hukum perdata internasional tugas 1

advertisement
MATA KULIAH HATAH
Penyelesaian Kasus Sengketa antara Klockner Industri dengan Pemerintah
Kamerun yang ditangani oleh ICSID (lembaga arbitrase internasional).
A.Latar Belakang masalah
Pada hakekatnya setiap Negara yang berdaulat, memiliki hukum atau aturan
yangk o k o h d a n m e n g i k a t p a d a s e l u r u h p e r a n g k a t ya n g a d a d i d a l a m n ya .
S e p e r t i p a d a N e g a r a Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki mainstream
Hukum Positif untuk mengatur warga negaranya. Salah satu hukum positif yang ada
di Indonesia adalah Hukum Perdata Internasional. Di dalam Hukum Perdata Internasional,
terkandung beberapa item terkait sub-sistem hukum yang salah satunya adalah substansi
hukum. Substansi hukum disini dimaksudkan sebagai peraturan hukum yang mengatur
keberadaan Hukum Perdata Internasional itu sendiri. Salah satunya dapat ditemukan dalam
Undang-Undang Penanaman Modal Asing atau dalam berbagai peraturan Biro Lalu-Lintas
Devisa (BLLD). Tidak jarang, kaidah Hukum PerdataInternasional ditemukan tidak
begitu jelas terselip dalam suatu peraturan hukum, misalnyadalam Undang-Undang
Kewarganegaraan, Undang-Undang Pokok Agraria, atau Undang-Undang Penanaman
Modal Dalam Negeri.
Berdasarkan pendekatan tradisional, proses penyelesaian perkara HPI sebenarnya
dimulai dengan evaluasi terhadap titik-titik taut (primer) dan setelah
m e n g a l a m i p r o s e s kualifikasi fakta, konsep titik taut kembali digunakan dalam rangka
menentukan hukum yang akan diberlakukan dalam perkara HPI yang bersangkutan.Kasus antara
KLOCKNER
INDUSTRIE,
ANLAGEN
GMBH
KLOCKNER
BELGES.A
melawan
PEMERINTAH UNI KAMERUN.
Menurut ketentuan Konvensi, perkara yang keputusannya dimintakan pembatalan oleh
salah satu pihak, maka sengketa dianggap hidup kembali artinya sengketa tersebut
dianggap sengketa baru dengan dewan arbitrase yang baru. K a s u s d i a t a s s e b e n a r n ya
merupakan
salah
satu
keberhasilan
negara
berkembang
d a l a m gugatan
pembatalan terhadap putusan arbitrase ICSID.Hal ini merupakan suatu ketertarikan tersendiri
bagi penulis untuk mengangkat tema dalam makalah ini mengenai Penyelesaian Kasus
Sengketa antara Klockner Industri dengan Pemerintah Kamerun yang ditangani oleh ICSID
(lembaga arbitrase internasional)
A. Pengertian dan Istilah dalam HPI
Di dalam Hukum Perdata Internasional, sudah barang tentu terkandung beberapaitem
terkait sub-sistem hukum yang salah satunya adalah substansi hukum. Substansi
hukum
disini
dimaksudkan
sebagai
peraturan
hukum
yang
mengatur
keberadaan
HukumP e r d a t a I n t e r n a s i o n a l d i I n d o n e s i a i t u s e n d i r i . S a l a h s a t u n ya d a p a t
d i t e m u k a n d a l a m Undang-Undang Penanaman Modal Asing atau dalam berbagai
peraturan Biro Lalu-Lintas Devisa (BLLD). Tidak jarang, kaidah Hukum Perdata
Internasional ditemukan tidak begitu jelas terselip dalam suatu peraturan hukum, misalnya
dalam Undang-Undang Kewarganegaraan, Undang-Undang Pokok Agraria, atau
Undang-Undang PenanamanModal Dalam Negeri.
