kuesioner penelitian keadaan status gizi dan infestasi cacing anak

advertisement
LAPORAN HASIL PENELITIAN
DOSEN MUDA
PENGARUH SOSIAL EKONOMI, SANITASI LINGKUNGAN DAN
HIGIENE PEORANGAN TERHADAP INFESTASI CACING,
HUBUNGANNYA TERHADAP STATUS GIZI ANAK UMUR 24-59
BULAN DI KABUPATEN MAROS TAHUN 2008
Oleh
Dra. Nurhaedar Jafar, Apt., M.Kes
dr. Citrakesumasari, M.Kes.
Aminuddin Syam, SKM, M.Kes
Dibiayai oleh DIPA Universitas Hasanuddin sesuai dengan Surat Perjanjian
Pelaksanaan Penelitian Nomor 21/H4.LK.26/SP3-UH/2008 tgl 31 Maret 2008
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2008
PENGESAHAN LAPORAN HASIL PENELITIAN
1. Judul
2. Bidang Ilmu
3. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap
b. Jenis Kelamin
c. NIP
d. Disiplin Ilmu
e. Pangkat/ Golongan
f. Jabatan
g. Fakultas/Jurusan
h. Alamat
i. Telpon/Faks/E-mail
j. Alamat Rumah
: Pengaruh Sosial Ekonomi, Sanitasi Lingkungan Dan
Higiene Peorangan Terhadap Infestasi Cacing,
Hubungannya Terhadap Status Gizi Anak Umur 2459 Bulan Di Kabupaten Maros Tahun 2008
: Kesehatan
:
:
:
:
:
:
:
:
Dra. Nurhaedar Jafar, Apt., M.Kes
Perempuan
131 876 928
Gizi Kesesatan Masyarakat
Penata Tk. I; III/d
Lektor
Kesehatan Masyarakat/ Gizi Masyarakat
FKM Unhas Jl. Perintis Kemerdekaan KM. 10
Makassar 90245.
: 0411-585087/0411-586013
: Jl. Racing Centre, Kompleks Perumahan Dosen UMI
Blok B No. 5 Makassar
4. Jumlah Anggota Peneliti : 2 (Dua) orang
a. Nama Anggota I
b. Nama Anggota II
: dr. Citrakesumasari, M.Kes
: Aminuddin Syam, SKM, M.Kes
5. Lokasi Penelitian
: Kabupaten Maros
7. Biaya yang diperlukan
: Rp. 7.500.000,Makassar, 8 September 2008
Mengetahui,
Dekan FKM Unhas
Ketua Peneliti
Prof. dr. Veni Hadju, Ph.D
NIP 131 792 035
Dra. Nurhaedar Jafar, Apt.,M.Kes
NIP 131 876 928
Menyetujui,
Sekretaris Lembaga Penelitian
Universitas Hasanuudin
Prof. Dr. H. Amran Razak, SE, M.Sc
NIP 131 568 894
RINGKASAN
Pengaruh Sosial Ekonomi, Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Peorangan
Terhadap Infestasi Cacing, Hubungannya Terhadap Status Gizi Anak Umur
24-59 Bulan Di Kabupaten Maros Tahun 2008
Nurhaedar Jafar, Citrakesumasari, dan Aminuddin Syam.
Sulawesi Selatan angka kejadian gizi buruk mencapai 8,6 %, dan gizi kurang
21,5% (Susenas, 2005). Sejalan dengan data tersebut survei gizi dan kesehatan di
Kabupaten Maros tahun 2005 diperoleh angka kurang gizi 34,3% (9,6% gizi buruk
dan 24,7% gizi kurang. Salah satu infeksik parasit yang insidennya masih tinggi
adalah infeksi cacing. Penyebab kecacingan yang banyak diderita anak-anak adalah
cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria) dan
cacing tambang (Ancylostoma duodenale & Necator americanus). Secara
spesifik
kekurangan gizi pada anak balita mengakibatkan gangguan pertumbuhan, seperti
kenaikan berat badan yang tidak normal, pertambahan tinggi badan yang kurang dan
perkembangan massa tubuh lainnya, dimana gangguan pertumbuhan merupakan
cermin dari kekurangan zat-zat gizi secara kompleks.
Selain
asupan
zat-zat
gizi, kekurangan gizi juga dapat disebabkan adanya infeksi diantaranya adalah
infeksi parasit.
Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan rancangan cross sectional
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Maccini Baji Kecamatan Lau Kabupaten
Maros yang terbagi atas 7 lingkungan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
anak balita umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji yang terdaftar hingga 31
Juli 2008 yang menjadi subyek penelitian sebanyak 111 anak. Kegiatan
pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus 2008.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian kecacingan 9,9% dan kurang
gizi 36,0%. Pendidikan ibu sebagian besar masih rendah 46,8%; kepadatan rumah
tangga dalam hal ini jumlah keluarga 41,4% padat; jumlah rumah tangga miskin
sebesar 40,5%; Sanitasi lingkungan buruk 27,0%, dan Higiene perorangan yang
buruk mencapai 47,7%.
Tidak ada pengaruh status sosial keluarga anak dalam hal ini tingkat
pendidikan ibu dan jumlah anggota keluarga (kepadatan rumah tangga) terhadap
infestasi cacing pada anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji (masingmasing nilai p = 0,590 dan p = 0,719). Tidak ada pengaruh status ekonomi keluarga
anak terhadap infestasi cacing pada anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini
Baji (p = 0,766). Tidak ada pengaruh sanitasi lingkungan terhadap infestasi cacing
pada anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji (p = 0,164). Tidak ada
pengaruh higiene perorangan terhadap infestasi cacing pada anak umur 24-59 bulan
di Kelurahan Maccini Baji (p = 0,634). Tidak hubungan infestasi cacing terhadap
status gizi pada anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji (p = 0,743).
Kata Kunci:
Status gizi, investasi cacing, sosial ekonomi keluarga, sanitasi lingkungan, higiene
perorangan, dan anak umur 24-59 bulan,
PRAKATA
Alhamdulillah, puji shukur kami panjatkan kepada Allah Subhana Wata’alla
atas segala Rahmat dan Petunjuk-Nya sehingga pelaksanaan penelitian selanjutnya
penulisan laporan dapat dilaksanakan dengan baik.
Kegiatan penelitian tentang Pengaruh Sosial Ekonomi, Sanitasi Lingkungan
Dan Higiene Peorangan Terhadap Infestasi Cacing, Hubungannya Terhadap Status
Gizi Anak Umur 24-59 Bulan Di Kabupaten Maros Tahun 2008 memberikan
banyak informasi yang sangat bermanfaat. Kami mengucapkan terima kasih kepada
orang tua khususnya responden kami yang mau menyisihkan waktunya disela-sela
kesibukannya bekerja di rumah dan di sawah. Tak lupa kami ucapkan banyak terima
kasih kepada Bidan, dan para Kader Posyandu yang mau bekerja sama dengan kami
juga kepada Kepala Lurah Kelurahan Maccini Baji yang mengijinkan kami
malaksanakan penelitian.
Kepada semua pihak yang turut terlibat dalam penelitian ini; kepada rekan
dosen di Bagian Gizi FKM terima kasih atas dukungannya, staf gizi FKM Unhas
yang banyak membantu selama pelaksanaan penelitian ini dan semua pihak yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini jauh dari kesempurnaan, untuk
itu kami mengharapkan saran dan kritik dari semua pembaca. Semoga Allah SWT
memberi Ridhlo atas semua niat dan amal baik kita.
Makassar, 8 September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul .......................................................................................................
i
Lembar Pengesahan ...............................................................................................
ii
Ringkasan ...............................................................................................................
iii
Prakata ...................................................................................................................
v
Daftar Isi ................................................................................................................
vi
Daftar Tabel ........................................................................................................... viii
Daftar Lampiran .....................................................................................................
x
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
A. Analisis Situasi ...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
4
A. Tinjauan Umum Infestasi Cacing ......................................................
4
B. Bentuk Cacing dan Daur Hidupnya dalam Tubuh Manusia ...............
5
C. Patologi dan Klinik ............................................................................
7
D. Epidemiologi ......................................................................................
9
E. Status Gizi ...........................................................................................
10
F. Sosial Ekonomi ...................................................................................
13
G. Kerangka Pikir ...................................................................................
14
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ..........................................
20
A. Tujuan Penelitian ...............................................................................
20
B. Manfaat Penelitian .............................................................................
20
BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................................
22
A. Rancangan Penelitian .........................................................................
22
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................
22
C. Populasi dan Sampel ..........................................................................
23
D. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................
24
E. Cara Pengumpulan Data .....................................................................
25
F. Pengolahan Penyajian dan Analisis Data ...........................................
27
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................
28
A. Hasil Penelitian ..................................................................................
28
B. Pembahasan ........................................................................................
44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
50
A. Kesimpulan ........................................................................................
50
B. Saran ...................................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Distribusi sosial ekonomi keluarga anak menurut kelompok umur orang
tua di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 ................ 28
Tabel 2
Distribusi sosial ekonomi keluarga anak menurut tingkat pendidikan
orang tua di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 ......
29
Tabel 3
Distribusi sosial ekonomi keluarga anak menurut pekerjaan orang tua di
Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 .......................... 30
Tabel 4
Distribusi sosial ekonomi keluarga anak menurut jumlah anggota
keluarga di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 ........
30
Distribusi sosial ekonomi keluarga anak menurut tingkat pendapatan
keluarga di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 ........
31
Tabel 5
Tabel 6
Distribusi sosial ekonomi keluarga anak menurut penerima program
bantuan pemerintah keluarga di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab.
Maros 2008 .......................................................................................... 31
Tabel 7
Distribusi sanitasi lingkungan menurut kebiasaan tempat buang air besar
(BAB) di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 .......... 32
Tabel 8
Distribusi sanitasi lingkungan menurut kebiasaan buang sampah di
Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 ..........................
Tabel 9
33
Distribusi sanitasi lingkungan menurut sumber air minum di Kelurahan
Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 ............................................ 33
Tabel 10 Distribusi sanitasi lingkungan menurut kepemilikan SPAL di Kelurahan
Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 ............................................ 34
Tabel 11 Distribusi sanitasi lingkungan menurut jenis lantai di Kelurahan Maccini
Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 .......................................................... 34
Tabel 12 Distribusi higiene perorangan menurut higiene bermain anak di
Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 ..........................
35
Tabel 13 Distribusi kebiasaan higiene anak di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau
Kab. Maros 2008 .................................................................................. 36
Tabel 14 Distribusi higiene kaitannya dengan makan anak di Kelurahan Maccini
Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 .......................................................... 36
Tabel 15 Distribusi pemberian obat cacing pada anak umur 24-59 bulan di
Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 ..........................
37
Tabel 16 Distribusi status kecacingan anak umur 24-59 bulan di Kelurahan
Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 ............................................
38
Tabel 17 Distribusi jenis kelamin anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini
Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 .......................................................... 38
Tabel 18 Distribusi kelompok umur anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini
Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 .......................................................... 39
Tabel 19 Distribusi status gizi anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji
Kec. Lau Kab. Maros 2008 .................................................................. 39
Tabel 20 Distribusi status kecacingan anak umur 24-59 bulan berdasarkan tingkat
pendidikan ibu di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros 2008 40
Tabel 21 Distribusi status kecacingan anak umur 24-59 bulan berdasarkan
kepadatan/jumlah keluarga di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab.
Maros 2008 .......................................................................................... 40
Tabel 22 Distribusi status kecacingan anak umur 24-59 bulan berdasarkan status
keluarga miskin (Gakin) di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab.
Maros 2008 .......................................................................................... 41
Tabel 23 Distribusi status kecacingan anak umur 24-59 bulan berdasarkan status
sanitasi lingkungan di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros
2008 ..................................................................................................... 42
Tabel 24 Distribusi status kecacingan anak umur 24-59 bulan berdasarkan status
higiene perorangan di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros
2008 ..................................................................................................... 42
Tabel 25 Distribusi status gizi anak umur 24-59 bulan berdasarkan status
kecacingan anak di Kelurahan Maccini Baji Kecamatan Lau Kab.
Maros 2008 ..........................................................................................
