ARTIKEL PENELITIAN PURELY VALUE STOCKS & TINGKAT PENGEMBALIAN SAHAM : EFISIEN ATAU OVER-REACTION? STUDI BERDASARKAN FUNDAMENTAL PERUSAHAAN PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2002-2014 Ahsan Sumantika, S.E.,M.Si. NIDN : 0524078701 Penelitian ini akan dilaksanakan atas dana bantuan dari Universitas PGRI Yogyakarta melalui Anggaran LPPM Tahun 2016 PRODI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA JUNI 2016 i PURELY VALUE STOCKS & TINGKAT PENGEMBALIAN SAHAM : EFISIEN ATAU OVER-REACTION? STUDI BERDASARKAN FUNDAMENTAL PERUSAHAAN PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2002-2014 Ahsan Sumantika, S.E.,M.Si. Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi UPY INTISARI Value stocks merupakan saham-saham yang dihargai murah karena mencerminkan pesimisme. Sedangkan growth stocks merupakan saham-saham yang dihargai mahal karena mencerminkan optimisme. Berdasarkan penelitian- penelitian terdahulu menunjukkan bahwa saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham-saham growth stocks. Bond dan Thaler (1985) menjelaskan bahwa terjadinya overreaction menyebabkan harga saham dihargai terlalu tinggi dan terlalu rendah yang mengakibatkan terjadinya reversal (pembalikan harga) pada periode selanjutnya. Dengan setting yang berbeda, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah saham-saham value stocks akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi kendati tetap didapati kinerja keuangan yang buruk pada periode berikutnya. Kontrol yang digunakan adalah earning growth pada t+1. Populasi yang digunakan dalam peneitian ini adalah seluruh saham di Bursa Efek Indonesia periode 2002-2014. Total observasi sampel sebanyak 1935 untuk saham-saham value stocks dan growth stocks yang dipecah menjadi 290 sampel untuk purely value stocks dan 355 sampel untuk purely growth stocks. Teknik statistika yang digunakan adalah uji beda independen samplet-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka satu tahun ke depan saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham-saham growth stocks dengan tingkat signifikansi 0,06. Akan tetapi setelah disesuaikan dengan perubahan fundamental (perubahan laba), saham-saham growth stocks dengan kinerja baik (purely growth stocks) menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham-saham value stocks yang berkinerja buruk (purely value stocks) dengan tingkat signifikansi kurang dari 0,01. Kata kunci : value stocks, growth stocks, fundamental, earning growth, tingkat pengembalian saham. ii ABSTRCT Value stocks are stocks that less valued because reflect pessimism. While growth stocks are expensive stocks because reflect optimism. Based on the previous researchs showed that that value stocks generate higher return than growth stocks. According to Bond and Thaler (1985), over-reaction cause stock priced overvalued or undervalued which resulted in the reversal to the next period. With different settings, this study aims to determine whether value stocks generate higher returns despite still suffer poor financial performance in next period. Control used is earning growth at t+1. Population used in this study is all stocks in the Indonesian Stock Exchange period 2002-2014. Total sample is 1935 for both value stocks and growth wich is devided into 290 samples for purely value stocks and 355 samples for purely growth stocks growth. Statistical techniques used is independent samplet-test. The results showed that in one year testing, value stocks generate higher return than growth stocks with level of significance at 0,06. But after adjusting fundamental changes (changes in earnings), growth stocks with good performance (purely growth Stocks) generate higher return than the underperforming value stocks (purely value Stocks) with level of significance less than 0.01. Keywords : value stocks, growth stocks, fundamental, earning growth, stock return. iii PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian-penelitian terdahulu (Basu, 1977; Bouman, 1998; Capaul et al., 1993; Fama dan French, 1992, 1995, 1998, 2008; Lakonishok et al.,1994, 2004) mengungkap bahwa value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding growth stocks.. Value stocks adalah saham-saham yang dihargai lebih rendah karena mencerminkan kinerja yang buruk. Sedangkan growth stocks merupakan saham yang dihargai lebih tinggi karena mencerminkan prospek yang bagus. Pertanyaanya adalah apakah pasar saham tidak efisien? Dalam sudut pandang value investing, pasar saham dinilai kurang efisien. Adanya miss pricing valuation menyebabkan harga saham dihargai terlalu mahal dan terlalu murah. Value investor percaya bahwa sahamsaham value stocks dalam posisi undervalued dan akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi pada periode berikutnya. Yeh dan Hsu (2014) mengatakan bahwa sahamsaham value stocks dan growth stocks mengalami over-reaction dan mengakibatkan harga saham dihargai terlalu murah dan terlalu mahal terhadap fundamentalnya. Lakonishok et al. (1997) mengatakan bahwa saham-saham value stocks mengungguli growth stocks terutama ketika terjadi kejutan positif (earning surprise) dalam