Pada hakekatnya setiap Negara yang berdaulat, memiliki hukum atau aturan yang kokoh
dan mengikat pada seluruh perangkat yang ada didalamnya. Seperti pada Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki mainstream Hukum Positif untuk mengatur warga
negaranya. Salah satu hukum positif yang ada di Indonesia adalah Hukum Perdata Internasional
yang nantinya akan saya bahas lebih detail. Hukum Perdata Internasional merupakan
hukum yang mempelajari mengenai keseluruhan kaedah dan asas hukum yang
mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur
hubungan hukum perdata antara para pelaku h u k u m ya n g m a s i n g - m a s i n g t u n d u k
pada
hukum
perdata
(nasional)
yang
berlainan.Sedangkan
Hukum
I n t e r n a s i o n a l a d a l a h k e s e l u r u h a n k a i d a h d a n a s a s h u k u m ya n g mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional)yang bukan
bersifat perdata. Suatu
kasus
atau
perkara
disebut
perkara
Hukum
Perdata
Internasional apabila kasus tersebut memiliki 3 (tiga) unsur, diantaranya adalah :
1 . A d a n ya p e r i s t i w a h u k u m ya n g j e l a s ,
2.Terdapat hubungan keperdataan,
3.Melewati batas lintas Negara atau bentuk hubungan tersebut melampaui antar
Negara.
Hukum Internasional atau sering disebut sebagai “Internasional Law” dalam mata kuliah
ini merupakan lapangan hukum publik, di mana kualifikasi publik sering kali tidak disebutkan
secara langsung, berbeda dengan hukum Internasional dalam lapangan hukum privat yang sering
disebut sebagai “Hukum Perdata Internasional.
Perbedaan antara Hukum Internasional dalam pengertian publik dengan
HukumP e r d a t a I n t e r n a s i o n a l b u k a n l a h d i t i n j a u d a r i u n s u r p e r b e d a a n
s u b y e k n y a d e n g a n menyatakan bahwa subyek hukum Internasional Publik adalah negara
sedangkan subyek h u k u m
Int ernasional
Perdata
adalah
individu.
Dalam
p e r k e m b a n g a n n ya p e r b e d a a n semacam ini tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab
antara keduannya dapat memiliki subyek hukum negara ataupun individu.
Oleh karena itu yang paling tepat adalah dengan meninjau urusan yang diatur
olehk e d u a n ya , j i k a m e n g a t u r u r u s a n y a n g b e r s i f a t p u b l i k m a k a d i s e b u t
s e b a g a i H u k u m Internasional Publik tetapi jika mengatur urusan yang bersifat
perdata disebut sebagai Hukum Internasional Perdata. Sedangkan Persamaan antara Hukum
Internasional Publik d e n g a n H u k u m P e r d a t a I n t e r n a s i o n a l a d a l a h b a h w a u r u s a n
y a n g d i a t u r o l e h k e d u a perangkat hukum ini adalah sama-sama melewati batas wilayah
suatu negara.Pengertian secara umum dari hukum Internasional adalah, bahwa istilah
“hukum”masih diterjemahkan sebagai aturan, norma atau kaidah. Sedangkan istilah
internasionalmenunjukankan bahwa hubungan hukum yang diatur tersebut adalah subyek hukum
yangm e l e w a t i b a t a s w i l a ya h s u a t u n e g a r a , ya i t u h u b u n g a n a n t a r a n e g a r a
d e n g a n n e g a r a , negara dengan subyek hukum bukan negara satu dengan lainnya,
serta hubungan antara subyek hukum bukan negara satu dengan subyek hukum bukan negara
lainnya.
