Tidak berjudul - Jurnal AKBID Citra Medika Surakarta

advertisement
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN
PENDAMPING ASI DENGAN KETEPATAN USIA PEMBERIAN
MAKANAN PENDAMPING ASI DI PUSKESMAS GROGOL
SUKOHARJO
Relationship Of Knowledge About Food Coach With The Accuracy Of Age Giving
Breastfeeding In Public Health Grogol Sukoharjo
Anik Sulistiyanti, Eli Setiani
Akademi Kebidanan Citra Medika Surakarta
ABSTRACT
WHO in 2010 reported that 54% of infant mortality and child malnutrition is
motivated circumstances. Although malnutrition can occur in all age groups but more
attention is that infants and toddlers. Efforts to improve the nutritional health status
of infants and toddlers through improved feeding, therefore, since the age of 6
months infants are given complementary foods. Preliminary studies in PHC Grogol
Sukoharjo, from book reports contained 3945 infants had received complementary
foods aged less than 6 months and 3945 infants received complementary feeding age
of 6 bulan.Study was to determine the relationship between the level of maternal
knowledge about complementary feeding breastfeeding with precision the age of
complementary feeding in infants aged 6-12 months in PHC Grogol Sukoharjo.
Study using observational methods. Populations used were all mothers who memilikki
baby 6-12 months in PHC Grogol Sukoharjo. Nonprobability sampling techniques
Sampling with accidental sampling a number of 35 respondents. The research
instrument is a questionnaire with closed questions.
The results showed that there is a relationship between the level of knowledge about
complementary feeding with precision the age of complementary feeding in infants
with the obtained values of x ^ 2 count is greater than x ^ 2 tables (9.373> 5.991) and
the value of p = 0.009 (p <0, 05).
Conclusion there is a relationship between the level of maternal knowledge about
complementary feeding with precision the age of complementary feeding in infants.
Advice for health workers to improve health promotion of complementary feeding
mothers more so in a timely complementary feeding in infants.
Keywords: Knowledge Level, Age Appropriateness, MP-ASI
54% kematian bayi dan anak
dilatarbelakangi keadaan gizi yang
buruk. Meskipun gizi buruk dapat terjadi
pada semua kelompok umur, namun
PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO)
pada tahun 2010 melaporkan bahwa
46
yang perlu mendapat perhatian lebih
adalah kelompok bayi dan balita,
terutama usia 0-2 tahun. Keadaan gizi
yang buruk bisa menurunkan daya tahan
anak sehingga anak rentan terserang
penyakit dan bisa berujung pada
kematian (Damayanti, 2010).
Berdasarkan profil kesehatan Dinas
Kesehatan Kabupaten Sukoharjo tahun
2012, di Kabupaten Sukoharjo terdapat
135 kematian bayi. Jumlah kematian
tinggi masing – masing terjadi di
Sukoharjo
20
bayi
meninggal,
Mojolaban sebanyak 19, Baki sebanyak
17 dan di daerah lainnya masih dibawah
10 bayi yang meninggal. Kematian bayi
paling banyak disebabkan oleh penyakit
pneumonia, diare dan gizi buruk.
Upaya peningkatan status kesehatan
dan gizi bayi atau anak umur 0-24 bulan
melalui perbaikan perilaku masyarakat
dalam pemberian makanan yang bergizi.
Ketidaktahuan tentang cara pemberian
makanan bayi dan anak secara langsung
dan tidak langsung menjadi penyebab
utama terjadinya masalah kurang gizi
pada bayi dan anak. Bertambah umur
bayi bertambah pula kebutuhan gizinya.
Sehingga sejak usia 6 bulan, selain ASI
juga mulai diberi makanan pendamping
ASI untuk bayi. Pemberian makanan
pendamping ASI perlu diperhatikan
waktu, frekuensi, porsi, pemilihan bahan
makanan, cara pembuatan dan cara
pemberian makanan pendamping ASI
(Setiawan, 2009).
Makanan pendamping ASI yaitu
makanan yang diberikan kepada bayi
bersama - sama dengan ASI. Makanan
pendamping ASI diberikan setelah usia
6 bulan karena cadangan vitamin dan
mineral dalam tubuh bayi yang didapat
semasa dalam kandungan mulai
menurun, sehingga diperlukan makanan
tambahan
selain
ASI.