43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Daftar Riwayat Hidup
Lampiran II
Kuesioner Penelitian
Lampiran III Master Tabel Penelitian
Lampiran IV Hasil Analisis Data
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Analisis Situasi
Jumlah anak yang mengalami gizi buruk terus dilaporkan dibeberapa daerah
di Indonesia. Secara nasional, jumlah anak mengalami gizi buruk di Indonesia 8,80
%, dibeberapa daerah ditemukan lebih tinggi bahkan lebih 10%, Sulawesi Selatan
angka kejadian gizi buruk mencapai 8,6 %, dan gizi kurang 21,5 % (Susenas, 2005).
Data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulsel (2006) menyebutkan bahwa kabupaten
dengan prevalensi kurang gizi tinggi (diatas 30%) antara lain Kabupaten Maros,
Takalar, Pangkep, Jeneponto, Luwu dan Selayar. Sejalan dengan data tersebut survei
gizi dan kesehatan di Kabupaten Maros tahun 2005 diperoleh angka kurang gizi
34,3% (9,6% gizi buruk dan 24,7% gizi kurang).
Secara spesifik kekurangan gizi pada anak balita mengakibatkan gangguan
pertumbuhan, seperti kenaikan berat badan yang tidak normal, pertambahan tinggi
badan yang kurang dan perkembangan massa tubuh lainnya, dimana gangguan
pertumbuhan merupakan cermin dari kekurangan
zat-zat gizi secara kompleks
(Ninik, 1999). Selain asupan zat-zat gizi, kekurangan gizi juga dapat disebabkan
adanya infeksi diantaranya adalah infeksi parasit.
Salah satu infeksik parasit yang insidennya masih tinggi adalah infeksi
cacing. Hal ini dapat dimengerti mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris
dengan tingkat sosial ekonomi, pengetahuan, keadaan sanitasi lingkungan dan
higienes masyarakat masih rendah yang sangat mendukung terjadinya infeksi dan
penularan cacing (BKKBN, 1993). Penyebab kecacingan yang banyak diderita anakanak adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris
trichuria) dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale & Necator americanus).
Pada infeksi cacing gelang yang berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorpsi
sehingga memperberat keadaan malnutrisi, efek yang serius terjadi obstruksi usus
(ileus, intussuspection), dan diperkirakan 100.000 anak-anak (balita) tiap tahun
meninggal karena komplikasi tersebut (Abadi, 1996). Cacing cambuk dan cacing
tambang menghisap darah penderita sehingga dapat menimbulkan anemia (Markell,
1990).
Penelitian Hidayat (2001) di pemukiman kumuh Surabaya memdapatkan
60,6% balita berusia 12-24 bulan terinfeksi oleh cacing gelang. Penelitian Lubis
(2001) di 2 kabupaten masing-masing di Jawa Tengah dan Jawa Barat setelah
mendapatkan program lantainisasi mendapatkan bahwa 16% anak belita terinfeksi
cacing gelang. Penelitian Prayekti (2005) di Kelurahan Maricaya menunjukkan
prevalensi kejadian anemia pada balita yang sangat tinggi (90%) yang dapat saja
terjadi akibat infestasi cacing.
Faktor-faktor utama terjadinya infestasi cacing antara lain kebiasaan buang
hajat di sekitar pekarangan rumah, keadaan lingkungan sekitar rumah (tempat
bermain anak), hygiene alat dan cara makan, dan pola asuh anak. Pada survei gizi
dan kesehatan Jurusan Gizi FKM Unhas tahun 2005 di Kelurahan Maccini Baji
diperoleh data 36,7% tempat buang air besar di pekarangan, rawa, dan parit. Hal
tersebut diperparah lagi dengan kurangnya saluran pembuangan air limbah
(umumnya tidak mempunyai SPAL yang memenuhi syarat). Pola asuh anak yang
umumnya membiarkan anak bermain di pekarangan rumah jika anak telah berjalan
dengan baik yang kebanyakan tanpa alas kaki memberi kemungkinan terinfeksi oleh
cacing (Jurusan Gizi, 2005).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil survei gizi dan kesehatan (2005) ditemukan prevalensi
balita kurang gizi (34,3%) termasuk kategori tinggi dan angka morbiditas mencapai
87,1% dapat saja salah satunya merupakan akibat dari kecacingan. Survei tersebut
memperlihatkan kejadian kurang gizi meningkat sejalan dengan bertambahnya umur
anak. Hal ini patut dicermati oleh karena bertambahnya usia anak frekuensi interaksi
dengan lingkungan sekitar rumah semakin tinggi. Kebiasaan buang air besar di
pekarangan rumah yang didukung oleh rendahnya pendidikan ibu balita (63,4%
tamat SD ke bawah) dan 29% merupakan keluarga miskin merupakan faktor pemicu
infestasi cacing. Menurut Tjitra (1991) infestasi cacing erat hubungannya dengan
keadaan sosial ekonomi kebersihan diri dan lingkungan, dan gejala klinis yang
ditimbulkannya terutama sakit perut, diare, anemia, dan gizi kurang.
Untuk menjawab keterkaitan sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan
terhadap kejadian infestasi cacing dengan keadaan status gizi maka penelitian ini
perlu dilakukan dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara sosial-ekonomi, sanitasi lingkungan dan
higiene peroranngan terhadap kejadian infestasi cacing pada anak umur 24-59
bulan?
2. Apakah terdapat hubungan antara infestasi cacing dengan status gizi anak
umur 24-59 bulan?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Infestasi cacing
Penyakit cacingan adalah suatu penyakit dimana seseorang mempunyai
cacing dalam ususnya. Pada tingkat tertentu, penderita dapat merasa mual, lesu,
nafsu makan berkurang pada anak berbadan kurus tapi perut buncit, pucat pada
selaput mata, muka agak berat, merasa gatal-gatal setelah berjalan di tanah tanpa alas
kaki, merasa gatal di sekitar perianal, sakit perut atau diare dan mengeluarkan cacing
waktu buang air besar atau muntah (Satoto dan Indriyani, 1992)
Soil transmitted helminthes atau cacing usus yang dikeluarkan melalui tanah
adalah cacing usus yang dalam daur hidupnya memerlukan tanah yang sesuai untuk
berkembang menjadi bentuk infektif pada manusia. Meskipun penyakit cacing yang
ditularkan melalui tanah pada umumnya tak mengakibatkan mortalitas secara
langsung pada penderitanya, namun morbiditasnya yang kompleks dan menahun, dan
dampak ekonominya tak dapat diabaikan begitu saja. Penyakit kecacingan dapat
menimbulkan keadaan gizi kurang (Protein Calory Malnutrition). Umumnya cacing
ini dapat mengakibatkan gangguan konsumsi, absorbsi dan metabolisme zat-zat gizi,
sehingga pada anak-anak dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan mental, pada
orang dewasa dapat mempengaruhi produktifitas kerjanya (Stephenson, 1990)
Termasuk dalam golongan Soil transmitted helminthes ini adalah Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, dan Ancylostoma duodenale.
Penyakit yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides disebut askariasis, infeksi
askariasis atau infeksi cacing gelang. Penyakit yang disebabkan oleh Tricuris
trichiura disebut trikuriasis atau infeksi cacing cambuk. Ancylostoma duodenale dan
necator americanus merupakan dua spesies cacing tambang yang parasitik untuk
manusia, penyakit yang disebabkan cacing ini disebut ankilostomasis atau infeksi
cacing tambang.
B. Bentuk Cacing dan Daur Hidupnya Dalam Tubuh Manusia
2.1. Bentuk dan daur hidup cacing gelang
Manusia mendapat infeksi Ascaris Lumbricoides dengan menelan
telur infektif yang terkontaminir makanan, minuman, dan alat-alat makan. Di
dalam lambung dinding telur dilunakkan oleh asam lambung dan enzim
pencernaan sehingga larva menetas keluar. Larva cacing yang telah bebas
menembus mukosa usus mencapai pembuluh darah sampai ke pembuluh
mesentrika atau terbawa aliran vena porta hati, jantung kanan sampai ke
perederan darah paru-paru. Di jaringan paru-paru larva cacing tinggal
sementara waktu dan mengalami penggantian kulit lalu menembus dinding
kapiler memasuki alveoli ke bronchioli, bronchus dan trachea, mencapai
epiglotis kemudian tertelan lagi ke dalam lambung, mencapai ke usus halus dan
tumbuh menjadi dewasa betina (panjang 20-35 cm) dan jantan (12-31 cm).
Setelah mengadakan kopulasi, cacing betina mulai mengeluarkan telur rata-rata
200.000 butir per hari, yang akan keluar bersama tinja penderita. Bila telur itu
jatuh di tanah yang sesuai untuk pertumbuhannya, akan menjadi infektif dalam
waktu tiga minggu. Waktu yang diperlukan sejak masuknya telur infektif
sampai menjadi cacing dewasa dan memproduksi telur diperlukan waktu 60-75
hari. Cacing Ascaris dapat hidup sampai 18 bulan (Zaman, 1982, Markell,
1986, Abadi, 1996).
2.2. Bentuk dan daur hidup cacing tambang
Daur hidup cacing tambang hampir sama dengan Ascaris, hanya
bentuk infektifnya adalah larva filariform yang menumbus kulit akan mengikuti
sirkulasi sampai ke paru-paru dan menjadi dewasa di usus halus. Cacing
dewasa betina berukuran lebih kurang 1 cm, cacing jantan berukuran lebih
kurang 0,8 cm. Cacing dewasanya dapat hidup sampai 7 tahun.
Mulainya telur keluar bersama feces, dalam waktu 1-2 hari telur akan
berubah menjadi Rhabditiform larva (menetas ditanah yang basah) Temperatur
optimal untuk tumbuhnya telur adalah 23-30oC. Rhabditiform larva makan zat
organisme dalam tanah dan dalam waktu 5-8 hari membesar sampai 2 kali lipat
menjadi filariform larva. Filariform larva dapat tahan hingga 2 minggu, jika
dalam waktu 2 minggu larva tidak mendapatkan host (manusia), maka larva
akan mati. Filariform larva masuk melalui kulit di antara jari-jari tangan atau
kaki, kemudian melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah lymphe,
maka larva akan sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan menuju ke paruparu, alveoli, bronchus, trachea esopagus dan akhirnya sampai ke usus halus
bagian proximal. Dalam waktu 5-6 minggu cacing matur/matang untuk
kopulasi dan mengeluarkan telur. Dari kulit sampai ke paru-paru larva pasif,
dan kemudian aktif sampai ke dalam usus (Depkes, 1989).
2.3. Bentuk dan daur hidup Trichuris trichiura
Telur infektiknya pecah dalam lambung dan larva menuju ke usus besar dan
menjadi dewasa tanpa melalui paru-paru. Cacing dewasa berbentuk seperti
cambuk, cacing betina lebih kurang 5 cm dan cacing jantan lebih kurang 4 cm.
Bagian anterior langsung seperti cambuk (lebih kurang 3/5 dari panjang seluruh
tubuh). Bagian posterior lebih gemuk, cacing dewasa ini hidup di kolon
ascendens dan caecum dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus.
Seekor cacing betina mengeluarkan telur 3.000 – 10.000 butir tiap hari.
C. Patologi dan Klinik
Gejala atau keluhan kecacingan timbul bila jumlah cacing dalam usus
banyak, penyakit sudah lama diderita, penderita lemah atau penyakit lain, dan gizi
penderita kurang. Gejala kecacingan bermacam-macam dan dapat berbeda-beda dari
satu orang ke orang lain.
a. Ascaris lumbricoides
Gejala yang timbul pada penderita disebabkan oleh larva dan cacing
dewasanya. Gangguan larva terjadi pada saat larva berada di paru. Pada orang
yang rentan terjadi pendarahan kecil pada dinding alveoli dan timbul gangguan
pada paru-paru yang disertai dengan batuk, sesak napas (tanda asma), demam dan
eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3
minggu. Gangguan yang disebabkan cacing
dewasa biasanya ringan seperti
mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Apabila jumlah cacingnya
banyak dapat memberi gangguan pencernaan, diare, gelisah dan tidak dapat tidur.