hal pendapatan. Piotroski (2000) juga mengatakan bahwa kinerja kuat (return) pada value stocks jika terjadi perubahan dalam hal arus kas perusahaan. Saham-saham value stocks akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi terutama jika terjadi kejutan dalam hal earning pada saham-saham value stocks (Yan dan Zhao, 2011). Saham-saham tersebut disebut dengan undervalued value stocks. Dengan mengambil setting yang berbeda, pertanyaannya adalah apakah saham-saham purely value stocks akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding purely growth stocks kendati perusahaan tetap mengalami penurunan kinerja pada periode berikutnya? Jika dilihat berdasarkan fundamentalnya, saham-saham value stocks dengan kinerja buruk disebut dengan purely value stocks. Sedangkan saham-saham growth stocks dengan kinerja baik disebut dengan purely growth stocks. Identifikasi Masalah 1. Konsep pasar efisien mengatakan bahwa setiap informasi yang relevan akan terserap secara cepat dalam harga saham. Jika kinerja perusahaan memburuk maka saham juga dihargai lebih rendah. Akan tetapi berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, justru 1 saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham-sahm growth stocks. 2. Sebagian besar penelitian-penelitian terdahulu sebagian besar mendefinisikan value stocks hanya sebagai saham yang dihargai rendah karena kinerja buruk di masa lalu tanpa memperhatikan perubahan kinerja yang terjadi di masa depan. Pembatasan Masalah 1. Penelitian ini hanya berfokus pada saham-saham value stocks dengan kinerja buruk (purely value stock). Saham-saham undervalued value stocks tidak diikutkan dalam pengujian. Undervalued value stocks adalah saham-saham value stocks yang mengalami perbaikan kinerja. 2. Faktor fundamental yang digunakan hanya tingkat pertumbuhan laba. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat diambil dari penelitian ini yakni apakah saham-saham value stocks dengan kinerja yang paling buruk (purely value stocks) akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan saham-saham growth stocks dengan kinerja yang paling baik (purely growth stocks). Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah saham-saham value stocks dengan kinerja yang paling buruk (purely value stocks) akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan saham-saham growth stocks dengan kinerja yang paling baik (purely growth stocks). Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini, kita dapat mengetahui cross section antara faktor fundamental (faktor rasional) dengan valuasi (behavioral). Apabila didapati saham-saham purely value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding purely growth stocks maka ditengarai terjadi gejala over-reaction (harga suatu saham dihargai terlalu mahal atau murah) yang mengakibatkan terjadinya koreksi pada periode. Akan tetapi jika menunjukkan hal yang sebaliknya maka dapat dikatakan bahwa pasar dalam kondisi efisien dimana informasi yang masuk mencerminkan harga saham yang sebenarya dan saham-saham value stocks tersebut menghasilkan tingkat keuntungan yang rendah. 2 KAJIAN PUSTAKA Value Stocks dan Growth Stocks Growth stocks merupakan saham-saham perusahaan yang memiliki potensi pertumbuhan pendapatan dan laba yang tinggi (Zarowin, 1990) dan mencerminkan optimisme (Piotroski dan Eric, 2012) sedangkan sehingga dihargai lebih mahal. Value stocks merupakan saham-saham perusahaan yang memiliki pertumbuhan pendapatan dan laba yang rendah pada masa lalu (Lakonishok et al., 1994) serta mengalami masalah dengan kinerja keuangan (Fama dan French, 1992) sehingga dihargai lebih murah.. Secara umum ada terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengategorikan saham menjadi value stocks dan growth stocks. Akan tetapi dua Indikator yang sering digunakan adalah PBV dan PER. Berikut ini beberapa jenis indikator valuasi saham : 1. Price to book value (PBV) Price to book value sering kali disebut dengan market to book (M/B) atau dibalik menjadi B/M. Price to book value (PBV) merupakan rasio yang menunjukkan seberapa mahal saham tersebut dihargai berdasarkan nilai buku per lembar saham (book value per share). Nilai buku per lembar saham menunjukkan ekuitas yang tercatat berdasarkan jumlah lembar saham yang beredar. Perusahaan yang mempunyai nilai PBV sama dengan 1 menunjukkan bahwa saham tersebut dihargai sama dengan kekayaan bersihnya (ekuitas).. 2. Price to earning ratio (PER) Price to earning sering kali disingkat menjadi P/E atau dibalik menjadi E/P. PER merupakan rasio yang menunjukkan seberapa mahal saham tersebut dihargai berdasarkan tingkat laba per lembar sahamnya (earning per share). Saham dengan nilai PER yang tinggi (growth stock) menunjukkan bahwa saham tersebut dihargai oleh investor lebih mahal dibandingkan laba per lembar sahamnya (growth stock). Sedangkan saham dengan nilai PER yang rendah (value stock) menunjukkan bahwa saham tersebut dihargai oleh investor lebih murah dibandingkan laba per lembar sahamnya. Value Stocks, Growth Stocks & Literatur Terdahulu Terdapat banyak literatur-literratur terdahulu yang mengatakan bahwa value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding value stocks. Bondt dan Thaler (1985) mengatakan dalam penelitiannya bahwa saham-saham underperformed (loser) pada periode 5 tahun sebelumnya akan mengungguli tingkat pengembalian (return) sahamsaham winner pada periode selanjutnya. 