TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul “ Nenek moyangku seorang pelaut” membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan Seribu mengatakan bahwa ukuran ikan tangkapannya menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Apakah keluhan nelayan tersebut terjadi akibat overfishing? Ringkasan Eksekutif ini dibuat untuk memberikan pemahaman mengenai kondisi perikanan tangkap jenis Ikan Ekor Kuning yang ditangkap dengan menggunakan jaring muroami di perairan Kepulauan Seribu. Ringkasan Eksekutif ini disusun berdasarkan hasil penelitian dari Desi Harmiyati dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Perikanan Bogor yang berjudul “Analisis Hasil Tangkapan Sumberdaya Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) yang Didaratkan di TPI Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.” Hasil penelitian ini disajikan sebagai Skripsi Strata-1 pada tahun 2009. I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan salah satu ikan bernilai ekonomis penting yang terdapat di Perairan Kepulauan Seribu. Nilai ekonomis yang tinggi disertai permintaan yang terus meningkat, menjadikan ikan ini sebagai salah satu target utama penangkapan. Selain alat tangkap bubu, alat tangkap yang dominan untuk menangkap ikan ini adalah jaring muroami. Penggunaan alat tangkap ini menyebabkan tertangkapnya ikan‐ikan yang masih muda karena memiliki ukuran mata jaring pada kantong (cod end) yang sangat kecil yaitu hanya sekitar 2,54 cm. Kondisi tekanan penangkapan yang tinggi, volume produksi yang terus meningkat dan belum adanya kegiatan budidaya dapat mengakibatkan penipisan stok ikan atau menurunnya jumlah populasi ikan ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu serta terjadinya upaya tangkap lebih (overfishing). I.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sebaran frekuensi panjang, menentukan parameter pertumbuhan, mengkaji pola pertumbuhan, menentukan hasil tangkapan per satuan upaya, dan menduga musim penangkapan yang baik, guna memberikan suatu usulan model pengelolaan yang sesuai bagi sumberdaya ikan tersebut. II. Tinjauan Pustaka II.1 Gambaran Umum Lokasi Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Posisi ini bila dikaitkan dengan Jakarta yang tidak lain adalah sebuah kota Bandar, maka Kepulauan Seribu adalah bagian muka dari Jakarta Secara geografis, koordinat letak Kabupaten Adminstrasi Kepulauan Seribu pada sebelah Utara adalah 05°10"00' ‐ 05°10"00' LS dan 106°19"30' ‐ 106°44"50' BT, sebelah Timur adalah 05°10"00' LS 106°19"30' BT, sebelah Selatan adalah 05°10"00' ‐ 05°57"00' LS dan 106°44"50' ‐ 106°44"50' BT, dan sebelah Barat adalah 05°10"00' LS dan 106°44"50' BT. (Sumber : BPS (2008)). Total luas keseluruhan wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu kurang lebih hampir 11 kali luas daratan Jakarta, yaitu luas daratan mencapai 897,71 ha dan luas perairan Kepulauan Seribu mencapai 6.997,50 km2 . Jumlah keseluruhan pulau yang ada di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mencapai 110 buah. Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi angin musim barat (Desember‐Maret) dan angin musim timur (Juni‐September). Musim pancaroba terjadi antara bulan April‐Mei dan Oktober‐November. Musim hujan di Kepulauan Seribu biasanya terjadi antara bulan November‐April dengan hari hujan antar 10‐20 hari/bulan. Musim yang dominan di wilayah Kepulauan Seribu yaitu musim barat (musim angin barat disertai hujan lebat) dan musim timur (musim angin timur serta kering). Hal tersebut mempengaruhi kegiatan nelayan yang akan sangat terganggu pada saat musim angin barat. Pulau Pramuka merupakan salah satu pulau yang berada pada gugusan Kepulauan Seribu. Pulau ini merupakan pusat administrasi dan pemerintahan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kelurahan Pulau Panggang. Pulau Pramuka diperuntukkan sebagai ibukota dari Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. PPI Pulau Pramuka dengan luas 2.000 m2 terletak di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. PPI Pulau Pramuka dilengkapi dengan bangunan seluas 438,46 m2 yang dilengkapi dengan beberapa sarana penunjang yaitu timbangan, trays, cool box, mesin pemecah es, dan mesin penyemprot lantai. Beberapa kegiatan yang dilakukan di PPI ini antara lain adalah proses pembongkaran yang meliputi kegiatan handling dan penyortiran. Sebagian kecil ikan yang didaratkan di PPI dikonsumsi oleh warga Pulau Pramuka sedangkan yang lainnya diangkut oleh pemilik untuk dijual ke Muara Angke. II.2 Deskripsi Jenis Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan ikan karang yang termasuk dalam family Cesiondae. Ikan ekor kuning disebut juga redbelly yellowtail fusilier. Ciri‐ciri ikan ekor kuning yaitu bentuk badan memanjang, melebar, pipih, mulut kecil, memiliki gigi‐gigi kecil, dan lancip. Ikan ekor kuning termasuk plankton feeder, yaitu pemakan plankton. Hidup di perairan pantai, karang‐karang, perairan karang, dan membentuk gerombolan besar. Ikan ekor kuning merupakan jenis ikan yang tidak melakukan migrasi ke tempat lain karena banyak terdapat pada kawasan perairan yang memiliki substrat pasir dan karang, terutama kawasan terumbu karang. Daerah penyebarannya meliputi perairan laut tropis di perairan karang seluruh Indonesia, Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang Pantai Laut Cina Selatan, bagian Selatan Ryukyu (Jepang), dan Perairan Tropis Australia. III. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu selama periode bulan Maret sampai Mei 2009. Jenis data yang dikumpulkan untuk keperluan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari pengambilan ikan contoh dan wawancara terhadap nelayan berdasarkan kuisioner, sedangkan data sekunder terdiri dari data hasil tangkapan dan upaya tangkap beberapa tahun terakhir, dokumen atau literatur yang mendukung penelitian. Dari 13 jumlah nelayan muroami, ikan contoh yang diambil berasal hanya dari satu nelayan saja yang mendarat di PPI Pulau Pramuka dengan dasar pertimbangan mengambil 10% dari total jumlah nelayan muroami yang ada. Nelayan yang terpilih diambil secara acak dengan menggunakan metode penarikan contoh acak sederhana (simple random sampling). Pengambilan contoh ikan dilakukan dengan metode penarikan contoh berlapis (stratified random sampling). Metode penarikan contoh berlapis (stratified random sampling) adalah penarikan contoh yang dilakukan dengan cara populasi dibagi menjadi beberapa lapisan berdasarkan karakteristiknya. Ikan contoh dibedakan berdasarkan ukurannya yaitu kecil, sedang, dan besar. Total ikan contoh yang diambil sebanyak 150 ekor setiap bulan. Pengambilan contoh responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja berdasarkan kesediaan anggota populasi. IV. Hasil Penelitian IV.1 Sebaran Frekuensi Panjang Hasil pengukuran terhadap panjang ikan ekor kuning jantan dan betina yang diamati selama periode bulan Maret sampai dengan bulan Mei dalam bentuk Sebaran