Pada infeksi yang berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorpsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi obstruksi usus (Ileus,
intussuspection). Diperkirakan 100.000 anak-anak (balita) tiap tahun meninggal
karena komplikasi tersebut. Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke
saluran empedu, appendiks atau ke bronchus dan menimbulkan keadaan gawat
darurat sehingga perlu tindakan operatif.
b. Cacing tambang
Cacing tambang dapat menimbulkan ground itch bila banyak larva filariform
menembus kulit. Perubahan pada paru biasanya ringan. Gejala yang timbul dari
cacing dewasanya tergantung pada spesies dan jumlah cacing, serta keadaan gizi
penderita. Necator americanus mengisap darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari,
sedangkan Ancylostoma duodenale 0.08 – 0.34 cc per hari. Biasanya terjadi
anemia hypochorommicrositer. Anemia yang agak berat memberi gejala malas,
berat-bedan berkurang, pertumbuhan kurang dan bila anemia sangat berat timbul
palpitasi jantung, dispnea, sakit kepala, apatis mental, kelemahan fisik dan
depresi berat. Adakalanya banayak penduduk menderita dengan daya tahan
berkurang, dan prestasi kerja berkurang (Latham, 1989).
Biasanya pada bayi dan 1-2 tahun dapat timbul enteritis, juga diare
dan dalam tinja terlihat banyak darah dan lendir yang jumlahnya 6 kali lebih
banyak daripada golongan dewasa (Depkes, 1989).
c. Trichiuris trichiura
Trichiuris trichiura dapat menimbulkan efek traumatik dan toksik
pada penderita. Kerusakan timbul tempat melekatnya cacing pada mukosa
caecum dan colon ascendes. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak cacing
ini tersebar di seluruh colon dan rectum. Cacing ini memasukkan kepalanya ke
dalam mukosa usus. Pada tempat perikatannya dapat terjadi perdarahan. Selain
itu nampaknya cacing ini mengisap darah hospes, sehingga dapat menimbulkan
anemia. Bila infeksinya ringan gejala tak kelihatan khas berupa tidak dapat tidur,
hilangnya nafsu makan, gugup, refleks meningkat dan eosinofilia. Infeksi
Trichiuris trichiura tanpa komplikasi dapat memberi gejala nyeri epigastrium,
nyeri perut, nyeri punggung, muntah, konstipasi, perut kembung dan vertigo.
Penderita (terutama anak) dengan Trichiuris trichiura yang berat dan
menahun dapat mengalami diare berdarah yang sering diselingi dengan sindrom
disentri, anemia berat, berat badan menurun, tenesmus, emasisi dengan kulit yang
kering. Diare umumnya berat sedangkan Hb bisa turun 30% dari normal. Pada
infeksi yang sangat berat cacingnya dapat mencapai colon yang paling bawah.
Beberapa kasus trichiurisis mirip dengan infeksi cacing tambang yang berat
dengan oedema pada muka dan tangan, dyspnea, dilatasi jantung, insomnia, sakit
kepala dan demam ringan.
D. Epidemiologi
a. Ascaris lumbricoides terutama hidup di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia
insiden mencapai 80%. Tanah liat merupakan tanah yang cocok, suhu optimal
20-25oC ditemukan pada semua umur, tapi lebih sering pada umur 5-9 tahun atau
belum sekolah. Telur tahan berbulan-bulan dalam selokan atau dalam tinja.
b. Cacing tambang penyebarannya terdapat pada daerah-daerah tropis dan subtropis.
Distribusi/penyebarannya tergantung pada sumber infeksi, kebiasaan defikasi
(soil population), kondisi lingkungan, mudahnya filariform larva masuk ke dalam
kulit, dan keadaan sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah.
c.
Trichiuris trichiura penyebarannya seiring dengan penyebaran A. lumbricoides,
frekuensinya tinggi di daerah dengan hujan lebat dan tanah dimana banyak
terkontaminasi dengan tinja.
E. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan
oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lainnya yang diperoleh dari
pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri. (Supariasa,
2001). Untuk memperkirakan status gizi seseorang, suatu kelompok ataupun suatu
masyarakat maka perlu dilaksanakan pengukuran-pengukuran untuk menilai berbagai
tindakan gizi. Ada beberapa cara untuk menilai status gizi salah satu diantaranya
adalah pengukuran antropometri.
Berat badan merupakan ukuran antropometri untuk melihat laju pertumbuhan
fisik maupun status gizi. Berat bada merupakan pilihan utama karena berbagai
pertimbangan antara lain karena mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat
karena perubahan konsumsi makanan ataupun infeksi penyakit.
Berat badan menurut umur (BB/U) merupakan salah satu indikator
antropometri yang memberikan gambaran massa tubuh (otot & lemak). Salah satu
standar pengukuran yang digunakan di Indonesia untuk mengetahui status gizi
adalah standar baku WHO-NCHS dan telah ditetap melalui SK Mentri Kesehatan
Nomor 920 Tahun 2002 dengan kriteria: gizi lebih apabila > +2 SD Z-Score, gizi
baik apabila nilai SD Z-Score -2 SD sampai +2 SD, gizi kurang -3 SD sampai <2SD, dan gizi buruk < -3 SD Z-Score.
5.1. Kecacingan dan dampaknya pada status gizi.
Dampak akibat penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah selain
gejala klinik disertai dengan komplikasi yang mungkin timbul maka kekurangan gizi
dapat memberi gangguan fisik dan mental pada anak serta daya tahan kurang pada
orang dewasa.
Cacing A. lumbricoides, hidup dalam rongga usus rakyat Indonesia, dimana
cacing ini mengambil makanan dari dalam usus dan jumlah makanan yang hilang
cukup besar ditinjau dari segi ekonomi dan merugikan negara. Diperkirakan 60%
penduduk Indonesia terinfeksi dan tiap penduduk mempunyai rata-rata 5 ekor cacing,
dan setiap cacing dapat menghisap 0,14 gram karbohidrat dan 0,035 gram protein
per hari.
5.2. Penyebab tidak langsung kurang gizi
Gambar 1. Penyebab Kurang Gizi (Disesuaikan dari bagan INICEF, 1998). The state
of the World Children 1998. Oxford Univ. Press
E. Kondisi Lingkungan
Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari
200 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks.
Hal tersebut disebabkan oleh karena:
-
Tempat pembuangan sampah. Di hampir setiap tempat di Indonesia, sistem
pembungan sampah dilakukan secara dumping tanpa pengolahan lebih lanjut.
Pada daerah penggiran kota atau pedesaan biasanya sampah dibuah di
pekarangan rumah dengan cara membuat lubang sampah atau dikumpulkan
disuatu tempat lalu dibakar. Tempat pembuangan seperti ini menjadi masalah jika
sampah yang ditumpuk dipekarangan dapat menjadi tempat berkembang biaknya
agens dan vektor penyakit menular.
-
Penyediaan air bersih. Berdasarkan survei yang pernah dilakukan, hanya 60%
penduduk Indonesia mendapatkan air bersih dari PDAM, terutama untuk
penduduk perkotaan, selebihnya mempergunakan sumur atau sumber air lain.
Bila datang musim kemarau, krisis air dapat menjadi, krisis air dapat terjadi dan
penyakit gastroenteritis mulai muncul dimana-mana.
-
Pembuangan limbah rumah tangga. Hampir semua limbah cair rumah tangga
dibuang langsung dan merember dipermukaan tanah, ditambah dengan kebiasaan
penduduk melakukan kegiatan MCK di pekarangan ataupun dibantaran sungai.
Akibatnya, kualitas air tanah dan sungai menurun.
-
Ekskreta Manusia (feces). Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan
dapat megakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi,
dan mendatangkan bahaya kesehatan, karena penyakit yang tergolong
waterborne disease akan mudah berjangkit. Di negara berkembang, masih
banyak terjad pembuangan tinja secara sembarangan akibat sosial ekonomi yang
rendah, pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan yang kurang, dan kebiasaan
buruk yang diturunkan dari generasi ke generasi.Kondisi ini utamanya ditemukan
di pedesaan dan daerah kumuh perkotaan. Tinja sebagai carrier dari infeksi
penyakit terutama cacing. Karena kontaminasi dengan cacing usus terus-menerus
di dalam tanah, mempermudah terjadinya penularan (infeksi cacing).
-
Bahan lantai dari tanah akan lebih cocok untuk perkembangan cacing
dibandingkan dengan lantai yang terbuat dari papan atau semen.
F. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi memegang peranan sangat penting, dan menjadi akar masalah
adanya kurang gizi. Pendidikan yang masih rendah, jumlah anggota keluarga yang
banyak (besar) dan status ekonomi keluarga rendah merupakan faktor yang dominan.
Pada keluarga yang jumlah anggota keluarganya lebih banyak akan lebih sulit
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang memadai dibandingkan dengan keluarga
yang hanya mempunyai anggota keluarga yang lebih sedikit denngan jumlah
penghasilan yang sama. Pada keluarga yang anggota keluarganya hanya sedikit akan
lebih memudahkan bagi orang tua untuk memberi perhatian dan pengawasan yang
lebih dibandingkan dengan anggota keluarganya lebih banyak. Jadi diharapkan pada
jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit maka akan lebih mudah untuk memenuhi
kebutuhan bidupnya, dan orang tua lebih bisa memberikan perhatian yang lebih besar
kepada seluruh anggota keluarga sehingga dapat melakukan peemeliharaan
kesehatan yang lebih optimal yang diharapkan dapat mengurangi infeksi cacing
dengan memutus rantai penularan cacing.
Pendidikan orang tua terutama ibu berpengaruh terhadap infeksi kecacingan
pada anak menginggat pentingnya pendidikan orang tua untuk meningkatkan
kemampuan intelektualnya guna mendidik dan mengasuh anak untuk terbiasa hidup
sehat dan terhindar dari penyakit misalnya infeksi cacing. Jadi dengan semakin
tingginya pendidikan ibu diharapkan dapat mengetahui bagaimana mengetahui
terjadinya infeksi cacing dengan demikian ibu dapat mencegah infeksi ini sehingga
mata rantai penularannya kecacingan terputus.
Status ekonomi keluarga tergantung pada mata pencaharian orang tua.
Semakin tinggi status ekonomi suatu keluarga maka usaha untuk menjaga
(penyediaan) sanitasi lingkungan dan pemeliharaan kesehatan dasar lebih baik
dibanding dengan keluarga yang berstatus ekonomi rendah (miskin). Jenis pekerjaan
menentukan tempat kerja orang tua, dimana petani dan nelayan serta buruh bekerja
dilingkungan yang sanitasi lingkungannya kurang bagus di bandingkan dengan
pegawai negeri atau tentara misalnya.
Hal ini tentunya berpengaruh pada
penularannya infeksi cacing, dimana lingkungan yang sanitasinya kurang baik akan
menjadi media yang cocok untuk penularan cacing.
G. Kerangka Pikir
8.1. Dasar pemikiran
Penyebab langsung timbulnya kurang gizi yaitu makanan balita dan
keadaan kesehatan atau penyakit infeksi yang mungkin diderita bayi. Anak yang
mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang diare, demam, akhirnya
dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada bayi yang makan tidak cukup
baik, maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan
demikian mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan
akhirnya menderita kurang gizi. Dalam kenyataannya keduanya (makanan dan
penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab gizi kurang. Gizi kurang
berarti pertumbuhan juga mengalami hambatan dan gagal tumbuh.
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan. Pengasuhan
anak, sanitasi dan penyediaan air bersih yang tidak memadai merupakan faktor
utama penyebab mata rantai penularan cacing tidak terputus. Sosial ekonomi
yang rendah memperparah tidak terputusnya rantai penularan cacing.
8.2. Kerangka Konsep
Status Sosial keluarga
- pendidikan ibu
- jumlah anggota keluarga
Konsumsi
Makanan
Status ekonomi keluarga
Sanitasi Lingkungan
Higiene perorangan
STATUS
GIZI
Infestasi
Cacing
Keterangan
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
8.3. Definisi Operasional
1. Variabel Dependen : Status Gizi Balita
Status gizi adalah keadaan gizi yang diukur berdasarkan standar baku
WHO 2005. Klasifikasi status gizi digunakan dengan z-score (standar deviasi =
SD) sebagai batas ambang dengan menggunakan indeks berat badan menurut
umur (BB/U).