3 Capaul et al. (1993) melakukan penelitian pada enam negara (Prancis, Jerman, Swiss, Inggris, Jepang dan Amerika Serikat) pada periode Januari 1981-Juni 1992 dengan menggunakan market to book (M/B). Hasilnya menunjukkan bahwa saham-saham value stocks mengungguli kinerja (return) saham-saham growth stocks pada setiap negara setelah melakukan penyesuaian atas faktor risiko. Lakonishok et al. (1997) dalam penelitiannya di bursa efek di NYSE, AMEX dan NASDAQ pada periode 1971-1993 mengatakan bahwa superior return pada value stocks bertahan dalam jangka panjang yakni pada 5 tahun setelah pembentukan portofolio. Fama dan French (1998) juga mengatakan dalam penelitiannya pada 13 pasar saham utama dan 16 pasar saham di negara-negara berkembang bahwa saham-saham value stocks mengungguli kinerja (tingkat pengembalian) saham-saham growth stocks pada periode 1975-1995 Bouman et al. (1998) menggunakan 4 indikator valuasi harga saham (P/E, P/CF, P/B dan D/Y) pada 21 negara pada periode 1986-1996. Hasilnya menunjukkan bahwa value stocks mengungguli growth stocks secara keseluruhan baik dari segi risiko dan return. Athanassakos dan Ivey (2009) melakukan pengujian pada pasar saham di Kanada. Hasilnya terdapat value premium yang kuat pada periode 1985-2002 baik ketika pasar saham dalam kondisi bearish, bullish, dan pada berbagai kondisi ekonomi. Athanassakos dan Ivey (2009) juga mengatakan bahwa value premium tidak terjadi pada industri tertentu tetapi pada semua industri. Santos dan Motezano (2011) juga melakukan penelitian di bursa efek di Brazil menunjukkan bahwa value stocks tidak lebih berisiko daripada growth stocks baik yang diukur dengan menggunakan standard deviation, beta dan pada kondisi ekonomi yang berbeda. Cordeiro dan Machado (2013) menguji cross sectional antara value stocks dan growth stocks di bursa efek Brazil dengan menggunakan book to market (B/M), price to earning (PER) dan price to cash flow (PCF). Hasilnya menunjukkan bahwa growth stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding value stocks. Cordeiro dan Machado (2013) juga mengatakan bahwa penelitian-penelitian sebelumnya di Brazil yang mengatakan bahwa value stocks mengungguli growth stocks terjadi kesalahan uji dan karena penggunaan jangka waktu yang pendek. Pada negara-negara berkembang, beberapa penelitian menunjukkan bahwa sahamsaham value stocks mengungguli kinerja (tingkat pengembalian) growth stocks. Marjo dan Pitkanen (2011) mengatakan bahwa terdapat value premium pada 12 negara berkembang yakni Brazil, Chile, China, India, Indonesia, Malaysia, Meksiko, Filipina, Polandia, Afrika 4 Selatan, Taiwan dan Turki terutama dalam penelitian yang dilakukan pada periode 20012011. Hasil lain dikemukakan oleh Beneda (2003). Beneda (2003) mengatakan bahwa pada jangka panjang, saham-saham growth stocks ternyata justru mengungguli saham-saham value stocks terutama pada jangka waktu 14 tahun tahun. Value stocks menghasilkan return yang lebih tinggi dibanding growth stocks hanya pada periode periode 5 tahun setelah pembentukan portofolio. Value Stocks, Growth Stocks & Prespektif Teori Terdapat beberapa penjelasan mengapa kinerja (return) value stocks mengungguli kinerja (return) growth stocks. 1. Fama dan French (1992, 1995) mengatakan bahwa value stocks mengungguli kinerja (return) growth stocks karena saham-saham value stocks tersebut lebih berisiko dibanding saham-saham growth stocks. Saham-saham value stocks merupakan perusahaan yang mengalami masalah dengan kinerja keuangan perusahaan (financial distress). 2. Lakonishok et al., 1994 mengatakan bahwa value stocks mengungguli growth stocks karena investor bereaksi berlebihan (over-reaction) terhadap suatu informasi. Lakonishok et al. (1994) mengatakan bahwa investor kadang terlalu optimis terhadap kinerja perusahaan pada masa lalu. Menurut Bondt dan Thaler (1985), jika harga saham secara sistematis over-shoot, maka pembalikan harga saham bisa diprediksi hanya dengan data rata-rata return saham pada masa lalu tanpa melihat fundamentalnya (earning). 3. Scott et al. (1999) mengatakan dalam prospect theory bahwa orang akan cenderung untuk bertaruh akan suatu risiko. Investor akan menahan saham ketika loss dengan ekspektasi bahwa harga saham akan kembali normal dan terjadi revisi pada periode selanjutnya. Fundamental Perusahaan Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi fundamental perusahaan. Piotroski (2000) menggunakan tiga faktor utama yakni faktor profitabilitas (ROA, perubahan ROA dan CFO), perubahan leverage dan likuiditas (perubahan leverage, perubahan likuiditas dan issuance) serta perubahan dalam efisiensi operasional (perubahan margin dan perubahan turnover). Faktor fundamental lain yang dapat digunakan adalah tingkat pertumbuhan laba. Fama dan French (2002) dalam penelitiannya pada tahun 1951 sampai 2000 mengatakan bahwa tingkat pengembalian suatu saham (return) dapat