RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN STUDI PENILAIAN KEMAMPUAN GURU MELALUI VIDEO (dengan Memanfaatkan Data PIRLS) Suhardjono Waras Kamdi Imam Agus Basuki PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2009 1 Latar Belakang Meskipun membaca merupakan hal yang sangat esensial dalam kehidupan modern, tetapi kondisi di lapangan menunjukkan hal lain. Kemampuan membaca siswa sekolah memiliki kecenderungan rendah. Salah satu penelitian yang mengungkap lemahnya kemampuan siswa, dalam hal ini siswa kelas IV SD/MI, adalah penelitian PIRLS. PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) adalah studi internasional dalam bidang membaca pada anak-anak di seluruh dunia yang disponsori oleh The International Association for The Evaluation Achievement (IEA). Hasil studi itu menunjukkan bahwa (rata-rata) anak Indonesia berada pada urutan keempat dari bawah dari 45 negara di dunia (IEA, 2007). Lemahnya kemampuan membaca siswa SD/MI patut diduga karena lemahnya pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran membaca. Lemahnya pembelajaran membaca patut diduga karena kemampuan guru dan kondisi sekolah. Sejalan dengan hal tersebut, penilaian terhadap kemampuan guru di kelas perlu mendapat perhatian khusus. Untuk itu, perlu dilakukan penelaahan secara khusus (melalui video) untuk mengungkap kemampuan guru-membaca di kelas. Studi penilaian kemampuan guru melalui video ini merupakan salah satu upaya untuk memperoleh gambaran utuh kemampuan guru dalam pembelajaran, termasuk informasi tentang kelemahan dan kekurangan guru dalam kegiatan bejar mengajar di kelas. Melalui rekaman video analisis akan dapat dilakukan secara akurat dan cermat. Lemahnya kemampuan membaca pemahaman versi PIRLS juga patut diduga karena penggunaan tes yang bersifat internasional. Kalau ternyata teks yang digunakan demikian kondisinya, lemahnya kemampuan membaca siswa sangat bisa dimaklumi. Untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang kemampuan membaca siswa diperlukan tes yang didasarkan bacaan berlatar Indonesia. Untuk itu, pendeskripsikan kemampuan membaca siswa berdasarkan tes PIRLS dan tes yang berlatar Indonesia perlu dilakukan. Lemahnya kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV juga patut diduga karena kondisi sekolah yang bersangkutan. Kondisi sekolah yang dimaksud meliputi kondisi sarana-prasarana, jumlah siswa dalam sekolah dan dalam kelas, akses ke sekolah, dan prestasi sekolah. 2 Kondisi tersebut menjadikan sekolah tertentu menjadi sekolah papan atas atau sekolah papan bawah. Kondisi tersebut tentu akan berpengaruh pada kemampuan siswa dalam membaca pemahaman. Rumusan Tujuan Sejalan dengan uraian di atas, tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman di kelas IV SD/MI. Secara rinci, tujuan penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan karakteristik SD/MI yang menjadi subjek penelitian ini. 2) Mengembangkan model penilaian kemampuan guru melalui rekaman video dalam melaksanakan pembelajaran membaca pemahaman bahasa Indonesia bagi siswa kelas IV SD/MI. 3) Mendeskripsikan kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman di kelas IV SD/MI. 4) Mendeskripsikan faktor-faktor yang diduga memengaruhi kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman. 5) Mendeskripsikan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD/MI. 6) Mendeskripsikan faktor-faktor yang diduga memengaruhi kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD/MI. 7) Mendeskripsikan pengaruh kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD/MI. 3 Metode Penelitian Sesuai dengan tujuan utama penelitian ini, yakni mendapatkan informasi tentang kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman dan memperoleh informasi tentang kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD/MI, maka penelitian ini dirancang menggunakan pendekatan deskriptif. Secara garis besar, penelitian ini diawali dengan kajian teoretis model pembelajaran