Makanan
pendamping ASI ini diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan fisik,
psikomotor, otak dan kognitif bayi yang
semakin meningkat. Selain itu, makanan
pendamping ASI dinerikan untuk
mengembangkan kemampuan bayi
menerima berbagai rasa dan tekstur
makanan,
serta
mengembangkan
ketrampilan makan dan proses adaptasi
terhadap makanan yang mengandung
kadar alergi tinggi (Nurhaeni, 2009
;h.118-9).
Kurangnya tingkat pengetahuan
tentang merawat dan memelihara bayi
agar tumbuh kembang baik sering
menjadi pemicu utama kekurangan gizi.
Untuk
itu,
pemberian
makanan
pendamping ASI dianjurkan untuk
mengganti ASI agar anak cukup
memperoleh kebutuhan energi, protein
dan zat-zat gizi lain untuk tumbuh
kembang secara normal (Setiawan,
2009).
Salah satu faktor penyebab perilaku
penunjang orang tua dalam memberikan
makanan pendamping ASI pada bayinya
adalah masih rendahnya pengetahuan
ibu tentang makanan bergizi bagi
bayinya. Perilaku penunjang dari para
orang tua, khususnya perilaku ibu sangat
penting dalam memberikan makanan
pendamping
ASI
pada
bayinya.
Pemberian makanan pendamping ASI
adalah pemberian makanan tambahan
pada bayi setelah bayi berusia 6-24
bulan (Depkes RI, 2006).
Jumlah bayi di Kabupaten Sukoharjo
tahun 2012 sebanyak 7890. Berdasarkan
jumlah tersebut, 3495 (50%) bayi sudah
mendapat makanan pendamping ASI
saat usia kurang dari 6 bulan dan 3945
47
(50%) dari bayi yang ada yaitu sebanyak
3945 mendapat makanan pendamping
ASI saat usia lebih dari 6 bulan (Dinas
Kesehatan Kabupaten Sukoharjo, 2012).
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti di Puskesmas
Grogol Kabupaten Sukoharjo yaitu
diperoleh data jumlah bayi yang
mendapatkan makanan pendamping ASI
usia kurang dari 6 bulan sebanyak 1270
(60%) dan mendapatkan makanan
pendamping ASI usia lebih dari 6 bulan
sebanyak 874 (40%) dari total jumlah
bayi yang ada. Selain itu berdasarkan
hasil
wawancara
10
responden
didapatkan hasil ibu yang mempunyai
bayi usia 6-12 bulan yang mempunyai
pengetahuan kurang tentang makanan
pendamping ASI sebanyak 3 orang (30
%), yang berpengetahuan cukup 4 orang
(40 %), sedang yang berpengetahuan
baik 3 orang (30 %). Pemberian
makanan pendamping ASI yang kurang
tepat usia dikarenakan bayi merasa tidak
puas dengan ASI. Oleh karena itu, bayi
usia kurang dari 6 bulan sudah diberi
makanan seperti bubur instant, pisang
yang dihaluskan, serta buah-buahan
yang dihaluskan.
Tujuan penelitian adalah mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan ibu
tentang makanan pendamping ASI
dengan ketepatan usia pemberian
makanan pendamping ASI pada bayi
usia 6-12 bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas
Grogol,
Kabupaten
Sukoharjo.
METODE PENELITIAN
Variabel bebas adalah variabel yang
nilainya menentukan variabel lain. Suatu
kegiatan stimulus yang dimanipulasi
oleh peneliti menciptakan suatu dampak
pada variabel dependen. Variabel bebas
pada penelitian ini adalah tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan
pendamping ASI. Variabel terikat adalah
variabel yang nilainya ditentukan oleh
variabel lain. Variabel respons akan
muncul sebagai akibat dari manipulasi
variabel – variabel lain. Variabel terikat
pada penelitian ini adalah ketepatan usia
pemberian
makanan
pendamping
ASI(MP-ASI) pada bayi usia 6-12
bulan.
Hipotesis penelitian ini adalah ada
hubungan antara tingkat pengetahuan
ibu tentang makanan pendamping ASI
dengan ketepatan usia pemberian
makanan pendamping ASI Pada Bayi
usia 6-12 bulan Di Puskesmas Grogol,
Kabupaten Sukoharjo.
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian
observasional
analitik.
Observasional
analitik
yaitu
menjelaskan suatu keadaan atau situasi.
Pendekatan
pada
penelitian
ini
menggunakan cross sectional atau
potong silang yaitu mengukur variabel
sebab atau resiko dan akibat atau kasus
yang terjadi pada obyek penelitian
diukur
dan
dikumpulkan
secara
bersamaan atau dalam waktu yang sama
( Notoatmodjo, 2010; h.26 ).