diperkirakan besarnya berdasarkan 5 dividend dan tingkat pertumbuhan laba. Drechler (2011) juga mengatakan bahwa pertumbuhan laba merupakan faktor kuat yang dapat mempengaruhi harga saham. Dalam penelitiannya, saham-saham dengan tingkat pertumbuhan laba yang tinggi pada Indeks S&P500 menghasilkan tingkat pengembalian (return) delapan kali lipat lebih tinggi dari saham dengan tingkat pertumbuhan laba yang rendah selama periode 1990-2010. Value Stocks & Growth Stocks Berdasarkan Fundamental Perusahaan Valuasi saham dibagi dua yakni value stocks (dihargai murah) dan growth stocks (dihargai mahal). Sedangkan berdasarkan fundamentalnya, diabgi menjadi saham dengan dengan fundamental yang baik dan buruk yang ditunjukkan dengan rasio-rasio keuangan seperti return on equity, return on asset, sales growth, earning growth dan lain sebagainya. Lintner dan Glauber (1967) mengatakan bahwa kinerja perusahaan bergerak secara random. Saham-saham value stocks yang mempunyai kinerja buruk pada periode sebelumnya menjadi undervalued jika ternyata didapati laporan keuangan yang lebih baik atau terjadi earning surprise dibanding periode sebelumnya. Oleh karena itu saham-saham value stocks dengan fundametal yang baik disebut dengan undervaled value stocks (Chahine, 2008) . Di sisi lain saham-saham value stocks dengan fundametal yang buruk disebut dengan purely value stocks (Chahine, 2008). Sedangkan saham-saham growth stocks dengan fundamental yang baik disebut dengan purely growth stocks. Saham-saham growth stocks dengan fundamental yang buruk disebut dengan overvalued growth stocks. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan hubungan antara valuasi saham dengan fundamentalnya. Tabel 1 Hubungan Antara Valuasi Saham Dengan Fundamental Value Stock Growth Stock High Earning Undervalued value stock Purely growth stock Low Earning Purely value stock Overvalued growth stock Perumusan Hipotesis Sebagian besar penelitian-penelitian terdahulu menguji tingkat pengembalian value stocks tanpa membedakan perubahan kinerja keuangan di masa depan. Piotroski dan Eric (2012) mengatakan jika growth stocks mencerminkan optimisme dan value stocks mencerminkan pesimisme, maka harus terjadi kecocokan antara value stocks dan growth stocks dengan fundamental perusahaan. Dalam konsep pasar yang efisien, harga saham merupakan cerminan dari informasi terkait yang masuk dan mempengaruhi harga saham. 6 Harga saham akan naik jika terdapat informasi yang bagus. Di sisi lain harga saham harga saham akan turun ketika terdapat informasi yang tidak diharapkan atau karena faktor lain. Lakonishok et al. (1997) mengatakan bahwa saham-saham value stocks mengungguli growth stocks terutama ketika terjadi kejutan positif (earning surprise) dalam hal pendapatan. Scott et al. (1999) juga mengatakan bahwa saham-saham dengan PER rendah (value stock) dan earning growth yang tinggi akan menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi. Dengan setting yang berbeda, pertanyaan yang muncul adalah apakah saham-saham value stocks yang tetap mengalami penurunan kinerja (pada periode selanjutnya) akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding growth stock? Dengan kata lain apakah : 1. Saham-saham purely value stock tersebut akan mengalami koreksi positif. 2. Saham-saham purely value stock tersebut akan terus turun (negatif). Sebagian besar literatur-literatur terdahulu menunjukkan bahwa saham-saham value stocks mengungguli kinerja (tingkat pengembalian) saham-saham growth stocks. (Basu, 1977; Bouman, 1998; Capaul et al., 1993; Fama dan French, 1992, 1995, 1998, 2008; Lakonishok et al.,1994, 2004). Bondt dan Thaler (1985) jugamengatakan bahwa jika harga saham secara sistematis over-shoot, maka pembalikan harga saham bisa diprediksi hanya dengan data rata-rata return saham pada masa lalu tanpa melihat fundamentalnya (earning). Berdasarkan literatur dan kajian teeori maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Hipotesis Purely Value stocks mengungguli tingkat pengembalian purely growth stocks METODE PENELITIAN Sampel, Data dan Variabel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh saham di Bursa Efek Indonesia. Portofolio dibentuk setiap tahun dengan metoda annual rebalancing. Pembentukan portofolio dilakukan pada t-1 yang dimulai dari tahun 2002 sampai 2013. Sedangkan pengujian dilakukan pada t+1 yang dimulai dari tahun 2003-2014. Data berasal dari pusat data Osiris. Data yang digunakan antara lain stocks return, market return, fundamental perusahaan (earning grwoth) serta valuasi saham (PER). Peneliti hanya menggunakan PER sebagai valuasi saham karena PER merupakan valuasi saham yang paling sering digunakan. Perhitungan earning growth digunakan perhitungan rumus absolut. Berikut ini adalah variabel yang digunakan dalam penelitian ini : 7 1. Stocks return Stocks return merupakan tingkat pengembalian saham yang dihitung berdasarkan selisih antara harga saham pada tahun t dengan harga saham pada tahun t-1. 