membaca pemahaman yang ideal. Model pembelajaran membaca yang ideal tersebut, kemudian dimanfaatkan untuk mengembangkan format penilaian kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman. Format penilaian tersebut dimanfaatkan untuk menilai kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman berdasarkan rekaman video. Hasil penilaian kemampuan guru tersebut dihubungkan dengan pendidikan guru, pengalaman guru, dan kemampuan membaca pemahaman siswa. Kemampuan membaca pemahaman siswa dideskripsikan berdasarkan hasil tes membaca yang dikembangkan tim peneliti dan tes PIRLS. Kemampuan membaca tersebut kemudian dihubungkan dengan kebiasaan berbahasa, kebiasaan membaca, dan kondisi sekolah. Sumber data penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia, siswa kelas IV, dan kepala sekolah dari 12 sekolah yang menjadi sampel PIRLS. Sekolah dipilih berdasarkan pertimbangan keterjangkauan, kecukupan dana, serta kesediaan dan kesiapan sekolah. Sekolah yang menjadi subjek penelitian ini adalah (1) SDN Pejaten Timur 05 PG, Jakarta Selatan; (2) SDN Karang Anyar 04 PT, Jakarta Pusat; (3) SDN Cigadung 1, Bandung; (4) SD Panorama, Bandung; (5) SDN Kampung Sewu, Surakarta; (6) SDN Klecosatu 07, Surakarta; (7) MI Ma’Arif Selak, Magelang; (8) SDN Beseran, Magelang; (9) SDN Bobang 02, Kediri; (10) SDN Banaran 2, Kediri; (11) SD Bina Taruna 3, Medan; dan (12) SDN 101990 Namorambe, Delitua. Dengan demikian, penelitian ini bersifat survei. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa alat perekam video, format penilaian kemampuan guru, tes membaca pemahaman, kuesioner/angket, dan lembar pengamatan. Format penilaian kemampuan guru adalah format penilaian yang terdiri atas kolom-kolom yang dapat memandu penilai memberikan skor terhadap 4 penampilan guru (dalam DVD) dalam membelajarkan membaca pemahaman. Dari skor tersebut akan diketahui kualitas guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran membaca, yang terpilah atas penilaian prapembelajaran, saat pembelajaran, dan pascapembelajaran. Tes membaca pemahaman yang digunakan dalam penelitian ini terpilah menjadi dua, yaitu tes membaca versi lokal dan tes membaca versi PIRLS. Tes PIRLS tersebut pernah digunakan secara nasional pada tahun 2006. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner siswa, guru, dan kepala sekolah.Selain itu, digunakan juga lembar pengamatan yang dimanfaatkan untuk mengetahui kondisi sekolah dan kondisi pembelajaran di kelas. Hasil pengamatan ini sekedar sebagai data pelengkap. Analisis data dilakukan dengan langkah sebagai berikut: pengodean, transfer rekaman, penskoran tes, pencatatan dan penabelan, serta penghitungan statistik. Rekaman pembelajaran diskor oleh tiga orang secara terpisah, yaitu dua orang tim peneliti dan satu orang selain tim peneliti (widyaiswara). Penskoran dilakukan dengan panduan format penilaian. Hasil penskoran dirata-rata untuk menentukan skor akhir yang dipakai untuk menentukan kualitas guru dalam membelajarkan membaca. Analisis statistik dilakukan untuk mencari (1) gambaran kemampuan mengajar dan kemampuan membaca, (2) hubungan kemampuan mengajar terhadap kemampuan membaca, dan (3) uji beda kemampuan membaca berdasarkan berbagai hal. Hasil Karakteristik Sekolah Subjek Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah-sekolah subjek penelitian ini merupakan sekolah-sekolah kelompok menengah ke bawah di tingkat kabupaten/kota. Berdasarkan gambaran capaian prestasi sekolah, guru, dan siswa tampak bahwa capaian prestasi masing-masing sekolah bukanlah prestasi yang menampakkan habitus sekolah, bukan prestasi yang menunjukkan hasil kerja kolektif sekolah, bukan pula prestasi yang dipegang secara terus menerus sebagai dampak dari keunggulan sekolah, tetapi lebih cenderung merujuk pada prestasi kebetulan dan “biasa saja”. Gambaran ini menguatkan gambaran posisi 5 sekolah subjek yang termasuk dalam kategori kelompok menengah ke bawah. Model Penilaian Kemampuan Guru