pengaruh lingkungan mikroklimat terhadap respon

advertisement
PENGARUH LINGKUNGAN MIKROKLIMAT TERHADAP
RESPON FISIOLOGIS SAPI BALI PADA BAHAN ATAP
KANDANG YANG BERBEDA
SKRIPSI
WINDI AL ZAHRA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010 RINGKASAN
Windi Al Zahra. D14060085. 2010. Pengaruh Lingkungan Mikroklimat terhadap
Respon Fisiologis Sapi Bali pada Bahan Atap Kandang yang Berbeda. Skripsi.
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr
Pembimbing Anggota : Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh 40% faktor genetik dan 60% faktor
lingkungan. Pemilihan bibit unggul yang baik serta didukung dengan pengendalian
lingkungan yang baik akan menghasilkan produktivitas ternak yang diharapkan.
Manajemen lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian lingkungan
mikroklimat. Lingkungan mikroklimat dalam kandang mempunyai peranan penting
terhadap respon fisiologis ternak. Atap sebagai bagian dari sistem manajemen
kandang mempunyai peranan penting terhadap respon fisiologis ternak. Hal ini
dikarenakan atap merupakan pelindung utama terhadap cekaman lingkungan
eksternal seperti radiasi sinar matahari. Bahan atap yang berbeda pada setiap
peternakan rakyat akan memberikan respon fisiologis yang berbeda pula pada sapi.
Bahan atap yang biasa digunakan di peternakan rakyat diantaranya rumbia, genteng
dan asbes.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengukuran lingkungan
mikroklimat kandang dengan bahan atap yang berbeda. Mengetahui pula responrespon fisiologis yang ditimbulkan dari sapi bali karena adanya perbedaan bahan atap
tersebut. Tujuan lain ialah untuk mengetahui serta mengkaji hubungan sebab akibat
dari lingkungan mikroklimat terhadap respon fisiologis sapi bali.
Penelitian ini dilakukan di Kelompok Peternak Rakyat Bareng Kangen, Desa
Pengadangan, Kabupaten Lombok Timur, Nusat Tenggara Barat (NTB). Pelaksanaan
penelitian ini dilakukan selama dua bulan dari Febuari sampai dengan Maret 2010.
Sapi bali yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak enam ekor yang dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu sapi dewasa dengan bobot 280-330 kg dan anak sapi
dengan bobot 110-180 kg. Parameter lingkungan mikroklimat yang diukur ialah suhu
(Ta), kelembaban (RH), kecepatan angin (w/s) dan Intensitas Radiasi Matahari
(IRM). Parameter fisiologis ternak yang diukur ialah denyut jantung (HR), frekuensi
pernafasan (RR), suhu permukaan kulit (mTs) dan suhu tubuh (Tb). Pengambilan
data di lapangan dilakukan selama 15 hari pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WITA.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat kecendrungan perbedaan data
pengukuran lingkungan mikroklimat di dalam kandang dengan bahan atap yang
berbeda. Hasil pengujian t-student menunjukan bahwa terdapat perbedaan secara
nyata (P<0,05) antara respon fisiologis pada setiap sapi yang dikandangkan dengan
bahan atap kandang berbeda. Suhu lingkungan pada bahan asbes dan genteng
memberikan pengaruh denyut jantung yang lebih tinggi. Kelembaban udara pada
atap rumbia memberikan pengaruh respon denyut jantung yang lebih besar. Suhu
lingkungan memberikan pengaruh respon respirasi tertinggi pada sapi bali yang
dikandangkan dengan bahan atap asbes. Kelembaban pada bahan atap rumbia
memberikan pengaruh respon respirasi yang lebih tinggi. Suhu lingkungan
memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap suhu permukaan kulit sapi yang
i
dikandangkan dengan bahan atap asbes dan genteng. Kelembaban bahan atap rumbia
memberikan pengaruh paling besar terhadap suhu permukaan kulit. Suhu lingkungan
memberikan pengaruh yang lebih rendah terhadap suhu tubuh sapi yang
dikandangkan dengan bahan atap rumbia. Kelembaban memberikan respon suhu
tubuh sapi yang lebih tinggi pada kandang bahan asbes. Intensitas Radiasi Matahari
memberikan pengaruh yang lebih rendah terhadap respon suhu tubuh pada bahan
atap rumbia. Hasil analisis regersi komponen utama menunjukkan bahwa Intensitas
Radiasi Matahari (IRM) merupakan komponen utama yang paling mempengaruhi
repon fisiologis ternak.
Kata-kata kunci : Lingkungan mikroklimat, respon fisiologis, sapi bali, bahan atap.
ii
ABSTRACT
The Effect of Microclimate on Physiological Responses of Bali Cattle under
Differening Roof Material
Al Zahra, W., B. P. Purwanto, dan S. Jayadi
The objectives of these research were carried out to observed the effect of
microclimate environment on physiological responses of bali cattle with different
roof material (rumbia, genteng and asbes). Six bali cattles were used and grouped
into two groups, i.e mature and calf groups. Measured microclimate parameters were
ambient temperature (Ta), relative humidity (RH), windspeed (w/s) and intensity of
solar radiation (IRM). Physiological responses were measured hearth rate (HR),
respiration rate (RR), surface temperate (mTs) and body temperate (Tb). Data
measured at 06.00, 12.00 and 18.00 WITA for 15 days period. Data analyzed by
using t-student. The result showed different measurement environmental condition
among roof material. The ambient temperature under asbes and genteng materials
influenced higher heart rate than rumbia material. Humidity under rumbia material
influenced higher heart rate than asbes and genteng materials. The ambient
temperature influenced higher under asbes material to respiratory rate than rumbia
and genteng. Humidity under rumbia material influenced higher to cattle respiration
than asbes and genteng materials. The ambient temperature under asbes and genteng
influenced higher skin surface temperature than rumbia material. Humidity under
rumbia material influenced higher skin surface temperature than asbes and genteng
materials. The ambient temperature under rumbia material influenced the lowest
body temperature. Humidity under asbes material influenced higher body
temperature than rumbia and genteng. Intensity of solar radiation influenced the
lowest impact to body temperature under rumbia material. The analysis of main
regression component (ARKU) showed that intensity of solar radiation as the main
component influenced of physiological responses of bali cattle.
Keywords : Environment, microclimate, physiological responses, bali cattle, roof
materials
PENGARUH LINGKUNGAN MIKROKLIMAT TERHADAP
RESPON FISIOLOGIS SAPI BALI PADA BAHAN
ATAP KANDANG YANG BERBEDA
WINDI AL ZAHRA
D14060085
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010 Judul
: Pengaruh Lingkungan Mikroklimat terhadap Respon Fisiologis Sapi
Bali pada Bahan Atap Kandang yang Berbeda
Nama
: Windi Al Zahra
NIM
: D14060085
Menyetujui,
Pembimbing Utama
(Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr)
NIP: 19600503 198503 1 003
Pembimbing Anggota
(Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr.)
NIP: 19660226 199003 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)
NIP: 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 25 Juni 2010
Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Febuari 1989 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Nana Mahdi dan
Ibu Wiwi Mulyawati. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada tahun 2000
di SD Al-Ghazali Bogor, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada
tahun 2003 di SMP Negeri 9 Bogor, dan pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 9 Bogor. Penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk) dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun
2007.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di berbagai organisasi
diantaranya Uni Konservasi Fauna (UKF) 2006–2007, Reporter Koran Kampus IPB
(2007-2009), Pengurus Wilayah Forum Mahasiswa Tanggap Flu Burung (FMITFB)
2007-2009, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi BEM Fapet IPB (2007-2008),
Ketua Bidang Public Relation BEM Fapet IPB (2008-2009), serta Staf Bidang
Kaderisasi Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) 2008-2010.
Penulis juga aktif mengikuti pelatihan dan seminar diantaranya Pelatihan
Kewiarusahaan Go Entrepreneur Perum Pegadaian (2010), Pelatihan Kewirausahaan
Building Entrepreneur Student Program (BEST) Fapet IPB pada tahun 2010,
Training Dare To Be A Leader di Medan tahun 2009, Literary Journalism Workshop,
Media dan Pers Online pada tahun 2008, serta Seminar Internasional Thematic Post
Harvest Science and Technology Toward Future Food Trends tahun 2009.
Penulis pernah mendapatkan penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi
Fakultas Peternakan tahun 2009, menjadi wakil IPB dalam ajang Eco-Mind
PT Bayer tahun 2009, Juara I Lomba Business Plan Kewirausahaan In Action
Fakultas Peternakan IPB tahun 2009, Juara 2 Lomba Debat Bahasa Inggris Kajian Al
Qur’an Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) IV IPB tahun 2009, Juara 3 Lomba
Karya Tulis Tingkat Nasional Temu Ilmiah Mahasiswa Peternakan UIN SUSKA
RIAU tahun 2009. Penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa dari PT Djarum
pada tahun 2008-2009 serta Beasiswa PT Indosat tahun 2009-2010.
KATA PENGANTAR
Sapi bali merupakan ternak asli Indonesia, namun produktivitas sapi bali
belum tercapai secara maksimal. Hal ini dapat dilihat dari bobot badan sapi bali yang
relatif masih relatif kecil bila dibandingkan dengan sapi potong lainnya. Usaha
pengendalian manajemen lingkungan peternakan sapi bali diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas sapi bali. Hal ini dapat dilakukan dengan pengendalian
lingkungan mikroklimat di dalam kandang.
Skripsi dengan judul Pengaruh Lingkungan Mikroklimat terhadap Respon
Fisiologis Sapi Bali pada Bahan Atap Kandang yang Berbeda disusun atas dasar
sebuah harapan untuk peningkatan produktivitas sapi bali melalui perbaikan
manajemen lingkungan. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk melakukan
pengukuran lingkungan mikroklimat kandang dengan bahan atap yang berbeda,
mengetahui pula respon-respon fisiologis yang ditimbulkan dari sapi bali karena
adanya perbedaan bahan atap kandang, tujuan lain ialah untuk mengetahui serta
mengkaji hubungan sebab akibat dari lingkungan mikroklimat terhadap respon
fisiologis sapi bali.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Sebuah kritik, saran dan masukan yang bersifat konstruktif sangat
diharapkan penulis untuk menyempurnakan penulisan skripisi ini. Semoga apa yang
tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................
i
ABSTRACT................................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN........................................................................
iv LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
v
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................
vi KATA PENGANTAR ................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL.......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
xii
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan .............................................................................................
1
2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
3
Lingkungan Mikroklimat ................................................................
Pengaruh Lingkungan Ternak terhadap Respon
Fisiologis Sapi ................................................................
Termoregulasi Sapi terhadap Perubahan Lingkungan ........
3
4
5
Unsur Cuaca....................................................................................
Suhu ....................................................................................
Kelembaban ........................................................................
Kecepatan Angin.................................................................
Intensitas Radiasi Matahari .................................................
6
6
7
8
8
Sapi Bali ........................................................................................
9
Manajemen Kandang Sapi ............................................................
Konstruksi Kandang ...........................................................
Atap Kandang .....................................................................
Ventilasi ..............................................................................
Dinding ...............................................................................
Lantai Kandang ...................................................................
11
11
11
12
12
12
MATERI DAN METODE ..........................................................................
14
Lokasi dan Waktu ...............................................................
Materi ..................................................................................
Prosedur ..............................................................................
Rancangan dan Analisis Data .............................................
14
14
14
17
viii
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
18
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ...................................................
Pengukuran Lingkungan Mikroklimat ............................................
Pengukuran Respon Fisiologis Sapi bali pada Bahan
Atap yang Berbeda..................................................................
Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Respon
Fisiologis Sapi bali ..................................................................
Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap
Denyut Jantung Sapi ...........................................................
Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Respirasi Sapi .....
Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Suhu
Permukaan Kulit Sapi .....................................................
Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Suhu Tubuh .........
Pengaruh Lingkungan Mikroklimat terhadap Respon Fisiologis
Sapi bali .................................................................................
KESIMPULAN...........................................................................................
18
20
Kesimpulan .....................................................................................
Saran ...............................................................................................
47
47
UCAPAN TERIMAKASIH .......................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
49
LAMPIRAN................................................................................................
51
23
25
25
29
34
39
43
47
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
Pemetaan Luas Wilayah Kecamatan Pringgasela Menurut Jenis
Penggunaan Tanah .......................................................................
19
2.
Jumlah Ternak di Kecamatan Pringgasela ....................................
19
3.
Data Mikroklimat rata-rata harian Kecamatan Pringgasela ..........
20
4.
Rata-rata Pengukuran Lingkungan Mikroklimat di Peternakan
Rakyat Bareng Kangen ..................................................................
21
Respon Fisiologis Rata-Rata Harian Sapi Dewasa pada Bahan
Atap Kandang Rumbia, Asbes dan Genteng .................................
23
Respon Fisiologis Rata-Rata Harian Anak Sapi pada Bahan
Atap Kandang Rumbia, Asbes dan Genteng .................................
24
Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada
Bahan Atap Rumbia ....................................................................
63
Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada
Bahan Atap Genteng .....................................................................
64
Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada
Bahan Atap Asbes .........................................................................
64
5.
6.
7.
8.
9.
Halaman
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Gambar Sapi Bali ..........................................................................
10
2.
Gambar Respon Denyut Jantung Sapi Bali Dewasa terhadap Suhu
Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia ....................................
25
Gambar Respon Denyut Jantung Sapi Bali Dewasa terhadap
Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia ..................................
27
Gambar Respon Denyut Jantung Sapi Bali Dewasa terhadap IRM
pada Bahan Atap Rumbia .................................................................
28
Gambar Respon Respirasi Sapi Bali Dewasa terhadap Suhu
Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Asbes .......................................
30
Gambar Respon Respirasi Sapi Bali Dewasa terhadap
Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia ..................................
31
Gambar Respon Respirasi Sapi Bali Dewasa terhadap IRM pada
Bahan Atap Rumbia .......................................................................
33
Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit Sapi Bali Dewasa
terhadap Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia .............
34
Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit Sapi Bali Dewasa
terhadap Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia ....................
36
10. Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit Sapi Bali Dewasa
terhadap IRM pada Bahan Atap Rumbia .........................................
37
11. Gambar Respon Suhu Tubuh Sapi Bali Dewasa terhadap Suhu
Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia .....................................
39
12. Gambar Respon Suhu Tubuh Sapi Bali Dewasa terhadap
Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Asbes ......................................
41
13. Gambar Respon Suhu Tubuh Sapi Bali Dewasa terhadap
Kelembaban IRM pada Bahan Atap Rumbia ....................................
42
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Peta Lokasi Penelitian ...................................................................
52
2.
Gambar Penelitian ..........................................................................
53
3.
Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Sapi Bali Dewasa
terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap
Genteng dan Asbes .........................................................................
54
Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Anak Sapi Bali terhadap
Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia,
Genteng dan Asbes ........................................................................
55
Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Sapi Bali Dewasa
terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap
Genteng dan Asbes ........................................................................
56
Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Anak Sapi Bali terhadap
Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia,
Genteng dan Asbes ........................................................................
57
Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Sapi Bali Dewasa
terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada
Bahan Atap Genteng dan Asbes .....................................................
58
Gambar Respon Denyut Jantung (HR) Anak Sapi Bali terhadap
Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap
Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................
59
Gambar Respon Respirasi (RR) Sapi Bali Dewasa terhadap
Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia dan
Genteng ..........................................................................................
60
10. Gambar Respon Respirasi (RR) Anak Sapi Bali terhadap
Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia,
Genteng dan Asbes ........................................................................
61
11. Gambar Respon Respirasi (RR) Sapi Bali Dewasa terhadap
Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Genteng dan
Asbes .............................................................................................
62
12. Gambar Respon Respirasi (RR) Anak Sapi Bali terhadap
Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia,
Genteng dan Asbes ........................................................................
63
13. Gambar Respon Respriasi (RR) Sapi Bali Dewasa terhadap
Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap
Genteng dan Asbes ........................................................................
64
14. Gambar Respon Respirasi (HR) Anak Sapi Bali terhadap
Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap
Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................
65
4.
5.
6.
7.
8.
9.
xii
15. Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi Bali Dewasa
terhadap Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap
Genteng dan Asbes .........................................................................
66
16. Gambar Suhu Permukaan Kulit (mTs) Anak Sapi Bali terhadap
Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia,
Genteng dan Asbes ........................................................................
67
17. Gambar Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi Bali Dewasa
terhadap Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap
Genteng dan Asbes .........................................................................
68
18. Gambar Suhu Permukaan Kulit (mTs) Anak Sapi Bali terhadap
Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia,
Genteng dan Asbes ........................................................................
69
19. Gambar Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi Bali Dewasa
terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada
Bahan Atap Genteng dan Asbes .....................................................
70
20. Gambar Suhu Permukaan Kulit (mTs) Anak Sapi Bali terhadap
Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap
Rumbia, Genteng dan Asbes ........................................................
71
21. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan
Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Genteng dan Asbes .......
72
22. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan
Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan
Asbes .............................................................................................
73
23. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan
Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia dan Genteng ...........
74
24. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan
Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia, Genteng dan
Asbes .............................................................................................
75
25. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan
Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Genteng dan
Asbes .............................................................................................
76
26. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Anak Sapi Bali terhadap Perubahan
Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia,
Genteng dan Asbes ........................................................................
77
27. Pengukran Suhu (Ta) pada Kandang Atap Rumbia, Genteng dan
Asbes (0C) ......................................................................................
78
28. Pengukran Kelembaban (RH) pada Kandang Atap Rumbia,
Genteng dan Asbes (%) ...................................................................
79
29. Pengukuran Kecepatan Angin (w/s) pada Kandang Atap Rumbia,
Genteng dan Asbes (m/s) ...............................................................
80
xiii
30. Pengukuran Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Kandang
Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kkal/m2/jam) ..........................
81
31. Pengukuran Respon Fisiologis Denyut Jantung (Hr) Sapi Dewasa
Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes .......................
82
32. Pengukuran Respon Fisiologis Denyut Jantung (Hr) Anak Sapi
Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes .......................
83
33. Pengukuran Respon Fisiologis Respirasi (RR) Sapi Dewasa
Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes .......................
84
34. Pengukuran Respon Fisiologis Respirasi (RR) Anak Sapi Bahan
Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes ..................................
85
35. Respon Fisiologis Suhu Permukaan Tubuh (mTs) Sapi Dewasa
Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes .........................
86
36. Respon Fisiologis Suhu Permukaan Tubuh (mTs) Anak Sapi
Bahan Atap Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes .......................
87
37. Respon Fisiologis Suhu Tubuh (Tb) Sapi Dewasa Bahan Atap
Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes ...........................................
