PENGARUH LINGKUNGAN MIKROKLIMAT TERHADAP RESPON FISIOLOGIS SAPI BALI PADA BAHAN ATAP KANDANG YANG BERBEDA SKRIPSI WINDI AL ZAHRA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN Windi Al Zahra. D14060085. 2010. Pengaruh Lingkungan Mikroklimat terhadap Respon Fisiologis Sapi Bali pada Bahan Atap Kandang yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr Pembimbing Anggota : Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr Produktivitas ternak dipengaruhi oleh 40% faktor genetik dan 60% faktor lingkungan. Pemilihan bibit unggul yang baik serta didukung dengan pengendalian lingkungan yang baik akan menghasilkan produktivitas ternak yang diharapkan. Manajemen lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian lingkungan mikroklimat. Lingkungan mikroklimat dalam kandang mempunyai peranan penting terhadap respon fisiologis ternak. Atap sebagai bagian dari sistem manajemen kandang mempunyai peranan penting terhadap respon fisiologis ternak. Hal ini dikarenakan atap merupakan pelindung utama terhadap cekaman lingkungan eksternal seperti radiasi sinar matahari. Bahan atap yang berbeda pada setiap peternakan rakyat akan memberikan respon fisiologis yang berbeda pula pada sapi. Bahan atap yang biasa digunakan di peternakan rakyat diantaranya rumbia, genteng dan asbes. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengukuran lingkungan mikroklimat kandang dengan bahan atap yang berbeda. Mengetahui pula responrespon fisiologis yang ditimbulkan dari sapi bali karena adanya perbedaan bahan atap tersebut. Tujuan lain ialah untuk mengetahui serta mengkaji hubungan sebab akibat dari lingkungan mikroklimat terhadap respon fisiologis sapi bali. Penelitian ini dilakukan di Kelompok Peternak Rakyat Bareng Kangen, Desa Pengadangan, Kabupaten Lombok Timur, Nusat Tenggara Barat (NTB). Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama dua bulan dari Febuari sampai dengan Maret 2010. Sapi bali yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak enam ekor yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sapi dewasa dengan bobot 280-330 kg dan anak sapi dengan bobot 110-180 kg. Parameter lingkungan mikroklimat yang diukur ialah suhu (Ta), kelembaban (RH), kecepatan angin (w/s) dan Intensitas Radiasi Matahari (IRM). Parameter fisiologis ternak yang diukur ialah denyut jantung (HR), frekuensi pernafasan (RR), suhu permukaan kulit (mTs) dan suhu tubuh (Tb). Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 15 hari pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WITA. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat kecendrungan perbedaan data pengukuran lingkungan mikroklimat di dalam kandang dengan bahan atap yang berbeda. Hasil pengujian t-student menunjukan bahwa terdapat perbedaan secara nyata (P<0,05) antara respon fisiologis pada setiap sapi yang dikandangkan dengan bahan atap kandang berbeda. Suhu lingkungan pada bahan asbes dan genteng memberikan pengaruh denyut jantung yang lebih tinggi. Kelembaban udara pada atap rumbia memberikan pengaruh respon denyut jantung yang lebih besar. Suhu lingkungan memberikan pengaruh respon respirasi tertinggi pada sapi bali yang dikandangkan dengan bahan atap asbes. Kelembaban pada bahan atap rumbia memberikan pengaruh respon respirasi yang lebih tinggi. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap suhu permukaan kulit sapi yang i dikandangkan dengan bahan atap asbes dan genteng. Kelembaban bahan atap rumbia memberikan pengaruh paling besar terhadap suhu permukaan kulit. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang lebih rendah terhadap suhu tubuh sapi yang dikandangkan dengan bahan atap rumbia. Kelembaban memberikan respon suhu tubuh sapi yang lebih tinggi pada kandang bahan asbes. Intensitas Radiasi Matahari memberikan pengaruh yang lebih rendah terhadap respon suhu tubuh pada bahan atap rumbia. Hasil analisis regersi komponen utama menunjukkan bahwa Intensitas Radiasi Matahari (IRM) merupakan komponen utama yang paling mempengaruhi repon fisiologis ternak. Kata-kata kunci : Lingkungan mikroklimat, respon fisiologis, sapi bali, bahan atap. ii ABSTRACT The Effect of Microclimate on Physiological Responses of Bali Cattle under Differening Roof Material Al Zahra, W., B. P. Purwanto, dan S. Jayadi The objectives of these research were carried out to observed the effect of microclimate environment on physiological responses of bali cattle with different roof material (rumbia, genteng and asbes). Six bali cattles were used and grouped into two groups, i.e mature and calf groups. Measured microclimate parameters were ambient temperature (Ta), relative humidity (RH), windspeed (w/s) and intensity of solar radiation (IRM). Physiological responses were measured hearth rate (HR), respiration rate (RR), surface temperate (mTs) and body temperate (Tb). Data measured at 06.00, 12.00 and 18.00 WITA for 15 days period. Data analyzed by using t-student. The result showed different measurement environmental condition among roof material. The ambient temperature under asbes and genteng materials influenced higher heart rate than rumbia material. Humidity under rumbia material influenced higher heart rate than asbes and genteng materials. The ambient temperature influenced higher under asbes material to respiratory rate than rumbia and genteng. Humidity under rumbia material influenced higher to cattle respiration than asbes and genteng materials. The ambient temperature under asbes and genteng influenced higher skin surface temperature than rumbia material. Humidity under rumbia material influenced higher skin surface temperature than asbes and genteng materials. The ambient temperature under rumbia material influenced the lowest body temperature. Humidity under asbes material influenced higher body temperature than rumbia and genteng. Intensity of solar radiation influenced the lowest impact to body temperature under rumbia material. The analysis of main regression component (ARKU) showed that intensity of solar radiation as the main component influenced of physiological responses of bali cattle. Keywords : Environment, microclimate, physiological responses, bali cattle, roof materials PENGARUH LINGKUNGAN MIKROKLIMAT TERHADAP RESPON FISIOLOGIS SAPI BALI PADA BAHAN ATAP KANDANG YANG BERBEDA WINDI AL ZAHRA D14060085 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 Judul : Pengaruh Lingkungan Mikroklimat terhadap Respon Fisiologis Sapi Bali pada Bahan Atap Kandang yang Berbeda Nama : Windi Al Zahra NIM : D14060085 Menyetujui, Pembimbing Utama (Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr) NIP: 19600503 198503 1 003 Pembimbing Anggota (Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr.) NIP: 19660226 199003 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004 Tanggal Ujian : 25 Juni 2010 Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Febuari 1989 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Nana Mahdi dan Ibu Wiwi Mulyawati. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada tahun 2000 di SD Al-Ghazali Bogor, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMP Negeri 9 Bogor, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 9 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk) dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di berbagai organisasi diantaranya Uni Konservasi Fauna (UKF) 2006–2007, Reporter Koran Kampus IPB (2007-2009), Pengurus Wilayah Forum Mahasiswa Tanggap Flu Burung (FMITFB) 2007-2009, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi BEM Fapet IPB (2007-2008), Ketua Bidang Public Relation BEM Fapet IPB (2008-2009), serta Staf Bidang Kaderisasi Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) 2008-2010. Penulis juga aktif mengikuti pelatihan dan seminar diantaranya Pelatihan Kewiarusahaan Go Entrepreneur Perum Pegadaian (2010), Pelatihan Kewirausahaan Building Entrepreneur Student Program (BEST) Fapet IPB pada tahun 2010, Training Dare To Be A Leader di Medan tahun 2009, Literary Journalism Workshop, Media dan Pers Online pada tahun 2008, serta Seminar Internasional Thematic Post Harvest Science and Technology Toward Future Food Trends tahun 2009. Penulis pernah mendapatkan penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi Fakultas Peternakan tahun 2009, menjadi wakil IPB dalam ajang Eco-Mind PT Bayer tahun 2009, Juara I Lomba Business Plan Kewirausahaan In Action Fakultas Peternakan IPB tahun 2009, Juara 2 Lomba Debat Bahasa Inggris Kajian Al Qur’an Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) IV IPB tahun 2009, Juara 3 Lomba Karya Tulis Tingkat Nasional Temu Ilmiah Mahasiswa Peternakan UIN SUSKA RIAU tahun 2009. Penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa dari PT Djarum pada tahun 2008-2009 serta Beasiswa PT Indosat tahun 2009-2010. KATA PENGANTAR Sapi bali merupakan ternak asli Indonesia, namun produktivitas sapi bali belum tercapai secara maksimal. Hal ini dapat dilihat dari bobot badan sapi bali yang relatif masih relatif kecil bila dibandingkan dengan sapi potong lainnya. Usaha pengendalian manajemen lingkungan peternakan sapi bali diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sapi bali. Hal ini dapat dilakukan dengan pengendalian lingkungan mikroklimat di dalam kandang. Skripsi dengan judul Pengaruh Lingkungan Mikroklimat terhadap Respon Fisiologis Sapi Bali pada Bahan Atap Kandang yang Berbeda disusun atas dasar sebuah harapan untuk peningkatan produktivitas sapi bali melalui perbaikan manajemen lingkungan. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk melakukan pengukuran lingkungan mikroklimat kandang dengan bahan atap yang berbeda, mengetahui pula respon-respon fisiologis yang ditimbulkan dari sapi bali karena adanya perbedaan bahan atap kandang, tujuan lain ialah untuk mengetahui serta mengkaji hubungan sebab akibat dari lingkungan mikroklimat terhadap respon fisiologis sapi bali. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Sebuah kritik, saran dan masukan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan penulis untuk menyempurnakan penulisan skripisi ini. Semoga apa yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Juni 2010 Penulis DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ............................................................................................. i ABSTRACT................................................................................................ iii LEMBAR PERNYATAAN........................................................................ iv LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ v RIWAYAT HIDUP .................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................ vii DAFTAR ISI .............................................................................................. viii DAFTAR TABEL....................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xii PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................ Tujuan ............................................................................................. 1 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3 Lingkungan Mikroklimat ................................................................ Pengaruh Lingkungan Ternak terhadap Respon Fisiologis Sapi ................................................................ Termoregulasi Sapi terhadap Perubahan Lingkungan ........ 3 4 5 Unsur Cuaca.................................................................................... Suhu .................................................................................... Kelembaban ........................................................................ Kecepatan Angin................................................................. Intensitas Radiasi Matahari ................................................. 6 6 7 8 8 Sapi Bali ........................................................................................ 9 Manajemen Kandang Sapi ............................................................ Konstruksi Kandang ........................................................... Atap Kandang ..................................................................... Ventilasi .............................................................................. Dinding ............................................................................... Lantai Kandang ................................................................... 11 11 11 12 12 12 MATERI DAN METODE .......................................................................... 14 Lokasi dan Waktu ............................................................... Materi .................................................................................. Prosedur .............................................................................. Rancangan dan Analisis Data ............................................. 14 14 14 17 viii HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 18 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ................................................... Pengukuran Lingkungan Mikroklimat ............................................ Pengukuran Respon Fisiologis Sapi bali pada Bahan Atap yang Berbeda.................................................................. Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Respon Fisiologis Sapi bali .................................................................. Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Denyut Jantung Sapi ........................................................... Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Respirasi Sapi ..... Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Suhu Permukaan Kulit Sapi ..................................................... Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Suhu Tubuh ......... Pengaruh Lingkungan Mikroklimat terhadap Respon Fisiologis Sapi bali ................................................................................. KESIMPULAN........................................................................................... 18 20 Kesimpulan ..................................................................................... Saran ............................................................................................... 47 47 UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49 LAMPIRAN................................................................................................ 51 23 25 25 29 34 39 43 47 ix DAFTAR TABEL Nomor 1. Pemetaan Luas Wilayah Kecamatan Pringgasela Menurut Jenis Penggunaan Tanah ....................................................................... 19 2. Jumlah Ternak di Kecamatan Pringgasela .................................... 19 3. Data Mikroklimat rata-rata harian Kecamatan Pringgasela .......... 20 4. Rata-rata Pengukuran Lingkungan Mikroklimat di Peternakan Rakyat Bareng Kangen .................................................................. 21 Respon Fisiologis Rata-Rata Harian Sapi Dewasa pada Bahan Atap Kandang Rumbia, Asbes dan Genteng ................................. 23 Respon Fisiologis Rata-Rata Harian Anak Sapi pada Bahan Atap Kandang Rumbia, Asbes dan Genteng ................................. 24 Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada Bahan Atap Rumbia .................................................................... 63 Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada Bahan Atap Genteng ..................................................................... 64 Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada Bahan Atap Asbes ......................................................................... 64 5. 6. 7. 8. 9. Halaman x DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Gambar Sapi Bali .......................................................................... 10 2. Gambar Respon Denyut Jantung Sapi Bali Dewasa terhadap Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia .................................... 25 Gambar Respon Denyut Jantung Sapi Bali Dewasa terhadap Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia .................................. 27 Gambar Respon Denyut Jantung Sapi Bali Dewasa terhadap IRM pada Bahan Atap Rumbia ................................................................. 28 Gambar Respon Respirasi Sapi Bali Dewasa terhadap Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Asbes ....................................... 30 Gambar Respon Respirasi Sapi Bali Dewasa terhadap Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia .................................. 31 Gambar Respon Respirasi Sapi Bali Dewasa terhadap IRM pada Bahan Atap Rumbia ....................................................................... 