Populasi merupakan keseluruhan
obyek penelitian atau obyek yang
diteliti. Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang memiliki kualitas dan
karakteristik tertentu
yang yang
ditetapkan
oleh
peneliti
untuk
mempelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 2010; h.80;
Notoatmodjo, 2010; h. 115). Populasi
dalam penelitian ini adalah semua ibu
48
yang memilikki bayi usia 6 – 12 bulan
Di Puskesmas Grogol, Kabupaten
Sukoharjo sejumlah 35 responden.
Sampel yaitu bagian dari populasi
(contoh) untuk dijadikan sebagai bahan
penelaahan dengan harapan contoh yang
diambil dari populasi tersebut dapat
mewakili (representative) terhadap
populasinya. Sampel adalah sebagian
atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,
2010; h. 174). Sampel dalam penelitian
ini adalah semua ibu yang mempunyai
bayi usia 6-12 bulan Di Puskesmas
Grogol,Kabupaten Sukoharjo sejumlah
35 responden.
Teknik sampling merupakan cara
menentukan sampel yang jumlahnya
sesuai dengan ukuran sampel yang akan
dijadikan sumber data sebenarnya,
dengan
memperhatikan
sifat-sifat
penyebaran populasi agar diperoleh
sampel yang representatif (Setiawan &
Saryono,2011; h. 93). Adapun jenis
pengambilan sampel yang digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
nonprobability sampling dengan teknik
accidental sampling yaitu pengambilan
sampel secara aksidental yang dilakukan
dengan mengambil kasus atau responden
yang kebetulan ada atau tersedia di sutu
tempat sesuai dengan konteks penelitian
( Notoatmodjo, 2010; h.125 ).
Instrumen penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam
pengumpulan
data
agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik dalam arti lebih cepat,
lengkap, dan sistematis sehingga lebih
mudah diolah (Arikunto, 2010; h 203).
Analisis univariat adalah analisis
yang dilakukan untuk mendiskripsikan
masing – masing variabel penelitian
yaitu tingkat pengetahuan ibu tentang
makanan
pendamping
ASI
dan
ketepatan usia pemberian makanan
pendamping ASI. Data yang diperoleh
diolah
secara
manual
dengan
menggunakan
distribusi
frekuensi
(Notoatmodjo, 2010; h.182).
Skor = f x 100 %
N
Keterangan :
F
: frekuensi
N
: jumlah seluruh observasi
( Budiarto, 2002; h. 37 )
Dalam teknik analisis data peneliti
menggunakan rumus chikuadrat (x2)
adalah teknik statistik yang digunakan
untuk menguji hipotesa bila dalam
populasi terdiri atas dua atau lebih kelas,
data berbentuk nominal dan sampel
besar. Menurut Arikunto ( 2010; h.333 ),
rumus menghitung chi kuadrat adalah
sebagai berikut :
 fo  fh2
X2 
fh
Keterangan:
X2
: Chi-Square hitung
fo
: Frekuensi data observasi
fh
: Frekuensi harapan
Ketentuan bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima apabila harga Chi Kuadrat (X2)
hitung lebih besar dari table ( x2 hitung >
x2tabel ) atau signifikasi p < 0,05 maka
hubungannya
signifikan.
Menurut
Arikunto ( 2010; h.336) metode yang
digunakan untuk mengukur keeratan
hubungan (asosiasi dan korelasi) adalah
koefisien
kontingensi.
Koefisien
kontingensi ( KK ) dapat diperoleh
dengan melakukan perhitungan sesuai
rumus :
49
Tingkat
Pengetahuan
Keterangan :
KK : koefisien kontingensi
N : total banyaknya observasi
: Chi Square hasil penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
a. Tingkat
pengetahuan
tentang
makanan pendamping ASI
Tabel 1. Distribusi Frekuensi
Tingkat Pengetahuan Ibu
No
Pengetahuan
1.
Baik
2.
Cukup
2.
