MENYIMAK PERKEMBANGAN HUKUM DALAM PRAKTEK ARBITRASE INTERNASIONAL Yoseph Suardi Sabda Arbitrase hanyalah salah satu cara dari Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). Perkembangan hukum dalam praktek arbitrase internasional Dari lingkup hukum perdata menuju keluar lingkup hukum perdata Pasal 615 ayat 3 Rv Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999 Pasal I.3 Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing: Negara dapat menyatakan bahwa Konvensi ini hanya berlaku terhadap sengketa yang timbul dari hubungan hukum, baik karena kontrak atau karena sebab lain, yang menurut pertimbangan Negara tersebut bersifat komersial (perdata). Pasal 25 Konvensi ICSID (1965) yang menyatakan bahwa Arbitrase ICSID memeriksa dan memutus sengketa antara investor asing dengan Pemerintah Negara tempat investasi. Dari arbitrase atas dasar perjanjian ke arbitrase tanpa dasar perjanjian Pasal 615 ayat 3 Rv dan Pasal 1 angka 1 UU No 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa arbitrase dapar dilaksanakan jika ada perjanjian arbitrase di antara para pihak. Perkara gugatan Amco (kasus hotel Kartika Plaza) dan perkara gugatan Churchill Mining, keduanya terhadap Pemerintah RI, diperiksa dan diputus oleh Arbitrase ICSID meskipun tidak ada perjanjian arbitrase yang ditandarangani oleh para pihak. Perubahan dalam hubungan antara arbitrase dan pengadilan Dulu: Putusan Arbitrase dapat dibatalkan atau ditolak untuk dieksekusi oleh Pengadilan (Vide Pasal 643 Rv, Pasal 62, 66 & 70 UU No. 31 Tahun 1999 dan Article V Konvensi New York 1958). Dulu: perkara yang sudah diputus oleh pengadilan tidak boleh diperiksa/diputus lagi oleh pengadilan lain atau arbitrase. SEKARANG BAGAIMANA ? Dalam Putusan ICSID atas perkara Amco v. Indonesia, Award, 20 November 1984, dinyatakan: Jika Putusan Pengadilan Nasional harus diterima sebagai sesuatu yang mengikat arbitrase internasional, prosedur arbitrase internasional akan dianggap tidak ada artinya. Dalam perkara SGS v. Pakistan, Procedural Order No. 2, 16 October 2002, 8 ICSID Reports 388, Majelis Arbiter ICSID menyatakan: Putusan Mahkamah Agung Pakistan didasarkan pada hukum Pakistan. Putusan arbitrase ini didasarkan pada hukum internasional. Jadi, secara hukum Putusan Mahkamah Agung Pakistan tidak mengikat arbitrase ini. Dalam perkara Gami Investments, Inc. v Mexico (2004), para. 42, Majelis Arbiter UNCITRAL menyatakan: Pengadilan Mexico memeriksa sah tidaknya pengambil-alihan perusahaan berdasarkan hukum Mexico. Arbitrase internasional memeriksa apakah pengambil-alihan itu melanggar hukum internasional atau tidak. Dalam perkara Azinian v. Mexico, Award, 1 November 1999, 5 ICSID Reports 272, paras. 102 – 103, Majelis Arbiter ICSID menyatakan: Jika Pengadilan Nasional melakukan penolakan untuk memberi keadilan (Denial of Justice), adalah adil jika sengketa diselesaikan di forum arbitrase internasional. Ada 4 tindakan yang dikualifikasikan sebagai “denial of justice”, yaitu i) menolak untuk mengadili gugatan, ii) sangat lamban dalam mengadili, iii) melaksanakan peradilan secara tidak layak), atau iv) secara jelas dan dengan itikad buruk melakukan kesalahan dalam menerapkan hukum. Pasal 53 Konvensi ICSID melarang para pihak yang bersengketa untuk mengajukan permohonan banding atau permohonan pembatalan terhadap Putusan Arbitrase ICSID. Perubahan dalam hubungan antara hukum nasional dengan hukum internasional Pendapat Dionisio Anzilotti (1867 - 1950) dalam bukunya “Trattati generali di diritto internazionale pubblico”, 1 RDI (1906): Di wilayah hukum satu Negara, hukum internasional tidak mempunyai kekuatan hukum. Hukum internasional mempunyai kekuatan hukum hanya jika dimasukkan ke dalam ketentuan hukum nasional Hukum internasional hanya mengatur hubungan antar negara Hukum internasional tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang bukan sengketa antar Negara Pasal 42 ayat (1) Konvensi ICSID yang menyatakan: ICSID akan memutus perkara menurut hukum yang ditentukan oleh para pihak. Jika tidak ada pemilihan hukum, perkara akan diputus berdasarkan ketentuan hukum nasional dan ketentuan hukum internasional yang relevan. Putusan Arbitrase ICSID dalam perkara Compañía del Desarrollo de Santa Elena, S.A. v Republic of Costa Rica (2000), Putusan Arbitrase ICSID (Award) di para. 64 bahkan menyatakan: ICSId akan menggunakan hukum Costa Rica dalam sengketa ini, tetapi hukum internasional akan digunakan dalam hal hukum Costa Rica mengandung kekosongan hukum atau bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum umum. Putusan Majelis Arbiter ICSID dalam perkara Amco (2nd) v. Indonesia Award (1990an) menyatakan: Hukum internasional mempunyai 2 fungsi, yaitu i) supplementary - artinya: melengkapi hukum nasional, dan ii) corrective – artinya: mengoreksi hukum nasional jika isinya bertentangan dengan asas-asas hukum umum. DAPATKAH INDONESIA MENERIMA PERKEMBANGAN HUKUM TERSEBUT? Ada yang tidak menerima dan mengusulkan supaya Indonesia keluar dari ICSID Alasannya: 1) Indonesia selalu kalah di forum arbitrase internasional Fakta: Indonesia menang dalam perkara melawan PT Newmont Nusa Tenggara di Arbitrase UNCITRAL (2008); Indonesia menang dalam perkara gugatan ex pemegang saham Bank Century di Arbitrase ICSID (2013) Alasan 2) Praktek arbitrase internasional melemahkan kedaulatan hukum nasional dan melecehkan Putusan Pengadilan Nasional. Fakta: Bukan hanya arbitrase internasional yang melakukan hal itu. PBB pun melakukan hal yang sama. Lihat : The First Optional Protocol of the International Covenant on Civil and Political Rights (1966), dan International Criminal Court Statute (1998). Ada alternatif lain untuk mencegah agar Putusan Pengadilan Nasional tidak dilecehkan oleh Arbitrase Internasional, yaitu: Pengadilan nasional harus menghindarkan diri dari sangkaan melakukan penolakan keadilan (denial of justice) dengan cara menjauhkan diri dari 4 tindakan ini: i) menolak untuk mengadili gugatan, ii) sangat lamban dalam mengadili, iii) melaksanakan peradilan secara tidak layak, atau iv) secara jelas dan dengan itikad buruk melakukan kesalahan dalam menerapkan hukum; ditambah satu syarat lagi v) Pengadilan nasional harus memperhatikan juga ketentuan hukum internasional yang relevan. TERIMA KASIH