88
38. Respon Fisiologis Suhu Tubuh (Tb) Anak Sapi Bahan Atap
Kandang Rumbia, Genteng dan Asbes ...........................................
89
xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produktivitas ternak tergantung pada faktor genetik dan lingkungan. Faktor
genetik merupakan faktor penentu dalam menduga kemampuan produksi, sedangkan
faktor lingkungan merupakan faktor pendukung agar ternak dapat berproduksi sesuai
dengan kemampuannya (Purwanto, 1991). Kemampuan untuk menduga efek kondisi
lingkungan mempunyai peranan penting dalam kesejahteraan dan performa ternak
(Gaughan, 2007). Adanya keterkaitan kedua komponen tersebut erat kaitannya
dengan produktivitas ternak yang dihasilkan.
Lingkungan mempunyai proporsi yang lebih besar dari pengaruh genetik
ternak. Penampilan produksi dan reproduksi dipengaruhi oleh 60% faktor lingkungan
dan 40% faktor genetik (Kadarsih, 2003). Manajemen lingkungan yang baik harus
dapat diterapkan untuk menghasilkan produktivitas sesuai harapan. Hal ini dapat
dilakukan melalui pengendalian manajemen lingkungan mikroklimat dalam kandang.
Menurut Payne (1990) penampilan produktivitas ternak dipengaruhi oleh lingkungan
terutama suhu lingkungan, kelembaban dan radiasi matahari. Pengaruh langsung
pada ternak dapat menimbulkan stres panas atau dingin, sehingga menimbulkan
kondisi tidak nyaman. Manajemen pengendalian lingkungan mikroklimat ternak
perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan ternak sehingga dapat
menghasilkan produktivitas yang optimal.
Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan ternak asli Indonesia. Produktivitas sapi
bali belum tercapai secara makasimal. Hal ini ditunjukan dengan bobot badan sapi
bali yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan sapi potong lainnya. Manajemen
lingkungan mikroklimat di dalam kandang mempunyai peranan besar dalam
menentukan tingkat kenyamanan pada sapi bali. Kenyamanan di dalam kandang
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sapi bali. Sistem pemeliharaan sapi
bali sudah banyak menerapkan sistem intensif. Sapi bali dipelihara dan diberi pakan
yang teratur. Sapi bali dikandangkan dengan sistem manajemen kandang yang
berbeda, hal ini dapat dilihat dari bentuk kandang, ukuran dan bahan atap. Sistem
manajemen kandang yang berbeda akan berpengaruh terhadap fisiologis sapi bali.
Bahan atap merupakan salah satu bagian dari kandang yang mempunyai pengaruh
penting terhadap respon fisiologis sapi bali. Atap mempunyai peranan penting,
1
karena merupakan pelindung pertama dari cekaman lingkungan eksternal. Jenis
bahan atap yang digunakan di peternakan rakyat sapi bali beragam seperti rumbia,
asbes dan genteng. Pengaruh perbedaan bahan atap ini perlu diketahui untuk
menentukan bahan atap yang paling nyaman bagi sapi bali.
Pengukuran lingkungan mikroklimat di dalam kandang dibutuhkan untuk
mengetahui pengaruh kondisi mikroklimat terhadap respon fisiologis sapi bali.
Perbedaan bahan atap kandang akan berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan sapi
bali di dalam kandang. Pengukuran lingkungan mikroklimat yang dilakukan
diantaranya ialah suhu kandang (Ta), kelembaban udara (RH), kecepatan angin (Ws)
dan intensitas radiasi matahari (IRM). Pengukuran respon fisiologis pun dilakukan
melalui pengukuran denyut jantung (HR), frekuensi pernafasan (RR), suhu tubuh
(Tb) dan suhu permukaan kulit (mTs).
Pengukuran lingkungan mikroklimat diharapkan dapat menjadi sebuah
informasi mengenai pengaruh kondisi lingkungan mikroklimat terhadap respon
fisiologis sapi bali. Hal ini dapat menjadi dasar untuk mengetahui tingkat
kenyamanan sapi bali pada bahan atap yang berbeda. Informasi ini juga diharapkan
dapat menjadi masukan untuk memperbaiki manajemen perkandangan sehingga akan
meningkatkan produktivitas sapi bali.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Melakukan pengukuran lingkungan mikroklimat pada kandang sapi bali yang
dipelihara secara intensif dengan bahan atap yang berbeda.
2. Mengetahui pengaruh lingkungan mikroklimat kandang dengan bahan atap yang
berbeda terhadap respon fisiologis sapi bali.
3. Mengetahui hubungan antara lingkungan mikroklimat di dalam kandang terhadap
respon fisiologis sapi bali
2
TINJAUAN PUSTAKA
Lingkungan Mikroklimat
Lingkungan merupakan keseluruhan faktor eksternal non-genetik yang
mempengaruhi respon dan pertumbuhan ternak. Lingkungan ternak dapat dibagi
menjadi lingkungan sosial, fisik dan termal. Lingkungan sosial meliputi jumlah
ternak dalam satu kandang dan tingkah laku ternak. Lingkungan fisik yang
mempengaruhi diantaranya ruang, cahaya, suara, tekanan dan peralatan. Lingkungan
termal meliputi temperatur udara, kelembaban relatif, pergerakan udara, dan radiasi
(Esmay, 1978). Lingkungan juga dapat didefinisikan sebagai perbandingan
keseluruhan faktor fisik, kimia dan biologis yang berada pada lingkungan ternak.
Lingkungan merupakan bagian integral sistem manajemen ternak. Laju pertumbuhan
dan reproduksi ternak akan meningkat bila ternak dilindungi dari penyebab cekaman
lingkungan (Ames dan Ray, 1983).
Keadaan lingkungan dapat memberikan kenyamanan pada ternak untuk
berproduksi secara optimal, sehingga perlu dilakukan pengendalian lingkungan
ternak dalam kandang (Mader, 2006). Kenyamanan ternak meliputi suhu nyaman
ternak, yaitu lingkungan tidak boleh terlalu panas atau terlalu dingin yang dapat
menyebabkan stress. Lingkungan juga harus mampu memberikan kenyamanan
secara fisik yaitu tersedianya ruang permukaan yang dapat menghindari rasa sakit
bagi ternak (Webster, 1984).
Lingkungan ternak secara instan mempengaruhi jumlah pertukaran panas antara
ternak dan lingkungannya. Hal ini akan mempengaruhi penyesuaian fisiologis ternak
untuk mempertahankan keseimbangan suhu tubuh. Penyesuaian diri ternak menjadi
sangat penting ketika lingkungan keseluruhan berada di luar “Zona Nyaman” ternak.
Ternak akan berada pada kondisi yang tidak nyaman dan dapat memberi pengaruh
terhadap pertumbuhan, produksi dan kesehatan (Esmay, 1978). Kondisi panas diatas
normal yang dipengaruhi temperatur, kelembaban relatif, radiasi panas, dapat
mempengaruhi beban penerimaan panas sehingga mempengaruhi performa,
pengurangan tingkat kenyamanan ternak dan dapat menyebabkan kematian (Mader,
2006).
3
Pengaruh Lingkungan Ternak terhadap Respon Fisiologis Sapi
Perubahan kondisi lingkungan internal dapat timbul karena dua hal, yaitu
adanya perubahan aktivitas sel tubuh dan perubahan lingkungan eksternal yang
berlangsung terus menerus. Ternak merupakan hewan homeoterm yang akan selalu
berusaha untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap konstan melalui
mekanisme keseimbangan produksi dan kehilangan panas (Esmay, 1978). Ternak
juga disebut sebagai endotermik, yaitu kemampuan ternak dalam memproduksi
panas melalui metabolis oksidatif untuk memenuhi suhu tubuh secara konstan
(Rastogi, 1994).
Interaksi ternak dengan lingkungannya melibatkan pertukaran panas. Angka
pertukaran menentukan tingkatan ternak berada pada kondisi keseimbangan suhu dan
lingkungannya. Sepanjang hari, perolehan panas dari matahari terjadi secara radiasi,
konveksi dan evaporasi sehingga panas biasanya disimpan dan terjadi peningkatan
suhu tubuh (Finch, 1986).
Kenaikan suhu udara akan mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut nadi
dan pernafasan setiap menitnya. Udara panas juga secara kuat dapat mempengaruhi
ternak, mengurangi feed intake, pertumbuhan dan reproduksi (Hann, 1999).
Pengaruh yang ditimbulkan akibat peningkatan suhu tubuh pada cekamanan panas
antara lain penurunan nafsu makan, peningkatan konsumsi air minum, penurunan
anabolisme dan peningkatan katabolisme, peningkatan pelepasan panas melalui
penguapan, peningkatan tingkat respirasi, penurunan konsentrasi hormon dalam
darah, peningkatan temperatur tubuh, dan peningkatan denyut jantung (McDowell,
1972 dan Amstrong, 1977). Peningkatan frekuensi pernafasan diharapkan dapat
membantu hewan meningkatkan pelepasan panas melalui pernafasan. Peningkatan
denyut jantung dapat membantu transportasi oksigen dan zat makanan ke seluruh
tubuh, selain itu peningkatan denyut jantung juga membantu transportasi panas
metabolisme ke seluruh tubuh yang dapat meningkatkan suhu permukaan tubuh
(Gatenby, 1986).
Fluktuasi perubahan suhu dapat mengakibatkan stress pada ternak. Stress
secara fisiologis dicirikan dengan peningkatan aktivitas kelenjar pituatari-adrenal dan
usaha pengembalian respon homeostatis. Variasi lingkungan memberikan efek yang
4
luas terhadap respon fisiologis yang berhubungan dengan aktivasi sistem syaraf
simpatis dan medula adrenal (Dantzer, 1983).
Termoregulasi Sapi terhadap Perubahan Lingkungan
Proses timbulnya perubahan dalam tubuh hewan akibat perubahan
lingkungan menuntut ternak untuk melakukan adaptasi. Adaptasi dibedakan menjadi
dua, yaitu aklimasi dan aklimatisasi. Aklimasi ialah perubahan adaptatif yang terjadi
pada hewan dalam kondisi laboratorium yang terkendali. Perubahan kompleks dalam
tubuh yang terjadi pada kondisi alamiah dan berkaitan dengan adanya perubahan
banyak faktor lingkungan eksternal, dinamakan aklimatisasi (Gordon, 1972).
Ternak akan selalu menjaga stabilitas suhu tubuh dengan melakukan kontrol
termoregulasi untuk menjaga keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas.
Mekanisme ini dikontrol oleh sistem saraf. Aktivitas otot sadar atau pemecahan
produksi panas dan kedua aktivitas ini dipengaruhi oleh saraf motorik. Kehilangan
panas bisa terjadi melalui perbedaan jumlah aliran darah melalui kulit atau bisa
meningkat dengan berkeringat. Aktivitas ini di kontrol oleh sistem saraf simpatik.
Kontrol termoregulasi terletak pada hipotalamus yang terletak di bawah talamus.
Hipotalamus berintergasi dengan kedatangan informasi sensori melalui reseptor
suhu. Ada dua termoreseptor yaitu periferal termoreseptor dan sentral termoreseptor.
Periferal termoreseptor mendistribusikan hampir semua panas pada suhu permukaan
tubuh sedangkan sentral termoreseptor terletak pada pusat tubuh. Proses
termoregulasi pada ternak berhubungan dengan (1) kontrol angka kehilangan panas
ke lingkungan dan (2) peningkatan produksi panas (Rastogi, 1984).
Berbagai cara yang dilakukan ternak untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
Suhu tubuh terlalu tinggi akibat stres lingkungan menyebabkan vasodilatasi, yaitu
peningkatan diameter pembuluh darah superfisial. Hal ini ditandai dengan
berkeringat, terengah-engah, menurunkan laju metabolisme, dan tingkah laku. Panas
lebih banyak dipindahkan ke lingkungan melalui konduksi, konveksi dan radiasi.
Suhu tubuh terlalu rendah, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, yaitu penurunan
aliran darah dan hilangnya panas ke lingkungan dengan menurunkan pembuluh darah
superfisial dan akan menyebabkan peningkatan laju metabolisme (Cambell, 1974).
5
Unsur Cuaca
Cuaca ialah keadaan fisik atmosfer pada suatu tempat dan pada suatu saat.
Keadaan fisis atmosfer ini dinyatakan atau diungkapkan dengan hasil pengukuran
berbagai unsur cuaca seperti suhu, curah hujan, tekanan, kelembaban, laju serta arah
angin dan penyinaran matahari (Prawirowardoyo, 1996).
Suhu
Suhu udara merupakan unsur cuaca yang sangat penting. Suhu secara
makroskopis didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kepanasan dari suatu benda
Suhu secara mikroskopis berkaitan dengan pergerakan molekul, sehingga semakin
tinggi suhu semakin cepat pula pergerakan molekul tersebut. Suhu dinyatakan
dengan satuan derajat celcius (Prawirowardoyo, 1996).
Suhu berpengaruh secara langsung terhadap produktivitas, kenyamanan dan
proses fisiologis dalam tubuh ternak. Suhu merupakan ukuran relatif dari kondisi
termal yang dimiliki oleh suatu benda. Suhu udara akan berfluktuasi secara nyata
dalam periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara berkaitan dengan proses pertukaran
energi yang berlangsung di atmosfer. Kondisi siang hari sebagian besar radiasi
matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel padat yang melayang di
atmosfer. Serapan energi radiasi ini akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu
udara harian maksimum dicapai saat intensitas radiasi matahari maksimum.
Intensitas radiasi matahari maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak
lurus, yakni pada waktu tengah hari (Lakitan, 1994). Pengukuran suhu udara
dilakukan dengan menggunakan termometer. Suhu udara berubah sesuai dengan
tempat dan waktu. Suhu udara maksimum terjadi sesudah siang hari antara pukul
12.00-14.00. Suhu minimum terjadi pada pukul 06.00 waktu lokal atau sekitar
matahari terbit. Suhu udara harian rata-rata didefinisikan sebagai rata rata
pengamatan selama 24 jam (satu hari) yang dilakukan tiap jam.
Suhu udara yang tinggi kurang menguntungkan terhadap kehidupan ternak sapi.
Kondisi suhu tinggi mengakibatkan penggunaan energi yang seharusnya digunakan
sebagai usaha peningkatan produktivitas, dialokasikan untuk mempertahankan suhu
tubuh. Ternak yang terkena suhu tinggi akan mengalami stres berat dan gagal dalam
pengaturan panas tubuh. Akibatnya, ternak yang bersangkutan akan banyak minum
6
tetapi nafsu makan berkurang, dan makanan yang dikonsumsi rendah (Sugeng,
1998). Suhu di permukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1.
Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari,per musim
2.
Pengaruh daratan atau lautan
3.
Pengaruh ketinggian tempat
4.
Pengaruh angin secara tidak langsung
5.
Pengaruh panas laten
6.
Tipe dan penutup tanah
7.
Pengaruh sudut datang sinar matanhari (Tjasyono, 2004)
Kelembaban
Kelembaban yaitu banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Angka
kelembaban relatif dari 0-100% yang berarti 0% udara kering, sedangkan 100%
artinya udara jenuh dengan uap air dan akan terjadi titik-titik air. Kerapatan uap air
(pv) adalah masa uap air per satuan volume udara yang mengandung uap air. Daerah
lembab dan panas seperti Indonesia dapat diduga bahwa pv akan lebih tinggi
daripada daerah temperatur yang relatif kering terutama pada musim dingin. Musim
dingin menyebabkan kapasitas udara untuk menampung uap air menjadi kecil.
Keadaan kelembaban diatas permukaan bumi berbeda-beda, pada umumnya
kelembaban tertinggi ada di daerah ekuator dan terendah pada lintang 400 yang curah
hujannya kecil. Proses-proses dimana kelembaban relatif dapat naik menjadi 100%
dengan penurunan temperatur dipengaruhi oleh:
1. Proses pendinginan oleh radiasi
2. Proses pendinginan oleh konduksi dan pemindahan panas turbulensi.
3. Proes pendinginan adiabatik oleh penurunan tekanan (Handoko, 1994).
Kelembaban relatif (RH) ialah perbandingan antara tekanan uap air aktual
(yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi jenuh (Lakitan, 1994).
Kelembaban merupakan kumpulan uap air berupa udara hasil evaporasi permukaan
tanah dan air. Uap air ditransportasikan ke dalam dan melalui lapisan dari udara ke
tanah. Panas dan uap air ditansfer menuju bagian terbesar utama melalui konveksi
(Rosenberg, 1930).
Kelembaban nisbi berpengaruh pada pernafasan dan keringat pada hewan.
Udara yang sangat kering menyebabkan ketidaknyamanan ternak. Kelembaban nisbi
7
rendah, angin dan suhu tinggi menyebabkan meningkatnya kebutuhan air untuk
ternak (Tjasyono, 2004). Kelembaban tinggi dapat berakibat langsung terhadap
penurunan jumlah panas yang hilang akibat penguapan. Kelembaban tinggi
mengakibatkan penguapan tertahan, sehingga akan meningkatkan panas pada sapi.
Kecepatan Angin
Angin ialah pergerakan udara akibat adanya perbedaan tekanan. Angin
bergerak dari tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah. Angin ialah
gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Angin berpengaruh pada ternak
tergantung oleh kecepatan angin disertai suhunya. Angin kuat meningkatkan
pengeringan sehingga udara menjadi kotor terisi oleh debu dan pasir (Tjasyono,
2004).
Angin mempunyai peran untuk mentransfer panas dari daerah panas ke
daerah dingin. Angin juga berfungsi untuk mereduksi cekaman panas pada ternak
(Beede dan Coiller, 1986). Kecepatan angin berbeda beda pada tiap ketinggian
atmosfer. Bagian atas atmosfer memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bagian bawahnya (Rosenberg, 1983).
Intensitas Radiasi Matahari
Matahari sebagai pusat pergerakan planet bumi memancarkan radiasinya dalam
bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi matahari ini merupakan sumber tenaga
atau sumber energi di bumi. Lama dan intensitas penyinaran matahari menyebabkan
peningkatan suhu udara terutama di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Radiasi
matahari akan menyebabkan perolehan panas yang lebih besar dibandingkan dengan
jumlah pelepasan panas. Keadaan tersebut akan menyebabkan peningkatan suhu
tubuh ternak (Payne, 1990).
Radiasi matahari menyediakan hampir keseluruhan semua energi yang diterima
oleh permukaan bumi. Sebagian radiasi matahari diserap langsung di dalam atmosfer
akan tetapi kebanyakan diteruskan melewati atmosfer dan diserap oleh pemukaan
bumi. Penyerapan ini memanaskan permukaan bumi dan menjadi sumber radiasi
gelombang panjang. Radiasi matahari dalam perjalanannya melewati atmosfer
menuju permukaan bumi mengalami penyerapan, pemantulan, hamburan dan
pemancaran kembali (Prawirowardoyo, 1996).