Kurang
Total
Frekuensi
(f)
10
11
14
35
Persentase
(%)
28,6
31,4
40,0
100,0
b. Ketepatan Usia Pemberian Makanan
Pendamping ASI
Tabel 2. Distribusi Frekuensi
Ketepatan Usia Pemberian Makanan
Pendamping ASI
No Ketepatan
MP-ASI
1. Tepat
2. Tidak tepat
Total
Frekuensi
(f)
16
19
35
Persentase
(%)
45,7
54,3
100
c. Analisis Bivariat
Tabel 3. Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang Makanan
Pendamping ASI Dengan Ketepatan
Usia
Pemberian
Makanan
Pendamping ASI Pada Bayi Usia 612 Bulan
Ketepatan Usia dalam
pemberian MP-ASI pada
bayi 6 – 12 bulan
Tepat
F
7
Baik
Cukup
7
%
20,0
Tidak
Tepat
F
%
3
8,6
df
JML
C
(Approx.Sig)
( p value)
10
20,0
4
11,4
11
Kurang
2
5,7
12
34,3
14
Total
16
45,7
19
54,3
35
9,373
(0,009)
2
0,460
(0,009)
Tabel 4. Penghitungan Koefisien
Kontingensi
Symmetric Measures
Nominal by nominal ContingencyCoefficient
N of Valid Cases
Berdasarkan tabel 1 diperoleh hasil
distribusi tingkat pengetahuan ibu
tentang makanan pendamping ASI yang
dijelaskan bahwa dari 35 responden
yang mempunyai pengetahuan baik
sebanyak 10 responden ( 28,6% ),
pengetahuan cukup sebanyak 11
responden ( 31,4% ), dan yang
berpengetahuan kurang sebanyak 14
responden ( 40,0% ). Berdasarkan data
tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden mempunyai
pengetahuan yang kurang tentang
makanan pendamping ASI.
Tingkat pengetahuan responden
diperoleh dengan mengisi kuisioner.
Diperoleh 23 orang ( 65,7% ) dari 35
orang mampu menjawab benar tentang
tujuan pemberian makanan pendamping
ASI, tujuan pemberian makanan
pendamping ASI adalah sebagai
pengganti ASI agar bayi cukup
memperoleh kebutuhan energi, protein,
dan zat gizi lain untuk tumbuh kembang
secara normal. Diperoleh 23 orang
(65,7%) dari 35 orang mampu
50
Value
Approx.Sig
.460
35
.009
menjawab benar tentang jenis makanan
pendamping ASI, jenis makanan
pendamping ASI antara lain makanan
lumat halus, makanan lumat, makanan
lunak, serta makanan padat. Diperoleh
23 orang ( 65,7% ) dari 35 orang
menjawab benar tentang jadwal
pemberian makanan pendamping ASI,
jadwal pemberian makanan pendamping
ASI disesuaikan dengan umur, jenis
makanan, serta frekuensi. Diperoleh 25
orang ( 71,4% ) dari 35 orang menjawab
benar tentang permasalahan dalam
pemberian makanan pendamping ASI,
permasalahan
dalam
pemberian
makanan pendamping ASI antara lain
pemberian makanan sebelum ASI
keluar, kolostrum dibuang, pemberian
makanan pendamping ASI terlalu cepat
atau terlambat, pemberian yang tidak
cukup, frekuensi pemberian yang
kurang, pemberian terhenti, serta
kebersihan kurang. Dari uraian tersebut
dapat
dijelaskan
bahwa
tingkat
pengetahuan ibu yang kurang sebagian
besar mengenai tujuan, jenis makanan
serta jadwal pemberian makanan
pendamping ASI.
Pengetahuan pada dasarnya adalah
hasil dari tahu yang terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu melalui pancaindra
manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan diperoleh
melalui mata dan telinga. Perilaku
kesehatan dipengaruhi pula oleh
pengetahuan sebagai faktor predisposisi.
Jika pengetahuan tentang makanan
pendamping ASI baik diharapkan pula
baik
terhadap
waktu
pemberian
makanan
pendamping
ASI
(Notoatmodjo, 2012; h.138).
Faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan salah satunya adalah umur.
Karakteristik
menunjukkan
bahwa
sebagian responden berumur 20-35
tahun yaitu sebanyak 28 responden
(80%).
Menurut Singgih dalam Hendra
(2011) bertambahnya umur seseorang
dapat berpengaruh pada pertambahan
pengetahuan yang diperolehnya, akan
tetapi pada umur – umur tertentu atau
menjelang usia lanjut kemampuan
penerimaan atau mengingat suatu
pengetahuan akan berkurang ( Dewi,
2012;h.46 ).
Menurut Dewi dan Wawan ( 2011;
h.16-18 ) usia merupakan umur individu
yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai berulang tahun. Semakin cukup
umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan bekerja.
Faktor lain yang mempengaruhi
pengetahuan
adalah
pendidikan.