Model penilaian kemampuan guru yang dikembangkan berupa seperangkat format untuk menilai kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman. Model penilaian tersebut dikembangkan berdasarkan kajian teori membaca pemahaman yang dikemas dalam langkah strategis guru dalam membelajarkan membaca pemahaman secara ideal. Secara umum ada tiga tahapan pokok dalam pembelajaran membaca yang dinilai, yakni tahap permulaan (prainstruksional), tahap pengajaran (instruksional), dan tahap penilaian dan tindak lanjut. Tahapan prainstruksional (persiapan sebelum mengajar-inti dimulai) meliputi kegiatan memeriksa kehadiran siswa, mengecek kondisi kelas, mengecek peralatan yang tersedia, dan mengadakan appersepsi, serta mengembangkan sikap positif terhadap belajar membaca. Kegiatan pada tahap instruksional (saat-saat mengajar) meliputi inti mengajar dan membuat kesimpulan. Inti mengajar dapat dipilah menjadi tiga, yaitu tahap pramembaca, tahap membaca, dan pascamembaca. Tahap evaluasi berupa asesmen dan tindak lanjut yang dapat berupa pengayaan (enrichment) atau perbaikan (remedial) dalam bentuk diskusi kelompok informal, penyusunan ikhtisar, pemberian PR, dan lain-lain. Kemampuan Guru Membelajarkan Membaca Paparan kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman dipilah menjadi empat, yaitu (1) langkah guru membelajarkan membaca, (2) ketepatan pembelajaran membaca, (3) penggunaan waktu dalam pembelajaran membaca, (4) hasil penilaian kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman. Dilihat dari segi langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran membaca dapat dikatakan bahwa langkah guru masih bersifat konvensional: baca-tulis-kumpulkan, baca-kerjakan-kumpulkan, baca-ceritakan-tulis, dan baca-tulis-bacakan. Dari segi ketepatan pembelajaran, pembelajaran yang dilakukan guru termasuk cukup tepat, meskipun banyak hal yang terasa janggal sehingga perlu dibenahi. Sebagian besar guru (91,67%) telah memberikan kesempatan membaca kepada siswa dalam waktu yang memadai dan sisanya (8,33%) tidak 6 memberi kesempatan membaca, tetapi justru memberi kesempatan menyimak bacaan guru. Kesempatan membaca diberikan guru dalam bentuk yang bervariasi: membaca dalam hati, siswa bergantian membaca, seorang siswa membacakan dan siswa lainnya membaca teks, dan siswa membaca keras bersama-sama. Paparan penggunaan waktu pembelajaran diarahkan pada pemanfaatan waktu untuk melakukan setiap kegiatan pokok pembelajaran membaca: prabaca, saat baca, dan pascabaca. Hasil peneliti terhadap pemanfaatan waktu adalah sebagai berikut. Kegiatan prabaca kurang mendapat perhatian guru dalam pembelajaran membaca. Hal itu ditunjukkan dari minimnya waktu yang digunakan untuk kegiatan itu. Hampir semua guru (91,67%) memanfaatkan waktu kurang dari 2.30 menit untuk prabaca. Padahal, aktivitas prabaca merupakan hal yang sangat penting untuk menyiapkan siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran membaca. Aktivitas pascabaca mendapat porsi waktu terbesar dalam pembelajaran. Semua guru memanfaatkan waktu lebih dari 50% untuk kegiatan pascabaca. Penggunaan waktu pascabaca merentang dari 28.50 menit sampai dengan 73.30 menit, dengan rata-rata 46.40 menit. Aktivitas yang dilakukan siswa pascabaca adalah menulis isi bacaan, menceritakan isi bacaan, atau menjawab soal. Persentase rata-rata kemampuan guru dalam tahap prainstruksional adalah 29,67% dari yang diidealkan; tahap instruksional adalah 49,55% dari yang diidealkan; dan tahap evaluasi dan tindak lanjut adalah 24,75% dari yang diidealkan. Persentase rata-rata kemampuan guru dalam pembelajaran secara keseluruhan adalah 42,84% dari yang diidealkan; dengan rentangan 33,34% sampai dengan 55,41%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman cukup rendah. Kemampuan paling rendah terjadi pada tahap evaluasi dan tindak lanjut. Tahap prainstruksional juga kurang mendapat perhatian guru. Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Guru Faktor-faktor yang patut diduga berpengaruh terhadap kemampuan guru dalam membelajarkan membaca adalah faktor (1) 7 pendidikan, (2) pengalaman mengajar, (3) pengalaman mengajarkan BI, dan (4) stutus guru di kelas. Jenjang pendidikan dimiliki guru subjek adalah SLTA (33,33%), D II (33,33%), dan Sarjana (33,33%). Skor rata-rata kemampuan guru mengajar adalah 29,75 untuk SLTA, 34,25 untuk D II, dan 38,83 untuk sarjana. Skor maksimal kemampuan guru adalah 80. Angka tersebut menunjukkan adanya peningkatan skor pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Akan tetapi, hasil uji beda menunjukkan tidak adanya perbedaan dengan angka signifikansi 0,101 > 0,05. Hal itu berarti jenjang pendidikan tidak membedakan secara signifikan terhadap kemampuan guru dalam membelajarkan membaca. Pengalaman guru subjek dalam mengajar (mengajarkan apa saja) merentang mulai 4 tahun sampai dengan 29 tahun. Berdasarkan pengalaman mengajar, guru subjek penelitian dipilah menjadi tiga, yaitu kelompok guru baru (3 orang), kelompok guru sedang (2 orang), dan kelompok guru lama (7 orang). Hasil uji beda ketiga kelompok tersebut menunjukkan angka signifikansi 0,566. Hal itu berarti lama mengajar tidak membedakan kemampuan mengajar guru. Pengalaman guru dalam membelajarkan bahasa Indonesia merentang mulai 3 tahun sampai dengan 29 tahun. Berdasarkan pengalaman mengajarkan bahasa Indonesia, guru subjek penelitian dipilah menjadi tiga, yaitu kelompok guru baru (5 orang), kelompok guru sedang (2 orang), dan kelompok guru lama (5 orang). Hasil analisis uji beda antarkelompok menunjukkan taraf signifikansi 0,083 > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengalaman mengajarkan bahasa Indonesia tidak bisa membedakan kemampuan guru dalam membelajarkan membaca. Meskipun tidak ada perbedaan kemampuan mengajar, tetapi ada peningkatan skor kemampuan mengajar berdasarkan lama mengajarkan BI: 29,87 untuk guru baru, 35,67 untuk guru yang memiliki pengalaman sedang; dan 38,13 untuk guru lama. Status guru dalam kelas dibedakan atas guru kelas dan guru mata pelajaran. Sebagian besar (66,67%) guru yang menjadi subjek penelitian berstatus sebagai guru kelas, sedangkan sisanya (33,33%) berstatus sebagai guru mata pelajaran. Skor rata-rata kemampuan mengajar guru adalah 29,17 untuk guru mata pelajaran dan 36,83 untuk guru kelas. Kemampuan guru kelas lebih tinggi dibandingkan dengan 8 kemampuan guru mata pelajaran. Hasil uji beda anova antarkelompok menunjukkan angka signifikansi 0,033 < 0,05. Hal itu berarti kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman antara kelompok guru kelas dan kelompok guru mata pelajaran berbeda secara signifikan. Kemampuan Siswa Memahami Bacaan Kemampuan siswa memahami isi bacaan didasarkan tes membaca pemahaman. Dalam penelitian ini tes membaca pemahaman dipilah menjadi dua, yaitu tes lokal dan tes PIRLS. Persentase rata-rata kemampuan memahami bacaan berdasar tes lokal adalah 35,64%, sedangkan kemampuan memahami bacaan berdasar tes PIRLS adalah 33,27%. Kedua jenis tes tersebut berkorelasi positif secara signifikan. Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Membaca Siswa Faktor-faktor yang diduga dapat memengaruhi pemahaman siswa dalam membaca dapat dipilah menjadi dua, yaitu faktor diri siswa dan faktor di luar diri siswa. Faktor diri siswa yang diduga memengaruhi pemahaman siswa dalam membaca adalah faktor kebiasaan berbahasa Indonesia dan faktor kebiasaan membaca, sedangkan faktor di luar diri siswa adalah faktor sekolah. Kebiasaan berbahasa Indonesia diduga dapat memengaruhi kemampuan membaca pemahaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kemampuan memahami bacaan siswa kelas IV yang memiliki kebiasaan berbahasa Indonesia adalah 32,11%; sedangkan siswa yang memiliki kebiasaan berbahasa lain (selain bahasa Indonesia) adalah 38,23%. Hasil analisis uji beda menunjukkan ada perbedaan skor kemampuan membaca siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia dan skor siswa yang terbiasa berbahasa selain bahasa Indonesia (0,000 < 0,05). Kebiasaan membaca di rumah diduga dapat memengaruhi kemampuan membaca pemahaman. Dalam penelitian ini kebiasaan membaca dibedakan atas (1) setiap hari membaca, (2) sering membaca, (3) jarang membaca, dan (4) tidak pernah membaca. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor kemampuan membaca berdasarkan jenjang kebiasaan membaca di rumah tidak berbeda secara signifikan. Keberadaan sekolah memungkin menjadi salah satu faktor penentu kemampuan membaca. Keberadaan sekolah yang dimaksud 9 mencakup berbagai hal yang melingkupi sekolah, antara lain kondisi ruang belajar, kondisi sarana belajar, kondisi prasarana belajar, kondisi lingkungan sekolah, metode mengajar, dan kondisi guru sebagai pengajar. Setiap sekolah dibandingkan dengan sekolah lain. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas IV dalam memahami bacaan tidak berbeda antarsekolah. Pengaruh Kemampuan Guru Mengajarkan Membaca terhadap Kemampuan Membaca Siswa Pengaruh kemampuan guru mengajarkan membaca terhadap kemampuan membaca siswa kelas IV dipilah menjadi lima, yaitu (1) pengaruh kemampuan guru mengajarkan membaca (berkelompok) terhadap kemampuan membaca siswa, (2) pengaruh pendidikan guru terhadap kemampuan membaca siswa, (3) pengaruh pengalaman mengajar (umum) guru terhadap kemampuan membaca siswa, (4) pengaruh pengalaman guru mengajarkan bahasa Indonesia terhadap kemampuan membaca siswa, dan (5) pengaruh status guru dalam kelas terhadap kemampuan membaca siswa. Kemampuan guru mengajarkan membaca dikelompokkan menjadi tiga: tinggi, sedang, dan rendah. Skor kemampuan membaca siswa yang diajar oleh tiga kelompok guru tersebut dibandingkan untuk mengetahui perbedaan skor. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam memahami bacaan. Pendidikan guru diprediksi dapat memengaruhi kemampuan guru yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kemampuan siswanya. Pendidikan guru yang menjadi subjek penelitian ini dipilah menjadi tiga, yaitu SLTA, D II, dan sarjana. Hasil uji beda kemampuan membaca siswa antarkelompok menunjukkan ketiga kelompok tersebut memiliki kemampuan yang berbeda secara signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa jenjang pendidikan guru berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam membaca pemahaman. Berdasarkan lama mengajar (mengajar apa saja), guru dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) kelompok guru yang memiliki pengalaman sangat lama, (2) kelompok guru yang memiliki pengalaman 10 sedang, dan (3) kelompok guru yang memiliki pengalaman sedikit. Hasil uji beda kemampuan membaca siswa yang diajar oleh tiga kelompok guru tersebut menunjukkan bahwa pengalaman mengajar guru berpengaruh terhadap kemampuan membaca siswa. Berdasarkan lama mengajarkan bahasa Indonesia, guru dikelompokkan menjadi tiga: (1) kelompok guru yang memiliki pengalaman sangat lama, (2) kelompok guru yang memiliki pengalaman sedang, dan (3) kelompok guru yang memiliki pengalaman sedikit. Hasil uji beda kemampuan membaca siswa yang diajar ketiga kelompok tersebut menunjukkan bahwa pengalaman guru mengajarkan bahasa Indonesia berpengaruh terhadap kemampuan membaca siswa. Simpulan Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas kemampuan guru kelas IV SD/MI dalam membelajarkan membaca pemahaman relatif lemah. Secara rinci hasil penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut. 1) 2) 3) 4) Karakteristik sekolah subjek penelitian ini sangat beragam: SD-MI, kota-desa, negeri-swasta, banyak-sedikit siswa, baik-buruk gedung, dan sebagainya. Kondisi sekolah secara umum termasuk kategori menengah ke bawah. Model penilaian kemampuan guru yang dikembangkan berbentuk format penilaian kemampuan guru yang secara khusus dirancang untuk menilai kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman melalui video. Ada tiga tahap pembelajaran yang dinilai, yaitu tahap