I N F O K E S E H ATA N Hadapi Kanker Payudara Secara Medis Dr Yuddi Wayono Sp Onk Rad Spesialis Onkologi Radiologi Sadari Saja Tak Cukup KANKER merupakan jenis penyakit yang belum diketahui penyebabnya. Namun, Internist Hematology-Medical Oncology MRCCC Siloam Hospitals Dr dr Cosphiadi Irawan SpPD KHOM mengungkapkan, ada faktor risiko yang menjadi penyebab kanker. Antara lain, faktor makanan dan pola hidup tidak sehat. Kanker payudara yang muncul kadang tak disadari saat stadium 1. Padahal, ketika pen­ derita kanker payudara stadium 1, pengobatan bisa dilakukan dengan operasi dan terapi hormonal. ’’Setelah itu, pasien bisa sembuh total,” jelas Cosphiadi. Sementara itu, saat seseorang melakukan periksa payudara sendiri (sadari) dan mene­ mukan adanya benjolan, kanker diper­kirakan sudah berada pada stadium 2. Tidak semua benjolan berupa kanker. Namun, jika saat proses sadari sudah ada benjolan, sel di dalamnya dipastikan sudah tumbuh besar. ’’Semakin besar sel kanker, penanganan yang dilakukan juga semakin intensif,” terang­nya. Karena itu, Cosphiadi menyarankan untuk melakukan medical checkup rutin setiap tahun. Salah satunya dengan melakukan mamografi untuk mendeteksi keberadaan sel kanker di sekitar payudara. (nuq/c7/aan) Operasi Dulu, Dilanjutkan Radiasi FOTO-FOTO: Agus Wahyudi/JAWA POS Kanker payudara merupakan jenis penyakit yang harus ditangani secara medis. Apabila sudah terdeteksi dan tidak segera ditangani, penyebarannya akan semakin luas. Akibatnya, ketika pasien datang untuk pengobatan secara medis, kanker sudah masuk stadium lanjut. Skrining Kanker Payudara Saat ini ada paket skrining kanker payudara Rp 1,3 juta yang termasuk mamografi, USG payudara, dan konsultasi dokter bedah onkologi (akan disesuaikan dengan jadwal praktik dokter bedah onkologi). Paket hanya berlaku di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi dengan syarat dan ketentuan berlaku. Dr dr Samuel J. Haryono SpB(K) Onk Spesialis Bedah Onkologi Pusat Pelayanan Onkologi Siloam Hospitals : Onkologi telinga, hidung, dan tenggorokan Onkologi hematologi Onkologi ginekologi Onkologi ortopedi Onkologi pediatri Onkologi radiasi Onkologi bedah Pusat Pelayanan Ambulans 24 jam: 1 – 500 – 911 SPESIALIS bedah onkologi MR­ CCC Siloam Hospitals Semanggi Dr dr Samuel J. Haryono SpB(K) Onk mengungkapkan, tidak ada alternatif pengobatan untuk kanker payudara. Penyakit tersebut tergo­ long kanker yang sulit, tetapi masih bisa disembuhkan. Khususnya jika kanker terdeteksi secara dini. ’’Ope­ rasi bukan pilihan, tetapi ha­rus dilakukan untuk membuang sumber kankernya,” kata dokter Samuel. Di Indonesia, sekitar 60–70 pasien datang sudah dalam kondisi sta­ dium lanjut, yakni stadium 3 dan 4. Edukasi yang terus-menerus mengenai periksa payudara sendiri (sadari) menjadi kunci agar kesa­ daran masyarakat untuk melaku­ kan pemeriksaan sejak dini semakin tinggi. Dengan sadari, tingkat sta­ di­um pasien yang datang diharap­ kan semakin rendah. Dari stadium 2, stadium 1, bahkan nol. Setelah dilakukan sadari dan ditemukan benjolan, pasien perlu berkonsultasi kepada dokter. Jika ditemukan kanker, akan ditentukan stadiumnya dengan menggunakan sistem TNM. T singkatan dari tu­ mor size, ukuran tumor akan diperiksa. N adalah node, kelenjar getah bening regional yang biasanya ada pada ketiak. M