Karakteristik
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
responden
berpendidikian menengah ( SMP/SMA
sederajad ) yaitu sebanyak 25 responden
( 71,40 % ).
Menurut Dewi dan Wawan ( 2011;
h.16-18 ) pendidikan adalah bimbingan
yang diberikan seseorang pada orang
lain menuju kearah cita – cita tertentu
yang menentukan manusia untuk
berbuat dan mengisi kehidupan untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Latar belakang pendidikan seseorang
berhubungan
dengan
tingkat
pengetahuan. Jika tingkat pengetahuan
gizi ibu baik, maka diharapkan status
gizi ibu dan balitanya juga baik.
Pemberian pengetahuan gizi yang baik
diharapkan dapat mengubah perilaku
51
yang kurang benar sehingga dapat
memilih
makanan
yang
bergizi
(Setiawan, 2009).
Pendidikan dikatakan ada kaitannya
dengan
pengetahuan
ibu
dalam
memberikan makanan pendamping ASI,
hal ini dihubungkan dengan tingkat
pengetahuan ibu bahwa seseorang yang
berpendidikan lebih
tinggi
akan
mempunyai pengetahuan yang luas
dibandingkan tingkat pendidikan yang
rendah ( Dewi, 2012 ).
Tingkat pengetahuan ibu tentang
makanan pendamping ASI dapat
dipengaruhi oleh usia dan pendidikan
ibu. Semakin tua atau matang usia ibu
dan pendidikan yang semakin tinggi
maka semakin tinggi pula pengetahuan
ibu tentang makanan pendamping ASI.
Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil
distribusi jumlah responden yang tepat
usia
dalam
pemberian
makanan
pendamping ASI yaitu sebanyak 16
responden ( 45,7 ) dan tidak tepat dalam
usia pemberian makanan pendamping
ASI sebanyak 19 responden ( 54,3% ).
Berdasarkan data tersebut dapat dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar
responden
tidak
tepat
dalam
memberikan makanan pendamping ASI.
Menurut Depkes RI ( 2007 )
ketepatan
pemberian
makanan
pendamping ASI adalah memberikan
makanan pendamping ASI secara tepat
waktu, jenis, frekuensi dan cara
pemberian ( Setiawan, 2009 ).
Makanan pendamping ASI adalah
makanan tambahan yang diberikan
kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan
sampai berusia 24 bulan. Seiring dengan
bertambahnya usia bayi, maka setelah
bayi
berusia
6
bulan
mulai
diperkenalkan
dengan
makanan
pendamping ASI ( Riksani, 2012; h.3 ).
Menurut Simanjutak ( 2007 )
makanan pendamping ASI merupakan
peralihan dari ASI ke makanan keluarga.
Pengenalan
pemberian
makanan
pendamping ASI harus dilakukan secara
bertahap baik bentuk maupun jumlah
sesuai dengan kemampuan pencernaan
bayi. Waktu pemberian makanan
pendamping ASI pada bayi dilihat dari
aspek
fisiologi,
psikologi,
dan
kebutuhan gizinya. Waktu yang paling
tepat dalam memperkenalkan makanan
pendamping ASI pada bayi yaitu ketika
bayi berusia 6 bulan ( Dewi, 2012 ).
Faktor yang mempengaruhi ketepatan
usia pemberian makanan pendamping
ASI salah satunya adalah pekerjaan.
Karakteristik
menunjukkan
bahwa
sebagian besar responden tidak bekerja
yaitu sebanyak 23 responden ( 65,70% )
dan yang bekerja sebanyak 12 responden
( 34,30 % ).
Menurut IDAI ( 2010; h.255 ) Ibu
yang belum bekerja sering memberikan
makanan tambahan dini dengan alasan
melatih atau mencoba agar pada waktu
ibu mulai bekerja bayi sudah terbiasa.
Namun ibu bekerja masih dianggap
sebagai salah satu penyebab tingginya
angka kegagalan menyusui disebabkan
pendeknya waktu cuti kerja, pendeknya
waktu istirahat saat bekerja sehingga ibu
tidak mempunyai cukup waktu untuk
memerah ASI ( Dewi, 2012; h.49 ).
Menurut Sari ( 2010 ) pengetahuan
ibu berhubungan dengan tingkat
pengenalan informasi tentang pemberian
makanan
tambahan
pada
bayi.