2. Fundamental Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan earning growth yang menunjukkan seberapa besar tingkat pertumbuhan laba perusahaan pada tahun t dibandingkan dengan tahun sebelumnya (t-1). Perhitungan earning growth digunakan nilai absolute (ABS). untuk mencegah terjadinya kesalahan kalkulasi. Data earning growth yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 2003-2014. 3. Valuation Valuasi saham yang digunakan yakni price to earning (PER) pada t-1 dari tahun 2002 sampai 2013. PER dihitung secara manual dengan membagikan earning (laba bersih) dengan kapitalisasi pasar. Pengujian Hipotesis Saham-saham value stocks ditunjukkan dengan PER paling rendah (persentil ke-30). Sedangkan saham-saham growth stocks ditunjukkan dengan PER paling tinggi (persentil ke70). Saham-saham high earning ditunjukkan dengan earning growth yang rendah (persentil ke-30). Sedangkan saham-saham low earning ditunjukkan dengan earning growth yang tinggi (persentil ke-70). Untuk menguji hipotesis, peneliti membentuk portofolio yang merupakan cross sextion antara valuasi saham (value stocks dan growth stocks) dengan perubahan fundamental saham yang terjadi pada t+1 (earning growth) sebagai berikut : 1. Purely value stocks : value stocks dengan low earning. 2. Purely growth stocks : growth stocks dengan high earning. Hipotesis diterima jika saham-saham purely value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan purely growth stocks yang menunjukkan terjadinya over-reaction pada saham-saham value stocks. Akan tetapi apabila hipotesis ditolak, menunjukkan bahwa pasar saham dalam keadaan efisien dimana saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang rendah karena kinerja perusahaan tetap memburuk pada t+1. Uji statistik yang digunakan adalah uji beda independent sample t-test yang membandingkan tingkat pengembalian (return) purely value stocks dengan purely growth stocks. Secara lengkap berikut ini adalah urutan pengujian dalam penelitian ini : 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Value Stock & Growth Stocks PER merupakan indikator yang populer dan dapat digunakan untuk menentukan valuasi saham . Saham dengan PER yang rendah menunjukkan bahwa saham dihargai rendah sedangkan saham dengan PER yang tinggi menunjukkan bahwa saham dihargai mahal. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan PER value stocks dan growth stocks : Grafik 1 PER Value Stocks & Growth Stocks Value Stocks Growth Stocks 35.00 32.18 30.00 25.00 20.00 15.00 11.91 8.05 10.00 5.00 -0.58 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 0.00 -5.00 Berdasarkan Gambar di atas saham-saham growth stocks mempunyai PER berkisar antara 7,79 sampai 32.18. Sedangkan saham-saham value stocks mempunyai PER rata-rata berkisar antara -0,37 sampai 8.05. Valuasi tertinggi growth stocks terjadi pada tahun 2007 dengan nilai PER sebesar 32,18. Pada value stocks, PER tertiggi dijumpai pada tahun 2007 dengan nilai PER rata-rata sebesar 8,05. Untuk valuasi terendah pada saham-saham growth stocks dijumpai pada tahun 2002 dan tahun 2004 untuk value stocks. Berdasarkan kapitalisasinya, saham-saham growth stocks mempunyai kapitalisasi pasar yang lebih besar dibanding saham-saham value stocks. Kapitalisasi pasar menunjukkan seberapa besar perusahaan tersebut dihargai oleh pasar di pasar modal yang dihitung dari harga saham dikalikan jumlah saham yang beredar. Berikut adalah tabel yang menunjukkan kapitalisasi pasar dari saham-saham value stocks dan growth stocks pada masing-masing tahun periode 2002-2014 : 9 Tabel 2 Karakteristik Value Stocks & Growth Stocks Berdasarkan Kapitalisasi Pasar Tahun 2014 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 Rata-rata Value Stocks 1.853.375.355.356 1.954.114.435.294 909.198.747.728 944.945.409.028 753.448.415.573 650.660.402.068 337.929.298.161 512.958.989.786 278.511.367.761 330.627.932.054 193.836.415.893 177.068.621.014 741.389.615.810 Growth Stocks 12.952.734.053.454 10.952.778.114.090 9.089.489.610.945 8.545.522.329.955 4.660.916.535.325 3.857.259.964.504 3.949.499.814.580 4.990.678.219.128 4.337.444.402.008 3.303.666.367.453 2.461.455.900.672 1.473.037.007.329 5.881.206.859.954 . Karakteristik Saham-Saham High Earning & Low Earning High earning adalah saham perusahaan yang mempunyai kinerja keuangan yang baik. Sedangkan low earning adalah saham perusahaan yang mempunyai kinerja yang buruk. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan tingkat pertumbuhan laba perusahaanperusahaan high earning dan low earning. Grafik 2 Net Income Growth High Earning & Low Earning 1.200 1.000 LOW EARNING 0.997 HIGH EARNING 1.000 0.800 0.600 0.457 0.400 0.200 0.000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 -0.184 -0.200 -0.400 Berdasarkan grafik 2,saham-saham high earning mempunyai rata-rata tingkat pertumbuhan laba sebesar 45% sampai 99% per tahun. Sedangkan saham-saham low earning 10 mempunyai tingkat pertumbuhan laba berkisar antara -18% sampai 5% per tahun. Tingkat pertumbuhan laba yang negatif menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian. Analisis Data : Value Stock VS Growth Stocks Total sampel yang digunakan untuk saham-saham value stocks sebanyak 959 saham dan total sampel untuk saham-saham growth stocks sebanyak 976 saham. Jumlah sampel tiap tahun berbeda karena disesuaikan dengan jumlah saham yang listing. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan tingkat pengembalian saham value stocks dan growth stocks : Tabel 3 Tingkat Pengembalian Value Stocks & Growth Stocks Value Stocks Growth Stocks Tahun Periode Sampel Return Sampel Return 1 2014 117 0.268 118 0.038 2 2013 115 0.283 116 0.089 3 2012 111 0.414 112 0.310 4 2011 105 0.354 106 0.190 5 2010 97 0.716 97 0.594 6 2009 92 0.275 96 0.323 7 2008 86 -0.187 88 -0.383 8 2007 55 0.940 55 1.701 9 2006 44 0.396 49 0.353 10 2005 43 0.064 47 -0.047 11 2004 48 0.454 48 0.149 12 2003 46 0.793 44 0.250 Rata-rata 0.398 0.297 Value Premium 0.230 0.193 0.103 0.164 0.121 -0.048 0.195 -0.760 0.042 0.112 0.304 0.543 0.101 Value premium menunjukkan selisih antara tingkat pengembalian value stocks dengan growth stok. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi (39,8%) dibandingkan sahamsaham growth stocks (29,7%) yakni 10 kali dari 12 periode. Value premium tertinggi terjadi pada tahun 2003 yakni sebesar 54,3%. Secara statistic hasil uji beda independen t test dapat diuraikan dalam tabel berikut : Tabel 4 Independent Samples Test Equal variances assumed Equal variances not assumed F 3.812 Sig. .051 T 1.818 1.818 Sig. (2-tailed) .069 .069 11 Hasil uji beda tersebut menunjukkan bahwa sedikit terdapat perbedaaan dengan signifikansi 0,069 (kurang signifikan). Pembahasan dan Penjelasan: Value Stock VS Growth Stocks Dalam berberapa literatur, disebutkan terdapat beberapa alasan yang menjelaskan mengapa saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding growth stocks. Bondt dan Thaler (1985) mengatakan bahwa investor kadang kala bereaksi berlebihan terhadap informasi yang masuk. Bondt dan Thaler (1985) juga mengatakan bahwa jika harga saham secara sistematis over-shoot, maka pembalikan harga saham bisa diprediksi hanya dengan data rata-rata return saham pada masa lalu tanpa perubahan fundamentalnya (earning). Berdasarkan tabel 2, saham-saham value stocks didominasi oleh saham berkapitalisasi kecil. Sedangkan saham-saham growth stocks didominasi saham berkapitalisasi besar. Dalam beberapa literatur (Bantz, 1981; dan Fama & French, 1992) disebutkan bahwa ternyata saham-saham berkapitalisasi pasar kecil menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham-saham berkapitalisasi pasar besar. Menurut Amihud dan Mendelson (1986), saham-saham berkapitalisasi pasar kecil akan menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi karena kompensasi atas risiko yang besar, tingkat likuiditas yang lebih rendah dan karena adanya prospek growth yang lebih tinggi di masa depan. Analisis Data : Purely Value Stoc & Purely Growth Stocks Dengan sudat pandang yang berbeda, peneliti kemudian menguji apakah sahamsaham value stocks tersebut tetap menghasilkan tingkat pengembalian saham yang lebih tinggi dibanding growth stocks kendati tetap mengalami penurunan kinerja pada periode selanjutnya. Peneliti menggunakaan PER sebagai valuasi saham pada periode t-1 dan tingkat pertumbuhan laba pada t+1. Saham-saham value stocks yang dipilih hanyalah saham-saham value stocks yang mengalami penurunan kinerja pada periode t+1.Sedangkan saham-saham growth stocks yang dipilih hanyalah saham-saham growth stocks yang mengalami kenaikan kinerja yang baik pada periode t+1. Jumlah sampel untuk purely value stocks sebesar 290 dan purely growth stocks sebesar 255. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan tingkat pengembalian saham sahamsaham value stocks dan growth stocks yang telah disesuaikan dengan perubahan tingkat pertumbuhan laba : 12 Tabel 5 Tingkat Pengembalian Value Stocks & Growth Stocks Setelah Disesuaikan Perubahan Laba Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Purely Value Stocks Tahun Sampel Return 2014 0.023 33 2013 0.099 39 2012 0.005 41 2011 0.028 38 2010 0.277 32 2009 0.359 15 2008 -0.327 29 2007 0.823 17 2006 0.269 10 2005 -0.196 10 2004 0.54 11 2003 0.875 15 Rata-rata 0.231 Purely Growth Stocks Sampel Return 32 0.153 42 0.257 43 0.351 41 0.371 48 1.020 39 0.502 25 -0.388 24 1.210 12 0.907 15 0.053 18 0.288 16 0.771 0.458 Value Premium -0.130 -0.158 -0.346 -0.343 -0.743 -0.143 0.061 -0.387 -0.638 -0.249 0.252 0.104 Berbeda dengan hasil sebelumnya, tabel 5 di atas menunjukkan bahwa setelah disesuaikan dengan perubahan laba, purely growth stocks justru menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi (45,8%) dibandingkan purely value stocks (purely). Sahamsaham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian saham yang rendah jika sahamsaham perusahaan tersebut kembali mengalami penurunan kinerja pada t+1. Dalam konsep pasar efisien, informasi yang terkait mencerminkan dan mempengaruhi harga saham. Ketika laporan keuangan perusahaan kurang memuaskan maka harga saham akan turun. Lebih jauh berikut ini hasil uji beda independen sample t test yang menunjukkan perbedaan tingkat pengembalian saham (return) antara saham-saham value stocks dengan growth stocks setelah disesuaikan dengan perubahan tingkat laba : Tabel 6 Independen Sample T test Equal variances assumed Equal variances not assumed F 8.624 T -3.510 -3.601 Sig. (2Mean tailed) Difference .000 -.30634 .000 -.30634 Berdasarkan tabel 3.5 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan (0.01) dimana saham-saham growth stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding dengan saham-saham value stocks setelah dilakukan penyesuaian 13 perubahan laba. Lebih jauh lagi, peneliti kemudian membentuk portofolio untuk melihat perbedaanya lebih jauh lagi dengan hanya membentuk saham-saham value stocks yang mempunyai PER negatif (167 dari 290 saham value stocks). Saham dengan PER negatif menunjukkan bahwa perusahaan perusahaan mengalami kerugian (laba negatif). Tabel 7 Tingkat Pengembalian Value Stocks (PER Negatif) & Growth Stocks Setelah Disesuaikan Perubahan Laba Purely Value Stocks Sampel Return Periode Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2014 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 Average 18 18 23 18 16 13 18 10 3 11 11 8 Purely Growth Stocks Sampel Return -0.097 0.292 -0.11 -0.017 -0.122 0.333 -0.351 1.114 -0.194 -0.142 0.541 -0.04 0.101 32 42 43 41 48 39 25 24 12 15 18 16 0.153 0.257 0.352 0.371 1.021 0.502 -0.388 1.211 0.908 0.053 0.288 0.771 0.458 Value Premium -0.25 0.035 -0.462 -0.388 -1.143 -0.169 0.037 -0.097 -1.102 -0.195 0.253 -0.811 -0.357 Berdasarkan tabel 7 di atas, saham-saham purely value stocks dengan PER negatif menghasilkan rata-rata tingkat pengembalian (10,1% ) lebih kecil dari tingkat pengembalian purely gorwth stocks (45,8%) yang ditunjukkan dengan value premium yang negatif .Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah hasil uji beda : Tabel 8 Independen Sample T test Equal variances assumed Equal variances not assumed F 7.440 Sig. .007 t -3.601 -3.843 Sig. (2-tailed) .000 .000 Berdasarkan tabel 3.7 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan dengan taraf signifikansi kurang dari 0.01. Saham-saham growth stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding dengan saham-saham value stocks setelah dilakukan penyesuaian perubahan laba. 14 Pembahasan : Purely Value Stock &Purely Growth Stocks Pada pembahasan sebelumnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding growth stocks pada t+1 dengan taraf signifikansi 0,06. Bondt dan Thaler (1985) mengatakan jika harga saham secara sistematis over-shoot, maka pembalikan harga saham bisa diprediksi hanya dengan data rata-rata return saham pada masa lalu tanpa melihat fundamentalnya (earning). Dalam penelitiannya, Bondt dan Thaler (1985) menunjukkan bahwa Saham-saham dengan P/E yang rendah akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham dengan P/E yang tinggi. Penjelasan anomali adanya fenomena over-reaction tersebut disebut dengan price to earning hypothesis. Dengan setting yang berbeda, yakni dengan mempertimbangkan perubahan laba pada t+1, tujuan penelitian ini adalah menguji apakah saham-saham value stocks akan menghasilkan tingkat penegembalian yang lebih tinggi dibandingkan saham-saham growth stocks. Berdasarkan tabel 3.6 dan 3.7 menunjukkan bahwa saham-saham growth stocks mengungguli kinerja saham-saham value stocks. Terdapat penjelasan yang mendasarinya. Menurut Lakonishok et al. (1997), Piotroski (2000), Yan dan Zhao (2011) bahwa saham-saham value stocks tersebut akan menghailkan tingkat pengemblian yang lebih tinggi jika disertai kejutan positif atau perubahan yang positif dalam hal arus kas dan laba perusaahaan. Artinya jika kinerja saham-saham value stocks tersebut tetap memburuk maka tingkat pengembalian yang diterima juga akan rendah. Sesuai dengan konsep pasar efisien menyebutkan bahwa harga saham mencerminkan setiap informasi yang relevan dan terserap secara cepat dalam perubahan harga saham. Artinya ketika kinerja perusahaan memburuk maka tingkat pengembalian yang diterima juga akan rendah. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas maka hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. Saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham-saham growth stocks dengan tingkat signifikansi 0.069. Dari 12 periode pengujian, portofolio value stocks mengungguli portofolio growth stocks sebanyak 10 kali kecuali pada tahun 2007 dan 2009 dengan value premium sebesar 10,1% tiap tahun. 2. Setelah disesuaikan dengan perubahan perubahan laba menunjukkan hasil yang berbeda. Saham-saham growth stocks dengan kinerja baik (purely growth stocks) menghasilkan 15 tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham-saham value stocks yang berkinerja buruk (purely value stocks) dengan tingkat signifikansi di bawah 0.01 dengan value premium sebesar 37,5% tiap tahun. Implikasi Implikasi dari penelitian ini adalah : 1. Bagi investor Investor sebaiknya menghindari saham-saham value stocks dengan kinerja buruk. Setelah disesuaikan dengan perubahan laba pada t+1, hasil pengujian ternyata menunjukkan bahwa saham-saham value stocks menghasiilkan tingkat pengembalian yang lebih rendah dibanding saham-saham growth stocks. 