0m, 20m, 40m,dan 60m. Pengambilan contoh air menggunakan water sampler dengan volume 10 liter. Contoh air disaring menggunakan jaring plankton net, selanjutnya diawetkan dengan formalin 4%. Identifikasi plankton dilakukan dilaboratorium hingga tingkat genus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 20 jenis fitoplankton dan 38 jenis zooplankton yang tersebar tidak merata pada tiap kolom kedalaman perairan. Kerapatan plankton sebanyak 2330 sel/liter, sedangkan kerapatan zooplankton sebanyak 507 individu/liter. Kerapatan fitoplankton tertinggi terdapat pada kolom air kedalaman 20 m terendah pada kedalaman 60 m, sedangkan kerapatan zooplankton tertinggi terdapat di permukaan, kemudian menurun seiring kedalaman perairan. Jenis fitoplankton paling banyak adalah Pleurosigma sp., kemudian Rizosolenia sp., Skeletonema sp., dan yang paling sedikit adalah Actinocyclus sp. Jenis zooplankton paling banyak adalah Ceratium sp. kemudian Tintinopaial sp. dan Nauplius sp. Kata kunci: Bawean, Laut Jawa, plankton, sebaran vertikal