pengaruh independensi auditor, pengalaman auditor dan etika

advertisement
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PENGALAMAN
AUDITOR DAN ETIKA AUDITOR TERHADAP
KUALITAS AUDIT
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syaratsyarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Nur Aini
NIM: 105082002767
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PENGALAMAN
AUDITOR DAN ETIKA AUDITOR TERHADAP
KUALITAS AUDIT
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana
Ekonomi
Oleh
Nur Aini
NIM: 105082002767
DI Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
NIP. 131 474 891
Amilin, SE.,Ak.,M.si
NIP. 150 370 232
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2009 M
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PENGALAMAN
AUDITOR DAN ETIKA AUDITOR TERHADAP
KUALITAS AUDIT
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana
Ekonomi
Oleh
Nur Aini
NIM: 105082002767
DI Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
NIP. 131 474 891
Amilin, SE.,Ak.,M.si
NIP. 150 370 232
Penguji Ahli
Rahmawati, SE.,MM
NIP. 150 377 441
Hari ini Senin tanggal 18 Mei Tahun dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian
Komprehensif atas nama Nur Aini NIM: 105082002767 dengan judul Skripsi
“PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PENGALAMAN AUDITOR
DAN ETIKA AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT”. Memperhatikan
penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah
dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Mei 2009
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Amilin, SE.,Ak.,M.si
Ketua
Hepi Prayudiawan SE.,Ak.,MM
Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Penguji Ahli
Daftar Riwayat Hidup
IDENTITAS PRIBADI
Nama
Tempat & Tgl. Lahir
Alamat
Telepon
: Nur Aini
: Jakarta, 6 Juni 1987
: Jl.Masjid Nurul Hidayah Rt007/012 No.26,
Ciracas Jakarta-Timur
: (021)8717531 / 08567532034
PENDIDIKAN
TK
SD
SMP
SMA
S1
: TK Islam PB Soedirman
: SD Islam PB Soedirman
: SLTP Islam PB Soedirman
: SMU Negeri 39 Cijantung
: Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Paduan Suara Swarna Gita SMAN 39 Jakarta
2. Panitia Fushion II Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah
: Muhammad Nasir
2. Tempat & Tgl. Lahir : Palembang, 27 Juli 1954
3. Alamat
: Jl.Masjid Nurul Hidayah Rt007/012 No.26,
Ciracas Jakarta-Timur
4. Telepon
: 021-8717531/08121088954
5. Ibu
: Zubaidar
6. Tempat & Tgl. Lahir : Lahat, 6 Juli 1960
7. Alamat
: Jl.Masjid Nurul Hidayah Rt007/012 No.26,
Ciracas Jakarta-Timur
8. Telepon
: 021-8717531
9. Anak Ke dari
: Satu dari Dua Bersaudara
THE INFLUENCE OF AUDITOR INDEPENDENCE, AUDITOR
EXPERIENCE, AND AUDITOR ETHICS OF AUDIT QUALITY
By: Nur Aini
Abstract
The objectives of this research was to explain the influence of auditor
independence, auditor experience and auditor ethics to audit quality. Data used in
this research was questionnaires from independent auditors, at audit firms in DKI
Jakarta.
Sampling method was using convenience sampling. 100 questionnaires was
distribute. Total returned questionnaires was 78 (78%). The method of data
analyzing used in this research was multiple regression method with auditor
independence, auditor experience, auditor ethics is independence variable and
audit quality is dependent variable.
This research showed that auditor independence, auditor experience, and
auditor ethics has significant to audit quality. The t test showed that value of
significant of auditor independence variable is 0.000, auditor experience variable
is 0.026, and auditor ethics variable is 0.048.
Keywords: Auditor Independence, Auditor Experience, Auditor Ethics, Audit
Quality
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PENGALAMAN AUDITOR,
DAN ETIKA AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT
Oleh: Nur Aini
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris tentang
pengaruh independensi auditor, pengalaman auditor dan etika auditor terhadap
kualitas audit. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari auditor
independen dari kantor akuntan publik di DKI Jakarta.
Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner. Metode penentuan data yang
digunakan adalah convenience sampling. Kuesioner yang disebarkan kepada
auditor sebanyak 100 kuesioner. Jumlah kuesioner yang kembali adalah 78
kuesioner (78%). Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi
berganda dimana auditor independensi auditor, pengalaman auditor, dan etika
auditor sebagai variabel independent sedangkan kualitas audit sebagai variabel
dependen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa independensi auditor, pengalaman
auditor,dan etika auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.
Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi dari variabel independensi
auditor adalah 0.000, variabel pengalaman auditor sebesar 0.026, dan variabel
etika auditor sebesar 0.048.
Kata Kunci: Independensi Auditor, Pengalaman Auditor, Etika Auditor, Kualitas
Audit.
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW. Sang Teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat
untuk memenuhi syarat-syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi. Dan atas
izin-Nya, penulis telah menyelesaikan skripsi ini. Dalam realisasinya, penulis
sadar sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah banyak membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah penulis haturkan
atas kekuatan yang telah Allah SWT anugerahkan. Dan selain itu, penulis juga
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :
1. Kedua Orang tua Quw tercinta Ayah&Ibu terima kasih untuk semua Doa dan
harapannya serta bantuan moral maupun material.
2. Adikku Rio, Nanda, Hilda, Ghina, Zilan, Darmawan terima kasih atas semua
doanya dan support yang telah diberikan.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial dan Dosen Pembimbing 1, terima kasih atas bimbingan dan seluruh
advice yang telah diberikan.
4. Bapak Amilin, SE., Ak., M.si selaku Dosen Pembimbing 2, terima kasih atas
bimbingan dan seluruh advice yang telah diberikan kepada penulis. Terima
kasih pak..
5. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi terima kasih
atas semua bantuan yang telah Bapak berikan.
6. Seluruh Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. Tanpa kalian
semua penulis tidak akan mendapatkan ilmu yang sangat berharga yang akan
bermanfaat selamanya.
7. E_GalZ: Nisa, Nyonyah, nCun, aNa, Deffy, Repa, Vita, Erika, Anti, Angel,
makasih untuk suPPortnya!!! Luv U ALL!!!fRienD’s 4-EvEr…
8. gELo girl’S : Lintah, Mirak, Bella, BurQi, Mala, i love u ALL SahaBaTQuw!!
Jangan pernah lupakan perjuangan kita!!akhirnya...kita akan menghadapi
dunia yang baru...Real World...Semangaaat!!!!!
9. Anak-anak akUn_E!!! Hayo SemangaT!!!kalian adalah sahabat-sahabat yang
terbaik!!!
10. Mas Dhani makasih atas inspirasi, semangat, dan motivasi yang selalu
diberikan kepada penulis. LovE You…
11. Bapak perpustakaan terimakasih pak atas semua buku-buku yang sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Dan semua orang dan pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Akhir kata, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik,
saran dan masukan konstruktif dari berbagai pihak agar dapat lebih memberikan
manfaat dikemudian hari. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak yang membacanya. Amin..
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 15 Juni 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan skripsi……………………………….....................
i
Lembar pengesahan ujian komprehensif……………………………….
iii
Daftar riwayat hidup…………………………………………………...
iv
Abstract………………………………………………………………...
v
Abstrak…………………………………………………………………
vi
Kata Pengantar…………………………………………………………
vii
Daftar Isi…….………………………………………………………….
ix
Daftar Tabel…………………………………………………………….
xii
Daftar Gambar………………………………………………………….
xiii
Daftar Lampiran………………………………………………………...
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian………………………………………..
1
B. Perumusan Masalah……………………………………………...
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………..
6
BAB II KERANGKA TEORITIS
A. Konsep Auditing…………………………………………………
8
1. Pengertian Audit……………………………………………..
8
2. Tujuan Audit…………………………………………………
9
3. Jenis Audit…………………………………………………… 10
4. Perbedaan Audit Internal dan Audit Eksternal………………
11
5. Standar Auditing……………………………………………..
12
B. Etika……………………………………………………………… 14
1. Definisi Etika………………………………………………… 14
2. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik………………… 16
3. Tiga Pendekatan Etika………………………………………... 17
4. Prinsip-prinsip Etika………………………………………….. 18
5. Dilemma Etika………………………………………………… 20
C. Teori Moral Development………………………………………… 21
D. Teori Keagenan…………………………………………………… 25
E. Independensi……………………………………………………… 27
F. Pengalaman Auditor……………………………………………… 29
G. Kualitas Audit…………………………………………………….. 30
H. Penelitian Terdahulu………………………………………………. 32
I. Kerangka Pemikiran ……………………………………………… 33
J. Perumusan Hipotesis……………………………………………… 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………….
35
B. Metode Penentuan Sampel………………………………………
35
C. Metode Pengumpulan Data……………………………………....
36
D. Metode Analisis ……………………….……………………….... 37
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian dan Pengukurannya……….. 43
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian……………………… 48
1. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………... 48
2. Karakteristik Responden……………………………………... 50
B. Penemuan………………………………………………………… 55
1. Statistik Deskriptif…………………………………………… 55
2. Uji Kualitas Data……………………………………………... 56
a. Uji Reliabilitas……………………………………………. 56
b. Uji Validitas……………………………………………… 59
3. Uji Hipotesis…………………………………………………. 62
a. Uji Asumsi Klasik………………………………………... 62
b. Analisis Regresi Berganda……………………………….. 66
c. Uji Koefisien Determinasi………………………………... 68
d. Uji Statistik t……………………………………………… 69
C. Pembahasan……………………………………………………….. 71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………….. 75
B. Implikasi…………………………………………………………... 76
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No
Keterangan
Halaman
3.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian………………..
46
4.1
Daftar Kantor Akuntan Publik……………………….
48
4.2
Data Penyebaran Kuesioner………………………….
50
4.3
Data Sampel Penelitian……………………………….
51
4.4-1
Karakteristik Responden Auditor Eksternal………….
52
4.4-2
Karakteristik Responden Auditor Eksternal
(pendidikan)…………………………………………..
4.4-3
53
Karakteristik Responden Auditor Eksternal
(pengalaman kerja)…………………………………….
54
4.5
Statistik Deskriptif…………………………………….
55
4.6-1
Uji Reliabilitas Independensi Auditor…………………
56
4.6-2
Uji Reliabilitas Pengalaman Auditor………………….
57
4.6-3
Uji Reliabilitas Etika Auditor………………………….
57
4.6-4
Uji Reliabilitas Kualitas Audit…………………………
58
4.7-1
Uji Validitas Independensi Auditor…………………….
59
4.7-2
Uji Validitas Pengalaman Auditor………………………
60
4.7-3
Uji Validitas Etika Auditor……………………………...
60
4.7-4
Uji Validitas Kualitas Audit……………………………..
61
4.8
Uji Multikolinearitas…………………………………….
64
4.9
Koefisien Regresi………………………………………..
66
4.10
Uji Koefisien Determinasi……………………………….. 68
4.11
Uji Statistik t……………………………………………
69
DAFTAR GAMBAR
No
Keterangan
Halaman
2.1
Model Penelitian…………............................
33
4.1
Normal P-Plot………………………………
62
4.2
Grafik Histogram…………………………...
63
4.3
Scatterplot…………………………………..
65
Daftar Lampiran
No.
Keterangan
Halaman
1
Hasil Uji Regresi Linier Berganda………………...
80
2
Hasil Uji Asumsi Klasik…………………………...
81
3
Deskriptif Statistik………………………………...
85
4
Hasil Uji Reliabilitas………………………………
88
5
Hasil Uji Validitas…………………………………
89
6
Surat Izin Penelitian……………………………….
93
7
Kuesioner Penelitian………………………………
94
8
Daftar Jawaban Responden………………………
95
9
Daftar Kantor Akuntan Publik……………………
106
10
Data Pembagian Kuesioner……………………….
107
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Banyak masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang
melibatkan profesi seorang akuntan. Akuntan
adalah profesi yang
keberadaannya sangat tergantung dengan adanya kepercayaan dari
masyarakat yang menggunakan jasanya. Oleh karena itu, jika akuntan
tidak mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, maka mereka tidak akan
menggunakan jasa akuntan, sehingga profesi akuntan tidak perlu ada.
Masalah-masalah yang ditimbulkan membuat kepercayaan para
pemakai laporan keuangan khususnya laporan keuangan auditan terhadap
auditor mulai menurun. Akibatnya, para pemakai laporan keuangan
seperti investor dan kreditur mulai mempertanyakan kembali eksistensi
akuntan publik sebagai pihak independen yang menilai kewajaran laporan
keuangan.
Hubungan akuntan dengan pengguna jasanya memiliki bentuk yang
khusus jika dibandingkan dengan profesi lainnya. Profesi lain
mendapatkan penugasan dari pengguna jasa dan bertanggung jawab juga
kepadanya, sementara akuntan mendapat penugasan dan memperoleh fee
dari perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan, namun bertanggung
jawab kepada pengguna laporan keuangan. Kondisi seperti ini sering kali
menempatkan akuntan pada situasi-situasi dilematis, oleh sebab itu sangat
penting bagi akuntan untuk melaksanakan audit dengan kompeten dan
tidak bias (Arens dan Loebbecke, 2008).
Kepercayaan masyarakat perlu dipulihkan dan hal itu sepenuhnya
tergantung pada praktek profesional yang dijalankan para akuntan.
Profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dimiliki oleh
setiap anggota profesi yaitu: keahlian, pengetahuan, dan karakter.
Karakter menunjukkan personality seorang profesional, yang diwujudkan
dalam sikap dan tindakan etisnya.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan
Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia
dan akuntan lainnya yang bukan anggota (bab VII pasal 10 Kode Etik
Akuntan Indonesia). Disamping itu, dengan adanya kode etik, maka para
anggota profesi akan lebih dapat memahami apa yang diharapkan profesi
terhadap para anggotanya (Sihwahjoeni dan Gudono, 2000). Etika
professional auditor diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAPI-KAP) dan staf profesional (baik
yang anggota IAPI-KAP maupun yang bukan anggota IAPI-KAP) yang
bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP). Dalam hal staf
profesional yang bekerja pada satu KAP yang bukan anggota IAPI-KAP
melanggar aturan etika ini, maka rekan pimpinan KAP tersebut
bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran tersebut. Sikap dan
tindakan etis akuntan akan sangat menentukan posisinya dimata
masyarakat. Profesi seorang akuntan diharapkan memiliki profesionalitas,
integritas yang tinggi, bersikap independen, kompeten dan bertanggung
jawab atas segala pekerjaannya. Auditor dengan kapasitas pemikian etis
yang tinggi akan lebih baik dalam menghadapi konflik dan dilema etis,
dan lebih independen dalam membuat keputusan yang terkait dengan
dilema etis (St Vena Purnamasari, 2006).
Independensi merupakan sikap yang bebas dari pengaruh pihak lain
(tidak dikendalikan dan tidak bergantung pada pihak lain), secara
intelektual bersikap jujur, dan objektif (tidak memihak) dalam
mempertimbangkan fakta dan menyatakan opininya (Mulyadi, 2008).
Sikap independen sangat dibutuhkan oleh seorang auditor eksternal dalam
memberikan jasa audit yang disediakan untuk para pemakai laporan
keuangan. Selain itu, independensi auditor eksternal juga merupakan
salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai kualitas atau mutu
dari jasa audit yang dihasilkan.
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (2004), audit yang
dilaksanakan auditor dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi
ketentuan dan standar pengauditan. Standar pengauditan tersebut
mencakup mutu professional auditor, independensi, pertimbangan yang
digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. Jadi
seorang auditor dapat menghasilkan laporan audit yang berkualitas jika
auditor tersebut melaksanakan pekerjaannya secara professional.
Kompleksitas tugas yang dihadapi oleh seorang auditor akan
menambah pengalaman serta pengetahuannya. Hal ini menunjukkan
bahwa auditor yang tidak berpengalaman mempunyai tingkat kesalahan
yang lebih signifikan dibandingkan dengan auditor yang lebih
berpengalaman. Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan
yang lebih, pengalaman seorang auditor tentunya dapat berpengaruh
terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor tersebut.
Dalam penelitian Rizmah Nurchasanah dan Wiwin Rahmanti (2004)
menunjukkan bahwa faktor pengalaman audit berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit. Nizarul, Trisni dan Liliek (2007) menemukan
bahwa independensi berpengaruh signifikan tehadap kualitas audit,
selanjutnya interaksi independensi dan etika auditor sebagai variabel
moderasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini berarti
kualitas audit didukung oleh sampai sejauh mana auditor mampu bertahan
dari tekanan klien disertai dengan perilaku etis yang dimiliki. Namun,
dalam penelitian Nurul Dwi Ayuni (2008) menemukan bahwa
pengalaman berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kulitas
audit atas sistem informasi berbasis komputer. Susiana dan Arleen (2007)
membuktikan bahwa independensi dan kualitas audit tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap integritas laporan keuangan.
Berdasarkan
penelitian-penelitian
sebelumnya,
terlihat
bahwa
kualitas audit tidak bisa diukur secara pasti sehingga hasil penelitiannya
berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan
penelitian
yang
berjudul
”Pengaruh
Independensi
Auditor,
Pengalaman Auditor dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit”.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Nizarul, Trisni dan Liliek (2007). Perbedaan antara
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Menambahkan variabel pengalaman auditor dan etika auditor sebagai
variabel independen. Pengalaman auditor dan etika auditor merupakan
beberapa hal yang berkaitan dengan auditor dalam melaksanakan
penugasannya dan pengaruhnya terhadap kualitas audit yang mereka
hasilkan, karena itu penelitian ini menambahkan kedua variabel
tersebut untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap
kualitas audit.
2. Menghilangkan etika auditor sebagai variabel moderasi. Etika auditor
diubah menjadi salah satu variabel independen dalam penelitian ini,
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas audit.
3. Menjadikan kantor-kantor akuntan publik yang berada di DKI Jakarta
sebagai populasi dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan agar hasil
penelitian yang didapat menjadi lebih maksimal dengan memperluas
pengambilan sampel.
B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini masalah yang ingin diteliti adalah:
1. Apakah independensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit?
2. Apakah pengalaman auditor berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit?
3. Apakah etika auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji pengaruh independensi auditor terhadap kualitas audit.