Menyikapi
para
pakar
konfrotasi
pendapat
yang
berbeda
antara
H u k u m Internasional mengenai sifat “hukum” dalam hukum
Internasional : John Austin yang mengatakan bahwa hukum Internasional adalah
“bukan hukum”, hanya “properly socalled”, “moral saja” dengan alasan yang
mendasari bahwa hukum Internasional tidak memiliki sifat “hukum”, yakni dalam hal:
1.H u k u m I n t e r n a s i o n a l t i d a k m e m i l i k i l e m b a g a l e g e s l a t i f s e b a g a i l e m b a g a
y a n g bertuga membuat hukum
2.H u k u m I n t e r n a s i o n a l t i d a k m e m i l i k i l e m b a g a e k s e k u t i f s e b a g a i l e m b a g a
y a n g melaksanakan hukum,
3.Hukum Internasional juga tidak memilki lembaga yudikatif sebagai
l e m b a g a ya n g megakakan hukum,
4.Hukum Internasional juga tidak memiki polisional sebagai lembaga yang mengawasi jalanya
atau pelaksanaan hukum.
Dengan demikian menurut Kelsen, jika terdapat negara yang melanggar
hukuminternasional maka tidak ada kekuasaan apapun yang dapat memberikan
sanksi kepadanegara tersebut. Negara mau mentaati atau tidak terhadap ketentuan
internasional itua d a l a h t e r s e r a h d a r i n e g a r a y a n g b e r s a n g k u t a n . J a d i h u k u m
i n t e r n a s i o n a l t i d a k t e p a t dikatakan sebagai hukum melainkan hanya norma saja atau adat
istiadat saja.Berdasarkan pendekatan tradisional, proses penyelesaian perkara HPI sebenarnya
dimulai dengan evaluasi terhadap titik-titik taut (primer) dan setelah mengalami
proseskualifikasi fakta, konsep titik taut kembali digunakan dalam
rangka
menentukan hukumyang akan diberlakukan dalam perkara HPI yang bersangkutan.
Secara sederhana, titik-titik taut didefinisikan sebagai Fakta -fakta
d i d a l a m sekumpulan fakta perkara (HPI) yang menunjukkan pertautan antar a
perkara itu dengansuatu tempat di Negara tertentu, dan karena itu menciptakan relevensi
antara perkarayang bersankutan dengan kemungkinan berlakunya system/aturan hukum intern
dari tempat itu.Beberapa contoh yang menunjukkan adanya kaitan antara fakta-fakta yang ada di
perkaradengan suatu tempat/Negara dan juga system hukum Negara -negara tertentu
misalanya pertautan karena:
1.Kewarganegaraan pihak pewaris (Jerman)
2.Tempat kediaman tetap (domisili) pewaris (Inggris)
3.Letak benda (situs rei) (Italia, Ingg ris, Jerman)
4.Tempat perbuatan hukum dilakukan (pembuatan testament) (Prancis)
5.Tempat perkara diajukan (forum) (Jerman)
Prof.E.J. Cohn, berpandangan bahwa salah satu objek dari HPI
a d a l a h u n t u k meletakkan aturan-aturan dalam rangka memilih hukum yang akan
diberlakukan (rulesfor the choice of law). Choice of Law Rules itu adalah aturan aturan yang menegaskan hukum apa yang seharusnya mengatur suatu perkara yang
mengandung unsure asing.Usaha pemilihan hukum ini, hampir selalu bergantung
pada titik-titik taut yang akan menunjukkan system hukum apa yang relevan dengan
sekumpulan fakta yang tengah dihadapi.Menurut Cohn, beberapa titik taut lain yang penting
adalah:
1.Hukum dari tempat dilaksanakannya perbuatan (lex loci actus)
2.Hukum dari tempat dimana benda-benda tetap terletak (lex rei sitae)
3.Tempat
pembuatan
dan
atau
pelaksanaan
kontrak
(locus
contractus/locus
solutionis)Dalam kesempatan kali ini, kami akan membahas mengenai kasus Hukum
PerdataInternasional yaitu antara Klockner Industrie vs United Republik Kamerun.