8
Radiasi matahari yang jatuh diserap oleh ozon dan uap air diabsorbsi sebanyak
18%. Ozon menyerap seluruh radiasi ultraviolet dibawah 0.29 µm sedangkan SO2
menyerap radiasi dengan panjang gelombang lebih besar dari 4 µm. Tutupan awan
menghalangi masuknya radiasi matahari. Banyaknya radiasi yang dipantulkan oleh
awan tidak hanya tergantung pada banyak dan tebalnya awan tetapi juga pada macam
atau jenis awan. Hamburan radiasi matahari terutama oleh molekul udara, uap air dan
partikel didalam atmosfer. Hamburan dapat terjadi keatas ataupun menuju
permukaan bumi (Prawirowardoyo, 1996).
Intensitas radiasi matahari (IRM) merupakan absorbsi energi matahari per
cm2/menit. IRM ini merupakan fungsi dari sudut sinar matahari yang mencapai
bagian lengkung dari permukaan bumi. Artinya, sinar yang miring kurang
memberikan energi karena energi tersebar pada permukaan yang luas dan karena
sinar itu harus menempuh lapisan atmosfer yang lebih tebal bila dibandingkan
dengan sinar yang datangnya tegak lurus (Kartasapoetra, 2004).
Intensitas radiasi matahari bagi ternak berkaitan dengan daya tahan panas
(heat tolerance) yang didefinisikan dalam arti luas sebagai kemampuan menahan
pengaruh suhu lingkungan yang panas. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan
seekor ternak untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap normal pada lingkungan
panas. Intensitas matahari yang tinggi pada siang hari dapat menyebabkan cekaman
panas pada sapi.
Sapi Bali
Sapi bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut banteng (Bos bibos
atau Bos sondaicus) yang telah mengalami penjinakan (domestikasi). Sapi bali dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Reksohadiprodjo, 1984):
Kingdom
: Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum
: Chordata
Subfilum
: Craniata
Kelas
: Mamalia
Subkelas
: Eutheria
Ordo
: Artiodactyla
Famili
: Bovidae
9
Subfamili
: Bovinae
Suku
: Bovini
Genus
: Bos
Subgenus
: Bos (Bibos)
Spesies
: Bos (Bibos) Banteng
Subspesies
: Bos (Bibos) bali (jinak), dikenal dengan sapi bali
Gambar 1. Sapi bali
Sapi bali memiliki ukuran tubuh yang sedang dan berdada dalam. Warna bulu
sapi bali biasanya merah, warna keemasan atau coklat tua. Ciri khas sapi bali ialah
warna kaki sampai lutut serta pada bagian bawah paha berwarna putih. Garis hitam
yang jelas terlihat pada bagian punggung dari bahu dan berakhir di atas ekor. Bulu
sapi bali pendek, halus dan licin. Warna bulu jantan lebih gelap dibandingkan dengan
betina, warna bulu menjadi coklat tua hingga hitam pada saat mencapai dewasa.
Warna bulu hitam menghilang dan warna bulu coklat kemerahan kembali lagi jika
jantan dikebiri. Sapi bali digunakan sebagai tenak kerja, tetapi dianggap sebagai
ternak potong karena kualitas karakas yang baik. Sapi bali juga cocok dipelihara
pada lingkungan tropik yang lembab (Williamson, 1993)
Kemampuan adaptasi yang bak merupakan salah satu keunggulan sapi bali
sekaligus menjadi kelemahannya. Lingkungan sapi bali yang kurang baik akan
mempengaruhi produktivitas sapi bali. Adaptasi sapi bali terhadap lingkungan yang
kurang baik dilakukan dengan menurunkan ukuran tubuh, sehingga bobot badan
yang dihasilkan akan relatif lebih kecil. Daerah utama penyebaran sapi bali di
Indonesia diantaranya Bali, Sulawesi Selatan, NTT dan NTB (Talib, 2002).
10
Manajemen Kandang Sapi
Kandang mempunyai peranan yang penting bagi seeokor ternak sebagai
pelindung dari berbagai pengaruh lingkungan seperti angin kencang, hujan, panas
maupun dingin.
Konstruksi Kandang
Konstruksi kandang harus kuat dan mudah dibersihkan, bersirkulasi udara
yang baik, dan terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang sapi bali diantaranya luas kandang
(panjang dan lebar), kemiringan lantai, tempat pakan, penanganan kotoran (feses dan
urin). Kandang akan berpengaruh terhadap kesehatan sapi, sehingga keterampilan
pembuatan kandang yang baik perlu diperhatikan. Sapi bali yang dipelihara dalam
jumlah banyak (>30 ekor) secara kolektif menunjukan performa yang kurang baik
(Masudana, 1990). Luasan kandang akan mempengaruhi terhadap performa dan
tingkat kenyamanan ternak (Baxter, 1992).
Atap Kandang
Atap merupakan pembatas (isolasi) bagian atas dari kandang dan berfungsi
untuk menghindarkan dari air hujan dan terik matahari, menjaga kehangatan ternak
di waktu malam, serta menahan panas yang dihasilkan oleh tubuh ternak itu sendiri.
Bahan yang bisa dimanfaatkan sebagai atap kandang seperti genteng, seng, asbes,
daun kelapa, daun nipah, daun rumbia atau bahan lainnya. Bahan atap dapat
memantulkan, meneruskan dan menyerap radiasi gelombang pendek dan gelombang
panjang dengan proporsi yang berbeda tergantung pada jenis bahan tersebut.
Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan suhu absolut bahan, sifat fisik dan kimiawi
bahan serta daya hantar energi panas dan panjang gelombang radiasi matahari.
Radiasi matahari yang diabsorbsi oleh bahan akan diubah menjadi energi panas,
kemudian dihantar ke bagian yang lebih dingin atau dipancarkan kembali sebagai
radiasi gelombang panjang (Charles, 1981).
Bahan atap rumput kering atau jerami mampu menahan dengan baik radiasi
matahari yang terpancar secara langsung. Bahan padat seperti asbes kurang mampu
untuk menahan radiasi matahari, demikian pula dengan bahan atap dari bilah kayu
yang disusun tidak rapat kurang efektif untuk menahan radiasi matahari (Hahn,
11
1985). Kemampuan menghantarkan energi panas dipengaruhi oleh jenis dan
ketebalan bahan (Whates, 1981). Semakin tinggi suhu di bagian bawah atap semakin
tinggi pula suhu di dalam kandang. Hal ini disebabkan penyebaran energi panas
secara merata baik secara konduksi, konveksi dan radiasi.
Ventilasi
Ventilasi merupakan jalur keluar-masuknya udara dari dalam dan luar
kandang. Pengaturan ventilasi yang sempurna akan sangat berguna untuk
mengeluarkan udara kotor dari dalam kandang dan menggantikan udara yang bersih
atau segar dari luar. Pengaturan ventilasi mempunyai peranan yang penting, hal ini
terkait dengan regulasi suhu dan kelembaban dalam kandang. Pengaturan ventilasi
kandang yang tidak sempurna maka suhu udara di dalam kandang dan kelembaban
udara meningkat tinggi, peredaran udara lambat, serta udara menjadi cepat kotor.
Kandang sapi tidak boleh tertutp rapat, tetapi agak terbuka, agar sirkulasi udara
didalamnya tetap lancar. Ventilasi yang baik diperlukan bagi ternak untuk kesehatan
ternak (Wathes, 1992).
Dinding
Dinding merupakan pembatas seluruh keliling atau bagian tepi kandang.
Dinding berfungsi sebagai penahan angin langsung atau angin kencang, penahan
keluarnya udara panas dari dalam kandang yang dihasilkan tubuh ternak dan penahan
percikan air dari atap masuk ke dalam ruangan kandang. Berbagai macam bahan
yang bisa dimanfaatkan untuk dinding diantaranya anyaman bambu, papan, tembok
dan sebagainya (Sugeng, 1998).
Lantai Kandang
Lantai kandang sebagai batas bangunan kandang bagian bawah atau tempat
berpijak dan berbaring sepanjang waktu bagi sapi. Pembuatan lantai kandang harus
memperhatikan syarat diantaranya tidak rata, tidak licin, tidak mudah menjadi
lembab, tahan injakan dan awet. Lantai yang rata, tidak kasar atau tajam akan
memberi kenyamanan pada ternak sehingga ternak dapat berdiri tegak di atas
keempat kaki yang kokoh, bisa berbaring dan istirahat dengan baik. Lantai yang
kasar atau tajam sangat merugikan, karena kulit ternak dapat lecet yang akhirnya
mengundang banyak kuman. Kulit yang lecet atau luka mudah dimasuki kuman
12
apapun yang berinfeksi ke dalam tubuh hewan melalui pembuluh darah. Lantai juga
tidak boleh terlalu licin karena dapat menyebabkan hewan tergelincir atau jatuh
sehingga bisa mengakibatkan patah tulang. Pembuatan lantai pun harus diusahakan
agar tetap mudah kering agar sapi merasa nyaman. Lantai yang kering tidak mudah
menjadi sarang kuman. Lantai harus dibuat agak miring agar air pembersih ataupun
air kencing hewan mudah lepas. Lantai yang dibuat dari semen di beberapa tempat
berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan atau kesehatan sapi. Lantai yang
terbuat dari papan dan tanah kering lebih baik (Masudana, 1990).
13
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Kelompok Peternak Rakyat Bareng Kangen, Desa
Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara
Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama dua bulan, dari bulan Febuari hingga
Maret 2010.
Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak sapi bali milik
peternak yang tergabung dalam Kelompok Peternak Rakyat Bareng Kangen. Jumlah
sapi yang digunakan dalam penelitian ini ialah enam ekor sapi bali, terbagi menjadi
dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari tiga ekor sapi bali dewasa dengan
bobot 280-330 kg. Kelompok kedua terdiri dari tiga ekor anak sapi dengan bobot
110-180 kg. Bahan atap kandang yang digunakan ialah rumbia, genteng dan asbes.
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini ialah kandang kelompok dengan
ketinggian atap rata-rata dari ketiga bahan tersebut ialah 3 meter dan luas rata-rata 8
x 6 m. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya ialah psycometer,
black globe termometer, infrared thermometer, stopwatch, termometer klinik, buku
catatan dan pita ukur.
Prosedur
Penelitian ini dilakukan dengan mengukur parameter lingkungan mikroklimat
dan respon fisiolgis sapi bali terhadap tiga jenis bahan atap kandang yang berbeda
yaitu rumbia, genteng dan asbes. Setiap kandang dengan bahan atap berbeda diisi
oleh satu ekor sapi bali dewasa dan satu ekor anak sapi bali. Pengukuran dilakukan
selama 15 hari terhitung sejak tanggal 17 Febuari sampai dengan 3 Maret 2010.
Pengambilan data dilakukan pada tiga waktu yang berbeda yaitu pukul 06.00, 12.00
dan 18.00 WITA. Sapi yang akan digunakan dalam penelitian ini diukur bobot badan
nya melalui pendekatan panjang badan dan lingkar dada. Hasil pengukuran
dimasukan kedalam rumus perhitungan sapi bali menurut Guntoro (2002) :
Sapi bali betina
BSB = (PB x LD2)
Sapi bali jantan
11050
BSB = (PB x LD2)
11045
14
Keterangan :
BSB = Bobot badan sapi bali (kg)
PB
= Panjang badan (cm)
LD
= Lingkar dada (cm)
Pengukuran Lingkungan Mikroklimat yang diukur meliputi :
1. Suhu Lingkungan ( °C)
Suhu lingukungan pada setiap kandang dihitung dengan menggunakan
psycometer. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WITA
Suhu lingkungan yang terlihat pada psycometer dicatat sebagai suhu lingkungan
aktual.
2. Kelembaban (%)
Kelembaban pada setiap kandang dihitung dengan menggunakan psycometer.
Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WITA. Kelembaban
yang terlihat pada psycometer dicatat sebagai kelembaban aktual.
3. Kecepatan angin (m/s)
Kecepatan angin dalam kandang dihitung dengan menggunakan psycometer.
Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WITA. Kecepatan
angin yang terlihat pada psycometer dicatat sebagai kelembaban aktual.
4. Intensitas Radiasi Matahari (kkal/m2/jam)
Intensitas radiasi matahari diukur dengan menggunakan Black Globe
Temperature. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WITA.
Penghitungan intensitas radiasi matahari menggunakan formulasi Stefan Bolzman
(Sears dan Zemansky, 1985)
α = σ x T4
Keterangan :
α = Penyerapan (kkal/ m2/jam)
σ = Tetapan radiasi benda hitam (4,9 x 10-8 kkal/ m2/jam/K4)
T = Suhu Mutlak (Kelvin)
15
Pengukuran respon fisiologis meliputi:
1. Denyut jantung (HR)
Denyut jantung dihitung dengan menggunakan stethoscope dan stopwatch di
dekat tulang axilla sebelah kiri (dada sebelah kiri) selama satu menit dengan tiga
kali ulangan setiap pengukuran.
2. Respirasi (RR)
Respirasi diukur setelah dilakukan pengukuran denyut jantung. Pengukuran
respirasi dilakukan dengan cara menempelkan stethoscope dan stopwatch di
dada untuk menghitung inspirasi dan ekspirasi selama satu menit.
3. Suhu permukaan kulit (mTs)
Suhu permukaan kulit dihitung dengan menggunakan infrared thermometer.
Pengukuran dilakukan pada empat lokasi tubuh sapi yaitu (A) Punggung, (B)
Dada/limbs, (C) Tungkai atas/ diatas carpus, (D) Tungkai bawah/ di bawah
metacarpus, sebelumnya bulu sapi pada keempat titik pengukuran tersebut
dicukur. Hasil rataan suhu permukaan kulit dihitung dengan menggunakan rumus
menurut (McLean et al., 1983) :
Ts = 0,25 (A+B) + 0,32 C + 0, 18 D
4. Suhu tubuh (Tb)
Pengukuran suhu tubuh dilakukan melalui pendekatan suhu rektal dan suhu
permukaan kulit. Suhu rektal dihitung dengan menggunakan termometer klinik
yang dimasukan ke dalam rektal sedalam ± 10 cm selama ± 2-3 menit. Suhu
tubuh (Tb) ternak dihitung dengan menggunakan rumus menurut (McLean et al.,
1983) :
Tb = 0,86 Tr + 0,14 Ts
Keterangan :
Tb = Suhu tubuh (0C)
Tr = Suhu rektal (0C)
Ts = Suhu permukaan kulit (0C)
16
Rancangan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh dilakukan pengujian t-student untuk membedakan
jenis atap rumbia, asbes dan genteng. Rumus Uji t-student menurut (Mattjik, 2006)
sebagai berikut :
Keterangan :
X
= nilai tengah contoh
µ
= nilai tengah populasi
s
= simpangan baku
Analisis regresi sederhana digunakan untuk menggambarkan hubungan antara
lingkungan mikroklimat (X) dan respon fisiologis (Y). Data dianalisis dengan
menggunakan analisis regresi komponen utama (ARKU). Analisis ini digunakan
untuk mengetahui komponen-komponen yang paling berpengaruh terhadap respon
fisiologis sapi bali. Hubungan kausal antara lingkungan mikroklimat dan respon
fisiologis juga dikaji dengan menggunakan ARKU. Data yang diperoleh dimasukan
dalam persamaan regresi linier komponen utama (Gaspersz, 1992) dengan metode
umum sebagai berikut :
Y = w0 + w1Ki + w2 Kj +……..+ wnKn + ε
Keterangan :
Y
= variable tak bebas
w0
= konstanta
Ki
= suhu lingkungan rata-rata
Kj
= kelembaban rata-rata
Kl
= kecepatan angin rata-rata
Km
= energi radiasi matahari rata rata
ε
= galat
Perbedaan respon antara individu sapi bali dewasa dan anak sapi bali karena
pengaruh faktor-faktor lingkungan digunakan
analisys of variance (ANOVA).
Pengolahan data dilakukan dengan analisis regresi atau ANOVA menggunakan
Software Minitab 11 for Windows (Creuze dan Breth, 1991) dan Microscoft Excel.
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lombok Timur yang merupakan salah
satu kabupaten diantara sembilan Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Kabupaten Lombok Timur berada di sebelah timur Pulau Lombok, dengan letak
geografis antara 116° - 117° BT dan 8°-9° LS. Secara administratif Kabupaten
Lombok Timur terdiri dari 20 Kecamatan, 13 Kelurahan, 106 Desa, 772 Dusun.
Pengukuran lingkungan mikroklimat dilakukan di desa Pengadangan, Kecamatan
Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Kecamatan
Pringgasela merupakan kecamatan dengan luas wilayah 134,25 km2, dengan ibukota
kecamatan adalah Desa Pringgasela. Batas-batas Kecamatan Pringgasela ialah
Kecamatan Sembalun di sebelah Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Suralaga, di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Masbagik, dan
di sebelah Timur berbatasan dengan Aikmel.
Kecamatan Pringgasela memiliki empat desa yaitu Desa Rempung,
Pringgasela, Jurit dan Pengadangan. Desa Pengadangan merupakan wilayah terluas
dengan luasan mencapai 72,05% dari total luas wilayah kecamatan atau sekitar 96,73
km2. Desa Pengadangan memiliki ketinggian 443 di atas permukaan laut. Desa
Pengadangan memiliki delapan dusun, yaitu Gubuk Timuq, Gubuk Bawak Paoq,
Gubuk Gero, Gubuk Samodel, Kwang Sawi, Tibu Petung, Timba Nuh, dan Gubuk
Sukatain.
Lahan di Kecamatan Pringgasela sebagian besar merupakan lahan kering
seluas 11,972 ha dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan sebagai lahan sawah
yaitu seluas 1.454 ha. Sekitar 62% lahan sawahnya menggunakan irigasi sederhana
dan tadah hujan. Luas panen untuk jenis tanaman padi tercatat seluas 2.448 ha
dengan total produksi mencapai 13.251 ton. Jagung merupakan hasil panen terbesar
setelah padi yang mencapai luasan 248 ha dengan produksi 644 ton. Tanaman
perkebunan yang dijadikan komoditas ialah kelapa disamping tembakau virgnia.
Selama tahun 2008 produksi kelapa mencapai 568,42 ton sedangkan tembakau
virginia mencapai 468,52 ton.