2. Untuk menguji pengaruh pengalaman auditor terhadap kualitas audit.
3. Untuk menguji pengaruh etika auditor terhadap kualitas audit.
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi profesi akuntan.
Informasi ini dapat digunakan sebagai motivasi bagi para akuntan
untuk dapat lebih independen dalam melaksanakan profesinya, serta
membangkitkan naluri profesionalnya dalam memberikan pelayanan
jasa bagi masyarakat luas.
2. Bagi organisasi IAPI.
Untuk mengetahui seberapa jauh independensi, pengalaman dan etika
auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Sehingga dapat dijadikan
pedoman sebagai seorang auditor untuk memelihara independensinya
dan terus menambah pengetahuan dari berbagai pengalaman yang
telah dilewati.
3. Bagi pemakai laporan keuangan yang telah diaudit.
Penelitian ini dapat meningkatkan kepercayaan mereka terhadap
laporan yang dihasilkan oleh auditor, sehingga dapat dijadikan
sebagai informasi yang relevan dalam menentukan keputusan yang
akan dilaksanakan.
4. Bagi Pemerintah (Bapepam)
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada Bapepam sebagai pengawas pasar modal, untuk melihat
seberapa besar pengaruh independensi auditor, pengalaman auditor
dan etika auditor terhadap kualitas audit yang dihasilkan dari laporan
keuangan
yang
diaudit.
Penelitian ini
juga
berguna
untuk
meningkatkan kualitas keterbukaan laporan keuangan yang disajikan
oleh perusahaan publik.
5. Bagi mahasiswa.
Memberikan
informasi
dan
gambaran
mengenai
pengaruh
independensi, pengalaman dan etika auditor terhadap kualitas audit,
sehingga dapat menjadi salah satu sarana bahan bacaan dan
pengembangan ilmu pengetahuan.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Konsep Auditing
1. Pengertian Audit
Committee on Basic Auditing Concepts of the American Accounting
Association dalam Kell & Boynton (2002:6), mendefinisikan auditing
sebagai:
“A systematic process of objectively obtaining and evaluating
evidence regarding assertions about economic actions and events to
ascertain the degree of correspondence between those assertions and
established criteria and communicating the results to interested users ”.
Sedangkan menurut Sukrisno Agoes (2008:3) auditing ialah:
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh
pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun
oleh manajemen, beserta catatan pembukuan dan bukti pendukungnya,
dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan tersebut” .
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat peneliti simpulkan
bahwa auditing merupakan suatu proses untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang peristiwa ekonomi dengan
menentukan derajat kesesuaian antara asersi yang dibuat dengan kriteria
yang telah ditetapkan, kemudian hasilnya tersebut dikomunikasikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Tujuan Audit
Tujuan umum audit dalam Kell & Boynton (2002:6) adalah untuk
menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material,
posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Sedangkan tujuan audit spesifik ditentukan
berdasar asersi-asersi yang dibuat oleh manajemen yang tercantum dalam
laporan keuangan.
Asersi manajemen (management assertion) adalah pernyataan yang
tersirat atau yang dinyatakan dengan jelas oleh manajemen mengenai jenis
transaksi dan akun terkait dalam laporan keuangan. Asersi manajemen
berhubungan langsung dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum,
sehingga auditor harus memahami asersi–asersi manajemen agar audit
dapat dilaksanakan dengan memadai.
Arens
dan
Loebbecke
(2008:147)
atau
SPAP
seksi
326
menggolongkan asersi manajemen kedalam lima kategori pernyataan yang
luas, yaitu:
1. Keberadaan (Existence) atas Keterjadian (Occurance)
2. Kelengkapan (Completness)
3. Penilaian dan Alokasi (Valuation and Allocation)
4. Hak dan Kewajiban (Right and Obligation)
5. Penyajian dan Pengungkapan (Presentation and Disclosure)
3. Jenis Audit
Menurut Kell & Boynton (2002: 8-9) terdapat tiga jenis audit yang
ada umumnya menunjukkan karakteristik kunci yang tercakup dalam
definisi audit. Jenis-jenis audit tersebut adalah audit laporan keuangan,
audit kepatuhan, dan audit opersional.
a. Audit Laporan Keuangan
Audit laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan
keuangan secara keseluruhan telah disajikan sesuai dengan kriteriakriteria tertentu, kriteria itu adalah prinsip akuntansi yang berlaku
umum.
b. Audit Operasional
Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari
prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi
dan efektifitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional,
auditor akan memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk
memperbaiki jalannya operasi perusahaan.
c. Audit Ketaatan
Audit ketaatan bertujuan untuk mempertimbangkan apakah audittee
(klien) telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah
ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi.
4. Perbedaan Audit Internal dan Audit Eksternal
Terdapat beberapa perbedaan antara Audit Internal dan Audit
eksternal, yaitu sebagai berikut:
Audit Internal
Audit Eksternal
1. Merupakan karyawan
perusahaan, atau bisa saja
merupakan entitas independen.
1. Merupakan orang yang
independen diluar perusahaan.
2. Melayani kebutuhan organisasi,
meskipun fungsinya harus
dikelola oleh perusahaan.
2. Melayani pihak ketiga yang
memerlukan informasi
keuangan yang dapat
diandalkan.
3. Fokus dengan kejadiankejadian dimasa depan dengan
mengevaluasi kontrol yang
dirancang untuk meyakinkan
pencapaian tujuan organisasi.
3. Fokus pada ketepatan dan
kemudahan pemahaman dari
kejadian-kejadian masa lalu
yang dinyatakan dalam laporan
keuangan.
4. Langsung berkaitan dengan
pencegahan kecurangan dalam
segala bentuknya atau
perluasan dalam setiap aktivitas
yang ditelaah.
4. Sesekali memperhatikan
pencegahan dan pendeteksian
kecurangan secara umum,
namun akan memberikan
perhatian lebih bila kecurangan
tersebut akan mempengaruhi
laporan keuangan secara
material.
5. Independen terhadap aktivitas
yang diaudit, tetapi siap sedia
untuk menaggapi kebutuhan
dan keinginan dari semua
tingkatan manajemen.
5. Independen terhadap
manajemen dan dewan direksi
baik dalam kenyataan maupun
secara mental.
6. Menelaah aktivitas secara
terus-menerus.
6. Menelaah catatan-catatan yang
mendukung laporan keuangan
secara periodik-biasanya sekali
setahun.
Sumber: Sawyer (2005:8)
Auditor internal dan eksternal haruslah berkoordinasi. Teknik-teknik
yang digunakan dalam audit keuangan, baik yang dilakukan auditor
eksternal maupun internal bisa jadi serupa, namun tujuan dan hasil yang
diharapkan bisa berbeda. Mereka mencerminkan dua profesi yang berlainan
yang harus saling menghargai satu sama lain dan memanfaatkan kelebihan
masing-masing. (Sawyer:2005)
5. Standar Auditing
Menurut PSA No. 01 (SA Seksi 150)
Standar auditing berbeda dengan prosedur auditing. “Prosedur”
berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan “standar”
berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut dan
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan
prosedur tersebut. Jadi, berlainan dengan prosedur auditing, standar
auditing mencakup mutu professional (professional qualities) auditor
independen dan pertimbangan (judgement) yang digunakan dalam
pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. (Soekrisno Agoes:2008)
Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan
Akuntan Publik Indonesia, seperti yang terdapat dalam SPAP terdiri dari
sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
a. Standar Umum
1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2. Dalam
semua
hal
yang
berhubungan
dengan
perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan.
3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
c. Standar Pelaporan
1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
2. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi
bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
B. Etika
1. Definisi Etika
Ethics (etika) adalah strandar prilaku yang menjadi dasar penilaian
benar atau salah, jujur atau tidak jujur, adil atau tidak adilnya tindakan
seseorang (Weygandt, Kieso, & Kimmel, 2007). Etika secara umum
diartikan sebagai perangkat prinsip moral atau nilai. Masing-masing orang
memiliki perangkat nilai, sekalipun tidak dapat diungkapkan secara
eksplisit. Perilaku beretika diperlukan oleh masyarakat agar semuanya
dapat berjalan lancar serta teratur sesuai dengan ketentuan yang ada,
kebutuhan akan etika dalam masyarakat cukup penting sehingga banyak
diantara nilai etika yang dimasukkan dalam undang-undang.
Di Indonesia, etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena sila
berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, benar dan
bagus. Selanjutnya, selain kaidah etika masyarakat juga terdapat apa yang
disebut dengan kaidah professional yang khusus berlaku dalam kelompok
profesi yang besangkutan. Oleh karena merupakan konsensus, maka etika
tersebut dinyatakan secara tertulis atau formal yang selanjutnya disebut
sebagai ‘kode etik’. Sifat sanksinya juga moral psikologik, yaitu
dikucilkan atau disingkirkan dari pergaulan kelompok profesi yang
bersangkutan (Desriani,1993 dalam Gudono,2000).
Etika adalah seperangkat prinsip moral atau nilai (Arens dan
loebbecke, 2008), atau aturan perilaku yang ditetapkan oleh organisasi
profesi untuk melindungi kepentingan anggota dan masyarakat sebagai
pemakai jasanya. Aturan tersebut berisi hal-hal yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dan harus ditaati oleh setiap anggota organisasi.
Etika dalam bahasa Yunani terdiri dari dua kata yaitu: ethos berarti
kebiasaan atau adat, dan ethikos berarti perasaan batin atau kecenderungan
batin mendorong manusia dalam bertingkah laku. “Etika sebenarnya
meliputi suatu proses penentuan yang komplek tentang apa yang harus
dilakukan seseorang dalam situasi tertentu.
Profesi itu sendiri meliputi kombinasi unik dari pengalaman dan
pembelajaran masing-masing individu seperti yang dikemukakan oleh
Ward et al. (1993) dalam Gudono (2000). Jadi secara umum etika
menggambarkan suatu perwujudan dan penetapan suatu norma sikap dan
tingkah laku yang membantu manusia bertindak secara bebas dan dapat
dipertanggung jawabkan karena setiap tindakan lahir dari keputusan
pribadi yang bebas.
2. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
Dalam SPAP (IAPI:2004) aturan etika kompartemen akuntan publik,
Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang
terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan
IAPI:
a. Kompetensi Profesional
Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional
yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan
kompetensi profesional.
b. Kecermatan dan Keseksamaan Professional
Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa professional dengan
kecermatan dan keseksamaan professional.
c. Perencanaan dan Supervisi
Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai
setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
d. Data Relevan yang Memadai
Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk
menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau rekomendasi sehubungan
dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
3. Tiga Pendekatan Etika
Etika merupakan ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral dalam
Satyanugraha (2003), studi etika dapat dibedakan dalam:
1. Etika Deskriptif
Melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat
kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakantindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif
mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu tertentu,
kebudayaan-kebudayaan tertentu. Karena etika deskriptif hanya
melukiskan ia tidak memberikan penilaian.
2. Etika Normatif
Mendasarkan pada pemahaman yang diperoleh dari etika
deskriptif, studi ini berusaha untuk menjelaskan dan memastikan
prinsip-prinsip moral dengan berbagai cara. Disini ahli bersangkutan
tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti halnya dalam etika
deskriptif, tapi ia melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian
tentang perilaku manusia. Penilaian itu dibentuk atas dasar normanorma. Ia mengemukakan alasan-alasan mengapa suatu tingkah laku
harus disebut baik atau buruk dan mengapa suatu anggapan moral
dapat dianggap benar atau salah.
3. Meta Etika
Meta etika merupakan studi dari etika normative. Awalan meta
(dari bahasa Yunani) mempunyai arti “melebihi, “melampaui”.
Menunjukkan bahwa yang dibahas bukanlah moralitas secara
langsung, melainkan ucapan-ucapan kita dibidang moralitas, meliputi
penjelasan dan penilaian asumsi dan investigasi kebenaran dari
argumentasi moral.
4.
Prinsip-prinsip Etika
Prinsip-prinsip etika menurut Kode Etik Profesi AICPA (American
Institute of Certified Public accountants) dalam Seprian (2007) adalah
sebagai berikut:
1. Tanggung jawab
Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai profesional, para
anggota harus berusaha menjadi profesional yang peka serta memiliki
pertimbangan moral atas seluruh aktivitas mereka.
2. Kepentingan publik
Para anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian
rupa agar dapat melayani kepentingan publik, menghargai kepercayaan
publik, serta menunjukan komitmennya pada profesionalisme.
3. Integritas
Mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, para anggota
harus menunjukan selruh tanggung jawab profesionalnya dengan
tingkat inte-gritas tertinggi.
4. Obyektivitas dan independensi
Anggota harus mempertahankan obyektivitas dan terbebas dari konflik
antar
kepentingan
dalam
melaksanakan
tanggung
jawab
profesionalnya.
5.
Due care
Seorang anggota harus selalu memperhatikan standar teknik dan etika
profesi, selalu berusaha untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas
jasa
yang diberikannya,
serta
melaksanakan tanggung jawab
profesional sesuai dengan kemampuan terbaiknya.
6. Lingkup dan sifat jasa
Anggota yang berpraktek bagi publik harus memperhatikan prinsipprinsip pada Kode Etik Profesi dalam menentukan lingkup dan sifat
jasa yang akan disediakannya.
5. Dilemma Etika
Menurut Arens dan Loebecke (2008) dilemma etika adalah: “Situasi
yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang pantas
harus dibuat”. Maksudnya adalah dalam kehidupan sehari-hari seseorang
dihadapkan pada situasi dimana terjadi pertentangan batin, karena
sebenarnya ia tahu bahwa keputusan yang diambilnya salah. Auditor,
akuntan dan kalangan bisnis lainnya menghadapi banyak dilemma etika
dalam karier bisnis mereka. Misalnya bernegosiasi dengan klien yang
mengancam untuk mencari auditor baru kalau perusahaannya tidak
memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian, jelas merupakan dilemma
etika. Dalam Seprian (2007), untuk menyelesaikan dilemma etika dapat
dilakukan dengan cara Pendekatan enam langkah berikut ini:
1. Memperoleh fakta-fakta yang relevan.
2. Mengidentifikasikan isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut.
3. Menentukan siapa yang akan terkena pengaruh dari keluaran (outcome)
dilema tersebut dan bagaimana cara masing-masing pribadi atau
kelompok itu dipengaruhi.
4. Mengidentifikasikan berbagai alternatif yang tersedia bagi pribadi yang
harus menyelesaikan dilema tersebut.
5. Mengidentifikasikan konsekuensi yang mungkin terjadi pada setiap
alternatif.
6. Memutuskan tindakan yang tepat untuk dilakukan.
C. Teori Moral Development
Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg (1958) dengan
mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang
semula diteliti Piaget (1932), yang menyatakan bahwa logika dan moralitas
berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Teori ini berpandangan
bahwa penalaran moral, merupakan dasar dari perilaku etis dan mempunyai
enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Kohlberg memperluas
pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral
pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya
berlanjut selama kehidupan walaupun ada dialog yang mempertanyakan
implikasi filosofis dari penelitiannya.
Keenam tahapan perkembangan moral dari Kohlberg dikelompokkan ke
dalam
tiga
tingkatan:
pra-konvensional,
konvensional,
dan
pasca-
konvensional. Tidak dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan; setiap
tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif,
beragam,
dan
terintegrasi
dibanding
tahap
sebelumnya.
Kohlberg
menggunakan cerita-cerita tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia
tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan
mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Teorinya
didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan
tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema
moral dibanding tahap atau tingkat sebelumnya.
Tahapan-tahapan
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi (Apa untungnya buat saya?)
Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas (Sikap anak baik)
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial (Moralitas hukum dan
aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
5. Orientasi kontrak sosial
6. Prinsip etika universal (Principled conscience)
Tingkat 1: Pra-Konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anakanak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap
ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas
dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat prakonvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan
murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada
konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai
contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang
melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin
salah tindakan itu. Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya,
perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya.
Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang
lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap
kebutuhannya sendiri.
Dalam tahap dua perhatian kepada orang lain tidak didasari oleh loyalitas
atau faktor yang bersifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat
dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima),
sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja.
Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang
bersifat relatif secara moral.
Tingkat 2: Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang
dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan
membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat
konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan
moral.
Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran
sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orangorang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap
peran yang dimilikinya. Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi
hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara
fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar
kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan
masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi.
Tingkat 3: Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip,
terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa
individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi
semakin jelas. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat
tingkatan
pasca-konvensional
sering
tertukar
dengan
perilaku
pra-
konvensional. Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai
memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting
bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang
tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai
ditahan atau dihambat. pemerintahan yang demokratis merupakan contoh
tindakan yang berlandaskan pada penalaran tahap lima.
Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak
menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada
keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk
tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Walau Kohlberg yakin bahwa tahapan
ini
ada,
ia
merasa
kesulitan
untuk
menemukan
seseorang
yang
menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang sukar, kalaupun ada,
yang bisa mencapai tahap enam dari model Kohlberg ini.
D. Teori Keagenan
Agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding
dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry
information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu
untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan
untuk memaksimumkan utilitynya. Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal
ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang
dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.
Oleh karena itu, terkadang kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal atau
investor.
Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory
(Mursalim, 2005), yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau
lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain
disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas
decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal
memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu
sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan
tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas
persetujuan bersama.
Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak,
misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan
kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja yang
dimaksud adalah kontrak kerja antara pemilik modal dengan manajer
perusahaan, dimana antara agent dan principal ingin memaksimumkan utility
masing-masing dengan informasi yang dimiliki.
Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu:
1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam
lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek
perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin
dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham
tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer
tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi
pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan
pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika
atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola,
manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan
kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan
informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Asimetri antara manajemen
(agent) dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer
untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal
pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan manajemen laba (earnings
management) untuk menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai
kinerja ekonomi perusahaan.
Akuntan publik diharapkan dapat menjembatani kepentingan pihak
investor dan kreditor dengan pihak manajemen (agent) dalam mengelola
keuangan perusahaan. Sebagai perantara, akuntan harus dapat bertindak jujur,
bijaksana, dan profesional.
Akuntan publik harus mempunyai tanggung jawab bahwa informasi yang
mereka berikan disajikan secara lengkap dan jujur kepada para pengguna
informasi tersebut. Sehingga mereka dapat mengetahui kinerja perusahaan
yang sesungguhnya dan dapat dijadikan sebagai dasar yang tepat untuk
mengambil keputusan.