Pengetahuan
ibu
tentang
kapan
pemberian makanan tambahan, fungsi
makanan tambahan, makanan tambahan
52
yang dapat meningkatkan daya tahan
tubuh dan resiko pemberian makanan
tambahan pada bayi kurang dari 6 bulan
sangatlah penting. Tetapi banyak ibu
yang tidak mengetahui hal tersebut,
sehingga
memberikan
makanan
tambahan pada bayi usia dibawah 6
bulan tanpa mengetahui resiko yang
akan timbul ( Dewi, 2012 ).
Ketepatan usia pemberian makanan
pendamping ASI pada bayi dapat
dipengaruhi salah satunya adalah
pekerjaan dan pengetahuan ibu. Semakin
tinggi pengetahuan ibu, maka semakin
tepat dalam memberikan makanan
pendamping ASI pada bayi, khususnya
tepat usia dalam memberikan makanan
pendamping ASI. Pekerjaan ibu juga
menjadi salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi ketepatan pemberian
makanan pendamping ASI pada bayi,
ibu yang tidak bekerja akan lebih tidak
tepat dalam memberikan makanan
pendamping ASI, karena mereka
memberikan makanan pendamping ASI
sebelum bayi usia kurang dari 6 bulan
dengan alasan untuk melatih makan
bayi.
Hubungan antara tingkat pengetahuan
ibu tentang makanan pendamping ASI
dengan ketepatan usia pemberian
makanan pendamping ASI pada bayi
usia 6-12 bulan, dari 35 responden
terdapat 10 responden yang mempunyai
tingkat pengetahuan baik tentang MPASI, 7 responden ( 20,0% ) tepat usia
dalam memberikan MP-ASI, sedangkan
dari 35 responden terdapat 11 responden
yang mempunyai tingkat pengetahuan
cukup tentang MP-ASI, 7 responden
(20,0%) tepat usia dalam memberikan
MP-ASI. Serta dari 35 responden
terdapat 14 responden yang mempunyai
tingkat pengetahuan kurang tentang MPASI, 12 responden ( 34,3% ) tidak tepat
usia dalam memberikan MP-ASI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai
hitung >
tabel yaitu 9,373 >
5,991 atau nilai p value < yaitu 0,009
< 0,05 dengan derajat kebebasan (df) = 2
yang berarti ada hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan
pendamping ASI dengan ketepatan usia
pemberian makanan pendamping ASI
Pada Bayi usia 6-12 bulan Di Puskesmas
Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Nilai
koefisien kontingensi (C) sebesar 0,460
dengan Approx Sig menunjukkan bahwa
adanya keeratan hubungan antara
tingkat pengetahuan ibu tentang
makanan pendamping ASI dengan
ketepatan usia pemberian makanan
pendamping ASI pada bayi usia 6-12
bulan dalam kategori sedang.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh
penelitian Muhin dan Pujiastuti, (2007)
dengan hasil bahwa ada hubungan
tingkat pengetahuan ibu terhadap
pemberian makanan pendamping ASI
dengan usia bayi saat pertama menerima
makanan pendamping ASI. Hasil
penelitian ini juga didukung oleh
penelitian Dewi ( 2012 ) dengan hasil
ada hubungan tingkat pengetahuan
tentang makanan pendamping ASI
dengan ketepatan pemberian makanan
pendamping ASI pada bayi. Dalam
penelitian ini sama – sama membahas
tentang makanan pendamping ASI
dengan hasil bahwa pengetahuan ibu
tentang makanan pendamping ASI
berhubungan
dengan
ketepatan
pemberian makanan pendamping ASI
pada bayi.
53
Pendidikan dikatakan ada kaitannya
dengan
pengetahuan
ibu
dalam
memberikan makanan pendamping ASI,
hal ini dihubungkan dengan tingkat
pengetahuan ibu bahwa seorang yang
berpendidikan lebih tinggi
akan
mempunyai pengetahuan yang luas
dibandingkan tingkat pendidikan yang
rendah ( Dewi, 2012 ).
Tingkat pendidikan seseorang akan
berpengaruh dalam memberi respon
yang datang dari luar. Orang yang
berpendidikan tinggi akan memberi
respon yang lebih rasional terhadap
informasi yang datang dan akan sejauh
mana keuntungan yang mungkin akan
mereka peroleh dari gagasan tersebut.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan
yang tinggi dapat meningkatkan daya
tangkap ibu dengan masalah makanan
pendamping ASI pertama kali diberikan
pada bayi. Sebuah informasi yang di
sampaikan dengan cepat dengan mudah
diterima oleh seseorang lebih cepat dan
di pahami oleh seseorang yang
berpendidikan lebih tinggi bila di
banding
oleh
seseorang
yang
berpendidikan rendah ( Fitriani, 2010 ).