Luas tanah pertanian di Desa Pengadangan memiliki jumlah terbesar
dibandingkan dengan desa lainnya. Luas daerah pertanian di Desa Pengadangan
18
mencapai 9.674 ha dengan komposisi 608,95 ha meliputi tanah dan sawah, 68,71 ha
tanah pekarangan, kebun seluas 1723,89 ha dan lainnya seluas 7272,89 ha (Tabel 1).
Tabel 1. Pemetaan Luas Wilayah Kecamatan Pringgasela menurut Jenis Penggunaan
Tanah (Ha)
No
Desa
1
Rempung
Tanah
dan
Sawah
178,20
Pekarangan
Kebun
Lainnya
Jumlah
34,47
42,26
7,07
262
2
Pringgasela
564,45
85,95
656,00
33,60
1.340
3
Jurit
206,75
50,70
600,00
1.292,55
2.150
4
Pengadangan
608,95
68,71
1.723,45
7.272,89
9.674
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur (2008)
Populasi ternak terbanyak di Kecamatan Pringgasela ialah ternak sapi.
Populasi sapi mencapai 3.219 ekor kemudian domba dan kambing mencapai 220
ekor sedangkan kuda sebanyak 57 ekor (Tabel 2).
Tabel 2. Jumlah Ternak di Kecamatan Pringgasela (ekor)
No
Desa
Kuda
Sapi
Kerbau
1
Rempung
20
14
-
Domba/
Kambing
36
2
Pringgasela
15
1.467
-
48
3
Jurit
14
698
-
32
4
Pengadangan
8
1.031
-
104
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur (2008)
Umumnya usaha ternak sapi sudah dilakukan secara semi intensif . Sapi bali
di pelihara secara teratur dengan pemberian pakan yang terautr. Sistem manajemen
pemeliharaan pun sudah berkelompok. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
kelompok-kelompok ternak yang ada. Kelompok Ternak Bareng Kangen ialah salah
satu kelompok ternak yang sudah memiliki sistem manajemen yang teratur.
Kelompok ini berdiri sejak tahun 1986 dan saat ini, tercatat 50 peternak rakyat yang
sudah menjadi anggota Kelompok Bareng Kangen. Ternak yang dipelihara ialah sapi
bali baik jantan, betina dan pedet.
Kondisi lingkungan mikroklimat berdasarkan data BMGK Kabuapaten
Lombok Timur disajikan dalam Tabel 3.
19
Tabel 3. Data Mikroklimat Rata Rata Harian Kecamatan Pringgasela Lombok
Timur
Tanggal
Suhu (0C)
Kelembaban (%)
17-02-2010
27,8
18-02-2010
81
Kecepatan
Angin (m/s)
3
Radiasi
Matahari (%)
98
27,6
84
5
60
19-02-2010
27,8
91
5
60
20-02-2010
27,7
87
3
51
21-02-2010
27,8
84
4
80
22-02-2010
27,1
85
4
60
23-02-2010
25,6
89
4
78
24-02-2010
26,9
88
3
59
25-02-2010
26,9
84
4
69
26-02-2010
27,6
83
3
100
27-02-2010
27,6
84
4
100
28-02-2010
28,5
86
4
74
01-03-2010
28,1
85
3
50
02-03-2010
27,1
89
4
59
03-03-2010
25,3
84
3
35
Sumber : BMKG Kabupaten Lombok (17 Febuari-3 Maret 2010)
Pengukuran Lingkungan Mikroklimat
Lingkungan mikroklimat dalam kandang mempunyai peranan penting untuk
kenyamanan ternak. Bahan atap kandang memiliki pengaruh terhadap respon
fisiolgis ternak karena atap menjadi pelindung pertama terhadap kondisi eksternal
ternak. Hal ini menjadi perhatian dalam mendesian sebuah kandang untuk membuat
ternak nyaman sehingga dapat mengoptimalkan produktivitas ternak. Hasil
pengukuran mikroklimat suhu (Ta), kelembaban (RH), kecepatan angin (Ws) dan
intensitas radiasi matahari (IRM) pada tanggal 17 Febuari - 3Maret 2010 di
Peternakan Rakyat sapi bali Bareng Kangen dengan bahan atap yang berbeda
disajikan pada Tabel 5.
20
Tabel 4. Rata-rata Pengukuran Lingkungan Mikroklimat di Peternakan Rakyat Bareng
Kangen.
Waktu
Rumbia
Genteng
Asbes
Atap
06.00
12.00
18.00
06.00
12.00
18.00
06.00
12.00
18.00
T
24,48 ± 1,5
30,78 ± 2,7
26,56 ± 1,8
24,46 ± 1,7
31,49 ± 2,3
26,46 ± 1,9
24,26 ± 1,6
32,29 ± 2,5
26,41 ± 1,8
Rh
Ws
88,53 ± 7,3 0 73,68 ± 9,3 0,32 ± 0,41
92,28 ± 3,5 0 89,83 ± 4,9 0 74,21 ± 9,4 0,10 ± 0,23 93,70 ± 2,5 0 90,61 ± 5,4 0,006 ± 0,02
71,82±10,2 0,18 ± 0,31 94,61 ± 3,4 0 IRM
370,48 ± 7,39 408,00 ± 7,20
382,01 ± 8,47 369,62 ± 5,74 415,96 ±12,90 381,86 ± 9,57 370,75 ± 13,07 419,15 ±14,53 377,32 ± 7,59 Hasil pengukuran menujukkan terdapat kecenderungan perbedaan hasil
pengukuran lingkungan mikroklimat terhadap perbedaan bahan atap yang berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan atap yang berbeda memberikan
pengaruh lingkungan mikroklimat yang berbeda. Hasil pengukuran menunjukkan
bahwa pada pukul 06.00 dan 18.00 WITA bahan rumbia dan genteng memiliki
kecenderungan suhu lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan asbes. Pukul
12.00 WITA suhu kandang berbahan asbes memiliki kecenderungan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan rumbia dan genteng. Bahan asbes memiliki nilai
konduktivitas yang tinggi dibandingkan dengan bahan rumbia dan genteng. Nilai
konduktivitas merupakan kemampuan sebuah benda untuk menghantarkan panas
matahari ke lingkungannya. Bahan asbes memiliki kemampuan dengan baik dalam
menghantarkan panas dari matahari ke lingkungan mikroklimat kandang (Santoso,
1996). Berdasarkan data Badan Meterolgi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten
Lombok, keadaan rata-rata suhu harian untuk daerah Kecamatan Pringgasela dari
pertengahan tanggal 17 Febuari hingga 3 Maret 2010 ialah 24,70C pada pagi hari,
31,5 0C dan 28,2 0C pada sore hari dengan rata-rata 27,30C.
Perhitungan kelembaban udara dilakukan berdasarkan pengukuran rata-rata
kelembaban harian. Kelembaban relatif (RH) ialah perbandingan antara tekanan uap
air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi jenuh (Lakitan, 1994).
Kelembaban udara (RH) memperlihatkan kecendrungan yang berbeda pada setiap
bahan atap. Kelembaban tertinggi dicapai pada pagi dan sore hari, sedangkan
kelembaban paling rendah dicapai pada siang hari. Bahan asbes memiliki
kelembaban yang paling rendah pada pukul 12.00. Kondisi ini dikarenakan suhu di
21
kandang asbes pada siang hari paling tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Handoko (1994) bahwa kelembaban relatif (RH) akan lebih kecil bila suhu udara
meningkat dan sebaliknya jika suhu udara lebih rendah maka RH akan tinggi. Hal ini
dapat terjadi pada saat tekanan uap aktual (ea) tetap.
Angin merupakan pergerakan udara akibat perbedaan tekanan yang bergerak
dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah. Angin mempunyai
peran untuk mentransfer panas dari daerah panas ke daerah dingin. Angin juga
berfungsi untuk mereduksi cekaman panas pada ternak (Beede dan Coiller, 1986).
Bahan atap yang memiliki kecepatan angin tertinggi pada saat pengukuran ialah atap
bahan rumbia. Bahan rumbia memiliki kepadatan partikel yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan genteng dan asbes. Hal ini menyebabkan pergerakan dan
pertukaran udara berlangsung lebih cepat di dalam kandang sehingga kecepatan
angin lebih tinggi pada kandang rumbia dibandingkan kedua kandang lainnya.
Pengukuran mikroklimat terakhir ialah intensitas radiasi matahari (IRM).
Intensitas Radiasi Matahari diukur untuk mengetahui perbedaan intesitas matahari
yang diterima pada setiap bahan atap yang berbeda. Intensitas Radiasi Matahari ialah
banyaknya energi yang diterima oleh suatu benda per satuan luas dan per satuan
waktu. Adanya satuan waktu ini termasuk lama penyinaraan atau lama matahari
bersinar dalam satu hari (Sugiato, 1999). Intensitas Radiasi Matahari tertinggi
dicapai pada pukul 12.00 WITA. Hal ini disebabkan pada pukul 12.00 WITA
merupakan waktu puncak akan Intensitas Radiasi Matahari. Sesuai dengan
pernyataan Rosenberg (1930) bahwa gelombang matahari dan net radiasi mencapai
puncak pada siang hari sehingga akan meningkatkan IRM paling tinggi. Bahan asbes
mampu menerima radiasi matahari paling besar dibandingkan dengan bahan lainnya.
Berbeda dengan bahan rumbia yang merupakan bahan yang menerima nilai
Intensitas Radiasi Matahari paling kecil karena bahan rumbia lebih mampu
melepaskan panas yang dipancarkan oleh sinar matahari. Jenis bahan atap yang
berbeda menunjukan kecenderungan perbedaan lingkungan mikroklimat didalam
kandang. Hal ini akan berpengaruh terhadap respon fisiologis sapi bali yang berada
di bawahnya.
22
Pengukuran Respon Fisiologis Sapi bali
pada Bahan Atap yang Berbeda
Perbedaan lingkungan mikroklimat bahan atap memberikan respon fisiologis
yang berbeda terhadap sapi bali. Respon fisiologis yang diamati dalam penelitian ini
meliputi denyut jantung (HR), frekuensi respirasi (RR), suhu permukaan kulit (mTs)
dan suhu tubuh (Tb). Pengujian t-student dilakukan untuk membedakan respon
fisiologis sapi terhadap perbedaan bahan atap yang digunakan. Sapi yang digunakan
pada penelitian ini dibedakan berdasarkan bobot badan, yaitu sapi dewasa dan anak
sapi. Respon fisiologis sapi dewasa disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Respon Fisiologis Rata-Rata Harian Sapi Dewasa pada Bahan Atap
Rumbia, Genteng dan Asbes
Rr (Kali/menit)
28,97±4,62a
mTs(0C)
29,59±2,49a
Tb(0C)
37,20±0,49a
Genteng 81,57± 8,77c
32,09±4,40b
30,82±1,67b
37,58±0,40b
73,32±11,81b
28,79±3,90a
30,62±2,35b
37,27±0,52a
Atap
Rumbia
Asbes
Hr (kali)
89,92± 9,17a
Keterangan : Superscript yang Berbeda pada Baris yang Sama Menunjukan Sangat Nyata
(P<0,05).
Tabel 5 memperlihatkan bahwa respon fisiologis pada sapi dewasa
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perbedaan bahan atap. Bahan atap
rumbia, genteng dan asbes memberikan respon yang berbeda pada sapi bali dewasa.
Denyut jantung sapi dewasa pada ketiga bahan menunjukkan perbedaan nyata. Hal
ini berarti perbedaan bahan atap mempengaruhi secara nyata perbedaan denyut
jantung sapi dewasa. Denyut jantung sapi yang berada pada kandang asbes lebih
rendah dibandingkan dengan denyut jantung sapi yang berada pada kandang rumbia.
Bobot badan sapi yang dipelihara di bawah kandang asbes lebih besar, yaitu 308 Kg,
sementara konsumsi pakan relatif lebih kecil sebesar 25 Kg/hari. Kondisi stress
panas dibawah atap asbes disertai konsumsi pakan yang rendah mengakibatkan
denyut jantung lebih rendah. Peningkatan denyut jantung merupakan respon dari
ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke permukaan tubuh yang lebih
dingin.
Respirasi tidak berbeda secara nyata pada rumbia dan asbes namun berbeda
secara nyata pada genteng. Salah satu faktor yang mempengaruhi respirasi ialah
kelembaban udara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tjasyono (2004) bahwa
23
kelembaban nisbi akan berpengaruh terhadap pernafasan dan keringat yang
dikeluarkan oleh ternak. Suhu permukaan kulit pada sapi dewasa berbahan rumbia
berbeda dengan bahan asbes dan genteng. Hal ini dikarenakan bahan atap rumbia
memiliki kemampuan pelepasan panas yang paling cepat dibandingkan dengan
ketiga bahan lainnya sehingga mengakibatkan proses pelepasan panas ke lingkungan
berlangsung lebih cepat. Berbeda dengan bahan asbes dan bahan genteng yang
memiliki komponen penyusun partikel yang lebih padat sehingga pelepasan panas
relatif lebih lambat sehingga suhu permukaan kulit pada sapi dewasa tidak berbeda
secara signifikan antara bahan genteng dan asbes. Respon suhu tubuh dan suhu
permukaan kulit pun berbeda pada setiap bahan atap. Interaksi ternak dengan
lingkungannya melibatkan pertukaran panas. Pelepasan panas yang berbeda pada
setiap bahan mengakibatkan penerimaan panas dari lingkungan ke ternak berbeda,
sehingga suhu tubuh dan suhu permukaan kulit berbeda pada setiap bahan atap.
Respon fisiologis sapi dewasa berbeda dengan respon fisiolgis yang
ditunjukan oleh anak sapi. Ukuran tubuh mempengaruhi respon fisiologis yang
ditimbulkan oleh seekor ternak (Fradson, 1992). Perbedaan respon fisiologis anak
sapi disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Respon Fisiologis Rata-Rata Harian Anak Sapi pada Bahan atap Rumbia,
Genteng dan Asbes.
Atap
Rumbia
Hr (Kali)
77,95± 11,85a
Rr (Kali/Menit)
25,59± 5,57a
mTs (0C)
29,67± 2,51a
Tb(0C)
37,36 ± 0,61a
Genteng
86,11± 10,77b
28,72±4,93b
30,38± 1,83a
37,44± 0,44a
Asbes
77,47± 13,17a
26.65±3,61a
30,45± 2,50a
37,37± 0,53a
Keterangan : Superscript yang Berbeda pada Baris yang Sama Menunjukan Sangat Nyata
(P<0,05).
Denyut jantung dan respirasi pada anak sapi tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan pada bahan rumbia dan asbes namun berbeda secara nyata pada
bahan atap genteng. Respirasi pada anak sapi menunjukkan perbedaan pada bahan
genteng. Hal ini selaras dengan respirasi pada sapi dewasa. Kelembaban yang tinggi
memberikan respon yang berbeda pada respirasi sapi yang berada pada atap genteng.
Kecepatan angin juga memberikan pengaruh pada respon fisiologis sapi. Kecepatan
angin pada bahan genteng paling rendah dibandingkan dengan bahan rumbia dan
asbes. Angin yang bertiup ke dalam kandang berpengaruh terhadap suhu dan
24
kelembaban udara. Angin mempunyai peranan dalam pelepasan panas ke
lingkungan. Peredaran angin yang lebih besar akan mempercepat proses pelepasan
panas melalui evaporasi pada tubuh ternak. Suhu permukaan kulit dan suhu tubuh
tidak berbeda secara nyata pada anak sapi. Sistem metabolisme sapi dewasa berbeda
dengan anak sapi. Anak sapi cenderung lebih stabil dalam menahan panas dari
lingkungannya sehingga suhu tubuh dan suhu permukaan kulit tidak berbeda secara
nyata pada bahan atap yang berbeda.
Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Respon Fisiologis Sapi bali
Perbedaan bahan atap berpengaruh terhadap perbedaan respon fisiologis yang
ditimbulkan pada sapi. Hubungan antara lingkungan mikroklimat terhadap respon
fisiologis sapi bali dihitung melalui persamaan regresi sederhana.
Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Denyut Jantung Sapi
Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon
denyut jantung sapi dewasa ditunjukkan pada Gambar 2 dengan garis regresi
y = 82,26+0,280x. Artinya dengan peningkatan suhu udara 1 0C akan meningkatkan
denyut jantung sebesar 0,280 kali.
r = 0,100
Gambar 2. Gambar Respon Denyut Jantung Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan
Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia.
Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon
denyut jantung sapi dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 96,860,851x. Artinya dengan peningkatan suhu udara 1 0C akan menurunkan denyut
jantung sebesar 0,851 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap asbes
25
terhadap respon denyut jantung sapi dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis
regresi y = 86,9-0,35x. Artinya dengan peningkatan suhu udara 1
0
C akan
menurunkan denyut jantung sebesar 0,35 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang
bahan atap rumbia terhadap respon denyut jantung anak sapi ditunjukkan dengan
persamaan garis regresi y = 71,61+ 0,232x. Artinya dengan peningkatan suhu udara
1
0
C akan meningkatkan denyut jantung sebesar 0,232 kali. Pengaruh suhu
lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon denyut jantung anak sapi
ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 84,49+0,058x. Artinya dengan
peningkatan suhu udara 1 0C akan meningkatkan denyut jantung sebesar 0,058 kali.
Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap asbes terhadap respon denyut jantung
anak sapi ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 84,43-0,251x. Artinya
dengan peningkatan suhu udara 1 0C akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,251
kali.
Perubahan denyut jantung merupakan salah satu respon yang ditimbulkan
oleh seekor ternak ketika mengalami perubahan lingkungan eksternal seperti
perubahan suhu. Perbedaan denyut jantung antar kandang menunjukkan bahwa
beban penerimaan panas yang diterima dari suhu lingkungan menyebabkan
perbedaan penerimaan respon fisiologis pada sapi dewasa dan anak sapi. Penerimaan
perbedaan panas ini akan mempengaruhi kecepatan denyut jantung ternak. Hasil
analisis regresi pada sapi dewasa dan anak sapi bali menunjukkan bahwa suhu
lingkungan memberikan pengaruh yang lebih tinggi terhadap denyut jantung pada
bahan asbes dan genteng. Bahan asbes dan genteng lebih mampu menyalurkan panas
dengan baik, sehingga suhu didalam kandang bahan asbes cenderung lebih panas.
Hal ini akan mengakibatkan jumlah denyut jantung lebih tinggi.
Kelembaban udara mempengaruhi respon denyut jantung sapi bali. Pengaruh
kelembaban kandang pada bahan atap rumbia terhadap respon fisiologis denyut
jantung sapi bali dewasa udara ditunjukkan pada Gambar 3 dengan garis regresi
y = 86,90+0,035x. Artinya dengan peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan
meningkatkan denyut jantung sebesar 0,035 kali.