E. Independensi
Tanggung jawab yang besar, maka merupakan suatu hal yang penting
bagi akuntan yang bekerja di suatu kantor akuntan publik untuk memiliki
independensi dan keahlian yang tinggi. Jika akuntan tidak independen
terhadap manajemen kliennya, pendapat yang dia berikan tidak mempunyai
arti. Dalam Seprian (2007) independensi akuntan publik mencakup dua aspek,
yaitu: (1) independensi sikap mental, dan (2) independensi penampilan.
Setiap akuntan harus menjaga integritas dan keobjektivan dalam tugas
proesional dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan yang
bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Ia juga harus menghindari
situasi yang dapat menimbulkan kesan pada pihak ketiga bahwa ada
pertentangan kepentingan atau keobjektivan sudah tidak dapat dipertahankan.
Mautz dan Sharaf (1993) menyatakan bahwa untuk dapat menjalankan
kewajibannya, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh auditor, yaitu
kompetensi, independensi, dan due professional care. Mempertahankan
perilaku yang independen bagi auditor dalam memenuhi tanggung jawab
mereka adalah penting. Tetapi yang juga penting adalah bahwa pemakai
laporan keuangan tersebut memiliki kepercayaan atas independensi tersebut.
Shockley (1981) dalam Nizarul, Trisni dan Liliek (2007) melakukan
penelitian tentang empat faktor yang berpengaruh terhadap independensi
akuntan publik dimana responden penelitiannya adalah kantor akuntan publik,
bank dan analis keuangan. Faktor yang diteliti adalah pemberian jasa
konsultasi kepada klien, persaingan antar KAP, ukuran KAP dan lama
hubungan audit dengan klien.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa KAP yang memberikan jasa
konsultasi manajemen kepada klien yang diaudit dapat meningkatkan risiko
rusaknya independensi yang lebih besar dibandingkan yang tidak memberikan
jasa tersebut. Tingkat persaingan antar KAP juga dapat meningkatkan risiko
rusaknya independensi akuntan publik. KAP yang lebih kecil mempunyai
risiko kehilangan independensi yang lebih besar dibandingkan KAP yang
lebih besar. Sedangkan faktor lama ikatan hubungan dengan klien tertentu
tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap independensi akuntan publik.
Kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik berhubungan
langsung dengan mutu pemeriksaan dan salah satu elemen penting dalam
kendali mutu tersebut adalah independensi.
F. Pengalaman Auditor
Libby (1995) dalam Koroy (2005:917) menyatakan bahwa pekerjaan
auditor adalah pekerjaan yang melibatkan keahlian (expert). Semakin
berpengalaman seorang internal auditor maka semakin mampu dia
menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang semakin
kompleks, termasuk dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap
penerapan struktur pengendalian intern.
Pengalaman audit diperoleh auditor selama mereka mengerjakan
penugasan auditnya. Pengalaman akan diperoleh jika prosedur penugasan dan
supervisi berjalan dengan baik. Prosedur penugasan adalah prosedur yang
menjamin
terjadinya
keseimbangan
antara
kebutuhan,
keahlian,
pengembangan dan pemanfaatan personel dalam pelaksanaan perikatan (IAPI
2004).
Salah satu ciri dari keahlian (expertise) auditor yang sudah diteliti dalam
riset keperilakuan adalah mengenai perhatiannya terhadap informasi negatif
dan positif (auditor attendance to negative and positive information), yang
telah ditunjukkan Anderson dan Maletta (1994) dalam Koroy (2007). Hasil
studi mereka didasarkan pada temuan dalam pengauditan dan psikologi yang
menunjukkan pengalaman memainkan peran penting dalam sejauh mana
perilaku konservatif/berorientasi negatif diperlihatkan. Anderson dan Maletta
mendapatkan mahasiswa dan staf auditor yang tidak berpengalaman lebih
memperhatikan informasi negatif dibandingkan auditor senior.
Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor
harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan tersebut berupa kegiatan-
kegiatan, seperti seminar, simposium, lokakarya pelatihan itu sendiri dan
kegiatan
penunjang
keterampilan
lainnya.
Auditor
yang
kurang
berpengalaman terlalu terfokus pada informasi negatif sehingga semakin
negatif juga mereka dalam membuat pertimbangan audit.
G. Kualitas Audit
DeAngelo (1981) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dilihat dalam
dua dimensi, pertama auditor harus mampu mendeteksi salah saji material,
kedua salah saji tersebut harus dilaporkan. Kemampuan untuk mendeteksi
salah saji material sangat dipengaruhi oleh kemampuan teknologi auditor,
prosedur audit dan jumlah sampling yang digunakan. Kemampuan untuk
melaporkan salah saji material secara tepat tergantung pada sikap
independensi auditor, jika auditor berada dalam tekanan personal, emosional
dan keuangan maka auditor dapat kehilangan independensinya.
Audit yang berkualitas akan mampu mengurangi faktor ketidakpastian
yang berkaitan dengan laporan keuangan yang disajikan oleh pihak
manajemen. Karena itu wajar jika kemudian kualitas audit menjadi topik yang
selalu memperoleh perhatian mendalam dari profesi akuntan, pemerintah dan
masyarakat serta para investor. Berkaitan dengan kasus Enron, WorldCom,
dan
jatuhnya
KAP
Arthur
Andersen
merupakan
saat
yang
tepat
mempertanyakan kualitas audit yang telah diberikan oleh KAP big
international tersebut. Hal tersebut telah melahirkan perubahan terhadap
undang-undang di Amerika Serikat dengan berlakunya Sarbanes-Oxley Act
Juni tahun 2002 diikuti dengan PMK No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa
Akuntan Publik di Indonesia. Undang-undang tersebut diantaranya mengatur
tentang rotasi wajib bagi auditor serta KAP tidak diperbolehkan memberikan
jasa non audit disamping pemberian jasa audit pada klien karena dapat
mengganggu independensi auditor. Kualitas audit akan selalu diragukan jika
jasa-jasa lain yang diberikan dianggap membahayakan keobjektifan dan
independensi auditor.
H. Penelitian Terdahulu
Nizarul, Trisni dan Liliek (2007) menemukan bahwa independensi
berpengaruh signifikan tehadap
kualitas
audit,
selanjutnya
interaksi
independensi dan etika auditor sebagai variabel moderasi berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini berarti kualitas audit didukung oleh
sampai sejauh mana auditor mampu bertahan dari tekanan klien disertai
dengan perilaku etis yang dimiliki.
Nurul Dwi Ayuni (2008) menemukan bahwa pendidikan, pelatihan
berpengaruh positif terhadap kualitas audit atas sistem informasi berbasis
komputer. Namun pengalaman berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap kualitas audit atas sistem informasi berbasis komputer. Hal ini berarti
variabel independen yang terdiri dari pelatihan, pendidikan dan pengalaman
auditor secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen yaitu kualitas audit atas sistem informasi berbasis
komputer.
Susiana dan Arleen (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh
independensi, mekanisme corporate governance, dan kualitas audit terhadap
integritas laporan keuangan. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa
independensi dan kualitas audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
integritas laporan keuangan.
Rizmah Nurchasanah dan Wiwin Rahmanti (2004) menganalisis faktorfaktor penentu kualitas audit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
faktor pengalaman audit dan faktor keterlibatan pimpinan KAP berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit.
I. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai pengaruh
independensi, pengalaman audit dan etika auditor terhadap kualitas audit.
Berdasarkan kerangka teori yang telah dikemukakan, dapat disederhanakan
dalam bentuk model sebagai berikut:
Variabel Independen
Variabel Dependen
Independensi
Auditor
Pengalaman
Auditor
Etika
Auditor
Kualitas Audit
Gambar 2.1
Model Penelitian
J. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan atas landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha1 : Independensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit.
Ha2 : Pengalaman auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit.
Ha3 : Etika auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian
ini dirancang untuk meneliti pengaruh independensi,
pengalaman dan etika auditor terhadap kualitas audit. Dalam penelitian ini,
data diambil dari sejumlah sampel yang ada dalam populasi. Populasi
penelitian ini adalah kantor-kantor akuntan publik yang ada di DKI Jakarta .
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat
individual dengan sampel penelitian seluruh auditor independen yang bekerja
di kantor akuntan publik, yaitu partner, manajer, supervisor, auditor senior dan
auditor junior.
B. Metode Penentuan Sampel
1. Populasi dan Sampel
Populasi (population) yaitu sekelompok orang, kejadian atau segala
sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo,
2004: 115). Sedangkan sebagian dari elemen-elemen populasi disebut
dengan sampel. Sehingga sampel dalam penelitian ini adalah kantor-kantor
akuntan publik yang berada di DKI Jakarta.
2. Teknik Penentuan Sampel
Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
Convenience Sampling. Metode ini memilih sampel dari elemen populasi
(orang atau kejadian) yang datanya mudah diperoleh peneliti. Elemen
populasi yang dipilih sebagai subyek sampel adalah tidak terbatas
sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel yang paling
cepat dan murah (Indriantoro dan Supomo, 2004: 130).
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data untuk mendukung penelitian ini adalah
menggunakan data primer dan data sekunder, berikut penjelasan mengenai
kedua metode tersebut, yaitu:
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperpleh secara
langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara) (Indriantoro dan
Supomo, 2004: 146-147). Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui
daftar pertanyaan kepada pihak yang berhubungan langsung dengan
masalah penelitian, untuk memperoleh data yang sebenarnya kuesioner
dibagikan secara langsung kepada responden, yaitu dengan mendatangi
tempat responden dan menitip kepada teman yang bekerja di kantor
akuntan publik.
Responden yang mengembalikan kuesioner yang telah diisi akan
dijadikan sampel penelitian. Untuk itu kuesioner-kuesioner dari responden
tersebut diseleksi terlebih dahulu guna mendapatkan kuesioner yang terisi
secara lengkap seperti yang diharapkan peneliti untuk kepentingan
analisis.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan
dicatat oleh pihak lain) (Indriantoro dan Supomo, 2004: 147). Data
sekunder penelitian ini berasal dari buku, jurnal-jurnal, tesis, skripsi, serta
dari internet yang berkaitan dengan independensi, pengalaman, etika
auditor serta kualitas audit.
D. Metode Analisis
Metode analisis data yang digunakan di penelitian ini adalah metode
analisis statistik yang perhitungannya dilakukan dengan menggunakan SPSS
versi 16.0. analisis ini bertujuan untuk menentukan pengaruh antara variabel
independensi auditor (X1), pengalaman auditor (X2), etika auditor (X3)
dengan kualitas audit (Y).
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan oleh peneliti untuk memberikan
informasi mengenai karakteristik variabel penelitian yang utama dan daftar
demografi responden. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau
deskripsi suatu data yang dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi,
varian, maksimum, ,minimum, sum, range, kurtosis dan skewness
(kemencengan distribusi) (Imam Ghozali, 2005).
2. Uji Kualitas Data
a. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan terhadap pernyataan-pernyataan yang
sudah valid untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap
konsisten apabila dilakukan pengukuran ulang pada kelompok yang
sama dengan alat ukur yang sama. Hasil uji reliabilitas dengan bantuan
SPSS akan menghasilkan Cronbach Alpha. Jika hasil dari Cronbach
Alpha memiliki nilai diatas 0,6 maka dikatakan bahwa data tersebut
mempunyai keandalan atau reliabel (Imam Ghozali, 2005: 41-42 ).
b. Uji Validitas
Suatu instrumen pengukur dikatakan valid jika instrument tersebut
mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan kata lain, instrumen
tersebut dapat mengukur construct sesuai yang diharapkan dengan
peneliti (Indriantoro dan Supomo, 2004: 181). Suatu intrumen
penelitian dikatakan valid apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Bila r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid
2) Bila r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid
(Imam Ghozali, 2005: 45)
3. Uji Hipotesis
a. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal
ataukah tidak, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng (bell
shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti
distribusi normal, yaitu distribusi data tersebut tidak melenceng ke
kiri atau ke kanan (Santoso, 2003). Analisis grafik adalah salah
satu cara termudah untuk melihat normalitas data dengan cara
membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang
mendekati distribusi normal probability plot.
2) Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi
ditemukan
adanya
korelasi
antar
variabel
bebas
(independen) (Imam Ghozali, 2005:91-92). Multikolinieritas dapat
dideteksi dengan menganalisis matrik korelasi variabel-variabel
bebas. Jika terjadi kemiripan antar variabel independen dalam
suatu model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat
kuat antara suatu variabel independen dengan variabel independen
yang lain (Imam Ghozali, 2005).
3) Uji Heteroskesdastisitas
Uji Heteroskesdastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Imam Ghozali, 2005:
105). Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Pada gambar scatter plot, jika titik-titik
menyebar merata diatas dan dibawah atau disekitar angka nol,
maka tidak terjadi heteroskedastisitas sedangkan jika titik-titik data
membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit atau
mengumpul disatu titik, maka telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Analisis Regresi Berganda
Peneliti menggunakan analisis regresi berganda karena ingin
mengetahui bagaimana variabel dependen dapat diprediksikan melalui
tiga variabel independen. Untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh antara tiga variabel bebas (X1, X2, X3) dengan variabel
terikat (Y) dipergunakan analisis regresi linier dengan persamaan
matematik sebagai berikut:
Y = α + βX1 + βX2 + βX3 + ะต
Dimana:
Y = Kualitas Audit
α = Konstanta, harga Y bila X = 0
β
= Koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun
penurunan variabel terikat (Y) yang didasarkan pada variabel
bebas (X).
X1 = Independensi Auditor
X2 = Pengalaman Auditor
X3 = Etika Auditor
e
= Error
Nilai koefisien regresi atau b diperoleh dengan menggunakan
program SPSS versi 16.0.
c. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi pada intinya mengukur sebarapa jauh
kemampuan model dalam menrangkan variasi varibel dependen. Nilai
r² yang mendekati 1 menunjukkan bahwa variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel dependen. (Imam Ghozali,2005 : 84-85)
Untuk mengetahui besar atau kecilnya pengaruh variabel bebas
(X) terhadap variabel terikat (Y) dipergunakan koefisien determinasi
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
KD = r² x 100%
Dimana:
KD = Koefisien Determinasi
r
= Koefisien Korelasi
d. Uji Statistik t
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui hubungan masingmasing variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel
bebas secara individual terhadap variabel terikat digunakan tingkat
signifikan 5%. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima
2) Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak
(Imam Ghozali,2005 : 55-58).
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian dan Pengukurannya
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini merupakan variabel
independen (X) dan variabel dependen (Y). Variabel-variabel tersebut
dioperasionalkan sebagai berikut:
1. Variabel Independen
a. Independensi auditor (XI)
Independensi Akuntan Publik adalah sikap yang diharapkan dari
diri seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan
pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas. Ada tiga dimensi untuk mengukur variabel
independensi akuntan publik yaitu: independensi dalam program audit,
independensi dalam verifikasi, dan independensi dalam pelaporan.
Instrumen pengukuran variabel ini dikembangkan dari teori yang
dikemukakan oleh Mautz & Sharaf (1993). Variabel ini digali dengan
11 pernyataan. Respon dari responden diukur dengan skala Likert dari
mulai sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju.
b. Pengalaman auditor (X2)
Pengalaman Auditor adalah pengalaman auditor dalam melakukan
general audit. Ada dua dimensi untuk mengukur variabel pengalaman
audit yaitu: dimensi jangka waktu menekuni bidang audit dan dimensi
banyaknya penugasan audit/temuan kasus yang pernah ditangani.
Instrumen
pengukuran
variabel
ini
menggunakan
instrumen
pengukuran variabel yang digunakan oleh Ida Suraida (2003). Variabel
ini digali dengan 2 pernyataan. Semua item pertanyaan diukur pada
skala 1 sampai 5.
c. Etika auditor (X3)
Penerapan Etika Akuntan Publik adalah aplikasi seperangkat
aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia,
baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang
dianut oleh kalangan profesi akuntan publik. Ada dua dimensi untuk
mengukur variabel penerapan etika akuntan publik yaitu: dimensi
kesadaran etis dan dimensi kepedulian pada etika profesi. Instrumen
pengukuran variabel ini menggunakan instrumen pengukuran variabel
yang digunakan oleh Ida Suraida (2003). Semua item pertanyaan
diukur pada skala Likert 1 sampai 5.
2. Variabel Dependen
•
Kualitas Audit (Y)
Kualitas Audit adalah probabilitas dimana seorang auditor
menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam
sistem akuntansi kliennya. Ada empat dimensi untuk mengukur
variabel kualitas audit yaitu: kualitas teknis, kualitas jasa, hubungan
auditor-klien, dan independensi. Instrumen pengukuran variabel ini
dikembangkan oleh DeAngelo (1981). Variabel ini digali dengan 10
indikator melalui 17 pernyataan. Respon dari responden direkam
dengan skala Likert dari mulai sangat tidak setuju sampai dengan
sangat setuju.
Sebagai penjabaran lebih lanjut dari operasionalisasi variabel,
dalam tabel 3.1 disajikan pengukuran variabel yang terdiri dari: nama
variabel, dimensi, indikator, dan skala pengukuran. Seluruh indikator
tersebut diukur pada tingkat skala ordinal.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian
No
1.
Variabel
Variabel
Kualitas
Audit
De Angelo
(1981)
Dimensi
Kualitas Teknis
Kualitas Jasa
Hubungan
Auditor-Klien
Independensi
2.
Variabel
Pengalaman
Auditor
Jangka waktu
audit
Indikator
Reputasi
Kemampuan
Jaminan
Hubungan auditor-klien
Empati
Daya Tanggap
Jasa Non Audit
Keahlian
Pengalaman
Status
Obyektivitas
Skala
Pengukuran
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Lamanya pengalaman audit
Ordinal
3.
4.
