USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF OLEH: Nama : FEMBRI SATRIA P NIM : 11.02.740 KELAS : D3-MI-01 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMASI DAN KOMPUTER TAHUN 2012/2013 ABSTRAKSI Indonesia termasuk dalam kategori negara berkembang, dari segala sector pembangunan di Indonesia yang paling kentara perkembangannya adalah di bidang usaha atau bisnis. Salah satu usaha yang bisa di katakan berkembang adalah usaha perikanan karena indonesia adalah negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau yang dikelilingi oleh laut, usaha perikanan sangat mudah dimanfaatkan untuk dikembangkan. Dan karena letak indonesia yang letaknya di apit dua samudra dan dua benua menjadikan indonesia masuk kedalam lingkup lalulintas perindustrian di dunia. PEMBAHASAN Usaha perikanan baik perikanan tangkap dan akuakultur serta pengolahan perikanan, dihadapkan kepada tantangan sekaligus peluang bisnis berupa meningkatnya populasi manusia di permukaan bumi dan kecenderungan peningkatan konsumsi ikan per kapita. Populasi manusia bertambah hampir sebanyak 0,1 milyar (100 juta) jiwa per tahun dalam 6 tahun terakhir hingga 2003, yaitu dari 5,9 milyar menjadi 6,3 milyar jiwa. Peningkatan populasi penduduk dunia menyebabkan meningkatnya permintaan produk perikanan sebagai sumber protein. Konsumsi ikan dunia dalam kurun waktu 6 tahun meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dari 93,6 juta ton (1998) menjadi 103 juta ton (2003). Sementara itu konsumsi ikan perkapita juga meningkat dalam kurun waktu yang sama dari 15,8 juta ton (1998) menjadi 16,3 juta ton (2003). Meningkatnya konsumsi ikan perkapita disebabkan antara lain oleh meningkatnya kesadaran akan konsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Sudah sejak lama para ahli menyampaikan hasil penelitian bahwa daging ikan, dalam arti luas memiliki kualitas gizi yang tinggi dan sehat. Selain ymeningkatnya kesadaran tersebut, dewasa ini isu penyakit flu burung (avian influenza), sapi gila (mad cow), stroke dan sebagainya yang berkaitan dengan konsumsi produk peternakan seperti ayam, sapi dan kambing, telah menyebabkan sebagian masyarakat mengalihkan pemenuhan kebutuhan protein kepada produk perikanan. Kabupaten Buton memiliki luas 21.535,26 Km2 terdiri dari daratan 2.710,26 Km2 dan lautan 18.825 Km2 atau sekitar 87,42 persen dari luas wilayahnya adalah perairan laut serta panjang garis pantai 521,0 km memiliki potensi sumberdaya ikan dan non ikan yang besar sebagai sumber mata pencaharian utama bagi nelayan dan masyarakat pesisir. Secara geografis Kabupaten Buton terletak dibagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan diantara 4,960– 6,250 Lintang Selatan dan membentang dari barat ke timur diantara 120,000 – 123,340 Bujur Timur, meliputi sebagian Pulau Muna, Buton dan sebagian wilayahnya berada di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Jumlah penduduk Kabupaten Buton 257.159 jiwa yang tersebar pada 21 kecamatan dan 165 desa dan kelurahan. Dewasa ini kondisi terumbu karang Kabupaten Buton mulai menurun ke tingkat yang mengkhawatirkan akibat berbagai bentuk perilaku ekonomi dan dampak aktifitas manusia dari darat, seperti penangkapan ikan yang destruktif, pencemaran, sedimentasi dan penambangan karang yang berimplikasi pada penurunan populasi dan jenis ikan. Hal lain adalah permintaan pasar terhadap ikan karang hidup sangat banyak dengan harga yang tinggi, sehingga mendorong nelayan kembali melakukan aktifitas penangkapan ikan di terumbu karang, akibatnya tekanan eksploitasi terhadap ekosistem tersebut semakin intensif. Disamping hal tersebut di atas ledakan populasi penduduk di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sangat pesat, sementara lapangan kerja yang tersedia terbatas menyebabkan tidak ada pilihan pekerjaan selain sebagai profesi nelayan. Untuk mencegah hal tersebut dibutuhkan pengalihan usaha perikanan sebagai mata pencaharian utama ke usaha perikanan lainnya seperti : (1) penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan; (2) kegiatan budidaya perairan; (3) pengolahan atau pascapanen; (4) kegiatan pemasaran hasil perikanan; bahkan (5) kegiatan di luar perikanan yang bagi masyarakat pesisir khususnya terhadap nelayan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui peluang dan prospek usaha perikanan tangkap dan budidaya sebagai usaha alternatif atau mata pencaharian baru bagi keluarga nelayan dan masyarakat pesisir dalam rangka mengurangi atau menghilangkan aktifitas yang merusak terumbu karang. Keberhasilan kajian ini akan memberikan informasi tentang jenis usaha perikanan yang ramah lingkungan dan layak dikembangkan oleh masyarakat