Kriteria objektive :
- Gizi kurang < -2 SD Z-Score
- Gizi baik ≥ -2 SD Z-Score
2. Variabel Independen : Infestasi Cacing
Kecacingan adalah adanya cacing dalam tubuh. Cacing di dalam tubuh
selain di dalam rongga usus, ada juga di daerah limfa, otot, jaringan ikat, hepar,
paru-paru, pangkreas, otak dan lain sebagainya. Tetapi yang paling sering
dijumpai adalah cacing di dalam rongga usus. Adanya cacing di dalam rongga
usus dapat diketahui dengan pemeriksaan feces. Dalam feces dapat dijumpai
bentuk cacing, telur dan larvanya (WHO, 1996)
Penelitian ini hanya melihat infestasi cacing usus yang ditentukan melalui
pemeriksaan feces yang berupa telur cacing.
Kriteria objektif
- Positif jika terdapat telur cacing di dalam feces yang diperiksa
- Negatif jika tidak terdapat telur cacing di dalam feces yang diperiksa
Berdasarkan derajat infeksi cacing ditentukan berdasarkan klasifikasi WHO yaitu
dengan menghitung jumlah telur per gram feces (epg) dari setiap spesimen feces.
Askariasis
- ringan jika telur < 7.000 epg
- sedang jika telur 7.000 – 35.000 epg
- tinggi jika telur > 35.000 epg
Trikuriasis
- ringan jika telur < 5.000 epg
- sedang jika telur 5.000 – 10.000 epg
- tinggi jika telur > 10.000 epg
3. Variabel yang berpengaruh : sosial ekonomi, sanitasi lingkungan, dan higiene
perorangan
- Pendidikan ibu. Ibu berperan dalam pengasuhan anak dan merupakan orang
yang paling lama berinteraksi dengan anak. Latar belakang pendidikan ibu
dapat mencerminkan pengasuhan terhadap anak-anaknya walaupun peran ayah
tidak kalah pentingnya.
Kriteria objektif
-
rendah jika ≤ tamat SD
-
sedang-tinggi ≥ tamat SLTP
- Status ekonomi ditentukan berdasarkan penerimaan bantuan langsung tunai
(BLT), penerimaan program beras miskin (Raskin), dan asuransi kesehatan
untuk keluarga miskin (Askeskin).
Kriteria Objektif
-
Gakin jika menerima (salah satu atau ketiganya) program BLT,
Raskin, dan Askeskin.
-
Non Gakin jika tidak menerima program BLT dan Raskin.
- Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya orang yang menetap di rumah
tersebut dalam satu bulan terakhir.
Kriteria Objektif
- Kecil jika jumlah anggota keluarga ≤ 5 orang
- Besar jika jumlah anggota keluarga ≥ 6 orang
- Sanitasi lingkungan adalah keadaan lingkungan sekitar rumah tempat anak
bermain dan kebiasaan rumah tangga dalam usaha menciptakan sanitasi
lingkungan yang memenuhi syarat. Sanitasi lingkungan terdiri dari tersedianya
kakus sebagai tempat buang air besar (BAB), pembuangan sampah rumah
tangga, sumber air minum, saluran pembuangan air limbah rumah tangga, dan
bahan lantai rumah.
Kriteria Objektif
- Baik jika parameter tersebut diatas tersedia
- Buruk jika parameter tersebut diatas tidak tersedia.
- Higiene perorangan adalah keadaan anak dalam hal kebersihan tubuh dari
ujung kaki hingga ujung rambut dan usaha agar kebersihan tubuh tetap terjaga.
Higiene perorangan terdiri atas tempat bermain anak, kebiasaan tidak memakai
alas kaki saat bermain, kebiasaan ibu memberisihkan/memandikan anak,
kebersihan kuku tangan & kaki, kebiasaan ibu dan anak saat makan dan
konsumsi obat cacing.
Kriteria Objektif
- Baik jika parameter tersebut diatas dilakukan
- Buruk jika parameter tersebut diatas tidak dilakukan
8.4. Hipotesis
Hipotesis nol (Ho)
1. Tidak ada pengaruh sosial ekonomi keluarga, sanitasi lingkungan dan higiene
perorangan teerhadap infestasi cacing pada anak umur 24-59 bulan.
2. Tidak ada hubungan infestasi cacing terhadap status gizi anak umur 24-59
bulan.
Hipotesis alternatif (Ha)
1. Tidak ada pengaruh sosial ekonomi keluarga, sanitasi lingkungan dan higiene
perorangan teerhadap infestasi cacing pada anak umur 24-59 bulan.
2. Tidak ada hubungan infestasi cacing terhadap status gizi anak umur 24-59
bulan.
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
infestasi cacing dengan status gizi anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini
Baji Kecamatan Lau Kabupaten Maros.
2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh status sosial keluarga anak terhadap infestasi cacing
pada anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji.
2. Mengetahui pengaruh status ekonomi keluarga anak terhadap infestasi cacing
pada anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji
3. Mengetahui pengaruh sanitasi lingkungan terhadap infestasi cacing pada anak
umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji
4. Mengetahui pengaruh higiene perorangan
terhadap infestasi cacing pada
anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji
5. Mengetahui hubungan infestasi cacing terhadap status gizi pada anak umur
24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji
B. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini menjadi bahan masukan bagi pihak pemerintah setempat
dan masyarakat sekitarnya.
2. Data yang diperoleh diharapkan dapat menjadi masukan bagi instansi yang
terkait guna lebih memberi dorongan dan bantuan demi meningkatkan status
sosial ekonomi keluarga, sanitasi lingkungan dan higiene perorangan.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian survey dengan rancangan cross sectional
(data variabel dependen dan independen dikumpulkan pada waktu yang sama).
Dengan rancangan penelitian ini dilakukan identifikasi semua variabel sesuai tujuan
penelitian, sedangkan metode yang digunakan untuk memperoleh data tersebut
adalah dengan teknik wawancara. Selain itu dilakukan pemerikasaan telur cacing
pada feses dengan mengunakan metode kato-katz dan pengukuran status gizi dengan
metode antropometri.
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Maccini Baji Kecamatan Lau
Kabupaten Maros yang terbagi atas 7 lingkungan yaitu : Lingkungan Maccini Ayo,
Lingkungan Bonto Cabu, Lingkungan Lemo-lemo, Lingkungan Bonto Kadatto,
Lingkungan Bonto Rea, Lingkungan Belang-belang, dan Lingkungan Pute. Luas
wilayah  9,48 km2, menurut penggunaannya luas lahan pemukiman dan bangunan
1063,26 Ha, areal persawahan 656,26 Ha, dan ladang/tegalan seluas 94,09 Ha.
Jumlah penduduk 6006 jiwa dengan 1286 KK terdiri dari 2924 laki-laki dan
3082 jiwa perempuan dengan kepadatan penduduk 634/km2, sebagian besar
berprofesi sebagai petani.. Jumlah balita (0-59 bulan) di Kelurahan Maccini Baji 446
anak, tersebar di tujuh lingkungan. Fasilitas pelayanan kesehatan cukup memadai,
dengan adanya Puskesmas Barandasi, dan posyandu di masing-masing lingkungan,
serta satu orang bidan desa yang bertugas khusus di wilayah kelurahan Maccini Baji.
Akses transportasi ke Kelurahan Maccini Baji terutama di tujuh lingkungannya
mudah terjangkau. Selain padi, beberapa penduduk juga berprofesi sebagai peternak
itik petelur yang hasilnya dijual setiap minggu pada pengumpul.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak balita umur 24-59 bulan
di Kelurahan Maccini Baji yang terdaftar hingga 31 Maret 2007 yang menjadi
subyek penelitian.
2. Sampel
Besar sampel di hitung berdasarkan rumus:
n  z .
Q
e2 . p
dengan ketentuan:
p = perkiraan prevalensi infestasi cacing adalah 60%
e = ketepatan relatif yang diharapkan 10%
α = 0,05
zα = 1,960
Q=1–p
Diperoleh besar sampel sebayak 120 anak.
Pemilihan sampel dilakukan secara purposif sampling dimana semua
anak umur 24 – 59 bulan diambil hingga diperoleh 120 anak. Hal ini dilakukan
oleh karena populasi anak umur 24-59 bulan yang terdata mencapai 135 anak dan
beberapa diantaranya tidak dapat ditemukan dilokasi penelitian dengan alasan
dibawa ke sawah dan tinggal bersama nenek mereka.
Distribusi sampel untuk tiap lingkungan dapat dilihat pada tabel berikut:
Lingkungan
1. Belang-belang
2. Bonto Cabu
3. Bonto Kadato
4. Bonto Rea
5. Lemo-lemo
6. Maccini Ayo
7. Bonto Pute
Total
n
%
19
11
10
19
15
25
12
111
17,1
9,9
9,0
17,1
13,5
22,5
10,8
100,0
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada hasil survei gizi dan
kesehatan yang dilakukan oleh Jurusan Gizi FKM Unhas di Kelurahan Maccini
Baji Kecamatan Lau Kabupaten Maros tahun 2005. Tingginya prevalensi kurang
gizi dan keadaan sanitasi lingkungan yang kurang memenuhi syarat (baik
kebiasaan masyarakat maupun sarana) menjadi alasan mengapa penelitian ini
perlu dilakukan.
Penelitian ini dilakukan selama empat bulan dengan 3 tahap yakni
tahap persiapan, tahap penelitian, dan tahap penyusunan laporan. Tahap
persiapan dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2008. Kegiatan pengumpulan
data dilaksanakan pada bulan Agustus 2008. Proses penyuntingan, tabulasi,
analisis data dan penulisan laporan penelitian diselesaikan sampai dengan bulan
Agustus-September 2008.
E. Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
-
Untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi dan kebersihan diri dan
lingkungan dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan ibu
balita.
Wawancara
dilakukan
oleh
anggota
peneliti
dengan
menggunakan kuesioner.
-
Status Gizi Balita
Indikator
untuk
menentukan
status
gizi
balita
diukur
secara
antropometrik menurut indeks berat badan menurut umur (BB/U)
berdasarkan standar Baku WHO-NCHS yang meliputi pengukuran berat
badan anak mengikuti prosedur standar (Gibson, 2005).
Berat badan anak diukur dengan menggunakan balance scale dengan
ukuran terkecil 0,1 kg. Prosedur pengukuran berat badan balita adalah
sebagai berikut :
1).
Memeriksa timbangan supaya berada dalam keadaan standar,
kemudian timbangan ditekan untuk menyalakan hingga display
menunjukkan angka 0,0 kg.
2).
Anak menggunakan pakaian biasa, tidak menggunakan alas kaki,
baik sandal maupun sepatu.
3).
Anak ditimbang dalam keadaan tenang dan selanjutnya pengukur
mencatat angka yang tertera pada display timbangan.
4).
Penentuan umur anak ditentukan dalam satuan bulan dengan
memperhatikan tanggal lahir dan tanggal pengukuran.
-
Pemeriksaan Cacing.
Pengambilan feces pada balita dilakukan oleh ibu/pengasuh balita.
Setiap balita diberikan pot (tempat feces) yang telah diberi label
identitas balita oleh peneliti pada sore hari. Pagi esok harinya feces
dikumpulkan dan langsung dibawa ke Laboratorium untuk diperiksa.
Pemeriksaan feces dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas
Kesehatan Masyarakat Unhas dengan menggunakan metode Kato-Katz.
Feces dalam ukuran yang kecil diletakkan di atas selembar wax paper
dan kemudian anyaman kawat yang halus diletakkan diatas feces dan di
tekan. Feces yang muncul dari permukaan kawat halus ini diambil
dengan aplikator. Dengan menggunakan aplikator feces dimasukkan ke
dalam lubang template yang sudah teerletak di atas sebuah slide
mikroskop yang bersih. Template kemudian dikeluarkan dengan hatihati sehingga feces pada lubang tadi tertinggal di atas slide. Feces tadi
ditutup dengan sebuah cellophane strip yang telah direndam dengan
larutan glycerine-malachite green. Dengan menggunakan tutup botol
karet, sampel feces disebarkan di bawah cellophane tadi. Sampel yang
keluar dari cellophane strip dibersihkan dengan kertas tissue. Preparat
dibiarkan minimal 1 jam pada suhu kamar sebelum dilakukan
pemeriksaan. Jumlah telur cacing dalam setiap slide ini dihitung oleh 2
orang analis yang hasilnya merupakan rata-rata dari 2 hitungan ini.