Auditor
Ida Suraida
(2003)
Variabel
Independensi
Auditor
Mautz dan
Sharaf (1993)
Variabel
Etika Auditor
Ida Suraida
(2003)
Jumlah
penugasan
Banyaknya penugasan
Independensi
dalam program
audit
Bebas dari intervensi
manajerial
Bebas dari intervensi
prosedur audit
Bebas persyaratan
Independensi
Bebas mengakses data
dalam verifikasi Bebas bekerja sama
Bebas dari pengaruh
manajerial
Bebas dari kepentingan
pribadi
Independensi
Bebas dari keinginan
dalam pelaporan pribadi
Bebas dari tekanan
Menghindari kata
menyesatkan
Bebas menggunakan
judgement
Kesadaran Etis
Kepedulian
pada etika
profesi
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Anggaran waktu audit
Ordinal
Kerahasiaan informasi klien
Peran ganda auditor
Ordinal
Ordinal
Mendukung profesi auditor
Ordinal
Sosialisasi ke rekan sejawat
Kebanggaan
Kesamaan nilai
Aturan etika profesi
Kepuasan mengaudit
Ketidakpedulian
Kepuasan sebagai auditor
Auditor adalah profesi
terbaik
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor-kantor akuntan publik yang berada
diwilayah DKI Jakarta. Kantor akuntan publik yang telah diberi kuesioner
sebanyak 20 KAP. Berikut data dari kantor-kantor akuntan publik tersebut:
Table 4.1
Daftar Kantor Akuntan Publik
No
1.
Kantor Akuntan Publik
Jamaludin Iskak, BAP
Alamat
Jl. Tanjung Duren Barat III No. 1E
Jakarta Barat 11470
2.
DRS. Irwanto
3.
Aria & Jonardi
4.
Akhyadi & Chris (Pusat)
5.
Haryanto Sahari & Rekan
6.
DRS. Usman & Rekan (Pusat)
7.
DRS. Mulyamin Sensi Suryanto
8.
Hertanto, Sidik, Hadisoeryo &
Rekan
9.
Osman Bing Satrio & Rekan
(Pusat)
10.
DRS. Mohammad Yoesoef
11.
DRS. Mucharam & Amron
12.
13.
Bambang Sutjipto, Ngumar &
Rekan
Joachim Sulistyo & Rekan
14.
Tia Adityasih & Rekan
15.
16.
Hendrawinata Gani & Hidayat
(Pusat)
Hadori & Rekan (Pusat)
17.
Siddharta Siddharta & Widjaja
18.
Tanubrata Sutanto & Rekan
19.
Soejatna, Mulyana & Rekan
20.
Eddy Prakarsa Permana &
Siddharta
Sumber : Data Primer Diolah
Jl. Imam Bonjol No. 61
Jakarta Pusat
Jl. Senen Raya No. 135
Jakarta Pusat 10410
Jl. K.H. Abdullah Syafi’ie kav. A-19
kebon Baru, Tebet
Jakarta Selatan 12830
Gedung PricewaterhouseCoopers
Jl. H.R. Rasuna Said X-7 No. 6
Jakarta 12940
Jl. Cipulir V No.5 Kebayoran Lama
Jakarta Selatan 12230
Jl. Jend. Sudirman kav. 32
Jakarta Pusat 10220
Jl. Dharmawangsa VI,
Kebayoran Baru
Jakarta Selatan 12160
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 17
Jakarta Pusat 10110
Jl. Damar 4 No. 15, Jati bening 2
Bekasi 17412
Jl. Tanah Merdeka kav. Rambutan
Jakarta Timur 13830
Jl. Transyogi KM. 3
Jakarta Timur 17435
Jl. Imam Bonjol No. 61
Jakarta Pusat 10310
Jl. Padang Panjang No.1 Manggarai
Jakarta Selatan 12970
Jl. Jend. Sudirman kav. 32
Jakarta Pusat 10220
Jl. Cassablanca kav. 18
Jakarta Selatan 12870
Jl. Jend. Sudirman kav. 28
Jakarta Pusat 10210
Jl. Kuningan Madya kav. 5-6
Jakarta Selatan 12980
Kompleks Rukan Taman Meruya
Blok M No. 78
Jakarta Barat 11650
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-2 No. 5
Jakarta Selatan 12950
Sebelumnya telah dikemukakan dalam metodologi penelitian bahwa
pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner penelitian secara
langsung kepada para responden. Penyebaran kuesioner berlangsung selama dua
bulan, yaitu dimulai pada tanggal 27 Februari 2009 sampai tanggal 30 april 2009.
Dalam penyebaran kuesioner ini tidak dilakukan secara rutin/setiap hari, akan
tetapi dilakukan dalam waktu-waktu tertentu disesuaikan dengan kesiapan dari
peneliti.
2. Karakteristik Responden
Kuesioner yang dibagikan berjumlah 100 buah dengan tingkat
proporsi pembagian sebagai berikut:
Tabel 4.2
Data Penyebaran Kuesioner
No
Kantor Akuntan Publik
Kuesioner yang
telah disebar
5
Kuesioner yang
telah kembali
5
1.
Jamaludin Iskak, BAP
2.
DRS. Irwanto
6
6
3.
Aria & Jonardi
5
2
4.
Akhyadi & Chris (Pusat)
5
5
5.
Haryanto Sahari & Rekan
20
14
6.
DRS. Usman & Rekan
(Pusat)
DRS. Mulyamin Sensi
Suryanto
5
4
5
5
7.
8.
4
1
2
2
10.
Hertanto, Sidik, Hadisoeryo
& Rekan
Osman Bing Satrio & Rekan
(Pusat)
DRS. Mohammad Yoesoef
2
2
11.
DRS. Mucharam & Amron
4
4
12.
5
5
13.
Bambang Sutjipto, Ngumar
& Rekan
Joachim Sulistyo & Rekan
5
5
14.
Tia Adityasih & Rekan
4
3
15.
Hendrawinata Gani &
Hidayat (Pusat)
Hadori & Rekan (Pusat)
4
4
5
2
2
1
18.
Siddharta Siddharta &
Widjaja
Tanubrata Sutanto & Rekan
2
1
19.
Soejatna, Mulyana & Rekan
5
2
20.
Eddy Prakarsa Permana &
Siddharta
Jumlah
5
5
100
78
9.
16.
17.
Sumber : Data Primer Diolah
Table 4.3
Data Sampel Penelitian
Keterangan
Kuesioner yang
diterima
Kuesioner yang
salah/tidak
dikembalikan
Jumlah Kuesioner
yang disebar
Responden
(Auditor Eksternal)
∑
%
78
78
22
22
100
100
Sumber : Data Primer Diolah
Jumlah kuesioner yang kembali dari total kuesioner yang telah disebar
adalah sebanyak 78 kuesioner atau 78%. Jumlah kuesioner yang tidak
dikembalikan/salah adalah 22 buah atau 22% (lihat tabel 4.3). Kuesioner
sebanyak 22 buah yang tidak kembali disebabkan karena waktu penelitian
yang diambil oleh peneliti, bertepatan dengan waktu penugasan auditor,
sehingga ketika menyebarkan kuesioner para auditor sedang tidak berada
di kantor akuntan publik tempat mereka bekerja melainkan berada di
tempat klien yang mereka audit. Oleh karena itu, para auditor eksternal
tidak sempat untuk mengisi kuesioner penelitian ini.
Tabel 4.4-1
Karakteristik Responden Auditor Eksternal
Jabatan
Keterangan
Jenis kelamin:
a. Pria
b. Wanita
Auditor Auditor Super
Junior Senior -visor
25
17
12
13
4
1
Manajer Partner jumlah
4
Jumlah
2
-
47
31
78
Sumber : Data Primer Diolah
Karakteristik responden auditor eksternal berdasarkan jenis kelamin
dapat dilihat pada tabel 4.4-1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa auditor
yang berjenis kelamin pria berjumlah 47 orang, dimana 25 orang menjabat
sebagai auditor junior, 12 orang menjabat sebagai auditor senior, 4 orang
sebagai supervisor, 4 orang sebagai manajer, dan 2 orang sebagai partner.
Sedangkan auditor yang berjenis kelamin wanita sebanyak 31 orang, yang
terdiri atas 17 orang auditor junior, 13 orang auditor senior, dan 1 orang
supervisor.
Berdasarkan data yang telah diperoleh tersebut, dapat terlihat dengan
jelas bahwa mayoritas responden auditor eksternal adalah berjenis kelamin
pria, yaitu sebanyak 47 orang yang rata-rata mendominasi seluruh jabatan
di kantor akuntan publik. Sedangkan 31 orang berjenis kelamin wanita,
yang hanya menjabat sebagai auditor, auditor senior, dan supervisor.
Tabel 4.4-2
Karakteristik Responden Auditor Eksternal (Pendidikan)
Pendidikan
Keterangan
Jumlah
D3
S1
S2
S3
Jabatan:
a. Auditor Junior
b. Auditor Senior
c. Supervisor
d. Manajer
e. Partner
5
-
36
24
3
2
1
1
1
2
2
1
-
42
25
5
4
2
Jumlah
5
66
7
-
78
Sumber : Data Primer Diolah
Pada tabel 4.4-2 terlihat bahwa auditor eksternal mayoritas memiliki
latar belakang pendidikan S1, yaitu sebanyak 66 orang, yang terdiri atas 36
orang auditor junior, 24 orang auditor senior, 3 orang supervisor, 2 orang
manajer dan 1 orang partner. Sedangkan yang berlatar belakang
pendidikan D3 sebanyak 5 orang yang seluruhnya merupakan auditor
junior. Sisanya adalah auditor yang berlatar belakang pendidikan S2
sebanyak 7 orang yang terdiri dari 1 orang auditor junior, 1 orang auditor
senior, 2 orang supervisor, 2 orang manajer, dan 1 orang partner. Pada
tabel tersebut terlihat dengan jelas bahwa tidak terdapat responden auditor
eksternal yang berlatar belakang pendidikan S3.
Tabel 4.4-3
Karakteristik Responden Auditor Eksternal (Pengalaman Kerja)
Pengalaman
Kerja
Keterangan
Jumlah
< 3 thn
3-5 thn
36
11
-
6
10
2
-
4
2
2
-
1
2
2
42
25
5
4
2
47
18
8
5
78
Jabatan:
a. Auditor Junior
b. Auditor Senior
c. Supervisor
d. Manajer
e. Partner
5-10 thn > 10 thn
Sumber : Data Primer Diolah
Auditor eksternal yang telah memiliki pengalaman kerja kurang dari 3
tahun sebanyak 47 orang, yang terdiri atas 36 orang auditor junior dan 11
orang auditor senior. Pengalaman kerja selama 3 sampai 5 tahun sebanyak
18 orang auditor eksternal, yang terdiri atas 6 orang auditor junior, 10
orang auditor senior, dan 2 orang supervisor. Sedangkan yang memiliki
pengalaman 5 sampai 10 tahun sebanyak 8 orang auditor eksternal, yang
terdiri dari 4 orang auditor senior, 2 orang supervisor, dan 2 orang
manajer. Auditor eksternal yang memiliki pengalaman kerja lebih dari 10
tahun berjumlah 5 orang, yang terdiri dari 1 orang supervisor, 2 orang
manajer dan 2 orang partner. Pengalaman kerja auditor didominasi oleh
auditor yang memiliki pengalaman kerja kurang dari 3 tahun, yaitu sebesar
60% atau sebanyak 47 orang dari 78 orang auditor eksternal. Hal ini
disebabkan mayoritas responden adalah auditor junior.
B. Penemuan
1. Statistik Deskriptif
Berdasarkan data yang diperoleh, maka didapatkan hasil statistik
deskriptif sebagai berikut:
Tabel 4.5
Statistik Deskriptif
Statistics
ind
N
Valid
Missing
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
Range
Minimum
Maximum
Sum
Percentiles
100
78
0
44.1923
.50010
44.0000
44.00
4.41679
19.508
.321
.272
.667
.538
22.00
33.00
55.00
3447.00
55.0000
peng
78
0
3.4487
.22546
3.0000
2.00
1.99120
3.965
1.835
.272
2.904
.538
8.00
2.00
10.00
269.00
10.0000
etik
78
0
71.3846
1.04880
73.0000
75.00
9.26273
85.798
-1.021
.272
3.314
.538
58.00
33.00
91.00
5568.00
91.0000
kual
78
0
63.6538
.72394
63.0000
60.00
6.39364
40.879
.272
.272
.757
.538
32.00
48.00
80.00
4965.00
80.0000
Sumber : Data Primer Diolah
2. Uji Kualitas Data
a. Uji Reliabilitas
Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan
nilai Cronbach,s Alpha diatas 0,6 (Imam Ghozali, 2005: 41-42).
Pengujian dilakukan dengan melakukan perhitungan per variabel
menggunakan pernyataan yang terdapat didalam kuesioner. Dari
pengujian yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.6-1
Uji Reliabilitas
Independensi Auditor
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
.827
Cronbach's
Alpha Based
on
Standardized
Items
.840
N of Items
11
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel diatas, hasil pengujian variabel independensi
auditor diperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,827. Nilai tersebut
lebih besar dari 0,60 (0,827 > 0,60) maka dapat disimpulkan bahwa
jawaban responden terhadap pernyataan variabel independensi auditor
dikatakan reliabel.
Tabel 4.6-2
Uji Reliabilitas
Pengalaman Audit
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Standardized
Items
.834
Cronbach's
Alpha
.813
N of Items
2
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel diatas, hasil pengujian pengalaman auditor
diperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,813. Nilai tersebut lebih
besar dari 0,60 (0,813 > 0,60) maka dapat disimpulkan bahwa jawaban
responden terhadap pernyataan variabel pengalaman auditor dikatakan
reliabel.
Tabel 4.6-3
Uji Reliabilitas
Etika Auditor
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
.874
Cronbach's
Alpha Based
on
Standardized
Items
.875
N of Items
18
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel diatas, hasil pengujian variabel etika auditor
diperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,874. Nilai tersebut lebih
besar dari 0,60 (0,874 > 0,60) maka dapat disimpulkan bahwa jawaban
responden
terhadap
pernyataan
variabel
independensi
auditor
dikatakan reliabel.
Tabel 4.6-4
Uji Reliabilitas
Kualitas Audit
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
.782
Cronbach's
Alpha Based
on
Standardized
Items
.800
N of Items
17
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel diatas, hasil pengujian variabel kualitas audit
diperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,782. Nilai tersebut lebih
besar dari 0,60 (0,782 > 0,60) maka dapat disimpulkan bahwa jawaban
responden terhadap pernyataan variabel kualitas audit dikatakan
reliabel.
Hal ini berarti bahwa item pernyataan yang digunakan akan
mampu memperoleh data yang konsisten dan jika pernyataan tersebut
diajukan lagi akan diperoleh jawaban yang relatif sama dengan
jawaban yang pertama. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua
pernyataan dalam setiap variabel adalah reliabel.
b. Uji Validitas
Pada penelitian kali ini, jumlah sampel (n) yang akan diuji adalah
78 responden dengan taraf signifikan (α) 5%, dengan ketentuan df = 78
– 2 = 76, maka didapat r tabel sebesar 0,223. Berdasarkan hasil
pengujian didapatkan bahwa semua pernyataan dikatakan valid, karena
koefisien korelasi (r hitung) > r tabel.
Tabel 4.7-1
Uji Validitas
Independensi Auditor
Pernyataan
Ind 1
Ind 2
Ind 3
Ind 4
Ind 5
Ind 6
Ind 7
Ind 8
Ind 9
Ind 10
Ind 11
Corrected Item-Total
Correlation
0,705
0,566
0,461
0,555
0,486
0,712
0,652
0,690
0,720
0,702
0,555
r tabel
Keterangan
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel diatas, hasil uji validitas terhadap variabel
independensi auditor dengan menggunakan pearson correlations
memperlihatkan semua nilai korelasi (r) hitung lebih besar dari r tabel
(product moment), berarti butir pernyataan tersebut dinyatakan valid.
Tabel 4.7-2
Uji Validitas
Pengalaman Auditor
Pernyataan
Peng 1
Peng 2
Corrected Item-Total
Correlation
0,902
0,947
r tabel
Keterangan
0,223
0,223
Valid
Valid
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel diatas, hasil uji validitas terhadap variabel
pengalaman auditor dengan menggunakan pearson correlations
memperlihatkan semua nilai korelasi (r) hitung lebih besar dari r tabel
(product moment), berarti butir pernyataan tersebut dinyatakan valid.
Tabel 4.7-3
Uji Validitas
Etika Auditor
Pernyataan
Etik 1
Etik 2
Etik 3
Etik 4
Etik 5
Etik 6
Etik 7
Etik 8
Etik 9
Etik 10
Etik 11
Etik 12
Etik 13
Etik 14
Etik 15
Etik 16
Etik 17
Etik 18
Corrected Item-Total
Correlation
0,449
0,646
0,574
0,669
0,627
0,615
0,664
0,725
0,676
0,561
0,599
0,528
0,271
0,577
0,426
0,562
0,474
0,510
Sumber : Data Primer Diolah
r table
Keterangan
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Berdasarkan tabel diatas, hasil uji validitas terhadap variabel etika
auditor dengan menggunakan pearson correlations memperlihatkan
semua nilai korelasi (r) hitung lebih besar dari r tabel (product
moment), berarti butir pernyataan tersebut dinyatakan valid.
Tabel 4.7-4
Uji Validitas
Kualitas Audit
Pernyataan
Kual 1
Kual 2
Kual 3
Kual 4
Kual 5
Kual 6
Kual 7
Kual 8
Kual 9
Kual 10
Kual 11
Kual 12
Kual 13
Kual 14
Kual 15
Kual 16
Kual 17
Corrected Item-Total
Correlation
0,544
0,548
0,534
0,550
0,601
0,648
0,645
0,561
0,334
0,537
0,652
0,239
0,273
0,395
0,319
0,382
0,494
r tabel
Keterangan
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
0,223
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel diatas, hasil uji validitas terhadap variabel
kualitas
audit
dengan
menggunakan
pearson
correlations
memperlihatkan semua nilai korelasi (r) hitung lebih besar dari r tabel
(product moment), berarti butir pernyataan tersebut dinyatakan valid.
3. Uji Hipotesis
a. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Berdasarkan hasil pengujian terhadap data yang diperoleh, maka
didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar 4.1
Normal P-Plot
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Kual
Expected Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tampilan grafik normal P-Plot (gambar 4.1) dapat
disimpulkan bahwa terlihat titik-titik menyebar disekitar garis
diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal.
Sedangkan pada grafik histogram terlihat bahwa grafik histogram
memberikan pola distribusi yang mendekati normal.
Dengan demikian, dapat disimpulkan grafik normal plot dan
grafik histogram menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai
karena asumsi normalitas.