2. Hipotesis over-reaction Jika hipotesis over-reaction terbukti, mengapa justru saham-saham purely growth stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding purely value stocks. Sebagian besar penelitian sebelumnya tidak mengikutsertakan perubahan laba sebagai variabel kontrol. Saham-saham value stocks akan mengalami tingkat pengembalian yang lebih tinggi jika disertai dengan kejutan yang positif dalam hal kinerja perusahaan. Efisiensi pasar mengatakan bahwa pasar menyerap setiap informasi yang relevan dan mempengaruhi harga saham. Jika kinerja perusahaan baik maka akan tercermin dalam perubahan harga saham. Saran Ada beberapa saran dan keterbatasan yang dapat diberikan penulis untuk penelitian selanjutnya yakni : 1. Peneliti hanya menggunakan satu tahun sebagai jangka waktu pengujian return. Gejala over-reaction bisa terjadi dalam jangka waktu yang lebih pendek yakni 1 bulan, 2 bulan atau pun 3 bulan. Untuk Penelitian selanjutnya perlu diamati perubahan dalam jangka pendek berdasarkan laporan keuangan kuartalan. 2. Peneliti hanya menggunakan PER sebagai valuasi sahamm. Penelitian selanjutnya dapat mengombinasikan beberapa valuasi lain yang dapat digunakan seperti PBV, P/S, PCF dan DY. 3. Tingkat perubahan fundamental yang digunakan hanya perubahan laba tanpa mempertimbangkan faktor lain. Peneliti lain dapat menambahkan faktor-faktor lainnya. 16 Faktor-faktor lain dapat berupa perubahan hutang (restrukturisasi hutang), perubahan penjualan, perubahan modal, perubahan likuiditas dan lain sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Athanassakos, G. & Ivey, R. 2009. Value vs. Glamour StocksReturn And the Value Premium : The Canadian Experience 1985-2002. Canadian Journal of Administrative Science. Basu, S. 1977. Investment Performance of Common Stocks in Relation to Their Size-Earnings Ratios : A Test of the Efficient Market Hypothesis. The Journal of Finance, Vol. 32, No. 3. Bauman, W.S. & Miller, R.E. 1997. Investor Expectations And The Performance Of Value Stocks Versus Growth Stocks. Journal of Portfolio Management. Bauman, W.S., Conover, C.M., & Miller, R.E. 1998. Growth Versus Value and Large-Cap Versus Small-Cap Stocks in International Markets. Financial Analysts Journal. Beneda, N. 2003. Growth StocksOutperform Value Stocks over Long Term. Academy of Accounting and Finncial Studies Journal. Bondt, W.F.M.D. & Thaler, R. 1985. Does the StocksMarket Overreact? The Journal of Finance, Vol. 40, No. 3. Capaul, C., Rowley, I., & Sharpe, W.F. 1993. International Value and Growth StocksReturn. Financial Analyst Journal. Chahine, S. 2008. Value Versus Growth Stocksand Earnings Growth in Style Investing Strategues in Euro-Markets. Journal of Assets Management, Chordia, T. & Swaminatan, B. 2000. Trading Volume and Cross-Autocorrelations in StocksReturns. The Journal of Finance. Vol. LV, No. 2. Drechsler, F.S. 2011. Yes, Earnings Do Manager/Portfolio Manager. Bob Turner. Drive StocksSizes. Quantitative Research Fama, E.F. 1970. Efficient Capital Markets: A Review of Theory and Empirical Work. Journal of Finance, Volume 25, Issue 2. Fama, E.F. & French. K.R, 1974. Random Walks in StocksMarket Prices. Financial Analysis Journal. Fama, E.F. & French, K.R. 1995. Size and Book-to-Market Factors in Earnings and Returns. The Journal of Finance. Fama, E.F. & French, K.R. 1998. Value versus Growth: The International Evidence. The Journal of Finance. 17 Fama, E.F. & French, K.R. 2002. The Equity Premium. The Journal of Finance. Fama, E.F. & French, K.R. 2008. Average Returns, B/M, and Share Issues. The Journal of Finance. Lakonishok, J., Shleiver, A., & Vishny, R.W. 1994. Contrarian Investment, Extrapolation, and Risk. The Journal of Finance. Lakonishok, J., Porta, R.L, Shleifer, A., Vishny, R. 1997. Good News For Value Stocks: Further Evidence On Market Efficiency. The Journal of Finance. Leledakis, G. & Davidson, I. 2001. Are two factors enough? The UK evidence, Financial Analysts Journal 57, 96–105. Lintner J. and Glauber R. (1967), Higgledy Piggledy Growth in America, Seminar on the Analysis of Security Prices, University of Chicago. Marjo & Pitkanen, R.E. 2011. Value Investing in Emerging Market. Copenhagen Business School. Finance and Strategic Management. Piotroski, J.D. 2000. Value investing: The Use of Historical Financial Statement Information To Separate Winners From Losers. Journal of Accounting Research 38:1-41. Piotroski, J.D. & Eric, C. 2012. Identifying Expectation Errors in Value/Glamour Strategies: A Fundamental Analysis Approach. Forthcoming in the Review of Financial Studies. Santos, L.R. & Montezano, R.M.S. 2011. Value And Growth Stocks In Brazil: Risks And Return For One- And Two-Dimensional Portfolios Under Different Economic Conditions. Fin. – USP, São Paulo, v. 22, n. 56, p. 189-202, maio/jun./jul./ago. Scott, J., Stumpp, M., & Xu, P. 1999. Behavioral Bias, Valuation, and Active Management. Financial Analysis Journal. Yan, Z. & Yao, Y. 2011. When Two Anomalies Meet: The Post-Earnings Announcement Drift And The Value-Glamour Anomaly. Financial Analalysist Journal. Yeh, I.C. & Hsu, T.H. 2014. Exploring The Dynamic Model Of The Return From Value Stocks And Growth Stocks Using Time Series Mining. Elsevier. Zarowin, P. 1990. What Determines Earnings-Price Ratios: Revisited. Journal of Auditing, Accounting and Finance, 5(3), 439–457. SUMBER REFERENSI DARI WEB www.investopedia.com 18