A.Gambaran Kasus
Kasus ini bermula pada saat Setelah Bank Dunia membentuk
K o n v e n s i Washington pada tahun 1965, yang melahirkan badan arbitrase ICSID
(Centre) setiap negara anggota Konvesi menurut ketentuan Konvensi ini akan
tunduk pada yurisdiksi C e n t r e , s e h i n g g a n e g a r a ya n g d i a n g g a p m e l a k u k a n
t i n d a k a n m e l a n g g a r h u k u m a t a u melanggar perjanjian terhadap investor asing,
maka berdasarkan ketentuan Konvensi dapat diajukan kehadapan arbitrase ICSID. Sesuai
dengan ketentuan Konvensi, dalam perjanjian penanaman modal asing para pihak
dapat melakukan pilihan hukum yang akan digunakan oleh arbitrase ICSID(choice
of law).
Hukum yang dapat digunakan dalam sengketa penanaman modal asing
adalah hukum internasional atau hukum negara penerima modal
( h o s t S t a t e s ) . D i t e r a p k a n n ya h u k u m i n t e r n a s i o n a l d a l a m s u a t u s e n g k e t a
p e n a n a m a n m o d a l , a k a n megandung arti yang sangat penting bagi para investor,
karena mereka menginginkan investasinya dilindungi oleh hukum internasional. Namun,
dilain pihak negara penerima modal menginginkan investasi asing diatur oleh hukum nasional
mereka. Pilihan hukum para pihak ini jika dikaitkan dengan kaidah -kaidah hukum
perdata internasional, dalam rangka Konvensi Washington ini, tampaknya terdapat juga
pengakuan terhadap otonomi para pihak dalam melakukan pilihan hukum bahkan sangat
dihormati.
Kasus
antara
KLOCKNER
INDUSTRIE,
ANLAGEN
GMBH
K L O C K N E R BELGE S.A melawan PEMERINTAH UNI KAMERUN. Menurut ketentuan
Konvensi, perkara yang keputusannya dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak, maka
sengketa dianggap hidup kembali artinya sengketa tersebut dianggap sengketa baru dengan
dewan arbitrase yang baru. Kasus di atas sebenarnya merupakan salah satu
keberhasilan negara berkembang dalam gugatan pembatalan terhadap putusan arbitrase
ICSID. Permohonan pembatalan tersebut pada dasarnya disebabkan kerena tidak
puasdengan hasil putusan arbitrase. Hal ini merupakan su atu kenyataan yang
disebabkan karena banyak klausul arbitrase yang disepakati oleh para pihak tidak
dibuat dengan sebaik-baiknya atau karena tidak adanya kesepakatan terhadap
berbagai masalah antar a n g g o t a K o n v e n s i d e n g a n i n v e s t o r .
Negara
berkembang
juga
dalam
hal
ini
sering
memperlihatkan
k e p e r c a ya a n y a n g b e r l e b i h a n t e r h a d a p i n v e s t o r a s i n g , s e h i n g g a h a l tersebut
menyebabkan pelaksanaan kontrak tidak sesuai dengan keinginan para pihak. D a l a m
kaitannya
dengan
H u n t e r mengatakan,
hal
di
negara
atas
Alan
berkembang
Redfern
dalam
dan
k a i t a n n ya
Martin
dengan
pengajuan
pembatalan
i n i selalu mengemukakan alasan bahwa pembatalan
merupakan
satu-satunya
cara
mereka
untuk
mempertahankan
kendali
atas
perdagangan luar negeri dan penanaman modal. S e c a r a e k o n o m i s k e k u a t a n
p e r d a g a n g a n d a n p e n a n a m a n m o d a l m u n g k i n a k a n mendapatkan
k e u n t u n g a n ya n g t i d a k w a j a r .
Padahal jika negara berkembang ingin memperoleh modal asing,
bagaimanapun, mereka harus memberi jaminan kepada
investor asing
mengenai keselamatan investasi mereka bukan dengan cara seperti itu. S a l a h
satunya
adalah
menjadi
anggota
Konvensi
Washington.