Menurut Notoatmodjo ( 2007 )
pengetahuan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi terbentuknya
perilaku manusia, agar pemberian
makanan pendamping ASI berjalan
dengan
baik
maka
diperlukan
pengetahuan dan perilaku yang baik pula
mengenai makanan pendamping ASI
(Kusumadewi, 2012).
Pengetahuan pada dasarnya adalah
hasil dari tahu yang terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu melalui pancaindra
manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan diperoleh
melalui mata dan telinga. Perilaku
kesehatan dipengaruhi pula oleh
pengetahuan sebagai faktor predisposisi.
Jika pengetahuan tentang makanan
pendamping ASI baik diharapkan pula
baik
terhadap
waktu
pemberian
makanan
pendamping
ASI
(Notoatmodjo, 2012; h.138).
Tingkat pengetahuan menurut Fitriani
(2011)
yaitu
tahu,
memahami,
menerapkan, analisis, sintesis dan
evaluasi. Tingkat pengetahuan yang
paling rendah dimulai dari tahu (know)
yaitu mengingat suatu materi yang telah
dipelajari atau diterima sebelumnya.
Pengetahuan
tentang
makanan
pendamping ASI dapat diperoleh ibu
dari tenaga kesehatan, buku, maupun
informasi dari media massa (radio,
televisi, majalah, dan surat kabar). Pada
tingkat pengetahuan yang lebih tinggi,
ibu dapat memahami, mengaplikasikan,
menganalisis, sintesis. Dan pada tingkat
yang paling tinggi ibu mampu
melakukan penilaian terhadap makanan
pendamping ASI. Sehingga diharapkan
ibu secara sadar dapat memberikan
makanan pendamping ASI secara tepat
kepada bayinya sesuai dengan umur bayi
( Dewi, 2012; h.48-49 ).
Maka dapat disimpulkan bahwa
semakin kurang pengetahuan responden
tentang makanan pendamping ASI,
maka semakin tidak tepat usia dalam
pemberian makanan pendamping ASI
pada bayinya. Hal ini sesuai dengan
yang dikatakan Dewi ( 2012 ) bahwa
pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang ( over
behavior ) dan perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng
54
dari pada perilaku yang tidak didasari
dengan pengetahuan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Sebagian besar tingkat pengetahuan
ibu tentang makanan pendamping
ASI pada bayi usia 6-12 bulan di
Puskesmas
Grogol
Kabupaten
Sukoharjo berpengetahuan kurang.
2. Sebagian besar ibu tidak tepat dalam
memberikan makanan pendamping
ASI pada bayi usia 6-12 bulan di
Puskesmas
Grogol
Kabupaten
Sukoharjo.
3. Ada hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan
pendamping ASI dengan ketepatan
usia pemberian makanan pendamping
ASI pada bayi usia 6-12 bulan di
Puskesmas
Grogol
Kabupaten
Sukoharjo.
Saran
1. Bagi Penulis
Untuk
peneliti
selanjutnya,
hendaknya melakukan penelitian
tentang ketepatan usia dalam
pemberian makanan pendamping ASI
dengan lebih mendetail.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk institusi pendidikan hendaknya
dapat menambah referensi dan
informasi
tentang
makanan
pendamping
ASI
untuk
meningkatkan mutu pembelajaran
dalam
melaksanakan
asuhan
kebidanan.
3. Bagi Responden
Untuk ibu yang mempunyai bayi usia
6-12 bulan hendaknya menambah
pengetahuan ibu tentang makanan
pendamping ASI melalui media cetak
maupun media elektronik sehingga
ibu dapat mengetahui tentang
pemberian makanan pendamping ASI
secara tepat. Selain itu ibu hendaknya
lebih aktif dalam mengikuti kegiatan
posyandu
yang
salah
satu
kegiatannya memberikan pendidikan
kesehatan untuk ibu – ibu. Sehingga
akan menambah banyak wawasan
dan pengetahuan ibu, khusunya
tentang makanan pendamping ASI.
4. Bagi Institusi Kesehatan
Institusi kesehatan hendaknya lebih
inovatif
dalam
memberikan
pelayanan pada masyarakat, seperti
memberikan
promosi
kesehatan
dengan menggunakan media yang
lebih menarik dan mudah dimengerti.
5. Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan hendaknya dapat
memberikan
informasi
melalui
pendidikan
kesehatan
tentang
makanan pendamping ASI dan
ketepatan
pemberian
makanan
pendamping ASI.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.
Hubungan
Tingkat
Pengetahuan Ibu tentang Makanan
Bergizi dengan Pemberian Makanan
Pendamping ASI Pada Bayi Usia 612
Bulan,
web
site:
http://www.skripsipedia.com/2011/01
/hubungan-tingkat-pengetahuanibu.html#ixzz2H60BIkES
Arif N. ASI dan Tumbuh Kembang
Bayi. Yogyakarta: Med Press; 2009.
h. 76; 118; 119
Arikunto S. Prosedur Penelitian Suatu
pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
55
Cipta; 2010. h. 174; 203; 265; 27880; 333; 336
Budiarto
E.
Biostatistika
Untuk
Kedokteran
Dan
Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: ECG; 2002. h :
37
Damayanti, Irina. 2010. 54% Kematian
Bayi di Dunia Akibat Kurang Gizi,
dalam
web
site:
http://kosmo.vivanews.com/news/rea
d/13611254__kematian_bayi_di_duni
a _akibat_kurang_gizi
Dewi, Tri Tungga. 2012. Hubungan
Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Makanan Pendamping ASI Dengan
Ketepatan
Pemberian
Makanan
Pendamping ASI Pada Bayi Di
Posyandu Nusa Indah XVIII Cemani,
Kabupaten Sukoharjo tahun 2012.
Akademi Kebidanan Citra Medika
Surakarta.
Fitriani, Wahyu Nur. 2010. Hubungan
Pengetahuan dan Dukungan Keluarga
Dengan Ketepatan Waktu Pemberian
Makanan Pendamping ASI Pertama
Kali Pada Bayi di RW I Kelurahan
Tinjomoyo.
Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Haryani (2010) Serba Serbi Makanan
Pendamping
ASI,
web
site:
http://www.surabayaehealth.org/dkksurabaya/berita
/serba-serbi-makanan-pendampingasi
Kamus Bahasa Indonesia.
Bahasa
Indonesia
Kamus
Online.
http://kamusbahasaindonesia.org.
2012.
Kusumadewi, Erlina. 2012. Hubungan
Tingkat Pengetahuan Ibu dengan
Ketepatan
Pemberian
Makanan
Pendamping ASI di Desa Plantaran
dan Desa Sukomulyo Kecamatan
Kaliwungu
Selatan
Kabupaten
Kendal. Universitas Muhammadiyah
Semarang.
M Fathkul Muhin, Pujiastuti. 2007.
Faktor – faktor Yang Berhubungan
Dengan Usia Bayi Pertama Kali
Mendapatkan Makanan Pendamping
ASI Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tambak Aji Semarang.
Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta;
2012. h : 138; 138; 138; 138-9
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta; 2010. h : 10-9;
26; 83; 85; 100; 105; 115; 124;
125;130; 149; 176-7
Nutrisiani F. 2010. Hubungan Antara
Pemberian Makanan Pendamping Air
Susu Ibu ( MM ASI ) Pada Anak
Usia 0-24 Bulan Dengan Kejadian
Diare Diwilayah Kerja Puskesmas
Purwodadi Kecamatan Purwodadi,
Kabupaten Grobogan Tahun 2010.
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta.
Promina. 2012 .Ciri – ciri Bayi Sudah
Siap Diberi Makanan Pendamping
ASI,
web
site:
http://www.promina.co.id/pages/ciri-
56
ciri-bayi-sudah-siap-diberimpasi.aspx
Riksani R. Variasi Olahan Makanan
Pendamping ASI. Jakarta: Dunia
Kreasi; 2012. h. 3; 40-7
Riwidikdo H. Statistik Kesehatan.
Yogjakarta: Nuha Medika; 2012. h.
12
Setiawan A dan Saryono. Metodologi
Penelitian Kebidanan DIII, DIV, SI
DAN SII. Yogyakarta: Nuha Medika;
2011. h.93; 127; 129-31
Setiawan A. 2009. Pemberian Makanan
Pendamping
ASI.
Universitas
Indonesia
Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta; 2010. h. 80
Sunartyo N. Panduan Merawat Bayi dan
Balita Agar Tumbuh sehat Dan
Cerdas. Yogyakarta: Diva Press;
2008. h. 67; 72
Wawan A dan Dewi M. Pengetahuan,
Sikap dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2011. h
: 15-6; 16-8; 18
57
Download