Gambar 4.2
Grafik Histogram
Histogram
Dependent Variable: Kual
20
Frequency
15
10
5
Mean =1.31E-15
Std. Dev. =0.98
N =78
0
-3
-2
-1
0
1
2
3
Regression Standardized Residual
Sumber : Data Primer Diolah
2) Uji Multikolinieritas
Berdasarkan hasil pengujian terhadap data yang diperoleh,
maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.8
Uji Multikolinearitas
a
Coefficients
Unstandardized Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
Model
B
Std. Error
Beta
t
Sig. Tolerance VIF
1
(Constant) 26.255
6.822
3.848 .000
Ind
.587
.144
.405 4.076 .000
.843 1.186
Peng
.733
.322
.228 2.275 .026
.829 1.206
Etik
.130
.065
.193 2.009 .048
.907 1.103
a. Dependent Variable: Kual
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel 4.8, masing-masing variabel memiliki VIF
tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa model regresi linier
berganda terbebas dari asumsi klasik statistik dan dapat digunakan
dalam penelitian.
3) Uji Heteroskesdastisitas
Berdasarkan hasil pengujian terhadap data yang diperoleh,
maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar 4.3
Scatterplot
Scatterplot
Dependent Variable: Kual
Regression Studentized Residual
3
2
1
0
-1
-2
-3
-2
0
2
4
Regression Standardized Predicted Value
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan gambar Scatterplot pada gambar 4.3 diatas dapat
dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak namun tidak tersebar
secara baik, karena titik-titik tersebut lebih banyak mengumpul
dibawah titik nol pada sumbu Y. Tetapi titik-titik tersebut juga ada
yang menyebar diatas angka nol. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi Heteroskesdastisitas pada model
regresi, sehingga model regresi layak untuk memprediksi kualitas
audit berdasarkan masukan variabel independen independensi
auditor, pengalaman audit dan etika auditor.
b. Analisis Regresi Berganda
Tabel dibawah ini merupakan hasil analisis mengenai koefisien
model regresi:
Tabel 4.9
Koefisien Regresi
a
Coefficients
Unstandardized Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
Model
B
Std. Error
Beta
t
Sig. Tolerance VIF
1
(Constant) 26.255
6.822
3.848 .000
Ind
.587
.144
.405 4.076 .000
.843 1.186
Peng
.733
.322
.228 2.275 .026
.829 1.206
Etik
.130
.065
.193 2.009 .048
.907 1.103
a. Dependent Variable: Kual
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan Tabel 4.9 tersebut, maka model regresi yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
Y = α + βX1 + βX2 + βX3 + ะต
Y = 26,255 + 0,587 X1 + 0,733 X2 + 0,130 X3 + 6,822
Hasil koefisien regresi memperlihatkan nilai koefisien konstanta
adalah sebesar 26,255 mempunyai arti bahwa jika variabel dianggap
konstan, maka nilai variabel kualitas audit akan konstan sebesar
26,255. Nilai β1 yang merupakan koefisien regresi dari variabel X1
(independensi auditor) sebesar 0,587 mempunyai arti bahwa semakin
tinggi independensi auditor atau bila terjadi peningkatan pada
independensi auditor sebesar 1 tingkatan, maka akan terjadi
peningkatan kualitas audit sebesar 0,587 satuan dengan asumsi
variabel lainnya tetap atatu konstan.
Kemudian nilai β2 yang merupakan koefisien regresi dari variabel
X2 (pengalaman auditor) sebesar 0,733 mempunyai arti bahwa jika
terjadi peningkatan pengalaman audit pada auditor eksternal sebesar 1
tingkatan, maka akan terjadi peningkatan kualitas audit sebesar 0,733
satuan dengan asumsi variabel lainnya tetap atau konstan.
Sedangkan nilai β3 yang merupakan koefisien regresi dari variabel
X3 (etika auditor) sebesar 0,130 mempunyai arti bahwa jika terjadi
peningkatan etika auditor pada auditor eksternal sebesar 1 tingkatan,
maka akan terjadi peningkatan kualitas audit sebesar 0,130 satuan
dengan asumsi variabel lainnya tetap konstan.
c. Uji Koefisien Determinasi
Dari pengujian yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.10
Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model
1
R
.618a
R Square
.383
Adjusted
R Square
.357
a. Predictors: (Constant), Etik, Ind, Peng
b. Dependent Variable: Kual
Std. Error of
the Estimate
5.12491
Sumber : Data Primer Diolah
Hasil pengujian menunjukkan besarnya koefisien korelasi (R),
koefisien determinasi (R Square), koefisien determinasi yang
disesuaikan (Adjusted R Square), dan Standar Error (SE) (Tabel 4.8).
Pada tabel diatas terlihat bahwa koefisien determinasi yang
disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0,357 memberi pengertian
bahwa variasi yang terjadi pada variabel Y (kualitas audit) adalah
sebesar 35,7 % ditentukan oleh variabel independensi auditor,
pengalaman audit, dan etika auditor, selebihnya sebesar 64,3% (100%
- 35,7%) ditentukan oleh faktor lain yang tidak diketahui dan tidak
termasuk dalam analisa regresi ini.
d. Uji Statistik t
Tabel dibawah ini merupakan hasil analisis mengenai uji statistik t
yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.11
Uji Statistik t
a
Coefficients
Unstandardized Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
Model
B
Std. Error
Beta
t
Sig. Tolerance VIF
1
(Constant) 26.255
6.822
3.848 .000
Ind
.587
.144
.405 4.076 .000
.843 1.186
Peng
.733
.322
.228 2.275 .026
.829 1.206
Etik
.130
.065
.193 2.009 .048
.907 1.103
a. Dependent Variable: Kual
Sumber : Data Primer Diolah
Hasil pengujian antara variabel independen (independensi auditor,
pengalaman auditor, dan etika auditor) terhadap variabel dependen
(kualitas audit) secara individu yang dilakukan dengan uji t (tabel 4.11)
adalah sebagai berikut:
1) Hasil uji hipotesis yang pertama, yaitu:
Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Independensi
auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Dari
tabel 4.11 dapat diketahui bahwa hasil pengujian untuk variabel
independensi auditor
mempunyai angka signifikansi 0,000
sehingga nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian Ha1
diterima, hal ini berarti bahwa independensi auditor berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit.
2) Hasil uji hipotesis kedua, yaitu:
Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa pengalaman audit
berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Dari tabel
4.11 dapat diketahui bahwa variabel pengalaman audit mempunyai
angka signifikansi 0,026 sehingga nilai tersebut lebih kecil dari
0,05. Dengan demikian Ha2 diterima, hal ini berarti bahwa
pengalaman audit berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
3) Menguji hipotesis ketiga, yaitu:
Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa etika auditor
berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Dari tabel
4.11 dapat diketahui bahwa variabel etika auditor mempunyai
angka signifikansi 0,048 sehingga nilai tersebut lebih kecil dari
0,05. Dengan demikian Ha3 diterima, hal ini berarti bahwa etika
auditor berpengaruh terhadap kualitas audit.
C. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, untuk variabel independensi
auditor hasil yang diperoleh menyatakan bahwa independensi auditor
berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Susiana dan Arleen (2007) yang
melakukan penelitian mengenai pengaruh independensi, mekanisme corporate
governance, dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil
penelitian tersebut membuktikan bahwa independensi dan kualitas audit tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap integritas laporan keuangan. Hal ini
disebabkan diantaranya karena perbedaan jenis sampel yang digunakan dalam
penelitian, pada penelitian tersebut sampel yang digunakan adalah perusahaan
publik yang tentunya pengetahuan mereka mengenai audit tidak begitu
mendalam, sehingga jawaban yang didapatkan dari kuesioner yang diberikan
tentunya tidak maksimal dan tidak sesuai dengan yang diharapkan, jawaban
yang mereka berikan hanya sebatas hasil dari laporan keuangan yang telah
dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Sedangkan pada penelitian ini sampel
yang digunakan adalah auditor eksternal yang tentunya sangat mengetahui dan
memahami segala sesuatu mengenai audit.
Namun hasil dari penelitian ini mendukung penelitian yang telah
dilakukan Nizarul, Trisni dan Liliek (2007) yang menemukan bahwa
independensi berpengaruh signifikan tehadap kualitas audit. Audit yang
dilaksanakan auditor dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi ketentuan dan
standar pengauditan. Standar pengauditan tersebut mencakup mutu profesional
auditor, independensi dan penyusunan laporan audit. Hasil lain mengenai
penelitian tentang independensi menunjukkan bahwa dalam mengambil
keputusan seorang akuntan publik dipengaruhi oleh dorongan untuk
mempertahankan klien auditnya, tetapi disisi lain terdapat beberapa kekuatan
yang bisa meredakan pengaruh tersebut. Hasil penelitian juga memberikan
bukti bahwa pemisahan staf audit dari staf yang melakukan consulting service
dirasakan oleh pemakai laporan akan meningkatkan independensi akuntan
publik. Pengaruh Budaya masyarakat atau organisasi terhadap pribadi akuntan
publik akan mempengaruhi sikap independensinya ( Johnny HS, 2009).
Jadi independensi merupakan salah satu standar pengauditan yang harus
dipenuhi agar audit yang dilaksanakan oleh auditor berkualitas. Dengan
demikian dapat terlihat bahwa independensi merupakan hal yang harus selalu
diterapkan oleh para auditor dalam melaksanakan auditnya.
Sedangkan untuk pengalaman auditor, Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa pengalaman auditor berpengaruh secara signifikan
terhadap kualitas audit. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Nurul Dwi
Ayuni (2008) yang menemukan bahwa pengalaman berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap kualitas audit atas sistem informasi berbasis
komputer. Hal ini dikarenakan pada penelitian tersebut pengalaman diuji
terhadap kualitas audit atas sistem informasi berbasis komputer sedangkan
dalam penelitian ini pengalaman audit diuji terhadap kualitas audit secara
umum, tidak spesifik atas sistem informasi berbasis komputer. Namun
penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Rizmah
Nurchasanah dan Wiwin Rahmanti (2004) yang menemukan bahwa faktor
pengalaman audit dan faktor keterlibatan pimpinan KAP berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit.
Pengalaman melaksanakan audit dapat mempengaruhi kualitas audit yang
dihasilkan oleh seorang auditor. Semakin berpengalaman seorang auditor
maka semakin mampu dia menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugastugas yang semakin kompleks, termasuk dalam melakukan pengawasan dan
pemeriksaan selama berlangsungnya penugasan audit. Pengalaman yang
diperoleh oleh seorang auditor tidak hanya diperoleh melalui banyaknya
penugasan audit yang dilakukan, namun pengalaman dapat diperoleh melalui
seminar, simposium, lokakarya, pelatihan dan kegiatan penunjang ketrampilan
lainnya yang dapat menambah pengetahuan sebagai seorang auditor.
Hasil penelitian yang diperoleh untuk etika auditor, menyatakan bahwa
etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Penelitian ini mendukung
penelitian yang telah dilakukan oleh Nizarul, Trisni dan Liliek (2007) yang
menemukan bahwa interaksi independensi dan etika auditor sebagai variabel
moderasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Oleh karena itu etika
auditor merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh
seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya.
Dengan
menerapkan
etika
auditor
sebagaimana
mestinya
akan
menghasilkan audit yang berkualitas, sehingga laporan audit dapat
memberikan informasi yang relevan yang digunakan oleh para pengguna
laporan keuangan yang telah diaudit sebagai dasar untuk mengambil
keputusan. Nichols dan Price (1976), Deis dan Giroux (1992) dalam Nizarul,
Trisni dan Liliek (2007) menyatakan bahwa etika profesional mempengaruhi
kemampuan auditor untuk bertahan dibawah tekanan klien, misalnya dalam
hal menjaga independensinya.
Kredibilitas auditor tentu sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat
yang menggunakan jasa mereka. Auditor yang dianggap telah melakukan
kesalahan akan berakibat hilangnya kepercayaan dari klien. Dengan demikian
klien tetap merupakan pihak yang mempunyai pengaruh besar terhadap
auditor.
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
independensi auditor, pengalaman audit dan etika auditor terhadap kualitas
audit. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Independensi auditor (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit (Y) dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nizarul,
Trisni dan Liliek (2007) yang menemukan bahwa independensi
berpengaruh signifikan tehadap kualitas audit.
2. Pengalaman auditor (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit (Y) dengan nilai signifikansi sebesar 0,026. Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rizmah
Nurchasanah dan Wiwin Rahmanti (2004) yang menemukan bahwa faktor
pengalaman audit dan faktor keterlibatan pimpinan KAP berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit.
3. Etika auditor (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit
(Y) dengan nilai signifikansi sebesar 0,048. Penelitian ini mendukung
penelitian yang telah dilakukan oleh Nizarul, Trisni dan Liliek (2007) yang
menemukan bahwa interaksi independensi dan etika auditor sebagai
variabel moderasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
B. Implikasi
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, hasil regresi memperlihatkan
tingkat signifikansi 0,000 untuk independensi auditor, 0,026 untuk pengalaman
audit dan 0,048 untuk etika auditor. Berdasarkan penjelasan diatas, maka
implikasi dari ketiga variabel ini adalah:
1. Variabel independensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit, artinya bahwa independensi merupakan hal yang harus
selalu diterapkan oleh para auditor dalam melaksanakan auditnya agar
audit yang dilaksanakan dapat menghasilkan laporan yang berkualitas.
2. Variabel pengalaman auditor berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit. Semakin berpengalaman seorang auditor maka semakin
mampu ia menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang
semakin
kompleks,
termasuk
dalam
pemeriksaan selama berlangsungnya audit.
melakukan
pengawasan
dan
3. Variabel etika auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit. Oleh karena itu etika auditor merupakan salah satu hal yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh seorang auditor dalam melaksanakan
tugasnya. Dengan menerapkan etika auditor yang ada, maka akan
berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. “Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik”.
Jilid 2, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2008.
Aini. A, Nur dan Sumarno Zain. “Analisis Pengaruh Kepemilikan Institusional
dan Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Vol. XIII No.1, Maret: 54-78, 2007.
Arens, Alvin A.. ”Auditing dan Jasa Assurance Pendekatan terintegrasi Jilid 1.
Ed 12”. Jakarta: Erlangga, 2008.
Ayuni, Nurul Dwi. Skripsi: “Pengaruh Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman
Auditor terhadap Kualitas Audit atas Sistem Informasi Berbasis Komputer”,
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
De Angelo, L.E. Auditor Independence, “Low Balling”, and Disclosure
Regulation. Journal of Accounting and Economics 3. Agustus. p. 113-127,
1981.
Directory Institut Akuntan Publik Indonesia. Ikatan Akuntan Publik Indonesia,
Kompartemen Akuntan Publik, 2008.
Dunia, Firdaus A. “Ikhtisar Lengkap Pengantar Akuntansi”. Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2008.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”.
Semarang:Undip, 2005.
Gudono, M. dan Sihwajoeni. “Persepsi Akuntan Terhadap Kode Etik Akuntan.”
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.3, No.2 Juli:168-184, 2000.
Hamid, Abdul. “Pedoman Penyusunan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial UIN Syarifhidayatullah, Jakarta, 2007.
Harahap, Sofyan Syafri. “Auditing dalam Perspektif Islam”. Jakarta: Pustaka
Quantum, 2008.
Ikatan Akuntan Publik Indonesia. “Standar Profesi Akuntan Publik”, Jakarta,
2004.
Ikhsan, Arfan. “Pengantar Praktis Akuntansi”. Yogyakarta: Graha ILmu, 2009.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta:BPFE, 2004.
Johnny HS. “Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik : Refleksi Hasil
Penelitian Empiris”. artikel diakses tanggal 28 Juni 2009, dari
http://jurnalakuntan2009.blogspot.com/search?q=independensi+auditor.
Johnny HS. “Creative Accounting: Nature, Incidence and Ethical Issues ”. artikel
diakses tanggal 28 Juni 2009, dari http://jurnalakuntan2009.blogspot.com/
search?q =independensi+auditor.
Kell, W.G., R.N. Johnson dan W.C. Boynton. Modern Auditing. Edisi Ketujuh.
Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.
Kieso, Donald e Jerry J Weygandt, Terry D Warfield. “Akuntansi Intermediate
ed.12”. Jakarta: Erlangga, 2008.
Kohlberg, Lawrence. "The Claim to Moral Adequacy of a Highest Stage of Moral
Judgment". Journal of Philosophy 70: 630-646, 1973.
Kohlberg, Lawrence. Essays on Moral Development, Vol. I: The Philosophy of
Moral Development. Harper & Row. ISBN 0-06-064760-4, 1981.
Koroy, Tri Ramaraya. “Pengaruh Preferensi Klien dan Pengalaman Audit
terhadap Pertimbangan Auditor”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol. 10
No.1, Januari: 113-130, 2007.
Lawrence B. Sawyer, Mortimer A. Dittenhofer, James H. Scheiner. Sawyer’s
Internal Auditing. Edisi lima. Jakarta: Salemba Empat, 2005.
Mautz, R.K dan H.A. Sharaf. The Philosophy of Auditing. Sarasota: American
Accounting Association, 1993.
Mulyadi. “Auditing”. Edisi 6 Cetakan ke-2, Salemba Empat, Jakarta, 2002.
Mursalim. Income Smoothing dan Motivasi Investor: Studi Empiris pada Investor
di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
Nasution, Mustafa Edwin dan Hardius Usman. “Proses Penelitian Kuantitatif”.
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008.
Nizarul Alim, M., Trisni Hapsari dan Liliek Purwanti. “Pengaruh Kompetensi dan
Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai
Variabel Moderasi”. SNA X Makassar, 2007.
Novianty, Retty dan Indra Wijaya Kusuma. “Analisis Faktor-faktor yang
mempengaruhi Independensi Penampilan Akuntan Publik”. JAAI Vol.5 No.1,
Juni, 2001.
Nurchasanah, Rizmah dan Wiwin Rahmanti. “Analisis Faktor-faktor Penentu
Kualitas Audit“. Jurnal Riset Akuntansi dan Manajemen, Jakarta, 2004.
Pflugrath, Gary Nonna Martinov-Bennie, Liang Chen. ”The Impact of Codes of
Ethics and Experience on Auditor Judgments”. Managerial Auditing Journal
Vol.22 No.6, 566-589, 2007.