Karena
K o n v e n s i W a s h i n g t o n t e l a h m e n ye d i a k a n s u a t u a t u r a n i n t e r n a s i o n a l ya n g
d i h a r a p k a n d a p a t m e m e l i h a r a k e s e i m b a n g a n k e u n t u n g a n ya n g d i p e r o l e h
i n v e s t o r d a n n e g a r a a n g g o t a Konvensi. Dengan diperbolehkannya para pihak
untuk mengajukan pembatalan terhadap putusan arbitrase ICSID berarti biaya
penyelesaian sengketa akan bertambah mahal,karena kasus yang sama dapat diulang
beberapa kali sebagai kasus baru, dengan dewan a r b i t r a s e y a n g b a r u . K a r e n a
d a l a m K o n v e n s i t i d a k d i t e n t u k a n b e r a p a k a l i b a t a s pelaksanaan pengajuan
yang dapat dilakukan oleh para pihak. Untuk itu, sebaiknya biaya penyelesaian perkara dapat
lebih murah.Dan terhadap kasus yang diminta pembata lan agar diselesaikan dengan
mekanisme tertentu oleh tim khusus yang diberi wewenang untuk memberikan
putusan.Dalam kurun waktu empat puluh tahun tentunya arbitrase ICSID telah
memiliki c a t a t a n t e n t a n g p e n ye l e s a i a n s e n g k e t a p e n a n a m a n m o d a l a s i n g
y a n g d i t a n g a n i n ya .
B a n ya k n ya
penggunaan
klausul
arbitrase
ICSID
dalam
setiap
p e r j a n j i a n i n v e s t a s i (Bilateral Investment Treaties atau BITS) merupakan hal yang sudah
biasa bahkan dapat d i k a t a k a n m e n j a d i m e l u a s k a r e n a t e r d a p a t j u g a d a l a m
k e t e n t u a n - k e t e n t u a n h o k u m nasional dan perjanjian investasi lainnya.Adanya klausul
tersebut sebenarnya selain untuk mencegah terjadinya sengketa, juga sebagai tonggak
(corner stone) bagi para pihak jika terjadi sengketa, karena tanpa klausul arbitrase
sengketa mereka tidak dapat diajukan kehadapan arbitrase ICSID. Saat ini publisitas arbitrase
ICSID sedang meningkat karena sengketa -sengketa yang sedangdan telah diselesaikan
oleh arbitrase ICSID juga meningkat.
B.Penyelesaian Kasus
Salah satu kekuatan dari arbitrase ICSID sebenarnya terdapat dalam Pasal
53Konvensi yang pada dasarnya menyatakan bahwa putusan arbitrase mengikat para pihak dan
tidak dapat dilakukan banding atau perbaikan lainnya, kecuali sebagaimana
diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Konvensi. Oleh karena itu, untuk mempertahankan
kehadiran
Konvensi,
bagaimanapun p e n g a d i l a n
nasional
negara
anggota
K o n v e n s i t i d a k d a p a t m e n i n j a u u l a n g p u t u s a n arbitrase ICSID yang dapat
dilakukan
putusan
adalah
permohonan
tersebut.
pembatalan,
Sedangkan
Pasal
interpretasi
54
dan r e v i s i
K onvensi
terhadap
mengatur
t e n t a n g pelaksanaan putusan arbitrase yang dapat dilakukan oleh setiap negara anggota
Konvensi.Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 53 dan Pasal 54 di atas pada dasarnya telah
m e m b a w a a r b i t r a s e I C S I D p a d a k e d u d u k a n ya n g l e b i h b a i k d i b a n d i n g k a n
d e n g a n arbitrase lainnya.
