WWF Indonesia Graha Simatupang Tower 2 Unit C, Lt. 8 Jl.Letjen TB Simatupang Jakarta Selatan 12540 Tel: 021- 782 9426 Fax: 021-576 1080 www.wwf.or.id Bagaimana Menjaga Kesegaran Ikan dengan Handling dan Packing Dalam mempersiapkan produk hasil laut, harus diperhatikan proses setelah penangkapan sehingga ikan yang ditangkap tetap segar sampai di tangan konsumen. Dua di antaranya adalah tentang handling (penanganan) dan packing (pengemasan). Dengan memperhatikan proses penangkapan dan pasca penangkapan, diharapkan kualitas produk ikan segar tersebut dapat terjaga dan diterima oleh pasar yang lebih luas. Ini merupakan investasi jangka panjang program Seafood Savers yang sedang dibangun oleh WWF Indonesia untuk menjaga keberlangsungan produk laut Indonesia. Proses handling dan packing terdiri atas tahap-tahap yang perlu diperhatikan dengan baik. Jika kedua proses tersebut dilakukan dengan benar, kualitas ikan yang dijual akan terjaga sehingga nelayan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari ikan yang mereka tangkap secara lebih efisien dan efektif. Ini artinya, mereka tidak akan banyak membuang hasil tangkapan yang berkualitas buruk di mana hal tersebut mendorong mereka untuk kembali melakukan penangkapan di laut secara berlebihan dan tidak bertanggung jawab. Handling (penanganan) Handling adalah penanganan ikan segar setelah ditangkap atau dipanen. Penanganan ikan segar hasil perikanan tangkap maupun budidaya pada prinsipnya hampir sama, yaitu menekankan pada kebersihan dan kualitas ikan agar diperoleh ikan segar dengan kondisi yang tetap prima. Berikut tahapan proses handling ikan segar: 1. Penangkapan ikan menggunakan cara dan alat tangkap yang seminimal mungkin dapat merusak kualitas fisik ikan. Penggunaan cara dan alat tangkap yang merusak seperti bom ikan dan potas, selain menimbulkan dampak sangat negatif terhadap ekosistem laut, juga berdampak buruk pada kualitas ikan hasil tangkapan. 2. Siapkan lumpur es (ice chilled); lumpur es adalah campuran ES dan AIR LAUT dengan perbandingan 2 : 1 bersuhu tepat 0°C (gunakan thermometer digital). Jika suhu belum mencapai 0°C tambahkan ES. Lumpur es bisa ditempatkan pada palka kapal (usahakan memakai palka yang kedap air) atau bisa menggunakan box fiber secukupnya. Lumpur es ini bertujuan untuk mematikan ikan seketika dengan tujuan daging ikan tetap dalam kondisi prima (cold shock kill) dan pembekuan (chilling), selain itu secara tidak langsung juga untuk membersihkan tubuh ikan dari kotoran yang melekat. 3. Ikan hidup yang telah ditangkap langsung dimasukkan ke dalam palka atau box fiber yang berisi lumpur es. Pertahankan suhu pada 0°C, jika suhu naik tambahkan es kembali. Pada tahap ini bisa dilakukan pemilihan ikan berdasarkan ukuran dan kualitas, atau bisa juga tahap pemilihan tersebut dilakukan pada proses packing ikan. 4. Jumlah ikan yang masuk selama tahap cold shock kill adalah 50-60 persen dari kapasitas palka atau box fiber. 5. Setelah kapasitas palka atau box fiber terpenuhi, buang/sedot air, kemudian tambahkan es secukupnya untuk proses pembekuan (chilling). 6. Proses chilling dilakukan selama 5 jam, pada 2 jam pertama cek suhu tengah ikan (center body) dengan cara menusukkan thermometer pada anus hingga mencapai bagian tengah ikan. Jika suhu belum mencapai 0°C tambahkan es. Cek suhu tengah ikan untuk masingmasing palka atau box fiber. Ulangi prosedur tersebut pada 2 jam kedua dan saat proses chilling sampai 5 jam. Pastikan suhu tengah ikan 0°C sebelum ikan masuk packing. Packing (pengemasan) 1. Siapkan perlengkapan packing: box fiber/box styrofoam, plastik pelapis, spidol, stiker label, tali strapping, lakban putih, dan sarung tangan. 2. Cek suhu tengah ikan yang telah diproses chilling. 3. Siapkan box fiber atau box styrofoam, lapisi bagian dalamnya dengan plastik (plastik berguna untuk menjaga suhu ruang dalam boks tetap stabil sehingga suhu tengah tubuh ikan tidak naik lebih dari 2°C, isi es dengan ketebalan 5 cm. 4. Masukkan ikan ke dalam boks dengan posisi perut di atas (bertujuan agar daging bagian bawah ikan tidak rusak) secara berjajar (horisontal). Susunan dari bawah ke atas es-ikan-esikan-es dan seterusnya. 5. Setelah boks penuh (kapasitas fiber 120 kg, styrofoam 30 kg disesuaikan ukuran boks) lapisi bagian atas dengan es setebal 5-10 cm. 6. Kebutuhan es dalam boks disesuaikan dengan alat transportasi pengangkut dan juga jarak tempuh hingga sampai ke tangan konsumen. Saat ini, WWF Indonesia sedang membuat panduan mengenai praktek perikanan yang lebih baik , di antaranya adalah handling dan packing, dalam serial dokumen BMP (Better Management Practices) Perikanan. Salah satu serial BMP tersebut adalah mengenai perikanan karang tangkap. Pada dokumen tersebut diberikan semacam guidelines mengenai cara tangkap yang ramah lingkungan serta spesifikasi berat dan panjang ikan yang layak untuk ditangkap. Misalnya, ikan kerapu X, minimal harus mencapai ukuran panjang XX cm, baru boleh ditangkap. Kalau kurang dari XX cm maka ikan kerapu tersebut masih remaja, artinya belum bereproduksi. Dengan menetapkan ukuran minimal ikan yang boleh ditangkap, diharapkan ikan tersebut minimal telah bereproduksi satu kali sebelum ikan tersebut ditangkap nelayan. Dengan begitu, stok ikan di laut akan tetap terjaga. Pemisalan tersebut digunakan karena setiap jenis ikan (dalam kasus ini kerapu dan kakap) memiliki ukuran tangkap minimum yang berbeda pula. Contoh : Plectropomus maculatus atau yang disebut dengan kerapu sunu atau sunu memiliki ukuran tangkap minimum 54 cm, sedangkan Cromileptes altivelis atau yang disebut kerapu bebek atau kerapu tikus memiliki ukuran tangkap minimum 39 cm, sementara itu Lutjanus malabaricus atau yang disebut kakap merah memiliki ukuran tangkap minimum 54 – 57.6 cm. Perbedaan ukuran tangkap minimum dari ikan – ikan tersebut tergantung pada siklus reproduksi mereka yang berbeda – beda satu dengan lainnya. Pada dokumen BMP Perikanan Kerapu dan Kakap dijelaskan lebih lanjut mengenai berbagai ukuran tangkap minimum dari berbagai jenis ikan kerapu & kakap.