2. Data Sekunder
Semua data yang diperoleh dari kelurahan, puskesmas dan posyandu
yang terkait dengan penelitian ini, meliputi keadaan umum demografi
wilayah kelurahan, kondisi sosial ekonomi dan data balita.
F. Pengolahan, Penyajian dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Pengolahan data status gizi dilakukan menggunakan komputer melalui
program Anthro WHO 2005 meliputi data berat badan, jenis kelamin dan umur
anak. Data sosial ekonomi dan kebersihan diri dan lingkungan, kecacingan dan
status gizi di analisis dengan menggunakan program SPSS versi 11.5.
2. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi distribusi
frekuensi persentase variabel baik variabel independen maupun
variabel
dependen. Selain itu juga dilakukan tabulasi silang antara variabel independen
dan variabel dependen.
3. Analisis Data
Uji statistik untuk menilai hubungan sosial ekonomi dan sanitasi
lingkungan dan higiene perorangan dengan infestasi cacing, dan hubungan antara
infestasi cacing dengan status gizi adalah chi-square pada derajat kemaknaan
(probabilitas) p < 0,05.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Maccini Baji Kecamatan Lau
Kabupaten Maros di tujuh lingkungan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan
Agustus 2008, yang bertepatan dengan musim panen padi.
Responden keseluruhan berjumlah 120 orang, masing-masing responden
diwawancarai menggunakan kuesioner dan dibagikan pot untuk diisi feces, namun
dalam pelaksanaannya hanya 111 orang yang mengembalikan pot, sembilan orang
lainnya tidak berada di tempat pada saat pot feces dikumpulkan dari rumah masingmasing responden.
1. Sosial Ekonomi Keluarga
Karakteristik sosial ekonomi keluarga anak, terdiri dari umur, latar
belakang pendidikan dan pekerjaan orang tua, jumlah anggota keluarga,
pendapat, status ekonomi keluarga miskin (gakin) keluarga yang disajikan
sebagai berikut:
Tabel 1
Distribusi Sosial Ekonomi Keluarga Anak Menurut Kelompok Umur Orang Tua
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Kelompok umur
Ayah
Ibu
n
%
n
%
18 - 25 tahun
5
4,5
31
27,9
26 - 35 tahun
67
60,4
65
58,6
36 - 45 tahun
39
35,1
15
13,5
111
100,0
111
100,0
Total
Sumber: Data primer
Tabel 1 mendistribusikan kelompok umur orang tua anak, pada umumnya
berumur 26-35 tahun masing-masing 60,4% ayah dan 58,6% ibu. Rata-rata ayah
berusia 33 tahun dan ibu berusia 30 tahun.
Tabel 2
Distribusi Sosial Ekonomi Keluarga Anak Menurut Tingkat Pendidikan Orang
Tua di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Tingkat Pendidikan
Ayah
Ibu
n
%
n
%
Tidak pernah sekolah/tidak tamat SD
2
1,8
1
0,9
Tamat SD
56
50,5
51
45,9
Tamat SMP
15
13,5
28
25,2
Tamat SMA
31
27,9
27
24,3
Diploma/Sarjana
7
6,3
4
3,6
111
100,0
111
100,0
Total
Sumber: Data primer
Tabel 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar pendidikan orang tua
masih rendah, yaitu hanya tamat SD. 50,5% ayah berpendidikan hanya tamat SD,
sedangkan ibu mencapai 45,9%.
Pekerjaan utama orang tua ditunjukkan pada Tabel 3. Sebagian besar ayah
bekerja sebagai petani (44,1%) dan wiraswasta (36,9%), sedangkan ibu hampir
seluruhnya tidak bekerja secara formal hanya sebagai ibu rumah tangga (92,8%).
Ibu yang bekerja hanya delapan orang (7,2%), lima orang (4,5%) bekerja sebagai
pegawai negeri sipil (PNS), dan sisanya bekerja wiraswasta (berdagang) (2,7%).
Tabel 3
Distribusi Sosial Ekonomi Keluarga Anak Menurut Pekerjaan Orang Tua di
Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Pekerjaan
n
%
Pegawai Negeri/Swasta
Wiraswasta
Sopir mobil
Petani
Lainnya
16
41
3
49
2
14,2
36,9
2,7
44,1
1,8
- Pegawai Negeri/Swasta
- Wiraswasta
- Ibu rumah tangga
Sumber: Data primer
5
3
103
4,5
2,7
92,8
Ayah
Ibu
Tabel 4 mendistribusikan frekuensi jumlah anggota keluarga yang tinggal
bersama, pada umumnya mereka tinggal serumah dengan 5 orang ke bawah
(58,6%).
Tabel 4
Distribusi Sosial Ekonomi Keluarga Anak Menurut Jumlah Anggota Keluarga di
Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Jumlah anggota keluarga
n
%
Jumlah anggota keluarga
n
%
≤ 5 orang
65
58,6
≥ 6 orang
46
41,4
111
100,0
Total
Sumber: Data primer
Penghasilan orang tua rata-rata per bulan adalah Rp 1.024.300. Tingkat
pendapatan rendah, sedang dan tinggi ditentukan menggunakan quintil (Q)
dengan kriteria Q1 = 40 untuk tingkat pendapatan rendah, Q2 = 80 untuk tingkat
pendapatan sedang, dan Q3 = 80-100 untuk tingkat pendapatan tinggi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya orang tua anak berpendapatan
sedang (78,4%) seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5.
Tabel 5
Distribusi Sosial Ekonomi Keluarga Anak Menurut Tingkat Pendapatan Keluarga
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Tingkat pendapatan
n
%
Rendah
3
2,7
Sedang
87
78,4
Tinggi
21
18,9
Sumber: Data primer
Tabel 6
Distribusi Sosial Ekonomi Keluarga Anak Menurut Penerima Program Bantuan
Pemerintah di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Program bantuan pemerintah
Ya
n
Tidak
%
n
%
Program bantuan pemerintah
Ya
Tidak
Raskin
n
36
%
32,4
n
75
%
67,6
BLT-BBM
42
37,8
69
62,2
Askeskin
11
9,9
100
90,1
Sumber: Data primer
Status ekonomi, selain dapat ditentukan dengan tingkat pendapatan dan
pengeluaran, juga dapat ditentukan dengan keterlibatan orang tua atau rumah
tangga atas bantuan pemerintah pada keluarga miskin (gakin). Program
pemerintah yang sedang berjalan meliputi pengadaan beras untuk gakin (Raskin),
bantuan langsung tunai (BLT) akibat kenaikan BBM, dan asuransi kesehatan bagi
keluarga miskin (Askeskin). Dari Tabel 6 di atas memperlihatkan bahwa 32,4%
keluarga memperoleh program Raskin, 37,8% menerima BLT-BBM, dan 9,9%
memperoleh Askeskin.
2. Sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan pada penelitian ini mencakup tempat (kebiasaan)
buang air besar (BAB), tempat biasa buang sampah, sumber air minum,
kepemilikan SPAL, dan jenis lantai.
Tabel 7
Distribusi Sanitasi Lingkungan Menurut Kebiasaan Tempat Buang Air Besar
(BAB) di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Tempat BAB
n
%
Tempat BAB
n
%
Jamban
83
74,8
Tempat terbuka
28
25,2
111
100,0
Total
Sumber: Data primer
Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa, masih terdapat 25,2 % anak
melakukan buang air besar di tempat terbuka seperti di pekarangan rumah, parit,
dan rawa atau 1 dari 4 orang anak di Maccini Baji buang air besar di tempat
terbuka.
Rata-rata warga di Kelurahan Maccini Baji masih memiliki halaman atau
pekarangan. Mereka membuat lubang khusus atau tempat khusus untuk
mengumpulkan sampah rumah tangga dan pekarangan yang kemudian dibakar.
Hal ini dilakukan karena daerah ini tidak mendapat pelayanan pengelolaan
sampat terpadu (angkutan/mobil sampah). Dari seratus sebelas rumah tangga,
terdapat 19 rumah tangga (17,1%) yang masih membuang sampah sembarang
tempat seperti yang perlihatkan pada Tabel 8.
Tabel 8
Distribusi Sanitasi Lingkungan Menurut Kebiasaan Buang Sampah
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Kebiasaan Buang Sampah
n
%
Lubang sampah khusus
92
82,9
Sembarang tempat
19
17,1
Kebiasaan Buang Sampah
Total
n
%
111
100,0
Sumber: Data primer
Tabel 9
Distribusi Sanitasi Lingkungan Menurut Sumber Air Minum
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Sumber air minum
n
%
Sumur Tembok
25
51,4
Sumur tidak tembok
22
19,8
Pompa tangan/mesin
6
5,4
PAM
26
23,4
111
100,0
Total
Sumber: Data primer
Tabel 9 menunjukkan bahwa di daerah Kelurahan Maccini Baji
khususnya di Lingkuangan Maccini Ayo dan sekitarnya telah mendapatkan
pelayanan air bersih (PAM) sebesar 23,4%. Tetapi masih terdapat 19,8%
keluarga mengambil sumber air bersih dari sumur tidak bertembok (tidak
memenuhi syarat).
Tabel 10
Distribusi Sanitasi Lingkungan Menurut Kepemilikan SPAL
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Kepemilikan SPAL
n
%
Kepemilikan SPAL
n
%
Ada SPAL
23
20,7
Tidak ada SPAL
88
79,3
111
100,0
Total
Sumber: Data primer
Dari hasil pengamatan, rata-rata rumah tangga di daerah Kelurahan
Maccini Baji tidak memiliki saluran pembuangan air limbah (SPAL). Hal ini
tercermin pada data pada Tabel 10 bahwa 79,3% rumah tangga belum (tidak)
memiliki SPAL .
Tabel 11
Distribusi Sanitasi Lingkungan Menurut Jenis Lantai
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Jenis lantai
n
%
Bambu
2
1,8
Semen
20
18,0
Papan
80
72,1
Tegel
9
8,1
Total
111
100,0
Sumber: Data primer
Berdasarkan lantainisasi rumah, yang terbanyak adalah yang berlantai
papan yaitu, 80 rumah tangga (72,1%) dan tidak ada rumah berlantai tanah.
3. Higiene Perorangan
Hasil penelitian memperoleh data bahwa semua anak umur 24-59 bulan
sering bermain di halaman atau pekarangan rumah. Kebiasaan higiene anak yang
melibatkan pengasuh dalam hal ini ibu, saat anak bermain dan saat usai bermain
disajikan pada Tabel 12 berikut:
Tabel 12
Distribusi Higiene Perorangan Menurut Higiene bermain anak
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
n
%
n
%
Kadangkadang
n
%
Penggunaan alas kaki
26
23,4
9
8,1
76
68,7
Membersihkan anak usai
bermain
33
29,7
43
38,7
35
31,5
20
18,0
24
21,6
67
60,4
Ya
Higiene bermain anak
Ibu mengganti pakaian anak
usai bermain
Sumber: Data primer
Tidak
Dari Tabel 12 memperlihatkan bahwa hanya sebagian kecil anak
menggunakan alas kaki saat bermain dan hanya sebagian kecil juga ibu sebagai
pengasuh anak membersihkan anak usai bermain lalu mengganti pakaian anak.
68,7% anak-anak kadang menggunakan alas kaki saat bermain, 38,7% ibu tidak
membersihkan badan anak usai bermain, dan 60,4% ibu kadang-kadang
mengganti pakaian anak usai bermain.
Kebiasaan higiene anak dalam hal ini kebiasaan mandi anak dan
membersihkan/memotong kuku anak diperlihatkan pada Tabel 13.
Lebih dari setengahnya (58,6%) anak mandi hanya satu kali per hari,
sedangkan kebiasaan membersihkan atau memotong kuku anak, 38,7%
melakukan, 32, 5% kadang-kadang melakukan dan 28,8% tidak membersihkan
atau memotong kuku anak.