Karena
dalam
arbitrase
ICSID,
ketentuan
Konvensi
yang
memberikan pengaturan bagi seluruh mekanisme penyelesaian sengketa, sejak para pihak
menyatakan consent terhadap arbitrase ICSID sampai dengan berakhir sengketa yaitu
pelaksanaan putusan arbitrase.Untuk itu, dapat dikatakan pengaturan hukum nasional mengenai
arbitrase ICSID sangat terbatas, seperti halnya pengaturan tentang pelaksanaan putusan arbitrase
ICSID did a l a m U n d a n g - U n d a n g N o . 3 0 T a h u n 1 9 9 9 h a n ya d i a t u r d a l a m s a t u
p a s a l s a j a ya i t u dalam Pasal 66 ayat e. Dengan demikian peran yang diberikan
oleh Konvensi terhadap pengadilan nasionalpun sangat terbatas. Berbeda misalnya dengan
arbitrase International C h a m b e r o f C o m m e r c e ( I C C ) a t a u a r b i t r a s e k o m e r s i a l
l a i n n ya y a n g d i d a s a r k a n a t a s ketentuan Pasal V Konvensi New York 1958, yang
mengatur tujuh alasan yang berbeda untuk digunakan oleh pengadilan nasional suatu
negara terhadap keberatan pelaksanaan putusan arbitrase, sehingga hal ini dapat
menyebabkan berlarut-larutnya pelaksanaan putusan.
Terhadap
putusan
arbitrase
komersial,
ya n g
pengakuan
dan
p e l a k s a n a a n n ya diatur berdasarkan Konvensi New York 1958, dapat dengan
mudah ditolak oleh salah satu pihak dengan mengemukakan adanya pelanggaran terhadap
ketertiban umum Negara yang bersangkutan. Namun dalam konteks arbitrase ICSID,
jika suatu negara tidak mau mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase
berdasarkan ketentuan Konvensi, justru dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap
Pasal 53 ayat (1) Konvensi.
Terhadap pelanggaran ini investor dapat melakukan dua gugatan kepada
negaratuan rumah yaitu: (a) mengajukan gugatan sebagaimana dikenal dalam hukum
nasionaln e g a r a t u a n r u m a h ( h o s t s t a t e ) p a d a t i n g k a t a n d i p l o m a t i k , a t a u ( b )
m e n ya m p a i k a n sengketa tentang putusan arbitrase yang tidak dapat dilaksanakan
kepada Mahkamah Internasional (International Court of Justice) yang memiliki yurisdiksi
yang berhubungan dengan sengketa mengenai penafsiran dan penerapan Konvensi.Berdasarkan
ketentuan Konvensi keputusan arbitrase ICSID harus diakui dan dilaksanakan,
dengan demikian dalam hal ini doktrin kedaulatan yang dimiliki Negara anggota
Konvensi tidak dapat diberlakukan.
Karena
sesungguhnya
doktrin
kedaulatan
negara ini dapat menghambat
pelaksanaan putusan arbitrase secara paksa.Untuk itu, negara peserta harus menganggap sama
keputusan arbitrase ICSID itu sebagai keputusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan tingkat
terakhir di negara yang bersangkutan. Dan pihak yang akan melaksanakan putusan
arbitrase di wilayah negara peserta dapat menyampaikannya kepada pengadilan atau instansi
yang telah ditunjuk oleh negara peserta untuk maksud tersebut, yaitu copy dari putusan yang
telah dilegalisasi oleh Sekjen ICSID. Agar dalam eksekusi putusan arbitrase ICSID tidak ada
keraguan karena adanya doktrin kedaulatan dan pelaksanaan ketentuan yang tercantum
dalam Pasal 54. Maka berdasarkan Pasal 55 Konvensi, ketentuan yang terdapat di
dalam Pasal 54 tidak boleh ditafsirkan seolah-olah pasal itu menyimpang dari
ketentuan yang berlaku di negara peserta berkaitan dengan imunitas negara yang
bersangkutan atau negara asing lainnya.