Piaget, Jean. The Moral Judgment of the Child. London: Kegan Paul, Trench,
Trubner and Co.. ISBN 0-02-925240-7, 1932.
PMK No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik di Indonesia.
Purnamasari, St. Vena. “Sifat Machiavellian dan Pertimbangan Etis: Anteseden
Independensi dan Perilaku Etis Auditor”. SNA 9 Padang, 2006.
Rama , Dasaratha dan Frederick Jones. “Sistem Informasi Akuntansi”. Jakarta:
Salemba Empat, 2009.
Randal J Elder, Mark S Beasley, Alvin A. Arens, and amir Abadi Jusuf. Auditing
and Assurance Service. An Integrated Approach An Indonesian Adaption.
Edisi 12. New Jersey. Prentice Hall/Pearson Education, 2009.
Santoso, Singgih. Latihan SPSS: Statistik Parametrik, Alex Media Komputindo,
Jakarta, 2003.
Satyanugraha, Heru. “Etika Bisnis-Prinsip dan Aplikasi”.LPFE, Jakarta, 2003.
Scott, William R. Financial Accounting Theory. Second edition. Canada: Prentice
Hall, 2000.
Seprian. “Etika Profesional Auditor”. artikel diakses tanggal 12 Desember 2008,
dari http://seprian-jurnal.2007/11 April. etika-profesional-auditor.html.
Setyarno , Eko Budi., Indira Januarti dan Faisal. “Pengaruh Kualitas Audit,
Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya,
Pertumbuhan Perusahaan Terhadap
Universitas Diponegoro, 2009.
Opini Audit Going
Concern”,
Sugiyono. “Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D”. Bandung: Alfabeta, 2008.
Suharli, Michell. “Akuntansi Ekuitas”. Jakarta: Restu Agung, 2008.
Suraida, Ida. ”Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman, Risiko Audit dan
Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Ketepatan Pemberian Opini
Akuntan Publik (Survay terhadap para akuntan publik di Indonesia)”.
Disertasi. Bandung: Program Pascasarjana Unpad (Tidak Dipblikasikan),
2003.
Susiana dan Arleen Herawaty. “Analisis Pengaruh Independensi, Mekanisme
Corporate Governance, dan Kualitas Audit terhadap Integritas Laporan
Keuangan”. SNA X Makassar, 2007.
Tunggal, Amin Widjaja. “Dasar-dasar Audit Operasional”. Jakarta: Harvarindo,
2008.
Weygandt, Jery J., Donald E. Kieso, Paul D. Kimmel. “Pengantar Akuntansi”,
Edisi Tujuh, Jakarta: Salemba Empat, 2007.
Wibowo dan Abubakar Arif. “Akuntansi Keuangan Dasar 1”. Jakarta: Grasindo,
2008.
Widiastuti, Indah. Pengaruh Perbedaan Level Hirerarkis Akuntan publik
dalamKantor Akuntan Publik terhadap Persepsi tentang Kode Etik Akuntan
Indonesia. Jurnal Akuntansi & Bisnis. Vol.3 (1) Peb: 53-65, 2003.
Wulandari, Soliyah. Skripsi: “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Independensi Auditor Eksternal menurut Persepsi Bankir”, Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
IDENTITAS RESPONDEN
Pada bagian ini Anda diminta untuk mengisi identitas responden mengenai nama,
nama KAP dan usia pada pertanyaan no 1, 2 dan 3. Untuk pertanyaan no 4 s.d 7
harap memilih salah satu dengan memberi tanda silang (X).
1. Nama Responden
:
…………………………………………..
2. Nama KAP
:
…………………………………………..
3. Usia
:
…… tahun
4. Jenis Kelamin
:
a. Laki-laki
b. Perempuan
5. Pendidikan Formal :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
D3
Sedang Menempuh S1
Lulus S1
Sedang menempuh S2
Lulus S2
S3
6. Lama masa kerja sebagai auditor:
a.
b.
c.
d.
< 3 tahun
3 – 5 tahun
5 – 10 tahun
> 10 tahun
7. Kedudukan di KAP sebagai:
a.
b.
c.
d.
e.
Junior Auditor
Senior Auditor
Supervisor Auditor
Partner
Manajer
Pada Bagian B, C, dan D gunakan skala berikut ini untuk menunjukkan sejauh
mana Anda setuju atau tidak setuju. Berilah tanda silang (X) pada kolom yang
dipilih.
STS
TS
N
S
SS
Sangat Tidak
Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
INDEPENDENSI AUDITOR
No
Pernyataan
1.
Penyusunan program audit bebas dari campur
tangan untuk menentukan, mengeliminasi atau
memodifikasi bagian-bagian tertentu yang
diperiksa
2.
Penyusunan program audit bebas dari campur
tangan atau sikap tidak mau bekerjasama
mengenai penerapan prosedur yang dipilih
3.
Penyusunan program audit bebas dari usahausaha pihak lain terhadap subyek pekerjaan
pemeriksaan selain untuk proses pemeriksaan
yang disediakan
4.
Dalam melakukan verifikasi, auditor
memperoleh kebebasan dalam mengakses
semua informasi yang berhubungan dengan
kegiatan audit
STS TS
N
S
SS
5.
6.
7.
Selama melakukan verifikasi auditor
memperoleh dukungan dan kerjasama yang baik
dengan pihak manajemen klien
Manajemen klien memberikan kebebasan pada
auditor dalam menentukan bahan bukti yang
diperlukan maupun obyek yang akan diperiksa
Kegiatan verifikasi auditor harus bebas dari
kepentingan pribadi auditor
No
Pernyataan
8.
Auditor harus bebas dari keinginan pribadi
maupun pengaruh pihak lain untuk
memodifikasi bahan bukti selama aktivitas audit
9.
Auditor harus bebas dari tekanan pihak
manapun dalam melaporkan temuan-temuan
yang bersifat material
STS TS N
S
SS
S
SS
10. Auditor harus menghindari penggunaan katakata yang menyesatkan baik secara sengaja
maupun tidak sengaja dalam melaporkan fakta,
opini, dan rekomendasi dalam interpretasi
auditor.
11. Auditor harus bebas dalam menggunakan
judgement mengenai fakta dan opini dalam
laporan audit
KUALITAS AUDIT
No
Pertnyataan
1.
KAP yang memiliki reputasi yang baik akan
memberikan audit yang berkualitas
2.
Auditor/KAP yang memiliki kapabilitas akan
memberikan audit yang berkualitas
3.
Staf KAP menumbuhkan rasa percaya klien
4.
Staf KAP menimbulkan rasa aman pada klien
5.
Staf KAP mampu menjawab pertanyaan klien
STS TS
N
6.
Staf KAP sungguh-sungguh mengutamakan
klien
7.
Staf KAP memahami kebutuhan klien
8.
KAP memiliki waktu beroperasi/jam kantor
yang nyaman
9. KAP tidak menginformasikan kepada klien
tentang kepastian waktu penyampaian jasa
10. KAP memberikan jasa dengan tepat waktu
No
Pertanyaan
STS TS
N
S
11. Staf KAP bersedia membantu klien, bukan
dalam kompromi
12. Staf klien tidak bersedia merespon permintaan
klien
13. KAP mampu memberikan jasa non-audit,
misal: konsultasi manajemen, penyusunan
sistem informasi akuntansi, dan lain-lain yang
tidak conflict interest
14. KAP tidak harus memiliki keahlian dibidang
industri klien
15. KAP tidak harus memiliki pengalaman di
bidang industri klien
16. KAP yang besar (Big Four) memberikan jasa
yang berkualitas
17. KAP harus bersikap obyektif pada saat
memberikan jasa
PENGALAMAN AUDIT
1. Lamanya pengalaman audit yang Anda miliki:
a. Lama sekali (lebih dari 20 tahun)
b. Cukup lama (16 s/d 20 tahun)
c. Lama (11 s/d 15 tahun)
d. Kurang Lama (5 s/d 10 tahun)
e. Sebentar (kurang dari 5 tahun)
2. Banyaknya jumlah penugasan yang Bapak/Ibu/Saudara laksanakan:
a.
b.
c.
d.
Sangat banyak (lebih dari 40 penugasan)
Cukup banyak (31 s/d 40 penugasan)
Banyak (21 s/d 30 penugasan)
Kurang Banyak (10 s/d 20 penugasan)
SS
e. Sedikit (kurang dari 10 penugasan)
KESADARAN ETIS AUDITOR
Di bawah ini terdapat tiga ilustrasi kasus serta tindakan yang mengikutinya. Anda
dimohon untuk menilai tindakan pada setiap ilustrasi tersebut dengan memberi
tanda silang (X) pada pilihan angka: 1, 2, 3, 4, dan 5.
Ilustrasi 1
Sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) baru saja memperoleh klien baru dengan
biaya audit yang sangat rendah. Dalam persiapan pengauditar seorang partner
mengusulkan anggaran jam pengauditan untuk akun persediaan selama 100 jam.
Padahal pengalaman partner senior dengan klien sejenis menunjukkan bahwa
untuk memperoleh keyakinan agar tidak terjadi kesalahan maupun pelanggaran
terhadap standar yang bersifat material, pengauditan memerlukan waktu minimal
150 jam. Di KAP tersebut, evaluasi kinerja partner didasarkan pada efisiensi
pengauditan.
Tindakan: Usulan anggaran waktu tersebut diterima oleh partner senior,
akibatnya dalam proses pengauditan partner tersebut melakukan
prosedur pengauditan yang lebih sedikit terhadap akun persediaan.
Dari tindakan diatas, jawablah 3 pertanyaan di bawah ini:
Menurut saya, tindakan tersebut
Etis
1 2 3 4 5 Tidak Etis
Kemungkinan saya melakukan
Tinggi 1 2 3 4 5 Rendah
Kemungkinan kolega saya melakukan
Tinggi 1 2 3 4 5 Rendah
Ilustrasi 2
Auditor X bertindak sebagai auditor independen pada klien A. Volume penjualan
klien A mengalami penurunan sangat drastis. Auditor X mengetahui bahwa klien
A akan segera bangkrut. Pada saat yang sama, auditor juga sedang mengaudit
klien B. Ketika sedang melakukan pengauditan pada rekening piutang klien B,
auditor X menemukan bahwa klien A memiliki utang terhadap klien B sebesar Rp
500 juta. Jumlah ini merupakan 10% dari saldo piutang klien B.
Tindakan: Auditor X memberitahu klien B tentang kemungkinan bangkrut yang
akan dialami klien A.
Dari tindakan diatas, jawablah 3 pertanyaan di bawah ini:
Menurut saya, tindakan tersebut
Etis
1 2 3 4
Kemungkinan saya akan melakukan
Tinggi 1 2 3 4
Kemungkinan kolega saya melakukan Tinggi 1 2 3 4
5 Tidak Etis
5 Rendah
5 Rendah
Ilustrasi 3
Auditor Y disamping berpraktik sebagai akuntan publik juga ikut aktif dalam
kegiatan aktifitas sosial. Dia sangat aktif dalam organisasi untuk penyandang
cacat di kotanya. Dalam rangka untuk mengumpulkan dana bagi organisasi
tersebut, auditor Y berencana menggunakan kertas kop surat KAP tempat ia
bekerja untuk digunakan sebagai surat permohonan sumbangan sukarela pada
perusahaan-perusahaan.
Tindakan: Auditor Y menggunakan kertas kop surat KAP untuk membuat surat
permohonan sumbangan sukarela.
Dari tindakan diatas, jawablah 3 pertanyaan di bawah ini:
Menurut saya, tindakan tersebut
Etis
1 2 3 4 5 Tidak Etis
Kemungkinan saya akan melakukan
Tinggi
1 2 3 4 5 Rendah
Kemungkinan kolega saya melakukan Tinggi
1 2 3 4 5 Rendah
KEPEDULIAN PADA ETIKA PROFESI
Anda dimohon untuk memberi tanda silang (X) pada pilihan angka: 1, 2, 3, 4, dan
5. Makin besar salah satu angka dari rentang angka yang Anda pilih menunjukkan
bahwa Anda semakin setuju dengan pernyataan tersebut.
Pertanyaan:
1. Apakah Anda sangat peduli pada etika profesi untuk mensukseskan profesi
auditor?
Tidak peduli
1 2 3 4 5 Sangat peduli
2. Apakah Anda sering mengatakan pada teman-teman Anda bahwa kepedulian
pada etika profesi adalah sangat baik untuk dilaksanakan?
Tidak Pernah 1 2 3 4 5 Sering Sekali
3. Apakah Anda merasa bangga ketika memberitahukan kepada orang lain
bahwa Anda peduli pada etika profesi?
Tidak Bangga
1 2 3 4 5 Sangat Bangga
4. Apakah Anda merasa bahwa nilai-nilai yang Anda yakini dengan nilai-nilai
yang ada dalam etika profesi auditor memiliki banyak kesamaan?
Tidak
1 2 3 4 5
Ya
5. Apakah Anda setuju dengan aturan-aturan yang ada dalam etika profesi yang
dikeluarkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia?
Sangat Tidak Setuju 1 2 3 4 5
Sangat Setuju
6. Apakah kepedulian terhadap etika profesi dapat memberikan kepuasan pada
diri Anda untuk memberikan yang terbaik dalam melakukan setiap pekerjaan
audit?
Tidak Memberi Kepuasan 1 2 3 4 5 Sangat Memberi Kepuasan
7. Apabila Anda memutuskan untuk tidak peduli terhadap etika profesi, apakah
Anda merasa bahwa tindakan tersebut merupakan suatu kesalahan?
Tidak
1 2 3 4 5
Ya
8. Apakah Anda merasa senang dengan memilih profesi sebagai auditor
dibanding profesi lainnya?
Tidak Senang 1 2 3 4 5 Sangat Senang
9. Apakah Anda merasa bahwa menjadi auditor adalah profesi yang terbaik
dibanding profesi lainnya?
Ya
Tidak
1 2 3 4 5
10. Dalam situasi saat ini, apabila ada sedikit perubahan yang tidak berkenan
dihati Anda apakah dapat mempengaruhi kepedulian Anda pada etika profesi?
Tidak
1 2 3 4 5
Ya
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PENGALAMAN
AUDITOR DAN ETIKA AUDITOR TERHADAP
KUALITAS AUDIT
Amilin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nur Aini
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstract:
The objectives of this research was to explain the influence of auditor
independence, auditor experience and auditor ethics to audit quality. Data used in
this research was questionnaires from independent auditors, at audit firms in DKI
Jakarta.
Sampling method was using convenience sampling. 100 questionnaires was
distribute. Total returned questionnaires was 78 (78%). The method of data
analyzing used in this research was multiple regression method with auditor
independence, auditor experience, auditor ethics is independence variable and
audit quality is dependent variable.
This research showed that auditor independence, auditor experience, and
auditor ethics has significant to audit quality. The t test showed that value of
significant of auditor independence variable is 0.000, auditor experience variable
is 0.026, and auditor ethics variable is 0.048.
Keywords: Auditor Independence, Auditor Experience, Auditor Ethics, Audit
Quality
I. PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang Penelitian
Banyak masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang melibatkan
profesi seorang akuntan. Akuntan adalah profesi yang keberadaannya sangat
tergantung dengan adanya kepercayaan dari masyarakat yang menggunakan
jasanya. Oleh karena itu, jika akuntan tidak mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat, maka mereka tidak akan menggunakan jasa akuntan, sehingga
profesi akuntan tidak perlu ada.
Masalah-masalah yang ditimbulkan membuat kepercayaan para pemakai
laporan keuangan khususnya laporan keuangan auditan terhadap auditor mulai
menurun. Akibatnya, para pemakai laporan keuangan seperti investor dan
kreditur mulai mempertanyakan kembali eksistensi akuntan publik sebagai
pihak independen yang menilai kewajaran laporan keuangan.
Hubungan akuntan dengan pengguna jasanya memiliki bentuk yang
khusus jika dibandingkan dengan profesi lainnya. Profesi lain mendapatkan
penugasan dari pengguna jasa dan bertanggung jawab juga kepadanya,
sementara akuntan mendapat penugasan dan memperoleh fee dari perusahaan
yang menerbitkan laporan keuangan, namun bertanggung jawab kepada
pengguna laporan keuangan. Kondisi seperti ini sering kali menempatkan
akuntan pada situasi-situasi dilematis, oleh sebab itu sangat penting bagi
akuntan untuk melaksanakan audit dengan kompeten dan tidak bias (Arens
dan Loebbecke, 2008).
Kepercayaan masyarakat perlu dipulihkan dan hal itu sepenuhnya
tergantung pada praktek profesional yang dijalankan para akuntan.
Profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dimiliki oleh setiap
anggota profesi yaitu: keahlian, pengetahuan, dan karakter. Karakter
menunjukkan personality seorang profesional, yang diwujudkan dalam sikap
dan tindakan etisnya.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan
Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia dan
akuntan lainnya yang bukan anggota (bab VII pasal 10 Kode Etik Akuntan
Indonesia). Disamping itu, dengan adanya kode etik, maka para anggota
profesi akan lebih dapat memahami apa yang diharapkan profesi terhadap para
anggotanya (Sihwahjoeni dan Gudono, 2000). Etika professional auditor
diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan
Publik (IAPI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI-KAP
maupun yang bukan anggota IAPI-KAP) yang bekerja pada satu Kantor
Akuntan Publik (KAP). Dalam hal staf profesional yang bekerja pada satu
KAP yang bukan anggota IAPI-KAP melanggar aturan etika ini, maka rekan
pimpinan KAP tersebut bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran
tersebut. Sikap dan tindakan etis akuntan akan sangat menentukan posisinya
dimata
masyarakat.
Profesi
seorang
akuntan
diharapkan
memiliki
profesionalitas, integritas yang tinggi, bersikap independen, kompeten dan
bertanggung jawab atas segala pekerjaannya. Auditor dengan kapasitas
pemikian etis yang tinggi akan lebih baik dalam menghadapi konflik dan
dilema etis, dan lebih independen dalam membuat keputusan yang terkait
dengan dilema etis (St Vena Purnamasari, 2006).