33 Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit Sapi Bali Dewasa terhadap Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia ............. 34 Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit Sapi Bali Dewasa terhadap Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia .................... 36 10. Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit Sapi Bali Dewasa terhadap IRM pada Bahan Atap Rumbia ......................................... 37 11. Gambar Respon Suhu Tubuh Sapi Bali Dewasa terhadap Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia ..................................... 39 12. Gambar Respon Suhu Tubuh Sapi Bali Dewasa terhadap Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Asbes ...................................... 41 13. Gambar Respon Suhu Tubuh Sapi Bali Dewasa terhadap Kelembaban IRM pada Bahan Atap Rumbia .................................... 42 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ................................................................... 52 2. Gambar Penelitian .......................................................................... 53 3. Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Genteng dan Asbes ......................................................................... 54 Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................................ 55 Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Genteng dan Asbes ........................................................................ 56 Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................................ 57 Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Genteng dan Asbes ..................................................... 58 Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................ 59 Gambar Respon Respirasi (RR) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia dan Genteng .......................................................................................... 60 10. Gambar Respon Respirasi (RR) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................................ 61 11. Gambar Respon Respirasi (RR) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Genteng dan Asbes ............................................................................................. 62 12. Gambar Respon Respirasi (RR) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................................ 63 13. Gambar Respon Respriasi (RR) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Genteng dan Asbes ........................................................................ 64 14. Gambar Respon Respirasi (HR) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................ 65 4. 5. 6. 7. 8. 9. xii 15. Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Genteng dan Asbes ......................................................................... 66 16. Gambar Suhu Permukaan Kulit (mTs) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................................ 67 17. Gambar Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Genteng dan Asbes ......................................................................... 68 18. Gambar Suhu Permukaan Kulit (mTs) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................................ 69 19. Gambar Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Genteng dan Asbes ..................................................... 70 20. Gambar Suhu Permukaan Kulit (mTs) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................ 71 21. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Genteng dan Asbes ....... 72 22. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ............................................................................................. 73 23. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia dan Genteng ........... 74 24. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ............................................................................................. 75 25. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Genteng dan Asbes ............................................................................................. 76 26. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................................ 77 27. Pengukran Suhu (Ta) pada Kandang Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (0C) ...................................................................................... 78 28. Pengukran Kelembaban (RH) pada Kandang Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (%) ................................................................... 79 29. Pengukuran Kecepatan Angin (w/s) pada Kandang Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (m/s) ............................................................... 80 xiii 30. Pengukuran Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Kandang Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kkal/m2/jam) .......................... 81 31. Pengukuran Respon Fisiologis Denyut Jantung (Hr) Sapi Dewasa Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes ....................... 82 32. Pengukuran Respon Fisiologis Denyut Jantung (Hr) Anak Sapi Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes ....................... 83 33. Pengukuran Respon Fisiologis Respirasi (RR) Sapi Dewasa Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes ....................... 84 34. Pengukuran Respon Fisiologis Respirasi (RR) Anak Sapi Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes .................................. 85 35. Respon Fisiologis Suhu Permukaan Tubuh (mTs) Sapi Dewasa Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes ......................... 86 36. Respon Fisiologis Suhu Permukaan Tubuh (mTs) Anak Sapi Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes ....................... 87 37. Respon Fisiologis Suhu Tubuh (Tb) Sapi Dewasa Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................... 88 38. Respon Fisiologis Suhu Tubuh (Tb) Anak Sapi Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................... 89 xiv PENDAHULUAN Latar Belakang Produktivitas ternak tergantung pada faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik merupakan faktor penentu dalam menduga kemampuan produksi, sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor pendukung agar ternak dapat berproduksi sesuai dengan kemampuannya (Purwanto, 1991). Kemampuan untuk menduga efek kondisi lingkungan mempunyai peranan penting dalam kesejahteraan dan performa ternak (Gaughan, 2007). Adanya keterkaitan kedua komponen tersebut erat kaitannya dengan produktivitas ternak yang dihasilkan. Lingkungan mempunyai proporsi yang lebih besar dari pengaruh genetik ternak. Penampilan produksi dan reproduksi dipengaruhi oleh 60% faktor lingkungan dan 40% faktor genetik (Kadarsih, 2003). Manajemen lingkungan yang baik harus dapat diterapkan untuk menghasilkan produktivitas sesuai harapan. Hal ini dapat dilakukan melalui pengendalian manajemen lingkungan mikroklimat dalam kandang. Menurut Payne (1990) penampilan produktivitas ternak dipengaruhi oleh lingkungan terutama suhu lingkungan, kelembaban dan radiasi matahari. Pengaruh langsung pada ternak dapat menimbulkan stres panas atau dingin, sehingga menimbulkan kondisi tidak nyaman. Manajemen pengendalian lingkungan mikroklimat ternak perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan ternak sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang optimal. Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan ternak asli Indonesia. Produktivitas sapi bali belum tercapai secara makasimal. Hal ini ditunjukan dengan bobot badan sapi bali yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan sapi potong lainnya. Manajemen lingkungan mikroklimat di dalam kandang mempunyai peranan besar dalam menentukan tingkat kenyamanan pada sapi bali. Kenyamanan di dalam kandang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sapi bali. Sistem pemeliharaan sapi bali sudah banyak menerapkan sistem intensif. Sapi bali dipelihara dan diberi pakan yang teratur. Sapi bali dikandangkan dengan sistem manajemen kandang yang berbeda, hal ini dapat dilihat dari bentuk kandang, ukuran dan bahan atap. Sistem manajemen kandang yang berbeda akan berpengaruh terhadap fisiologis sapi bali. Bahan atap merupakan salah satu bagian dari kandang yang mempunyai pengaruh penting terhadap respon fisiologis sapi bali. Atap mempunyai peranan penting, 1 karena merupakan pelindung pertama dari cekaman lingkungan eksternal. Jenis bahan atap yang digunakan di peternakan rakyat sapi bali beragam seperti rumbia, asbes dan genteng. Pengaruh perbedaan bahan atap ini perlu diketahui untuk menentukan bahan atap yang paling nyaman bagi sapi bali. Pengukuran lingkungan mikroklimat di dalam kandang dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh kondisi mikroklimat terhadap respon fisiologis sapi bali. Perbedaan bahan atap kandang akan berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan sapi bali di dalam kandang. Pengukuran lingkungan mikroklimat yang dilakukan diantaranya ialah suhu kandang (Ta), kelembaban udara (RH), kecepatan angin (Ws) dan intensitas radiasi matahari (IRM). Pengukuran respon fisiologis pun dilakukan melalui pengukuran denyut jantung (HR), frekuensi pernafasan (RR), suhu tubuh (Tb) dan suhu permukaan kulit (mTs). Pengukuran lingkungan mikroklimat diharapkan dapat menjadi sebuah informasi mengenai pengaruh kondisi lingkungan mikroklimat terhadap respon fisiologis sapi bali. Hal ini dapat menjadi dasar untuk mengetahui tingkat kenyamanan sapi bali pada bahan atap yang berbeda. Informasi ini juga diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperbaiki manajemen perkandangan sehingga akan meningkatkan produktivitas sapi bali. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Melakukan pengukuran lingkungan mikroklimat pada kandang sapi bali yang dipelihara secara intensif dengan bahan atap yang berbeda. 2. Mengetahui pengaruh lingkungan mikroklimat kandang dengan bahan atap yang berbeda terhadap respon fisiologis sapi bali. 3. Mengetahui hubungan antara lingkungan mikroklimat di dalam kandang terhadap respon fisiologis sapi bali 2 TINJAUAN PUSTAKA Lingkungan Mikroklimat Lingkungan merupakan keseluruhan faktor eksternal non-genetik yang mempengaruhi respon dan pertumbuhan ternak. Lingkungan ternak dapat dibagi menjadi lingkungan sosial, fisik dan termal. Lingkungan sosial meliputi jumlah ternak dalam satu kandang dan tingkah laku ternak. Lingkungan fisik yang mempengaruhi diantaranya ruang, cahaya, suara, tekanan dan peralatan. Lingkungan termal meliputi temperatur udara, kelembaban relatif, pergerakan udara, dan radiasi (Esmay, 1978). Lingkungan juga dapat didefinisikan sebagai perbandingan keseluruhan faktor fisik, kimia dan biologis yang berada pada lingkungan ternak. Lingkungan merupakan bagian integral sistem manajemen ternak. Laju pertumbuhan dan reproduksi ternak akan meningkat bila ternak dilindungi dari penyebab cekaman lingkungan (Ames dan Ray, 1983). Keadaan lingkungan dapat memberikan kenyamanan pada ternak untuk berproduksi secara optimal, sehingga perlu dilakukan pengendalian lingkungan ternak dalam kandang (Mader, 2006). Kenyamanan ternak meliputi suhu nyaman ternak, yaitu lingkungan tidak boleh terlalu panas atau terlalu dingin yang dapat menyebabkan stress. Lingkungan juga harus mampu memberikan kenyamanan secara fisik yaitu tersedianya ruang permukaan yang dapat menghindari rasa sakit bagi ternak (Webster, 1984). Lingkungan ternak secara instan mempengaruhi jumlah pertukaran panas antara ternak dan lingkungannya. Hal ini akan mempengaruhi penyesuaian fisiologis ternak untuk mempertahankan keseimbangan suhu tubuh. Penyesuaian diri ternak menjadi sangat penting ketika lingkungan keseluruhan berada di luar “Zona Nyaman” ternak. Ternak akan berada pada kondisi yang tidak nyaman dan dapat memberi pengaruh terhadap pertumbuhan, produksi dan kesehatan (Esmay, 1978). Kondisi panas diatas normal yang dipengaruhi temperatur, kelembaban relatif, radiasi panas, dapat mempengaruhi beban penerimaan panas sehingga mempengaruhi performa, pengurangan tingkat kenyamanan ternak dan dapat menyebabkan kematian (Mader, 2006). 3 Pengaruh Lingkungan Ternak terhadap Respon Fisiologis Sapi Perubahan kondisi lingkungan internal dapat timbul karena dua hal, yaitu adanya perubahan aktivitas sel tubuh dan perubahan lingkungan eksternal yang berlangsung terus menerus. Ternak merupakan hewan homeoterm yang akan selalu berusaha untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap konstan melalui mekanisme keseimbangan produksi dan kehilangan panas (Esmay, 1978). Ternak juga disebut sebagai endotermik, yaitu kemampuan ternak dalam memproduksi panas melalui metabolis oksidatif untuk memenuhi suhu tubuh secara konstan (Rastogi, 1994). Interaksi ternak dengan lingkungannya melibatkan pertukaran panas. Angka pertukaran menentukan tingkatan ternak berada pada kondisi keseimbangan suhu dan lingkungannya. Sepanjang hari, perolehan panas dari matahari terjadi secara radiasi, konveksi dan evaporasi sehingga panas biasanya disimpan dan terjadi peningkatan suhu tubuh (Finch, 1986). Kenaikan suhu udara akan mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut nadi dan pernafasan setiap menitnya. Udara panas juga secara kuat dapat mempengaruhi ternak, mengurangi feed intake, pertumbuhan dan reproduksi (Hann, 1999). Pengaruh yang ditimbulkan akibat peningkatan suhu tubuh pada cekamanan panas antara lain penurunan nafsu makan, peningkatan konsumsi air minum, penurunan anabolisme dan peningkatan katabolisme, peningkatan pelepasan panas melalui penguapan, peningkatan tingkat respirasi, penurunan konsentrasi hormon dalam darah, peningkatan temperatur tubuh, dan peningkatan denyut jantung (McDowell, 1972 dan Amstrong, 1977). Peningkatan frekuensi pernafasan diharapkan dapat membantu hewan meningkatkan pelepasan panas melalui pernafasan. Peningkatan denyut jantung dapat membantu transportasi oksigen dan zat makanan ke seluruh tubuh, selain itu peningkatan denyut jantung juga membantu transportasi panas metabolisme ke seluruh tubuh yang dapat meningkatkan suhu permukaan tubuh (Gatenby, 1986). Fluktuasi perubahan suhu dapat mengakibatkan stress pada ternak. Stress secara fisiologis dicirikan dengan peningkatan aktivitas kelenjar pituatari-adrenal dan usaha pengembalian respon homeostatis. Variasi lingkungan memberikan efek yang 4 luas terhadap respon fisiologis yang berhubungan dengan aktivasi sistem syaraf simpatis dan medula adrenal (Dantzer, 1983). Termoregulasi Sapi terhadap Perubahan Lingkungan Proses timbulnya perubahan dalam tubuh hewan akibat perubahan lingkungan menuntut ternak untuk melakukan adaptasi. Adaptasi dibedakan menjadi dua, yaitu aklimasi dan aklimatisasi. Aklimasi ialah perubahan adaptatif yang terjadi pada hewan dalam kondisi laboratorium yang terkendali. Perubahan kompleks dalam tubuh yang terjadi pada kondisi alamiah dan berkaitan dengan adanya perubahan banyak faktor lingkungan eksternal, dinamakan aklimatisasi (Gordon, 1972). Ternak akan selalu menjaga stabilitas suhu tubuh dengan melakukan kontrol termoregulasi untuk menjaga keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas. Mekanisme ini dikontrol oleh sistem saraf. Aktivitas otot sadar atau pemecahan produksi panas dan kedua aktivitas ini dipengaruhi oleh saraf motorik. Kehilangan panas bisa terjadi melalui perbedaan jumlah aliran darah melalui kulit atau bisa meningkat dengan berkeringat. Aktivitas ini di kontrol oleh sistem saraf simpatik. Kontrol termoregulasi terletak pada hipotalamus yang terletak di bawah talamus. Hipotalamus berintergasi dengan kedatangan informasi sensori melalui reseptor suhu. Ada dua termoreseptor yaitu periferal termoreseptor dan sentral termoreseptor. Periferal termoreseptor mendistribusikan hampir semua panas pada suhu permukaan tubuh sedangkan sentral termoreseptor terletak pada pusat tubuh. Proses termoregulasi pada ternak berhubungan dengan (1) kontrol angka kehilangan panas ke lingkungan dan (2) peningkatan produksi panas (Rastogi, 1984). Berbagai cara yang dilakukan ternak untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Suhu tubuh terlalu tinggi akibat stres lingkungan menyebabkan vasodilatasi, yaitu peningkatan diameter pembuluh darah superfisial. Hal ini ditandai dengan berkeringat, terengah-engah, menurunkan laju metabolisme, dan tingkah laku. Panas lebih banyak dipindahkan ke lingkungan melalui konduksi, konveksi dan radiasi. Suhu tubuh terlalu rendah, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, yaitu penurunan aliran darah dan hilangnya panas ke lingkungan dengan menurunkan pembuluh darah superfisial dan akan menyebabkan peningkatan laju metabolisme (Cambell, 1974). 