Tabel 13
Distribusi Kebiasaan Higiene Anak di Kelurahan Maccini Baji
Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Kebiasaan higiene anak
Frekuensi mandi tiap hari
- Satu kali
- Dua kali
- Tiga kali
Kebiasaan memotong/membersihkan kuku
- Ya
- Tidak
- Kadang-kadang
Sumber: Data primer
n
%
65
41
5
58,6
36,9
4,5
43
32
36
38,7
28,8
32,5
Tabel 14
Distribusi Higiene Kaitannya dengan Makan Anak di Kelurahan
Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Higiene terkait dengan
makan anak
Ya
Tidak
Kadangkadang
n
%
n
%
n
%
Anak cuci tangan sebelum
makan
88
79,3
12
10,8
11
9,9
Ibu cuci tangan saat
menyiapkan makanan anak
39
35,1
11
9,9
61
55,0
Sumber: Data primer
Kebiasaan higiene perseorangan yaitu cuci tangan yang berkaitan dengan
pemberian makan anak seperti pada Tabel 14. Terdapat 79,3% anak mencuci
tangan sebelum makan, sedangkan hanya 35,1% ibu mencuci tangan saat
menyiapkan makanan anak, lebih dari setengahnya (55,0%) kadang-kadang.
Tabel 15
Distribusi Pemberian Obat Cacing pada Anak Umur 24-59 Bulan
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Pemberian Obat Cacing
n
%
Pernah
18
16,2
Tidak pernah
93
83,8
Total
111
100,0
Sumber: Data primer
Tabel 15 memperlihatkan bahwa, sebagian besar (83,8%) anak tidak
pernah mendapatkan obat cacing dalam satu tahun terakhir. Bagi anak yang
pernah minum obat cacing satu tahun terakhir, rata-rata minum obat cacing tiga
bulan sebelum penelitian berlangsung, terdapat tiga anak yang minum obat
cacing dalam 1 bulan terakhir.
4. Status kecacingan
Dari hasil pemeriksaan feces anak, diperoleh hasil bahwa 90,1% anak
tidak menderita kecacingan, dan hanya 9,9% anak menderita kecacingan (Tabel
16). Anak yang menderita kecacingan sebagian besar karena askariasis tingkat
ringan (telur < 7.000 epg), empat anak lainnya karena trikuriasis tingkat ringan,
dan satu anak lainnya karena investasi cacing kremi.
Tabel 16
Distribusi Status Kecacingan Anak Umur 24-59 Bulan
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Status kecacingan
n
%
Status kecacingan
n
%
Positif
11
9,9
Negatif
100
90,1
Total
111
100,0
Sumber: Data primer
5. Status gizi
Status gizi anak secara antropometri ditentukan selain oleh berat badan
dan tinggi badan, juga ditentukan oleh umur dan jenis kelamin. Komposisi jenis
kelamin anak pada penelitian ini hampir sama, 54,1% laki-laki dan 45,9%
perempuan (Tabel 17)
Tabel 17
Distribusi Jenis Kelamin Anak Umur 24-59 Bulan
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Jenis Kelamin
n
%
Laki-laki
60
54,1
Perempuan
51
45,9
Total
111
100,0
Sumber: Data primer
Komposisi berdasarkan kelompok umur pada penelitian ini, hampir
merata. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 18, 42,3% berumur 12-35 bulan,
29,8% berumur 36-47 bulan, dan 27,9% anak berumur 48-59 bulan.
Tabel 18
Distribusi Kelompok Umur Anak 24-59 Bulan
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Kelompok Umur
n
%
12 – 35 bulan
47
42,3
36 – 47 bulan
33
29,8
48 -59 bulan
31
27,9
Total
111
100,0
Sumber: Data primer
Tabel 19 menunjukkan bahwa terdapat tujuh anak (6,3%) menderita gizi
buruk, 33 anak (29,7%) menderita gizi kurang, dan 71 anak (64,0%) berstatus
gizi baik.
Tabel 19
Distribusi Status Gizi Anak Umur 24 – 59 Bulan
di Kelurahan Maccini Baji Kec. Lau Kab Maros Tahun 2008.
Status Gizi
n
%
Gizi buruk
7
6,3
Gizi kurang
33
29,7
Gizi baik
71
64,0
Total
111
100,0
Sumber: Data primer
6. Hubungan Sosial ekonomi dengan kecacingan
Tingkat pendidikan ibu hampir setengahnya rendah (sampai dengan tamat
SD) 46,8% dan 11,5% tingkat pendidikan ibu yang rendah positif kecacingan,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 20. Berdasarkan uji statistik chi-square
diperoleh nilai p = 0,590, berarti tingkat pendidikan ibu tidak memiliki hubungan
yang bermakna (p > 0,05) dengan status kecacingan anak di Kelurahan Maccini
Baji Kecamatan Lau Kabupaten Maros.
Tabel 20
Distribusi Status Kecacingan Anak Umur 24-59 Bulan Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Ibu Di Kel. Maccini Baji Kec Lau Kab. Maros
Status Kecacingan
Positif
Negatif
n
%
n
%
n
%
Rendah
6
11,5
46
88,5
52
46,8
Sedang-tinggi
5
8,5
54
91,5
59
53,2
Total
11
9,9
110
90,1
111
100,0
Tingkat Pendidikan
Total
Sumber: Data primer
Tabel 21
Distribusi Status Kecacingan Anak Umur 24-59 Bulan Berdasarkan
Kepadatan/Jumlah Keluarga Di Kel. Maccini Baji Kec Lau Kab. Maros
Jumlah Keluarga
Besar
Kecil
Total
Status Kecacingan
Positif
Negatif
n
%
n
%
n
%
4
8,7
42
91,3
46
41,4
7
10,8
58
89,2
65
58,6
11
9,9
110
90,1
111
100,0
Total
Sumber: Data primer
Jumlah keluarga yang besar, hanya 8,7% diantaranya positif kecacingan,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 21. Berdasarkan uji statistik chi-square
diperoleh nilai p = 0,719, berarti jumlah anggota keluarga tidak memiliki
hubungan yang bermakna (p > 0,05) dengan status kecacingan anak di Kelurahan
Maccini Baji Kecamatan Lau Kabupaten Maros.
Tabel 22
Distribusi Status Kecacingan Anak Umur 24-59 Bulan Berdasarkan
Status Keluarga Miskin (Gakin) Di Kel. Maccini Baji Kec Lau Kab. Maros
Status Kecacingan
Positif
Negatif
n
%
n
%
n
%
Gakin
4
8,9
41
91,1
45
40,5
Non Gakin
7
10,6
59
89,4
66
59,5
Total
11
9,9
110
90,1
111
100,0
Status Gakin
Total
Sumber: Data primer
Dari 45 rumah tangga Gakin, hanya empat anak (8,9%) diantaranya
positif kecacingan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 22. Berdasarkan uji
statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,766, berarti status rumah tangga gakin
memiliki hubungan yang tidak bermakna (p > 0,05) dengan status kecacingan
anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji Kecamatan Lau Kabupaten
Maros.
7. Hubungan sanitasi lingkungan dengan kecacingan
Dari 30 rumah tangga yang memiliki sanitasi lingkungan yang buruk,
hanya lima anak (16,7%) diantaranya positif kecacingan, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 23. Berdasarkan uji statistik chi-square diperoleh nilai p
= 0,164, berarti status rumah tangga dengan sanitasi lingkungan buruk memiliki
hubungan yang tidak bermakna (p > 0,05) dengan status kecacingan anak umur
24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji Kecamatan Lau Kabupaten Maros.
Tabel 23
Distribusi Status Kecacingan Anak Umur 24-59 Bulan Berdasarkan
Sanitasi Lingkungan Di Kel. Maccini Baji Kec Lau Kab. Maros
Status Kecacingan
Positif
Negatif
n
%
n
%
n
%
Buruk
5
16,7
25
83,3
30
27,0
Baik
6
7,4
75
92,6
81
63,0
Total
11
9,9
110
90,1
111
100,0
Sanitasi lingkungan
Total
Sumber: Data primer
8. Hubungan Higiene perorangan dengan kecacingan
Dari 53 anak dengan status higiene perorangan buruk, hanya enam anak
(11,3%) diantaranya positif kecacingan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 24.
Tabel 24
Distribusi Status Kecacingan Anak Umur 24-59 Bulan Berdasarkan
Higiene Perorangan Di Kel. Maccini Baji Kec Lau Kab. Maros
Status Kecacingan
Positif
Negatif
n
%
n
%
n
%
Buruk
6
11,3
47
88,7
53
47,7
Baik
5
8,6
53
91,4
58
52,3
Total
11
9,9
110
90,1
111
100,0
Higiene perorangan
Sumber: Data primer.
Total
Berdasarkan uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,634, berarti
higiene perorangan anak memiliki hubungan yang tidak bermakna (p > 0,05)
dengan status kecacingan anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji
Kecamatan Lau Kabupaten Maros.
9. Hubungan kecacingan dengan status gizi
Dari sebelas anak yang positif menderita kecacingan, hanya tiga anak
(27,3 %) diantaranya mengalama gizi kurang, seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 25. Berdasarkan uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,743, berarti
status kecacingan anak memiliki hubungan yang tidak bermakna (p > 0,05)
dengan status gizi anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji Kecamatan
Lau Kabupaten Maros.
Tabel 25
Distribusi Status Gizi Anak Umur 24-59 Bulan Berdasarkan
Status Kecacingan Anak Di Kel. Maccini Baji Kec Lau Kab. Maros
Status Gizi
Gizi
Gizi Baik
Kurang
n
%
n
%
n
%
Positif
3
27,3
8
72,7
11
9,9
Negatif
37
37,0
63
63,0
100
90,1
Total
40
36,0
71
64,0
111
100,0
Status kecacingan
Sumber: Data primer
Total
B. Pembahasan
Dari 111 anak umur 24-59 bulan dalam penelitian ini, ditemukan 11 anak
(9,9%) menderita kecacingan. Angka ini jauh lebih rendah dari hasil penelitian
Woge, 2007 di Kecamatan Kelimutu Kabupaten Ende NTT, yang menemukan 55,4%
dari 92 balita (6-59 bulan) yang terinfeksi kecacingan dan penelitian Hidayat (2001)
di pemukiman kumuh Surabaya memdapatkan 60,6% balita berusia 12-24 bulan
terinfeksi oleh cacing gelang.
Penelitian untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan kecacingan
(askariasis) telah diteliti oleh Ismid dkk (1988). Ternyata didapat hubungan
bermakna antara adanya askariasis dengan kebersihan pribadi dan kebersihan
lingkungan, tetapi tidak ada hubungan bermakna antara adanya askariasis dengan
status gizi.
Penenelitian oleh Sutisna, 1989 di Bali mendapatkan bahwa, prevalensi
kecacingan anak balita lebih rendah dibandingkan golongan umur lain, hal ini
disebabkan anak balita relatif lebih sedikit tercemar infeksi.
Prevalensi kecacingan sangat bervariasi dari satu daerah ke daerah lain,
tergantung dari beberapa faktor antara lain: daerah penelitian (desa atau kota, kumuh,
dll), kelompok umur yang diperiksa, teknik pemeriksaan, kebiasaan penduduk
setempat (tempat buang air besar, cuci tangan sebelum makan, tidak beralas kaki,
dll), dan pekerjaan penduduk. Di antara ke empat macam cacing tersebut, A.
lumbricoides adalah yang tertinggi prevalensinya, dan umumnya penderita menderita
infeksi ganda.
1. Pengaruh status sosial keluarga anak terhadap infestasi cacing
Status sosial keluarga yang mencakup latar belakang pendidikan ibu dan
jumlah anggota keluarga. Berdasarkan latar pendidikan ibu diperoleh hubungan
yang tidak bermakna dengan kejadian kecacingan, demikian juga dengan jumlah
anggota keluarga (kepadatan anggota rumah tangga). Kejadian kecacingan
terbanyak pada ibu yang memiliki pendidikan sekolah dasar 33,3%.
Penelitian Ginting, 2002 pada anak sekolah di Kecamatan Tiga Anak
Panah, Kabupaten Karo Sumatera Utara memperoleh hasil bahwa pendidikan ibu
tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian kecacingan (p>0,05).
Penderita kecacingan terbanyak pada penelitian Ginting adalah mereka yang
mempunyai ibu dengan pendidikan rendah (sekolah dasar) sebesar 41,7%.
Penelitian suharkimin, 2000 di Kecamatan Bonto Ramba Kabupaten
Jeneponto juga mendapatkan hasil bahwa pendidikan ibu tidak bermakna
(p=0,354) terhadap kejadian kecacingan pada anak sekolah dasar.