Independensi merupakan sikap yang bebas dari pengaruh pihak lain (tidak
dikendalikan dan tidak bergantung pada pihak lain), secara intelektual
bersikap jujur, dan objektif (tidak memihak) dalam mempertimbangkan fakta
dan menyatakan opininya (Mulyadi, 2008). Sikap independen sangat
dibutuhkan oleh seorang auditor eksternal dalam memberikan jasa audit yang
disediakan untuk para pemakai laporan keuangan. Selain itu, independensi
auditor eksternal juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
menilai kualitas atau mutu dari jasa audit yang dihasilkan.
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (2004), audit yang
dilaksanakan auditor dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi ketentuan dan
standar
pengauditan.
Standar
pengauditan
tersebut
mencakup
mutu
professional auditor, independensi, pertimbangan yang digunakan dalam
pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. Jadi seorang auditor dapat
menghasilkan
laporan audit
yang berkualitas
jika
auditor
tersebut
melaksanakan pekerjaannya secara professional.
Kompleksitas tugas yang dihadapi oleh seorang auditor akan menambah
pengalaman serta pengetahuannya. Hal ini menunjukkan bahwa auditor yang
tidak berpengalaman mempunyai tingkat kesalahan yang lebih signifikan
dibandingkan dengan auditor yang lebih berpengalaman. Pengalaman yang
lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih, pengalaman seorang auditor
tentunya dapat berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh
auditor tersebut.
Dalam penelitian Rizmah Nurchasanah dan Wiwin Rahmanti (2004)
menunjukkan bahwa faktor pengalaman audit berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit. Nizarul, Trisni dan Liliek (2007) menemukan bahwa
independensi berpengaruh signifikan tehadap kualitas audit, selanjutnya
interaksi independensi dan etika auditor sebagai variabel moderasi
berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini berarti kualitas audit
didukung oleh sampai sejauh mana auditor mampu bertahan dari tekanan klien
disertai dengan perilaku etis yang dimiliki. Namun, dalam penelitian Nurul
Dwi Ayuni (2008) menemukan bahwa pengalaman berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap kulitas audit atas sistem informasi berbasis
komputer. Susiana dan Arleen (2007) membuktikan bahwa independensi dan
kualitas audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap integritas laporan
keuangan.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, terlihat bahwa kualitas
audit tidak bisa diukur secara pasti sehingga hasil penelitiannya berbeda-beda.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul
”Pengaruh Independensi Auditor, Pengalaman Auditor dan Etika
Auditor terhadap Kualitas Audit”.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Nizarul, Trisni dan Liliek (2007). Perbedaan antara penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
4. Menambahkan variabel pengalaman auditor dan etika auditor sebagai
variabel independen. Pengalaman auditor dan etika auditor merupakan
beberapa hal yang berkaitan dengan auditor dalam melaksanakan
penugasannya dan pengaruhnya terhadap kualitas audit yang mereka
hasilkan, karena itu penelitian ini menambahkan kedua variabel tersebut
untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap kualitas audit.
5. Menghilangkan etika auditor sebagai variabel moderasi. Etika auditor
diubah menjadi salah satu variabel independen dalam penelitian ini, untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas audit.
6. Menjadikan kantor-kantor akuntan publik yang berada di DKI Jakarta
sebagai populasi dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan agar hasil
penelitian yang didapat menjadi lebih maksimal dengan memperluas
pengambilan sampel.
1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini masalah yang ingin diteliti adalah:
4. Apakah independensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit?
5. Apakah pengalaman auditor berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit?
6. Apakah etika auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit?
Tujuan penelitian ini adalah:
4. Untuk menguji pengaruh independensi auditor terhadap kualitas audit.
5. Untuk menguji pengaruh pengalaman auditor terhadap kualitas audit.
6. Untuk menguji pengaruh etika auditor terhadap kualitas audit.
2. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Etika
Ethics (etika) adalah strandar prilaku yang menjadi dasar penilaian
benar atau salah, jujur atau tidak jujur, adil atau tidak adilnya tindakan
seseorang (Weygandt, Kieso, & Kimmel, 2007). Etika secara umum
diartikan sebagai perangkat prinsip moral atau nilai. Masing-masing
orang memiliki perangkat nilai, sekalipun tidak dapat diungkapkan secara
eksplisit. Perilaku beretika diperlukan oleh masyarakat agar semuanya
dapat berjalan lancar serta teratur sesuai dengan ketentuan yang ada,
kebutuhan akan etika dalam masyarakat cukup penting sehingga banyak
diantara nilai etika yang dimasukkan dalam undang-undang.
Di Indonesia, etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena sila
berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, benar dan
bagus. Selanjutnya, selain kaidah etika masyarakat juga terdapat apa yang
disebut dengan kaidah professional yang khusus berlaku dalam kelompok
profesi yang besangkutan. Oleh karena merupakan konsensus, maka etika
tersebut dinyatakan secara tertulis atau formal yang selanjutnya disebut
sebagai ‘kode etik’. Sifat sanksinya juga moral psikologik, yaitu
dikucilkan atau disingkirkan dari pergaulan kelompok profesi yang
bersangkutan (Desriani,1993 dalam Gudono,2000).
Etika adalah seperangkat prinsip moral atau nilai (Arens dan
loebbecke, 2008), atau aturan perilaku yang ditetapkan oleh organisasi
profesi untuk melindungi kepentingan anggota dan masyarakat sebagai
pemakai jasanya. Aturan tersebut berisi hal-hal yang boleh dan tidak
boleh dilakukan dan harus ditaati oleh setiap anggota organisasi.
Etika dalam bahasa Yunani terdiri dari dua kata yaitu: ethos berarti
kebiasaan
atau
adat, dan
ethikos berarti perasaan
batin
atau
kecenderungan batin mendorong manusia dalam bertingkah laku. “Etika
sebenarnya meliputi suatu proses penentuan yang komplek tentang apa
yang harus dilakukan seseorang dalam situasi tertentu.
Profesi itu sendiri meliputi kombinasi unik dari pengalaman dan
pembelajaran masing-masing individu seperti yang dikemukakan oleh
Ward et al. (1993) dalam Gudono (2000). Jadi secara umum etika
menggambarkan suatu perwujudan dan penetapan suatu norma sikap dan
tingkah laku yang membantu manusia bertindak secara bebas dan dapat
dipertanggung jawabkan karena setiap tindakan lahir dari keputusan
pribadi yang bebas.
2.2. Teori Moral Development
Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg (1958) dengan
mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia
yang semula diteliti Piaget (1932), yang menyatakan bahwa logika dan
moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Teori ini
berpandangan bahwa penalaran moral, merupakan dasar dari perilaku etis
dan mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi.
Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa
proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan
keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan walaupun ada
dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Keenam tahapan perkembangan moral dari Kohlberg dikelompokkan
ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pascakonvensional. Tidak
dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan;
setiap tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih
komprehensif, beragam, dan terintegrasi dibanding tahap sebelumnya.
Kohlberg menggunakan cerita-cerita tentang dilema moral dalam
penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan
menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam
persoalan moral yang sama. Teorinya didasarkan pada tahapan
perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi
tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding
tahap atau tingkat sebelumnya.
Tahapan-tahapan
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi (Apa untungnya buat saya?)
Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas (Sikap anak baik)
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial (Moralitas hukum
dan aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
5. Orientasi kontrak sosial
6. Prinsip etika universal (Principled conscience)
Tingkat 1: Pra-Konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada
anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran
dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional
menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya
langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam
perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada
konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri.
Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang
yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan
dianggap semakin salah tindakan itu. Tahap dua menempati posisi apa
untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang
paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian
pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga
berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri.
Dalam tahap dua perhatian kepada orang lain tidak didasari oleh
loyalitas atau faktor yang bersifat intrinsik. Kekurangan perspektif
tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan
kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk
melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua,
perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.
Tingkat 2: Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang
dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan
dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat.
Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam
perkembangan moral.
Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki
peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan
dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan
masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Dalam tahap empat, adalah
penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena
berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral
dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan
individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi
kebutuhan pribadi.
Tingkat 3: Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat
berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral.
Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari
masyarakat kini menjadi semakin jelas. Akibat ‘hakekat diri mendahului
orang lain’ ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar
dengan perilaku pra-konvensional. Dalam tahap lima, individu-individu
dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang
berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa
memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti
kehidupan
dan
pilihan
jangan
sampai
ditahan
atau
dihambat.
pemerintahan yang demokratis merupakan contoh tindakan yang
berlandaskan pada penalaran tahap lima.
Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak
menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar
pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan
keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Walau Kohlberg
yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan
seseorang yang menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang
sukar, kalaupun ada, yang bisa mencapai tahap enam dari model
Kohlberg ini.
2.3. Teori Keagenan
Agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information)
dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya
asimetry information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer
dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan
keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utilitynya. Sedangkan
bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol
secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya
memiliki sedikit informasi yang ada. Oleh karena itu, terkadang
kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh manajemen perusahaan
tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal atau investor.
Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory
(Mursalim, 2005), yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau
lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak
yang
lain
disebut
principal.
Principal
mendelegasikan
pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini dapat
pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent
untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah
disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur
dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak
kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para
manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya.
Kontrak kerja yang dimaksud adalah kontrak kerja antara pemilik modal
dengan manajer perusahaan, dimana antara agent dan principal ingin
memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki.
Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu:
3. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam
lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan
prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang
mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh
pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada
pemegang saham.
4. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang
manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun
pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan
diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan
sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai
pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi
perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan
melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Asimetri antara
manajemen (agent) dengan
pemilik (principal)
memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu
memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal pelaporan keuangan, manajer
dapat melakukan manajemen laba (earnings management) untuk
menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi
perusahaan.
Akuntan publik diharapkan dapat menjembatani kepentingan pihak
investor dan kreditor dengan pihak manajemen (agent) dalam mengelola
keuangan perusahaan. Sebagai perantara, akuntan harus dapat bertindak
jujur, bijaksana, dan profesional.
Akuntan publik harus mempunyai tanggung jawab bahwa informasi
yang mereka berikan disajikan secara lengkap dan jujur kepada para
pengguna informasi tersebut. Sehingga mereka dapat mengetahui kinerja
perusahaan yang sesungguhnya dan dapat dijadikan sebagai dasar yang
tepat untuk mengambil keputusan.
2.4. Independensi
Tanggung jawab yang besar, maka merupakan suatu hal yang penting
bagi akuntan yang bekerja di suatu kantor akuntan publik untuk memiliki
independensi dan keahlian yang tinggi. Jika akuntan tidak independen
terhadap manajemen kliennya, pendapat yang dia berikan tidak
mempunyai arti. Dalam Seprian (2007) independensi akuntan publik
mencakup dua aspek, yaitu: (1) independensi sikap mental, dan (2)
independensi penampilan.
Setiap akuntan harus menjaga integritas dan keobjektivan dalam
tugas proesional dan setiap auditor harus independen dari semua
kepentingan yang bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Ia juga
harus menghindari situasi yang dapat menimbulkan kesan pada pihak
ketiga bahwa ada pertentangan kepentingan atau keobjektivan sudah tidak
dapat dipertahankan.
Mautz dan Sharaf (1993) menyatakan bahwa untuk dapat
menjalankan kewajibannya, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh
auditor, yaitu kompetensi, independensi, dan due professional care.
Mempertahankan perilaku
yang independen bagi auditor dalam
memenuhi tanggung jawab mereka adalah penting. Tetapi yang juga
penting adalah bahwa pemakai laporan keuangan tersebut memiliki
kepercayaan atas independensi tersebut.
Shockley (1981) dalam Nizarul, Trisni dan Liliek (2007) melakukan
penelitian tentang empat faktor yang berpengaruh terhadap independensi
akuntan publik dimana responden penelitiannya adalah kantor akuntan
publik, bank dan analis keuangan. Faktor yang diteliti adalah pemberian
jasa konsultasi kepada klien, persaingan antar KAP, ukuran KAP dan
lama hubungan audit dengan klien.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa KAP yang memberikan jasa
konsultasi manajemen kepada klien yang diaudit dapat meningkatkan
risiko rusaknya independensi yang lebih besar dibandingkan yang tidak
memberikan jasa tersebut. Tingkat persaingan antar KAP juga dapat
meningkatkan risiko rusaknya independensi akuntan publik. KAP yang
lebih kecil mempunyai risiko kehilangan independensi yang lebih besar
dibandingkan KAP yang lebih besar. Sedangkan faktor lama ikatan
hubungan dengan klien tertentu tidak mempengaruhi secara signifikan
terhadap independensi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat terhadap
profesi akuntan publik berhubungan langsung dengan mutu pemeriksaan
dan salah satu elemen penting dalam kendali mutu tersebut adalah
independensi.
2.5. Pengalaman Auditor
Libby (1995) dalam Koroy (2005:917) menyatakan bahwa pekerjaan
auditor adalah pekerjaan yang melibatkan keahlian (expert). Semakin
berpengalaman seorang internal auditor maka semakin mampu dia
menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang semakin
kompleks, termasuk dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan
terhadap penerapan struktur pengendalian intern.
Pengalaman audit diperoleh auditor selama mereka mengerjakan
penugasan auditnya. Pengalaman akan diperoleh jika prosedur penugasan
dan supervisi berjalan dengan baik. Prosedur penugasan adalah prosedur
yang menjamin terjadinya keseimbangan antara kebutuhan, keahlian,
pengembangan dan pemanfaatan personel dalam pelaksanaan perikatan
(IAPI 2004).
Salah satu ciri dari keahlian (expertise) auditor yang sudah diteliti
dalam riset keperilakuan adalah mengenai perhatiannya terhadap
informasi negatif dan positif (auditor attendance to negative and positive
information), yang telah ditunjukkan Anderson dan Maletta (1994) dalam
Koroy (2007). Hasil studi mereka didasarkan pada temuan dalam
pengauditan dan psikologi yang menunjukkan pengalaman memainkan
peran penting dalam sejauh mana perilaku konservatif/berorientasi negatif
diperlihatkan. Anderson dan Maletta mendapatkan mahasiswa dan staf
auditor yang tidak berpengalaman lebih memperhatikan informasi negatif
dibandingkan auditor senior.
Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional,
auditor harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan tersebut berupa
kegiatan-kegiatan, seperti seminar, simposium, lokakarya pelatihan itu
sendiri dan kegiatan penunjang keterampilan lainnya. Auditor yang
kurang berpengalaman terlalu terfokus pada informasi negatif sehingga
semakin negatif juga mereka dalam membuat pertimbangan audit.
2.6. Kualitas Audit
DeAngelo (1981) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dilihat
dalam dua dimensi, pertama auditor harus mampu mendeteksi salah saji
material, kedua salah saji tersebut harus dilaporkan. Kemampuan untuk
mendeteksi salah saji material sangat dipengaruhi oleh kemampuan
teknologi auditor, prosedur audit dan jumlah sampling yang digunakan.
Kemampuan untuk melaporkan salah saji material secara tepat tergantung
pada sikap independensi auditor, jika auditor berada dalam tekanan
personal, emosional dan keuangan maka auditor dapat kehilangan
independensinya.
Audit
yang
berkualitas
akan
mampu
mengurangi
faktor
ketidakpastian yang berkaitan dengan laporan keuangan yang disajikan
oleh pihak manajemen. Karena itu wajar jika kemudian kualitas audit
menjadi topik yang selalu memperoleh perhatian mendalam dari profesi
akuntan, pemerintah dan masyarakat serta para investor. Berkaitan
dengan kasus Enron, WorldCom, dan jatuhnya KAP Arthur Andersen
merupakan saat yang tepat mempertanyakan kualitas audit yang telah
diberikan oleh KAP big international tersebut. Hal tersebut telah
melahirkan perubahan terhadap undang-undang di Amerika Serikat
dengan berlakunya Sarbanes-Oxley Act Juni tahun 2002 diikuti dengan
PMK No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik di Indonesia.
Undang-undang tersebut diantaranya mengatur tentang rotasi wajib bagi
auditor serta KAP tidak diperbolehkan memberikan jasa non audit
disamping pemberian jasa audit pada klien karena dapat mengganggu
independensi auditor. Kualitas audit akan selalu diragukan jika jasa-jasa
lain
yang diberikan
dianggap
membahayakan
keobjektifan
dan
independensi auditor.
2.7. Model Penelitian
Model penelitian dalam penelitian ini ditampilkan pada gambar 2.1
dalam lampiran.
GAMBAR 2.1
2.8. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan atas landasan teori dan kerangka pemikiran di atas,
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha1
: Independensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit.
Ha2
: Pengalaman auditor berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit.
Ha3
: Etika auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit
3. METODE PENELITIAN
3.1. Teknik Pengambilan Sampel dan Metode Pengumpulan Data
Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
Convenience Sampling. Dengan kriteria responden yaitu auditor yang
mempunyai jabatan auditor junior sampai dengan partner. Metode
pengumpulan data untuk mendukung penelitian ini adalah menggunakan
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan
menggunakan kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada auditor
yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik yang berada di DKI Jakarta.
3.2. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya
3. Variabel Independen
d. Independensi auditor (XI)
Independensi Akuntan Publik adalah sikap yang diharapkan dari
diri seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan
pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan
prinsip integritas dan obyektivitas. Ada tiga dimensi untuk mengukur
variabel independensi akuntan publik yaitu: independensi dalam
program audit, independensi dalam verifikasi, dan independensi
dalam pelaporan. Instrumen pengukuran variabel ini dikembangkan
dari teori yang dikemukakan oleh Mautz & Sharaf (1993). Variabel
ini digali dengan 11 pernyataan. Respon dari responden diukur
dengan skala Likert dari mulai sangat tidak setuju sampai dengan
sangat setuju.
e. Pengalaman auditor (X2)
Pengalaman
Auditor
adalah
pengalaman
auditor
dalam
melakukan general audit. Ada dua dimensi untuk mengukur variabel
pengalaman audit yaitu: dimensi jangka waktu menekuni bidang
audit dan dimensi banyaknya penugasan audit/temuan kasus yang
pernah ditangani. Instrumen pengukuran variabel ini menggunakan
instrumen pengukuran variabel yang digunakan oleh Ida Suraida
(2003). Variabel ini digali dengan 2 pernyataan. Semua item
pertanyaan diukur pada skala 1 sampai 5.
f. Etika auditor (X3)
Penerapan Etika Akuntan Publik adalah aplikasi seperangkat
aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia,
baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang
dianut oleh kalangan profesi akuntan publik. Ada dua dimensi untuk
mengukur variabel penerapan etika akuntan publik yaitu: dimensi
kesadaran etis dan dimensi kepedulian pada etika profesi. Instrumen
pengukuran variabel ini menggunakan instrumen pengukuran
variabel yang digunakan oleh Ida Suraida (2003). Semua item
pertanyaan diukur pada skala Likert 1 sampai 5.