5 Unsur Cuaca Cuaca ialah keadaan fisik atmosfer pada suatu tempat dan pada suatu saat. Keadaan fisis atmosfer ini dinyatakan atau diungkapkan dengan hasil pengukuran berbagai unsur cuaca seperti suhu, curah hujan, tekanan, kelembaban, laju serta arah angin dan penyinaran matahari (Prawirowardoyo, 1996). Suhu Suhu udara merupakan unsur cuaca yang sangat penting. Suhu secara makroskopis didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kepanasan dari suatu benda Suhu secara mikroskopis berkaitan dengan pergerakan molekul, sehingga semakin tinggi suhu semakin cepat pula pergerakan molekul tersebut. Suhu dinyatakan dengan satuan derajat celcius (Prawirowardoyo, 1996). Suhu berpengaruh secara langsung terhadap produktivitas, kenyamanan dan proses fisiologis dalam tubuh ternak. Suhu merupakan ukuran relatif dari kondisi termal yang dimiliki oleh suatu benda. Suhu udara akan berfluktuasi secara nyata dalam periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara berkaitan dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Kondisi siang hari sebagian besar radiasi matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel padat yang melayang di atmosfer. Serapan energi radiasi ini akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum dicapai saat intensitas radiasi matahari maksimum. Intensitas radiasi matahari maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari (Lakitan, 1994). Pengukuran suhu udara dilakukan dengan menggunakan termometer. Suhu udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Suhu udara maksimum terjadi sesudah siang hari antara pukul 12.00-14.00. Suhu minimum terjadi pada pukul 06.00 waktu lokal atau sekitar matahari terbit. Suhu udara harian rata-rata didefinisikan sebagai rata rata pengamatan selama 24 jam (satu hari) yang dilakukan tiap jam. Suhu udara yang tinggi kurang menguntungkan terhadap kehidupan ternak sapi. Kondisi suhu tinggi mengakibatkan penggunaan energi yang seharusnya digunakan sebagai usaha peningkatan produktivitas, dialokasikan untuk mempertahankan suhu tubuh. Ternak yang terkena suhu tinggi akan mengalami stres berat dan gagal dalam pengaturan panas tubuh. Akibatnya, ternak yang bersangkutan akan banyak minum 6 tetapi nafsu makan berkurang, dan makanan yang dikonsumsi rendah (Sugeng, 1998). Suhu di permukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: 1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari,per musim 2. Pengaruh daratan atau lautan 3. Pengaruh ketinggian tempat 4. Pengaruh angin secara tidak langsung 5. Pengaruh panas laten 6. Tipe dan penutup tanah 7. Pengaruh sudut datang sinar matanhari (Tjasyono, 2004) Kelembaban Kelembaban yaitu banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Angka kelembaban relatif dari 0-100% yang berarti 0% udara kering, sedangkan 100% artinya udara jenuh dengan uap air dan akan terjadi titik-titik air. Kerapatan uap air (pv) adalah masa uap air per satuan volume udara yang mengandung uap air. Daerah lembab dan panas seperti Indonesia dapat diduga bahwa pv akan lebih tinggi daripada daerah temperatur yang relatif kering terutama pada musim dingin. Musim dingin menyebabkan kapasitas udara untuk menampung uap air menjadi kecil. Keadaan kelembaban diatas permukaan bumi berbeda-beda, pada umumnya kelembaban tertinggi ada di daerah ekuator dan terendah pada lintang 400 yang curah hujannya kecil. Proses-proses dimana kelembaban relatif dapat naik menjadi 100% dengan penurunan temperatur dipengaruhi oleh: 1. Proses pendinginan oleh radiasi 2. Proses pendinginan oleh konduksi dan pemindahan panas turbulensi. 3. Proes pendinginan adiabatik oleh penurunan tekanan (Handoko, 1994). Kelembaban relatif (RH) ialah perbandingan antara tekanan uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi jenuh (Lakitan, 1994). Kelembaban merupakan kumpulan uap air berupa udara hasil evaporasi permukaan tanah dan air. Uap air ditransportasikan ke dalam dan melalui lapisan dari udara ke tanah. Panas dan uap air ditansfer menuju bagian terbesar utama melalui konveksi (Rosenberg, 1930). Kelembaban nisbi berpengaruh pada pernafasan dan keringat pada hewan. Udara yang sangat kering menyebabkan ketidaknyamanan ternak. Kelembaban nisbi 7 rendah, angin dan suhu tinggi menyebabkan meningkatnya kebutuhan air untuk ternak (Tjasyono, 2004). Kelembaban tinggi dapat berakibat langsung terhadap penurunan jumlah panas yang hilang akibat penguapan. Kelembaban tinggi mengakibatkan penguapan tertahan, sehingga akan meningkatkan panas pada sapi. Kecepatan Angin Angin ialah pergerakan udara akibat adanya perbedaan tekanan. Angin bergerak dari tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah. Angin ialah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Angin berpengaruh pada ternak tergantung oleh kecepatan angin disertai suhunya. Angin kuat meningkatkan pengeringan sehingga udara menjadi kotor terisi oleh debu dan pasir (Tjasyono, 2004). Angin mempunyai peran untuk mentransfer panas dari daerah panas ke daerah dingin. Angin juga berfungsi untuk mereduksi cekaman panas pada ternak (Beede dan Coiller, 1986). Kecepatan angin berbeda beda pada tiap ketinggian atmosfer. Bagian atas atmosfer memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian bawahnya (Rosenberg, 1983). Intensitas Radiasi Matahari Matahari sebagai pusat pergerakan planet bumi memancarkan radiasinya dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi matahari ini merupakan sumber tenaga atau sumber energi di bumi. Lama dan intensitas penyinaran matahari menyebabkan peningkatan suhu udara terutama di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Radiasi matahari akan menyebabkan perolehan panas yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah pelepasan panas. Keadaan tersebut akan menyebabkan peningkatan suhu tubuh ternak (Payne, 1990). Radiasi matahari menyediakan hampir keseluruhan semua energi yang diterima oleh permukaan bumi. Sebagian radiasi matahari diserap langsung di dalam atmosfer akan tetapi kebanyakan diteruskan melewati atmosfer dan diserap oleh pemukaan bumi. Penyerapan ini memanaskan permukaan bumi dan menjadi sumber radiasi gelombang panjang. Radiasi matahari dalam perjalanannya melewati atmosfer menuju permukaan bumi mengalami penyerapan, pemantulan, hamburan dan pemancaran kembali (Prawirowardoyo, 1996). 8 Radiasi matahari yang jatuh diserap oleh ozon dan uap air diabsorbsi sebanyak 18%. Ozon menyerap seluruh radiasi ultraviolet dibawah 0.29 µm sedangkan SO2 menyerap radiasi dengan panjang gelombang lebih besar dari 4 µm. Tutupan awan menghalangi masuknya radiasi matahari. Banyaknya radiasi yang dipantulkan oleh awan tidak hanya tergantung pada banyak dan tebalnya awan tetapi juga pada macam atau jenis awan. Hamburan radiasi matahari terutama oleh molekul udara, uap air dan partikel didalam atmosfer. Hamburan dapat terjadi keatas ataupun menuju permukaan bumi (Prawirowardoyo, 1996). Intensitas radiasi matahari (IRM) merupakan absorbsi energi matahari per cm2/menit. IRM ini merupakan fungsi dari sudut sinar matahari yang mencapai bagian lengkung dari permukaan bumi. Artinya, sinar yang miring kurang memberikan energi karena energi tersebar pada permukaan yang luas dan karena sinar itu harus menempuh lapisan atmosfer yang lebih tebal bila dibandingkan dengan sinar yang datangnya tegak lurus (Kartasapoetra, 2004). Intensitas radiasi matahari bagi ternak berkaitan dengan daya tahan panas (heat tolerance) yang didefinisikan dalam arti luas sebagai kemampuan menahan pengaruh suhu lingkungan yang panas. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan seekor ternak untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap normal pada lingkungan panas. Intensitas matahari yang tinggi pada siang hari dapat menyebabkan cekaman panas pada sapi. Sapi Bali Sapi bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut banteng (Bos bibos atau Bos sondaicus) yang telah mengalami penjinakan (domestikasi). Sapi bali dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Reksohadiprodjo, 1984): Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Chordata Subfilum : Craniata Kelas : Mamalia Subkelas : Eutheria Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae 9 Subfamili : Bovinae Suku : Bovini Genus : Bos Subgenus : Bos (Bibos) Spesies : Bos (Bibos) Banteng Subspesies : Bos (Bibos) bali (jinak), dikenal dengan sapi bali Gambar 1. Sapi bali Sapi bali memiliki ukuran tubuh yang sedang dan berdada dalam. Warna bulu sapi bali biasanya merah, warna keemasan atau coklat tua. Ciri khas sapi bali ialah warna kaki sampai lutut serta pada bagian bawah paha berwarna putih. Garis hitam yang jelas terlihat pada bagian punggung dari bahu dan berakhir di atas ekor. Bulu sapi bali pendek, halus dan licin. Warna bulu jantan lebih gelap dibandingkan dengan betina, warna bulu menjadi coklat tua hingga hitam pada saat mencapai dewasa. Warna bulu hitam menghilang dan warna bulu coklat kemerahan kembali lagi jika jantan dikebiri. Sapi bali digunakan sebagai tenak kerja, tetapi dianggap sebagai ternak potong karena kualitas karakas yang baik. Sapi bali juga cocok dipelihara pada lingkungan tropik yang lembab (Williamson, 1993) Kemampuan adaptasi yang bak merupakan salah satu keunggulan sapi bali sekaligus menjadi kelemahannya. Lingkungan sapi bali yang kurang baik akan mempengaruhi produktivitas sapi bali. Adaptasi sapi bali terhadap lingkungan yang kurang baik dilakukan dengan menurunkan ukuran tubuh, sehingga bobot badan yang dihasilkan akan relatif lebih kecil. Daerah utama penyebaran sapi bali di Indonesia diantaranya Bali, Sulawesi Selatan, NTT dan NTB (Talib, 2002). 10 Manajemen Kandang Sapi Kandang mempunyai peranan yang penting bagi seeokor ternak sebagai pelindung dari berbagai pengaruh lingkungan seperti angin kencang, hujan, panas maupun dingin. Konstruksi Kandang Konstruksi kandang harus kuat dan mudah dibersihkan, bersirkulasi udara yang baik, dan terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang sapi bali diantaranya luas kandang (panjang dan lebar), kemiringan lantai, tempat pakan, penanganan kotoran (feses dan urin). Kandang akan berpengaruh terhadap kesehatan sapi, sehingga keterampilan pembuatan kandang yang baik perlu diperhatikan. Sapi bali yang dipelihara dalam jumlah banyak (>30 ekor) secara kolektif menunjukan performa yang kurang baik (Masudana, 1990). Luasan kandang akan mempengaruhi terhadap performa dan tingkat kenyamanan ternak (Baxter, 1992). Atap Kandang Atap merupakan pembatas (isolasi) bagian atas dari kandang dan berfungsi untuk menghindarkan dari air hujan dan terik matahari, menjaga kehangatan ternak di waktu malam, serta menahan panas yang dihasilkan oleh tubuh ternak itu sendiri. Bahan yang bisa dimanfaatkan sebagai atap kandang seperti genteng, seng, asbes, daun kelapa, daun nipah, daun rumbia atau bahan lainnya. Bahan atap dapat memantulkan, meneruskan dan menyerap radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang dengan proporsi yang berbeda tergantung pada jenis bahan tersebut. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan suhu absolut bahan, sifat fisik dan kimiawi bahan serta daya hantar energi panas dan panjang gelombang radiasi matahari. Radiasi matahari yang diabsorbsi oleh bahan akan diubah menjadi energi panas, kemudian dihantar ke bagian yang lebih dingin atau dipancarkan kembali sebagai radiasi gelombang panjang (Charles, 1981). Bahan atap rumput kering atau jerami mampu menahan dengan baik radiasi matahari yang terpancar secara langsung. Bahan padat seperti asbes kurang mampu untuk menahan radiasi matahari, demikian pula dengan bahan atap dari bilah kayu yang disusun tidak rapat kurang efektif untuk menahan radiasi matahari (Hahn, 11 1985). Kemampuan menghantarkan energi panas dipengaruhi oleh jenis dan ketebalan bahan (Whates, 1981). Semakin tinggi suhu di bagian bawah atap semakin tinggi pula suhu di dalam kandang. Hal ini disebabkan penyebaran energi panas secara merata baik secara konduksi, konveksi dan radiasi. Ventilasi Ventilasi merupakan jalur keluar-masuknya udara dari dalam dan luar kandang. Pengaturan ventilasi yang sempurna akan sangat berguna untuk mengeluarkan udara kotor dari dalam kandang dan menggantikan udara yang bersih atau segar dari luar. Pengaturan ventilasi mempunyai peranan yang penting, hal ini terkait dengan regulasi suhu dan kelembaban dalam kandang. Pengaturan ventilasi kandang yang tidak sempurna maka suhu udara di dalam kandang dan kelembaban udara meningkat tinggi, peredaran udara lambat, serta udara menjadi cepat kotor. Kandang sapi tidak boleh tertutp rapat, tetapi agak terbuka, agar sirkulasi udara didalamnya tetap lancar. Ventilasi yang baik diperlukan bagi ternak untuk kesehatan ternak (Wathes, 1992). Dinding Dinding merupakan pembatas seluruh keliling atau bagian tepi kandang. Dinding berfungsi sebagai penahan angin langsung atau angin kencang, penahan keluarnya udara panas dari dalam kandang yang dihasilkan tubuh ternak dan penahan percikan air dari atap masuk ke dalam ruangan kandang. Berbagai macam bahan yang bisa dimanfaatkan untuk dinding diantaranya anyaman bambu, papan, tembok dan sebagainya (Sugeng, 1998). Lantai Kandang Lantai kandang sebagai batas bangunan kandang bagian bawah atau tempat berpijak dan berbaring sepanjang waktu bagi sapi. Pembuatan lantai kandang harus memperhatikan syarat diantaranya tidak rata, tidak licin, tidak mudah menjadi lembab, tahan injakan dan awet. Lantai yang rata, tidak kasar atau tajam akan memberi kenyamanan pada ternak sehingga ternak dapat berdiri tegak di atas keempat kaki yang kokoh, bisa berbaring dan istirahat dengan baik. Lantai yang kasar atau tajam sangat merugikan, karena kulit ternak dapat lecet yang akhirnya mengundang banyak kuman. Kulit yang lecet atau luka mudah dimasuki kuman 12 apapun yang berinfeksi ke dalam tubuh hewan melalui pembuluh darah. Lantai juga tidak boleh terlalu licin karena dapat menyebabkan hewan tergelincir atau jatuh sehingga bisa mengakibatkan patah tulang. Pembuatan lantai pun harus diusahakan agar tetap mudah kering agar sapi merasa nyaman. Lantai yang kering tidak mudah menjadi sarang kuman. Lantai harus dibuat agak miring agar air pembersih ataupun air kencing hewan mudah lepas. Lantai yang dibuat dari semen di beberapa tempat berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan atau kesehatan sapi. Lantai yang terbuat dari papan dan tanah kering lebih baik (Masudana, 1990). 13 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kelompok Peternak Rakyat Bareng Kangen, Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama dua bulan, dari bulan Febuari hingga Maret 2010. Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak sapi bali milik peternak yang tergabung dalam Kelompok Peternak Rakyat Bareng Kangen. Jumlah sapi yang digunakan dalam penelitian ini ialah enam ekor sapi bali, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari tiga ekor sapi bali dewasa dengan bobot 280-330 kg. Kelompok kedua terdiri dari tiga ekor anak sapi dengan bobot 110-180 kg. Bahan atap kandang yang digunakan ialah rumbia, genteng dan asbes. Kandang yang digunakan dalam penelitian ini ialah kandang kelompok dengan ketinggian atap rata-rata dari ketiga bahan tersebut ialah 3 meter dan luas rata-rata 8 x 6 m. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya ialah psycometer, black globe termometer, infrared thermometer, stopwatch, termometer klinik, buku catatan dan pita ukur. Prosedur Penelitian ini dilakukan dengan mengukur parameter lingkungan mikroklimat dan respon fisiolgis sapi bali terhadap tiga jenis bahan atap kandang yang berbeda yaitu rumbia, genteng dan asbes. Setiap kandang dengan bahan atap berbeda diisi oleh satu ekor sapi bali dewasa dan satu ekor anak sapi bali. Pengukuran dilakukan selama 15 hari terhitung sejak tanggal 17 Febuari sampai dengan 3 Maret 2010. Pengambilan data dilakukan pada tiga waktu yang berbeda yaitu pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WITA. Sapi yang akan digunakan dalam penelitian ini diukur bobot badan nya melalui pendekatan panjang badan dan lingkar dada. Hasil pengukuran dimasukan kedalam rumus perhitungan sapi bali menurut Guntoro (2002) : Sapi bali betina BSB = (PB x LD2) Sapi bali jantan 11050 BSB = (PB x LD2) 11045 14 Keterangan : BSB = Bobot badan sapi bali (kg) PB = Panjang badan (cm) LD = Lingkar dada (cm) Pengukuran Lingkungan Mikroklimat yang diukur meliputi : 1. Suhu Lingkungan ( °C) Suhu lingukungan pada setiap kandang dihitung dengan menggunakan psycometer. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WITA Suhu lingkungan yang terlihat pada psycometer dicatat sebagai suhu lingkungan aktual. 2. Kelembaban (%) Kelembaban pada setiap kandang dihitung dengan menggunakan psycometer. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WITA. Kelembaban yang terlihat pada psycometer dicatat sebagai kelembaban aktual. 3. Kecepatan angin (m/s) Kecepatan angin dalam kandang dihitung dengan menggunakan psycometer. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WITA. Kecepatan angin yang terlihat pada psycometer dicatat sebagai kelembaban aktual. 4. Intensitas Radiasi Matahari (kkal/m2/jam) Intensitas radiasi matahari diukur dengan menggunakan Black Globe Temperature. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WITA. Penghitungan intensitas radiasi matahari menggunakan formulasi Stefan Bolzman (Sears dan Zemansky, 1985) α = σ x T4 Keterangan : α = Penyerapan (kkal/ m2/jam) σ = Tetapan radiasi benda hitam (4,9 x 10-8 kkal/ m2/jam/K4) T = Suhu Mutlak (Kelvin) 15 Pengukuran respon fisiologis meliputi: 1. Denyut jantung (HR) Denyut jantung dihitung dengan menggunakan stethoscope dan stopwatch di dekat tulang axilla sebelah kiri (dada sebelah kiri) selama satu menit dengan tiga kali ulangan setiap pengukuran. 2. Respirasi (RR) Respirasi diukur setelah dilakukan pengukuran denyut jantung. Pengukuran respirasi dilakukan dengan cara menempelkan stethoscope dan stopwatch di dada untuk menghitung inspirasi dan ekspirasi selama satu menit. 3. Suhu permukaan kulit (mTs) Suhu permukaan kulit dihitung dengan menggunakan infrared thermometer. Pengukuran dilakukan pada empat lokasi tubuh sapi yaitu (A) Punggung, (B) Dada/limbs, (C) Tungkai atas/ diatas carpus, (D) Tungkai bawah/ di bawah metacarpus, sebelumnya bulu sapi pada keempat titik pengukuran tersebut dicukur. Hasil rataan suhu permukaan kulit dihitung dengan menggunakan rumus menurut (McLean et al., 1983) : Ts = 0,25 (A+B) + 0,32 C + 0, 18 D 4. Suhu tubuh (Tb) Pengukuran suhu tubuh dilakukan melalui pendekatan suhu rektal dan suhu permukaan kulit. Suhu rektal dihitung dengan menggunakan termometer klinik yang dimasukan ke dalam rektal sedalam ± 10 cm selama ± 2-3 menit. Suhu tubuh (Tb) ternak dihitung dengan menggunakan rumus menurut (McLean et al., 1983) : Tb = 0,86 Tr + 0,14 Ts Keterangan : Tb = Suhu tubuh (0C) Tr = Suhu rektal (0C) Ts = Suhu permukaan kulit (0C) 16 Rancangan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh dilakukan pengujian t-student untuk membedakan jenis atap rumbia, asbes dan genteng. Rumus Uji t-student menurut (Mattjik, 2006) sebagai berikut : Keterangan : X = nilai tengah contoh µ = nilai tengah populasi s = simpangan baku Analisis regresi sederhana digunakan untuk menggambarkan hubungan antara lingkungan mikroklimat (X) dan respon fisiologis (Y). Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi komponen utama (ARKU). Analisis ini digunakan untuk mengetahui komponen-komponen yang paling berpengaruh terhadap respon fisiologis sapi bali. Hubungan kausal antara lingkungan mikroklimat dan respon fisiologis juga dikaji dengan menggunakan ARKU. Data yang diperoleh dimasukan dalam persamaan regresi linier komponen utama (Gaspersz, 1992) dengan metode umum sebagai berikut : Y = w0 + w1Ki + w2 Kj +……..+ wnKn + ε Keterangan : Y = variable tak bebas w0 = konstanta Ki = suhu lingkungan rata-rata Kj = kelembaban rata-rata Kl = kecepatan angin rata-rata Km = energi radiasi matahari rata rata ε = galat Perbedaan respon antara individu sapi bali dewasa dan anak sapi bali karena pengaruh faktor-faktor lingkungan digunakan analisys of variance (ANOVA). Pengolahan data dilakukan dengan analisis regresi atau ANOVA menggunakan Software Minitab 11 for Windows (Creuze dan Breth, 1991) dan Microscoft Excel. 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lombok Timur yang merupakan salah satu kabupaten diantara sembilan Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Kabupaten Lombok Timur berada di sebelah timur Pulau Lombok, dengan letak geografis antara 116° - 117° BT dan 8°-9° LS. Secara administratif Kabupaten Lombok Timur terdiri dari 20 Kecamatan, 13 Kelurahan, 106 Desa, 772 Dusun. Pengukuran lingkungan mikroklimat dilakukan di desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Kecamatan Pringgasela merupakan kecamatan dengan luas wilayah 134,25 km2, dengan ibukota kecamatan adalah Desa Pringgasela. Batas-batas Kecamatan Pringgasela ialah Kecamatan Sembalun di sebelah Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Suralaga, di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Masbagik, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Aikmel. Kecamatan Pringgasela memiliki empat desa yaitu Desa Rempung, Pringgasela, Jurit dan Pengadangan. Desa Pengadangan merupakan wilayah terluas dengan luasan mencapai 72,05% dari total luas wilayah kecamatan atau sekitar 96,73 km2. Desa Pengadangan memiliki ketinggian 443 di atas permukaan laut. Desa Pengadangan memiliki delapan dusun, yaitu Gubuk Timuq, Gubuk Bawak Paoq, Gubuk Gero, Gubuk Samodel, Kwang Sawi, Tibu Petung, Timba Nuh, dan Gubuk Sukatain. Lahan di Kecamatan Pringgasela sebagian besar merupakan lahan kering seluas 11,972 ha dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan sebagai lahan sawah yaitu seluas 1.454 ha. Sekitar 62% lahan sawahnya menggunakan irigasi sederhana dan tadah hujan. Luas panen untuk jenis tanaman padi tercatat seluas 2.448 ha dengan total produksi mencapai 13.251 ton. Jagung merupakan hasil panen terbesar setelah padi yang mencapai luasan 248 ha dengan produksi 644 ton. Tanaman perkebunan yang dijadikan komoditas ialah kelapa disamping tembakau virgnia. Selama tahun 2008 produksi kelapa mencapai 568,42 ton sedangkan tembakau virginia mencapai 468,52 ton. Luas tanah pertanian di Desa Pengadangan memiliki jumlah terbesar dibandingkan dengan desa lainnya. Luas daerah pertanian di Desa Pengadangan 18 mencapai 9.674 ha dengan komposisi 608,95 ha meliputi tanah dan sawah, 68,71 ha tanah pekarangan, kebun seluas 1723,89 ha dan lainnya seluas 7272,89 ha (Tabel 1). Tabel 1. Pemetaan Luas Wilayah Kecamatan Pringgasela menurut Jenis Penggunaan Tanah (Ha) No Desa 1 Rempung Tanah dan Sawah 178,20 Pekarangan Kebun Lainnya Jumlah 34,47 42,26 7,07 262 2 Pringgasela 564,45 85,95 656,00 33,60 1.340 3 Jurit 206,75 50,70 600,00 1.292,55 2.150 4 Pengadangan 608,95 68,71 1.723,45 7.272,89 9.674 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur (2008) Populasi ternak terbanyak di Kecamatan Pringgasela ialah ternak sapi. Populasi sapi mencapai 3.219 ekor kemudian domba dan kambing mencapai 220 ekor sedangkan kuda sebanyak 57 ekor (Tabel 2). Tabel 2. Jumlah Ternak di Kecamatan Pringgasela (ekor) No Desa Kuda Sapi Kerbau 1 Rempung 20 14 - Domba/ Kambing 36 2 Pringgasela 15 1.467 - 48 3 Jurit 14 698 - 32 4 Pengadangan 8 1.031 - 104 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur (2008) Umumnya usaha ternak sapi sudah dilakukan secara semi intensif . Sapi bali di pelihara secara teratur dengan pemberian pakan yang terautr. Sistem manajemen pemeliharaan pun sudah berkelompok. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kelompok-kelompok ternak yang ada. Kelompok Ternak Bareng Kangen ialah salah satu kelompok ternak yang sudah memiliki sistem manajemen yang teratur. Kelompok ini berdiri sejak tahun 1986 dan saat ini, tercatat 50 peternak rakyat yang sudah menjadi anggota Kelompok Bareng Kangen. Ternak yang dipelihara ialah sapi bali baik jantan, betina dan pedet. Kondisi lingkungan mikroklimat berdasarkan data BMGK Kabuapaten Lombok Timur disajikan dalam Tabel 3. 19 Tabel 3. Data Mikroklimat Rata Rata Harian Kecamatan Pringgasela Lombok Timur Tanggal Suhu (0C) Kelembaban (%) 17-02-2010 27,8 18-02-2010 81 Kecepatan Angin (m/s) 3 Radiasi Matahari (%) 98 27,6 84 5 60 19-02-2010 27,8 91 5 60 20-02-2010 27,7 87 3 51 21-02-2010 27,8 84 4 80 22-02-2010 27,1 85 4 60 23-02-2010 25,6 89 4 78 24-02-2010 26,9 88 3 59 25-02-2010 26,9 84 4 69 26-02-2010 27,6 83 3 100 27-02-2010 27,6 84 4 100 28-02-2010 28,5 86 4 74 01-03-2010 28,1 85 3 50 02-03-2010 27,1 89 4 59 03-03-2010 25,3 84 3 35 Sumber : BMKG Kabupaten Lombok (17 Febuari-3 Maret 2010) Pengukuran Lingkungan Mikroklimat Lingkungan mikroklimat dalam kandang mempunyai peranan penting untuk kenyamanan ternak. Bahan atap kandang memiliki pengaruh terhadap respon fisiolgis ternak karena atap menjadi pelindung pertama terhadap kondisi eksternal ternak. Hal ini menjadi perhatian dalam mendesian sebuah kandang untuk membuat ternak nyaman sehingga dapat mengoptimalkan produktivitas ternak. Hasil pengukuran mikroklimat suhu (Ta), kelembaban (RH), kecepatan angin (Ws) dan intensitas radiasi matahari (IRM) pada tanggal 17 Febuari - 3Maret 2010 di Peternakan Rakyat sapi bali Bareng Kangen dengan bahan atap yang berbeda disajikan pada Tabel 5. 20 Tabel 4. Rata-rata Pengukuran Lingkungan Mikroklimat di Peternakan Rakyat Bareng Kangen. Waktu Rumbia Genteng Asbes Atap 06.00 12.00 18.00 06.00 12.00 18.00 06.00 12.00 18.00 T 24,48 ± 1,5 30,78 ± 2,7 26,56 ± 1,8 24,46 ± 1,7 31,49 ± 2,3 26,46 ± 1,9 24,26 ± 1,6 32,29 ± 2,5 26,41 ± 1,8 Rh Ws 88,53 ± 7,3 0 73,68 ± 9,3 0,32 ± 0,41 92,28 ± 3,5 0 89,83 ± 4,9 0 74,21 ± 9,4 0,10 ± 0,23 93,70 ± 2,5 0 90,61 ± 5,4 0,006 ± 0,02 71,82±10,2 0,18 ± 0,31 94,61 ± 3,4 0 IRM 370,48 ± 7,39 408,00 ± 7,20 382,01 ± 8,47 369,62 ± 5,74 415,96 ±12,90 381,86 ± 9,57 370,75 ± 13,07 419,15 ±14,53 377,32 ± 7,59 Hasil pengukuran menujukkan terdapat kecenderungan perbedaan hasil pengukuran lingkungan mikroklimat terhadap perbedaan bahan atap yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan atap yang berbeda memberikan pengaruh lingkungan mikroklimat yang berbeda. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada pukul 06.00 dan 18.00 WITA bahan rumbia dan genteng memiliki kecenderungan suhu lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan asbes. Pukul 12.00 WITA suhu kandang berbahan asbes memiliki kecenderungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumbia dan genteng. Bahan asbes memiliki nilai konduktivitas yang tinggi dibandingkan dengan bahan rumbia dan genteng. Nilai konduktivitas merupakan kemampuan sebuah benda untuk menghantarkan panas matahari ke lingkungannya. Bahan asbes memiliki kemampuan dengan baik dalam menghantarkan panas dari matahari ke lingkungan mikroklimat kandang (Santoso, 1996). Berdasarkan data Badan Meterolgi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Lombok, keadaan rata-rata suhu harian untuk daerah Kecamatan Pringgasela dari pertengahan tanggal 17 Febuari hingga 3 Maret 2010 ialah 24,70C pada pagi hari, 31,5 0C dan 28,2 0C pada sore hari dengan rata-rata 27,30C. Perhitungan kelembaban udara dilakukan berdasarkan pengukuran rata-rata kelembaban harian. Kelembaban relatif (RH) ialah perbandingan antara tekanan uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi jenuh (Lakitan, 1994). Kelembaban udara (RH) memperlihatkan kecendrungan yang berbeda pada setiap bahan atap. Kelembaban tertinggi dicapai pada pagi dan sore hari, sedangkan kelembaban paling rendah dicapai pada siang hari. Bahan asbes memiliki kelembaban yang paling rendah pada pukul 12.00. Kondisi ini dikarenakan suhu di 21 kandang asbes pada siang hari paling tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handoko (1994) bahwa kelembaban relatif (RH) akan lebih kecil bila suhu udara meningkat dan sebaliknya jika suhu udara lebih rendah maka RH akan tinggi. Hal ini dapat terjadi pada saat tekanan uap aktual (ea) tetap. Angin merupakan pergerakan udara akibat perbedaan tekanan yang bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah. Angin mempunyai peran untuk mentransfer panas dari daerah panas ke daerah dingin. Angin juga berfungsi untuk mereduksi cekaman panas pada ternak (Beede dan Coiller, 1986). Bahan atap yang memiliki kecepatan angin tertinggi pada saat pengukuran ialah atap bahan rumbia. Bahan rumbia memiliki kepadatan partikel yang lebih kecil bila dibandingkan dengan genteng dan asbes. Hal ini menyebabkan pergerakan dan pertukaran udara berlangsung lebih cepat di dalam kandang sehingga kecepatan angin lebih tinggi pada kandang rumbia dibandingkan kedua kandang lainnya. Pengukuran mikroklimat terakhir ialah intensitas radiasi matahari (IRM). Intensitas Radiasi Matahari diukur untuk mengetahui perbedaan intesitas matahari yang diterima pada setiap bahan atap yang berbeda. Intensitas Radiasi Matahari ialah banyaknya energi yang diterima oleh suatu benda per satuan luas dan per satuan waktu. Adanya satuan waktu ini termasuk lama penyinaraan atau lama matahari bersinar dalam satu hari (Sugiato, 1999). Intensitas Radiasi Matahari tertinggi dicapai pada pukul 12.00 WITA. Hal ini disebabkan pada pukul 12.00 WITA merupakan waktu puncak akan Intensitas Radiasi Matahari. Sesuai dengan pernyataan Rosenberg (1930) bahwa gelombang matahari dan net radiasi mencapai puncak pada siang hari sehingga akan meningkatkan IRM paling tinggi. Bahan asbes mampu menerima radiasi matahari paling besar dibandingkan dengan bahan lainnya. Berbeda dengan bahan rumbia yang merupakan bahan yang menerima nilai Intensitas Radiasi Matahari paling kecil karena bahan rumbia lebih mampu melepaskan panas yang dipancarkan oleh sinar matahari. Jenis bahan atap yang berbeda menunjukan kecenderungan perbedaan lingkungan mikroklimat didalam kandang. Hal ini akan berpengaruh terhadap respon fisiologis sapi bali yang berada di bawahnya. 22 Pengukuran Respon Fisiologis Sapi bali pada Bahan Atap yang Berbeda Perbedaan lingkungan mikroklimat bahan atap memberikan respon fisiologis yang berbeda terhadap sapi bali. Respon fisiologis yang diamati dalam penelitian ini meliputi denyut jantung (HR), frekuensi respirasi (RR), suhu permukaan kulit (mTs) dan suhu tubuh (Tb). Pengujian t-student dilakukan untuk membedakan respon fisiologis sapi terhadap perbedaan bahan atap yang digunakan. Sapi yang digunakan pada penelitian ini dibedakan berdasarkan bobot badan, yaitu sapi dewasa dan anak sapi. Respon fisiologis sapi dewasa disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Respon Fisiologis Rata-Rata Harian Sapi Dewasa pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes Rr (Kali/menit) 28,97±4,62a mTs(0C) 29,59±2,49a Tb(0C) 37,20±0,49a Genteng 81,57± 8,77c 32,09±4,40b 30,82±1,67b 37,58±0,40b 73,32±11,81b 28,79±3,90a 30,62±2,35b 37,27±0,52a Atap Rumbia Asbes Hr (kali) 89,92± 9,17a Keterangan : Superscript yang Berbeda pada Baris yang Sama Menunjukan Sangat Nyata (P<0,05). Tabel 5 memperlihatkan bahwa respon fisiologis pada sapi dewasa menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perbedaan bahan atap. Bahan atap rumbia, genteng dan asbes memberikan respon yang berbeda pada sapi bali dewasa. Denyut jantung sapi dewasa pada ketiga bahan menunjukkan perbedaan nyata. Hal ini berarti perbedaan bahan atap mempengaruhi secara nyata perbedaan denyut jantung sapi dewasa. Denyut jantung sapi yang berada pada kandang asbes lebih rendah dibandingkan dengan denyut jantung sapi yang berada pada kandang rumbia. Bobot badan sapi yang dipelihara di bawah kandang asbes lebih besar, yaitu 308 Kg, sementara konsumsi pakan relatif lebih kecil sebesar 25 Kg/hari. Kondisi stress panas dibawah atap asbes disertai konsumsi pakan yang rendah mengakibatkan denyut jantung lebih rendah. Peningkatan denyut jantung merupakan respon dari ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke permukaan tubuh yang lebih dingin. Respirasi tidak berbeda secara nyata pada rumbia dan asbes namun berbeda secara nyata pada genteng. Salah satu faktor yang mempengaruhi respirasi ialah kelembaban udara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tjasyono (2004) bahwa 23 kelembaban nisbi akan berpengaruh terhadap pernafasan dan keringat yang dikeluarkan oleh ternak. Suhu permukaan kulit pada sapi dewasa berbahan rumbia berbeda dengan bahan asbes dan genteng. Hal ini dikarenakan bahan atap rumbia memiliki kemampuan pelepasan panas yang paling cepat dibandingkan dengan ketiga bahan lainnya sehingga mengakibatkan proses pelepasan panas ke lingkungan berlangsung lebih cepat. Berbeda dengan bahan asbes dan bahan genteng yang memiliki komponen penyusun partikel yang lebih padat sehingga pelepasan panas relatif lebih lambat sehingga suhu permukaan kulit pada sapi dewasa tidak berbeda secara signifikan antara bahan genteng dan asbes. Respon suhu tubuh dan suhu permukaan kulit pun berbeda pada setiap bahan atap. Interaksi ternak dengan lingkungannya melibatkan pertukaran panas. Pelepasan panas yang berbeda pada setiap bahan mengakibatkan penerimaan panas dari lingkungan ke ternak berbeda, sehingga suhu tubuh dan suhu permukaan kulit berbeda pada setiap bahan atap. Respon fisiologis sapi dewasa berbeda dengan respon fisiolgis yang ditunjukan oleh anak sapi. Ukuran tubuh mempengaruhi respon fisiologis yang ditimbulkan oleh seekor ternak (Fradson, 1992). Perbedaan respon fisiologis anak sapi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Respon Fisiologis Rata-Rata Harian Anak Sapi pada Bahan atap Rumbia, Genteng dan Asbes. Atap Rumbia Hr (Kali) 77,95± 11,85a Rr (Kali/Menit) 25,59± 5,57a mTs (0C) 29,67± 2,51a Tb(0C) 37,36 ± 0,61a Genteng 86,11± 10,77b 28,72±4,93b 30,38± 1,83a 37,44± 0,44a Asbes 77,47± 13,17a 26.65±3,61a 30,45± 2,50a 37,37± 0,53a Keterangan : Superscript yang Berbeda pada Baris yang Sama Menunjukan Sangat Nyata (P<0,05). Denyut jantung dan respirasi pada anak sapi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada bahan rumbia dan asbes namun berbeda secara nyata pada bahan atap genteng. Respirasi pada anak sapi menunjukkan perbedaan pada bahan genteng. Hal ini selaras dengan respirasi pada sapi dewasa. Kelembaban yang tinggi memberikan respon yang berbeda pada respirasi sapi yang berada pada atap genteng. Kecepatan angin juga memberikan pengaruh pada respon fisiologis sapi. Kecepatan angin pada bahan genteng paling rendah dibandingkan dengan bahan rumbia dan asbes. Angin yang bertiup ke dalam kandang berpengaruh terhadap suhu dan 24 kelembaban udara. Angin mempunyai peranan dalam pelepasan panas ke lingkungan. Peredaran angin yang lebih besar akan mempercepat proses pelepasan panas melalui evaporasi pada tubuh ternak. Suhu permukaan kulit dan suhu tubuh tidak berbeda secara nyata pada anak sapi. Sistem metabolisme sapi dewasa berbeda dengan anak sapi. Anak sapi cenderung lebih stabil dalam menahan panas dari lingkungannya sehingga suhu tubuh dan suhu permukaan kulit tidak berbeda secara nyata pada bahan atap yang berbeda. Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Respon Fisiologis Sapi bali Perbedaan bahan atap berpengaruh terhadap perbedaan respon fisiologis yang ditimbulkan pada sapi. Hubungan antara lingkungan mikroklimat terhadap respon fisiologis sapi bali dihitung melalui persamaan regresi sederhana. Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Denyut Jantung Sapi Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon denyut jantung sapi dewasa ditunjukkan pada Gambar 2 dengan garis regresi y = 82,26+0,280x. Artinya dengan peningkatan suhu udara 1 0C akan meningkatkan denyut jantung sebesar 0,280 kali. r = 0,100 Gambar 2. Gambar Respon Denyut Jantung Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon denyut jantung sapi dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 96,860,851x. Artinya dengan peningkatan suhu udara 1 0C akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,851 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap asbes 25 terhadap respon denyut jantung sapi dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 86,9-0,35x. Artinya dengan peningkatan suhu udara 1 0 C akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,35 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon denyut jantung anak sapi ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 71,61+ 0,232x. Artinya dengan peningkatan suhu udara 1 0 C akan meningkatkan denyut jantung sebesar 0,232 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon denyut jantung anak sapi ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 84,49+0,058x. Artinya dengan peningkatan suhu udara 1 0C akan meningkatkan denyut jantung sebesar 0,058 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap asbes terhadap respon denyut jantung anak sapi ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 84,43-0,251x. Artinya dengan peningkatan suhu udara 1 0C akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,251 kali. Perubahan denyut jantung merupakan salah satu respon yang ditimbulkan oleh seekor ternak ketika mengalami perubahan lingkungan eksternal seperti perubahan suhu. Perbedaan denyut jantung antar kandang menunjukkan bahwa beban penerimaan panas yang diterima dari suhu lingkungan menyebabkan perbedaan penerimaan respon fisiologis pada sapi dewasa dan anak sapi. Penerimaan perbedaan panas ini akan mempengaruhi kecepatan denyut jantung ternak. Hasil analisis regresi pada sapi dewasa dan anak sapi bali menunjukkan bahwa suhu lingkungan memberikan pengaruh yang lebih tinggi terhadap denyut jantung pada bahan asbes dan genteng. Bahan asbes dan genteng lebih mampu menyalurkan panas dengan baik, sehingga suhu didalam kandang bahan asbes cenderung lebih panas. Hal ini akan mengakibatkan jumlah denyut jantung lebih tinggi. Kelembaban udara mempengaruhi respon denyut jantung sapi bali. Pengaruh kelembaban kandang pada bahan atap rumbia terhadap respon fisiologis denyut jantung sapi bali dewasa udara ditunjukkan pada Gambar 3 dengan garis regresi y = 86,90+0,035x. Artinya dengan peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan meningkatkan denyut jantung sebesar 0,035 kali. 26 r= 0,031 Gambar 3. Gambar Respon Denyut Jantung Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan Kelembaban (RH) Lingkungan pada Bahan Atap Rumbia. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon denyut jantung sapi bali dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 47,72+0,394x. Artinya dengan peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan menaikan denyut jantung sebesar 0,394 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon denyut jantung sapi bali dewasa ditunjukkan dengan garis regresi y = 51,15+0,258x. Artinya dengan peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan menaikan denyut jantung sebesar 0,258 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap rumbia terhadap respon denyut jantung anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 88,85-0,128x. Artinya dengan peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,128 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon denyut jantung anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 64,58-0,250x. Artinya dengan peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,250 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon fisiologis denyut jantung anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 62,01-0,80x. Artinya dengan peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,80 kali. Kelembaban yaitu banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Angka kelembaban relatif dari 0-100% yang berarti 0% udara kering. Kelembaban mempengaruhi respon fisiologis denyut jantung. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa kelembaban udara memberikan pengaruh respon denyut jantung yang lebih besar pada atap rumbia. Bahan rumbia memiliki kelembaban yang paling tinggi 27 dibandingkan dengan bahan genteng dan asbes. Kondisi ini mengakibatkan denyut jantung dibawah atap rumbia cendrung lebih tinggi. Kondisi ini disebabkan terjadinya vasokonstirksi pada pembuluh darah superfisial. Suhu lingkungan yang lebih rendah dengan kelembaban tinggi akan menyebabkan penurunan aliran darah dan hilangnya panas ke lingkungan dengan menurunkan pembuluh darah superfisial dan akan menyebabkan peningkatan laju metabolisme Cambell (1974). Hal ini mengakibatkan denyut jantung pada sapi yang dikandangkan dengan bahan atap rumbia memiliki denyut jantung yang lebih besar. Intensitas radiasi matahari (IRM) memberikan pengaruh terhadap respon denyut jantung terhadap sapi bali. Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia terhadap respon denyut jantung sapi bali dewasa ditunjukkan pada Gambar 4 dengan persamaan garis regresi y = 91,46-0,004x. Artinya peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,004 kali. r = 0,031 Gambar 4. Gambar Respon Denyut Jantung Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia. Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon denyut jantung sapi bali dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 138,4-0,146x. Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,146 kali. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap respon fisiologis denyut jantung sapi bali dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 62,01-0,80x. Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,80 kali. Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia terhadap respon denyut jantung anak sapi bali dewasa ditunjukkan 28 dengan persamaan garis regresi y = 125,6-0,134x. Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,134 kali. Pengaruh bahan atap genteng terhadap respon anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 100,6-0,037x. Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,037 kali. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap respon denyut jantung anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 100,1-0,058x. Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,058 kali. Lingkungan mikroklimat mempengaruhi denyut jantung ternak. Secara fisiologis kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi dikendalikan oleh impuls dari sistem saraf otonom. Rangsangan saraf simpatik meningkatkan aktivtas jantung dengan naiknya gaya/ tenaga kontraksi, kecepatan kontraksi, kecepatan konduksi impuls dan arus darah koroner. Rangsangan simpatik memungkinkan jantung beristirahat lebih lama pada saat tubuh istirahat. Ketika seekor ternak mengalami stress makan, stimulasi simpatik dapat meningkatkan aktivitas jantung untuk mensuplai lebih banyak darah ke otot serat lintang, hati dan otak (Fradson, 1992). Selain sistem saraf, percepatan denyut jantung juga dipengaruhi oleh hormon. Reaksi percepatan denyut jantung merupakan bagian dari respon fight or fight yang dirangsang oleh dua hormon medula adrenal epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin). Kedua hormon tersebut merupakan anggota kelas katekolamin yang disentesis dari asam amino tirosin (Hills, 1989). Lebih jauh Fradson (1992) menambahkan bahwa epinefrin, norepinefrin dan katekolamin disekresikan sebagai respon terhadap stres negatif atau positif. Pelepasannya kedalam darah menyebabkan dorongan bioenergenik yang cepat pada tubuh, yang meningkatkan laju metabolisme basal. Epinefrin dan norepinefrin meningkatkan laju perombakan glikogen di dalam hati dan otot rangka serta pelapasan glukosa ke dalam darah oleh sel hati. Kedua hormon ini juga merangsang pembebasan asam lemak dari sel sel lemak. Asam lemak itu dapat digunakan sel sebagai energi. Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Respirasi Sapi Respon respirasi pada sapi merupakan salah satu parameter yang diamati. Respirasi merupakan proses fisiologis yang dilakukan oleh seekor ternak untuk mengambil oksigen dan melepaskan karbondioksida (Hill, 1989). Ternak yang 29 mengalami cekaman panas akan melepaskan panas yang didapatkan melalui proses respirasi. Perbedaan bahan atap mempengaruhi respon respirasi yang ditimbulkan oleh sapi. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon respirasi sapi dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 7,559+0,785x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan suhu lingkungan sebesar 10C akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,785 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon respirasi sapi dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 19,98+0,440x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan suhu lingkungan sebesar 10C akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,440 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap asbes terhadap respon respirasi sapi dewasa ditunjukkan pada Gambar 5 dengan garis regresi y = 24,05+0,171x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan suhu lingkungan sebesar 10C akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,171 kali. r = 0,173 Gambar 5. Gambar Respon Respirasi Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Asbes. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 1,799+0,872x. Hal ini berarti dengan peningkatan suhu lingkungan sebesar 10C akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,872 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 14,54+0,438x Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan suhu lingkungan sebesar 10C akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,438 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap asbes 30 terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan dengan garis regresi y = 10,59+0,659x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan suhu lingkungan sebesar 10C akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,659 kali. Suhu lingkungan mempunyai pengaruh terhadap respon respirasi sapi bali. Suhu lingkungan memberikan pengaruh respon respirasi tertinggi pada sapi bali yang dikandangankan dengan bahan atap asbes. Suhu udara yang lebih tinggi dibawah bahan asbes menyebabkan peningkatan suhu udara di dalam kandang, akibatnya akan terjadi peningkatan respirasi dari ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan McDowwll (1972) bahwa pengaruh yang ditimbulkan akibat peningkatan suhu tubuh akibat kondisi panas lingkungan, diantaranya terjadi peningkatan tingkat respirasi, (McDowell, 1972 dan Amstrong, 1977). Kelembaban mempengaruhi respon respirasi pada sapi bali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap rumbia terhadap respon fisiologis sapi bali dewasa yang dipengaruhi kelembaban ditunjukkan pada Gambar 6 dengan garis regresi y = 44,31-0,180x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan respon respirasi sebanyak 0,180 kali. r = -0,570 Gambar 6. Gambar Respon Respirasi Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon respirasi sapi bali dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 41,02-0,104x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan respon respirasi sebanyak 0,104 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon respirasi sapi bali dewasa ditunjukkan dengan 31 persamaan garis regresi y = 35,92-0,083x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan respon respirasi sebanyak 0,083 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap rumbia terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan melalui garis regresi y = 51,37-0,304x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan respon respirasi sebanyak 0,304 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan melalui garis regresi y = 46,68-0,209x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan respon respirasi sebanyak 0,209 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon respirasi anak sapi ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 40,37-0,160x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan respon respirasi sebanyak 0,160 kali. Kelembaban mempunyai pengaruh terhadap respon respirasi pada ternak. Kelembaban nisbi berpengaruh pada pernafasan dan keringat pada hewan. (Tjasyono, 2004). Kelembaban tinggi dapat berakibat langsung terhadap penurunan jumlah panas yang hilang akibat penguapan. Kelembaban tinggi mengakibatkan penguapan tertahan, sehingga akan meningkatkan panas pada sapi. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa kelembaban memberikan pengaruh yang lebih tinggi pada bahan atap rumbia. Proses homeostatis utama untuk membuang panas pada sapi dilakukan melalui mekanisme evaporation heat loss yaitu proses kehilangan panas melalui kelanjar di kulit (sweeating) dan pernafasan (panting) (McLean and Calvert, 1972). Intensitas Radiasi Matahari mempunyai pengaruh terhadap respon respirasi pada ternak. Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia terhadap respon respirasi sapi bali dewasa yang dipengaruhi Intensitas Radiasi Matahari ditunjukkan pada Gambar 7 dengan garis regresi y = 17,02+0,118x. Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,118 kali. 32 r = 0,450 Gambar 7. Gambar Respon Respirasi Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia. Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon fisiologis respirasi sapi bali dewasa ditunjukkan melalui persamaan regresi y = 6,173+0,098x. Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,098 kali. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap respon respirasi sapi bali dewasa ditunjukkan melalui persamaan regresi y = 18,11+0,027x. Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,027 kali. Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan regresi y = 26,63+0,135x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan respon respirasi sebesar 0,135 kali. Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon respirasi anak sapi bali yang dipengaruhi Intensitas Radiasi Matahari ditunjukkan dengan persamaan regresi y = 13,16+0,107x. Artinya dengan kenaikan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,107 kali. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan regresi y = 14,20+0,068x. Artinya dengan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,068 kali. Peningkatan respirasi pada siang hari merupakan bagian dari respon yang ditunjukkan oleh ternak untuk meningkatkan kehilangan panas pada situasi peningkatan beban panas. Perbedaan frekuensi pernafasan pada sapi menunjukkan bahwa proses pelepasan panas melalui proses pernafasan berbeda dari setiap sapi. Perbedaan bahan atap memberikan respon yang berbeda terhadap frekuensi pernafasan sapi. Panas yang disalurkan melalui atap kandang akan berpengaruh 33 terhadap respon frekuensi respirasi sapi. Lingkungan mikroklimat mempunyai pengaruh yang nyata terhadap respon respirasi sapi. Peningkatan frekuensi pernafasan yang terjadi merupakan usaha sapi untuk mempertahankan kondisi homeostatis pada keadaan tingginya suhu udara dan kelembaban dalam kandang (Ganong, 1983). Kenaikan suhu udara akan mengakibatkan peningkatan pernafasan setiap menitnya (Hann, 1999). Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi Suhu permukaan kulit merupakan salah satu parameter fisiologis yang diamati. Kulit merupakan salah satu media pada seekor ternak untuk dapat melepaskan dan mendapatkan panas dari lingkungan. Kulit mempunyai peranan penting dalam menerima rangsangan panas atau rangsangan dingin untuk dihantarkan ke susunan syaraf pusat dan diteruskan ke hipotalamus anterior untuk dilakukan usaha penurunan perolehan atau pembuangan panas (Ganong, 1983). Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu permukaan kulit sapi bali dewasa ditunjukan pada Gambar 8 dengan persamaan garis regresi y = 15,20 +0,527x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan menaikan respon fisiologis suhu permukaan kulit sebesar 0,527 0C. r = 0,714 Gambar 8. Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu permukaan kulit sapi bali dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 21,89+0,325x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,325 0C. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu permukaan kulit sapi bali 34 dewasa yang dipengaruhi suhu lingkungan ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 19,72 + 0,394x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,394 0C. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon fisiologis suhu permukaan kulit anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 14,46+ 0,557x. Artinya kenaikan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan menaikan respon fisiologis suhu permukaan kulit sebesar 0,557 0C. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon fisiologis respirasi sapi bali dewasa yang dipengaruhi suhu lingkungan ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 20,66+0,354x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,354 0C. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap asbes terhadap respon fisiologis respirasi sapi bali dewasa ditunjukkan melaui persamaan garis regresi y = 18,28+0,439x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,439 0C. Suhu lingkungan mempunyai pengaruh terhadap respon permukaan kulit pada sapi. Ketahanan kulit sebagai pelindung lapisan luar pada ternak terhadap lingkungan menjadi sangat penting untuk mempertahankan suhu tubuh. Finch (1986) menambahkan bahwa sapi bali mempunyai sistem anatomi dan fisiologi yang memungkinkan peningkatan kehilangan panas melalui kulit, termasuk aliran darah ke permukaan kulit yang ditransfer ke permukaan. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap sapi yang dikandangkan dengan bahan atap asbes dan genteng. Hal ini disebabkan suhu lingkungan atap asbes dan genteng lebih tinggi dibandingkan dengan bahan atap rumbia, akibatnya aliran panas yang terjadi di dalam kandang akan lebih tinggi. Kondisi ini menyebabkan suhu permukaan kulit dibawah kandang asbes menjadi lebih tinggi. Kelembaban udara berpengaruh pula terhadap suhu permukaan kulit. Pengaruh kelembaban kandang terhadap respon suhu permukaan kulit sapi bali dewasa pada bahan atap rumbia disajikan pada Gambar 9. Persamaan garis regresi dari gambar tersebut ialah y= 41,27-137x. Hal ini berarti, adanya peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan menyebabkan penurunan suhu permukaan kulit sebesar 0,137 0C. 35 r= -0,593 Gambar 9. Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu permukaan kulit sapi dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 38,70,091x. Hal ini berarti, dengan adanya peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan menurunkan respon suhu permukaan kulit sebesar 0,091 0 C. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu permukaan kulit sapi dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 40,57-0,116x. Hal ini berarti dengan adanya peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan menurunkan respon suhu permukaan kulit sebesar 0,116 0C. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap rumbia terhadap respon fisiologis suhu permukaan kulit anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 42,30-0,148x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan respon suhu permukaan kulit sebesar 0,148 0C. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon fisiologis suhu permukaan kulit anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 39,23-0,103x. Artinya dengan adanya peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,103 0C. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu permukaan kulit anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 40,58-0,118x. Artinya dengan adanya peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menunrukan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,118 0C. Kelembaban memberikan pengaruh langsung terhadap suhu permukaan kulit pada sapi. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa kelembaban bahan atap rumbia memberikan pengaruh paling besar terhadap suhu permukaan kulit. Hal ini terjadi, 36 karena bahan atap rumbia memiliki kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan genteng maupun asbes. Tingginya kelembaban yang terjadi menyebabkan terjadinya pelepasan panas tertahan di kulit sehingga suhu kulit akan lebih tinggi pada sapi yang dikandangkan dengan bahan atap rumbia. Penerimaan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) juga berpengaruh terhadap respon suhu permukaan kulit pada sapi. Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu permukaan kulit sapi bali dewasa yang dipengaruhi Intensitas Radiasi Matahari ditunjukkan pada Gambar 10. Garis regresi pada gambar tersbut ialah dengan garis regresi y = 9,72+0,101x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan respon suhu permukaan kulit sebesar 0,101 0C. r = 0,717 Gambar 10. Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia. Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon fisiologis respirasi sapi bali dewasa yang dipengaruhi Intensitas Radiasi Matahari ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 10,77+0,051x. Artinya dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,051 0C. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap respon fisiologis respirasi sapi bali dewasa ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 6,847+0,061x. Artinya dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,061 0C. Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu permukaan kulit anak sapi bali ditunjukan melalui persamaan garis regresi y = 11,31+0,106x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan Intensitas 37 Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan menaikan respon suhu permukaan kulit sebesar 0,106 0C. Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu permukaan kulit anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 7,748+0,058x. Artinya dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,058 C. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap respon fisiologis suhu permukaan kulit anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan aris regresi y = 3,773+0,068x. Artinya dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,068 0 C. Suhu permukaan kulit diukur sebagai suhu terluar dari seekor ternak untuk mengetahui suhu tubuh ternak. Kulit juga mempunyai peranan dalam kehilangan panas pada ternak Hal ini sesuai dengan pernyataan Esmay (1978) bahwa sapi mempunyai kulit yang berperan dalam kehilangan panas secara cepat melalui evaporasi. Evaporasi merupakan cara yang penting untuk melepaskan panas dari ternak. Penerimaan panas melalui kulit dipengaruhi oleh warna kulit ternak. Warna kulit dihasilkan oleh adanya granula pigmen yaitu melanosom di dalam sitoplams dari sel-sel pigmen (melanocyte). Pigmen tersebut ialah melanin, warna gelap yang dihasilkan oleh dispersi granula melanin ke dalam prosesus sitoplasma sel ataupn jaringan-jaringan yang mengelilinginya, sedangkan warna cerah dihasilkan oleh konsentrasi granula yang terletak di dekat nukleus (Fradson, 1992). Warna putih pada kulit ternak akan menyerap 20% panas yang terpancar, sedangkan warna hitam akan menyerap 100% (Williamson, 1993). Warna kulit bukan satu satunya faktor yang mempengaruhi penyerapan panas pada ternak. Panjang rambut, ketebalan dan kondisi rambut juga menentukan. Ternak dengan bulu halus dan pendek lebih tahan terhadap panas. Lebih jauh disebutkan oleh Yeates (1965) bahwa bulu yang pendek dengan warna terang dengan tekstur halus dan mengkilap baik sekali untuk mengatasi pengaruh panas radiasi matahari. Finch (1986) menyebutkan bahwa lembutnya permukaan kulit merefleksikan radiasi pada permukaan kulit. Bulu pada lapisan permukaan menurunkan ketahanan terhadap aliran panas. Sapi bali memiliki bulu halus, pendek dan mengkilap sehingga sapi bali mempunyai kemampuan menahan panas yang baik dari lingkungan. 38 Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Suhu Tubuh Suhu Tubuh yang diukur pada sapi dewasa dan anak sapi menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap pengaruh bahan atap. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa ditunjukkan pada Gambar 11 dengan persamaan garis regresi y = 34,92 + 0,083x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan respon suhu tubuh sebesar 0,083 0C. r = 0,577 Gambar 11. Gambar Respon Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 36,34+0,045x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu tubuh sapi sebesar 0,045 0C. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 34,97+0,083x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu tubuh sapi sebesar 0,083 0C. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu tubuh anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 34,25+0,114x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan suhu lingkungan sebesar 1 0 C akan meningkatkan respon fisiologis suhu tubuh sebesar 0,114 0C. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon fisiologis suhu tubuh anak sapi bali yang dipengaruhi suhu lingkungan ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 35,70+0,063x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu tubuh sapi sebesar 0,063 0C. Pengaruh suhu 39 lingkungan kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu tubuh anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 35,01+0,085x. Artinya dengan peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu tubuh sapi sebesar 0,085 0C. Suhu tubuh merupakan perwujudan dari suhu-suhu organ di dalam tubuh ternak. Suhu tubuh ternak di pengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Perbedaan bahan atap kandang mempengaruhi respon suhu tubuh sapi dewasa dan anak sapi bali. Perbedaan penerimaan panas dari setiap bahan atap menunjukkan adanya perbedaan penerimaan respon pada ternak. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang lebih rendah terhadap suhu tubuh sapi yang dikandangkan dengan bahan atap rumbia. Hal ini sesuai dengan suhu lingkungan pada kandang bahan atap rumbia. Suhu kandang rumbia yang lebih rendah menyebabkan suhu di dalam kandang menjadi lebih rendah, akibatnya suhu tubuh sapi lebih rendah. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 38,70+0,017x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan kelembaban sebesar 1% akan meningkatkan respon fisiologis suhu tubuh sebesar 0,017 0C. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa yang ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 38,02-0,005x. Artinya dengan adanya peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan suhu tubuh sapi sebesar 0,005 0C. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa yang dipengaruhi suhu lingkungan ditunjukkan pada Gambar 12 dengan persamaan garis regresi y = 38,77-0,017x. Artinya dengan adanya peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan suhu tubuh sapi sebesar 0,017 0C. 40 r = 0,407 Gambar 12. Respon Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Asbes. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu tubuh anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 39,13-0,020x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan respon fisiologis suhu tubuh sebesar 0,020 0C. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon fisiologis anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 38,43-0,011x. Artinya dengan adanya peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan suhu tubuh sapi sebesar 0,011 0 C. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon fisiologis suhu tubuh sapi bali dewasa ditunjukkan melalui garis regresi y = 38,92-0,018x. Artinya dengan adanya peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan suhu tubuh sapi sebesar 0,018 0C. Kelembaban memberikan pengaruh terhadap respon suhu tubuh pada ternak. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kelembaban memberikan respon suhu tubuh sapi yang lebih tinggi pada kandang bahan asbes. Hal ini dikarenakan, kelembaban di dalam kandang asbes lebih rendah dibandingkan dengan kandang rumbia dan genteng. Kelembaban relatif udara (RH) dipengaruhi oleh suhu udara namun tidak berlaku sebaliknya. Naiknya suhu udara akan menyebabkan defisit tekanan uap meningkat sehingga kapasitas udara dalam menampung uap air meningkat yang selanjutnya menyebabkan penurunan kelembaban relatif udara (Tjasyono, 2004). Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa yang dipengaruhi Intensitas Radiasi Matahari ditunjukkan pada Gambar 41 13, dengan persamaan garis regresi y = 31,30 + 0,015x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu tubuh sebesar 0,015 0C. r = 0,547 Gambar 13. Respon Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia. Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 34,91+0,006x. Artinya dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,006 0C. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa yang dipengaruhi Intensitas Radiasi Matahari ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 32,74+ 0,011x. Artinya dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,011 0C. Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu tubuh pada anak sapi bali ditunjukkan melalui garis regresi y = 29,26+0,020x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan respon suhu tubuh sebesar 0,020 0C. Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 33,59+0,009x. Artinya dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu tubuh sapi sebesar 0,009 0 C. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu tubuh anak sapi ditunjukan melalui persamaan garis regresi y = 32,50+0,12x. Artinya dengan adanya 42 peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu tubuh sapi sebesar 0,012 0C. Intensitas Radiasi yang menyebabkan perubahan suhu udara dalam kandang berpengaruh terhadap respon suhu tubuh pada ternak. Intensitas Radiasi Matahari memberikan pengaruh yang lebih rendah terhadap respon suhu tubuh pada bahan atap rumbia. Rendah nya nilai IRM pada bahan rumbia menyebabkan suhu lingkungan di dalam kandang lebih rendah sehingga suhu tubuh akan lebih rendah. Seekor ternak akan selalu menjaga stabilitas suhu tubuh dengan melakukan kontrol termoregulasi untuk menjaga keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas. Ternak merupakan hewan berdarah panas (homeoterm) yang berarti ternak akan berusaha mempertahankan suhu tubuh nya pada kisaran yang paling cocok untuk terjadinya aktivitas biologis yang optimum (Williamson, 1993). Perbedaan bahan atap kandang terbukti secara nyata mempengaruhi respon suhu tubuh sapi dewasa dan sapi anak. Perbedaan penerimaan panas dari setiap bahan atap menunjukkan adanya perbedaan penerimaan respon pada ternak. Kenaikan perubahan suhu tubuh yang sedikit pun akan berdampak pada proses metabolisme ternak. Lebih jauh, suhu tubuh menentukan produktivitas ternak. Perubahan suhu tubuh yang kecil sekalipun berefek pada jaringan dan fungsi neuroendokrin yang berimpilkasi pada pengurangan fertilitas, pertumbuhan dan kemampuan kerja. Sapi bali mempunyai kemampuan pengaturan suhu tubuh secara efesien pada kondisi lingkungan yang panas. Hal ini dikarenakan kemampuan memenuhi laju metabolisme yang lebih rendah, asupan pakan yang lebih rendah dan pertumbuhan yang lebih rendah (Finch, 1986). Pengaruh Lingkungan Mikroklimat terhadap Respon Fisiologis Sapi Bali Pengaruh lingkungan mikroklimat pada setiap bahan atap yang berbeda diketahui melalui Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU). Analisis Regresi Komponen Utama merupakan teknik analisis regresi yang dikombinasikan dengan teknik analisis komponen utama. Analisis ini digunakan pada penelitian yang melibatkan banyak variabel bebas dari sistem konkret serta diketahui bahwa terdapat saling ketergantungan atara variabel bebas tersebut. Model analisis regresi komponen 43 utama digunakan sebagai salah satu teknik analisis dalam mengkaji hubungan kausal antara banyak variable bebas yang saling berkorelasi (Gaspersz, 1995). Berdasarkan hasil analysis of Variance (ANOVA) pada atap rumbia maka terdapat perbedaan nyata antara denyut jantung dan respirasi sapi dewasa dan anak sapi (P<0,05), sehingga analisis regresi komponen utama pada denyut jantung dan respirasi harus dibedakan. Pada suhu tubuh tidak terdapat perbedaan secara nyata antara sapi dewasa dan anak sapi (P>0,05) sehingga persamaan analisis regresi komponen utama tidak dibedakan. Tabel persamaan analisis regresi komponen utama bahan atap rumbia disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Tabel Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada Atap Rumbia Variabel Persamaan regresi komponen utama Komponen Utama HR 1 HR = 88,29 + 0,021X1 – 0,006X2 + 0,161X3 + 0,003X4 X4 HR 2 HR = 69,37 + 0,111X1 – 0,033X2 + 0,855X3 + 0,021X4 X4 Tb 1.2 Tb = 35,14 + 0,028 X1 – 0,008 X2 + 0,216 X3 + 0,005 X4 X4 RR 1 RR = 21,93 + 0,090 X1 – 0,026 X2 + 0,693 X3 + 0,017X4 X4 RR 2 RR = 13,73 + 0,285 X1 – 0,085 X2 + 2,191 X3 + 0,052 X4 X4 Keterangan : HR 1= Denyut Jantung Sapi Dewasa, HR 2= Denyut Jantung Anak Sapi, Tb 1.2 = Suhu Tubuh Sapi Dewasa dan Anak Sapi, RR 1= Respirasi Sapi Dewasa , RR 2= Respirasi Anak Sapi. X1= Suhu Lingkungan (Ta), X2 = Kelembaban (RH), X3 = Kecepatan Angin, X4 = Intensitas Radiasi Matahari. Berbeda dengan atap rumbia, pada atap asbes denyut jantung (HR) dan suhu tubuh (Tb) tidak dibedakan antara sapi dewasa dan anak sapi (P<0,05), sehingga tidak dibedakan persamaan analisis regresi komponen utama nya. Respon Respirasi (RR) menunjukan perbedaan nyata antara sapi dewasa dan anak sapi (P<0,05) sehingga harus dibedakan persamaan analisis regresi komponen utama nya. Tabel persamaan analisis regresi komponen utama bahan atap asbes disajikan pada Tabel 8. 44 Tabel 8. Tabel Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada Atap Genteng Variabel Persamaan regresi komponen utama Komponen Utama HR 1.2 HR = 86,58 – 0,75 X1 + 0,057 X2 – 2,534 X3 – 0,028 X4 X4 Tb 1.2 Tb = 35,97 + 0,021 X1 – 0,007 X2 + 0,304 X3 + 0,003 X4 X4 RR 1 RR = 24,11 + 0,073X1 – 0,024X2 + 1,060 X3 + 0,012X4 X4 RR 2 RR = 18,26 + 0,132 X1 – 0,043 X2 + 1,909 X3 + 0,021 X4 X4 Keterangan : HR 1= Denyut Jantung Sapi Dewasa, HR 2= Denyut Jantung Anak Sapi, Tb 1.2 = Suhu Tubuh Sapi Dewasa dan Anak Sapi, RR 1= Respirasi Sapi Dewasa , RR 2= Respirasi Anak Sapi. X1= Suhu Lingkungan (Ta), X2 = Kelembaban (RH), X3 = Kecepatan Angin, X4 = Intensitas Radiasi Matahari. Bahan atap genteng memberi perbedaan persamaan regresi komponen utama. Pada atap genteng denyut jantung (HR) tidak dibedakan antara sapi dewasa dan anak sapi (P<0,05), sehingga tidak dibedakan persamaan analisis regresi komponen utama nya. Respon suhu tubuh (Tb) dan respirasi (RR) menunjukan perbedaan nyata antara sapi dewasa dan anak sapi (P<0,05) sehingga harus dibedakan persamaan analisis regresi komponen utama nya. Tabel persamaan analisis regresi komponen utama bahan atap asbes disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Tabel Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada Atap Asbes Variabel Persamaan regresi komponen utama Komponen Utama HR 1.2 HR = 85,80 –0,237X1 + 0,077 X2 – 3,782 X3 – 0,038 X4 X4 Tb 1 Tb = 36,96 + 0,010 X1 – 0,441 X2 + 0,153 X3 + 0,001 X4 X4 Tb 2 Tb = 36,35 + 0,016 X1 – 0,005 X2 + 0,258 X3 + 0,002 X4 X4 RR 1 RR = 24,053 + 0,127 X1 – 0,041 X2 + 2,079 X3 + 0,020 X4 X4 RR 2 RR = 16,61 + 0,190 X1 – 0,062 X2 + 3,035 X3 + 0,031 X4 X4 Keterangan : HR 1= Denyut Jantung Sapi Dewasa, HR 2= Denyut Jantung Anak Sapi, Tb 1.2 = Suhu Tubuh Sapi Dewasa dan Anak Sapi, RR 1= Respirasi Sapi Dewasa , RR 2= Respirasi Anak Sapi. X1= Suhu Lingkungan (Ta), X2 = Kelembaban (Rh), X3 = Kecepatan Angin, X4 = Intensitas Radiasi Matahari. Suhu permukaan kulit tidak dibedakan anatar sapi dewasa dan anak sapi. Bahan atap pun tidak dibedakan. Hasil analisis regresi komponen utama (ARKU) pada suhu permukaan kulit (mTs) ialah Mts = 22,08 + 0,132 X1 – 0,042 X2 + 1,416 X3 + 0,022 X4. Komponen utama dari persamaan regresi tersebut ialah X4 (Intensitas radiasi matahari). Berdasarkan hasil analisis regresi komponen utama 45 (ARKU) pada Tabel 7, 8 dan 9 serta mTs diketahui bahwa Intensitas Radiasi Matahari (X4) menjadi pembeda dalam setiap persamaan. Hal ini berlaku pada setiap bahan rumbia, asbes maupun genteng. Intensitas Radiasi Matahari merupakan komponen utama yang paling berpengaruh terhadap keleseluruhan respon fisiolgis pada sapi dewasa dan anak sapi. Matahari sebagai pusat pergerakan planet bumi, memancarkan radiasinya dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Matahari menyediakan semua energi yang diterima oleh bumi. Energi ini menyebabkan terjadinya proses fotosinteesis, pemanasan tanah, pemanasan udara, dan evaporasi. Energi matahari merupakan penyebab utama dari perubahan dan pergerakan dalam atmosfer sehingga dianggap sebagai pengendali iklim dan cuaca yang besar. Intensitas radiasi matahari (IRM) merupakan absorbsi energi matahari per cm2/menit (Kartasapoetra, 2004). Peningkatan radiasi matahari dipengaruhi oleh peningkatan suhu. Hal ini sesuai dengan tetapan radiasi matahari didefinisikan sebagai jumlah flux (aliran) radiasi matahari yang diterima atmosfer secara tegak lurus pada suatu bidang seluas 1 cm2 dalam satu menit. Hukum radiasi ini dibuat atas dasar suatu sifat benda hitam,black body yang bersifat mengabsorbsi semua radiasi elektromagnetik pada spectrum tertentu. Stefan Boltzman merumuskan sebuah hukum yang menyebutkan bahwa jika suatu benda hitam memancarkan kalor, maka intensitas pemancaran kalor tersebut sebanding dengan pangkat empat dari temperatur absolut (Kartasapoetra, 2004). Hukum tersebut menggambarkan bahwa intensitas radiasi matahari meningkat seiring dengan peningkatan suhu sehingga semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin besar pula intensitas radasi. Tinggi nya Intensitas Radiasi Matahai akan berpengaruh terhadap respon-respon fisiologis pada sapi seperti denyut jantung, respirasi, suhu tubuh dan suhu permukaan kulit. 46 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Lingkungan mikroklimat mempunyai pengaruh penting untuk kenyamanan ternak. Lingkungan yang baik akan memberi dampak positif terhadap produktivitas ternak. Hasil penelitian menunjukan adanya kecendrungan perbedaan lingkungan mikroklimat suhu (Tb), kelembaban relatif (RH), kecepatan angin (WS) dan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) dengan bahan atap yang berbeda (rumbia, genteng, dan asbes). Perbedaan lingkungan mikroklimat ini pun berpengaruh terhadap respon fisiologis denyut jantung (HR), frekuensi respirasi (RR), suhu permukaan kulit (mTs) dan suhu tubuh (Tb) sapi bali. Intensitas Radiasi Matahari (IRM) merupakan komponen pembeda dari keseluruhan variabel mikroklimat yang paling berpengaruh terhadap respon fisiologis sapi bali. Bahan atap yang dipilih hendaknya memiliki nilai konduktivitas yang rendah. Bahan atap rumbia merupakan salah satu bahan atap terbaik yang dapat digunakan. Nilai konduktivitas yang rendah menjadikan respon fisiologis sapi yang dipelihara dengan atap rumbia lebih rendah dibandingkan dengan bahan sapi yang dipelihara dengan atap genteng dan asbes. Saran Peningkatan produktivitas ternak merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu usaha peternakan. Manajemen pemeliharaan yang baik dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan mempunyai peranan penting dalam usaha peningkatan produktivitas ternak. Pemilihan bahan atap merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memberi kenyamanan pada ternak dalam kandang. Perbesaran ukuran kandang dengan meninggikan atap pun merupakan salah satu usaha untuk memanipulasi keadaan lingkungan mikro dalam kandang, sehingga aliran udara dan volume udara yang masuk ke dalam kandang lebih besar. 47 UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt atas semua nikmat yang telah diberikan hingga terselesaikannya skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya. Penulis ingin memberikan penghargaan tertinggi dalam bentuk ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada Ibunda Wiwi Mulyawati, dan Ayahanda Nana Mahdi, serta adik penulis Sindi Fathonah Halimah atas sebuah hangat nya kasih sayang keluarga serta dukungan yang tidak pernah surut. Ucapan terimakasih ditujukan pula Kepada ibu Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. sebagai pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan IPB, bapak Dr. Ir .Bagus Priyo Purwanto, M. Agr yang telah bersedia menjadi pembimbing utama dan bapak Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr sebagai pembimbing anggota atas bimbingan yang telah diberikan selama penyusunan proposal, penelitian, seminar, serta penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Ahmad Yani, S.Tp selaku penguji seminar sekaligus penguji sidang serta kepada bapak Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Rur.Sc selaku penguji sidang atas bantuan, kritikan, dan masukkannya pada saat seminar dan sidang. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada panitia seminar dan sidang ibu Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D, M.Si atas bantuan, kritikan, dan masukkannya hingga terselesainya skripsi ini. Kepada dosen-dosen yang telah memberi banyak bimbingan selama di Fakultas Peternakan, bapak Ir. Zulfikar Moesa, M.S., ibu Leli Komalasari S.Pt, ibu Ir. Niken Ulupi, M.Si. atas semua nasehat yang telah diberikan, serta kepada ibu Ir.Rini H. Mulyono, M.Si atas bantuan dalam pengolahan data. Ucapan terimakasih tak terhingga, penulis sampaikan kepada para peternak di Kelompok Ternak Bareng Kangen, Desa Pengadangan, Lombok Timur, keluarga besar bapak Nurahadi dan Lalu Suhlan Lombok Timur, atas bantuan selama penelitian berlangsung. Kepada teman-teman IPTP 43, sahabat terbaik penulis Baiq Tutik Yulian, Citra Ayu Furry dan Puput Yanita Senja, serta kepada semua pihak yang terlibat dalam kelancaran penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Bogor, Juni 2010 48 DAFTAR PUSTAKA Ames, D.R. & E. O. Ray. 1983. Environment manipulation to improve animal productivity. J.Agric.Sci. 57: 209-220. Amstrong, D.V. 1977. Heat stress interaction with shade and cooling. J. Dairy Sci. 77 : 2044-2050. BMKG Kabupaten Lombok.2010. Data Lingkungan Mikroklimat Kabupaten Lombok. BPPS Kabupaten Lombok. 2008. Kecamatan Pringgasela dalam Angka. Baxter. M. R. 1992. The space requirements of housed livestock. In. Farm Animal And The Environment. Edited by Clive Phillips and David Piggins. University Press, Cambridge. Beede, D.K. & R.J. Cooler. 1986. Potential nutritions for intensive managed cattle during thermal stress. J.Anim.Sci. 62 : 543. Cambell, N.A, Reece J.B. & Mitchell, L.G. 1974. Biology. Addison Wesley Longman, Inc. California. Charles, D.R. 1981. Practical ventilation and temperature control for poultry. In: J.A. Clark (Ed). Environmental Aspect of Housing for Animal Production. Butterworths, London. Cruze, E. & B. Hartzell. 1991. Minitab Reference Manual. PC version release 8. Statical software. Quickset Inc, Rosemont. Dantzer, R. & P. Mormede. 1983. Stress in farm animals: A need for reevaluation. J.Animal.Scence. 57: 6-18. Esmay, M.L. 1978. Principles Of Animal Environment. Tekxt Book Ed. AVI Publishing Company, Inc. Westport Connecticut. Finch, V.A. 1986. Body temperature in cattle :Its control and relevance to production in the tropics. J.Animal Science. 62: 531-542. Fradson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Keempat. Terjemahan. B. Srigandono dan Koen Praseno. Gajah Mada University Perss. Yogyakarta. Ganong, W.J. 1983. Review of Medical Psyiologi. 11st ed. Maruzen Asia Ed. Lange Medical Publication. Maruzen Asia. Gaspersz. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Volume II, Tarsito, Bandung. 49 Gatenby, R.M. 1986. Exponential relation between sweet rate and skin temperature in hot climates. J.Agric.Sci. 106: 175-83. Guntoro, S. 2002. Membudidayakan : Sapi Bali. Kanisisus, Yogyakarta Gordon, M.S. G. A. Bartholomew, A. D. Grinnell & C. B. J. F. N. White. 1972. Animal Physiology: Principles and Adaptations. 2nd Edition. Macmillan Publishing Co.,Inc. New York. Collier Macmillan Publisher. London. Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Jakarta Hann, G.L. 1999. Dynamic responses of cattle to thermal heat loads. J.Agri.Sci. (Camb). 77: 10-20. Hahn, G.L. 1985. Management and Housing of Farm Animal in Hot Environment. In Stress Physiology of Livestoct. Vol. 1. M. Yousef (Ed). CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. Hill. Richard W. Wyse Gordon A.1989. Animal Physiology. Sec Ed.Harpercollins Publisher Inc. Kadarsih, S. 2003. Perananan ukuran tubuh terhadap bobot badan sapi bali di provinsi Bengkulu. Jurnal Penelitian UNIB. Vol IX, No 1. 45-48. Kartasapoetra, A. G. 2004. Klimatologi. Bumi Aksara. Jakarta. Lakitan, B. 1994. Dasar Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mader, T.L., S. Davis and T.B.Brand. 2006. Environmental factors influencing heat stress in feedlot cattle. J.Animalc.Sci .84:712-719. Mattjik. A.A, dan S. Made I. 2006. Perancangan Percobaan. IPB Press. Bogor. Masudana, I.W. 1990. Perkembangan sapi bali di Bali dalam sepuluh tahun terakhir. Dalam. Proseding Seminar Nasional Sapi Bali. McLean, J.A. and D.T. Caltvert. 1972. Influence of air humidity on the partion of heat exchange of cattle. J. Agr. Sci. 78 : 303-307. McDowel, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climates. W.H. Freeman and Company, San Fransisco. Payne, W.J.A. 1990. An Introduction of Animal Husbandry in The Tropics. 4th ed. Tropical agriculture series. Longman Scientific and technical. Copublish in the united states with Jihn Wiley & Sons, Inc. New York. Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Penerbit ITB. Bandung. 50 Purwanto, B. P., M. Fujita, M. Nishibori & S. Yamamoto. 1991. Effect of environmental temperature and feed intake on plasma concentration of thyroid homones in dairy heifers. AJAS. 4: 293-298. Rastogi. S.C. 1984. Essential of Animal Physiology. Wiley Eastern Limited. India. Reksohadiprodjo. 1984. Penyakit-Penyakit Produksi Ternak. BPFE, Yogyakarta. Rosenberg, N.J. Blad. B.L. Verma S.B. 1930. Microclimate The Biological Environment. Jhon Wiiley & Sons, Inc. Canada. Santoso, A.B. 1996. Pengaruh lingkungan mikro terhadap respon fisiologis sapi dara peranakan Fries Holland. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sears dan Zemansky. 1985. Mekanika, Panas, Bunyi, Fisika untuk Universitas. Edisi I. (Terjemahan). Bina Cipta. Bandung. Sugeng, B. Y. 1998. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Sumarno, F. 1995. Pengaruh berbagai ketinggian atap kandang terhadap respon termoregulasi sapi dara peranakan Fries Holland. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Talib, C. 2002. Sapi bali di daerah sumber bibit dan peluang pengembangannya. Balai Penelitian Ternak. WARTAZOA 12: 100-106. Tyasyono, B. 2004. Klimatologi. Penerbit ITB. Webster, Jhon. 1984. Calf Husbandry, Health and Welfare. Westview Press, Inc. United State of America. Whates, C.M. 1981. Thermal influences on poultry. In : Environmental Aspects of Housing for Animal Production. J.A. Clark (Ed). Univ of Nothingham. Whate, C.M 1992. Ventilation. In : Farm Animals and The Environment. Phillips. C. (Ed). University Press, Cambridge. Williamson, G. dan W. J.A. Payne. 1993 Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Edisi Ketiga (Terjemahan) Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Yeates, N. T. M. 1965. Modern Aspect of Animal Production. Butterworths, London. 