BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

advertisement
BAB V
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab IV di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.
Saham-saham growth stock menghasilkan tingkat pengembalian yang paling
tinggi pada periode t-1 akan tetapi menghasilkan tingkat pengembalian paling
rendah pada t+1. Di sisi lain saham-saham value stock menghasilkan tingkat
pengembalian yang paling rendah pada periode t-1 akan tetapi menghasilkan
tingkat pengembalian paling tinggi pada periode t+1.
Hasil tersebut membuktikan hypothesis 1 yang menyatakan bahwa
saham-saham value stock menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih
tinggi dibanding saham-saham growth stock terutama pada periode t+1 baik
pada periode ketika pasar sedang bullish dan bearish . Peneliti menggunakan
percentile ke-10 dan ke-30 untuk mengategorikan saham-saham sahamsaham value stock dengan 4 jenis valuasi saham yakni PBV, PER, P/S dan
PCF. Keempat valuasi saham tersebut dapat digunakan dalam membedakan
saham-saham value stock dan growth stock.
Hasil lain juga menunjukkan bahwa bahkan saham-saham value
stock dengan kinerja keuangan yang paling buruk pada 3 tahun ke belakang
tersebut bahkan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi
dibandingkan saham-saham growth stock dengan kinerja keuangan yang
paling bagus. Hasil ini sekaligus memperkuat hypothesis 1 yang menyatakan
95
bahwa saham-saham value stock menghasilkan tingkat pengembalian tinggi
dibanding saham-saham growth stock terutama pada periode t+1 atau pada
periode satu tahun setelah pembentukan portofolio.
Berdasarkan risiko yang diukur dengan standard deviation, sahamsaham value stock lebih berisiko jika digunakan PBV dan PCF sebagai
valuasinya. Akan tetapi jika digunakan PER dan P/S, tidak terdapat perbedaan
risiko antara saham-saham value stock dengan growth stock.
Pada jangka panjang tidak ada jaminan bahwa saham-saham value
stock (terutama pada 10 tahun holding period) akan menghasilkan tingkat
pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham-saham growth stock.
Peneliti juga menemukan bahwa pada jangka panjang saham-saham growth
stock mempunyai kinerja keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan
saham-saham value stock.
2.
Saham-saham undervalued value stock tersebut menghasilkan tingkat
pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan value stock lainnya yang
mempunyai kinerja keuangan yang buruk (purely value stock). Hasil ini
menjawab hypothesis 2 yang menyatakan bahwa “undervalued value stock
mengungguli kinerja (tingkat pengembalian) purely value stock”. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa faktor fundamental mendorong besar kecilnya
tingkat pengembalian saham. Saham-saham dengan kinerja (keuangan) yang
buruk menunjukkan pesimisme. Akan tetapi, ketika terjadi perubahan positif
dalam hal kinerja keuangannya maka saham-saham undervalued tersebut
96
akan menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi tetapi dengan volatilitas
(standard deviation) yang lebih tinggi dibanding portofolio lain.
Berdasarkan 5 model yang diuji, peneliti juga menemukan bahwa
saham-saham undervalued menghasilkan tingkat pengembalian yang paling
tinggi jika dibentuk berdasarkan kombinasi antara PBV dengan ROE disusul
kombinasi antara PER dengan earning growth dan PBV dengan book value
growth.
3.
Saham-saham overvalued growth stock menghasilkan tingkat pengembalian
yang paling rendah dibanding portofolio lainnya bahkan di bawah tingkat
pengembalian pasar (IHSG) baik pada periode ketika pasar sedang bullish
dan bearish.
Saham-saham growth stock merupakan saham-saham perusahaan
yang mencerminkan optimisme akan pertumbuhan laba yang tinggi di masa
depan. Akan tetapi ketika investor menyadari bahwa tingkat pertumbuhan
aktual lebih kecil dari tingkat pertumbuhan yang diharapkan, maka saham
tersebut tidak layak beli dan akan menghasilkan tingkat pengembalian yang
rendah. Sedangkan ketika saham-saham value stock mengalami perbaikan
kinerja atau mengalami kejutan positif, maka saham-saham tersebut dinilai
undervalued dan layak untuk dibeli. Hasil ini menjawab hypothesis 3 yang
mengatakan bahwa “undervalued value stock mengungguli kinerja (tingkat
pengembalian) overvalued growth stock”.
4.
Berdasarkan robustness test, saham-saham undervalued value stock
menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi dibandingkan saham-saham
97
purely value stock (VSLE) dan overvalued growth stock (GSLE) pada semua
tingkat kapitalisasi pasar, momentum, tingkatan harga dan volume. Akan
tetapi saham-saham undervalued value stock menghasilkan tingkat
pengembalian paling tinggi terutama pada saham-saham 1) loser stock, 2)
berkapitalisasi kecil, 3) berharga rendah 4) dan dengan volume yang tinggi.
5.2
Keterbatasan
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan. Pertama peneliti hanya
berfokus pada dual characteristic yang merupakan kombinasi antara valuasi saham
dengan fundamental saham. Dalam meneliti fundamental saham, tidak cukup hanya
berdasar atas sales growth, earning growth, book value growth dan return on equity
yang digunakan secara terpisah. Investor perlu melihat secara keseluruhan laporan
perusahaan yang dapat menggambarkan fundamental perusahaan. Sebagi contoh
investor dapat mendefinisikan saham-saham dengan fundamental yang baik jika
mempunyai pertumbuhan positif dalam aset perusahaan (ekspansi), pertumbuhan
positif dalam hal ekuitas, pertumbuhan positif dalam pendapatan (sales),
pertumbuhan positif dalam laba bersih (earning), tingkat hutang dan likuitas yang
terjaga dan lain sebagainya.
Kedua, investor perlu memperhatikan bahwa investasi pada saham-saham
value stock dengan kinerja keuangan yang buruk terutama pada beberapa tahun
berturut-turut mengandung risiko yang tinggi terutama risiko kebangkrutan
(bankcrupty). Penelitian ini tidak melihat apakah diantara saham-saham tersebut
98
terdapat saham yang mengalami risiko kebangkrutan yang menyebabkan saham
delisting ataupun suspended dalam jangka waktu lama.
5.3
Saran
Peneliti memberikan beberapa saran untuk pengembangan pada pengujian
selanjutnya. Pertama perlu dilakukan pengujian lain untuk menilai fundamental
perusahaan berdasarkan beberapa faktor keuangan atau faktor lain yang terkait.
Sebagai contoh, salah satu metoda yang dapat digunakan dalam membedakan
fundamental saham yakni FSCORE (Piotroski, 2000) yang berdasar pada banyak
kriteria tertentu.
Kedua, perlu dilakukan pengujian dalam tingkat industri
yang sama.
Saham-saham dengan industri yang berbeda mempunyai karakteristik yang
berbeda. Valuasi saham lebih akurat dibandingkan dengan saham-saham lain pada
industri yang sama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa analisa tingkat
industri lebih akurat. Akan tetapi penelitian lain mengatakan bahwa dapat dilakukan
analisis dalam lingkup industri yang sama (within industry) ataupun antar industri
(accros industry). Untuk selanjutnya.
Ketiga perlu dilakukan pengujian event study. Dengan event study, investor
ataupun peneliti dapat mengetahui efek langsung bagaimana respon pasar terhadap
pengumuman laporan keuangan perusahaan, terutama perubahan earnings pada
saham-saham value stock dan growth stock.
99
Download