pesisir dan nelayan di wilayah pesisir kabupaten Buton. METODE PENELITIAN Data yang dikumpulkan yaitu sebagai berikut. Data tersebut meliputi (1) informasi tentang aktifitas ekonomi seperti jumlah produksi ikan per unit usaha, pemasaran ikan dan struktur pekerjaan masyarakat; (2) informasi tentang potensi biofisik dan (3) informasi tentang peta musim, potensi dan penyebaran biota (ikan). Data- data tersebut diperoleh dengan melakukan survey lapangan, diskusi dan konsultasi stakeholders serta wawancara langsung dengan stakeholders di wilayah studi, misalnya dengan aparat pemerintah desa dan kecamatan, nelayan dan pelaku usaha, serta unsur masyarakat lainnya yang terkait. Usaha Perikanan Tangkap HASIL DAN PEMBAHASAN Perikanan tangkap adalah kegiatan memproduksi ikan dengan menangkap (capture) dari perairan di daratan (inland capture atau inland fisheries), seperti sungai, muara sungai, danau, waduk dan rawa; serta perairan laut (marine capture atau marine fisheries), seperti perairan pantai dan laut lepas. Inland fisheries disebut juga perikanan perairan umum. Ikan yang ditangkap berasal dari stok suatu perairan. Ketersediaan stok ini sangat dipengaruhi oleh proses reproduksi dan pertumbuhan alamiah serta aktifitas penangkapan dan pencemaran lingkungan. Berdasarkan data hasil survei terhadap aktifitas perikanan tangkap di wilayah kajian ternyata sebagian besar masih menggunakan alat tangkap tradisional seperti pancing tangan, jaring insang, bubu dan bagang tancap. Selanjutnya hasil tangkapan ikan sebagian besar dihasilkan alat tangkap jaring insang menyusul bubu dan pancing Namun di Desa Biwinapada hasil tangkapan ikan sebagian besar berasal dari alat tangkap bagang, Demikian halnya di Kecamatan Lasalimu Selatan dan Siontapina alat tangkap yang digunakan adalah pukat redi (mini purseine). Dari gambaran alat tangkap yang ada khususnya bubu, jaring dan pancing berpotensi merusak terumbu karang sehingga perlu dialihkan penggunaan alat tangkap tersebut ke alat tangkap yang tidak merusak karang (ramah lingkungan). Beberapa alat tangkap yang diusulkan untuk dipertimbangkan sebagai alat tangkap alternatif yang tidak merusak terumbu karang antara lain (1) rumpon, (2) bagang tancap dan bagang perahu, (3) pancing rawai, (4) jaring redi (mini purseine) dan (5) pancing cakalang/tuna (pole and line/hand line). Berikut ini disajikan matriks internal faktor analysis strategy (IFAS) yang meliputi kekuatan dan kelemahan, dan matriks external faktor analysis strategy (EFAS) berupa peluang dan ancaman yang ada pada masing- masing usaha perikanan tangkap. Usaha Perikanan Budidaya Budidaya perairan atau akuakultur adalah kegiatan memproduksi ikan dalam suatu wadah terkontrol dan berorientasi pada keuntungan. Berbeda dengan perikanan tangkap yang hanya memanen (capturing) ikan dari perairan. Pada akuakultur pemanenan (harvesting) dilakukan setelah kegiatan pemeliharaan ikan yang mencakup persiapan wadah pemeliharaan, penebaran benih, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, serta penanganan hama dan penyakit. Banyak faktor yang mempengaruhi Keberhasilan usaha budidaya yang salah satunya adalah pemilihan lokasi. Pemilihan lokasi merupakan tahapan pertama yang sangat penting bagi keberhasilan usaha budidaya Manajemen teknis sebagus apapun apabila pemilihan lokasi budidaya telah salah dari awal, maka kontinuitas usaha dapat dipastikan akan tergannggu secara signifikan. Secara umum persyaratan lokasi budidaya laut meliputi : (1) perairan harus cukup tenang, terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang kuat; (2) dekat dengan sumber benih; (3) terhindar dari pencemaran fisik, kimia dan biologi; (4) mudah dicapai melalui transportasi air atau darat; (5) dekat dengan sarana produksi; (6) dekat dengan daerah pemasaran; (7) aman dari pencurian; (8) tidak mengganggu keseimbangan lingkungan di sekitarnya; (9) tersedia tenaga kerja setempat; (10) tidak mengganggu alur lalu lintas laut dan (11) ada izin usaha dari pemerintah. DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Buton. 2004. Cholik, F., Shidiq Moeslim, Endang Sri Heruwati, Taufik Ahmad dan Ahmad Jauzi. 2006. 60 Tahun Perikanan Indonesia. Cholik, F. Ateng, G.J. R.P. Poernomo dan Ahmad Jauzi. 2005. AKUAKULTUR. Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton. 2005. Statistik Perikanan Effendi, I dan Wawan Oktariza. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Penerbit Penebar Swadaya. Kordi, M.G. 2005. Budidaya Ikan Laut di Karamba Jaring Apung. Penerbit Rineka Cipta Rangkuti, F.1998. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Cetakan Ke tiga, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utam