51 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Desa Penelitian 52 Lampiran 2. Gambar Penelitian Gambar 1. Kandang Bahan Atap Rumbia Gambar 2. Kandang Bahan Atap Genteng Gambar 3. Kandang Bahan Atap Asbes 53 Laampiran 3. Gambar Respon Deenyut Jantu ung (HR) Sapi S Bali D Dewasa terh hadap Perubahaan Suhu Liingkungan (Ta) pada Bahan Ataap Genteng g dan Asbes. r = -0,415 r = -0, 286 54 Laampiran 4. Gambar Respon Denyut D Janttung (HR) Anak Sappi Bali terh hadap Perubahhan Suhu Lingkungan n (Ta) paada Bahan Atap Rum mbia, Gentengg dan Asbes. r = 0,063 r = 0.031 r = -0,070 55 Laampiran 5. Gambar Respon Deenyut Jantu ung (HR) Sapi S Bali D Dewasa terh hadap Perubahaan Kelembabban (RH) pada Bahan Atap A Genteeng dan Asb bes. r = 0,473 r = 0,264 56 Laampiran 6. Gambar Respon Denyut D Janttung (HR) Anak Sappi Bali terh hadap Perubahhan Kelembbaban (RH)) pada Bahhan Atap R Rumbia, Genteng dan Asbbes. r = -0,114 4 r = 0,244 4 r = 0,164 57 Laampiran 7. Gambar Respon Deenyut Jantu ung (HR) Sapi S Bali D Dewasa terh hadap Perubahaan Intensitaas Radiasi Matahari (IRM) padda Bahan Atap Genteng dan Asbes r = -0,367 r = -0,281 58 Laampiran 8. Gambar Respon Denyut D Janttung (HR) Anak Sappi Bali terh hadap Perubahhan Intensittas Radiasii Matahari (IRM) paada Bahan Atap Rumbia,, Genteng dan d Asbes. G Gambar Respon Denyut Jantungg Anak Sap pi Bali p pada Bahan n Atap Rum mbia r = 0,031 Gaambar Resp pon Denyutt Jantung Anak A Sapi Bali paada Bahan Atap A Genteng r = 0,070 G Gambar Reespon Deny yut Jantung Anak Sap pi Bali pada Bah han Atap Asbes A r = - 0,104 59 Laampiran 9. Gambar Respon R Resppirasi (RR) Sapi Bali Dewasa D terhhadap Perub bahan Suhu Linggkungan (Taa) pada Bah han Atap Ruumbia dan G Genteng. r = 0,5570 r = 0,360 60 Laampiran 100. Gambar Respon Respirasi (RR R) Anak Sappi Bali terhaadap Perub bahan Suhu Linngkungan (T Ta) pada Baahan Atap Rumbia,Gen R nteng, Asbees. r = 0,544 r = 0,480 r = 0,483 61 Laampiran 11. Gambbar Responn Respirasii (RR) Sappi Bali D Dewasa terh hadap Perubbahan Keleembaban (R RH) pada Bahan Ataap Genteng g dan Asbess. r = -0,360 r = -0,173 62 Laampiran 12. Gambar Respon R Resppirasi (RR) Anak Sapi Bali terhaddap Perubah han Kelembabban (RH) pada p Bahan Atap Rumbbia, Gentengg dan Asbess. r = -0,584 r = -0,446 r = -0,483 63 Laampiran 133. Gambbar Responn Respirasii (RR) Sappi Bali D Dewasa terh hadap Perubbahan Intennsitas Radiaasi Mataharri (IRM) paada Bahan Atap Genteeng dan Asbbes. r = 0,1 173 r = 0,4 492 64 Laampiran 144. Gambar Respon Respirasi (RR R) Anak Sappi Bali terhaadap Perub bahan Intensitass Radiasi Matahari (IRM) paada Bahan Atap Rum mbia, Genteng dan Asbes. r = 0,425 r = 0,480 r = 0,471 65 Laampiran 155. Gambarr Suhu Perm mukaan Ku ulit (mTs) Sapi S Bali D Dewasa terh hadap Perubahhan Suhu Lingkungan L n (Ta) padaa Bahan Attap Genteng g dan Asbes. r = 0,700 r= =0,664 66 Laampiran 166. Gambarr Suhu Perrmukaan Kulit K (mTs) Anak Sappi Bali terh hadap Perubahhan Suhu Lingkungaan (Ta) pada p Bahann Atap Rum mbia, Gentenng, Asbes. r = 0,750 r = 0,692 r = 0,699 67 Laampiran 177. Gambarr Suhu Perm mukaan Ku ulit (mTs) Sapi S Bali D Dewasa terh hadap Perubahhan Kelem mbaban (RH)) pada Bahan Atap Geenteng dan asbes. a r = -0,577 r = -0,595 68 Laampiran 188. Gambarr Suhu Perrmukaan Kulit K (mTs) Anak Sappi Bali terh hadap Perubahhan Kelem mbaban (RH H) pada Baahan Atap R Rumbia,Gen nteng, Asbes. r = -0,6636 r = -0,5590 R = -0,572 69 Laampiran 199. Gambarr Suhu Perm mukaan Ku ulit (mTs) Sapi S Bali D Dewasa terh hadap Perubahhan Intensitas Radiassi Mataharii (IRM) paada Bahan Atap Gentengg dan Asbes. r = 0,679 r = 0,637 70 Laampiran 200. Gambarr Suhu Perrmukaan Kulit K Anak (mTs) Sappi Bali terh hadap Perubahhan Intenssitas Radiaasi Mataharri (IRM) paada Bahan Atap Rumbiaa, Genteng, Asbes. r = 0,742 r = 0,697 r = 0,675 71 Laampiran 211. Gambarr Suhu Tubbuh (Tb) Sapi S Bali Dewasa D terhhadap Perub bahan Suhu Lingkungan L (Ta) pada Bahan B Atapp Genteng ddan Asbes. r = 0,414 r = 0,633 72 Laampiran 222. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Anaak Sapi Balii terhadap P Perubahan Suhu Lingkunngan (Ta) pada p Bahan Atap Rumbbia, Gentengg, Asbes. r = 0,626 r = 0,507 r = 0,632 73 Laampiran 233. Gambarr Suhu Tubbuh (Tb) Sapi S Bali Dewasa D terhhadap Perub bahan Kelembbaban (RH) pada Bahaan Atap Rum mbia dan G Genteng. r = -0,387 r = -0,134 74 Laampiran 244. Gambaar Suhu Tuubuh (Tb) Anak Sapii Bali terhhadap Perub bahan Kelembbaban (RH) pada Bahaan Atap Rum mbia, Genteeng, Asbes. r = -0,363 r = -0,270 r = -0,406 75 Laampiran 255. Gambarr Suhu Tubbuh (Tb) Sapi S Bali Dewasa D terhhadap Perub bahan Intensittas Radiasi Matahari (IRM) ( padaa Bahan Attap Genteng g dan Asbes. r = 0,386 r = 0,550 76 Laampiran 266. Gambaar Suhu Tuubuh (Tb) Anak Sapii Bali terhhadap Perub bahan Intensiitas Radiasi Matahari (IRM M) pada Bahan Atap Rumbiia,Genteng dan Asbes. r = 0,600 r = 0,485 r = 0,572 77 Lampiran 27. Data Pengukuran Suhu (Ta) pada Kandang Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (0C). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 25,7 22,9 23,2 24,2 22,3 24,0 22,8 24,2 22,7 25,0 26,2 27,1 26,7 25,9 24,3 31,2 27,0 32,2 31,0 28,7 28,7 28,7 29,0 25,0 33,9 34,3 33,5 32,6 32,3 33,6 24,5 24,9 25,0 27,1 25,2 25,3 24,1 26,6 27,1 30,1 29,3 28,7 28,4 25,8 26,4 Genteng 23,2 22,2 23,3 24,4 23,8 23,7 23,0 23,4 22,5 24,7 26,7 27,3 26,9 26,9 24,9 32,2 28,6 32,0 31,8 29,3 28,9 28,9 28,1 29,6 33,7 34,9 33,8 33,3 32,9 34,4 24,1 24,8 23,3 27,0 25,9 25,2 24,8 26,4 27,0 30,1 29,6 28,4 28,5 25,7 26,1 Asbes 23,6 23,0 22,5 23,5 22,4 24,7 22,4 25,2 22,3 25,6 25,7 26,9 26,3 26,2 23,7 32,8 29,2 32,0 32,5 30,6 27,0 32,3 30,0 29,8 36,2 35,6 34,1 34,3 33,0 35,0 24,0 25,2 25,0 26,3 25,3 25,0 23,9 26,2 26,9 30,4 29,1 28,5 28,2 25,9 26,2 78 Lampiran 28. Data Pengukuran Kelembaban (RH) pada Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes (%). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 68,8 95,4 90,3 91,3 97,6 87,9 92,4 92,8 94,7 87,7 82,9 95,3 83,9 81,8 85,1 64,6 87,9 67,4 75,2 72,5 84,9 81,4 82,2 89,6 70,9 61,5 65,7 69,6 68,8 63,0 91,0 94,8 99,5 92,3 97,2 93,5 93,8 88,9 94,5 91,6 91,8 85,8 87,2 92,8 89,5 Genteng 86,9 99,1 93,1 91,5 90,4 88,8 90,7 95,6 95,2 89,9 84,6 91,3 83,5 80,6 86,2 60,7 85,1 73,5 75,8 78,3 80,5 82,9 88,9 87,9 69,9 61,0 67,2 70,4 67,4 63,5 94,4 95,2 97,0 92,8 96,0 93,0 99,3 94,8 93,3 91,6 90,9 89,4 91,2 92,0 94,6 Asbes 83,5 94,5 93,5 95,9 99,0 86,8 96,1 93,0 95,8 84,9 85,6 93,6 85,2 82,4 89,3 59,2 87,0 73,7 70,5 76,7 92,0 75,7 80,5 80,7 61,5 58,2 67,8 64,5 64,7 64,6 93,8 98,2 99,0 99,7 99,1 93,1 97,3 95,1 94,7 90,5 90,6 90,4 89,2 94,4 94,1 79 Lampiran 29. Data Pengukuran Kecepatan Angin (WS) pada Kandang Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (m/s). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,9 0,8 1,2 0 0,3 0 0 0,6 0 0,7 0 0 0,3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Genteng 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,8 0 0 0,4 0,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Asbes 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,1 0 0 0,8 0 0,6 0 0 0 0 0 0 0 0,5 0 0,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 80 Lampiran 30. Data Pengukuran Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Kandang Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kkal/m2/jam). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 381,261 371,094 361,132 371,094 363,604 366,088 361,132 366,088 363,604 378,700 373,616 378,700 381,261 376,152 363,604 402,219 396,900 407,590 404,898 402,219 402,219 407,590 404,898 396,900 415,749 415,749 415,749 418,495 413,016 415,749 371,094 376,152 376,152 386,421 376,152 376,152 371,094 381,261 386,421 394,261 394,261 394,261 391,634 376,152 378,700 Genteng 371,094 371,094 371,094 371,094 366,088 361,132 361,132 366,090 361,132 376,152 373,616 376,152 373,616 378,700 366,088 429,617 402,219 414,107 415,749 415,749 396,900 418,495 410,300 391,634 440,960 429,617 424,029 424,029 413,016 413,016 371,094 378,700 378,700 386,421 371,094 376,152 366,090 389,020 386,421 394,261 394,261 391,634 394,261 376,152 373,616 Asbes 381,261 371,094 361,132 366,088 366,088 361,132 356,228 410,296 356,228 371,094 366,088 371,094 373,616 373,616 376,152 418,495 394,261 424,029 413,016 407,590 398,490 421,255 404,898 407,590 429,617 440,960 432,432 440,960 424,029 429,617 366,088 371,094 371,094 383,834 376,152 371,094 366,088 376,152 381,261 387,980 386,421 386,421 386,421 376,152 373,616 81 Lampiran 31. Pengukuran Respon Denyut Jantung (Hr) Sapi Dewasa pada Kandang Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kali). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 92,44 97,56 81,88 82,79 82,83 89,95 72,90 89,15 78,87 87,29 98,14 82,26 81,81 77,12 92,92 102,73 90,40 90,09 107,60 90,22 93,40 69,31 85,75 74,59 88,45 94,09 86,24 71,88 91,23 84,42 105,44 100,33 94,93 100,16 91,83 92,92 88,06 105,69 94,04 103,62 100,39 91,83 84,70 95,69 88,10 Genteng 93,21 87,50 90,00 87,80 83,83 79,75 89,41 89,64 77,98 68,07 81,66 61,87 67,11 76,72 69,68 76,89 75,32 69,39 64,49 83,56 79,61 73,28 84,07 79,26 67,23 75,88 85,14 78,26 69,31 83,14 96,15 82,79 87,71 89,37 90,45 91,83 86,78 88,58 83,48 93,21 78,70 96,05 84,07 89,82 82,41 Asbes 99,66 76,27 79,15 93,99 75,00 64,05 66,17 60,32 66,74 57,65 66,15 68,83 67,82 66,49 72,00 85,76 71,57 74,25 84,11 74,81 73,92 65,19 55,55 50,93 81,55 55,67 69,25 60,50 66,98 65,88 97,19 82,60 93,60 91,88 76,89 75,913 96,30 62,82 59,48 67,13 73,08 83,25 73,14 73,49 76,07 82 Lampiran 32. Pengukuran Respon Denyut Jantung (Hr) Anak Sapi pada Kandang Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kali). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 115,38 94,93 79,15 71,25 60,56 66,61 70,92 72,87 69,82 63,13 79,89 67,16 65,33 62,87 69,09 102,27 74,87 76,79 90,58 68,99 72,75 63,60 81,81 70,23 92,59 66,27 79,89 62,19 73,28 78,67 103,50 82,49 75,75 92,49 77,85 79,08 77,92 88,45 80,86 73,34 87,08 74,38 79,29 90,13 81,11 Genteng 89,95 76,30 71,03 75,66 91,46 71,34 74,90 72,37 73,55 91,13 84,8 96,56 80,97 81,59 84,74 86,08 90,95 74,53 88,06 69,82 73,46 77,98 103,74 79,50 74,93 88,40 80,39 80,78 83,83 88,88 93,50 93,02 80,17 97,98 107,97 77,45 106,44 93,75 96,51 101,40 103,98 80,24 86,70 109,02 89,46 Asbes 95,49 75,85 71,71 91,46 61,01 74,34 64,74 72,55 60,36 62,26 67,31 76,10 72,55 85,71 64,28 81,78 73,46 66,64 69,82 61,39 79,01 62,13 62,50 51,25 76,85 73,95 78,74 79,84 88,23 80,17 119,34 77,31 80,42 107,97 87,16 73,46 94,73 93,94 78,39 88,45 91,83 79,22 85,71 81,92 64,79 83 Lampiran 33. Pengukuran Respon Respirasi (RR) Sapi Dewasa pada Kandang Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kali). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 22,48 24,03 24,27 26,66 24,53 28,40 24,81 21,87 28,53 33,63 33,63 35,23 28,99 28,26 28,38 39,47 28,70 25,97 32,55 28,57 31,34 28,38 29,46 22,04 28,65 39,97 36,87 27,43 31,21 33,93 27,27 24,00 23,44 22,75 34,54 28,369 26,59 26,46 27,54 31,56 39,7 28,87 30,56 26,97 26,77 Genteng 24,83 29,91 27,73 29,73 32,87 27,67 30,99 26,92 33,18 30,47 27,58 30,73 28,35 27,42 29,21 41,72 35,54 30,18 30,91 31,94 31,31 39,13 47,77 35,27 30,39 36,21 42,10 27,98 33,35 32,17 33,11 30,56 32,94 34,22 32,29 29,33 29,80 39,19 29,65 30,56 30,37 32,00 34.28 29.41 32.59 Asbes 35,62 27,27 29,54 32,87 23,61 27,42 24,08 26,99 28,16 30,80 36,05 25,31 26,74 23,30 28,69 38,93 28,30 32,08 31,94 23,72 24,14 27,19 28,02 36,31 25,78 32,71 35,88 27,43 26,12 23,64 28,70 28,16 25,03 32,29 23,25 25,35 30,27 31,47 25,99 30,86 30,80 30,92 28,71 26,82 28,57 84 Lampiran 34. Pengukuran Respon Respirasi (RR) Anak Sapi pada Kandang Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kali). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 29,71 22,14 30,24 19,57 18,70 21,89 18,69 21,06 24,84 18,92 23,56 29,68 24,81 28,23 23,64 49,62 21,73 22,58 26,70 21,02 26,77 23,97 29,45 20,13 29,48 28,61 36,60 24,71 31,21 33,80 28,79 27,03 20,54 21,11 21,55 23,52 22,01 25,64 21,40 23,47 24,29 29,89 29,58 26,38 24,24 Genteng 26,12 27,54 27,39 17,69 23,45 23,05 30,99 26,04 27,95 22,30 27,51 36,14 27,90 25,48 32,87 40,84 30,00 27,58 30,62 32,20 20,97 38,86 29,45 30,61 26,79 29,62 42,62 32,08 28,11 35,44 26,90 32,89 23,21 25,45 22,78 23,46 29,80 27,78 27,82 32,37 27,39 28,91 26,51 28,34 30,51 Asbes 33,16 28,57 24,48 23,46 22,22 23,81 21,99 25,53 26,09 28,72 26,37 29,18 23,75 28,02 20,91 28,79 27,77 28,59 32,20 27,12 25,63 20,42 27,90 28,51 27,29 30,84 35,88 27,73 30,76 30,33 28,70 23,18 20,69 22,78 28,39 25,63 23,66 26,80 21,73 26,44 25,53 32,43 30,89 22,74 23,16 85 Lampiran 35. Pengukuran Respon Suhu Permukaan Tubuh (mTs) Sapi Dewasa pada Kandang Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (0C). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 30,66 29,01 27,05 26,78 27,03 27,82 24,85 27,12 25,85 25,46 27,99 26,79 29,86 27,71 27,55 34,80 31,58 31,58 32,67 32,45 31,53 30,21 28,77 27,66 32,47 31,26 33,94 33,15 32,18 29,72 32,03 29,84 30,31 31,40 30,06 27,28 27,46 27,22 26,46 30,64 31,36 30,86 33,44 29,67 28,11 Genteng 30,10 30,23 29,66 29,63 29,98 29,55 29,61 29,46 26,70 26,45 29,71 29,71 30,13 30,89 29,56 34,29 31,86 32,77 32,52 33,46 30,75 30,73 31,55 30,77 30,75 32,26 32,53 33,06 33,07 32,06 30,74 30,13 29,52 30,82 33,01 28,88 29,00 30,87 28,70 31,50 31,84 33,06 32,54 31,68 30,91 Asbes 32,62 31,22 29,76 30,33 27,75 27,87 28,15 26,94 25,84 26,79 26,19 28,94 30,78 31,18 29,62 34,87 33,45 33,92 33,16 34,07 29,46 30,90 30,83 28,84 32,18 33,69 33,75 32,87 33,50 31,87 29,95 30,578 28,70 33,45 30,33 29,28 27,69 29,86 26,92 31,89 31,63 31,72 33,12 31,11 30,30 86 Lampiran 36. Pengukuran Respon Suhu Permukaan Tubuh (mTs) Anak Sapi pada Kandang Bahan Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (0C). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 32,61 28,08 27,84 27,33 27,85 27,93 24,59 28,21 25,28 25,05 27,98 27,32 29,62 29,61 26,74 32,94 30,74 31,92 34,63 32,64 31,01 29,59 31,67 27,48 31,41 32,57 33,35 32,39 32,96 29,73 27,74 27,24 29,90 34,08 28,36 28,71 25,61 29,18 28,58 30,24 31,11 30,82 31,97 29,65 30,93 Genteng 31,52 29,80 28,31 27,89 29,45 28,43 27,67 27,70 28,22 27,77 27,13 29,86 30,35 30,53 28,15 33,06 32,14 32,90 31,93 33,43 29,79 31,32 29,89 30,51 29,64 32,60 32,89 33,26 33,16 32,08 30,38 29,66 30,19 33,47 31,39 27,96 28,30 29,73 28,93 31,42 29,85 31,09 32,21 30,69 30,32 Asbes 29,69 31,17 27,71 29,45 28,47 28,23 27,03 28,14 26,26 24,72 27,88 28,01 30,33 30,88 27,41 34,28 34,09 33,57 33,43 33,11 31,83 32,53 30,80 27,13 30,27 34,11 33,58 33,96 33,75 31,83 31,58 28,02 27,93 31,39 29,80 29,36 28,52 29,99 28,49 32,68 31,89 32,78 33,74 31,02 29,24 87 Lampiran 37. Pengukuran Respon Suhu Tubuh (Tb) Sapi Dewasa pada Kandang Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (0C). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 37,31 37,01 36,81 36,86 36,55 36,57 36,41 36,6 36,38 36,07 36,85 36,60 37,03 36,81 36,79 38,15 37,35 37,70 37,51 37,74 37,35 37,08 36,88 36,63 37,57 37,40 37,94 37,57 37,61 37,18 37,93 37,71 37,69 37,93 37,57 36,93 37,12 37,07 37,24 37,40 37,67 37,34 37,87 37,26 37,04 Genteng 37,06 37,17 37,00 37,51 37,05 37,50 37,25 37,32 36,93 36,72 37,26 37,01 37,07 37,43 37,16 37,99 37,22 37,78 37,66 38,13 37,67 37,49 37,78 37,50 37,32 37,71 37,66 37,82 37,73 37,85 36,95 37,21 37,47 38,30 37,09 36,95 36,64 36,94 36,96 37,83 37,88 37,63 37,92 37,72 37,61 Asbes 36,98 37,13 37,54 37,09 36,65 36,66 36,36 36,62 36,04 36,51 36,51 37,24 36,98 37,21 37,08 37,73 37,62 37,86 38,09 37,96 37,24 37,09 37,34 36,71 37,87 37,74 38,03 37,54 37,54 37,31 37,67 37,93 37,84 37,59 38,24 37,66 37,68 37,90 37,38 38,12 38,08 38,25 38,26 37,89 37,95 88 Lampiran 38. Pengukuran Respon Suhu Tubuh (Tb) Sapi Dewasa pada Kandang Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (0C). Waktu 06.00 12.00 18.00 Tanggal 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 17-02-2010 18-02-2010 19-02-2010 20-02-2010 21-02-2010 22-02-2010 23-02-2010 24-02-2010 25-02-2010 26-02-2010 27-02-2010 28-02-2010 01-03-2010 02-03-2010 03-03-2010 Rumbia 37,84 36,69 37,09 37,02 36,83 37,02 35,86 36,97 35,70 36,18 37,02 36,93 37,08 37,08 36,68 37,46 37,67 37,83 38,21 37,76 37,62 37,33 37,54 36,69 37,76 37,75 38,29 37,64 37,72 37,35 36,82 37,01 38,15 38,48 37,60 37,04 37,12 37,79 37,62 37,77 37,98 38,02 38,10 37,26 37,95 Genteng 37,09 37,11 37,07 36,58 37,49 36,74 36,81 36,98 36,88 36,82 36,61 37,29 37,36 37,29 37,05 37,73 37,26 37,88 37,58 38,04 37,19 37,58 37,29 37,03 37,34 37,58 37,80 37,93 37,92 37,96 37,27 37,86 37,93 38,39 37,63 36,85 37,58 37,35 37,16 38,02 37,97 37,63 37,96 38,00 37,69 Asbes 37,18 36,95 37,07 37,49 36,75 36,63 36,55 36,96 36,27 36,39 36,84 36,94 37,09 37,51 36,60 37,65 37,62 37,89 38,04 37,65 37,48 37,75 37,16 37,25 37,34 37,88 38,07 37,86 38,00 37,65 37,18 37,46 36,84 37,76 37,37 37,30 37,53 36,87 37,27 38,28 38,00 38,04 38,69 37,79 36,77 89