26
r= 0,031
Gambar 3. Gambar Respon Denyut Jantung Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan
Kelembaban (RH) Lingkungan pada Bahan Atap Rumbia.
Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon denyut
jantung sapi bali dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y =
47,72+0,394x. Artinya dengan peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan
menaikan denyut jantung sebesar 0,394 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan
atap asbes terhadap respon denyut jantung sapi bali dewasa ditunjukkan dengan garis
regresi y = 51,15+0,258x. Artinya dengan peningkatan kelembaban udara sebesar 1%
akan menaikan denyut jantung sebesar 0,258 kali. Pengaruh kelembaban kandang
bahan atap rumbia terhadap respon denyut jantung anak sapi bali ditunjukkan dengan
persamaan garis regresi y = 88,85-0,128x. Artinya dengan peningkatan kelembaban
udara sebesar 1% akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,128 kali. Pengaruh
kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon denyut jantung anak sapi
bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 64,58-0,250x. Artinya dengan
peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan menurunkan denyut jantung sebesar
0,250 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon
fisiologis denyut jantung anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi
y = 62,01-0,80x. Artinya dengan peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan
menurunkan denyut jantung sebesar 0,80 kali.
Kelembaban yaitu banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Angka
kelembaban relatif dari 0-100% yang berarti 0% udara kering. Kelembaban
mempengaruhi respon fisiologis denyut jantung. Hasil analisis regresi menunjukan
bahwa kelembaban udara memberikan pengaruh respon denyut jantung yang lebih
besar pada atap rumbia. Bahan rumbia memiliki kelembaban yang paling tinggi
27
dibandingkan dengan bahan genteng dan asbes. Kondisi ini mengakibatkan denyut
jantung dibawah atap rumbia cendrung lebih tinggi. Kondisi ini disebabkan
terjadinya vasokonstirksi pada pembuluh darah superfisial. Suhu lingkungan yang
lebih rendah dengan kelembaban tinggi akan menyebabkan penurunan aliran darah
dan hilangnya panas ke lingkungan dengan menurunkan pembuluh darah superfisial
dan akan menyebabkan peningkatan laju metabolisme Cambell (1974). Hal ini
mengakibatkan denyut jantung pada sapi yang dikandangkan dengan bahan atap
rumbia memiliki denyut jantung yang lebih besar.
Intensitas radiasi matahari (IRM) memberikan pengaruh terhadap respon
denyut jantung terhadap sapi bali. Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia
terhadap respon denyut jantung sapi bali dewasa ditunjukkan pada Gambar 4 dengan
persamaan garis regresi y = 91,46-0,004x. Artinya peningkatan IRM sebesar 1
kkal/m2/jam akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,004 kali.
r = 0,031
Gambar 4. Gambar Respon Denyut Jantung Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan
Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia.
Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon denyut jantung
sapi bali dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 138,4-0,146x.
Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan menurunkan denyut
jantung sebesar 0,146 kali. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap respon
fisiologis denyut jantung sapi bali dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis
regresi y = 62,01-0,80x. Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam
akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,80 kali. Pengaruh IRM kandang bahan
atap rumbia terhadap respon denyut jantung anak sapi bali dewasa ditunjukkan
28
dengan persamaan garis regresi y = 125,6-0,134x. Artinya dengan peningkatan IRM
sebesar 1 kkal/m2/jam akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,134 kali. Pengaruh
bahan atap genteng terhadap respon anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan
garis regresi y = 100,6-0,037x. Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1
kkal/m2/jam akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,037 kali. Pengaruh IRM
kandang bahan atap asbes terhadap respon denyut jantung anak sapi bali ditunjukkan
dengan persamaan garis regresi y = 100,1-0,058x. Artinya dengan peningkatan IRM
sebesar 1 kkal/m2/jam akan menurunkan denyut jantung sebesar 0,058 kali.
Lingkungan mikroklimat mempengaruhi denyut jantung ternak. Secara
fisiologis kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi dikendalikan oleh impuls
dari sistem saraf otonom. Rangsangan saraf simpatik meningkatkan aktivtas jantung
dengan naiknya gaya/ tenaga kontraksi, kecepatan kontraksi, kecepatan konduksi
impuls dan arus darah koroner. Rangsangan simpatik memungkinkan jantung
beristirahat lebih lama pada saat tubuh istirahat. Ketika seekor ternak mengalami
stress makan, stimulasi simpatik dapat meningkatkan aktivitas jantung untuk
mensuplai lebih banyak darah ke otot serat lintang, hati dan otak (Fradson, 1992).
Selain sistem saraf, percepatan denyut jantung juga dipengaruhi oleh hormon.
Reaksi percepatan denyut jantung merupakan bagian dari respon fight or fight yang
dirangsang oleh dua hormon medula adrenal epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin
(noradrenalin). Kedua hormon tersebut merupakan anggota kelas katekolamin yang
disentesis dari asam amino tirosin (Hills, 1989). Lebih jauh Fradson (1992)
menambahkan bahwa epinefrin, norepinefrin dan katekolamin disekresikan sebagai
respon terhadap stres negatif atau positif. Pelepasannya kedalam darah menyebabkan
dorongan bioenergenik yang cepat pada tubuh, yang meningkatkan laju metabolisme
basal. Epinefrin dan norepinefrin meningkatkan laju perombakan glikogen di dalam
hati dan otot rangka serta pelapasan glukosa ke dalam darah oleh sel hati. Kedua
hormon ini juga merangsang pembebasan asam lemak dari sel sel lemak. Asam
lemak itu dapat digunakan sel sebagai energi.
Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Respirasi Sapi
Respon respirasi pada sapi merupakan salah satu parameter yang diamati.
Respirasi merupakan proses fisiologis yang dilakukan oleh seekor ternak untuk
mengambil oksigen dan melepaskan karbondioksida (Hill, 1989). Ternak yang
29
mengalami cekaman panas akan melepaskan panas yang didapatkan melalui proses
respirasi. Perbedaan bahan atap mempengaruhi respon respirasi yang ditimbulkan
oleh sapi. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon
respirasi sapi dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 7,559+0,785x.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan suhu lingkungan sebesar 10C akan
meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,785 kali. Pengaruh suhu lingkungan
kandang bahan atap genteng terhadap respon respirasi sapi dewasa ditunjukkan
dengan persamaan garis regresi y = 19,98+0,440x. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan peningkatan suhu lingkungan sebesar 10C akan meningkatkan respon
respirasi sebanyak 0,440 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap asbes
terhadap respon respirasi sapi dewasa ditunjukkan pada Gambar 5 dengan garis
regresi y = 24,05+0,171x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan suhu
lingkungan sebesar 10C akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,171 kali.
r = 0,173
Gambar 5.
Gambar Respon Respirasi Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan Suhu
Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Asbes.
Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon
respirasi
anak
sapi
bali
ditunjukkan
dengan
persamaan
garis
regresi
y = 1,799+0,872x. Hal ini berarti dengan peningkatan suhu lingkungan sebesar 10C
akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,872 kali. Pengaruh suhu lingkungan
kandang bahan atap genteng terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan
dengan persamaan garis regresi y = 14,54+0,438x Hal ini menunjukkan bahwa
dengan peningkatan suhu lingkungan sebesar 10C akan meningkatkan respon
respirasi sebanyak 0,438 kali. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap asbes
30
terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan dengan garis regresi
y = 10,59+0,659x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan suhu lingkungan
sebesar 10C akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,659 kali.
Suhu lingkungan mempunyai pengaruh terhadap respon respirasi sapi bali.
Suhu lingkungan memberikan pengaruh respon respirasi tertinggi pada sapi bali yang
dikandangankan dengan bahan atap asbes. Suhu udara yang lebih tinggi dibawah
bahan asbes menyebabkan peningkatan suhu udara di dalam kandang, akibatnya akan
terjadi peningkatan respirasi dari ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan
McDowwll (1972) bahwa pengaruh yang ditimbulkan akibat peningkatan suhu tubuh
akibat kondisi panas lingkungan, diantaranya terjadi peningkatan tingkat respirasi,
(McDowell, 1972 dan Amstrong, 1977).
Kelembaban mempengaruhi respon respirasi pada sapi bali. Pengaruh
kelembaban kandang bahan atap rumbia terhadap respon fisiologis sapi bali dewasa
yang dipengaruhi kelembaban ditunjukkan pada Gambar 6 dengan garis regresi
y = 44,31-0,180x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kelembaban
sebesar 1% akan menurunkan respon respirasi sebanyak 0,180 kali.
r = -0,570
Gambar 6.
Gambar Respon Respirasi Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan
Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia.
Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon respirasi
sapi bali dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 41,02-0,104x. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kelembaban sebesar 1% akan
menurunkan respon respirasi sebanyak 0,104 kali. Pengaruh kelembaban kandang
bahan atap asbes terhadap respon respirasi sapi bali dewasa ditunjukkan dengan
31
persamaan garis regresi y = 35,92-0,083x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan respon respirasi sebanyak
0,083 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap rumbia terhadap respon
respirasi anak sapi bali ditunjukkan melalui garis regresi y = 51,37-0,304x. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan
respon respirasi sebanyak 0,304 kali. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap
genteng terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan melalui garis regresi
y = 46,68-0,209x. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kelembaban
sebesar 1% akan menurunkan respon respirasi sebanyak 0,209 kali. Pengaruh
kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon respirasi anak sapi
ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 40,37-0,160x. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan respon
respirasi sebanyak 0,160 kali.
Kelembaban mempunyai pengaruh terhadap respon respirasi pada ternak.
Kelembaban nisbi berpengaruh pada pernafasan dan keringat pada hewan.
(Tjasyono, 2004). Kelembaban tinggi dapat berakibat langsung terhadap penurunan
jumlah panas yang hilang akibat penguapan. Kelembaban tinggi mengakibatkan
penguapan tertahan, sehingga akan meningkatkan panas pada sapi. Hasil analisis
regresi menunjukan bahwa kelembaban memberikan pengaruh yang lebih tinggi pada
bahan atap rumbia. Proses homeostatis utama untuk membuang panas pada sapi
dilakukan melalui mekanisme evaporation heat loss yaitu proses kehilangan panas
melalui kelanjar di kulit (sweeating) dan pernafasan (panting) (McLean and Calvert,
1972).
Intensitas Radiasi Matahari mempunyai pengaruh terhadap respon respirasi
pada ternak. Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia terhadap respon respirasi
sapi bali dewasa yang dipengaruhi Intensitas Radiasi Matahari ditunjukkan pada
Gambar 7 dengan garis regresi y = 17,02+0,118x. Artinya dengan peningkatan IRM
sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,118 kali.
32
r = 0,450
Gambar 7.
Gambar Respon Respirasi Sapi bali Dewasa terhadap Perubahan
Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia.
Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon fisiologis
respirasi sapi bali dewasa ditunjukkan melalui persamaan regresi y = 6,173+0,098x.
Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan respon
respirasi sebanyak 0,098 kali. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap
respon respirasi sapi bali dewasa ditunjukkan melalui persamaan regresi y =
18,11+0,027x. Artinya dengan peningkatan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan
meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,027 kali. Pengaruh IRM kandang bahan
atap rumbia terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan
regresi y = 26,63+0,135x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan IRM sebesar 1
kkal/m2/jam akan meningkatkan respon respirasi sebesar 0,135 kali. Pengaruh IRM
kandang bahan atap genteng terhadap respon respirasi anak sapi bali yang
dipengaruhi Intensitas Radiasi Matahari ditunjukkan dengan persamaan regresi
y = 13,16+0,107x. Artinya dengan kenaikan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan
meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,107 kali. Pengaruh IRM kandang bahan
atap asbes terhadap respon respirasi anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan
regresi y = 14,20+0,068x. Artinya dengan IRM sebesar 1 kkal/m2/jam akan
meningkatkan respon respirasi sebanyak 0,068 kali.
Peningkatan respirasi pada siang hari merupakan bagian dari respon yang
ditunjukkan oleh ternak untuk meningkatkan kehilangan panas pada situasi
peningkatan beban panas. Perbedaan frekuensi pernafasan pada sapi menunjukkan
bahwa proses pelepasan panas melalui proses pernafasan berbeda dari setiap sapi.
Perbedaan bahan atap memberikan respon yang berbeda terhadap frekuensi
pernafasan sapi. Panas yang disalurkan melalui atap kandang akan berpengaruh
33
terhadap respon frekuensi respirasi sapi. Lingkungan mikroklimat mempunyai
pengaruh yang nyata terhadap respon respirasi sapi. Peningkatan frekuensi
pernafasan yang terjadi merupakan usaha sapi untuk mempertahankan kondisi
homeostatis pada keadaan tingginya suhu udara dan kelembaban dalam kandang
(Ganong, 1983). Kenaikan suhu udara akan mengakibatkan peningkatan pernafasan
setiap menitnya (Hann, 1999).
Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi
Suhu permukaan kulit merupakan salah satu parameter fisiologis yang
diamati. Kulit merupakan salah satu media pada seekor ternak untuk dapat
melepaskan dan mendapatkan panas dari lingkungan. Kulit mempunyai peranan
penting dalam menerima rangsangan panas atau rangsangan dingin untuk
dihantarkan ke susunan syaraf pusat dan diteruskan ke hipotalamus anterior untuk
dilakukan usaha penurunan perolehan atau pembuangan panas (Ganong, 1983).
Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu
permukaan kulit sapi bali dewasa ditunjukan pada Gambar 8 dengan persamaan garis
regresi y = 15,20 +0,527x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan suhu lingkungan
sebesar 1 0C akan menaikan respon fisiologis suhu permukaan kulit sebesar 0,527 0C.
r = 0,714
Gambar 8. Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi bali Dewasa terhadap
Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia.
Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu
permukaan kulit sapi bali dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi
y = 21,89+0,325x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C
akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,325 0C. Pengaruh suhu
lingkungan kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu permukaan kulit sapi bali
34
dewasa yang dipengaruhi suhu lingkungan ditunjukkan dengan persamaan garis
regresi y = 19,72 + 0,394x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan
sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,394 0C.
Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap respon fisiologis
suhu permukaan kulit anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi
y = 14,46+ 0,557x. Artinya kenaikan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan menaikan
respon fisiologis suhu permukaan kulit sebesar 0,557 0C. Pengaruh suhu lingkungan
kandang bahan atap genteng terhadap respon fisiologis respirasi sapi bali dewasa
yang dipengaruhi suhu lingkungan ditunjukkan melalui persamaan garis regresi
y = 20,66+0,354x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C
akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,354 0C. Pengaruh suhu
lingkungan kandang bahan atap asbes terhadap respon fisiologis respirasi sapi bali
dewasa ditunjukkan melaui persamaan garis regresi y = 18,28+0,439x. Artinya
dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu
permukaan kulit sapi sebesar 0,439 0C.
Suhu lingkungan mempunyai pengaruh terhadap respon permukaan kulit
pada sapi. Ketahanan kulit sebagai pelindung lapisan luar pada ternak terhadap
lingkungan menjadi sangat penting untuk mempertahankan suhu tubuh. Finch (1986)
menambahkan bahwa sapi bali mempunyai sistem anatomi dan fisiologi yang
memungkinkan peningkatan kehilangan panas melalui kulit, termasuk aliran darah ke
permukaan kulit yang ditransfer ke permukaan. Suhu lingkungan memberikan
pengaruh yang lebih besar terhadap sapi yang dikandangkan dengan bahan atap asbes
dan genteng. Hal ini disebabkan suhu lingkungan atap asbes dan genteng lebih tinggi
dibandingkan dengan bahan atap rumbia, akibatnya aliran panas yang terjadi di
dalam kandang akan lebih tinggi. Kondisi ini menyebabkan suhu permukaan kulit
dibawah kandang asbes menjadi lebih tinggi.
Kelembaban udara berpengaruh pula terhadap suhu permukaan kulit.
Pengaruh kelembaban kandang terhadap respon suhu permukaan kulit sapi bali
dewasa pada bahan atap rumbia disajikan pada Gambar 9. Persamaan garis regresi
dari gambar tersebut ialah y= 41,27-137x. Hal ini berarti, adanya peningkatan
kelembaban udara sebesar 1% akan menyebabkan penurunan suhu permukaan kulit
sebesar 0,137 0C.
35
r= -0,593
Gambar 9. Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi bali Dewasa terhadap
Perubahan Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Rumbia.
Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu
permukaan kulit sapi dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 38,70,091x. Hal ini berarti, dengan adanya peningkatan kelembaban udara sebesar 1%
akan menurunkan respon suhu permukaan kulit sebesar 0,091
0
C. Pengaruh
kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu permukaan kulit sapi
dewasa ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 40,57-0,116x. Hal ini berarti
dengan adanya peningkatan kelembaban udara sebesar 1% akan menurunkan respon
suhu permukaan kulit sebesar 0,116 0C. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap
rumbia terhadap respon fisiologis suhu permukaan kulit anak sapi bali ditunjukkan
dengan persamaan garis regresi y = 42,30-0,148x. Hal ini menunjukkan bahwa
kenaikan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan respon suhu permukaan kulit
sebesar 0,148 0C. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap genteng terhadap respon
fisiologis suhu permukaan kulit anak sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis
regresi y = 39,23-0,103x. Artinya dengan adanya peningkatan kelembaban sebesar
1% akan menurunkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,103 0C. Pengaruh
kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu permukaan kulit anak
sapi bali ditunjukkan dengan persamaan garis regresi y = 40,58-0,118x. Artinya
dengan adanya peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menunrukan suhu
permukaan kulit sapi sebesar 0,118 0C.
Kelembaban memberikan pengaruh langsung terhadap suhu permukaan kulit
pada sapi. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa kelembaban bahan atap rumbia
memberikan pengaruh paling besar terhadap suhu permukaan kulit. Hal ini terjadi,
36
karena bahan atap rumbia memiliki kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bahan genteng maupun asbes. Tingginya kelembaban yang terjadi
menyebabkan terjadinya pelepasan panas tertahan di kulit sehingga suhu kulit akan
lebih tinggi pada sapi yang dikandangkan dengan bahan atap rumbia.
Penerimaan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) juga berpengaruh terhadap
respon suhu permukaan kulit pada sapi. Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia
terhadap respon suhu permukaan kulit sapi bali dewasa yang dipengaruhi Intensitas
Radiasi Matahari ditunjukkan pada Gambar 10. Garis regresi pada gambar tersbut
ialah dengan garis regresi y = 9,72+0,101x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan
Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan respon suhu
permukaan kulit sebesar 0,101 0C.
r = 0,717
Gambar 10.