frekuensi panjang ikan ekor kuning adalah sebagai berikut: 1) Bulan Maret frekuensi panjang ikan ekor kuning jantan dan betina adalah 125-134 mm dan 135-144 mm. 2) Bulan April frekuensi panjang ikan ekor kuning jantan dan betina adalah 125-134 mm dan 135-144 mm. 3) Bulan Mei frekuensi panjang ikan ekor jantan dan betina adalah 115-124 mm dan 125-134 mm. Secara keseluruhan frekuensi panjang tertinggi ikan ekor kuning jantan dan betina adalah 125-134 mm. Pergeseran selang ukuran panjang ikan yang banyak tertangkap ke selang ukuran yang lebih kecil dapat dijadikan sebagai indikasi adanya rekruitmen pada interval waktu pengamatan. Dengan adanya pertumbuhan dalam interval waktu yang singkat maka diduga bahwa ikan ekor kuning memiliki laju pertumbuhan yang relatif kecil. IV.2 Pertumbuhan Parameter pertumbuhan dan umur teoritis ikan ekor kuning jantan yang diamati pada saat panjang ikan sama dengan nol (t0) adalah K (per tahun) = 0.55, L ∞ (mm) =303.00, dan t0 (tahun)=-0.0793. Nilai parameter pertumbuhan ikan ekor kuning betina berbeda dengan jantan, yaitu K (per tahun) = 0.19, L ∞ (mm) =303.98, dan t0 (tahun)=-0.2389. Nilai parameter pertumbuhan total ikan ekor kuning adalah K (per tahun) = 0.35, L ∞ (mm) =303.28, dan t0 (tahun)=-0.1268. Dapat dilihat bahwa nilai K pada ikan ekor kuning jantan lebih besar daripada nilai K ikan ekor kuning betina. Ikan dengan nilai K kecil umurnya relatif panjang. Hasil analisis terhadap panjang dan berat ikan ekor kuning yang diamati menunjukkan bahwa ikan ekor kuning jantan memiliki persamaan hubungan panjang berat W=17x10‐5L2,579(n=289; r= 0,872; α=0,05), sedangkan ikan ekor kuning betina memiliki persamaan hubungan panjang berat W=6x10‐6L3,242(n=161; r= 0,864; α=0,05). Hubungan panjang berat ikan ekor kuning secara keseluruhan adalah W=2x10‐5L3,009 (n=450; r=0,853; α=0,05). Pola pertumbuhan ikan ekor kuning total keseluruhan adalah isometrik, artinya ikan mempunyai bentuk tubuh yang tidak berubah atau pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya. Secara spesifik, pola pertumbuhan ikan ekor kuning betina yang diamati adalah allometrik positif, sedangkan pola pertumbuhan ikan ekor kuning jantan yang diamati adalah allometrik negatif. Berdasarkan hasil pengukuran, ikan ekor kuning dari perairan Kepulauan Seribu memiliki kisaran panjang antara 75-294 mm dan kisaran berat antara 5-580 gram. Hasil penelitian Marnane et al. 2005, ikan ekor kuning di Kepulauan Karimunjawa pada umumnya mencapai tahap dewasa pada ukuran 25-45 cm dan pada selang ukuran 33-46 cm atau 2 ekor dalam 1 kg merupakan ukuran tangkap yang optimal karena nilai ekonomis dan ekologis yang tertinggi, sedangkan ukuran pertama kali matang gonad dari ikan ekor kuning berkisar antara 22-32 cm. Dapat disimpulkan berdasarkan contoh ikan pada saat penelitian bahwa ikan ekor kuning yang tertangkap dengan alat tangkap muroami di Perairan Kepulauan Seribu belum memiliki ukuran optimal untuk tertangkap karena masih dalam tahap dewasa yang seharusnya belum boleh ditangkap. IV.3 Tangkapan Per Satuan Upaya Data hasil upaya penangkapan dapat dianalisis dengan menghitung nilai hasil tangkapan per upaya penangkapan atau analisis Tangkapan per Satuan Upaya (TPSU). Adapun manfaat mengetahui nilai TPSU adalah mengetahui kelimpahan ikan ekor kuning dan melihat trend atau kecenderungan ikan ekor kuning setiap tahunnya. Hasil tangkapan 5,78 ton/unit kapal, per upaya sedangkan hasil terendah terjadi pada tangkapan upaya tahun