PERSPEK T IF Sebagian besar pengusaha, terutama pengusaha asing lebih suka menyelesaikan sengketa yang timbul dari suatu kontrak bisnis melalui arbitrase asing daripada melalui pengadilan karena beberapa alasan. LENNY RACHMAD Praktisi Hukum HATI-HATILAH MENENTUKAN PILIHAN FORUM DALAM KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL Berkembangnya kerja sama ekonomi internasional dewasa ini mengakibatkan semakin meningkatnya aktivitas atau transaksi bisnis internasional. Transaksi itu antara lain berkaitan dengan ekspor-impor, investasi, perkreditan atau pembiayaan perusahaan dan lain sebagainya. Transaksi bisnis internasional adalah suatu transaksi yang melibatkan pihak asing, paling tidak salah satunya adalah pihak asing. Kerjasama dengan Team Law Firm James Purba & Partners alaupun setiap piha k dalam suatu transaksi tidak menghendaki adanya perselisihan yang timbul dari kontrak yang mereka buat, akan tetapi ada saja transaksi yang berakhir dengan sengketa atau perselisihan. Untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya perselisihan di kemudian hari, maka para pihak sejak awal biasanya telah menentukan adanya pilihan forum atau yurisdiksi di dalam salah satu klausula kontrak yang mereka buat. Dengan adanya pilihan forum tersebut, dapat diketahui lembaga mana yang memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili sengketa yang timbul dari suatu kontrak. Pilihan forum mengikat para pihak dan menyangkut kewenangan absolut dari forum yang dipilih dalam hal penyelesaian sengketa yang timbul dari kontrak tersebut. Terhadap pilihan forum ini terdapat dua pilihan, yakni melalui pengadilan (by court) dan diluar pengadilan (out of court). Pilihan forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti melalui lembaga arbitrase memberikan kewenangan absolut kepada lembaga arbitrase tersebut untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari kontrak atau perjanjian tersebut. Kiri-kanan: Remigius Jumalan, James Purba , Efendy. H. Purba, dan Sarmauli Simangunsong Law Firm JAMES PURBA & PARTNERS, Wisma Nugra Santana Lantai 12 (1205), Jl. Jend. Sudirman, Jakarta Selatan T: (021) 5703844-45, Fax. (021) 5703846 website : www.jpplawyer.com Email address : [email protected] 38 JULI 2009 PILIHAN FORUM ARBITRASE Dalam setiap masyarakat telah berkembang berbagai tradisi mengenai bagaimana sengketa ditangani. Sengketa tidak hanya dapat diatasi dengan jalan mengajukan penyelesaian masalah ke forum pengadilan, juga terdapat aneka ragam cara yang dapat ditempuh anggota masyarakat dalam menyelesaikan sengketa, (Eman Suparman, 2004, hal.18). Lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan tersebut yang paling menonjol adalah lembaga arbitrase. Klausula dalam perjanjian yang memilih lembaga arbitrase sebagai lembaga yang berwenang mengadili sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut dikenal dengan klausula arbitrase (arbitration clause). Dengan adanya Arbitration Clause, maka forum arbitrase yang telah dipilih tersebut, yang memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili suatu sengketa, yang sebenarnya menjadi kewenangan peradilan apabila tidak ada klausula arbitrase tersebut. Sebagian besar pengusaha, terutama pengusaha asing lebih suka menyelesaikan sengketa yang timbul dari suatu kontrak bisnis melalui arbitrase asing daripada melalui pengadilan karena beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut antara lain: pertama, pengusaha asing lebih suka menyelesaikan sengketa melalui arbitrase di luar negeri karena menganggap sistem hukum dan pengadilan setempat asing bagi mereka. Kedua, pengusahapengusaha negara maju beranggapan hakim-hakim negara berkembang tidak menguasai sengketa-sengketa dagang yang melibatkan hubungan-hubungan niaga dan keuangan internasional yang rumit. (Erman Rajagukguk, 2000, hal.1). Disamping itu, pihak asing juga sering menaruh curiga atas netralitas pengadilan kita terutama karena reputasi buruk yang melekat pada instutusi ini selama ini, sehingga cenderung memilih forum arbitrase. Namun demikian, lembaga pengadilan tetap saja memiliki pengaruh besar dalam menyelesaikan berbagai sengketa bisnis yang