Dalam
pengakuan
kaitannya
dengan
d a n pelaksanaan
hal
putusan
di
atas,
arbitrase
pengaturan
ICSID
di
tentang
Ind onesia
d i d a s a r k a n o l e h P a s a l 3 U n d a n g - Undang No. 5 Tahun 1968 dan Pasal 66 ayat e
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.Berdasarkan kedua undang -undang ini putusan
arbitrase ICSID dapat dilaksanakan di n e g a r a
memperoleh
eksekuatur
dari
Mahkamah
Republik
Ind onesia
setelah
A g u n g Republik Indonesia yang
selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri JakartaPusat.
Tampaknya ketentuan tersebut telah mengikuti keinginan dari Pasal 54 ayat
(3)yang menentukan bahwa eksekusi dari keputusan arbitrase ICSID akan diatur oleh hokum
dari negara dimana eksekusi putusan arbitrase itu akan dilaksanakan. Menurut analisis saya
mengenai kasus klockner vs Cameroon icsid ya i t u m e n g e n a i a d a n ya g u g a t a n
t e r h a d a p p u t u s a n p e m b a t a l a n d a r i a r b i t r a s e i c s i d . Permohonan pembatalan
tersebut pada dasarnya disebabkan kerena tidak puas dengan h a s i l p u t u s a n
arbitrase.
H a l i n i m e r u p a k a n s u a t u k e n ya t a a n y a n g d i s e b a b k a n k a r e n a banyak
klausul arbitrase yang disepakati oleh para pihak tidak dibuat dengan sebaik baiknya atau karena tidak adanya kesepakatan terhadap berbagai masalah antar
anggota
Konvensi dengan investor. Negara berkembang juga dalam hal ini sering
memperlihatkan kepercayaan yang berlebihan terhadap investor asing, sehingga hal
tersebut menyebabkan pelaksanaan kontrak tidak sesuai dengan keinginan para pihak.
Dalam
Martin
dengan
kaitannya
dengan
H u n t e r mengatakan,
pengajuan
pembatalan
hal
di
negara
ini
atas
Alan
berkembang
selalu
Redfern
dalam
mengemukakan
dan
k a i t a n n ya
alasan
bahwa
pembatalan merupakan satu-satunya cara mereka untuk mempertahankan kendali
atas perdagangan luar negeri dan penanaman modal.
Secara ekonomis kekuatan perdagangan dan penanaman
m o d a l m u n g k i n a k a n mendapatkan keuntungan yang tidak wajar. Padahal jika negara
berkembang ingin memperoleh modal asing, bagaimana pun, mereka harus memberi
jaminan kepada investor asi ng mengenai keselamatan investasi mereka bukan
dengan cara seperti itu. Salah satunya adalah menjadi anggota Konvensi Washington.
Karena Konvensi Washington telah menyediakan suatu aturan internasional yang diharapkan
dapat memelihara keseimbangan keuntungan yang diperoleh investor dan negara
anggota
Konvensi.
Dengan
diperbolehkannya
para
pihak
untuk
mengajukan
pembatalan terhadap putusan arbitrase ICSID berarti biaya penyelesaian sengketa
akan bertambah mahal,karena kasus yang sama dapat diulang beberapa k ali sebagai
kasus baru, dengan dewan a r b i t r a s e y a n g b a r u .
Karena
dalam
Konvensi
tidak
ditentukan
berapa
kali
b a t a s pelaksanaan pengajuan yang dapat dilakukan oleh para pihak. Untuk itu, sebaiknya
biaya penyelesaian perkara dapat lebih murah. D a n t e r h a d a p k a s u s y a n g d i m i n t a
p e m b a t a l a n a g a r d i s e l e s a i k a n d e n g a n mekanisme tertentu oleh tim khusus yang
diberi wewenang untuk memberikan putusan.
Download