Pada keluarga yang anggota keluarganya hanya sedikit akan lebih
memudahkan bagi orang tua untuk memberi perhatian dan pengawasan yang
lebih dibandingkan dengan anggota keluarganya lebih banyak. Jadi diharapkan
pada jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit maka akan lebih mudah untuk
memenuhi kebutuhan bidupnya, dan orang tua lebih bisa memberikan perhatian
yang lebih besar kepada seluruh anggota keluarga sehingga dapat melakukan
peemeliharaan kesehatan yang lebih optimal yang diharapkan dapat mengurangi
infeksi cacing dengan memutus rantai penularan cacing.
Pendidikan orang tua terutama ibu berpengaruh terhadap infeksi
kecacingan pada anak mengingat pentingnya pendidikan orang tua untuk
meningkatkan kemampuan intelektualnya guna mendidik dan mengasuh anak
untuk terbiasa hidup sehat dan terhindar dari penyakit misalnya infeksi cacing.
Jadi dengan semakin tingginya pendidikan ibu diharapkan dapat mengetahui
bagaimana mengetahui terjadinya infeksi cacing dengan demikian ibu dapat
mencegah infeksi ini sehingga mata rantai penularannya kecacingan terputus.
2. Pengaruh status ekonomi keluarga anak terhadap infestasi cacing
Status ekonomi keluarga pada penelitian ini ditentukan berdasarkan
penerimaan bantuan program pemerintah bagi keluarga miskin yang terdiri dari
Raskin, BLT, dan Askeskin. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 40,5% rumah
tangga miskin, dan hanya terdapat empat anak (8,9%) yang menderita
kecacingan. Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p = 0,766, berarti status
ekonomi keluarga memiliki hubungan yang tidak bermakna dengan kejadian
kecacingan.
Penelitian Margono dkk, 1976 mendapatkan prevalensi kecacingan yang
berhubungan dengan status ekonomi dan kebersihan lingkungan diteliti di
Cirebon, Jabar. Ternyata prevalensi kecacingan semakin tinggi pada kelompok
sosial ekonomi kurang dibandingkan kelompok sosial ekonomi dan kebersihan
lingkungan yang sedang dan baik. Adapun prevalensi golongan sosial ekonomi
kurang, sedang, dan baik untuk askariasis adalah 80%, 56,6%, dan 33%; untuk
trichuriasis adalah 92,4%, 74,1% dan 54%; sedangkan untuk infeksi cacing
tambang adalah 82,4%, 41,8%, dan 24%.
Penelitian Ginting, 2002 mendapatkan bahwa tidak ada hubungan
bermakna antara status sosial ekonomi dengan kejadian kecacingan, namun
kelompok anak yang menderita kecacingan umumnya dari keluarga sejahtera I.
3. Pengaruh sanitasi lingkungan terhadap infestasi cacing
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat satu dari empat
anak masih BAB di tempat terbuka, perilaku buang sampah yang tidak memnuhi
syarat masih 17,1%, sumber air minum tidak memenuhi syarat masih 19,8%,
sebagian besar tidak memiliki SPAL, tetapi tidak ada rumah tangga yang
memiliki lantai terluas dari tanah.
Jika dilihat secara keseluruhan masalah sanitasi lingkungan tersebut,
maka diperoleh 27% rumah tangga memiliki sanitasi lingkungan buruk. Jika
dihubungkan dengan status kecacingan, hanya 16,7% dari rumah tangga yang
memiliki sanitasi buruk yang anaknya menderita kecacingan. Dari hasil uji chisquare diperoleh nilai p = 0,164 (p > 0,05), berarti sanitasi lingkungan memiliki
hubungan yang tidak bermakna dengan kejadian kecacingan.
Penelitian Margono dkk, 1976 mendapatkan prevalensi kecacingan yang
berhubungan dengan kebersihan lingkungan diteliti di Cirebon, Jabar. Ternyata
prevalensi kecacingan semakin tinggi pada kelompok kebersihan lingkungan
buruk.
Hasil penelitian Lubis, 2001 di 2 propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat
tentang lantainisasi menunjukkan prevalensi ascariasis pada tinja anak balita
adalah 16%, pada tanah 5% dan kuku sebesar 4%. Selanjutnya hasil tes statistik
menunjukkan 1.Tidak ada perbedaan prevalensi ascariasis di antara desa
lantainisasi dan bukan lantainisasi; 2. Pada desa yang tidak mendapatkan
program lantainisasi prevalensi trichiuriasis lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah yang mendapat program lantainisasi; 3. Pendidikan KK dan ada tidaknya
jamban berpengaruh kepada prevalensi ascariasis pada anak balita.
4. Pengaruh higiene perorangan terhadap infestasi cacing
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa penggunaan alas kaki hanya
23,4%, membersihkan anak usai bermain 29,7%, dan kebiasaan ibu mengganti
pakaian anak usai bermain hanya 18,0%. Frekuensi mandi sehari-hari yang
memenuhi syarat (minimal 2x/hari) masih rendah yakni 41,2% dan kebiasaan
memotong dan membersihkan kuku anak hanya 38,7%. Dalam hal yang paling
berkaitan seperti kebiasaan cuci tangan saat menyiapkan makanan oleh ibu dan
cuci tangan sebelum makan 35,1% ibu melakukan dan 79,3% anak cuci tangan
sebelum makan.
Jika dilihat secara keseluruhan masalah higiene perseorangan tersebut,
maka diperoleh 47,7% anak dengan higiene perorangan buruk. Jika dihubungkan
dengan status kecacingan, hanya 11,3% dari anak yang memiliki higiene
perseorangan buruk yang menderita kecacingan. Dari hasil uji chi-square
diperoleh nilai p = 0,634 (p > 0,05), berarti higiene perorangan memiliki
hubungan yang tidak bermakna dengan kejadian kecacingan.
Hasil penelitian Lubis, 2001 diperleh hasil bahwa kebersihan tangan juga
merupakan faktor yang mempengaruhi prevalensi angka kecacingan, tetapi
panjang pendeknya kuku bukanlah faktor yang menentukan ada tidaknya telur
cacing.
Penelitian Pitasari, 2000 di Kelurahan Tanjung Mas Semarang Utara,
didapatkan angka kejadian kecacingan 6,7%.Tidak ada hubungan yang bermakna
antara praktek kebersihan diri murid dengan kejadian kecacingan dan tidak ada
hubungan yang bermakna antara kondisi sanitasi lingkungan rumah responden
dengan kejadian kecacingan.
5. Hubungan infestasi cacing terhadap status gizi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi kurang gizi masih
cukup tinggi 36,0%. Jika dibandingkan dengan prevalensi Sulawesi Selatan
tercatat 21,5% gizi kurang dan 8,6% gizi buruk, atau 30,1% prevalensi kurang
gizi. Berarti hasil penelitian ini lebih tinggi dari prevalensi propinsi Sulsel.
Hubungan antara status kecacingan dengan status gizi pada penelitian ini
tidak bermakna dengan nilai p = 0,743 (p > 0,05). Dari 11 anak yang menderita
kecacingan hanya 27,3% yang menderita kurang gizi.
Stephenson 1987 melaporkan bahwa investasi cacing usus berhubungan
dengan keadaan malnutrisi dan pertumbuhan yang lambat. Sementara penelitian
di Afrika mendapatkan bahwa tidak ada hubungan askariasis terhadap status gizi
dan tumbuh kembang anak.
Keadaan gizi anak balita merupakan salah satu indikator derajat
kesehatan. Di Indonesia, kurang energi protein (KEP), merupakan masalah gizi
utama dan merupakan tujuan dari Millenium Development Goal’s. Keberadaan
cacing dalam usus, tergantung dari jumlah atau tingkat infeksinya akan
mempengaruhi pemasukan zat gizi ke dalam tubuh. Dari penelitian ini, diperoleh
bahwa kejadian askariasis dan trikuriasis semua dalam tahap ringan, ini dapat
menjelaskan mengapa kejadian kecacingan tidak berpengaruh terhadap status
gizi. Keadaan gizi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi pola
konsumsi makanan, jumlah dan mutu; infeksi penyakit baik penyakit menular
maupun parasit.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Telah dilakukan penelitian terhadap 111 anak umur 24 – 59 bulan di
Kelurahan Maccini Baji dengan hasil bahwa kejadian kecacingan 9,9% dan kurang
gizi 36,0%.
1.
Tidak ada pengaruh status sosial keluarga anak dalam hal ini tingkat
pendidikan ibu dan jumlah anggota keluarga (kepadatan rumah tangga)
terhadap infestasi cacing pada anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini
Baji (masing-masing nilai p = 0,590 dan p = 0,719)..
2.
Tidak ada pengaruh status ekonomi keluarga anak terhadap infestasi cacing
pada anak umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji (p = 0,766)
3.
Tidak ada pengaruh sanitasi lingkungan terhadap infestasi cacing pada anak
umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji (p = 0,164).
4.
Tidak ada pengaruh higiene perorangan terhadap infestasi cacing pada anak
umur 24-59 bulan di Kelurahan Maccini Baji (p = 0,634)
5.
Tidak ada hubungan infestasi cacing terhadap status gizi pada anak umur 24-59
bulan di Kelurahan Maccini Baji (p = 0,743).
B. Saran
Perlu dibuat suatu model yang holistik sehingga kasus kurang gizi di Kelurahan
Maccini Baji Kecamatan Lau Kabupaten Maros dapat diatasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, G. Kunar. 1996. Penyakit Cacingan, Dampak dan Penanggulangannya.
Kumpulan Makalah seminar sehari infeksi parasit, status gizi dan kecerdasan
pada anak sekolah dasar. LPPM-Unhas. Makassar.
BKKBN. 1993. Petunjuk Teknis Pendataan dan Pemetaan Keluarga Sejahtera:
BKKBN, Gerakan keluarga berencana nasional, Cetakan ke-1. Jakarta.
Candra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta
Depkes. 1989. Parasitologi Medik, Jilid 2: Helmintologi. Pusat pendidikan tenaga
kesehatan departemen kesehatan RI. Jakarta.
Depkes. 2006. Survei Kesehatan Nasional (Susenas) Tahun 2005: Antropometri
1989-2005. www.gizi.net
Dinkes Propinsi Sulsel. 2007. Profil Status Gizi Kabupaten Propinsi Sulawesi
Selatan.
Ginting, Sri Alemina. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dengan
Kejadian Kecacingan pada Anak Sekolah Dasar di Desa Suka Kecamatan Tiga
Panah, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. USU digital library. Medan
Jurusan Gizi. 2005. Laporan Survei Gizi dan Kesehatan di Kelurahan Maccini Baji
Kecamatan Lau Kabupaten Maros. Jurusan Gizi Masyarakat FKM Unhas,.
Makassar.
Hidayat, Shoim. 2001. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Infeksi Soil Transmited
Helmints pada Anak Balita di Pemukiman Kumuh di Surabaya.
[email protected]
Latham MC. 1989. The Relationship of Nutrition to Productivity and Well Being of
Workers the Political Economy of Food and Nutrition Policies. International
Food Policy Research Institute.
Lubis, Agustina, 2001. Dampak Program Lantainisasi terhadap Kesehatan Balita di
Kabupaten Purworejo dan Bandung. [email protected]
Margono SS, Oemijati S, Roesin R, Hardjawidjaja L, Rasidi R. 1976. Soilransmittedelminthic infection among people of different socio-economic levels
in West Java. ii. The effect of treatment with pyrantel pamoate
(Combantrin®).Bulletin Penelitian Kesehatan. Jakarta
Markell, EK, Voge, M. Jhon. DT. 1986. Medical Parasitology. 6th edition, W.B.
Sounders Company. Philadelphia USA.
Menkes RI, 2002. Keputusan menteri kesehatan RI Nomor 920 tentang Klasifikasi
Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita).
Ninik RH, 1999. Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi Dengan Pola Konsumsi
Makanan dan Status Gizi Balita di Kabupaten Purworejo. Program
Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Ksesehatan, Rineka Cipta,
Jakarta.
Prayekti, NP. 2005. Gambaran Kejadian Anemia Gizi Besi Anak Usia 12-23 Bulan
di Kelurahan Maricaya Selatan Kecamatan Mamajang Kota Makassar.
Pusdiklat, WHO, 1992. Hasil semiloka pengembangan kepemimpinan dalam
penanggulangan kekurangan mikronutrien dan penyakit parasit perut.