seharusnya diajukan ke lembaga arbitrase sesuai dengan klausula arbitrase dalam suatu kontrak, atau yang sebelumnya telah diputuskan oleh lembaga arbitrase. Dengan berbagai dalih, masih banyak pihak yang sudah sepakat menyelesaikan sengketa melalui badan arbitrase, tetap saja mengajukan gugatan ke pengadilan. Beberapa putusan pengadilan, bahkan telah membatalkan putusan arbitrase nasional maupun internasional. Terlepas dari beberapa kasus pembatalan putusan arbitrase tersebut, Mahkamah Agung juga telah secara aktif, paling tidak melalui berbagai yurisprudensi yang dikeluarkannya, menguatkan putusan arbitrase dengan membatalkan putusan pengadilan yang menganulir suatu putusan arbitrase. Kedudukan forum arbitrase, juga semakin dipertegas melalui Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, bila dihadapkan dengan kewenangan pengadilan umum. PILIHAN FORUM PENGADILAN Berdasarkan asas kebebasan bekontrak, para pihak dalam suatu kontrak juga dapat memilih pengadilan mana yang akan mengadili sengketa yang mungkin timbul dari kontrak tersebut. Pilihan forum pengadilan ini tidak mengalami persoalan apabila pengadilan yang dipilih adalah pengadilan yang dalam yurisdiksinya terdapat aset dari para pihak. Namun demikian, dalam transaksi bisnis internasional sering menimbulkan persoalan serius berkaitan dengan pelaksanaan putusan pengadilan asing ini. Dalam praktek bisnis di Indonesia, cukup banyak pihak yang memilih forum pengadilan asing sebagai pengadilan yang berwenang dalam mengadili perkara yang timbul dari suatu kontrak bisnis internasional. Padahal, banyak aset atau harta kekayaan dari para pihak tersebut terdapat di Indonesia. Dalam hal ini, walaupun pengadilan negara asing tersebut memenangkan gugatan yang diajukan, putusan tersebut tidak dapat dijalankan di Indonesia karena putusan dari suatu pengadilan asing tidak dapat langsung dieksekusi atau dilaksanakan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh prinsip kedaulatan wilayah yang menyebabkan putusan yang dikeluarkan pada pengadilan suatu negara tidak memiliki keberlakuan langsung di wilayah negara lain. Tanpa adanya pengikatan terhadap suatu perjanjian internasional yang mengatur sebaliknya, maka prinsip kedaulatan wilayah itulah yang berlaku di Indonesia, (Soedargo Gautama, Indonesian Business Law, 1995, hal. 521). Ketentuan mengenai tidak dapatnya secara langsung suatu putusan pengadilan asing dieksekusi atau dilaksanakan di Indonesia, antara lain dapat ditemui pada Pasal 436 Regleman Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering, “RV”), sebagai berikut: “Putusan pengadilan asing tidak dapat dieksekusi dalam wilayah Indonesia dengan pengecualian (yang sangat limitatif ) sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 724 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan undang-undang lainnya”. Dengan demikian, secara umum putusan pengadilan asing tidak dapat langsung dieksekusi atau dijalankan di Indonesia. Untuk menghindari persoalan tersebut di atas maka beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan oleh para pihak dalam melakukan proses pemilihan forum pengadilan adalah antara lain: apakah forum yang dipilih itu mempunyai yurisdiksi untuk melakukan eksekusi terhadap suatu aset yang akan dieksekusi; dan apabila tidak, apakah putusan lembaga peradilan dari forum yang dipilih itu dapat dieksekusi atau dilaksanakan oleh badan peradilan yang memiliki yurisdiksi atas aset yang akan dieksekusi. PENUTUP Apabila para pihak yang terlibat dalam suatu transaksi bisnis internasional, tidak menghendaki pengadilan Indonesia sebagai forum yang mengadili sengketa yang timbul diantara mereka maka sebaiknya forum yang dipilih adalah arbitrase (asing). Apabila forum yang dipilih adalah pengadilan asing, maka dapat dipastikan bahwa putusan pengadilan asing tersebut tidak dapat dieksekusi di Indonesia. Sebaliknya putusam badan arbitrase asing dapat diekekusi atau dilaksanakan di Indonesia dan pengadilan Indonesia tidak memiliki kewenangan dan bahkan diwajibkan untuk menolak mengadili setiap perkara yang timbul dari suatu kontrak yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase. JULI 2009 39