Gambar Respon Suhu Permukaan Kulit (mTs) Sapi bali Dewasa
terhadap Perubahan Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan
Atap Rumbia.
Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon fisiologis
respirasi sapi bali dewasa yang dipengaruhi Intensitas Radiasi Matahari ditunjukkan
melalui persamaan garis regresi y = 10,77+0,051x. Artinya dengan adanya
peningkatan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan
suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,051 0C. Pengaruh IRM kandang bahan atap
asbes terhadap respon fisiologis respirasi sapi bali dewasa ditunjukkan melalui
persamaan garis regresi y = 6,847+0,061x. Artinya dengan adanya peningkatan
Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu
permukaan kulit sapi sebesar 0,061 0C. Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia
terhadap respon suhu permukaan kulit anak sapi bali ditunjukan melalui persamaan
garis regresi y = 11,31+0,106x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan Intensitas
37
Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan menaikan respon suhu permukaan kulit
sebesar 0,106 0C. Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu
permukaan kulit anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan garis regresi
y = 7,748+0,058x. Artinya dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi Matahari
sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,058
C. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap respon fisiologis suhu
permukaan kulit anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan aris regresi
y = 3,773+0,068x. Artinya dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi Matahari
sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,068
0
C.
Suhu permukaan kulit diukur sebagai suhu terluar dari seekor ternak untuk
mengetahui suhu tubuh ternak. Kulit juga mempunyai peranan dalam kehilangan
panas pada ternak Hal ini sesuai dengan pernyataan Esmay (1978) bahwa sapi
mempunyai kulit yang berperan dalam kehilangan panas secara cepat melalui
evaporasi. Evaporasi merupakan cara yang penting untuk melepaskan panas dari
ternak. Penerimaan panas melalui kulit dipengaruhi oleh warna kulit ternak. Warna
kulit dihasilkan oleh adanya granula pigmen yaitu melanosom di dalam sitoplams
dari sel-sel pigmen (melanocyte). Pigmen tersebut ialah melanin, warna gelap yang
dihasilkan oleh dispersi granula melanin ke dalam prosesus sitoplasma sel ataupn
jaringan-jaringan yang mengelilinginya, sedangkan warna cerah dihasilkan oleh
konsentrasi granula yang terletak di dekat nukleus (Fradson, 1992). Warna putih
pada kulit ternak akan menyerap 20% panas yang terpancar, sedangkan warna hitam
akan menyerap 100% (Williamson, 1993).
Warna kulit bukan satu satunya faktor yang mempengaruhi penyerapan panas
pada ternak. Panjang rambut, ketebalan dan kondisi rambut juga menentukan. Ternak
dengan bulu halus dan pendek lebih tahan terhadap panas. Lebih jauh disebutkan
oleh Yeates (1965) bahwa bulu yang pendek dengan warna terang dengan tekstur
halus dan mengkilap baik sekali untuk mengatasi pengaruh panas radiasi matahari.
Finch (1986) menyebutkan bahwa lembutnya permukaan kulit merefleksikan radiasi
pada permukaan kulit. Bulu pada lapisan permukaan menurunkan ketahanan
terhadap aliran panas. Sapi bali memiliki bulu halus, pendek dan mengkilap sehingga
sapi bali mempunyai kemampuan menahan panas yang baik dari lingkungan.
38
Pengaruh Perbedaan Bahan Atap terhadap Suhu Tubuh
Suhu Tubuh yang diukur pada sapi dewasa dan anak sapi menunjukkan
respon yang berbeda-beda terhadap pengaruh bahan atap. Pengaruh suhu lingkungan
kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa ditunjukkan
pada Gambar 11 dengan persamaan garis regresi y = 34,92 + 0,083x. Hal ini
menunjukkan bahwa kenaikan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan
respon suhu tubuh sebesar 0,083 0C.
r = 0,577
Gambar 11.
Gambar Respon Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap
Perubahan Suhu Lingkungan (Ta) pada Bahan Atap Rumbia.
Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu
tubuh
sapi
bali
dewasa
ditunjukkan
melalui
persamaan
garis
regresi
y = 36,34+0,045x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C
akan meningkatkan suhu tubuh sapi sebesar 0,045 0C. Pengaruh suhu lingkungan
kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa ditunjukkan
melalui persamaan garis regresi y = 34,97+0,083x. Artinya dengan adanya
peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu tubuh sapi
sebesar 0,083 0C. Pengaruh suhu lingkungan kandang bahan atap rumbia terhadap
respon suhu tubuh anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan garis regresi
y = 34,25+0,114x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan suhu lingkungan sebesar 1
0
C akan meningkatkan respon fisiologis suhu tubuh sebesar 0,114 0C. Pengaruh suhu
lingkungan kandang bahan atap genteng terhadap respon fisiologis suhu tubuh anak
sapi bali yang dipengaruhi suhu lingkungan ditunjukkan melalui persamaan garis
regresi y = 35,70+0,063x. Artinya dengan adanya peningkatan suhu lingkungan
sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu tubuh sapi sebesar 0,063 0C. Pengaruh suhu
39
lingkungan kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu tubuh anak sapi bali
ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 35,01+0,085x. Artinya dengan
peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu tubuh sapi
sebesar 0,085 0C.
Suhu tubuh merupakan perwujudan dari suhu-suhu organ di dalam tubuh
ternak. Suhu tubuh ternak di pengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Perbedaan bahan
atap kandang mempengaruhi respon suhu tubuh sapi dewasa dan anak sapi bali.
Perbedaan penerimaan panas dari setiap bahan atap menunjukkan adanya perbedaan
penerimaan respon pada ternak. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang lebih
rendah terhadap suhu tubuh sapi yang dikandangkan dengan bahan atap rumbia. Hal
ini sesuai dengan suhu lingkungan pada kandang bahan atap rumbia. Suhu kandang
rumbia yang lebih rendah menyebabkan suhu di dalam kandang menjadi lebih
rendah, akibatnya suhu tubuh sapi lebih rendah.
Pengaruh kelembaban kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu
tubuh sapi bali dewasa ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y =
38,70+0,017x. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan kelembaban sebesar 1% akan
meningkatkan respon fisiologis suhu tubuh sebesar 0,017 0C. Pengaruh kelembaban
kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa yang
ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 38,02-0,005x. Artinya dengan
adanya peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan suhu tubuh sapi
sebesar 0,005 0C. Pengaruh kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon
suhu tubuh sapi bali dewasa yang dipengaruhi suhu lingkungan ditunjukkan pada
Gambar 12 dengan persamaan garis regresi y = 38,77-0,017x. Artinya dengan adanya
peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan suhu tubuh sapi sebesar
0,017 0C.
40
r = 0,407
Gambar 12. Respon Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan
Kelembaban (RH) pada Bahan Atap Asbes.
Pengaruh kelembaban kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu
tubuh anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 39,13-0,020x.
Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan
respon fisiologis suhu tubuh sebesar 0,020 0C. Pengaruh kelembaban kandang bahan
atap genteng terhadap respon fisiologis anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan
garis regresi y = 38,43-0,011x. Artinya dengan adanya peningkatan kelembaban
sebesar 1% akan menurunkan suhu tubuh sapi sebesar 0,011
0
C. Pengaruh
kelembaban kandang bahan atap asbes terhadap respon fisiologis suhu tubuh sapi
bali dewasa ditunjukkan melalui garis regresi y = 38,92-0,018x. Artinya dengan
adanya peningkatan kelembaban sebesar 1% akan menurunkan suhu tubuh sapi
sebesar 0,018 0C.
Kelembaban memberikan pengaruh terhadap respon suhu tubuh pada ternak.
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kelembaban memberikan respon suhu
tubuh sapi yang lebih tinggi pada kandang bahan asbes. Hal ini dikarenakan,
kelembaban di dalam kandang asbes lebih rendah dibandingkan dengan kandang
rumbia dan genteng. Kelembaban relatif udara (RH) dipengaruhi oleh suhu udara
namun tidak berlaku sebaliknya. Naiknya suhu udara akan menyebabkan defisit
tekanan uap meningkat sehingga kapasitas udara dalam menampung uap air
meningkat yang selanjutnya menyebabkan penurunan kelembaban relatif udara
(Tjasyono, 2004).
Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu tubuh sapi
bali dewasa yang dipengaruhi Intensitas Radiasi Matahari ditunjukkan pada Gambar
41
13, dengan persamaan garis regresi y = 31,30 + 0,015x. Hal ini menunjukkan bahwa
kenaikan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu
tubuh sebesar 0,015 0C.
r = 0,547
Gambar 13. Respon Suhu Tubuh (Tb) Sapi Bali Dewasa terhadap Perubahan
Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Bahan Atap Rumbia.
Pengaruh IRM kandang bahan atap genteng terhadap respon suhu tubuh sapi
bali dewasa ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 34,91+0,006x. Artinya
dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan
meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,006 0C. Pengaruh IRM kandang
bahan atap asbes terhadap respon suhu tubuh sapi bali dewasa yang dipengaruhi
Intensitas Radiasi Matahari ditunjukkan melalui persamaan garis regresi y = 32,74+
0,011x. Artinya dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1
kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu permukaan kulit sapi sebesar 0,011 0C.
Pengaruh IRM kandang bahan atap rumbia terhadap respon suhu tubuh pada anak
sapi bali ditunjukkan melalui garis regresi y = 29,26+0,020x. Hal ini menunjukkan
bahwa kenaikan Intensitas Radiasi Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan
meningkatkan respon suhu tubuh sebesar 0,020 0C. Pengaruh IRM kandang bahan
atap genteng terhadap respon anak sapi bali ditunjukkan melalui persamaan garis
regresi y = 33,59+0,009x. Artinya dengan adanya peningkatan Intensitas Radiasi
Matahari sebesar 1 kkal/m2/jam akan meningkatkan suhu tubuh sapi sebesar 0,009
0
C. Pengaruh IRM kandang bahan atap asbes terhadap respon suhu tubuh anak sapi
ditunjukan melalui persamaan garis regresi y = 32,50+0,12x. Artinya dengan adanya
42
peningkatan suhu lingkungan sebesar 1 0C akan meningkatkan suhu tubuh sapi
sebesar 0,012 0C.
Intensitas Radiasi yang menyebabkan perubahan suhu udara dalam kandang
berpengaruh terhadap respon suhu tubuh pada ternak. Intensitas Radiasi Matahari
memberikan pengaruh yang lebih rendah terhadap respon suhu tubuh pada bahan
atap rumbia. Rendah nya nilai IRM pada bahan rumbia menyebabkan suhu
lingkungan di dalam kandang lebih rendah sehingga suhu tubuh akan lebih rendah.
Seekor ternak akan selalu menjaga stabilitas suhu tubuh dengan melakukan kontrol
termoregulasi untuk menjaga keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas.
Ternak merupakan hewan berdarah panas (homeoterm) yang berarti ternak akan
berusaha mempertahankan suhu tubuh nya pada kisaran yang paling cocok untuk
terjadinya aktivitas biologis yang optimum (Williamson, 1993). Perbedaan bahan
atap kandang terbukti secara nyata mempengaruhi respon suhu tubuh sapi dewasa
dan sapi anak. Perbedaan penerimaan panas dari setiap bahan atap menunjukkan
adanya perbedaan penerimaan respon pada ternak.
Kenaikan perubahan suhu tubuh yang sedikit pun akan berdampak pada
proses metabolisme ternak. Lebih jauh, suhu tubuh menentukan produktivitas ternak.
Perubahan suhu tubuh yang kecil sekalipun berefek pada jaringan dan fungsi
neuroendokrin yang berimpilkasi pada pengurangan fertilitas, pertumbuhan dan
kemampuan kerja. Sapi bali mempunyai kemampuan pengaturan suhu tubuh secara
efesien pada kondisi lingkungan yang panas. Hal ini dikarenakan kemampuan
memenuhi laju metabolisme yang lebih rendah, asupan pakan yang lebih rendah dan
pertumbuhan yang lebih rendah (Finch, 1986).
Pengaruh Lingkungan Mikroklimat terhadap Respon Fisiologis Sapi Bali
Pengaruh lingkungan mikroklimat pada setiap bahan atap yang berbeda
diketahui melalui Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU). Analisis Regresi
Komponen Utama merupakan teknik analisis regresi yang dikombinasikan dengan
teknik analisis komponen utama. Analisis ini digunakan pada penelitian yang
melibatkan banyak variabel bebas dari sistem konkret serta diketahui bahwa terdapat
saling ketergantungan atara variabel bebas tersebut. Model analisis regresi komponen
43
utama digunakan sebagai salah satu teknik analisis dalam mengkaji hubungan kausal
antara banyak variable bebas yang saling berkorelasi (Gaspersz, 1995).
Berdasarkan hasil analysis of Variance (ANOVA) pada atap rumbia maka
terdapat perbedaan nyata antara denyut jantung dan respirasi sapi dewasa dan anak
sapi (P<0,05), sehingga analisis regresi komponen utama pada denyut jantung dan
respirasi harus dibedakan. Pada suhu tubuh tidak terdapat perbedaan secara nyata
antara sapi dewasa dan anak sapi (P>0,05) sehingga persamaan analisis regresi
komponen utama tidak dibedakan. Tabel persamaan analisis regresi komponen utama
bahan atap rumbia disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Tabel Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada Atap
Rumbia
Variabel
Persamaan regresi komponen utama
Komponen
Utama
HR 1
HR = 88,29 + 0,021X1 – 0,006X2 + 0,161X3 + 0,003X4
X4
HR 2
HR = 69,37 + 0,111X1 – 0,033X2 + 0,855X3 + 0,021X4
X4 Tb 1.2
Tb = 35,14 + 0,028 X1 – 0,008 X2 + 0,216 X3 + 0,005 X4
X4 RR 1
RR = 21,93 + 0,090 X1 – 0,026 X2 + 0,693 X3 + 0,017X4
X4 RR 2
RR = 13,73 + 0,285 X1 – 0,085 X2 + 2,191 X3 + 0,052 X4
X4 Keterangan : HR 1= Denyut Jantung Sapi Dewasa, HR 2= Denyut Jantung Anak Sapi, Tb 1.2 = Suhu
Tubuh Sapi Dewasa dan Anak Sapi, RR 1= Respirasi Sapi Dewasa , RR 2= Respirasi
Anak Sapi. X1= Suhu Lingkungan (Ta), X2 = Kelembaban (RH), X3 = Kecepatan
Angin, X4 = Intensitas Radiasi Matahari.
Berbeda dengan atap rumbia, pada atap asbes denyut jantung (HR) dan suhu
tubuh (Tb) tidak dibedakan antara sapi dewasa dan anak sapi (P<0,05), sehingga
tidak dibedakan persamaan analisis regresi komponen utama nya. Respon Respirasi
(RR) menunjukan perbedaan nyata antara sapi dewasa dan anak sapi (P<0,05)
sehingga harus dibedakan persamaan analisis regresi komponen utama nya. Tabel
persamaan analisis regresi komponen utama bahan atap asbes disajikan pada Tabel 8.
44
Tabel 8. Tabel Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada Atap
Genteng
Variabel
Persamaan regresi komponen utama
Komponen
Utama
HR 1.2
HR = 86,58 – 0,75 X1 + 0,057 X2 – 2,534 X3 – 0,028 X4
X4
Tb 1.2
Tb = 35,97 + 0,021 X1 – 0,007 X2 + 0,304 X3 + 0,003 X4
X4 RR 1
RR = 24,11 + 0,073X1 – 0,024X2 + 1,060 X3 + 0,012X4
X4 RR 2
RR = 18,26 + 0,132 X1 – 0,043 X2 + 1,909 X3 + 0,021 X4
X4
Keterangan : HR 1= Denyut Jantung Sapi Dewasa, HR 2= Denyut Jantung Anak Sapi, Tb 1.2 = Suhu
Tubuh Sapi Dewasa dan Anak Sapi, RR 1= Respirasi Sapi Dewasa , RR 2= Respirasi
Anak Sapi. X1= Suhu Lingkungan (Ta), X2 = Kelembaban (RH), X3 = Kecepatan
Angin, X4 = Intensitas Radiasi Matahari.
Bahan atap genteng memberi perbedaan persamaan regresi komponen utama.
Pada atap genteng denyut jantung (HR) tidak dibedakan antara sapi dewasa dan anak
sapi (P<0,05), sehingga tidak dibedakan persamaan analisis regresi komponen utama
nya. Respon suhu tubuh (Tb) dan respirasi (RR) menunjukan perbedaan nyata
antara sapi dewasa dan anak sapi (P<0,05) sehingga harus dibedakan persamaan
analisis regresi komponen utama nya. Tabel persamaan analisis regresi komponen
utama bahan atap asbes disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Tabel Persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) pada Atap
Asbes
Variabel
Persamaan regresi komponen utama
Komponen Utama
HR 1.2
HR = 85,80 –0,237X1 + 0,077 X2 – 3,782 X3 – 0,038 X4
X4
Tb 1
Tb = 36,96 + 0,010 X1 – 0,441 X2 + 0,153 X3 + 0,001 X4
X4 Tb 2
Tb = 36,35 + 0,016 X1 – 0,005 X2 + 0,258 X3 + 0,002 X4
X4 RR 1
RR = 24,053 + 0,127 X1 – 0,041 X2 + 2,079 X3 + 0,020 X4
X4
RR 2
RR = 16,61 + 0,190 X1 – 0,062 X2 + 3,035 X3 + 0,031 X4
X4
Keterangan : HR 1= Denyut Jantung Sapi Dewasa, HR 2= Denyut Jantung Anak Sapi, Tb 1.2 = Suhu
Tubuh Sapi Dewasa dan Anak Sapi, RR 1= Respirasi Sapi Dewasa , RR 2= Respirasi
Anak Sapi. X1= Suhu Lingkungan (Ta), X2 = Kelembaban (Rh), X3 = Kecepatan
Angin, X4 = Intensitas Radiasi Matahari.
Suhu permukaan kulit tidak dibedakan anatar sapi dewasa dan anak sapi.
Bahan atap pun tidak dibedakan. Hasil analisis regresi komponen utama (ARKU)
pada suhu permukaan kulit (mTs) ialah Mts = 22,08 + 0,132 X1 – 0,042 X2 + 1,416
X3 + 0,022 X4. Komponen utama dari persamaan regresi tersebut ialah X4
(Intensitas radiasi matahari). Berdasarkan hasil analisis regresi komponen utama
45
(ARKU) pada Tabel 7, 8 dan 9 serta mTs diketahui bahwa Intensitas Radiasi
Matahari (X4) menjadi pembeda dalam setiap persamaan. Hal ini berlaku pada setiap
bahan rumbia, asbes maupun genteng. Intensitas Radiasi Matahari merupakan
komponen utama yang paling berpengaruh terhadap keleseluruhan respon fisiolgis
pada sapi dewasa dan anak sapi.
