HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN KETEPATAN USIA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DI PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO Relationship Of Knowledge About Food Coach With The Accuracy Of Age Giving Breastfeeding In Public Health Grogol Sukoharjo Anik Sulistiyanti, Eli Setiani Akademi Kebidanan Citra Medika Surakarta ABSTRACT WHO in 2010 reported that 54% of infant mortality and child malnutrition is motivated circumstances. Although malnutrition can occur in all age groups but more attention is that infants and toddlers. Efforts to improve the nutritional health status of infants and toddlers through improved feeding, therefore, since the age of 6 months infants are given complementary foods. Preliminary studies in PHC Grogol Sukoharjo, from book reports contained 3945 infants had received complementary foods aged less than 6 months and 3945 infants received complementary feeding age of 6 bulan.Study was to determine the relationship between the level of maternal knowledge about complementary feeding breastfeeding with precision the age of complementary feeding in infants aged 6-12 months in PHC Grogol Sukoharjo. Study using observational methods. Populations used were all mothers who memilikki baby 6-12 months in PHC Grogol Sukoharjo. Nonprobability sampling techniques Sampling with accidental sampling a number of 35 respondents. The research instrument is a questionnaire with closed questions. The results showed that there is a relationship between the level of knowledge about complementary feeding with precision the age of complementary feeding in infants with the obtained values of x ^ 2 count is greater than x ^ 2 tables (9.373> 5.991) and the value of p = 0.009 (p <0, 05). Conclusion there is a relationship between the level of maternal knowledge about complementary feeding with precision the age of complementary feeding in infants. Advice for health workers to improve health promotion of complementary feeding mothers more so in a timely complementary feeding in infants. Keywords: Knowledge Level, Age Appropriateness, MP-ASI 54% kematian bayi dan anak dilatarbelakangi keadaan gizi yang buruk. Meskipun gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun PENDAHULUAN World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 melaporkan bahwa 46 yang perlu mendapat perhatian lebih adalah kelompok bayi dan balita, terutama usia 0-2 tahun. Keadaan gizi yang buruk bisa menurunkan daya tahan anak sehingga anak rentan terserang penyakit dan bisa berujung pada kematian (Damayanti, 2010). Berdasarkan profil kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo tahun 2012, di Kabupaten Sukoharjo terdapat 135 kematian bayi. Jumlah kematian tinggi masing – masing terjadi di Sukoharjo 20 bayi meninggal, Mojolaban sebanyak 19, Baki sebanyak 17 dan di daerah lainnya masih dibawah 10 bayi yang meninggal. Kematian bayi paling banyak disebabkan oleh penyakit pneumonia, diare dan gizi buruk. Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi bayi atau anak umur 0-24 bulan melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan yang bergizi. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada bayi dan anak. Bertambah umur bayi bertambah pula kebutuhan gizinya. Sehingga sejak usia 6 bulan, selain ASI juga mulai diberi makanan pendamping ASI untuk bayi. Pemberian makanan pendamping ASI perlu diperhatikan waktu, frekuensi, porsi, pemilihan bahan makanan, cara pembuatan dan cara pemberian makanan pendamping ASI (Setiawan, 2009). Makanan pendamping ASI yaitu makanan yang diberikan kepada bayi bersama - sama dengan ASI. Makanan pendamping ASI diberikan setelah usia 6 bulan karena cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh bayi yang didapat semasa dalam kandungan mulai menurun, sehingga diperlukan makanan tambahan selain ASI. Makanan pendamping ASI ini diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik, psikomotor, otak dan kognitif bayi yang semakin meningkat. Selain itu, makanan pendamping ASI dinerikan untuk mengembangkan kemampuan bayi menerima berbagai rasa dan tekstur makanan, serta mengembangkan ketrampilan makan dan proses adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar alergi tinggi (Nurhaeni, 2009 ;h.118-9). Kurangnya tingkat pengetahuan tentang merawat dan memelihara bayi agar tumbuh kembang baik sering menjadi pemicu utama kekurangan gizi. Untuk itu, pemberian makanan pendamping ASI dianjurkan untuk mengganti ASI agar anak cukup memperoleh kebutuhan energi, protein