artinya metas­ tasis atau penyebaran sel kanker sudah seberapa jauh. T ditentukan setelah melakukan tes mamografi untuk melihat ada­ nya pengapuran yang menjadi kecurigaan kanker. N dilihat melalui USG, seberapa besar ukuran ben­ jolan­nya. Setelah itu, didiagnosis untuk memastikan T dan N. Se­ mentara itu, M dicek dengan me­ ng­gunakan foto paru, USG abdo­men, dan PET scan. ”Setelah di­ke­tahui stadiumnya, baru diten­tukan langkah terapi yang perlu dilakukan,” ungkap dokter Samu­el. Jika ditemukan kanker stadium awal, payudara tetap bisa diper­ tahan­kan. Stadium awal adalah stadium 1 dan 2. Pada stadium itu, jika ukuran tumornya kurang dari atau sama dengan tiga senti­meter, langkah operasi tetap bisa memperta­ hankan payudara secara utuh. Operasi dilakukan dengan me­ ngang­kat tumor dan kelenjar getah bening atau dikenal dengan lum­ pektomi atau breast conserving surgery. Setelah itu, baru dilakukan sinar atau radiasi. Jika sudah sta­dium lebih lanjut, terutama pada kondisi ukuran tumor besar, perlu dilakukan masektomi alias pe­ngang­katan payudara, baik masek­tomi segmental (sebagian) ataupun masektomi radikal (secara keselu­ruhan). Kemudian, dilakukan te­ra­pi sinar radiasi dan kemo­terapi. Spesialis Onkologi Radiologi Siloam Hos­pitals Simatupang Dr Yuddi Wayono Sp Onk Rad meng­ ung­kapkan, pene­rapan radioterapi mengguna­kan sinar X energi tinggi dengan tujuan merusak sel kanker. Sekitar 50–60 persen dari seluruh pasien kanker akan membutuhkan radiasi. Tingkat kesembuhan pasien akan sangat relatif. Radio­ terapi efektif untuk mengobati kan­ker nasofaring, laring, payu­ dara, ser­viks, prostat, dan menge­ cilkan tumor. Radioterapi bisa mengurangi ekstensivitas pembedahan. Semen­ tara itu, radiasi pasca pembedahan dilakukan untuk menghabiskan sejumlah kecil kanker yang mung­ kin tersisa. ”Tingkat kesembuhan ini sangat bergantung pada jenis kanker, stadium, dan sensitivitasnya terhadap radioterapi. Semakin dini stadiumnya, tentu akan semakin baik,” ujar dokter Yud­di. Perencanaan radiasi dilakukan dengan treatment planning system untuk menentukan target radiasi, organ, atau jaringan sehat yang harus dihindari, penentuan dosis dan toleransi dosis, serta teknik radiasi terbaik yang bisa diberikan. Pasien akan menjalani radiasi se­ telah dilakukan verifikasi quality assurance untuk menjamin terapi yang terbaik berbasis patient safety. ”Banyak tahap keselamatannya. Termasuk sebelumnya ada treat­ ment planning dahulu. Dokter terkait menentukan batasannya, sudah approved, baru dilakukan radiasi,” ujar dokter Yuddi. Jumlah terapi radiasi yang di­ butuhkan berbeda-beda, bergan­ tung jenis kanker. Proses satu kali radiasi tidak memakan waktu lama. Pada satu area, radiasi ber­kisar 1–5 menit serta tidak menimbulkan nyeri. ”Misalnya, pada kanker payudara bisa 25– 30 kali terapi ra­diasi,” ungkap dokter Yuddi. Efek samping umumnya terjadi pada area yang terkena radiasi. Misalnya, pada kulit terjadi iritasi, eritema, hingga deskuamasi. Jika radiasi area abdomen, mungkin terjadi nausea hingga muntah dan diare. Efek samping itu bersifat sementara. ’’Hal yang tidak kalah penting adalah evaluasi reguler setelah radiasi untuk memantau dan tata laksana efek samping yang terjadi,” imbuh dokter Yuddi. (swn/nuq/c7/aan) Pusat Pendaftaran Rawat Jalan: 1 – 500 – 181