Matahari sebagai pusat pergerakan planet bumi, memancarkan radiasinya
dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Matahari menyediakan semua energi
yang diterima oleh bumi. Energi ini menyebabkan terjadinya proses fotosinteesis,
pemanasan tanah, pemanasan udara, dan evaporasi. Energi matahari merupakan
penyebab utama dari perubahan dan pergerakan dalam atmosfer sehingga dianggap
sebagai pengendali iklim dan cuaca yang besar. Intensitas radiasi matahari (IRM)
merupakan absorbsi energi matahari per cm2/menit (Kartasapoetra, 2004).
Peningkatan radiasi matahari dipengaruhi oleh peningkatan suhu. Hal ini sesuai
dengan tetapan radiasi matahari didefinisikan sebagai jumlah flux (aliran) radiasi
matahari yang diterima atmosfer secara tegak lurus pada suatu bidang seluas 1 cm2
dalam satu menit. Hukum radiasi ini dibuat atas dasar suatu sifat benda hitam,black
body yang bersifat mengabsorbsi semua radiasi elektromagnetik pada spectrum
tertentu. Stefan Boltzman merumuskan sebuah hukum yang menyebutkan bahwa jika
suatu benda hitam memancarkan kalor, maka intensitas pemancaran kalor tersebut
sebanding dengan pangkat empat dari temperatur absolut (Kartasapoetra, 2004).
Hukum tersebut menggambarkan bahwa intensitas radiasi matahari meningkat
seiring dengan peningkatan suhu sehingga semakin tinggi suhu lingkungan maka
semakin besar pula intensitas radasi. Tinggi nya Intensitas Radiasi Matahai akan
berpengaruh terhadap respon-respon fisiologis pada sapi seperti denyut jantung,
respirasi, suhu tubuh dan suhu permukaan kulit.
46
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Lingkungan mikroklimat mempunyai pengaruh penting untuk kenyamanan
ternak. Lingkungan yang baik akan memberi dampak positif terhadap produktivitas
ternak. Hasil penelitian menunjukan adanya kecendrungan perbedaan lingkungan
mikroklimat suhu (Tb), kelembaban relatif (RH), kecepatan angin (WS) dan
Intensitas Radiasi Matahari (IRM) dengan bahan atap yang berbeda (rumbia,
genteng, dan asbes). Perbedaan lingkungan mikroklimat ini pun berpengaruh
terhadap respon fisiologis denyut jantung (HR), frekuensi respirasi (RR), suhu
permukaan kulit (mTs) dan suhu tubuh (Tb) sapi bali. Intensitas Radiasi Matahari
(IRM) merupakan komponen pembeda dari keseluruhan variabel mikroklimat yang
paling berpengaruh terhadap respon fisiologis sapi bali. Bahan atap yang dipilih
hendaknya memiliki nilai konduktivitas yang rendah. Bahan atap rumbia merupakan
salah satu bahan atap terbaik yang dapat digunakan. Nilai konduktivitas yang rendah
menjadikan respon fisiologis sapi yang dipelihara dengan atap rumbia lebih rendah
dibandingkan dengan bahan sapi yang dipelihara dengan atap genteng dan asbes.
Saran
Peningkatan produktivitas ternak merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam
suatu usaha peternakan. Manajemen pemeliharaan yang baik dengan memperhatikan
faktor-faktor lingkungan mempunyai peranan penting dalam usaha peningkatan
produktivitas ternak. Pemilihan bahan atap merupakan salah satu hal yang dapat
dilakukan untuk memberi kenyamanan pada ternak dalam kandang. Perbesaran
ukuran kandang dengan meninggikan atap pun merupakan salah satu usaha untuk
memanipulasi keadaan lingkungan mikro dalam kandang, sehingga aliran udara dan
volume udara yang masuk ke dalam kandang lebih besar.
47
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt atas semua nikmat yang
telah diberikan hingga terselesaikannya skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, keluarga dan para
sahabatnya.
Penulis ingin memberikan penghargaan tertinggi dalam bentuk ucapan
terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada Ibunda Wiwi Mulyawati, dan
Ayahanda Nana Mahdi, serta adik penulis Sindi Fathonah Halimah atas sebuah
hangat nya kasih sayang keluarga serta dukungan yang tidak pernah surut. Ucapan
terimakasih ditujukan pula Kepada ibu Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. sebagai
pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingan selama menjadi mahasiswa di
Fakultas Peternakan IPB, bapak Dr. Ir .Bagus Priyo Purwanto, M. Agr yang telah
bersedia menjadi pembimbing utama dan bapak Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr
sebagai pembimbing anggota atas bimbingan yang telah diberikan selama
penyusunan proposal, penelitian, seminar, serta penyusunan skripsi. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada bapak Ahmad Yani, S.Tp selaku penguji seminar
sekaligus penguji sidang serta kepada bapak Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Rur.Sc selaku
penguji sidang atas bantuan, kritikan, dan masukkannya pada saat seminar dan
sidang. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada panitia seminar dan sidang
ibu Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D, M.Si atas bantuan, kritikan, dan masukkannya hingga
terselesainya skripsi ini.
Kepada dosen-dosen yang telah memberi banyak bimbingan selama di
Fakultas Peternakan, bapak Ir. Zulfikar Moesa, M.S., ibu Leli Komalasari S.Pt, ibu
Ir. Niken Ulupi, M.Si. atas semua nasehat yang telah diberikan, serta kepada ibu
Ir.Rini H. Mulyono, M.Si atas bantuan dalam pengolahan data. Ucapan terimakasih
tak terhingga, penulis sampaikan kepada para peternak di Kelompok Ternak Bareng
Kangen, Desa Pengadangan, Lombok Timur, keluarga besar bapak Nurahadi dan
Lalu Suhlan Lombok Timur, atas bantuan selama penelitian berlangsung. Kepada
teman-teman IPTP 43, sahabat terbaik penulis Baiq Tutik Yulian, Citra Ayu Furry
dan Puput Yanita Senja, serta kepada semua pihak yang terlibat dalam kelancaran
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Bogor, Juni 2010 48
DAFTAR PUSTAKA
Ames, D.R. & E. O. Ray. 1983. Environment manipulation to improve animal
productivity. J.Agric.Sci. 57: 209-220.
Amstrong, D.V. 1977. Heat stress interaction with shade and cooling. J. Dairy Sci.
77 : 2044-2050.
BMKG Kabupaten Lombok.2010. Data Lingkungan Mikroklimat Kabupaten
Lombok.
BPPS Kabupaten Lombok. 2008. Kecamatan Pringgasela dalam Angka.
Baxter. M. R. 1992. The space requirements of housed livestock. In. Farm Animal
And The Environment. Edited by Clive Phillips and David Piggins. University
Press, Cambridge.
Beede, D.K. & R.J. Cooler. 1986. Potential nutritions for intensive managed cattle
during thermal stress. J.Anim.Sci. 62 : 543.
Cambell, N.A, Reece J.B. & Mitchell, L.G. 1974. Biology. Addison Wesley
Longman, Inc. California.
Charles, D.R. 1981. Practical ventilation and temperature control for poultry. In: J.A.
Clark (Ed). Environmental Aspect of Housing for Animal Production.
Butterworths, London.
Cruze, E. & B. Hartzell. 1991. Minitab Reference Manual. PC version release 8.
Statical software. Quickset Inc, Rosemont.
Dantzer, R. & P. Mormede. 1983. Stress in farm animals: A need for reevaluation.
J.Animal.Scence. 57: 6-18.
Esmay, M.L. 1978. Principles Of Animal Environment. Tekxt Book Ed. AVI
Publishing Company, Inc. Westport Connecticut.
Finch, V.A. 1986. Body temperature in cattle :Its control and relevance to production
in the tropics. J.Animal Science. 62: 531-542.
Fradson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Keempat. Terjemahan. B.
Srigandono dan Koen Praseno. Gajah Mada University Perss. Yogyakarta.
Ganong, W.J. 1983. Review of Medical Psyiologi. 11st ed. Maruzen Asia Ed. Lange
Medical Publication. Maruzen Asia.
Gaspersz. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Volume II, Tarsito,
Bandung.
49
Gatenby, R.M. 1986. Exponential relation between sweet rate and skin temperature in
hot climates. J.Agric.Sci. 106: 175-83.
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan : Sapi Bali. Kanisisus, Yogyakarta
Gordon, M.S. G. A. Bartholomew, A. D. Grinnell & C. B. J. F. N. White. 1972.
Animal Physiology: Principles and Adaptations. 2nd Edition. Macmillan
Publishing Co.,Inc. New York. Collier Macmillan Publisher. London.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Jakarta
Hann, G.L. 1999. Dynamic responses of cattle to thermal heat loads. J.Agri.Sci.
(Camb). 77: 10-20.
Hahn, G.L. 1985. Management and Housing of Farm Animal in Hot Environment. In
Stress Physiology of Livestoct. Vol. 1. M. Yousef (Ed). CRC Press, Inc. Boca
Raton, Florida.
Hill. Richard W. Wyse Gordon A.1989. Animal Physiology. Sec Ed.Harpercollins
Publisher Inc.
Kadarsih, S. 2003. Perananan ukuran tubuh terhadap bobot badan sapi bali di provinsi
Bengkulu. Jurnal Penelitian UNIB. Vol IX, No 1. 45-48.
Kartasapoetra, A. G. 2004. Klimatologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Lakitan, B. 1994. Dasar Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Mader, T.L., S. Davis and T.B.Brand. 2006. Environmental factors influencing heat
stress in feedlot cattle. J.Animalc.Sci .84:712-719.
Mattjik. A.A, dan S. Made I. 2006. Perancangan Percobaan. IPB Press. Bogor.
Masudana, I.W. 1990. Perkembangan sapi bali di Bali dalam sepuluh tahun terakhir.
Dalam. Proseding Seminar Nasional Sapi Bali.
McLean, J.A. and D.T. Caltvert. 1972. Influence of air humidity on the partion of heat
exchange of cattle. J. Agr. Sci. 78 : 303-307.
McDowel, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climates.
W.H. Freeman and Company, San Fransisco.
Payne, W.J.A. 1990. An Introduction of Animal Husbandry in The Tropics. 4th ed.
Tropical agriculture series. Longman Scientific and technical. Copublish in
the united states with Jihn Wiley & Sons, Inc. New York.
Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Penerbit ITB. Bandung.
50
Purwanto, B. P., M. Fujita, M. Nishibori & S. Yamamoto. 1991. Effect of
environmental temperature and feed intake on plasma concentration of
thyroid homones in dairy heifers. AJAS. 4: 293-298.
Rastogi. S.C. 1984. Essential of Animal Physiology. Wiley Eastern Limited. India.
Reksohadiprodjo. 1984. Penyakit-Penyakit Produksi Ternak. BPFE, Yogyakarta.
Rosenberg, N.J. Blad. B.L. Verma S.B. 1930. Microclimate The Biological
Environment. Jhon Wiiley & Sons, Inc. Canada.
Santoso, A.B. 1996. Pengaruh lingkungan mikro terhadap respon fisiologis sapi dara
peranakan Fries Holland. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sears dan Zemansky. 1985. Mekanika, Panas, Bunyi, Fisika untuk Universitas. Edisi
I. (Terjemahan). Bina Cipta. Bandung.
Sugeng, B. Y. 1998. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sumarno, F. 1995. Pengaruh berbagai ketinggian atap kandang terhadap respon
termoregulasi sapi dara peranakan Fries Holland. Karya Ilmiah. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Talib, C. 2002. Sapi bali di daerah sumber bibit dan peluang pengembangannya. Balai
Penelitian Ternak. WARTAZOA 12: 100-106.
Tyasyono, B. 2004. Klimatologi. Penerbit ITB.
Webster, Jhon. 1984. Calf Husbandry, Health and Welfare. Westview Press, Inc.
United State of America.
Whates, C.M. 1981. Thermal influences on poultry. In : Environmental Aspects of
Housing for Animal Production. J.A. Clark (Ed). Univ of Nothingham.
Whate, C.M 1992. Ventilation. In : Farm Animals and The Environment. Phillips. C.
(Ed). University Press, Cambridge.
Williamson, G. dan W. J.A. Payne. 1993 Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Edisi Ketiga (Terjemahan) Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Yeates, N. T. M. 1965. Modern Aspect of Animal Production. Butterworths, London.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Desa Penelitian
52
Lampiran 2. Gambar Penelitian
Gambar 1. Kandang Bahan Atap Rumbia
Gambar 2. Kandang Bahan Atap Genteng
Gambar 3. Kandang Bahan Atap Asbes
53
Laampiran 3. Gambar Respon Deenyut Jantu
ung (HR) Sapi
S
Bali D
Dewasa terh
hadap
Perubahaan Suhu Liingkungan (Ta) pada Bahan Ataap Genteng
g dan
Asbes.
r = -0,415
r = -0, 286
54
Laampiran 4.
Gambar Respon Denyut
D
Janttung (HR) Anak Sappi Bali terh
hadap
Perubahhan Suhu Lingkungan
n (Ta) paada Bahan Atap Rum
mbia,
Gentengg dan Asbes.
r = 0,063
r = 0.031
r = -0,070
55
Laampiran 5. Gambar Respon Deenyut Jantu
ung (HR) Sapi
S
Bali D
Dewasa terh
hadap
Perubahaan Kelembabban (RH) pada Bahan Atap
A Genteeng dan Asb
bes.
r = 0,473
r = 0,264
56
Laampiran 6.
Gambar Respon Denyut
D
Janttung (HR) Anak Sappi Bali terh
hadap
Perubahhan Kelembbaban (RH)) pada Bahhan Atap R
Rumbia, Genteng
dan Asbbes.
r = -0,114
4
r = 0,244
4
r = 0,164
57
Laampiran 7. Gambar Respon Deenyut Jantu
ung (HR) Sapi
S
Bali D
Dewasa terh
hadap
Perubahaan Intensitaas Radiasi Matahari (IRM) padda Bahan Atap
Genteng dan Asbes
r = -0,367
r = -0,281
58
Laampiran 8.
Gambar Respon Denyut
D
Janttung (HR) Anak Sappi Bali terh
hadap
Perubahhan Intensittas Radiasii Matahari (IRM) paada Bahan Atap
Rumbia,, Genteng dan
d Asbes.
G
Gambar
Respon Denyut Jantungg Anak Sap
pi Bali
p
pada
Bahan
n Atap Rum
mbia
r = 0,031
Gaambar Resp
pon Denyutt Jantung Anak
A
Sapi Bali
paada Bahan Atap
A
Genteng
r = 0,070
G
Gambar
Reespon Deny
yut Jantung Anak Sap
pi Bali
pada Bah
han Atap Asbes
A
r = - 0,104
59
Laampiran 9. Gambar Respon
R
Resppirasi (RR) Sapi Bali Dewasa
D
terhhadap Perub
bahan
Suhu Linggkungan (Taa) pada Bah
han Atap Ruumbia dan G
Genteng.
r = 0,5570
r = 0,360
60
Laampiran 100. Gambar Respon Respirasi (RR
R) Anak Sappi Bali terhaadap Perub
bahan
Suhu Linngkungan (T
Ta) pada Baahan Atap Rumbia,Gen
R
nteng, Asbees.
r = 0,544
r = 0,480
r = 0,483
61
Laampiran 11.
Gambbar Responn Respirasii (RR) Sappi Bali D
Dewasa terh
hadap
Perubbahan Keleembaban (R
RH) pada Bahan Ataap Genteng
g dan
Asbess.
r = -0,360
r = -0,173
62
Laampiran 12. Gambar Respon
R
Resppirasi (RR) Anak Sapi Bali terhaddap Perubah
han
Kelembabban (RH) pada
p
Bahan Atap Rumbbia, Gentengg dan Asbess.
r = -0,584
r = -0,446
r = -0,483
63
Laampiran 133.
Gambbar Responn Respirasii (RR) Sappi Bali D
Dewasa terh
hadap
Perubbahan Intennsitas Radiaasi Mataharri (IRM) paada Bahan Atap
Genteeng dan Asbbes.
r = 0,1
173
r = 0,4
492
64
Laampiran 144. Gambar Respon Respirasi (RR
R) Anak Sappi Bali terhaadap Perub
bahan
Intensitass Radiasi Matahari (IRM) paada Bahan Atap Rum
mbia,
Genteng dan Asbes.
r = 0,425
r = 0,480
r = 0,471
65
Laampiran 155. Gambarr Suhu Perm
mukaan Ku
ulit (mTs) Sapi
S
Bali D
Dewasa terh
hadap
Perubahhan Suhu Lingkungan
L
n (Ta) padaa Bahan Attap Genteng
g dan
Asbes.
r = 0,700
r=
=0,664
66
Laampiran 166.
Gambarr Suhu Perrmukaan Kulit
K
(mTs) Anak Sappi Bali terh
hadap
Perubahhan Suhu Lingkungaan (Ta) pada
p
Bahann Atap Rum
mbia,
Gentenng, Asbes.
r = 0,750
r = 0,692
r = 0,699
67
Laampiran 177. Gambarr Suhu Perm
mukaan Ku
ulit (mTs) Sapi
S
Bali D
Dewasa terh
hadap
Perubahhan Kelem
mbaban (RH)) pada Bahan Atap Geenteng dan asbes.
a
r = -0,577
r = -0,595
68
Laampiran 188.
Gambarr Suhu Perrmukaan Kulit
K
(mTs) Anak Sappi Bali terh
hadap
Perubahhan Kelem
mbaban (RH
H) pada Baahan Atap R
Rumbia,Gen
nteng,
Asbes.
r = -0,6636
r = -0,5590
R = -0,572
69
Laampiran 199. Gambarr Suhu Perm
mukaan Ku
ulit (mTs) Sapi
S
Bali D
Dewasa terh
hadap
Perubahhan Intensitas Radiassi Mataharii (IRM) paada Bahan Atap
Gentengg dan Asbes.
r = 0,679
r = 0,637
70
Laampiran 200.