prainstruksional, instruksional, serta tahap evaluasi dan tindak lanjut. Masing-masing tahap terdiri atas sejumlah aspek dan indikator penilaian. Kemampuan guru kelas IV dalam membelajarkan membaca pemahaman relatif rendah, hanya mencapai 42,85% dari kemampuan ideal. Kemampuan setiap tahap pembelajaran adalah sebagai berikut: tahap prainstruksional 29,67% dari ideal, tahap instruksional 49,55% dari ideal, dan tahap evaluasi 24,75% dari ideal. Faktor-faktor yang diduga memengaruhi kemampuan guru dalam membelajarkan membaca adalah faktor pendidikan, pengalaman 11 5) 6) 7) mengajar, pengalaman mengajarkan membaca, dan status guru. Jenjang pendidikan, pengalaman mengajar, dan pengalaman mengajarkan bahasa Indonesia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mengajar, sedangkan status guru dalam kelas berpengaruh terhadap kemampuan mengajar. Kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD/MI tergolong rendah, baik menggunakan tes lokal maupun tes PIRLS. Kemampuan membaca pemahaman siswa hanya mencapai 35,64% untuk tes lokal dan 33,27% untuk tes PIRLS. Skor tes lokal berkorelasi secara signifikan dengan tes PIRLS (r 0,673). Faktor-faktor yang diduga memengaruhi kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV adalah faktor kebiasaan berbicara berbahasa Indonesia, kebiasaan membaca di rumah, dan faktor keadaan sekolah. Faktor kebiasaan berbahasa berpengaruh signifikan terhadap kemampuan membaca (sig 0,000 < 0,05), sedangkan kebiasaan membaca dan kondisi sekolah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan membaca siswa. Kemampuan, pendidikan, pengalaman guru dalam membelajarkan membaca berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV, sedangkan status guru di kelas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan membaca siswa kelas IV. Daftar Pustaka BSNP. (2006). Standar Isi. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Keterampilan Dasar untuk Hidup. Literasi Membaca, Matematika, & Sains. Laporan Program for International Student's Assessment. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan. Depdiknas. (2003). Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Balitbang Depdiknas. Entwistle, Noel. (1980). Styles of Learning and Teaching. New York: John Willy & Son. 12 Fokus CM 31. (2008). Mengenal Tipe Gaya Belajar. Jakarta: Wikipedia [Online]. (http://lead.sabda.org/mengenal_tipe_gaya_belajar_0, diakses 16 Sepember 208). Gagne, Robert M. (1992). Principle of Intructio. San Diego: Harcout Baree Jovanovic College Publishers. Hasanah, M. 2006. Pembelajaran Kemampuan Berbahasa Indonesia Berdasarkan Cerita Fiksi Kontemporer Anak-anak untuk Kelas 5 Sekolah Dasar. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPs Universitas Negeri Malang. Hidayah, Nurul. (2007). Analisis Preposisi dalam Karangan Siswa Kelas IV SD Negeri Kasin Kota Malang Tahun Ajaran 2006/2007. Skripsi. Malang: Universitas Negeri Malang. Komisi Nasional Pendidikan. (2001). Menuju Pendidikan yang Bermutu dan Merata. Departemen Pendidikan Nasional. Mulyani dan Syaodih, N. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka. Nasution, S. (1984). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Rahim, Farida. (2007). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Rahmat, J. (1998). Psikologi Komunikasi Intra Personal. Bandung: Rosda Karya. Subyakto-Nababan, S.U. (1993). Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Suwignyo, A. (2000). Style Learning. Jakarta: Blogsome [Online]. (http://agussuwignyo.blogsome.com/2007/09/17/artikel-artikelteaching-and-learning-styles/, diakses 18 September 2008). Suyono. 2005. Pembinaan Perilaku Berliterasi Siswa Berbasis Kegiatan Ilmiah: Pengembangan Program, Strategi, dan Perangkat Pendukungnya untuk SMA. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPs Universitas Negeri Malang. Syafi’ie, Imam. (1999). Pengajaran Membaca di Kelas-Kelas Awal Sekolah Dasar. Pidato pengukuhan guru besar. Malang:Universitas Negeri Malang. 13