4. Variabel Dependen
• Kualitas Audit (Y)
Kualitas Audit adalah probabilitas dimana seorang auditor
menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran
dalam sistem akuntansi kliennya. Ada empat dimensi untuk
mengukur variabel kualitas audit yaitu: kualitas teknis, kualitas jasa,
hubungan auditor-klien, dan independensi. Instrumen pengukuran
variabel ini dikembangkan oleh DeAngelo (1981). Variabel ini digali
dengan 10 indikator melalui 17 pernyataan. Respon dari responden
direkam dengan skala Likert dari mulai sangat tidak setuju sampai
dengan sangat setuju.
3.3. Teknik Analisis
Pada penelitian ini terdapat beberapa tahap dalam analisis data, yaitu:
Tahap Pertama, menghitung Statistik Deskriptif dari data yang
didapatkan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,
,minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi)
(Imam Ghozali, 2005). Tahap Kedua, melakukan uji kualitas data. Hasil
uji reliabilitas dengan bantuan SPSS akan menghasilkan Cronbach Alpha.
Jika hasil dari Cronbach Alpha memiliki nilai diatas 0,6 maka dikatakan
bahwa data tersebut mempunyai keandalan atau reliabel (Imam Ghozali,
2005: 41-42 ). Sedangkan untuk uji validitas, Kriteria yang digunakan
valid atau tidak valid adalah bila koefisien korelasi r kurang dari nilai r
tabel dengan tingkat signifikansi 5%, berarti butir pertanyaan tersebut
tidak valid (Imam Ghozali, 2005: 45).
Tahap Ketiga, menganalisis hubungan independensi auditor,
pengalaman auditor, dan etika auditor terhadap kualitas audit. Pengujian
hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan Software SPSS for
Windows versi 16,0 dimana metode yang dipilih adalah metode analisis
regresi berganda dengan persamaan matematik sebagai berikut:
Y = α + βX1 + βX2 + βX3 + ะต
Dimana:
Y
= Kualitas Audit
α
= Konstanta, harga Y bila X = 0
β
= Koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun
penurunan
variabel terikat (Y) yang didasarkan pada variabel bebas (X).
X1 = Independensi Auditor
X2 = Pengalaman Auditor
X3 = Etika Auditor
e
= Error
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Peneliti membagikan dan mengumpulkan kuesioner secara langsung
kepada 20 KAP yang terdapat di wilayah DKI Jakarta. Jumlah kuesioner
yang kembali dari total kuesioner yang telah disebar adalah sebanyak 78
kuesioner atau 78%. Jumlah kuesioner yang tidak dikembalikan/salah
adalah 22 buah atau 22%. Hal ini menunjukkan tingkat pengembalian
(response rate) kuesioner yang cukup tinggi.
4.2. Uji Asumsi Klasik
4.2.1. Uji Reliabilitas
Pada variabel independensi auditor terdapat 11 butir pernyataan,
hasil pengujian variabel independensi auditor diperoleh nilai
Cronbach’s Alpha sebesar 0,827. Nilai tersebut lebih besar dari 0,60
(0,827 > 0,60) maka dapat disimpulkan bahwa jawaban responden
terhadap pernyataan variabel independensi auditor dikatakan reliabel.
Pada variabel pengalaman auditor terdapat 2 butir pernyataan, hasil
pengujian pengalaman auditor diperoleh nilai Cronbach’s Alpha
sebesar 0,813. maka dapat disimpulkan bahwa jawaban responden
terhadap pernyataan variabel pengalaman auditor dikatakan reliabel.
hasil pengujian variabel etika auditor diperoleh nilai Cronbach’s
Alpha sebesar 0,874. Sedangkan untuk variabel kualitas audit
diperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,782. Maka dapat
disimpulkan bahwa jawaban responden terhadap pernyataan variabel
etika auditor dan kualitas audit dikatakan reliabel.
4.2.2. Uji Validitas
Pada penelitian kali ini, jumlah sampel (n) yang akan diuji adalah
78 responden dengan taraf signifikan (α) 5%, dengan ketentuan df = 78
– 2 = 76, maka didapat r tabel sebesar 0,223. Berdasarkan hasil
pengujian didapatkan bahwa semua pernyataan dikatakan valid, karena
koefisien korelasi (r hitung) > r tabel.
4.3. Uji Kualitas Data
4.3.1. Uji Normalitas
GAMBAR 4.1
Berdasarkan tampilan grafik normal P-Plot (gambar 4.1) dapat
disimpulkan bahwa terlihat titik-titik menyebar disekitar garis
diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal.
Sedangkan pada grafik histogram terlihat bahwa grafik histogram
memberikan pola distribusi yang mendekati normal.
Dengan demikian, dapat disimpulkan grafik normal plot dan
grafik histogram menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai
karena asumsi normalitas.
GAMBAR 4.2
4.3.2. Uji Multikolinearitas
TABEL 4.1
Berdasarkan tabel 4.8, masing-masing variabel memiliki VIF
tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa model regresi linier
berganda terbebas dari asumsi klasik statistik dan dapat digunakan
dalam penelitian.
4.3.3. Uji Heteroskedastisitas
GAMBAR 4.3
Berdasarkan gambar Scatterplot pada gambar 4.3 diatas dapat
dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak namun tidak tersebar
secara baik, karena titik-titik tersebut lebih banyak mengumpul
dibawah titik nol pada sumbu Y. Tetapi titik-titik tersebut juga ada
yang menyebar diatas angka nol. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi Heteroskesdastisitas pada model
regresi, sehingga model regresi layak untuk memprediksi kualitas
audit berdasarkan masukan variabel independen independensi
auditor, pengalaman audit dan etika auditor.
4.4. Uji Hipotesis
TABEL 4.2
Hasil pengujian antara variabel independen (independensi auditor,
pengalaman auditor, dan etika auditor) terhadap variabel dependen
(kualitas audit) secara individu yang dilakukan dengan uji t (tabel 4.2)
adalah sebagai berikut:
4.4.1. Hipotesis 1
Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Independensi auditor
berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Dari tabel 4.2 dapat
diketahui bahwa hasil pengujian untuk variabel independensi auditor
mempunyai angka signifikansi 0,000 sehingga nilai tersebut lebih kecil
dari 0,05. Dengan demikian Ha1 diterima, hal ini berarti bahwa
independensi auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
4.4.2. Hipotesis 2
Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa pengalaman audit
berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Dari tabel 4.2 dapat
diketahui
bahwa
variabel
pengalaman
audit
mempunyai
angka
signifikansi 0,026 sehingga nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan
demikian Ha2 diterima, hal ini berarti bahwa pengalaman audit
berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
4.4.3. Hipotesis 3
Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa etika auditor berpengaruh
secara signifikan terhadap kualitas audit. Dari tabel 4.2 dapat diketahui
bahwa variabel etika auditor mempunyai angka signifikansi 0,048
sehingga nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian Ha3
diterima, hal ini berarti bahwa etika auditor berpengaruh terhadap kualitas
audit.
4.5. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, untuk variabel
independensi
auditor
hasil
yang
diperoleh
menyatakan
bahwa
independensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian dari
Susiana dan Arleen (2007) yang melakukan penelitian mengenai
pengaruh independensi, mekanisme corporate governance, dan kualitas
audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil penelitian tersebut
membuktikan bahwa independensi dan kualitas audit tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap integritas laporan keuangan. Hal ini
disebabkan diantaranya karena perbedaan jenis sampel yang digunakan
dalam penelitian, pada penelitian tersebut sampel yang digunakan adalah
perusahaan publik yang tentunya pengetahuan mereka mengenai audit
tidak begitu mendalam, sehingga jawaban yang didapatkan dari kuesioner
yang diberikan tentunya tidak maksimal dan tidak sesuai dengan yang
diharapkan, jawaban yang mereka berikan hanya sebatas hasil dari
laporan keuangan yang telah dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
Sedangkan pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah auditor
eksternal yang tentunya sangat mengetahui dan memahami segala sesuatu
mengenai audit.
Namun hasil dari penelitian ini mendukung penelitian yang telah
dilakukan Nizarul, Trisni dan Liliek (2007) yang menemukan bahwa
independensi berpengaruh signifikan tehadap kualitas audit. Audit yang
dilaksanakan auditor dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi
ketentuan dan standar pengauditan. Standar pengauditan tersebut
mencakup mutu profesional auditor, independensi dan penyusunan
laporan audit. Hasil lain mengenai penelitian tentang independensi
menunjukkan bahwa dalam mengambil keputusan seorang akuntan publik
dipengaruhi oleh dorongan untuk mempertahankan klien auditnya, tetapi
disisi lain terdapat beberapa kekuatan yang bisa meredakan pengaruh
tersebut. Hasil penelitian juga memberikan bukti bahwa pemisahan staf
audit dari staf yang melakukan consulting service dirasakan oleh pemakai
laporan akan meningkatkan independensi akuntan publik. Pengaruh
Budaya masyarakat atau organisasi terhadap pribadi akuntan publik akan
mempengaruhi sikap independensinya ( Johnny HS, 2009).
Jadi independensi merupakan salah satu standar pengauditan yang
harus dipenuhi agar audit yang dilaksanakan oleh auditor berkualitas.
Dengan demikian dapat terlihat bahwa independensi merupakan hal yang
harus selalu diterapkan oleh para auditor dalam melaksanakan auditnya.
Sedangkan untuk pengalaman auditor, Hasil penelitian yang
diperoleh menunjukkan bahwa pengalaman auditor berpengaruh secara
signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
Nurul Dwi Ayuni (2008) yang menemukan bahwa pengalaman
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kualitas audit atas
sistem informasi berbasis komputer. Hal ini dikarenakan pada penelitian
tersebut pengalaman diuji terhadap kualitas audit atas sistem informasi
berbasis komputer sedangkan dalam penelitian ini pengalaman audit diuji
terhadap kualitas audit secara umum, tidak spesifik atas sistem informasi
berbasis komputer. Namun penelitian ini mendukung penelitian yang
telah dilakukan oleh Rizmah Nurchasanah dan Wiwin Rahmanti (2004)
yang menemukan bahwa faktor pengalaman audit dan faktor keterlibatan
pimpinan KAP berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Pengalaman melaksanakan audit dapat mempengaruhi kualitas audit
yang dihasilkan oleh seorang auditor. Semakin berpengalaman seorang
auditor maka semakin mampu dia menghasilkan kinerja yang lebih baik
dalam tugas-tugas yang semakin kompleks, termasuk dalam melakukan
pengawasan dan pemeriksaan selama berlangsungnya penugasan audit.
Pengalaman yang diperoleh oleh seorang auditor tidak hanya diperoleh
melalui banyaknya penugasan audit yang dilakukan, namun pengalaman
dapat diperoleh melalui seminar, simposium, lokakarya, pelatihan dan
kegiatan penunjang ketrampilan lainnya
yang dapat menambah
pengetahuan sebagai seorang auditor.
Hasil penelitian yang diperoleh untuk etika auditor, menyatakan
bahwa etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Penelitian ini
mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Nizarul, Trisni dan
Liliek (2007) yang menemukan bahwa interaksi independensi dan etika
auditor sebagai variabel moderasi berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit. Oleh karena itu etika auditor merupakan salah satu hal
yang sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang auditor dalam
melaksanakan tugasnya.
Dengan menerapkan etika auditor sebagaimana mestinya akan
menghasilkan audit yang berkualitas, sehingga laporan audit dapat
memberikan informasi yang relevan yang digunakan oleh para pengguna
laporan keuangan yang telah diaudit sebagai dasar untuk mengambil
keputusan. Nichols dan Price (1976), Deis dan Giroux (1992) dalam
Nizarul, Trisni dan Liliek (2007) menyatakan bahwa etika profesional
mempengaruhi kemampuan auditor untuk bertahan dibawah tekanan
klien, misalnya dalam hal menjaga independensinya.
Kredibilitas auditor tentu sangat tergantung dari kepercayaan
masyarakat yang menggunakan jasa mereka. Auditor yang dianggap telah
melakukan kesalahan akan berakibat hilangnya kepercayaan dari klien.
Dengan demikian klien tetap merupakan pihak yang mempunyai
pengaruh besar terhadap auditor.
5. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
independensi auditor, pengalaman audit dan etika auditor terhadap kualitas
audit. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
4. Independensi auditor (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit (Y) dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nizarul,
Trisni dan Liliek (2007) yang menemukan bahwa independensi
berpengaruh signifikan tehadap kualitas audit.
5. Pengalaman auditor (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit (Y) dengan nilai signifikansi sebesar 0,026. Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rizmah
Nurchasanah dan Wiwin Rahmanti (2004) yang menemukan bahwa faktor
pengalaman audit dan faktor keterlibatan pimpinan KAP berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit.
6. Etika auditor (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit
(Y) dengan nilai signifikansi sebesar 0,048. Penelitian ini mendukung
penelitian yang telah dilakukan oleh Nizarul, Trisni dan Liliek (2007) yang
menemukan bahwa interaksi independensi dan etika auditor sebagai
variabel moderasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
5.2. Implikasi
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, hasil regresi memperlihatkan
tingkat signifikansi 0,000 untuk independensi auditor, 0,026 untuk pengalaman
audit dan 0,048 untuk etika auditor. Berdasarkan penjelasan diatas, maka
implikasi dari ketiga variabel ini adalah:
1. Variabel independensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit, artinya bahwa independensi merupakan hal yang harus
selalu diterapkan oleh para auditor dalam melaksanakan auditnya agar
audit yang dilaksanakan dapat menghasilkan laporan yang berkualitas.
2. Variabel pengalaman auditor berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit. Semakin berpengalaman seorang auditor maka semakin
mampu ia menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang
semakin
kompleks,
termasuk dalam melakukan pengawasan dan
pemeriksaan selama berlangsungnya audit.
3. Variabel etika auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit. Oleh karena itu etika auditor merupakan salah satu hal yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh seorang auditor dalam melaksanakan
tugasnya. Dengan menerapkan etika auditor yang ada, maka akan
berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. “Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik”.
Jilid 2,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2008.
Arens, Alvin A.. ”Auditing dan Jasa Assurance Pendekatan terintegrasi Jilid 1.
Ed 12”. Jakarta: Erlangga, 2008.
De Angelo, L.E. Auditor Independence, “Low Balling”, and Disclosure
Regulation. Journal of Accounting and Economics 3. Agustus. p. 113-127,
1981.
Directory Institut Akuntan Publik Indonesia. Ikatan Akuntan Publik Indonesia,
Kompartemen Akuntan Publik, 2008.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”.
Semarang:Undip, 2005.
Gudono, M. dan Sihwajoeni. “Persepsi Akuntan Terhadap Kode Etik Akuntan.”
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.3, No.2 Juli:168-184, 2000.
Ikatan Akuntan Publik Indonesia. “Standar Profesi Akuntan Publik”, Jakarta,
2004.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta:BPFE, 2004.
Johnny HS. “Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik : Refleksi Hasil
Penelitian Empiris”. artikel diakses tanggal 28 Juni 2009, dari
http://jurnalakuntan2009.blogspot.com/search?q=independensi+auditor.
Kohlberg, Lawrence. "The Claim to Moral Adequacy of a Highest Stage of Moral
Judgment". Journal of Philosophy 70: 630-646, 1973.
Kohlberg, Lawrence. Essays on Moral Development, Vol. I: The Philosophy of
Moral Development. Harper & Row. ISBN 0-06-064760-4, 1981.
Koroy, Tri Ramaraya. “Pengaruh Preferensi Klien dan Pengalaman Audit
terhadap Pertimbangan Auditor”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol. 10
No.1, Januari: 113-130, 2007.
Mautz, R.K dan H.A. Sharaf. The Philosophy of Auditing. Sarasota: American
Accounting Association, 1993.
Nizarul Alim, M., Trisni Hapsari dan Liliek Purwanti. “Pengaruh Kompetensi dan
Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai
Variabel Moderasi”. SNA X Makassar, 2007.
Nurchasanah, Rizmah dan Wiwin Rahmanti. “Analisis Faktor-faktor Penentu
Kualitas Audit“. Jurnal Riset Akuntansi dan Manajemen, Jakarta, 2004.
Pflugrath, Gary Nonna Martinov-Bennie, Liang Chen. ”The Impact of Codes of
Ethics and Experience on Auditor Judgments”. Managerial Auditing Journal
Vol.22 No.6, 566-589, 2007.
GAMBAR 4.1
Piaget, Jean. The Moral Judgment of the Child. London: Kegan Paul, Trench,
Trubner and Co.. ISBN 0-02-925240-7, 1932.
PMK No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik di Indonesia.
Randal J Elder, Mark S Beasley, Alvin A. Arens, and amir Abadi Jusuf. Auditing
and Assurance Service. An Integrated Approach An Indonesian Adaption.
Edisi 12. New Jersey. Prentice Hall/Pearson Education, 2009.
Santoso, Singgih. Latihan SPSS: Statistik Parametrik, Alex Media Komputindo,
Jakarta, 2003.
Seprian. “Etika Profesional Auditor”. artikel diakses tanggal 12 Desember 2008,
dari http://seprian-jurnal.2007/11 April. etika-profesional-auditor.html.
Suraida, Ida. ”Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman, Risiko Audit dan
Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Ketepatan Pemberian Opini
Akuntan Publik (Survay terhadap para akuntan publik di Indonesia)”.
Disertasi. Bandung: Program Pascasarjana Unpad (Tidak Dipblikasikan),
2003.
Susiana dan Arleen Herawaty. “Analisis Pengaruh Independensi, Mekanisme
Corporate Governance, dan Kualitas Audit terhadap Integritas Laporan
Keuangan”. SNA X Makassar, 2007.
LAMPIRAN
GAMBAR 2.1
Variabel Independen
Variabel Dependen
Independensi
Auditor
Pengalaman
Auditor
Etika
Auditor
Kualitas Audit
Download