Gambarr Suhu Perrmukaan Kulit
K
Anak (mTs) Sappi Bali terh
hadap
Perubahhan Intenssitas Radiaasi Mataharri (IRM) paada Bahan Atap
Rumbiaa, Genteng, Asbes.
r = 0,742
r = 0,697
r = 0,675
71
Laampiran 211. Gambarr Suhu Tubbuh (Tb) Sapi
S
Bali Dewasa
D
terhhadap Perub
bahan
Suhu Lingkungan
L
(Ta) pada Bahan
B
Atapp Genteng ddan Asbes.
r = 0,414
r = 0,633
72
Laampiran 222. Gambar Suhu Tubuh (Tb) Anaak Sapi Balii terhadap P
Perubahan Suhu
Lingkunngan (Ta) pada
p
Bahan Atap Rumbbia, Gentengg, Asbes.
r = 0,626
r = 0,507
r = 0,632
73
Laampiran 233. Gambarr Suhu Tubbuh (Tb) Sapi
S
Bali Dewasa
D
terhhadap Perub
bahan
Kelembbaban (RH) pada Bahaan Atap Rum
mbia dan G
Genteng.
r = -0,387
r = -0,134
74
Laampiran 244.
Gambaar Suhu Tuubuh (Tb) Anak Sapii Bali terhhadap Perub
bahan
Kelembbaban (RH) pada Bahaan Atap Rum
mbia, Genteeng, Asbes.
r = -0,363
r = -0,270
r = -0,406
75
Laampiran 255. Gambarr Suhu Tubbuh (Tb) Sapi
S
Bali Dewasa
D
terhhadap Perub
bahan
Intensittas Radiasi Matahari (IRM)
(
padaa Bahan Attap Genteng
g dan
Asbes.
r = 0,386
r = 0,550
76
Laampiran 266.
Gambaar Suhu Tuubuh (Tb) Anak Sapii Bali terhhadap Perub
bahan
Intensiitas Radiasi Matahari (IRM
M) pada Bahan Atap
Rumbiia,Genteng dan Asbes.
r = 0,600
r = 0,485
r = 0,572
77
Lampiran 27. Data Pengukuran Suhu (Ta) pada Kandang Atap Rumbia, Genteng
dan Asbes (0C).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
25,7
22,9
23,2
24,2
22,3
24,0
22,8
24,2
22,7
25,0
26,2
27,1
26,7
25,9
24,3
31,2
27,0
32,2
31,0
28,7
28,7
28,7
29,0
25,0
33,9
34,3
33,5
32,6
32,3
33,6
24,5
24,9
25,0
27,1
25,2
25,3
24,1
26,6
27,1
30,1
29,3
28,7
28,4
25,8
26,4
Genteng
23,2
22,2
23,3
24,4
23,8
23,7
23,0
23,4
22,5
24,7
26,7
27,3
26,9
26,9
24,9
32,2
28,6
32,0
31,8
29,3
28,9
28,9
28,1
29,6
33,7
34,9
33,8
33,3
32,9
34,4
24,1
24,8
23,3
27,0
25,9
25,2
24,8
26,4
27,0
30,1
29,6
28,4
28,5
25,7
26,1
Asbes
23,6
23,0
22,5
23,5
22,4
24,7
22,4
25,2
22,3
25,6
25,7
26,9
26,3
26,2
23,7
32,8
29,2
32,0
32,5
30,6
27,0
32,3
30,0
29,8
36,2
35,6
34,1
34,3
33,0
35,0
24,0
25,2
25,0
26,3
25,3
25,0
23,9
26,2
26,9
30,4
29,1
28,5
28,2
25,9
26,2
78
Lampiran 28. Data Pengukuran Kelembaban (RH) pada Kandang Rumbia, Genteng
dan Asbes (%).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
68,8
95,4
90,3
91,3
97,6
87,9
92,4
92,8
94,7
87,7
82,9
95,3
83,9
81,8
85,1
64,6
87,9
67,4
75,2
72,5
84,9
81,4
82,2
89,6
70,9
61,5
65,7
69,6
68,8
63,0
91,0
94,8
99,5
92,3
97,2
93,5
93,8
88,9
94,5
91,6
91,8
85,8
87,2
92,8
89,5
Genteng
86,9
99,1
93,1
91,5
90,4
88,8
90,7
95,6
95,2
89,9
84,6
91,3
83,5
80,6
86,2
60,7
85,1
73,5
75,8
78,3
80,5
82,9
88,9
87,9
69,9
61,0
67,2
70,4
67,4
63,5
94,4
95,2
97,0
92,8
96,0
93,0
99,3
94,8
93,3
91,6
90,9
89,4
91,2
92,0
94,6
Asbes
83,5
94,5
93,5
95,9
99,0
86,8
96,1
93,0
95,8
84,9
85,6
93,6
85,2
82,4
89,3
59,2
87,0
73,7
70,5
76,7
92,0
75,7
80,5
80,7
61,5
58,2
67,8
64,5
64,7
64,6
93,8
98,2
99,0
99,7
99,1
93,1
97,3
95,1
94,7
90,5
90,6
90,4
89,2
94,4
94,1
79
Lampiran 29. Data Pengukuran Kecepatan Angin (WS) pada Kandang Atap Rumbia,
Genteng dan Asbes (m/s).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,9
0,8
1,2
0
0,3
0
0
0,6
0
0,7
0
0
0,3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Genteng
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,8
0
0
0,4
0,4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Asbes
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,1
0
0
0,8
0
0,6
0
0
0
0
0
0
0
0,5
0
0,8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
80
Lampiran 30. Data Pengukuran Intensitas Radiasi Matahari (IRM) pada Kandang
Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kkal/m2/jam).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
381,261
371,094
361,132
371,094
363,604
366,088
361,132
366,088
363,604
378,700
373,616
378,700
381,261
376,152
363,604
402,219
396,900
407,590
404,898
402,219
402,219
407,590
404,898
396,900
415,749
415,749
415,749
418,495
413,016
415,749
371,094
376,152
376,152
386,421
376,152
376,152
371,094
381,261
386,421
394,261
394,261
394,261
391,634
376,152
378,700
Genteng
371,094
371,094
371,094
371,094
366,088
361,132
361,132
366,090
361,132
376,152
373,616
376,152
373,616
378,700
366,088
429,617
402,219
414,107
415,749
415,749
396,900
418,495
410,300
391,634
440,960
429,617
424,029
424,029
413,016
413,016
371,094
378,700
378,700
386,421
371,094
376,152
366,090
389,020
386,421
394,261
394,261
391,634
394,261
376,152
373,616
Asbes
381,261
371,094
361,132
366,088
366,088
361,132
356,228
410,296
356,228
371,094
366,088
371,094
373,616
373,616
376,152
418,495
394,261
424,029
413,016
407,590
398,490
421,255
404,898
407,590
429,617
440,960
432,432
440,960
424,029
429,617
366,088
371,094
371,094
383,834
376,152
371,094
366,088
376,152
381,261
387,980
386,421
386,421
386,421
376,152
373,616
81
Lampiran 31. Pengukuran Respon Denyut Jantung (Hr) Sapi Dewasa pada Kandang
Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kali).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
92,44
97,56
81,88
82,79
82,83
89,95
72,90
89,15
78,87
87,29
98,14
82,26
81,81
77,12
92,92
102,73
90,40
90,09
107,60
90,22
93,40
69,31
85,75
74,59
88,45
94,09
86,24
71,88
91,23
84,42
105,44
100,33
94,93
100,16
91,83
92,92
88,06
105,69
94,04
103,62
100,39
91,83
84,70
95,69
88,10
Genteng
93,21
87,50
90,00
87,80
83,83
79,75
89,41
89,64
77,98
68,07
81,66
61,87
67,11
76,72
69,68
76,89
75,32
69,39
64,49
83,56
79,61
73,28
84,07
79,26
67,23
75,88
85,14
78,26
69,31
83,14
96,15
82,79
87,71
89,37
90,45
91,83
86,78
88,58
83,48
93,21
78,70
96,05
84,07
89,82
82,41
Asbes
99,66
76,27
79,15
93,99
75,00
64,05
66,17
60,32
66,74
57,65
66,15
68,83
67,82
66,49
72,00
85,76
71,57
74,25
84,11
74,81
73,92
65,19
55,55
50,93
81,55
55,67
69,25
60,50
66,98
65,88
97,19
82,60
93,60
91,88
76,89
75,913
96,30
62,82
59,48
67,13
73,08
83,25
73,14
73,49
76,07
82
Lampiran 32. Pengukuran Respon Denyut Jantung (Hr) Anak Sapi pada Kandang
Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kali).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
115,38
94,93
79,15
71,25
60,56
66,61
70,92
72,87
69,82
63,13
79,89
67,16
65,33
62,87
69,09
102,27
74,87
76,79
90,58
68,99
72,75
63,60
81,81
70,23
92,59
66,27
79,89
62,19
73,28
78,67
103,50
82,49
75,75
92,49
77,85
79,08
77,92
88,45
80,86
73,34
87,08
74,38
79,29
90,13
81,11
Genteng
89,95
76,30
71,03
75,66
91,46
71,34
74,90
72,37
73,55
91,13
84,8
96,56
80,97
81,59
84,74
86,08
90,95
74,53
88,06
69,82
73,46
77,98
103,74
79,50
74,93
88,40
80,39
80,78
83,83
88,88
93,50
93,02
80,17
97,98
107,97
77,45
106,44
93,75
96,51
101,40
103,98
80,24
86,70
109,02
89,46
Asbes
95,49
75,85
71,71
91,46
61,01
74,34
64,74
72,55
60,36
62,26
67,31
76,10
72,55
85,71
64,28
81,78
73,46
66,64
69,82
61,39
79,01
62,13
62,50
51,25
76,85
73,95
78,74
79,84
88,23
80,17
119,34
77,31
80,42
107,97
87,16
73,46
94,73
93,94
78,39
88,45
91,83
79,22
85,71
81,92
64,79
83
Lampiran 33. Pengukuran Respon Respirasi (RR) Sapi Dewasa pada Kandang
Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kali).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
22,48
24,03
24,27
26,66
24,53
28,40
24,81
21,87
28,53
33,63
33,63
35,23
28,99
28,26
28,38
39,47
28,70
25,97
32,55
28,57
31,34
28,38
29,46
22,04
28,65
39,97
36,87
27,43
31,21
33,93
27,27
24,00
23,44
22,75
34,54
28,369
26,59
26,46
27,54
31,56
39,7
28,87
30,56
26,97
26,77
Genteng
24,83
29,91
27,73
29,73
32,87
27,67
30,99
26,92
33,18
30,47
27,58
30,73
28,35
27,42
29,21
41,72
35,54
30,18
30,91
31,94
31,31
39,13
47,77
35,27
30,39
36,21
42,10
27,98
33,35
32,17
33,11
30,56
32,94
34,22
32,29
29,33
29,80
39,19
29,65
30,56
30,37
32,00
34.28
29.41
32.59
Asbes
35,62
27,27
29,54
32,87
23,61
27,42
24,08
26,99
28,16
30,80
36,05
25,31
26,74
23,30
28,69
38,93
28,30
32,08
31,94
23,72
24,14
27,19
28,02
36,31
25,78
32,71
35,88
27,43
26,12
23,64
28,70
28,16
25,03
32,29
23,25
25,35
30,27
31,47
25,99
30,86
30,80
30,92
28,71
26,82
28,57
84
Lampiran 34. Pengukuran Respon Respirasi (RR) Anak Sapi pada Kandang Bahan
Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (kali).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
29,71
22,14
30,24
19,57
18,70
21,89
18,69
21,06
24,84
18,92
23,56
29,68
24,81
28,23
23,64
49,62
21,73
22,58
26,70
21,02
26,77
23,97
29,45
20,13
29,48
28,61
36,60
24,71
31,21
33,80
28,79
27,03
20,54
21,11
21,55
23,52
22,01
25,64
21,40
23,47
24,29
29,89
29,58
26,38
24,24
Genteng
26,12
27,54
27,39
17,69
23,45
23,05
30,99
26,04
27,95
22,30
27,51
36,14
27,90
25,48
32,87
40,84
30,00
27,58
30,62
32,20
20,97
38,86
29,45
30,61
26,79
29,62
42,62
32,08
28,11
35,44
26,90
32,89
23,21
25,45
22,78
23,46
29,80
27,78
27,82
32,37
27,39
28,91
26,51
28,34
30,51
Asbes
33,16
28,57
24,48
23,46
22,22
23,81
21,99
25,53
26,09
28,72
26,37
29,18
23,75
28,02
20,91
28,79
27,77
28,59
32,20
27,12
25,63
20,42
27,90
28,51
27,29
30,84
35,88
27,73
30,76
30,33
28,70
23,18
20,69
22,78
28,39
25,63
23,66
26,80
21,73
26,44
25,53
32,43
30,89
22,74
23,16
85
Lampiran 35. Pengukuran Respon Suhu Permukaan Tubuh (mTs) Sapi Dewasa pada
Kandang Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (0C).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
30,66
29,01
27,05
26,78
27,03
27,82
24,85
27,12
25,85
25,46
27,99
26,79
29,86
27,71
27,55
34,80
31,58
31,58
32,67
32,45
31,53
30,21
28,77
27,66
32,47
31,26
33,94
33,15
32,18
29,72
32,03
29,84
30,31
31,40
30,06
27,28
27,46
27,22
26,46
30,64
31,36
30,86
33,44
29,67
28,11
Genteng
30,10
30,23
29,66
29,63
29,98
29,55
29,61
29,46
26,70
26,45
29,71
29,71
30,13
30,89
29,56
34,29
31,86
32,77
32,52
33,46
30,75
30,73
31,55
30,77
30,75
32,26
32,53
33,06
33,07
32,06
30,74
30,13
29,52
30,82
33,01
28,88
29,00
30,87
28,70
31,50
31,84
33,06
32,54
31,68
30,91
Asbes
32,62
31,22
29,76
30,33
27,75
27,87
28,15
26,94
25,84
26,79
26,19
28,94
30,78
31,18
29,62
34,87
33,45
33,92
33,16
34,07
29,46
30,90
30,83
28,84
32,18
33,69
33,75
32,87
33,50
31,87
29,95
30,578
28,70
33,45
30,33
29,28
27,69
29,86
26,92
31,89
31,63
31,72
33,12
31,11
30,30
86
Lampiran 36. Pengukuran Respon Suhu Permukaan Tubuh (mTs) Anak Sapi pada
Kandang Bahan Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (0C).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
32,61
28,08
27,84
27,33
27,85
27,93
24,59
28,21
25,28
25,05
27,98
27,32
29,62
29,61
26,74
32,94
30,74
31,92
34,63
32,64
31,01
29,59
31,67
27,48
31,41
32,57
33,35
32,39
32,96
29,73
27,74
27,24
29,90
34,08
28,36
28,71
25,61
29,18
28,58
30,24
31,11
30,82
31,97
29,65
30,93
Genteng
31,52
29,80
28,31
27,89
29,45
28,43
27,67
27,70
28,22
27,77
27,13
29,86
30,35
30,53
28,15
33,06
32,14
32,90
31,93
33,43
29,79
31,32
29,89
30,51
29,64
32,60
32,89
33,26
33,16
32,08
30,38
29,66
30,19
33,47
31,39
27,96
28,30
29,73
28,93
31,42
29,85
31,09
32,21
30,69
30,32
Asbes
29,69
31,17
27,71
29,45
28,47
28,23
27,03
28,14
26,26
24,72
27,88
28,01
30,33
30,88
27,41
34,28
34,09
33,57
33,43
33,11
31,83
32,53
30,80
27,13
30,27
34,11
33,58
33,96
33,75
31,83
31,58
28,02
27,93
31,39
29,80
29,36
28,52
29,99
28,49
32,68
31,89
32,78
33,74
31,02
29,24
87
Lampiran 37. Pengukuran Respon Suhu Tubuh (Tb) Sapi Dewasa pada Kandang
Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (0C).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
37,31
37,01
36,81
36,86
36,55
36,57
36,41
36,6
36,38
36,07
36,85
36,60
37,03
36,81
36,79
38,15
37,35
37,70
37,51
37,74
37,35
37,08
36,88
36,63
37,57
37,40
37,94
37,57
37,61
37,18
37,93
37,71
37,69
37,93
37,57
36,93
37,12
37,07
37,24
37,40
37,67
37,34
37,87
37,26
37,04
Genteng
37,06
37,17
37,00
37,51
37,05
37,50
37,25
37,32
36,93
36,72
37,26
37,01
37,07
37,43
37,16
37,99
37,22
37,78
37,66
38,13
37,67
37,49
37,78
37,50
37,32
37,71
37,66
37,82
37,73
37,85
36,95
37,21
37,47
38,30
37,09
36,95
36,64
36,94
36,96
37,83
37,88
37,63
37,92
37,72
37,61
Asbes
36,98
37,13
37,54
37,09
36,65
36,66
36,36
36,62
36,04
36,51
36,51
37,24
36,98
37,21
37,08
37,73
37,62
37,86
38,09
37,96
37,24
37,09
37,34
36,71
37,87
37,74
38,03
37,54
37,54
37,31
37,67
37,93
37,84
37,59
38,24
37,66
37,68
37,90
37,38
38,12
38,08
38,25
38,26
37,89
37,95
88
Lampiran 38. Pengukuran Respon Suhu Tubuh (Tb) Sapi Dewasa pada Kandang
Bahan Atap Rumbia, Genteng dan Asbes (0C).
Waktu
06.00
12.00
18.00
Tanggal
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
17-02-2010
18-02-2010
19-02-2010
20-02-2010
21-02-2010
22-02-2010
23-02-2010
24-02-2010
25-02-2010
26-02-2010
27-02-2010
28-02-2010
01-03-2010
02-03-2010
03-03-2010
Rumbia
37,84
36,69
37,09
37,02
36,83
37,02
35,86
36,97
35,70
36,18
37,02
36,93
37,08
37,08
36,68
37,46
37,67
37,83
38,21
37,76
37,62
37,33
37,54
36,69
37,76
37,75
38,29
37,64
37,72
37,35
36,82
37,01
38,15
38,48
37,60
37,04
37,12
37,79
37,62
37,77
37,98
38,02
38,10
37,26
37,95
Genteng
37,09
37,11
37,07
36,58
37,49
36,74
36,81
36,98
36,88
36,82
36,61
37,29
37,36
37,29
37,05
37,73
37,26
37,88
37,58
38,04
37,19
37,58
37,29
37,03
37,34
37,58
37,80
37,93
37,92
37,96
37,27
37,86
37,93
38,39
37,63
36,85
37,58
37,35
37,16
38,02
37,97
37,63
37,96
38,00
37,69
Asbes
37,18
36,95
37,07
37,49
36,75
36,63
36,55
36,96
36,27
36,39
36,84
36,94
37,09
37,51
36,60
37,65
37,62
37,89
38,04
37,65
37,48
37,75
37,16
37,25
37,34
37,88
38,07
37,86
38,00
37,65
37,18
37,46
36,84
37,76
37,37
37,30
37,53
36,87
37,27
38,28
38,00
38,04
38,69
37,79
36,77
89
Download