dan zat-zat gizi lain untuk tumbuh kembang secara normal (Setiawan, 2009). Salah satu faktor penyebab perilaku penunjang orang tua dalam memberikan makanan pendamping ASI pada bayinya adalah masih rendahnya pengetahuan ibu tentang makanan bergizi bagi bayinya. Perilaku penunjang dari para orang tua, khususnya perilaku ibu sangat penting dalam memberikan makanan pendamping ASI pada bayinya. Pemberian makanan pendamping ASI adalah pemberian makanan tambahan pada bayi setelah bayi berusia 6-24 bulan (Depkes RI, 2006). Jumlah bayi di Kabupaten Sukoharjo tahun 2012 sebanyak 7890. Berdasarkan jumlah tersebut, 3495 (50%) bayi sudah mendapat makanan pendamping ASI saat usia kurang dari 6 bulan dan 3945 47 (50%) dari bayi yang ada yaitu sebanyak 3945 mendapat makanan pendamping ASI saat usia lebih dari 6 bulan (Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Grogol Kabupaten Sukoharjo yaitu diperoleh data jumlah bayi yang mendapatkan makanan pendamping ASI usia kurang dari 6 bulan sebanyak 1270 (60%) dan mendapatkan makanan pendamping ASI usia lebih dari 6 bulan sebanyak 874 (40%) dari total jumlah bayi yang ada. Selain itu berdasarkan hasil wawancara 10 responden didapatkan hasil ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan yang mempunyai pengetahuan kurang tentang makanan pendamping ASI sebanyak 3 orang (30 %), yang berpengetahuan cukup 4 orang (40 %), sedang yang berpengetahuan baik 3 orang (30 %). Pemberian makanan pendamping ASI yang kurang tepat usia dikarenakan bayi merasa tidak puas dengan ASI. Oleh karena itu, bayi usia kurang dari 6 bulan sudah diberi makanan seperti bubur instant, pisang yang dihaluskan, serta buah-buahan yang dihaluskan. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan ketepatan usia pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Grogol, Kabupaten Sukoharjo. METODE PENELITIAN Variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel dependen. Variabel bebas pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI. Variabel terikat adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel – variabel lain. Variabel terikat pada penelitian ini adalah ketepatan usia pemberian makanan pendamping ASI(MP-ASI) pada bayi usia 6-12 bulan. Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan ketepatan usia pemberian makanan pendamping ASI Pada Bayi usia 6-12 bulan Di Puskesmas Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik. Observasional analitik yaitu menjelaskan suatu keadaan atau situasi. Pendekatan pada penelitian ini menggunakan cross sectional atau potong silang yaitu mengukur variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada obyek penelitian diukur dan dikumpulkan secara bersamaan atau dalam waktu yang sama ( Notoatmodjo, 2010; h.26 ). Populasi merupakan keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2010; h.80; Notoatmodjo, 2010; h. 115). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu 48 yang memilikki bayi usia 6 – 12 bulan Di Puskesmas Grogol, Kabupaten Sukoharjo sejumlah 35 responden. Sampel yaitu bagian dari populasi (contoh) untuk dijadikan sebagai bahan penelaahan dengan harapan contoh yang diambil dari populasi tersebut dapat mewakili (representative) terhadap populasinya. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010; h. 174). Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan Di Puskesmas Grogol,Kabupaten Sukoharjo sejumlah 35 responden. Teknik sampling merupakan cara menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif (Setiawan & Saryono,2011; h. 93). Adapun jenis pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling dengan teknik accidental sampling yaitu pengambilan sampel secara aksidental yang dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di sutu tempat sesuai dengan konteks penelitian ( Notoatmodjo, 2010; h.125 ). Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cepat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010; h 203). Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk mendiskripsikan masing – masing variabel penelitian yaitu tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dan ketepatan usia pemberian makanan pendamping ASI. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2010; h.182). Skor = f x 100 % N Keterangan : F : frekuensi N : jumlah seluruh observasi ( Budiarto, 2002; h. 37 ) Dalam teknik analisis data peneliti menggunakan rumus chikuadrat (x2) adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesa bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas, data berbentuk nominal dan sampel besar. Menurut Arikunto ( 2010; h.333 ), rumus menghitung chi kuadrat adalah sebagai berikut : fo fh2 X2 fh Keterangan: X2 : Chi-Square hitung fo : Frekuensi data observasi fh : Frekuensi harapan Ketentuan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima apabila harga Chi Kuadrat (X2) hitung lebih besar dari table ( x2 hitung > x2tabel ) atau signifikasi p < 0,05 maka hubungannya signifikan. Menurut Arikunto ( 2010; h.336) metode yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan (asosiasi dan korelasi) adalah koefisien kontingensi. Koefisien kontingensi ( KK ) dapat diperoleh dengan melakukan perhitungan sesuai rumus : 49 Tingkat Pengetahuan Keterangan : KK : koefisien kontingensi N : total banyaknya observasi : Chi Square hasil penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat a. Tingkat pengetahuan tentang makanan pendamping ASI Tabel 1. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu No Pengetahuan 1. Baik 2. Cukup 2. Kurang Total Frekuensi (f) 10 11 14 35 Persentase (%) 28,6 31,4 40,0 100,0 b. Ketepatan Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI Tabel 2. Distribusi Frekuensi Ketepatan Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI No Ketepatan MP-ASI 1. Tepat 2. Tidak tepat Total Frekuensi (f) 16 19 35 Persentase (%) 45,7 54,3 100 c. Analisis Bivariat Tabel 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI Dengan Ketepatan Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi Usia 612 Bulan Ketepatan Usia dalam pemberian MP-ASI pada bayi 6 – 12 bulan Tepat F 7 Baik Cukup 7 % 20,0 Tidak Tepat F % 3 8,6 df JML C (Approx.Sig) ( p value) 10 20,0 4 11,4 11 Kurang 2 5,7 12 34,3 14 Total 16 45,7 19 54,3 35 9,373 (0,009) 2 0,460 (0,009) Tabel 4. Penghitungan Koefisien Kontingensi Symmetric Measures Nominal by nominal ContingencyCoefficient N of Valid Cases Berdasarkan tabel 1 diperoleh hasil distribusi tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI yang dijelaskan bahwa dari 35 responden yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 10 responden ( 28,6% ), pengetahuan cukup sebanyak 11 responden ( 31,4% ), dan yang berpengetahuan kurang sebanyak 14 responden ( 40,0% ). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang kurang tentang makanan pendamping ASI. Tingkat pengetahuan responden diperoleh dengan mengisi kuisioner. Diperoleh 23 orang ( 65,7% ) dari 35 orang mampu menjawab benar tentang tujuan pemberian makanan pendamping ASI, tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah sebagai pengganti ASI agar bayi cukup memperoleh kebutuhan energi, protein, dan zat gizi lain untuk tumbuh kembang secara normal. Diperoleh 23 orang (65,7%) dari 35 orang mampu 50 Value Approx.Sig .460 35 .009 menjawab benar tentang jenis makanan pendamping ASI, jenis makanan pendamping ASI antara lain makanan lumat halus, makanan lumat, makanan lunak, serta makanan padat. Diperoleh 23 orang ( 65,7% ) dari 35 orang menjawab benar tentang jadwal pemberian makanan pendamping ASI, jadwal pemberian makanan pendamping ASI disesuaikan dengan umur, jenis makanan, serta frekuensi. Diperoleh 25 orang ( 71,4% ) dari 35 orang menjawab benar tentang permasalahan dalam pemberian makanan pendamping ASI, permasalahan dalam pemberian makanan pendamping ASI antara lain pemberian makanan sebelum ASI keluar, kolostrum dibuang, pemberian makanan pendamping ASI terlalu cepat atau terlambat, pemberian yang tidak cukup, frekuensi pemberian yang kurang, pemberian terhenti, serta kebersihan kurang. Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan ibu yang kurang sebagian besar mengenai tujuan, jenis makanan serta jadwal pemberian makanan pendamping ASI. Pengetahuan pada dasarnya adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Perilaku kesehatan dipengaruhi pula oleh pengetahuan sebagai faktor predisposisi. Jika pengetahuan tentang makanan pendamping ASI baik diharapkan pula baik terhadap waktu pemberian makanan pendamping ASI (Notoatmodjo, 2012; h.138). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya adalah umur. Karakteristik menunjukkan bahwa sebagian responden berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 28 responden (80%). Menurut Singgih dalam Hendra (2011) bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur – umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang ( Dewi, 2012;h.46 ). Menurut Dewi dan Wawan ( 2011; h.16-18 ) usia merupakan umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan. Karakteristik menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikian menengah ( SMP/SMA sederajad ) yaitu sebanyak 25 responden ( 71,40 % ). Menurut Dewi dan Wawan ( 2011; h.16-18 ) pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain menuju kearah cita – cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat pengetahuan. Jika tingkat pengetahuan gizi ibu baik, maka diharapkan status gizi ibu dan balitanya juga baik. Pemberian pengetahuan gizi yang baik diharapkan dapat mengubah perilaku 51 yang kurang benar sehingga dapat memilih makanan yang bergizi (Setiawan, 2009). Pendidikan dikatakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu dalam memberikan makanan pendamping ASI, hal ini dihubungkan dengan tingkat pengetahuan ibu bahwa seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang luas dibandingkan tingkat pendidikan yang rendah ( Dewi, 2012 ). Tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dapat dipengaruhi oleh usia dan pendidikan ibu. Semakin tua atau matang usia ibu dan pendidikan yang semakin tinggi maka semakin tinggi pula pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI. Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil distribusi jumlah responden yang tepat usia dalam pemberian makanan pendamping ASI yaitu sebanyak 16 responden ( 45,7 ) dan tidak tepat dalam usia pemberian makanan pendamping ASI sebanyak 19 responden ( 54,3% ). Berdasarkan data tersebut dapat dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden tidak tepat dalam memberikan makanan pendamping ASI. Menurut Depkes RI ( 2007 ) ketepatan pemberian makanan pendamping ASI adalah memberikan makanan pendamping ASI secara tepat waktu, jenis, frekuensi dan cara pemberian ( Setiawan, 2009 ). Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan sampai berusia 24 bulan. Seiring dengan bertambahnya usia bayi, maka setelah bayi berusia 6 bulan mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI ( Riksani, 2012; h.3 ). Menurut Simanjutak ( 2007 ) makanan pendamping ASI merupakan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan pemberian makanan pendamping ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi. Waktu pemberian makanan pendamping ASI pada bayi dilihat dari aspek fisiologi, psikologi, dan kebutuhan gizinya. Waktu yang paling tepat dalam memperkenalkan makanan pendamping ASI pada bayi yaitu ketika bayi berusia 6 bulan ( Dewi, 2012 ). Faktor yang mempengaruhi ketepatan usia pemberian makanan pendamping ASI salah satunya adalah pekerjaan. Karakteristik menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 23 responden ( 65,70% ) dan yang bekerja sebanyak 12 responden ( 34,30 % ). Menurut IDAI ( 2010; h.255 ) Ibu yang belum bekerja sering memberikan makanan tambahan dini dengan alasan melatih atau mencoba agar pada waktu ibu mulai bekerja bayi sudah terbiasa. Namun ibu bekerja masih dianggap sebagai salah satu penyebab tingginya angka kegagalan menyusui disebabkan pendeknya waktu cuti kerja, pendeknya waktu istirahat saat bekerja sehingga ibu tidak mempunyai cukup waktu untuk memerah ASI ( Dewi, 2012; h.49 ). Menurut Sari ( 2010 ) pengetahuan ibu berhubungan dengan tingkat pengenalan informasi tentang pemberian makanan tambahan pada bayi. Pengetahuan ibu tentang kapan pemberian makanan tambahan, fungsi makanan tambahan, makanan tambahan 52 yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan resiko pemberian makanan tambahan pada bayi kurang dari 6 bulan sangatlah penting. Tetapi banyak ibu yang tidak mengetahui hal tersebut, sehingga memberikan makanan tambahan pada bayi usia dibawah 6 bulan tanpa mengetahui resiko yang akan timbul ( Dewi, 2012 ). Ketepatan usia pemberian makanan pendamping ASI pada bayi dapat dipengaruhi salah satunya adalah pekerjaan dan pengetahuan ibu. Semakin tinggi pengetahuan ibu, maka semakin tepat dalam memberikan makanan pendamping ASI pada bayi, khususnya tepat usia dalam memberikan makanan pendamping ASI. Pekerjaan ibu juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ketepatan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi, ibu yang tidak bekerja akan lebih tidak tepat dalam memberikan makanan pendamping ASI, karena mereka memberikan makanan pendamping ASI sebelum bayi usia kurang dari 6 bulan dengan alasan untuk melatih makan bayi. Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan ketepatan usia pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan, dari 35 responden terdapat 10 responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik tentang MPASI, 7 responden ( 20,0% ) tepat usia dalam memberikan MP-ASI, sedangkan dari 35 responden terdapat 11 responden yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup tentang MP-ASI, 7 responden (20,0%) tepat usia dalam memberikan MP-ASI. Serta dari 35 responden terdapat 14 responden yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang tentang MPASI, 12 responden ( 34,3% ) tidak tepat usia dalam memberikan MP-ASI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai hitung > tabel yaitu 9,373 > 5,991 atau nilai p value < yaitu 0,009 < 0,05 dengan derajat kebebasan (df) = 2 yang berarti ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan ketepatan usia pemberian makanan pendamping ASI Pada Bayi usia 6-12 bulan Di Puskesmas Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Nilai koefisien kontingensi (C) sebesar 0,460 dengan Approx Sig menunjukkan bahwa adanya keeratan hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan ketepatan usia pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan dalam kategori sedang. Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian Muhin dan Pujiastuti, (2007) dengan hasil bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI dengan usia bayi saat pertama menerima makanan pendamping ASI. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Dewi ( 2012 ) dengan hasil ada hubungan tingkat pengetahuan tentang makanan pendamping ASI dengan ketepatan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi. Dalam penelitian ini sama – sama membahas tentang makanan pendamping ASI dengan hasil bahwa pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI berhubungan dengan ketepatan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi. 53 Pendidikan dikatakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu dalam memberikan makanan pendamping ASI, hal ini dihubungkan dengan tingkat pengetahuan ibu bahwa seorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang luas dibandingkan tingkat pendidikan yang rendah ( Dewi, 2012 ). Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi dapat meningkatkan daya tangkap ibu dengan masalah makanan pendamping ASI pertama kali diberikan pada bayi. Sebuah informasi yang di sampaikan dengan cepat dengan mudah diterima oleh seseorang lebih cepat dan di pahami oleh seseorang yang berpendidikan lebih tinggi bila di banding oleh seseorang yang berpendidikan rendah ( Fitriani, 2010 ). Menurut Notoatmodjo ( 2007 ) pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku manusia, agar pemberian makanan pendamping ASI berjalan dengan baik maka diperlukan pengetahuan dan perilaku yang baik pula mengenai makanan pendamping ASI (Kusumadewi, 2012). Pengetahuan pada dasarnya adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Perilaku kesehatan dipengaruhi pula oleh pengetahuan sebagai faktor predisposisi. Jika pengetahuan tentang makanan pendamping ASI baik diharapkan pula baik terhadap waktu pemberian makanan pendamping ASI (Notoatmodjo, 2012; h.138). Tingkat pengetahuan menurut Fitriani (2011) yaitu tahu, memahami, menerapkan, analisis, sintesis dan evaluasi. Tingkat pengetahuan yang paling rendah dimulai dari tahu (know) yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau diterima sebelumnya. Pengetahuan tentang makanan pendamping ASI dapat diperoleh ibu dari tenaga kesehatan, buku, maupun informasi dari media massa (radio, televisi, majalah, dan surat kabar). Pada tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, ibu dapat memahami, mengaplikasikan, menganalisis, sintesis. Dan pada tingkat yang paling tinggi ibu mampu melakukan penilaian terhadap makanan pendamping ASI. Sehingga diharapkan ibu secara sadar dapat memberikan makanan pendamping ASI secara tepat kepada bayinya sesuai dengan umur bayi ( Dewi, 2012; h.48-49 ). Maka dapat disimpulkan bahwa semakin kurang pengetahuan responden tentang makanan pendamping ASI, maka semakin tidak tepat usia dalam pemberian makanan pendamping ASI pada bayinya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Dewi ( 2012 ) bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang ( over behavior ) dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng 54 dari pada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Sebagian besar tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Grogol Kabupaten Sukoharjo berpengetahuan kurang. 2. Sebagian besar ibu tidak tepat dalam memberikan makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Grogol Kabupaten Sukoharjo. 3. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan ketepatan usia pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Grogol Kabupaten Sukoharjo. Saran 1. Bagi Penulis Untuk peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian tentang ketepatan usia dalam pemberian makanan pendamping ASI dengan lebih mendetail. 2. Bagi Institusi Pendidikan Untuk institusi pendidikan hendaknya dapat menambah referensi dan informasi tentang makanan pendamping ASI untuk meningkatkan mutu pembelajaran dalam melaksanakan asuhan kebidanan. 3. Bagi Responden Untuk ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan hendaknya menambah pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI melalui media cetak maupun media elektronik sehingga ibu dapat mengetahui tentang pemberian makanan pendamping ASI secara tepat. Selain itu ibu hendaknya lebih aktif dalam mengikuti kegiatan posyandu yang salah satu kegiatannya memberikan pendidikan kesehatan untuk ibu – ibu. Sehingga akan menambah banyak wawasan dan pengetahuan ibu, khusunya tentang makanan pendamping ASI. 4. Bagi Institusi Kesehatan Institusi kesehatan hendaknya lebih inovatif dalam memberikan pelayanan pada masyarakat, seperti memberikan promosi kesehatan dengan menggunakan media yang lebih menarik dan mudah dimengerti. 5. Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan hendaknya dapat memberikan informasi melalui pendidikan kesehatan tentang makanan pendamping ASI dan ketepatan pemberian makanan pendamping ASI. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Makanan Bergizi dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi Usia 612 Bulan, web site: http://www.skripsipedia.com/2011/01 /hubungan-tingkat-pengetahuanibu.html#ixzz2H60BIkES Arif N. ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Yogyakarta: Med Press; 2009. h. 76; 118; 119 Arikunto S. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka 55 Cipta; 2010. h. 174; 203; 265; 27880; 333; 336 Budiarto E. Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: ECG; 2002. h : 37 Damayanti, Irina. 2010. 54% Kematian Bayi di Dunia Akibat Kurang Gizi, dalam web site: http://kosmo.vivanews.com/news/rea d/13611254__kematian_bayi_di_duni a _akibat_kurang_gizi Dewi, Tri Tungga. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI Dengan Ketepatan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi Di Posyandu Nusa Indah XVIII Cemani, Kabupaten Sukoharjo tahun 2012. Akademi Kebidanan Citra Medika Surakarta. Fitriani, Wahyu Nur. 2010. Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga Dengan Ketepatan Waktu Pemberian Makanan Pendamping ASI Pertama Kali Pada Bayi di RW I Kelurahan Tinjomoyo. Universitas Muhammadiyah Semarang. Haryani (2010) Serba Serbi Makanan Pendamping ASI, web site: http://www.surabayaehealth.org/dkksurabaya/berita /serba-serbi-makanan-pendampingasi Kamus Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia Kamus Online. http://kamusbahasaindonesia.org. 2012. Kusumadewi, Erlina. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Ketepatan Pemberian Makanan Pendamping ASI di Desa Plantaran dan Desa Sukomulyo Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal. Universitas Muhammadiyah Semarang. M Fathkul Muhin, Pujiastuti. 2007. Faktor – faktor Yang Berhubungan Dengan Usia Bayi Pertama Kali Mendapatkan Makanan Pendamping ASI Di Wilayah Kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2012. h : 138; 138; 138; 138-9 Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. h : 10-9; 26; 83; 85; 100; 105; 115; 124; 125;130; 149; 176-7 Nutrisiani F. 2010. Hubungan Antara Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu ( MM ASI ) Pada Anak Usia 0-24 Bulan Dengan Kejadian Diare Diwilayah Kerja Puskesmas Purwodadi Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan Tahun 2010. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Promina. 2012 .Ciri – ciri Bayi Sudah Siap Diberi Makanan Pendamping ASI, web site: http://www.promina.co.id/pages/ciri- 56 ciri-bayi-sudah-siap-diberimpasi.aspx Riksani R. Variasi Olahan Makanan Pendamping ASI. Jakarta: Dunia Kreasi; 2012. h. 3; 40-7 Riwidikdo H. Statistik Kesehatan. Yogjakarta: Nuha Medika; 2012. h. 12 Setiawan A dan Saryono. Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, SI DAN SII. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011. h.93; 127; 129-31 Setiawan A. 2009. Pemberian Makanan Pendamping ASI. Universitas Indonesia Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta; 2010. h. 80 Sunartyo N. Panduan Merawat Bayi dan Balita Agar Tumbuh sehat Dan Cerdas. Yogyakarta: Diva Press; 2008. h. 67; 72 Wawan A dan Dewi M. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011. h : 15-6; 16-8; 18 57