tertinggi 2003 adalah terjadi pada tahun 2005 adalah 8,74 ton/unit kapal. Perkembangan hasil tangkapan ikan ekor kuning yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap muroami di Perairan Kepulauan Seribu pada tahun 2003‐2007 terjadi kenaikan. Hal ini diduga karena pengaruh musim setiap tahun berubah, selain itu karena bertambahnya jumlah kapal penangkapan dan alat tangkap mengakibatkan menurunnya nilai hasil produksi tangkapan per tahun. Total tangkapan ikan ekor kuning di Kepulauan Seribu periode bulan Mei 2007‐Maret 2008 pada kedua musim tertinggi pada bulan Maret dan bulan November. IV.4 Alternatif Strategi Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ekor Kuning Alternatif strategi pengelolaan sumberdaya ikan ekor kuning yang dapat dilakukuan untuk menjamin produktivtas dan keberlanjutan ikan jenis ini yaitu: 1. Pengaturan mesh size jarring muroami pada bagian kantong agar lebih besar dari 1 inchi agar ikan-ikan muda tidak tertangkap 2. Pengaturan jumlah penangkapan dengan tanpa mengurangi jumlah kapal dan alat tangkap yang digunakan nelayan yang telah ada saat ini. 3. Schedule of fishing untuk jangka pendek, berupa sistem buka tutup untuk suatu lokasi penangkapan, yaitu ditutup pada bulan November sampai dengan Januari karena merupakan waktu pemijahan ikan ekor kuning 4. Penerapan system monitoring dan pendataan secara sistematis terhadap produksi ikan baik yang bernilai jual, konsumsi, maupun yang terbuang. V. Rekomendasi Ringkasan Eksekutif 1. Penelitian ini mencoba mengamati dan menganalisis parameter yang berpengaruh penting dalam pertumbuhan ikan ekor kuning secara umum, maupun berdasarkan kelamin, yaitu jantan dan betina. 2. Penelitian ini menyajikan persamaan yang meyakinkan mengenai pertumbuhan ikan ekor kuning berdasarkan data panjang dan berat, yang memberikan gambaran bagaimanakah ikan ekor kuning jantan dan betina tumbuh dalam suatu jangka waktu tertentu. 3. Berdasarkan analisis parameter pertumbuhan ikan yang diamati dan standar ukuran layak tangkap, penulis menyatakan bahwa ikan ekor kuning yang ditangkap di perairan Kepulauan Seribu dengan menggunakan jaring muroami, memiliki ukuran yang belum layak ditangkap.Pernyataan tersebut oleh peneliti diarahkan pada indikasi adanya overfishing ikan ekor kuning di perairan Kepulauan Seribu. 4. Dalam penelitian ini, penulis tidak memberikan penjelasan mengenai bulan-bulan reproduksi ikan ekor kuning. Sehingga kita tidak bisa melakukan validasi apakah ikan ekor kuning yang ditangkap tersebut tidak sesuai standar ukuran layak tangkap karena jaring muroami menangkap semua ukuran ikan, atau karena selama 2 bulan pengamatan tersebut memang merupakan massa pertumbuhan ikan ekor kuning muda. 5. Penelitian ini hanya membahas satu aspek biologis dari ikan ekor kuning, yaitu aspek pertumbuhan yang menjadi dasar dalam mengatur jumlah tangkapan dan ukuran alat tangkap jaring muroami yang diperbolehkan untuk menjamin keberlanjutan ikan ekor kuning di alam. 6. Ada beberapa aspek biologis penting lain yang belum dibahas, yaitu aspek reproduksi dan makanan dari ikan ekor kuning yang akan menjadi masukan dalam menentukan musim dan wilayah penangkapan ikan ekor kuning. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk membahas aspek reproduksi dan makanan. Skor SW (12/6/2010): Isi, informasi kritis,sesuai penugasan = 4 Gaya penulisan dg target audiens (sesama manajer kampanye)= 5 Format dan halaman sesuai penugasan = 5 Total: 14/15 * 100%= 93