Pusdiklat WHO Collaborating centre bekerja sama dengan Cornell University,
Smithkline Beecham Pharmaceuticals, Jakarta
Pusdiklat, WHO. 1996. Pelaksanaan Program Pengendalian Kecacingan, dalam:
Oemijati S, Iswandi EA, Ed: Tata laksana pengendalian kecacingan di
Indonesia melalui usaha kesehatan sekolah dengan pendekatan kemitraan.
Jakarta.
Satoto dan Indriyani. 1990. Masalah Memberantas dan Mencegah Kecacingan.
Subdit Diare. Kecacingan dan Parasit Perut, Dirjen. PPM &PLP., Depkes RI
Supariasa. IDN, Bachyar B, dan Ibnu, F. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta
Stephenson. L. S. Et all. 1990. Improvments In Phisical Fitness of Kenyan
Schoolboys Infected With Hookworm, Trichuries Trichiura ang Ascaris
Lumbricoides Following a Single Dose Abedazole. Thans. Roy. Society Trop.
Med. & Hyg.
Tjitra, Emiliana. 1991. Penelitian-penelitian Soil Transmitted Helminth di Indonesia.
Cermin Dunia Kedokteran No. 72. Jakarta
Zaman V, Keong LA. 1982. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Bina Cipta.
Jakarta.
LAMPIRAN I
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
NIP
Instansi tetap
Tempat/tanggal lahir
Agama/Jenis Kelamin
Pangkat/Golongan
Jabatan Struktural
Akademik
Alamat Kantor
Alamat Rumah
: Dra. Nurhaedar Jafar, Apt., M.Kes.
: 131 876 928
: FKM Unhas
: Sewo / 13 Juli 1964
: Islam / Perempuan
: Penata Tk.I, III/d
: Sekretaris Program Studi Ilmu Gizi FKMUH
: Lektor
: Jl. P. Kemerdekaan Km.11 Tamalanrea Makassar
(0411)–585087, Fax. (0411) 586013
: Jl. Racing Center Perumahan Umi B5
(0411) 445411 / HP. 081342768385
Riwayat Pendidikan:
SD
SMP
SMU
S1
S2
Profesi
: SDN 19 Sewo Watansoppeng
: SMPN 1 Watansoppeng
: SMUN 200 Watansoppeng
: Farmasi Unhas, Makassar, 1988
: Prog. Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas
Airlangga, Surabaya, 1994
: Apoteker, 1989
Pengalaman Penelitian:
1. Daya hambat ekstrak buah dan klika Ketjapi terhadap pertumbuhan mikroba
penyebab diare 1998.
2. Studi kualitas air sungai Buntung terhadap terjadinya penyakit diare & kulit
yang ditimbulkan melalui sumur gali penduduk di Kec. Waru, Kab.
Sidoarjo, Jawa Timur, 1994
3. Identifikasi sumber dan jenis bahan makanan keluarga di Pesisir Pantai
Ajakkang Kecamatan Soppengriaja, Kab. Barru Sulsel 1995
4. Pola pemberian ASI di daerah Kepulauan Kec. Liukang Tupabiring
Kabupaten Pangkep, Sulsel 1996
5. Prevalensi GAKY dan Fluorisis di Kecamatan Malunda, Kebupaten Majene
Sulsel 1996
6. Analisis Faktor-faktor risiko dan intervensi penanggulangan GAKY di
wilayah pantai Kepulauan Maluku 1997
7. Dampak PMT-AS terhadap status gizi dan prestasi belajar di Kecamatan
Watang Pulu Kab. Sidrap Sulsel 1997
8. Gambaran Makanan jajanan pada program Pemberian Makanan Tambahan
Anak Sekolah (PMT-AS) di Kelurahan Tamarunang Kec. Sombaopu Kab.
Gowa 1998-1999.
9. Fortifikasi zat besi & yodium pada laru tempe dan analisis efektifitas
biologis tempe yang dihasilkan tahun 2000
10. Pengaruh Suplementasi Besi, Vitamin A dan Vitamin C Sekali Seminggu
terhadap Peningkatan Kadar Haemoglobin dan Kognitif Siswa Sekolah
Dasar Makassar, tahun 2004.
11. Penanggulangan Gizi Buruk pada Bayi Melalui Pendampingan dan
Pemberian MP-ASI Lokal di Sulawesi Selatan, tahun 2006
Makassar, September 2008
Dra. Nurhaedar Jafar, Apt.,M.Kes
DAFTAR RIWAYAT HIDUP DOSEN
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
Nama
NIP
Instansi tetap
Tempat/tanggal lahir
Agama/Jenis Kelamin
Pangkat/Golongan
Jabatan Struktural
Akademik
Alamat Kantor
10. Alamat Rumah
: dr. Citrakesumasari, M.Kes
: 131 992 473
: FKM Unhas
: Sengkang, 18 Maret 1963
: Islam/Perempuan
: Penata Tk I; III,d
: Ketua Jurusan Gizi FKM Unhas
: Lektor
: Gedung FKM Kampus UNHAS Tamalanrea
Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar 90245.
Telp: 0411-585 087, Fax. (0411) 586013
: Jl. Abdullah Dg. Sirua 54 A
Telp: 0411-440069
Riwayat Pendidikan:
SD
SMP
SMU
S1
S2
: SDN 23 Sinjai
: SMPN 4 Makassar
: SMUN 5 Makassar
: FK Unhas, Makassar, 1991
: Program Studi Kesehatan Masyarakat, PPS
Universitas Airlangga, Surabaya, 1996
Pengalaman Penelitian:
1. Kemampuan Calon Kader dalam Pementauan Perkembangan Anak Batita
(Penelitian pada Kelompok Remaja Mesjid di Kel. Tenggilis Mejoyo Kec.
Tenggilis Mejoyo Kotamadya Surabaya, tahun 1996.
2. Gambaran Makanan jajanan pada program Pemberian Makanan Tambahan
Anak Sekolah (PMT-AS) di Kelurahan Tamarunang Kec. Sombaopu Kab.
Gowa 1998-1999.
3. Profil Status Gizi dan Kesehatan Ibu dan Balita di Kel. Samata Kab. Gowa,
tahun 2005.
4. Profil Status Gizi dan Kesehatan Ibu dan Balita di Kel. Maccini Baji Kec.
Lau Kab. Gowa, tahun 2006.
5. Penanggulangan Gizi Buruk pada Bayi Melalui Pendampingan dan
Pemberian MP-ASI Lokal di Sulawesi Selatan, tahun 2006
Makassar, 30 November 2007
dr. Citrakesumasari, M.Kes
DAFTAR RIWAYAT HIDUP DOSEN
Nama
NIP
Instansi tetap
Tempat/tanggal lahir
Agama/Jenis Kelamin
Pangkat/Golongan
Jabatan Struktural
Akademik
Alamat Kantor
Alamat Rumah
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Aminuddin Syam, SKM.,M.Kes
132 234 002
FKM Unhas
Wajo, 17 Juni 1967
Islam/Laki-laki
Penata Muda Tk. I; III/b
Sekretaris Jurusan Gizi FKM Unhas
Assisten Ahli Madya
Gedung FKM Kampus UNHAS Tamalanrea
Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar 90245.
Telp: 0411-585 087, Fax. (0411) 586013
: Kompleks Perumahan Unhas Blok AC/20
Tamalanrea Makassar , (0411) 4773165
Riwayat Pendidikan:
SD
SMP
SMU
S1
S2
:
:
:
:
:
SDN 107 Pompanua Bone
SMPN Pompanua Bone
SMUN 2 Watampone
SKM, FKM Unhas, Makassar, 1994
Program Studi Kesehatan , PPS Universitas
Indonesia, Jakarta, 2001
Pengalaman Penelitian:
1. Pengaruh Penyakit Infeksi dan Kualitas Asupan makanan terhadap status
gizi Anak baduta sebelum dan setelah setahun Program JPSBK di
Kabupaten Tangerang Propinsi Banten, Tahun 2000
2. Studi Evaluasi Program Penanggulangan Dampak pengurangan Subsidi
Energi (PPD-PSE), tahun 2001
3. Studi mediasi Konsultasi Publik dalam Rangka Kaji Ulang Sudetab
Citanduy, Kerjasama Lembaga Penelitian Pendidikan dan Pengembangan
Pedesaan Dengan Dept. Kimpraswil, tahun 2001
4. Pengaruh pemberian Zink Pada Ibu Hamil Kurang Energi Terhadap Status
Gizi Bayi di kab. Takalar, tahun 2002
5. Gambaran Tingkat Kecukupan Gizi dan Status Gizi Anak Jalanan yang
Terdaftar di Rumah Singgah Di Kota Makassar, tahun 2005
Makassar, 30 November 2007
Aminuddin Syam, SKM, M.Kes
LAMPIRAN II
KUESIONER PENELITIAN
KEADAAN STATUS GIZI DAN INFESTASI CACING ANAK UMUR 24-59
BULAN DI KELURAHAN MACCINI BAJI KECAMATAN LAU
KABUPATEN MAROS TAHUN 2008
Lingkungan: ___________
No. ID: _________
A. DATA SOSIAL EKONOMI
01
Nama Kepala Rumah Tangga __________________________________
Nama Ibu ___________________________________
02
Umur Ibu
03
Jumlah Anggota Keluarga
tahun
Pendidikan Ibu
04
1 =Tidak pernah sekolah, 2 = Tidak tamat SD/MI, 3=Tamat SD/MI, 4=Tamat SMP/MTs,
5=Tamat SMU/MA, 6=Tamat Perguruan Tinggi, 9=Tidak menjawab/NA
05
Pekerjaan Kepala Keluarga __________________________________
06
Pekerjaan Ibu __________________________________________
07
Apakah keluarga ibu mendapatkan program bantuan pemerintah seperti:
a. Beras Miskin (raskin)
b. Bantuan Tunai Langsung (BLT-BBM)
1 = Ya, 2 =Tidak
c. Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (Askeskin)
B. LINGKUNGAN RUMAH
01
Tempat BAB (berak)
1 = Kakus; , 2 =Tempat terbuka
02
Tempat membuang sampah
1 = Lubang sampah khusus, 2 = Sembarang tempat
03
Jarak Rumah ke lubang pembuangan sampah (meter)
04
Sumber air minum keluarga
1 = Sumur tembok, 2 = Sumur tidak tembok, 3 = Pompa tangan/mesin, 4= Dibeli,
5 = Lainnya
05
Apakah air minum dimasak sebelum diminum
1 = Ya, 2 =Tidak
06
Apakah Ibu mempunyai tempat pembuangan air limbah (SPAL)
rumah tangga?
1 = Ya, 2 =Tidak
a.
b.
c.
07
Bahan lantai terluas
1=Tanah,2=Bambu,3=Semen/batu merah,4=papan,5=Tegel
C. HIGIENE PERORANGAN
01
Apakah anak sering bermain di halaman/pekaranngan
1 = Ya, 2 =Tidak
02
Jika anak bermain di halaman apakah memakai alas kaki
1 = Ya, 2 =Tidak
03
04
Apakah ibu langsung membersihkan anak (minimal mencuci kaki
1 = Ya, 2 =Tidak
dan tangan anak) jika anak sehabis bermain
Apakah ibu mengganti pakaian jika anak sehabis bermain
1 = Ya, 2 =Tidak
05
Berapa kali anak mandi dalam sehari
05
08
Apakah ibu biasa membersihkan (memotong) kuku tangan & kaki
anak ibu? (Periksa kuku tangan & kaki anak)
Apakah ibu mencuci tangan anak setiap kali memberi makanan
atau minuman
Apakah ibu biasa mencuci tangan setiap kali menyiapkan dan
memberi makan pada anak
Apakah ibu pernah memberi obat cacing pada anak
09
Jika Ya, kapan terakhir kali _______________________________________
06
07
1 = Ya, 2 =Tidak
1 = Ya, 2 =Tidak
1 = Ya, 2 =Tidak
1 = Ya, 2 =Tidak
D. STATUS GIZI ANAK
01
Nama Anak : ____________________________________
02
Tanggal Lahir Anak ________________________
03
Tanggal pengukuran ________________________
04
Jenis kelamin anak
05
Berat badan anak
Umur:
Bulan
1 = Laki-laki, 2 =Perempuan
,
kg
Download